1
LAPORAN AKHIR PROGRAM
PENERAPAN IPTEKS
PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT PEDAGANG ACUNG DI DESA BATUR TENGAH, KAWASAN PARIWISATA KINTAMANI,
KABUPATEN BANGLI
Oleh:
Dr. Ni Made Ary Widiastini S.ST.Par., M.Par. (Anggota). NIDN. 0016048103 Nyoman Dini Andiani S.ST.Par., M.Par. (Ketua). NIDN. 0005048304
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2017
3 IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Pengabdian kepada : Penerapan Ipteks Bagi Masyarakat Pedagang Acung Masyarakat di Desa Batur Tengah, Kawasan Pariwisata Kintamani, Bangli
2. Tim Pelaksana
No Nama Jabatan Bidang
keahlian
Instansi asal Alokasi waktu (jam/minggu) 1 Dr. Ni Made Ary Widiastini, S.ST.Par.,M.Par Tenaga Pengajar Pariwisata dan Kebudayaan Universitas Pendidikan Ganesha 2 jam/mg 2 Nyoman Dini Andiani, S.ST.Par.,M.Par Tenaga Pengajar Pariwisata Universitas Pendidikan Ganesha 2 jam/mg
3. Objek pengabdian kepada masyarakat : produk cenderamata yang diolah dengan menggunakan bahan baku lokal yang berasal dari sekitar wilayah Kintamani
4. Masa pelaksanaan
Mulai : bulan: Maret tahun: 2017 Berakir : bulan: Nopember tahun : 2017
5. Usulan biaya DIPA : Rp. 8.000.000,-
6. Lokasi pengabdian kepada masyarakat : Desa Batur Tengah, Kintamani dan Desa Pejeng, Gianyar
7. Mitra yang terlibat : pada program pengabdian yang dilaksanakan melibatkan dua orang masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang acung yang diberikan pelatihan untuk mengolah bahan baku lokal menjadi produk wisata yang unik, menarik dan murah.
8. Permasalahan yang ditemukan dan solusi yang ditawarkan : diketahui persaingan penjualan produk wisata berupa cenderamata yang mengalami peningkatan yang diakibatkan kesamaan produk yang dijual oleh masyarakat Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung dengan produk wisata yang dijual di tempat lain. Untuk itu, perlu adanya pengembangan produk wisata yang memiliki ciri khas Bali, sehingga produk yang dihasilkan berbeda dengan produk wisata di tempat lain, unik, menarik, dan tentunya harus mudah dibawa dan harganya relatif murah. 9. Kontribusi mendasar pada khalayak sasaran : manfaat yang dapat diterima dengan
dikembangkannya produk wisata biaya produksi menjadi murah, mudah mendapatkannya. Selain itu dengan diproduksinya produk wisata oleh masyarakat sendiri, maka hal tersebut akan menjadi daya tarik wisata tambahan pada kawasan pariwisata Kintamani.
10. Rencana luaran adalah berupa produk wisata yakni cenderamata yang dapat diproduksi oleh masyarakat Desa Batur Tengah dan dijual kepada wisatawan
4 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Analisis Situasi
Kawasan pariwisata Kintamani merupakan salah satu daerah tujuan wisata Bali yang sudah sangat dikenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Keindahan alam berupa Gunung Batur dan Danau Batur merupakan modal utama daerah tersebut yang menjadikan daerah tersebut dikunjungi oleh wisatawan dengan beragam karakteristik dan motivasinya. Bahkan, ketika daerah tersebut ditetapkan sebagai global geopark pada tahun 2011, daerah tersebut selain mengalami peningkatan kunjungan wisata, juga mengalami peningkatan dalam pengembangan fisiknya seperti dikembangkannya aneka fasilitas wisata terutama restoran yang difungsikan sebagai tempat istirahat bagi wisatawan dan pengantarnya. Namun, di dalam praktiknya pengembangan sumber daya manusia yakni masyarakat lokal yang berprofesi sebagai pedagang acung dengan jumlah yang sangat banyak kurang mendapatkan perhatian secara serius. Hal ini tentu tidak sesuai dengan isi yang tertuang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012 yakni pembangunan kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita-cita kepariwisataan untuk Bali. Dalam perda tersebut secara implisit telah ditekankan bahwa pengembangan pariwisata seharusnya hard plan dan soft plan dilaksanakan dengan baik. Pembangunan infrastruktur yakni berupa fasilitas wisata serta peningkatan kualitas masyarakat lokal baik pengetahuan, keahlian maupun keterampilannya semestinya diterapkan dalam porsi yang seimbang.
Pembangunan dan pengembangan pariwisata yang kurang memerhatikan masyarakat lokal sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kepariwisataan tersebut, tentu dapat berdampak negatip terhadap perubahan sosial di daerah tersebut. Terlebih lagi jika jenis kepariwisataan yang dikembangkan di daerah tersebut adalah
mass tourism yang secara kuantitas jumlah wisatawannya sangat banyak. Sebagaimana yang tertuang dalam teori kepariwisataan Greenwood dalam Pitana dan Gayatri (2005: 83) yang menerangkan terjadinya proses evolusi masyarakat terkait dengan kepariwisataan sebagai berikut.
5 “Hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai ‘tamu’ dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah menjadi resiprositas dalam artian ekonomi, yaitu atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komoditisasi atau komersialisasi. Apabila sampai melewati batas-batas yang dapat ditoleransi oleh masyarakat lokal, maka hubungan bisa menjadi anomi, dan masyarakat lokal sudah mulai agresif terhadap wisatawan, mengarah kepada eksploitasi dalam setiap interaksi, tanpa mempertimbangkan konsekuansi jangka panjang (Pitana dan Gayatri, 2005: 83)”.
Masyarakat sebagai bagian dari kepariwisataan tentu merasa bahwa daerahnya adalah miliknya dan akan berusaha untuk ambil bagian dari pengembangan pariwisata tersebut. Sebagaimana dengan gagasan Marx bahwa material akan membentuk ide, hal tersebut juga memengaruhi pola kebudayaan masyarakat ketika sumber ekonomi masuk ke wilayahnya. Terbentuknya pedagang acung disebabkan karena masuknya kepariwisataan di daerahnya yang terbentur dengan kepemilikan modal yang terbatas, baik itu modal ekonomi, sosial, maupun budaya. Hal tersebut menarik untuk dicermati, mengingat ketekunan yang mereka lakukan sebagai pedangan acung ditengah tekanan yang tinggi, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Bahkan, sering kali untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Untuk itu, pengembangan produk wisata berupa souvenir yang dapat diproduksi oleh masyarakat lokal sehingga mampu memberikan manfaat manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat.
Pengembangan produk wisata lokal yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat, sejalan dengan yang dikemukakan Yamashita (2015:140) terkait dengan gagasan Bourdieu menekankan pentingnya perhatian terhadap masyarakat lokal di dalam membahas tentang warisan budaya dunia sebagai berikut.
“The central issue of world cultural heritage, given the interplay of local, national and global interests is who will make use of a heritage site for whom, and for what purpose. What is important in this cultural heritage governance is ‘position-taking’ (Bourdieu, 1993). As this paper has argue, priority should be given local agents in cultural resources management. Cultural resources should be utilized primarily for local benefit. National and international agents should only be collaborators in the exploitation of cultural resources, not the main beneficiaries (Yamashita, 2015:140)”.
6 Sebagaimana gagasan yang dikemukakan Yamashita (2015) di atas, modal budaya yang terdapat pada suatu destinasi semestinya dapat dimanfaatkan dan dikelola secara optimal terutama untuk kepentingan masyarakat lokal. Pihak lain, baik yang ada dalam kepemerintahan dan permodalan dalam lingkup nasional maupun internasional semestinya berperan sebagai kolaborator dan bukan sebagai penerima manfaat utama. Dengan demikian, sangat penting adanya pemberian raung gerak kepada masyarakat yakni kesempatan untuk berpartisipasi baik secara aktif maupun pasif sehingga mereka mampu beradaptasi terhadap pengembangan pariwisata di daerah mereka. Masyarakat sebagai bagian penting dalam kebudayaan tersebut, seharusnya diberikan ruang yang baik untuk pengembangan kualitas mereka baik pada aspek ekonomi, sosial maupun politik. Pengembangan produk wisata lokal yakni memanfaatkan sumber daya baik alam maupun budaya yang tersedia di daerah mereka, dapat menjadi solusi alternatif untuk mengurai berbagai bentuk permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung.
Desa Batur Tengah adalah satu desa yang berada Kabupaten Bangli tepatnya di kelurahan Batur Tengah, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Desa ini berada di jalur utama yang menghubungkan Kabupaten Bangli dengan Kabupaten Buleleng. Selain itu jalur ini menghubungkan Kabupaten Buleleng dengan kabupaten lainnya di Bali yaitu Kabupaten Karangasem melalui jalur Penelokan, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Gianyar. Desa Batur Tengah secara administrasi ini memiliki batas wilayah yaitu:
Sebelah Utara : Desa Kintamani Sebelah Selatan : Desa Sekar Dadi
Sebelah Timur : Desa Songan/ Desa Kedisan Sebelah Barat : Desa Bayung Gede
Desa Batur Tengah berjarak sekitar 20 kilometer dari ibu kota Kabupaten Bangli dan berjarak sekitar 50 kilometer dari ibukota Propinsi Bali. Secara geografis Desa Batur Tengah ada di dataran tinggi Kintamani sehingga memiliki suhu udara yang sejuk, ditambah dengan pemandangan alam indah berupak gunung dan danau Batur menjadikan daerah tersebut menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Bahkan kesejukannya sudah diperkenalkan sejak tahun 1912 oleh Gregor Krause yang saat itu datang ke Bali dan memilih Kintamani sebagai tempat
7 peristirahatannya. Selain memiliki udaya yang sejuk, daerah Kintamani termasuk Desa Batur Tengah juga dikenal sebagai tempatnya matahari terbit, yang mana pemandangan tersebut menyempurnakan tampilannya sebagai daerah pariwisata yang memukau. Gunung Batur yang telah mengalami 26 kali letusan telah menghadirkan pemandangan alam yang indah dengan terbentuknya danau yang tidak saja menarik bagi wisatawan, namun lebih dari itu telah mampu memberikan penghidupan bagi masyarakatnya. Ikan air tawar sebagai ikan yang cukup digemari oleh banyak orang telah membantu masyarakat untuk mendapatkan uang melalui budidaya ikan dan mengolahnya menjadi makanan yang enak. Selain itu juga pasir yang dihasilkan dari adanya letusan gunung Batur menyebabkan banyak orang, bukan saja masyarakat lokal tetapi dari pihak luar pun mengambil keuntungan dengan memanfaatkan pasir sebagai suatu peluang usaha yang menjanjikan. Bahkan meskipun galian pasir telah dilarang oleh pemerintah dan pemerhati lingkungan karena dapat menimbulkan bencana dikemudian hari, namun uang yang dihasilkan melalui pekerjaan tersebut menyebabkan galian pasir tetap dilakukan hingga saat ini.
Terbatasnya modal budaya yakni rendahnya pendidikan serta minimnya keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Batur Tengah, menyebabkan pekerjaan yang dipilih sering kali tanpa memerhatikan dampak buruk yang ditimbulkan baik pada aspek sosial, budaya maupun lingkungan. Sebagaimana halnya dengan keberadaan masyarakat di desa tersebut sebagai pedagang acung telah berimplikasi buruk terhadap citra mereka sendiri yang dianggap telah mencederai nilai-nilai Sapta Pesona Kepariwisataan Indonesia. Penduduk Desa Batur Tengah jika dilihat dari segi pendidikan berdasarkan pada data Monografi tahun 2015 termasuk masih banyak yang belum menyelesaikan pendidikan dasar ini terlihat dari tabel 1 berikut. Tabel di bawah ini menunjukan jumlah masyarakat yang masih belum mengenal tulisan mencapai 1.546 orang hampir mencapai 48%. Sebagian jumlah penduduk yang belum menyelesaikan pendidikan dasar adalah orang tua yang tidak menyelesaikan pendidikan formal sekolah, yang disebabkan karena lebih dominannya tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meskipun pendidikan usia remaja sudah mencapai tingkat pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas (SMA), namun dalam praktiknya mereka belum mampu menjadi pelayan langsung pariwisata di sektor formal, bahkan pada sektor
8 informal pun mereka kurang memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai di bidang kepariwisataan.
Tabel 1. Tabel Kondisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1 Belum Sekolah/Tidak Tamat/Buta
Aksara
1.546 48,38%
2 Sekolah Dasar (SD) 820 25,66%
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 274 8,57% 4 Sekolah Menengah Atas (SMA) 454 14,20%
5 Sarjana 78 2,44%
6 Diploma 23 0,71%
Jumlah 3.195
Sumber: Monografi Desa Batur Tengah, 2015
Kondisi sosiografi masyarakat yang pendidikan dan keterampilannya rendah ternyata tidak membuat mereka memilih untuk berpasrah diri. Memahami pariwisata sebagai multipeluang, menyebabkan masyarakat Desa Batur Tengah mengambil pekerjaan sebagai pedagang acung, yang mana pekerjaan tersebut merupakan salah satu bentuk kewirausahaan bagi masyarakat minim modal. Jika selama ini pariwisata cenderung dikaitkan dengan mereka yang memiliki modal besar baik itu modal ekonomi yang banyak, pendidikan yang tinggi serta keterampilan yang mengkhusus, namun kenyataannya masyarakat yang memiliki keterbatasan modal (ekonomi, pendidikan dan keterampilan) dapat ikut berpartisipasi di dalam pengembangan pariwisata yakni sebagai pedagang acung- menjual aneka cenderamata kepada wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat wisata. Meskipun masyarakat Desa Batur Tengah memiliki keterbatasan modal, namun habitus dan ranah sebagai produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat (Takwin, 2009: xx-xxi), menyebabkan mereka tidak tergoyahkan meskipun profesi sebagai pedagang acung sering mendapatkan tekanan dari pemerintah maupun pihak luar yang mengaku sebagai pelaku bisnis pariwisata profesional. Pada konteks ini, modal yang mereka miliki adalah modal sosial, sehingga ditambahkan dengan habitus dan ranah yang mereka miliki maka keberadaan pedagang acung hingga saat ini masih mampu bertahan.
Secara normatif, Perda no. 2 Tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya Bali sebagai penyempuraan dari Perda Bali no 3 Tahun 1991 dan Perda Bali no 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pemerintah daerah harus memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk berperan serta di dalam kegiatan kepariwisataan. Pada pasal 11
9 Perda nomor 2 Tahun 2012 tentang pembangunan destinasi pariwisata menyatakan bahwa pembangunan destinasi pariwisata harus dilakukan dengan memperhatian potensi ekonomi masyarakat, sehingga bertolak dari Perda tersebut, maka masyarakat Desa Batur Tengah berhak untuk bekerja guna mendapatkan manfaat ekonomi dari adanya pengembangan pariwisata di Kintamani, termasuk sebagai pedagang acung yang merupakan salah satu jenis pekerjaan di sektor informal. Namun, produk wisata yakni cenderamata yang jenisnya memiliki kesamaan di tempat lain menyebabkan nilai jual produk yang mereka tawarkan menjadi rendah. Selain wisatawan dapat membelinya di tempat lain atau toko oleh-oleh yang menawarkan kenyamanan belanja, para pemandu wisata sering kali melarang kliennya untuk membeli produk yang dijual oleh pedagang acung tersebut. Hal tersebut terjadi karena fee yang di dapat dari pedagang acung jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang di dapat pada toko oleh-oleh.
Memahami kurang menariknya cenderamata yang dijual oleh masyarakat Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung, maka perlu ada sebuah solusi yakni membuat produk wisata berupa cenderamata lokal. Melalui pengembangan produk wisata tersebut, selain produk yang dihasilkan berbeda dengan produk yang dijual di tempat lain, sebagian pedagang acung juga bisa dialihkan menjadi produsen yang memproduksi cenderamata tersebut, sehingga kegiatan tersebut pun dapat menjadi atraksi wisata di kawasan pariwisata Kintamani. Berdasarkan temuan selama penelitian, diketahui bahwa gantungan kunci dan pernak pernik yang kecil, mudah dibawa serta harganya murah merupakan produk wisata yang cukup diminati oleh wisatawan yang berkunjung ke Kintamani.
1.2Permasalahan Mitra
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widiastini (2016) ditemukan produk-produk wisata yang dijual oleh pedagang acung justru produk-produk yang berasal dari luar kawasan Kintamani. Padahal, banyak jenis produk yang bisa dikembangkan. Selain itu, buah-buahan lokal tidak saja bisa dibuat menjadi minuman segar tetapi juga bisa dibuat manisan, jajanan ataupun selai. Berbagai jenis produk dengan menggunakan sumber yang disediakan oleh alam Kintamani sesungguhnya dapat diolah oleh masyarakat sehingga sebagian pedagang acung dapat beralih menjadi produsen produk cenderamata, yang mana keterampilannya dapat diperoleh melalui pelatihan maupun pengabdian yang diberikan oleh instansi pemerintah maupun lembaga pendidikan.
10 Memahami analisis situasi tentang masyarakat Desa Batur Tengah di Kawasan Pariwisata Kintamani dan potensi sumber daya alam dan budaya yang dimiliki oleh mereka, maka ada dua permasalahan yang dapat diidentifikasikan pada kegiatan pengabdian ini, yang perlu mendapatkan penanganan segera. Adapun permasalahan yang dihadapi oleh mitra dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Kurang terampilnya masyarakat dalam menyikapi perkembangan pariwisata yang berdampak pada pilihan pekerjaan yakni hanya sebagai pedagang acung dengan menjual produk wisata berupa cenderamata yang sama dengan produk wisata yang dijual di tempat lain, seperti Sanur, Kuta, Sukawati, Guwang, dan Bedugul. Hal tersebut menyebabkan persaingan penjualan produk tersebut menjadi sangat tinggi, terlebih Kintamani sering kali merupakan tujuan kedua setelah wisatawan berkunjung ke tempat lain yang lebih dikenal.
2. Kurang memahaminya strategi memasarkan produk wisata, sehingga sering kali menimbulkan konflik yang pada akhirnya meminggirkan keberadaan pedagang acung. Dalam hal ini, masyarakat kurang memahami bahwa dengan menjadi produsen produk wisata, maka hal tersebut dapat menjadi daya tarik yang tentunya berimplikasi pada waktu interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal yang secara langsung dapat memberikan kesempatan lebih banyak kepada masyarakat dalam menjual produk wisata yang diproduksinya.
11 BAB 2
SOLUSI DAN TARGET LUARAN
Masyarakat Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung hingga saat ini masih mendapatkan citra buruk yang disebabkan oleh perilaku memaksa yang dilakukan oleh para pedagang acung. Pemaksaan dilakukan oleh para pedagang acung yang disebabkan oleh terbatasnya waktu interaksi masyarakat dengan wisatawan, sehingga agar produk yang dijual mau dibeli oleh wisatawan, maka terjadilah cara buruk yang dilakukan oleh pedagang acung yakni memaksa wisatawan untuk membeli produk mereka. Hal tersebut berdampak pada gencarnya publikasi negatip yang tidak saja menyentuh individu yakni para pedagang acung, tetapi juga citra Kintamani menjadi kurang baik. Sikap yang tidak baik dilakukan oleh pihak yang mempublikasikan hal negatip tentang Kintamani dan masyarakat, ,merupakan tidakan yang dapat merugikan banyak pihak, terutama masyarakat lokal Desa Batur Tengah yang sesungguhnya mereka adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kepariwisatan tersebut. Dalam hal ini, mereka berhak untuk mendapatkan ruang gerak gara mampu menerima manfaat dari adanya pengembangan kepariwisataan di daerah tersebut, baik pada aspek ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan. Permasalah utama yang dihadapi oleh masyarakat Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung yakni tingginya persaingan dalam penjualan produk wisata berupa cenderamata yang disebabkan kurang kreatif, inovatif dan terampilnya masyarakat di dalam melibatkan diri pada perkembangan kepariwisataan yang ada di Kintamani, maka pada program ini terdapat dua solusi yang akan diterapkan diantaranya sebagai berikut.
1. Memilih bahan baku lokal yang tersedia di sekitar kawasan pariwisata Kintamani untuk dikemas menjadi produk wisata. Bahan baku lokal dipilih dengan dasar pertimbangan kemudahan pencarian bahan baku. Apabila bahan baku mudah ditemukan di sekitar masyarakat, maka produksi dapat dilakukan dengan baik, karena biaya produksi akan dapat ditekan, seperti biaya transportasi.
2. Mengolah bahan baku lokal menjadi produk wisata berupa cenderamata yang unik, menarik, mudah di bawa dan harga murah.
12 3. Menjadikan proses produksi sebagai atraksi wisata pendukung, sehingga interaksi wisatawan dengan masyarakat akan meningkat. Dalam hal ini diharapkan interaksi wisatawan dan masyarakat dapat berimplikasi pada penerimaan manfaat ekonomi bagi masyarakat, khususnya mereka yang beralih profesi dari pedagang acung menjadi produsen cenderamata.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diterapkan melalui pengolahan bahan baku lokal memiliki luaran serta indikator capaian yang dapat dipaparkan pada tabel 2 berikut.
Tabel 2.
Luaran dan Indikator Capaian
No Jenis Luaran Indikator Capaian
1 Publikasi ilmiah di jurnal/prosiding Accepted 2 Publikasi pada media masa (cetak/eletronik) Belum 3 Peningkatan omzet pada mitra yang bergerak
dalam bidang ekonomi
Belum
4 Peningkatan kuantitas dan kualitas produk Ada 5 Peningkatan pemahaman dan keterampilan
masyarakat
Belum
6 Peningkatan ketenteraman/kesehatan masyarakat (mitra masyarakat umum)
Belum
7 Jasa, model, rekayasan sosial, sistem, produk/barang
Produk
8 Hak kekayaan intelektual (paten, paten sederhana, hak cipta, merek dagang, rahasia dagang, desain produk industri, perlindungan varietas tanaman, perlindungan topografi)
Tidak ada
13 BAB 3
METODE PELAKSANAN
Berdasarkan analisis situasi dan memahami permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, pemecahan masalah yang akan diterapkan pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Mengembangkan desain dan bentuk produk yang dapat diproduksi oleh masyarakat lokal dengan harga murah, pengerjaan mudah dan cukup diminati konsumen.
2. Mengolah bahan-bahan baku tersebut dengan melibatkan pihak industri kreatif yang sekiranya dianggap mampu untuk mengemas bahan tersebut menjadi produk wisata yang tidak saja unik, menarik dan mudah dibawa, tetapi juga harga jual murah.
Manfaat yang dihasilkan dari dilaksanakanya program kegiatan pengabdian kepadan masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Bagi Mitra Kegiatan yaitu masyarakat pedagang acung pada kelompok lake view
dan garden view, dapat meningkatkan keterampilan kepariwisataannya yakni mengemas sumber daya yang tersedia menjadi produk wisata yang memiliki nilai jual. Selain itu dengan mengembangkan diri menjadi individu yang lebih mandiri dan kreatif, maka manfaat sosial yakni masyarakat akan lebih dihargai oleh semua pihak yang terlibat dalam kepariwisataan Kintamani.
2. Bagi pemerintah, dengan membantu pelaksanaan kegiatan pengabdian berupa pemanfaatan bahan baku lokal sebagai produk wisata, selain mampu memberikan lapangan pekerjaan baru yang lebih baik, kegiatan produksi produk wisata tersebut juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan.
3. Bagi wisatawan, dinikmatinya atraksi wisata pendukung pada pariwisata Kintamani dan diperolehnya produk wisata berupa cenderamata yang berbeda dengan produk yang ditemukan di daerah lain.
Pengabdian tersebut dapat dilakukan dengan memahami dua metode pendekatan yakni pendekatan direktif (instruktif) dan pendekatan nondirektif (partisipatif). Di dalam melakukan pendekatan tersebut, pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak lembaga
14 pendidikan maupun lembaga lain yang dianggap mampu menyiapkan masyarakat sebagai pelaku layanan langsung pariwisata yang professional, khususnya mereka yang saat ini berprofesi sebagai pedagang acung. Pendekatan yang dapat diterapkan pada pengabdian kepada masyarakat sebagaimana yang dikemukakan Adi (2012:166-167) tentang pendekatan direktif (instruktif) dan pendekatan nondirektif (partisipatif), dapat dijelaskan sebagai berikut.
“(1) Pendekatan direktif dilakukan berlandasrkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini, peranan community worker bersifat lebih dominan karena prakarsa kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari
community worker. Dalam hal ini community worker lah yang menetapkan apa yang baik atau buruk bagi masyarakat, cara –cara apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya dan selanjutnya menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut. Dengan pendekatan seperti ini, prakarsa dan penganbilan keputusan berada di tangan community worker; (2) Pendekatan nondirektif (partisipatif) dilakukan berlandaskan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pada pendekatan ini, community worker pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri, community worker lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri untuk tujuan yang mereka inginkan (Adi, 2012: 166-167)”.
Sebagai pihak akademisi yang memiliki tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni mengajar, meneliti dan melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, maka pemahaman tentang kemasyarakatan harus dimiliki dengan baik. Dalam hal ini pengabdian dilakukan dengan memahami dan menganalisis kebutuhan masyarakat, sehingga pelatihan, pembinaan maupun pendampingan menjadi tepat sasaran. Berdasarkan temuan, sebagian masyarakat ada yang sudah memahami potensi sumber daya yang dimilikinya namun belum mampu memanfaatkannya menjadi produk wisata yang sesuai dengan selera pasar. Untuk itu pendekatan direktif dapat diterapkan pada pengabdian kepada masyarakat di Desa Batur Tengah.
15 BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang diterapkan pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah (1) Mengembangkan desain dan bentuk produk yang dapat diproduksi oleh masyarakat lokal dengan harga murah, pengerjaan mudah dan cukup diminati konsumen; (2) Membuat produk cenderamata dengan melibatkan pihak industri kreatif dalam memproduksi produk wisata yang khas Bali, menarik dan mudah dibawa, dan harga jual murah. Sebagaimana pandangan Adi (2012:166-167) menjelaskan ada dua metode pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat yakni pendekatan direktif (instruktif) dan pendekatan nondirektif (partisipatif). Pada kesempatan ini, pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan nondirektif (partisipatif) dengan asumsi bahwa masyarakat sudah cukup mengetahui produk apa yang sebenarnya mereka dibutuhkan oleh wisatawan, baik jenis, bentuk, ukuran, hingga warnanya. Dengan demikian, melalui pendekatan ini, community worker (pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat) bertugas menggali dan mengembangkan potensi masyarakat. Sementara pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri, masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri untuk tujuan yang mereka inginkan. Dalam menerapkan program kegiatan tersebut, maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yakni:
1. Melakukan pendekatan terhadap kelompok pedagang acung dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang program yang akan dilaksanakan serta manfaat yang dapat mereka terima nantinya.
2. Melakukan kerjasama dengan pihak dinas pariwisata untuk mau membantu program yang dilaksanakan.
3. Mengomunikasikan rencana program dalam bentuk pertemuan dengan grup kecil, mengingat keterbatasan dana dan banyaknya jumlah pedagang acung. Diharapkan melalui grup kecil ini, apabila program berjalan dengan baik, mereka akan tertarik untuk memproduksi produk wisata berupa cenderamata secara mandiri.
4. Melakukan kegiatan pengabdian melalui kegiatan pelatihan yang melibatkan praktisi, terutama dalam pengembangan desain dan proses pembuatannya.
16 5. Selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan monitoring secara internal yakni oleh pelaksana maupun eksternal dilakukan oleh pihak Lembaga Pengabdian Masyarakat Undiksha yang berkunjung ke lokasi kegiatan sesuai dengan jadwal monitoringnya.
6. Tahap akhir kegiatan, grup yang menjadi mitra diberikan kesempatan untuk konsultasi baik secara langsung maupun tidak langsung apabila mereka mengalami kendala dalam memproduksi produk, meskipun waktu kegiatan program telah berakhir. Hal ini dilakukan agar produk yang diproduksi oleh masyarakat dapat berdayaguna dan mampu menjadi pekerjaan baru bagi mereka.
4.2 Pembahasan
Produk wisata praktiknya merupakan salah satu bagian dari penerapan sapta pesona yang berwujud yang disebut dengan kenangan. Dalam hal ini, cenderamata diharapkan mampu menjadi kenangan yang berwujud bagi wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Produk wisata sebagaimana dikemukakan Kotler (1984); Medlik dan Midlleton (1989); Jefferson dan Lickorish (1988) adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada konsumen yakni wisatawan yang sifatnya menarik, dapat dimiliki, dapat digunakan, serta mampu memberikan kepuasan kepadanya. Praktiknya, produk wisata pun dapat digunakan sebagai penanda seseorang, yakni dapat menunjukkan bahwa seseorang telah melakukan kunjungan wisatawan ke suatu tempat yang ditunjukkan dengan produk wisata yang dikonsumsinya. Dalam hal ini dengan kemajuan zaman, maka wisatawan senantiasa mempublikasi dirinya melalui media sosial setiap kali mereka mengonsumsi produk wisata. Sementara pada kesempatan lain, wisatawan dapat menunjukkan bukti fisik bahwa mereka telah berkunjung ke suatu tempat yang ditunjukkan dengan dimilikinya sebuah cenderamata yang dibeli di tempat yang mereka kunjungi. Memahami hal tersebut, maka pengembangan produk wisata yang khas suatu daerah sangat tepat untuk dilakukan, mengingat setiap daerah memiliki identitasnya masing-masing.
Pada kegiatan pengabdian ini, gambar-gambar yang menunjukkan simbol agama Hindu Bali dan ciri khas Desa Batur, Kintamani dimanfaatkan dan dikemas menjadi cenderamata berupa gantungan kunci dan gantungan untuk di mobil diterapkan dengan tujuan produk yang dikembangkan dapat diterima baik oleh pasar, khususnya
17 wisatawan. Selain itu, agar produk laku di pasar, produk juga dijual dengan harga yang relatif murah. Asumsi bahwa wisatawan yang berkunjung ke lokasi ini adalah memiliki dua tujuan yakni untuk makan siang dan sebagai tempat persinggahan bagi mereka yang memiliki menggunakan jalur tersebut untuk menuju suatu tempat (Bali Utara ke Bali Timur/Bali Selatan), maka daya beli wisatawan baik domestik maupun mancanegara cenderung rendah. Oleh sebab itu, jika dijual dengan harga yang murah serta mudah di bawa, akan mampu menarik minat wisatawan untuk membeli produk tersebut.
Hasil yang dicapai dari kegiatan pengabdian ini adalah dihasilkannya produk baru berupa cenderamata yang dapat diproduksi secara sederhana oleh masyarakat di Desa Batur Tengah, Kintamani yang berprofesi sebagai pedagang acung. Melalui pembuatan cenderamata yang sederhana diharapkan masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang acung tertarik untuk memproduksi produk wisata tersebut, sehingga secara perlahan dapat mengurangi jumlah pedagang acung, meskipun dalam jumlah yang sedikit. Adapun tahapan-tahapan pembuatan produk adalah sebagai berikut.
1. Memahami kebutuhan pasar. Dalam hal ini maraknya film India yang cukup diminati oleh masyarakat berimplikasi pada gaya hidup masyarakat khususnya yang beragama Hindu untuk mengonsumsi berbagai produk yang terkait keagamaan, seperti gambar dewa dewi. Wisatawan yang banyak berkunjung di kawasan pariwisata Kintamani masih didominasi oleh wisatawan domestik yang berasal dari Bali yang beragama Hindu. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kawasan ini yang sekaligus merupakan jalur penghubung daerah Bali Selatan dengan Bali Timur atau Bali Utara.
Gambar 1.
18 2. Pada pasar domestik non Hindu atau wisatawan mancanegara, motif cenderamata yang dipilih adalah gambar simbol-simbol Bali seperti Barong Landung yang juga merupakan ikon dari daerah Batur sebagai tempat sejarah tentang Puteri Kang Cing Wie dan Raja Sri Jayapangus yang berkuasa di Bali tahun 1181 hingga tahun 1269. Sejarah tersebut dapat dikemas menjadi produk wisata baik digunakan sebagai gambar pada gantungan kunci maupun gantungan untuk di mobil.
Gambar 2.
Barong Landung (Raja Jayapangus dan Puteri Kang Cing Wie)
Selain gambar Barong Landung, barong yang cukup dikenal juga digunakan sebagai motif dalam pembuatan souvenir. Motif ini dimanfaatkan mengingat gambar barong sudah sangat dikenal secara luas, dalam maupun luar negeri, sehingga sangat potensial untuk dikemas ke dalam cenderamata.
Gambar 3.
19 3. Setelah gambar-gambar dipilih, selanjutnya dibuat dalam jumlah yang banyak dan dibentuk sesuia dengan ukuran yang dibutuhkan, untuk gantungan kunci ukuran gambar lebih kecil dibandingkan dengan ukuran untuk gantungan di mobil.
4. Tahap selanjutnya dilakukan pembuat souvenir dengan menggunakan bahan dari epoksi resin. Bahan ini dipilih karena dapat menampilkan warna sesuai dengan kebutuhan. Dengan menggunakan bahan tersebut, gambar dapat jelas dilihat oleh konsumen.
Gambar 4. Pembuatan Souvenir
5. Setelah cenderamata selesai dicetak, selanjutnya dilakukan finishing dengan cara mengamplas, sehingga dihasilkan cenderamata yang menampilkan gambar-gambar sesuai dengan keinginan.
Gambar 5.
20 6. Selanjutnya ditambahkan bahan pendukung yakni ring untuk gantungan kunci dan tambahan aksesoris untuk gantungan mobil seperti tali Tridatu yang juga merupakan salah satu simbol agama Hindu dan pernak pernik yang sederhana namun mampu membuat cenderamata terkesan lebih menarik. Bahan pendukung dirakit, sehingga dapat dihasilkan cenderamata yang siap juga.
Gambar 6.
Perempuan Pengacung Tato Merakit Cenderamata
Gambar 6.
Sekelompok siswa SMP yang juga sebagai penjaja tato belajar membuat cederamata
Pembuatan produk wisata dengan menghadirkan nilai-nilai lokal seperti gambar dewa dewi, barong, dan simbol agama Hindu yang sifatnya universal diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi konsumen yakni wisatawan yang berkunjung. Sebagaimana Roger (1994) menjelaskan tentang lima tahapan konsumen dalam mengonsumsi produk, maka di dalam mengembangkan produk harus sangat memerhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen yang salah satunya dapat diketahui melalui trend yang ada di
21 pasar. Dalam hal ini lima tahapan konsumen memilih produk yang dijelaskan Roger (1994) adalah (1) Awareness, pada tahap ini konsumen mengetahui adanya produk baru namun belum memahami informasi tentang produk tersebut, (2) Interest, konsumen pada tahap ini berusaha mencari informasi tentang produk baru, (3) Evaluation,
konsumen mencoba produk yang ditawarkan, (4) Trial, pada tahap ini konsumen berusaha untuk mencari nilai dari produk, apakah sesuai dengan nilai uang yang dibayarkan, (5) Adaptation, konsumen secara sadar memutuskan untuk mengonsumsi produk baru tersebut. Memahami tahapan-tahapan tersebut, maka pada era global yang dalam praktiknya konsumen sangat dipengaruhi dengan trend yang berlaku di pasar, maka produsen harus mampu memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam hal ini, diminatinya film India yang disertai dengan penggunaan berbagai atribut yang merupakan simbol-simbol dari agama Hindu, maka produk yang juga mengadopsi simbol-simbol tersebut diharapkan laku di pasaran.
KESIMPULAN
Berdasarkan proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai dalam kegiatan pelatihan pembuatan cenderamata yang melibatkan beberapa masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang acung dapat disimpulkan sebagai berikut. Produk cenderamata yang dibuat adalah produk yang memiliki nilai-nilai lokal yakni agama Hindu, biaya produksi murah, harga jual produk murah dan produk mudah dibawa. Dalam pelaksanaanya dilakukan dengan enam tahapan yakni memahami kebutuhan pasar, mengadopsi nilai-nilai lokal, mendesain produk menjadi beberapa bentuk, proses pembuatan produk, finishing produk agar menarik untuk dilihat, dan menambahkan beberapa aksesoris yang juga memiliki nilai-nilai lokal. Produk yang dibuat dengan cara sederhana dan memiliki nilai jual mampu memengaruhi masyarakat Desa Batur Tengah yang berprofesi sebagai pedagang acung untuk memproduksi produk wisata yakni cenderamata secara mandiri.
REFERENSI
Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta:Andi.
Takwin, Bagus. “Proyek Intelektual Pierre Bourdieu:Melacak Asal-Usul Masyarakat, Melampaui Oposisi Biner dalam Ilmu Sosial”. Dalam Richard Harker, Cheelen
22 Mahar, dan Cris Wilkes (Eds.). 2009. (Habitus X Modal) + Ranah = Praktik Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Yogyakarta:Jalasutra. Hal. xv – xxv.
Yamashita, Shinji. “The Balinese Subak As World Cultural Heritage:In The Context of Tourism”. Dalam I Nyoman Darma Putra dan Siobhan Campbell (Eds.). 2015.
Recent Developments in Bali Tourism:Culture, Heritage, and Ladscape in an Open Fortress.. Denpasar:Buku Arti
Widiastini, Ni Made Ary. 2016. Pedagang Acung Sebagai Basis Ekonomi Keluarga di Desa Batur Tengah Pada Kawasan Pariwisata Kintamani, Bali. Disertasi. Program Doktor Kajian Budaya. Denpasar: Universitas Udayana.
23 Lampiran-lampiran
Lampiran 1. Biodata Ketua I. IDENTITAS DIRI
1 Nama Lengkap : Dr. Ni Made Ary Widiastini, S.ST.Par.,M.Par 2 Jabatan Fungsional : Lektor
3 NIP/NIS/NPP/NIK : 198104162005012002 4 Tempat dan Tgl. Lahir : Singaraja, 16 April 1981
5 Alamat Rumah : Jalan Arjuna no. 13L, Singaraja 6 Nomor Telepon/Fax : -
7 Nomor HP : 081805536690
8 Alamat Kantor : Fakultas Ekonomi Undiksha Jl. Udayana 12 Singaraja
9 Nomor Telepon/Fax. : (0362) 26830 /Fax.(0362) 25735 10 Alamat e-mail : [email protected]
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
Program S2 S3 S3
Nama PT Sekolah Tinggi Pariwisata
Bali
Universitas Udayana Univ. Udayana
Bidang Ilmu Pariwisata
(Sosial-Humaniora)
Pariwisata (Sosial-Humaniora)
Kajian Budaya
Tahun Masuk 1999 2006 2012
Tahun Lulus 2003 2008 Sedang berjalan
Judul Skripsi/ Tesis/Disertasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali
Pemanfaatan Puri Ubud Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata Serta Implikasinya Terhadap Desa Pekraman Ubud, Gianyar, Bali
Pedagang Acung
Sebagai Basis Ekonomi Keluarga di Desa Batur
Tengah, Kawasan
Kintamani, Bangli, Bali
Nama Pembimbing/ Promotor
1. I Wayan Mertha, SE.,
M.Si
2. I Wayan Suratha, M.Si
1. Prof. Dr. Nengah
Bawa Atmadja, MA
2. Made Heny Urmila
Dewi, SE., M.Si
1 . Prof. Dr. I Wayan Ardika, MA. 2 . Prof. Dr Nengah Dasi Astawa, M.Si 3 . Dr. I Gede Mudana, M.Si
24 III. PENGALAMAN PENELITIAN
No Tahun Judul Penelitian Sumber
1 2013 s/d 2014
Pengembangan Model Pengelolaan Puri-Puri Sebagai Daya Tarik Wisata dan Pelestarian Budaya di Bali
DIKTI
2 2013 Film Korea dan Gaya Hidup Masyarakat Mandiri 3 2012 Peluang Bisnis Dalam Tradisi Memenjor Mandiri 4 2011
s/d 2012
Pengembangan Model Pemasaran Pariwisata isata di Kabupaten Buleleng (Ketua)
DIKTI
5 2010 Pengembangan Model Pembinaan dan Pelatihan Interaksi Masyarakat Lokal Dengan Wisatawan di Objek Wisata Desa Penelokan, Kecamatan Kintamani (Ketua)
DIPA Undiksha
7 2009 s/d 2010
Kajian Revitalisasi Terminal Sangket Sebagai Pusat Layanan dan Informasi Pariwisata Kabupaten Buleleng (Ketua)
BAPPEDA Kabupaten Buleleng
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Sumber
1 2012-2014
IbIKK Wisata Religi Hindu Bali DIKTI
2 2012 Pendampingan Penyusunan Kebijakan Pengembangan Dan Pengelolaan Objek Wisata Desa Penelokan Berbasis Masyarakat Lokal
DIPA Undiksha
3 2011 Pelatihan Dirrect Selling Kepada Pedagang Acung Di Desa Penelokan Kecamatan Kintamani
DIPA Undiksha
V. MENJADI PEMAKALAH/PRESENTER
No Nama Pertemuan
Ilmiah/Seminar
Judul Makalah Waktu dan Tempat
1 Seminar Nasional Industri Kreatif: Praktik dan
Perkembangannya
Oktober, 2016, Adhi Jaya Hotel, Sanur
1 Seminar
Internasional
Needs-Based Education and Public Capital in the Development of Tourism in Buleleng
Nopember, 2015, STP Bali
2 Seminar
Internasional
Woman As Souvenir Vendor: An Effort To The Achievement of Gender Equality Through The Strengthening of The Economic Base of The Family
Februari, 2015, Unmas
3 Seminar Nasional Puri Sebagai Media Pelestarian Budaya
Bali
25
4 Presentasi Hasil
Penelitian
Revitalisasi Terminal Sangket Sebagai Pusat Layanan dan Informasi Pariwisata di Kabupaten Buleleng
Nopember 2010, Bappeda Kabupaten Buleleng
VI. PENULISAN ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH DALAM JURNAL/MAJALAH
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal
1 Women as Souvenir Vendors in Kintamani, Bali: Strengthening the Economic Base of the Family
Volume 5, Issue 7, (1), July 2016, hal 1-17 International Journal of Multidisciplinary Educational Research 2 Pengembangan Pariwisata Alternatif
Melalui Pemanfaatan Potensi Budaya di Kabupaten Buleleng
Vol. 20, no. 3, Nopember 2015, ISSN 144-1527 Jurnal Ilmiah Pariwisata, STP Trisakti
3 Kebertahanan Perempuan Pedagang Acung Pada Kawasan Pariwisata Kintamani Bangli
Vol. 20, no. 2, Juli 2015, ISSN
1411-1527
Jurnal Ilmiah Pariwisata, STP
Trisakti
4 Resensi: Oral Tradition of Patu Mbojo
Ahmad Badrun. 2014. Patu Mbojo: Structure, Performance Concept, Process of Composing, and
Function. Mataram: Lengger. Xii + 300 pages
Vol. 27, No. 2, Juni 2015, ISSN 0852-0801 Humaniora Jurnal Budaya, Sastra dan Bahasa, UGM
5 Pengemasan Makanan Lokal Sebagai Produk Wisata Kuliner di Bali
Vol. 19, No. 2, Juli 2014
ISSN 1411-1527
Jurnal Ilmiah Pariwisata, STP
Trisakti
6 Model Pengembangan Puri Agung Karangasem Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Bali
Vol. 19, no. 1, Maret 2014
ISSN 1411-1527
Jurnal Ilmiah Pariwisata, STP
Trisakti
7 Working as Vendors as a Profession Chosen by People with Limited Capitals in Tourism Sector in Bali
vol. 7, number 1, Februari 2014
ISSN. 2338-2449
e-journal of cultural studies
26 8 Memenjor Tradition, The
Contestation and Implication to Hindu’s Community in Bali
Vol. 25, no. 3, Oktober 2013, Hal 237-248, ISSN: 0825-0801 Humaniora, Jurnal Budaya, Sastra dan Bahasa, UGM
9 The Development of Puri as The Destination of Culture Tourism in Bali Vol. 12, no. 2, Sepetember 2013, Hal 184-196, ISSN :1412-5498 Jurnal Kepariwisataan, STP Bali
10 Film Korea Sebuah Representasi gaya Hidup di Era Postmodern
Vo. 16 No. 19 Tahun 2013 ISSN : 1412-0380, Hal 79-98
Prabangkara Jurnal Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar
11 Strategi Pemasaran Pariwisata di Kabupaten Buleleng, Bali
Vol. 1, Nomor 1, April 2012 ISSN: 2303 – 2898 Jurnal Ilmu Sosial Humaniora (JISH) Universitas Pendidikan Ganesha
12 Penyertaan Modal Sosial Dalam Pengembangan Pariwisata dan Implikasinya Terhadap Desa-Desa Pada Kawasan Wisata Ubud, Gianyar, Bali Vol. 4, Nomor 1, April 2010, hal 1-14 Jurnal Penelitian dan pengembangan Sains dan Humaniora Universitas Pendidikan Ganesha
13 Pemanfaatan Puri Sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata Serta Implikasinya Terhadap Desa Pekraman Ubud,
Gianyar, Bali
Vol. 10 NO. 1 Maret 2010, hal 13-24 Majalah Ilmiah Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sebelas Maret
14 Pemanfaatan Media Audio Visual Dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan
Vol 8. No. 1 April 2009 hal. 28-41
Media Komunikasi Fakultas Ilmu
27 Aktivitas Dan Hasil Belajar
Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Dasar-Dasar Manajemen
Sosial Universitas Pendidikan Ganesha
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.
Demikian biodata saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan penerapan ipteks bagi masyarakat.
Singaraja, 3 Nopember 2017 Pengusul,
(Dr. Ni Made Ary Widiastini, S.ST.Par., M.Par) NIP. 198104162005012002
28 Biodata Anggota Pelaksana
IDENTITAS DIRI
Nama : Nyoman Dini Andiani, S.ST.Par.,M.Par
Nomor Peserta : 5048304
NIP : 19830405200812 2 001
Tempat dan tanggal lahir : Singaraja, 05 April 1983 Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Hindu
Golongan/Pangkat : Penata / IIIc Jabatan Fungsional Akademik : Lektor
Perguruna Tinggi : Universitas Pendidikan Ganesha Alamat : Jl. Udayana Singaraja- Bali Telp/Faks : (0362) 22570 / (0362) 25735 Alamat Rumah : Desa Panji, Kec. Sukasada- Bali Telp/Faks : (0362) 41302, 087863042490 Alamat E-mail
Homepage
A.RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun Lulus
Jenjang Perguruan Tinggi Jurusan/ Bidang Studi
2005 D4 Universitas Udayana Manajemen
Kepariwisataan 2008 S2 Universitas Udayana Kajian Pariwisata
B. PENGALAMAN JABATAN
Jabatan Institusi Tahun ... s/d ... Pembimbing
Kemahasiswaan
Universitas Pendidikan Ganesha Th 2010 – Th 2012
Sekretaris Pusat
Layanan Kewirausahaan dan Konsultasi Bisnis LPM
Universitas Pendidikan Ganesha Th 2012 s/d sekarang
Sekretaris Jurusan d3 Perhotelan
Universitas Pendidikan Ganesha Th 2012
Ketua Jurusan Perhotelan
Universitas Pendidikan Ganesha Th 2013
Kalab Jurusan Perhotelan
29 C. PENGALAMAN PENELITIAN DALAM 5 TAHUN TERAKHIR
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jumlah
1 2009 Pengelolaan Potensi Ekowisata Pesisir Sebagai Daya Tarik Pariwisata Alternatif Berbasis Masyarakat Di Desa Pemuteran Dana DIPA SPK No.163/H48.14/PL/2009 Rp. 5.000.000 2 2009
Database Atraksi Wisata di Kabupaten Buleleng
Dinas Pariwisata dan
Budaya, Kab. Buleleng Rp. 40.000.000
3 2010
Analisa Potensi Pengembangan Objek Wisata Air Sanih
Badan Pemerintahan Daerah Kabupaten Buleleng Rp. 40.000.000 4 2010 Upaya peningkatan kesadaran mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender di Kabupaten Buleleng DIPA UNDIKSHA SPK no 134/H.48.14/PL/2010 Tanggal 1 April sd 30 November 2010 Rp. 10.000.000 5 2011
Peluang Dan Tantangan Pengembangan Wisata Adventure Di Dusun Mandul Desa Panji
Kabupaten Buleleng Mandiri Rp. 5.000.000,-
6
2010-2011
Pengembangan Model Pemasaran Objek dan Daya Tarik Wisata Serta Fasilitas Wisata di Kabupaten Buleleng DIKTI (Tahun I) Rp. 35.000.000,- 7 2011-2012 Pengembangan Model Pemasaran Objek dan Daya Tarik Wisata Serta Fasilitas Wisata di Kabupaten Buleleng DIKTI (Tahun II) Rp. 35.000.000,- 8
2012 Konflik Pelanggaran Izin HO Pengusaha Bar Di Sentral Kawasan Wisata Lovina Dana DIPA UNDIKSHA Rp. 5.000.000,- 9 2013 Pengembangan Model Pengelolaan Puri-Puri Sebagai Daya Tarik Wisata dan Pelestarian Budaya Bali
Hibah Bersaing Tahun 1
30 Informasi Geografis Penggalian dan Penyebaran Potensi Wisata Berdasarkan Kontribusi Masyarakat Berbasis Mobile 11 2014 Pengembangan Desa wisata Rural-Geotourism Berbasis Kearifan Lokal Dengan Metode SLA untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Kawasan Gunung Batur-Kintamani Kabupaten Bangli
Hibah Bersaing Rp. 37.000.000,
12
2014 Potensi Daya Tarik Wisata Bali Utara (Data Base DTW DAN Desa Wsata
Se-Kabupaten Buleleng)
Pemda Buleleng Rp. 50.000.000,
13
2014 Pengembangan Konten Mata Kuliah Utama Di Jurusan Perhotelan
Dana Dipa Fakultas Rp. 20.000.000,
14
2015 Evaluasi kurikulum jurusan perhotelan diii – undiksha melalui analisis swot
Dana Dipa Fakultas Rp. 37.000.000,
15
2016 Pengembangan Model Manajemen Konflik pada Kawasan Wisata di Kabupaten Buleleng
DIKTI Rp. 35.000.000,
D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 5 TAHUN TERAKHIR
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jumlah (Juta Rp) 1. 2011 P2M Design Peta Paket
Wisata POKDARWIS Tunjung Mekar di Desa Sambangan Dana DIPA 2011 UNDIKSHA Rp. 5.000.000,- 2. 2012 P2M Pelatihan Pembuatan MOU POKDARWIS Tunjung Mekar di Desa Dana DIPA 2012 UNDIKSHA Rp. 5.000.000,-
31 Sambangan
3. 2012-2013
IbM Kerajinan Khas Buleleng (Perlindungan HaKI dan Penguatan Manajemen Produksi dan Pemasaran Berbasis TIK)
DIKTI Rp. 37.000.000,-
3. 2013 P2M Pelatihan
Penyusunan Guide Book POKDARWIS Tujung Mekar di Desa
Sambangan
DIPA (Ketua) Rp. 7.500.000,-
4. 2013 Pelatihan penyusunan laporan keuangan bagi anggota PHRI Kab. Buleleng DIPA (Anggota) Rp. 7.500.000,- 5. 2014 P2M Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Website POKDARWIS Tunjung Mekar di Desa Sambangan DIPA (Ketua) Rp. 10.000.000,- 6. 2015 Pendampingan
Pembuatan Peta Treking dan Diversifikasi Produk Wisata Alternatif POKDARWIS Bhuana Shanti Bebetin DIPA (Ketua) Rp. 10.000.000,- 6 2015 Ibm POKDARWIS Buleleng Dikti (Ketua) Rp. 39.000.000,- 7 2015 Pelatihan Public Speaking dan Building Self Confidence bagi Siswa Siswi SMKN 1 Singaraja
DiPA fAKULTAS Rp. 10.000.000
8 2016 IbM kelompok
Pengerajin Kayu Dulang Kabupaten Buleleng
DIKTI Rp. 37.000.000
E. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH DALAM 5 TAHUN TERAKHIR
No Tahun Judul Makalah Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat 1 2013 Pemakalah Dalam Kegiatan
Seminar Pelatihan Penulisan PKM dan PMW dengan Tema ”Pelatihan PKM dan PMW SEMA FEB tahun 2013”
Cara menulis proposal PMW dengan Mudah Minggu, tgl 21 April 2013. Auditorium Undiksha
32 2 2013 Pemakalah Dalam Kegiatan
Seminar Pelatihan Penulisan PKM dan PMW dengan Tema ”Pelatihan PKM dan PMW SEMA FIS tahun 2013”
Ide Bisnis Membentuk Wirausahawan Sukses
3 2014 (Nara Sumber) Pemakalah Dalam Kegiatan Pelatihan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Dengan Tema ”
Kewirausahaan dan Bisnis Untuk Meningkatkan Kualitas Wirausaha Muda Dalam Rangka Menyongsong Mayarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015’
Strategis Jitu Lolos Program Mahasiswa Wirausaha 29 Novembe 2014. Gedung C2 Fakultas Ekonomi dann Bisnis UNDIKSHA
4 2014 (Nara Sumber) Pemakalah Dalam Kegiatan PKTIM FORKOM BM UNDIKSHA Dengan Tema ” Mewujudkan Jiwa Entrepreneurship Dalam Kreatifitas Menulis di Kalangan Mahasiswa Bidikmisi UNDIKSHA’ Melalui Bisnis di Usia Dini Melahirkan Lulusan Universitas Yang Mandiri 15 Novembe 2014. Gedung Auditorium UNDIKSHA
5 2014 (Nara Sumber) Pemakalah Dalam Kegiatan Forum Group Discussion Dengan Tema ” Pengelolaan Keuangan Wirausaha Muda’ Finance and Intreupreuner Tidak Terpisahkan 8 Novembe 2014. Gedung Auditorium UNDIKSHA
6 2014 Pemakalah Dalam Kegiatan Seminar Internasional
Pariwisata Dengan Tema ” Eco Resort and Destination
Sustainability- Planning, Impactand Development’ Piodalan: One of sustainable Bali tourism development support 27-28 Novembe 2014. UPI Bandung
7 2014 Pemakalah Dalam Kegiatan Seminar Nasional Riset Inovatif ke 2. Dengan Tema ”
Pengembangan Puri Agung Singaraja Sebagai Daya Tarik Wisata Sastra’
Pengembangan Puri Agung Singaraja Sebagai Daya Tarik Wisata Sastra’
21-22 Novembe 2014. Hotel Grand Inna Kuta, Bali
8 2015 Pemakalah dalam 2ndICSD international conference On sustainability development Opportunities and Threats: Developing Adventure Tourism Based On Quality of Environment and Socio-Culturein Panji Village February 28, Sanur Paradise plaza, Bali
33 9 2015 Pemakalah dalam The Bali
Tourism Forum;
The 1st World Destination Management Outlook
STP Nusa Dua Bali, Indonesia, 25th – 27th Nov 2015
Needs-Based Education and Public Capital in the Development of Tourism in Buleleng
STP Nusa Dua 25th – 27th Nov 2015
F. KARYA TULIS ILMIAH
No Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/ Nomor Nama Jurnal 1 2010 Pengelolaan Potensi Ekowisata
Pesisir Sebagai Daya Tarik Pariwisata Alternatif Berbasis Masyarakat Di Desa Pemuteran
Vol 9. No 2. September 2010, hal 58-75 Media Komunikasi FIS ISSN 1412-8683 2 2012 Perencanaan Pariwisata Penunjang
Trend Pariwisata Masa Kini
(Edisis Khusus Vol. 10 No. 2, Sdesember 2013, hal 31-39) Media Komunikasi FIS
3 2013 Strategi Pemasaran Pariwisata di Kabupaten Buleleng Bali
Vol. 1, No. 1, April 2012, hal 1- 19 Ilmu Sosial dan Humaniora 4 2014 Pengemasan Makanan Lokal
Sebagai Produk Wisata Kuliner di Bali Vol 19, no 2, Juli 2014, hal 121-133 . ISNN 1411-1527 Jurnal Ilmiah pariwisata 5 2015 Pengembangan Pariwisata Alternatif
Melalui Pemanfaatan Potensi Budaya di Kabupaten Buleleng
Vol 20, no 3 November Juli 2015, hal 192-204 . ISNN 1411-1527 Jurnal Ilmiah pariwisata
KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Tahun Kegiatan
2009 Anggota Pelaksana Pengabdian pada masyarakat dengan Judul: Sarasehan Revitalisasi ODTW Air Sanih dan Pengembangan Desa wisata di Kecamatan Kubutambahan Kegiatan Sinergi
Pemberdayaan Potensi Masyarakat (SIBERMAS) Kubutambahan 2009 Anggota Pelaksana Pengabdian pada masyarakat dengan Judul:
Pelatihan Kuliner Khas Kubutambahan Berbasis Ikan. Kegiatan Sinergi Pemberdayaan Potensi Masyarakat (SIBERMAS) 2009 Peserta dalam Bakti Sosial di Desa Bulian
2010 Pelaksana Kegiatan Penataan Lingkungan/Penghijauan di Desa Bulian Dalam Rangka Pelaksanaan IPTEK bagi Wilayah (IbW) di Kecamatan Kubutambahan Tahun Kedua (II) Sebagai Peserta 2010 Pelaksana Pengabdian Pada Masyarakat Dengan Tema ”Pelatihan
34 dan Menengah (UKM) di Kecamatan Buleleng” Sebagai Anggota Pelaksana
. 2011 P2M Design Peta Paket Wisata POKDARWIS Tunjung Mekar di Desa Sambangan, Sebagai Ketua.
2012 P2M Pelatihan Pembuatan MOU POKDARWIS Tunjung Mekar di Desa Sambangan. Sebagai Ketua
2013 IbM Kerajinan Khas Buleleng (Perlindungan HaKI dan Penguatan Manajemen Produksi dan Pemasaran Berbasis TIK). Sebagai Anggota
2013 P2M Pelatihan Penyusunan Guide Book POKDARWIS Tujung Mekar di Desa Sambangan, Sebagai Ketua
2013 Pelatihan penyusunan laporan keuangan bagi anggota PHRI Kab. Buleleng. Sebagai Anggota
2014 P2M Pelatihan dan Pendampingan Pembatan Website
POKDARWIS Tujung Mekar di Desa Sambangan sebagai ketua
2015 IbM POKDARWIS Buleleng, Sebagai Ketua
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.
Demikian biodata saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan dalam pengajuan penerapan ipteks bagi masyarakat.
Singaraja, 3 Nopember 2017 Pengusul,
(Nyoman Dini Andiani, S.ST.Par., M.Par) NIP. 198304052008122001
35 Lampiran 2.
Gambaran Ipteks kepada Mitra
Bahan baku lokal yang dapat menjadi Produk wisata (cenderamata) untuk dijual masyarakat pedagang acung di Kintamani
Pengolahan Produk wisata (cenderamata) berupa gantungan
36 Lampiran 3. Peta Lokasi Kegiatan
Peta Pulau Bali (kanan); Peta Kabupaten Bangli (kiri) dan Peta Desa Batur Tengah (bawah)
Sumber: Peta Pulau Bali dan Peta Kabupaten Bangli : googleimage.com dan Peta Desa Batur Tengah (Kantor Kelurahan Batur Tengah)
37 Lampiran 3