POHON KEPUTUSAN
POHON KEPUTUSAN
Contoh kasus
Analisis Masalah dengan Menggunakan Pohon
Keputusan
Kasus 1
1.
Unit gizi RS Sejahtera hanya memberikan pelayanan gizi
untuk korban bencana/massal. Sedangkan, sejak tahun
2003 mulai membuka diri untuk pelayanan swasta
(pelayanan untuk masyarakat umum) sampai sekarang.
Oleh karena itu, pihak direksi RS Sejahtera melakukan
perencanaan untuk pengembangan pelayanan unit gizi
dengan adanya perencanaan program konsultasi gizi.
Ditemukan dua alternatif keputusan yaitu konsultasi gizi
online dan konsultasi gizi regular. Tujuan dari kedua
program tersebut adalah guna meningkatkan status gizi
masyarakat sehingga dapat berstatus gizi baik (normal).
Pohon keputusan sederhana yang menggambarkan masalah diatas:
Data yang tersedia terkait dengan alternatif keputusan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Program Konsultasi Gizi Online
a.Pengadaan 1 buah komputer = Rp 7.500.000,00
b.Biaya pembuatan website konsultasi online dan pengembangan jaringan internet = Rp 5.000.000,00
c.Pembukaan rekening bank untk administrasi pasien konsultasi online = Rp 1.000.000,00
d.Gaji petugas = Rp 3.000.000,00 per bulan (2 orang petugas)
e.Biaya tetap lainnya = Rp 5.000.000,00 per tahun f.Tarif yang dikenakan = Rp 30.000,00 per pasien
g.
Jumlah cakupan yg dihasilkan dlm program konsultasi gizi
online sesuai dgn peluang dan tingkatannya adalah:
Tinggi
: sebesar 7.300 orang per tahun dgn rincian
rata-rata dlm satu hari trdpt 20 orang pasien yg melakukan
konsultasi secara online.
Sedang
: sebesar 5.475 orang per tahun dengan rincian
rata-rata dalam satu hari terdapat 15 orang pasien
yang melakukan konsultasi secara online.
Rendah
: sebesar 3.650 orang per tahun dengan rincian
rata-rata dalam satu hari hanya terdapat 10 orang
pasien yang melakukan konsultasi secara online.
2. Program Reguler Konsultasi Gizi
a.Pemakaian gedung guna ruang konsultasi gizi adalah seluas 1/20
bagian dengan rincian sebagai berikut: - Harga Rp 200.000.000,00
- Sudah dipakai selama 2 tahun - Umur hidup gedung selama 25 tahun - Inflasi (i) sebesar 5%
Sehingga, biaya pemakaian gedung yang harus dikeluarkan sebesar Rp 441.000,00
b.Gaji petugas = Rp 2.500.000,00 per bulan (2 orang petugas)
c.Biaya tetap lainnya = Rp 7.500.000,00 per tahun
e.
Jumlah cakupan yg dihasilkan dlm program konsultasi gizi
reguler sesuai dengan peluang dan tingkatannya adalah:
Tinggi: sebesar 5.475 orang/thn dgn rincian rata-rata
dlm satu hari trdpt 15 orang pasien yg dtg ke rumah
sakit untuk berkonsultasi.
Sedang: sebesar 4380 org/thn dgn rincian rata-rata
dlm satu hari trdpt 12 orang pasien yg datang ke
rumah sakit untuk berkonsultasi.
Rendah: sebesar 2920 org/thn dgn rincian rata-rata
dalam satu hari hanya terdapat 8 orang pasien yang
datang ke rumah sakit untuk berkonsultasi.
Langkah berikutnya adalah dgn membuat tabel
mengenai data-data yang telah diperoleh
Jenis Konsultasi Jumlah Pendapatan
Tinggi Sedang Rendah
Konsultasi Gizi
Online Rp 219.000.000 Rp 164.250.000 Rp 109.500.000 Konsultasi Gizi
Reguler Rp 164.250.000 Rp 131.400.000 Rp 87.600.000
Jenis Konsultasi Biaya
Peluang Pendapatan
Tinggi Sedang Rendah
Konsultasi Gizi
Online Rp 90.500.000 0,4 0,3 0,3
Konsultasi Gizi
Setelah
itu
dilakukan
perhitungan
untuk
setiap
pendapatan yang diperoleh. Agar dapat diketahui jenis
konsultasi mana yang memiliki keuntungan yang paling
besar maka harus dihitung nilai EMV untuk setiap
keputusan yang diambil.
Nilai EMV = nilai keuntungan yg diharapkan dari setiap
keputusan yg diambil diperoleh dari penjumlahan semua
pendapatn dari semua factor luar dikalikan nilai peluang
faktor tersebut terjadi.
Nilai EMV untuk setiap keputusan yang diambil adalah
sebagai berikut:
1.
Konsultasi Gizi Online
EMV = (0,4)(219.000.000)+ (0,3)(164.250.000)+(0,3)(109.500.000)
= 169.725.000 (satuan rupiah)
2. Konsultasi Gizi RegulerEMV = (0,4)(164.250.000) + (0,3)(131.400.000)+ (0,3)(87.600.000)
= 131.400.000 (satuan rupiah)
Setelah mendapatkan nilai EMV dari setiap keputusan yang
diambil maka dapat dihitung nilai keuntungannya.
Keuntungan untuk setiap keputusan yang diambil adalah
sebagai berikut:
1.
Konsultasi Gizi Online
Keuntungan
= Rp 169.725.000,00 - Rp 90.500.000,00
= Rp 79.225.000,00
2.
Konsultasi Gizi Reguler
Keuntungan
= Rp 131.400.000,00 - Rp 67.941.000,00
= Rp 63.459.000,00
Setelah melakukan perhitungan tersebut, maka dapat digambarkan pohon keputusan yang lengkap agar hasil keputusan dapat lebih terlihat
Kasus 2
Keputusan mana-jemen menaikkan tarif bangsal VIP di suatu rumah
sakit pemerintah kelas C, Bed Occupancy Rate (BOR) saat ini 75%. Dalam peng-hitungan analisis Break Even Point, proyeksi BOR sangat penting. Secara sederhana kemungkinan yang terjadi sebagai berikut: Pilihan pertama adalah menaikkan tarif bangsal VIP dan pilihan kedua adalah tidak menaikkan tarif bangsal VIP.
Pada pilihan pertama terdapat dua kemungkinan akibat dampak dari
perilaku konsumen bangsal VIP. Kemungkinan pertama, walaupun tarif dinaikkan konsumen tetap memilih bangsal VIP RS tersebut sehingga BOR tetap 75%. Dampaknya adakah dalam jangka waktu 1 tahun bangsal VIP akan menghasilkan uang tambahan sebesar Rp 400 juta dibanding tidak menaikkan tarif.
Kemungkinan kedua, karena dinaikkan maka sebagian konsumen tidak mau menggunakan bangsal VIP. Sebagian konsumen akan memilih ke bangsal yang lebih murah, atau menggunakan rumah sakit lain yang bangsal VIP-nya lebih murah (dengan catatan dokternya mengijinkan). Akibatnya, BOR turun menjadi 60%. Setelah dihitung maka dalam waktu 1 tahun bangsal VIP akan berkurang penerimaannya sebesar Rp250 juta dibanding tidak menaikkan tarif. Apabila tidak menaikkan tarif maka kemungkinan rugi. Kerugian tadi dalam dua kemungkinan. Apabila keadaan ekonomi memburuk dengan nilai rupiah yang terus lemah, maka kerugian akan menjadi Rp200 juta setahun. Apabila rupiah
agak
kuat, maka kerugian apabila tidak menaikkan tarif sebesar Rp50 jutaDiagram Pengambilan Keputusan
Dengan informasi ini maka dapat dihitung hasil akhir tiap-tiap cabang.
1. Pada cabang menaikkan tarif, hasil akhir yang didapat sebesar =(0,8 X Rp400.000.000,00) + (0,2 X – Rp250.000.000,00) = Rp320.000.000,00 + (– Rp50.000.000,00 )
= Rp 270.000.000,-.
Dengan probabilitas yang cenderung berhasil ini,
maka cabang menaikkan tarif akan memberikan
kemungkinan
mendapatkan
pemasukan
tambahan
2.
Pada cabang tidak menaikkan tarif, hasil yang didapat
adalah sebesar
= (0,5X– Rp200.000.000,00)+ (0,5 X – Rp50.000.000,00)
= – Rp125.000.000,00.
Dengan
demikian,
direktur
rumah
sakit
secara
rasional akan menetapkan keputusan menaikkan tarif.
Pada perhitungan di atas, harap diperhatikan bahwa angka probabilitas untuk keberhasilan menaikkan tarif sangatlah tinggi (0,8), mendekati angka 1. Apabila angka probabilitas ini ber-ubah menjadi rendah, misalnya 0,1, maka hasil akhir akan berbeda.
Dengan angka probabilitas baru ini maka dapat dihitung hasil akhir tiap-tiap cabang.
1. Pada cabang menaikkan tarif, hasil akhir yang didapat sebesar
= (0,1 X Rp400.000.000,00) + (0,9 X – Rp250.000.000,00) = Rp40.000.000,00 + (– Rp225.000.000,00 )
= – Rp185.000.000,00.
Dengan probabilitas yang cenderung gagal ini maka
cabang menaikkan tarif akan memberikan kemungkinan
rugi sebesar Rp185.000.000,00.
2.
Cabang tidak menaikkan tarif hasil yang didapat adalah
tetap (karena tidak ada perubahan angka probabililtas)
yaitu – Rp125.000.000,00
Dengan demikian direktur rumah sakit secara rasional
memutuskan tidak menaikkan tarif.
Secara matematika dengan menaikkan tarif secara teoritis
(pada titik keputusan) akan memberi kerugian yang lebih
banyak (minus Rp60.000.000,00) dibandingkan dgn tidak
menaikkan tarif.
Di
dalam
sektor
rumah
sakit
khususnya
milik
pemerintah
dan
rumah
sakit
keagamaan,
pengambilan
keputusan
berdasarkan
risiko
yang
merupakan konsep dasar keputusan bisnis merupakan
hal yang baru. Hal ini dapat dilihat misalnya pada
kasus-kasus keterlambatan rumah sakit keagamaan
melakukan investasi untuk pengembangan baru.
Berdasarkan
pengamatan,
perilaku
sebagian
eksekutif rumah sakit pemerintah dan keagamaan
lebih
berdasarkan
perintah
atau
petunjuk
dari
atasan, atau dibatasi oleh sistem birokrasi yang tidak
mengenal risiko
Apabila
dilakukan
penetapan
nilai
probabi-litas
suksesnya kegiatan, metode yang dilakukan lebih
pada dugaan, bukan melalui studi kelayakan yang
memperhitungkan faktor risiko pengembangan.