BAHASA METAFORA PUISI JAWA DALAM KOLOM
GEGURITAN SURAT KABAR SOLOPOS EDISI NOVEMBER –
DESEMBER 2011
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Disusun oleh :
ANIK WIYANI SETYOASIH A . 310 080 076
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
BAHASA METAFORA PUISI JAWA DALAM KOLOM GEGURITAN HARIAN SOLOPOS EDISI NOVEMBER – DESEMBER 2011
ANIK WIYANI SETYOASIH A 310080076
Bahasa Jawa perlu dilestarikan karena bahasa Jawa merupakan salah satu wujud pengejawantahan kearifan masyarakat Jawa. Upaya-upaya pengembangan bahasa dan sastra Jawa tidak lepas dari peran penting media massa cetak dalam memuplikasikan eksistensi dan pemakaian bahasa Jawa. Di daerah Surakarta, pengembangan dan pelestarian bahasa dan sastra Jawa telah dilakukan oleh media cetak, salah satunya adalah Surat Kabar Solopos melalui kolom Geguritan.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe gaya bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 dan menganalisis makna bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011. Pengumpulan
data menggunakan teknik simak dan teknik catat. Analisis data yang digunakan adalah metode padan, teknik yang digunakan dari metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu. Teknik PUP yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PUP dengan daya pilah sebagai pembeda referen. Untuk membagi satuan lingual maka perbedaan referen atau sosok teracu yang ditunjuk oleh satuan lingual tersebut harus diketahui lebih dahulu. Adapun penyajian hasil analisis data digunakan metode penyajian informal.
Hasil penelitian ditemukan terdapat enam tipe gaya bahasa metafora. Tipe gaya bahasa metafora tersebut yaitu being (keadaan) sebanyak 2, cosmos (alam semesta) sebanyak 1, energy (energi) sebanyak 3, substance (zat) sebanyak 1,
living (kehidupan) sebanyak 2, terestrial (bumi) sebanyak 2, animate (bernyawa)
sebanyak 4, dan human (manusia) sebanyak 11.
Gaya bahasa digunakan untuk mengungkapkan ekspresi, perasaan, dan tindakan pengarang. Pengarang puisi Jawa menggunakan kata-kata tertentu untuk membandingkan dengan perasaan atau pikirannya yang dituangkan dalam bentuk puisi. Penggunaan kata-kata tersebut bertujuan untuk mencapai estetika bahasa. Sebagian besar gaya bahasa metafora pada puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 mengandung
makna tentang penderitaan hidup rakyat kecil.
Kata kunci : Puisi Jawa, metafora, tipe gaya bahasa metafora, makna gaya bahasa metafora.
PENDAHULUAN
Bahasa sangat terikat dengan kehidupan manusia. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya. (Chaer, 2003: 40)
Sutardjo (2006: 108) mengemukakan bahwa bahasa Jawa di Indonesia, dalam perkembangannya akan bergeser dan berubah, meskipun tingkat perubahannya masih berlangsung lambat. Oleh karena itu, bahasa Jawa akan terus mengalami pergeseran dan dimungkinkan menuju “kematian” jika pergeseran tersebut tidak segera dibendung dan diantisipasi sejak dini. Pembinaan bahasa Jawa penting dilakukan dalam rangka melestarikan bahasa Jawa.
Bahasa Jawa perlu dilestarikan karena bahasa Jawa merupakan salah satu wujud pengejawantahan kearifan masyarakat Jawa. Bahasa Jawa mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahasa lain dalam hal etika berbahasa. Dalam berkomunikasi antarsesama, masyarakat Jawa sangat memperhatikan kedudukan mitra tuturnya. Dari segi kebahasaan, dalam bahasa Jawa dijumpai istilah atau ungkapan yang identik dengan sopan santun (Raharjo, 2001: 154).
Menurut Murtiyoso (dalam Mulyana, 2008: 112), pemberdayaan bahasa dan sastra Jawa dapat dilakukan melalui enam jalur, yakni sekolah, keluarga, kesenian, birokrasi, media massa, dan paguyuban kebudayaan Jawa. Pada jalur media massa, pembelajaran bahasa Jawa belum sepenuhnya menayangkan program yang mampu mendukung pengembangan bahasa dan sastra Jawa, televisi misalnya, selalu menempatkan rating pasar sebagai tolok ukur pemilihan programnya, kecuali TVRI dan TV lokal, yang masih berkomitmen pada pemberdayaan budaya Jawa.
Upaya-upaya pengembangan bahasa dan sastra Jawa tidak lepas dari peran penting media massa cetak dan elektronik dalam memuplikasikan eksistensi dan pemakaian bahasa Jawa (Rohmadi dan Hartono, 2011: 187). Di daerah Surakarta, pengembangan dan pelestarian bahasa dan sastra Jawa telah dilakukan oleh
media cetak, salah satunya adalah Surat Kabar Solopos. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti penggunaan gaya bahasa metafora dalam kolom Geguritan di Harian Solopos. Penelitian ini berjudul “Bahasa Metafora Puisi Jawa dalam Kolom Geguritan Surat Kabar Solopos Edisi November – Desember 2011”.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini ada dua.
1. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe gaya bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011.
2. Penelitian ini menganalisis makna bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang artinya data yang dianalisis berbentuk deskriptif fenomena tidak berupa angka efisien tentang hubungan variabel. Data terkumpul berupa kata-kata. Hasil dalam penelitian ini berisi kutipan kumpulan-kumpulan data untuk memberikan ilustrasi dengan mengisi materi laporan (Moleong, 1993: 5). Objek dalam penelitian ini adalah tipe dan makna gaya bahasa metafora puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar
Solopos edisi November-Desember 2011 yang berjumlah 9 buah.
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data tertulis yang berupa teks wacana puisi Jawa yang mengandung tipe dan makna gaya bahasa metafora dalam kolom geguritan Surat Kabar Soloposi edisi November – Desember 2011. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat yang mengandung gaya bahasa metafora pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011. Waktu penelitian merupakan jangka waktu yang ditempuh peneliti untuk mengadakan suatu penelitian. Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan yaitu bulan November 2011 sampai April 2012.
Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data berupa wacana puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi
November – Desember 2011 yang berjumlah 9 buah. Menurut Mahsun (2007:92) pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik simak adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan mencatat beberapa kata, frasa, klausa, dan kalimat dalam puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 yang
mengandung bahasa metafora.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Menurut Sudaryanto (1993: 13-15), metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Adapun teknik yang digunakan dari metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Teknik PUP yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PUP dengan daya pilah sebagai pembeda referen.
Penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian informal. Menurut Sudaryanto (1993: 145), penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tipe Gaya Bahasa Metafora Puisi Jawa dalam Kolom Geguritan Surat Kabar Solopos Edisi November – Desember 2011
Dari data yang berjumlah 9 puisi yang terdiri dari 66 baris didapatkan sebanyak 26 data (struktur bahasa) yang mengandung gaya bahasa metafora. Tipe gaya bahasa merafora terdiri dari sembilan tipe, yaitu being (keadaan), cosmos (alam semesta), energi, substance (zat), terrestrial (bumi), object (benda), living (kehidupan), animate (bernyawa), human (manusia).
1. Being (Keadaan)
Gaya bahasa metafora tipe being (keadaan) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 2 data.
‘malamnya terus berlari’
Wengi ‘malam’ adalah keadaan pada waktu mulai senja sampai
terbit matahari; suatu hal atau perkara yang sangat gelap, tidak ada bayangan sedikit pun bagaimana akan memeriksa dan menyelidikinya.
Malam merupakan sesuatu yang ada, walaupun tidak dapat dihayati
langsung oleh indra manusia. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata
wengi. Wengi termasuk keadaan. Wengine terus lumayu menggambarkan
keadaan terus berlalu dengan cepat. Itulah sebabnya gaya bahasa ini termasuk gaya bahasa tipe keadaan.
2. Cosmos (Alam Semesta)
Gaya bahasa metafora tipe cosmos (alam semesta) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 1 data.
Reronceng rasane watu ing langit kapitu
‘setajam rasanya batu di langit ketujuh’
Langit ‘langit’ adalah angkasa yang kelihatan biru; ruang luas yang
terbentang di atas bumi, tempat beradanya bulan, bintang, matahari, dan planet yang lain. Langit merupakan sesuatu yang ada, menempati ruang di jagad raya, dan dapat diamati oleh indra manusia. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata langit. Langit termasuk alam semesta. Reronceng
rasane watu ing langit kapitu menggambarkan suatu keadaan yang sangat
menderita. Itulah sebabnya gaya bahasa ini termasuk gaya bahasa alam semesta.
3. Energy (Energi)
Gaya bahasa metafora tipe energy pada puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011
ditemukan sebanyak 3 data.
Jalaran pucuke pang kanggo dolanan angina
‘Karena ujung ranting dibuat mainan angin’
Pada data di atas, kata angin ‘angin’ mempunyai arti udara yang bergerak; gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan rendah. Angin adalah sesuatu yang dapat menempati ruang dan bergerak sehingga mengandung energi. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata angin. Angin termasuk energi. Jalaran pucuke pang
kanggo dolanan angina menggambarkan kondisi kehidupan tokoh “aku”
yang dipermainkan. Sedangkan Angin panggah nampegi menggambarkan sumber kehidupan yang dapat membahagiakan. Itulah sebabnya kedua gaya bahasa ini termasuk tipe energi.
4. Substance (zat)
Gaya bahasa metafora tipe substance (zat) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 1 data.
Sadengah papan mambu amis getih
‘di sembarang tempat berbau anyir darah’
Getih ‘darah’ adalah cairan terdiri atas plasma, sel-sel merah dan
putih yang mengalir dalam pembuluh darah manusia atau binatang. Darah merupakan sebuah zat. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata getih.
Getih termasuk zat. Sadengah papan mambu amis getih menggambarkan
di banyak wilayah sebuah penderitaan sedang terjadi. Itulah sebabnya gaya bahasa ini termasuk tipe gaya bahasa zat.
5. Terestrial (bumi)
Gaya bahasa metafora tipe terestial (bumi) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 2 data.
Watu-watu gawe tatu amarga wujude saprene ajur mumur
‘batu-batu membuat bekas karena wujudnya sekarang hancur lebur’
Watu batu’ adalah benda keras dan padat yang berasal dari bumi
atau planet lain, tetapi bukan logam. Batu merupakan bagian dari bumi dan terikat dengan bumi. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata watu.
Watu termasuk benda bumi. Watu-watu gawe tatu amarga wujude saprene ajur mumur menggambarkan batu-batu yang membuat luka. Itulah
6. Object (benda)
Gaya bahasa metafora tipe object (benda) tidak ditemukan pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011
7. Living (kehidupan)
Gaya bahasa metafora tipe living (kehidupan) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 2 data.
Ananging godhong-godhong pada garing
‘tetapi daun-daun semua menjadi kering’
Garing ‘kering’ adalah tidak basah; tidak berair; tidak lembap;
tidak ada airnya lagi. Kata kering digunakan untuk menunjukkan keadaan daun yang sudah tidak berair lagi atau sudah mati. Kering atau mengering merupakan salah satu siklus kehidupan tumbuhan. Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata garing. Garing termasuk wujud kehidupan. Ananging
godhong-godhong pada garing menggambarkan daun-daun yang menjadi
kering. Itulah sebabnya gaya bahasa ini termasuk tipe gaya bahasa kehidupan.
8. Animate (bernyawa)
Gaya bahasa metafora tipe animate ditandai dengan kata yang menunjukkan nama binatang. Gaya bahasa metafora tipe animate (bernyawa) pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 ditemukan sebanyak 4 data.
Ngantu-antu dadi entung
‘menanti-nanti menjadi kepompong’
Entung ‘kepompong’ adalah bakal serangga (kupu-kupu) yang
berada dalam stadium (kehidupan) ketiga sebelum berubah bentuk menjadi kupu-kupu atau serangga, biasanya terbungkus dan tidak bergerak. Inti dari tipe gaya bahasa ini terdapat pada kata entung. Entung termasuk
binatang. Ngantu-antu dadi entung menggambarkan sebuah penantian.
9. Human (manusia)
Gaya bahasa metafora tipe human ditandai dengan penggunaan kata yang hanya dapat disifatkan atau dilakukan oleh manusia. Gaya bahasa metafora tipe human (manusia) pada puisi Jawa dalam kolom
Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011
ditemukan sebanyak 11 data.
Nguthuti angka-angka sinambi ngompyang
‘menghitung angka-angka sambil berkelakar’
Nguthuti ‘menghitung’ merupakan aktivitas berpikir yang
dilakukan seseorang. Ngompyang ‘berkelakar’ artinya bercakap-cakap tidak dengan sungguh-sungguh (hanya bergurau atau berolok-olok). Inti dari gaya bahasa ini terdapat pada kata nguthuti. Nguthuti termasuk kegiatan manusia. Nguthuti angka-angka sinambi ngompyangi
menggambarkan para pejabat yang suka mengumpulkan harta. Itulah sebabnya gaya bahasa ini termasuk tipe gaya bahasa manusia.
Hasil klasifikasi tipe gaya bahasa metafora mengungkapkan bahwa puisi Jawa dalam kolom Geguritan Surat Kabar Solopos edisi November – Desember 2011 mengandung enam tipe gaya bahasa metafora. Tipe gaya bahasa metafora tersebut yaitu being (keadaan) sebanyak 2, cosmos (alam semesta) sebanyak 1 energi sebanyak 3, Substance (zat) sebanyak 1, living (kehidupan) sebanyak 2, teresrtial (bumi) sebanyak 2, animate (bernyawa) sebanyak 4, human (manusia) sebanyak 11. Gaya bahasa metafora tipe
substance (zat) tidak ditemukan dalam data analisis. Hasil klasifikasi tipe gaya
bahasa metafora tersebut mengungkapkan bahwa gaya bahasa metafora yang paling dominan digunakan adalah tipe human (manusia).
B. Makna Gaya Bahasa Metafora Puisi Jawa dalam Kolom Geguritan Surat Kabar Solopos Edisi November – Desember 2011
Gaya bahasa metafora dalam puisi Jawa digunakan unruk mengungkapkan ekspresi, perasaan, dan tindakan pengarang. Diperlukan analisis makna untuk mengungkapkan makna sesungguhnya bait-bait puisi
tersebut. Langkah pertama dalam analisis yaitu menentukan makna kata-kata yang mengandung gaya bahasa metafora berdasarkan makna kamus (makna leksikal).
Analisis makna gaya bahasa metafora mengungkapkan bahwa sebagian besar gaya bahasa metafora pada puisi Jawa dalam kolom Geguritan Harian Solopos edisi November – Desember 2011 mengandung makna tentang penderitaan hidup rakyat kecil. Penderitaan hidup rakyat kecil ini digambarkan dengan menggunakan ungkapan reronceng rasane watu ing
langit kapitu ‘setajam rasanya batu di langit ketujuh’. Bagian tubuh yang
teriris sesuatu yang tajam akan terasa sangat perih atau sakit sehingga kata tajam mempunyai konotasi rasa sakit yang perih. Ungkapan reronceng rasane ‘setajam rasanya’ dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menyedihkan atau keadaan yang menderita. Watu ing langit kapitu ‘di langit ketujuh’ artinya batu yang tidak berada di bumi. Sesuatu yang merujuk pada langit ketujuh biasanya digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang luar biasa. Jadi,
reronceng rasane watu ing langit kapitu dapat diartikan sebagai keadaan yang
sangat menderita.
Untuk menggambarkan penderitaan pengarang juga menggunakan beberapa ungkapan, yaitu: watu-watu gawe tatu amarga wujude saprene ajur
mumur, sadengah papan mambu amis getih, tangan-tangan ringkih, panggah ngekep tatu-tatu getih, dan pangrintih angel disapih.
Hasil analisis juga mengungkapkan adanyacobaan yang akan selalu yang menimpa hidup manusia. Hal ini digambarkan dengan ungkapan jalaran
pucuke pang kanggo dolanan angin dan aku disatru ngangkrang. Ungkapan
kekecewaan disampaikan dengan kata-kata tembung-tembung wis pungkas,
kejaba isine tembung kang mbalung, dan mangka daktinggali ati, daktinggali sepi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengambil simpulan bahwa Puisi Jawa dalam kolom Geguritan Harian Solopos edisi November – Desember
2011 mengandung beberapa tipe gaya bahasa metafora. Dari data yang berjumlah 9 puisi yang terdiri dari 66 baris didapatkan sebanyak 26 data yang mengandung gaya bahasa metafora.
Hasil klasifikasi tipe gaya bahasa metafora mengungkapkan bahwa puisi Jawa dalam kolom Geguritan Harian Solopos edisi November – Desember 2011 mengandung enam tipe gaya bahasa metafora. Tipe gaya bahasa metafora tersebut yaitu, being (keadaan) sebanyak 2, cosmos (alam semesta) sebanyak 1, energy sebanyak 3, Substance (zat) sebanyak 1, living (kehidupan) sebanyak 2, teresterial ( bumi) sebanyak 2, animate (bernyawa) sebanyak 4, human (manusia) sebanyak 11. Gaya bahasa metafora tipe object (benda) tidak ditemukan dalam analisis. Hasil klasifikasi tipe gaya bahasa metafora tersebut mengungkapkan bahwa gaya bahasa metafora yang paling dominan digunakan adalah tipe humani (manusia).
Sebagian besar gaya bahasa metafora pada puisi Jawa dalam kolom
Geguritan harian Solopos edisi November – Desember 2011 mengandung makna
tentang penderitaan hidup rakyat kecil. Penderitaan hidup rakyat kecil ini digambarkan dengan menggunakan ungkapan reronceng rasane watu ing langit
kapitu, watu-watu gawe tatu amarga wujude saprene ajur mumur, sadengah papan mambu amis getih, tangan-tangan ringkih, panggah ngangkep tatu-tatu getih, dan pangrintih angel disapih. Selain itu, juga mengungkapkan cobaan yang
akan selalu menimpa hidup manusia. Hal ini digambarkan dengan ungkapan
jalaran pucuke pang kanggo dolanan angin dan aku disatru ngangkrang.
Ungkapan kekecewaan disampaikan dengan kata-kata tembung-tembung wis
pungkas, kajaba isine tembung kang mbalung, dan mangka daktinggali ati, daktinggali sepi.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Dwi Raharjo, Maryono. 2001. Bahasa Jawa Krama. Surakarta : Pustaka Cakra Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Moelong, Lexi. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya
Mulyana. 2005. Kajian Wacana, Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip
Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana
Rohmadi, Muhammad dan Lili Hartono (Ed.). 2011. Kajian Bahasa, Sastra, dan
Budaya Jawa, Teori dan Pembelajarannya. Surakarta : Pelangi Press.
Sudarmanto. 2011. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Cetakan ketujuh. Semarang: Widya Karya
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Data. Surakarta: Duta Wacana University Press.
Sutardjo, Imam. 2006. Mutiara Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,Universitas Sebelas Maret Surakarta Wilga, Farah. 2001. Kamus Bahasa Jawa.Yogyakarta: Kanisiun