• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA DI SMP NEGERI 1 UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung BAB IV clear

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA DI SMP NEGERI 1 UDANAWU BLITAR - Institutional Repository of IAIN Tulungagung BAB IV clear"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

70

A. Paparan Data Hasil Penelitian.

1. Upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan karakter

religius siswa di SMP Negeri 1 Udanawu

Religius merupakan penghayatan nilai yang di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan berlandaskan ajaran agama. Dalam kehidupan beragama, potensi religius ini penting untuk ditumbuh kembangkan secara optimal guna memperkokoh keimanan seseorang dan menjadikan landasan untuk karakter selanjutnya sehingga dapat menjalani kehidupan yang agamis dan tidak melenceng dari aturan agama.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi religius dan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan akhir dari peningkatan potensi religius ini yakni optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasi kehidupannya mencerminkan manusia yang harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

(2)

kepala sekolah. Sehingga butuh perjuangan lebih untuk menumbuhkan minat siswa dalam mengoptimalkan potensi religius mereka.

Bapak Ma’shum menjelaskan:

Dulu, tahun 2004 saya pernah mengajukan usul kepada kepala sekolah untuk penggunaan seragam siswa yang serba panjang dan berjilbab bagi mereka yang beragama Islam. Hal tersebut saya lakukan karena mengingat posisi saya sebagai guru agama, saya ingin menanamkan pendidikan agama tidak hanya pada jam pelajaran saja tetapi lebih kepada pembiasaan siswa dengan menutup aurat. Hanya saja usulan saya sedikit mendapat pertentangan dengan beberapa guru. Maklum, kualitas iman seseorang kan berbeda-beda, mereka beranggapan bahwa cara tersebut akan melanggar hak asasi setiap siswa.1

Dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam upaya penanaman karakter religius siswa yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam berangkat dari nol. Dengan berbagai upaya dan usaha mereka kerahkan untuk mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah, sehingga bila sudah mendapatkan ijin dari pihak kepala sekolah, guru Pendidikan Agama Islam bisa mulai melaksanakan program yang telah direncanakannya.

Bapak Ma’shum menambahkan:

Akhirnya kepala sekolah memberikan keputusan untuk memperbolehkan saya memberikan himbauan kepada siswa terhadap penggunaan seragam tertutup tanpa mewajibkan kepada siswa. Akhirnya ketika ada masa orientasi siswa, saya mencoba menyelinginya dengan memberikan himbauan kepada siswa, dengan harapan siswa dapat tersugesti dengan ajakan saya2.

Guru Pendidikan Agama Islam bisa mulai bergerak untuk merealisasikan rencana yang telah dibentuk sebelumnya, yakni memberikan unsur keagaman pada setiap kegiatan baik didalam maupun diluar kegiatan

1

Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam pada tanggal 19 April 2015

2

(3)

pembelajaran. Dan mendapatkan respon baik oleh siswa bahkan dari masyarakat.

Bapak Ma’shum menjelaskan:

Saat itu saya mendapat mandat untuk melatih baris berbaris dalam rangka persiapan lomba PBB sekecamatan udanawu. Disini saya masih berambisi untuk mengenakan baju tertutup kepada para siswa yang mengikuti lomba baris. pleton putra, saya wajibkan untuk mengenakan celana panjang dan peci dengan hiasan pita merah-putih yang melingkar di peci tersebut. Untuk yang putri, saya wajibkan mengenakan seragam serba panjang yang menutup aurat dari atas ke bawah. Hingga banyak yang mengira kami perwakilan dari MTs. Dan alhamdulillah setelah itu membawa barokah kepada sekolah kami, pada tahun ajaran baru siswa yang mendaftar membludak hingga kami berani tidak menerima banyak siswa karena kuota sudah penuh.3 Keberhasilan upaya guru dalam penanaman karakter religius ini tidak lain juga merupakan dukungan penuh dari kepala sekolah yang sekarang yakni bapak Sulistyono. Sebagai kepala sekolah beliau membuat beberapa kebijakan yang membantu dalam melancarkan proses pendidikan agama. Beliau memaparkan sebagaimana berikut:

Bentuk dukungan yang kami berikan dalam penanaman karakter religius yakni dengan mengadakan program-program keagamaan disekolah dengan anggaran dana khusus pada setiap programnya. Karena anggaran dana merupakan unsur pokok dalam pelaksanaan suatu program. Dukungan kami yang lain adalah tetap melaksanakan acara peringatan PHBA yang sekarang sudah tidak diperbolehkan dari dinas pendidikan.4

Dengan adanya kebijakan program yang telah dirancang serta disepakati oleh seluruh pihak, maka kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh kegiatan yang ada disekolah memiliki komitmen yang untuk merealisasikan seluruh program secara maksimal dan terkendali.

3

Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam pada tanggal 19 April 2015

(4)

Bapak Sulistyono menjelaskan:

Kami berkomitmen bahwa semua program yang telah dibentuk harus terealisasikan. Karena mengingat bila kegiatan itu tidak dilaksanakan maka anggaran tidak terpakai. Disamping itu kegiatan diluar program tetap berkomitmen untuk direaliasasikan seperti lomba-lomba keagamaan diluar sekolah yang sifatnya insendental.5

Dalam proses pembelajaran Agama, bapak Sulistyono juga mendukung penuh dengan penambahan 1 jam mata pelajaran Agama untuk praktiknya. Sebagaimana beliau menjelaskan, “dari pemerintah hanya

menyediakan 2 jam untuk mapel Agama. Agama butuh praktik untuk pemahaman materinya, maka kami sepakat menambah 1 jam praktik sehingga total 3jam untuk mata pelajaran Agama”.6

Upaya guru dalam merintis siswa yang berkarakter religius merupakan perjuangan keras dan membutuhkan perjalanan panjang. Mulai dari mengajak guru untuk berpakaian tertutup sehingga nanti dapat dijadikan teladan bagi siswa. Akhirnya guru yang beragama Islam merespon dengan baik usaha tersebut dengan mulai banyaknya guru yang berseragam panjang dan berjilbab. Kemudian saat kegiatan peringatan hari besar keagamaan semua guru berperan aktif. Ini diperkuat dengan pernyataan bapak Maksum, “Sekarang mayoritas guru yang beragama Islam berjilbab, dan kegiatan

keagamaan yang dekat ini adalah peringatan Isra’ Mi’raj, bapak Waluyo

dari BP yang menjadi ketua panitianya, beda dengan dulu semua dilimpahkan kepada guru Agama”.7 Jadi jelaslah sudah bahwa penerapan

5

Wawancara dengan bapak Sulistyono selaku kepala sekolah pada tanggal 15 April 2015 6Wawancara dengan bapak Sulistyono selaku kepala sekolah pada tanggal 15 April 2015

7

(5)

pendidikan karakter religius di SMP Negeri 1 Udanawu mulai mendapat respon dan tidak hanya ditumpukan pada guru bidang studi agama saja, akan tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh guru dan karyawan yang ada di sekolah ini.

Pada intinya pihak sekolah baik dari kepala sekolah, guru maupun karyawan SMP Negeri Udanawu menanggapi dan memberikan respon baik terhadap penanaman dan penerapan karakter religius kepada siswa dengan mewujudkannya dalam berbagai bentuk kegiatan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dari guru Pendidikan Agama Islam antara lain:

a. Tradisi senyum, sapa, salam

Tradisi senyum, sapa dan salam ini merupakan upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan karaker religius kepada siswa. Tujuan dari kegiatan ini tidak lain adalah mempererat tali silaturahim, menjaga hubungan harmonis antar guru Pendidikan Agama Islam dengan siswa serta menanamkan sikap ketawadu’an siswa kepada

guru. Sehingga akan tumbuh rasa patuh dan hormat serta sopan pada guru. Ibu Sumarmi menjelaskan akar permasalahannya sebagaimana berikut:

Siswa disini mayoritas lulusan dari Sekolah Dasar yang tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang bagus, jadi untuk menanamkan karakter religius kami memulai dari hal yang kecil terlebih dahulu, yakni senyum, sapa dan salam.8

Pernyataan ini didukung pula oleh observasi yang dilakukan peneliti ketika peneliti hendak ikut bapak Romadhon masuk kedalam kelas VIII-E.

8Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

(6)

Disini peneliti melihat setiap siswa yang berpapasan dengan bapak Romadhon mereka menyapa dan bersalaman, dan salam tersebut disambut bapak Romadhon disertai senyuman ramah sambil berbasa-basi dan bercanda sebentar dengan siswa.

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh observasi yang dilakukan peneliti saat hendak ikut bapak Ma’shum masuk kedalam kelas IX-G.

Yang peneliti amati disini, keadaan yang sama juga terlihat bahwa siswa bertegur sapa serta salam kepada bapak Ma’shum, bahkan tak jarang

bapak Ma’shum yang menghampiri siswa untuk bersalaman, dan salaman

itu dibalas siswa dengan mencium tangan beliau. Cara ini menurut peneliti sebagai sarana untuk mendekatkan hubungan guru dengan siswa. Cara yang dilakukan bapak Ma’shum dengan menghampiri siswa untuk

bersalaman menunjukan bahwa guru harus menjadi teladan yang baik bagi siswa. Sebelum guru memberikan perintah siswa untuk melakukan berbuatan baik maka guru harus terlebih dahulu memantaskan diri sebagai orang yang baik. Dalam artian, memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu sebelum memberikan intruksi kepada orang lain. Sehingga nantinya dapat menjadi suri tauladan bagi siswa dan terdorong untuk melakukan hal yang sama.

(7)

untuk salam kepada guru, begitu pula saat diluar jam pelajaran. Sehingga suasana akrab dan kekeluargaan dapat diterapkan dan dapat menjadi salah satu cara guru untuk menanamkan akhlak yang baik sehingga nantinya terpupuk karakter religius pada siswa.

b. Penggunaan baju tertutup saat mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam .

Karakter religius siswa yang sangat menonjol dan terlihat secara nyata adalah mayoritas siswa putri yang berseragam tertutup dan berjilbab. Penggunaan seragam tertutup ini menjadi icon sekolah sehingga membedakan pada sekolah umum yang lain. Ini juga termasuk hasil kerja keras guru Pendidikan Agama Islam serta guru dan karyawan lain yang mendukung terhadap penggunaan seragam tertutup pada siswa putri.

Berikut ungkapan dari bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan

Agama Islam dan Ketua MGMPAI kecamatan Udanawu “Alhamdulillah

kesadaran siswa dalam menutup aurat sekarang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Ini menjadi semangat kami untuk lebih kerja keras meningkatkan penanaman karakter religius kepada siswa”.9Pernyataan ini didukung oleh observasi yang dilakukan peneliti. Saat pertama kali masuk gerbang SMP Negeri 1 Udanawu, peneliti merasa takjub dengan siswa putri yang hampir seluruhnya menggunakan jilbab dan baju tertutup. Layaknya sekolah madrasah yang lain. Peneliti melihat kerudung yang dikenakan siswa putri merupakan seragam sekolah yang berlabelkan nama

9Wawancara

(8)

sekolah SMP Negeri 1 Udanawu. Ini juga merupakan bentuk dukungan dari pihak sekolah terhadap penananaman karakter religius.

Penggunaan seragam tertutup ini bukan karena paksaan atau peraturan dari pihak sekolah, karena dikhawatirkan akan melanggar hak asasi manusia dan mendapat kecaman dari wali murid yang tidak setuju. Guru dan karyawan yang lain hanya memberikan himbauan untuk senantiasa menutup aurat dan menjaga tingkah laku selayaknya perempuan muslimah.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Amelia siswa kelas VII-G, “memilih menggunakan seragam tertutup dan berjilbab karena kehendak

saya sendiri mbak. Serasa lebih nyaman saja dan tidak khawatir auratnya terbuka bila melakukan aktifitas yang banyak geraknya.”10

Dari wawancara tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan seragam tertutup adalah kesadaran dari siswa, bukan karena paksaan. Utamanya kepada siswa yang menyambut baik himbauan yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam serta guru serta karyawan lain yang selalu mendukung upaya ini. Sedangkan pada siswa yang tidak menggunakan seragam tertutup, ada waktu tersendiri bagi mereka untuk menggunakan jilbab atau kerudung.

Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Ma’shum:

Pada setiap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, semua wajib menutup aurat. Jadi untuk siswa yang tidak berkerudung, pada jam itu wajib menggunakan kerudung mbak, meskipun lengannya

(9)

pendek setidaknya dengan berjilbab telah menghargai mata pelajaran agama.11

Meski demikian, yang peneliti amati setelah masuk dalam beberapa kelas, siswa putri yang tidak berjilbab hanya satu sampai dua orang setiap kelasnya. Bahkan banyak kelas yang seluruh siswa putrinya menggunakan jilbab. Sedikitnya siswa yang tidak berjilbab telah meringankan guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya menanamkan karakter religius. Meski demikian guru tidak lelah untuk menghimbau dan mewujudkan karakter religius di sekolah.

c. Membaca surat pendek dan tahlil sebelum memulai pelajaran

Kegiatan religius ini dilaksanakan sebelum mata pelajaran agama Islam dimulai. Kegiatan ini rutin dilakukan untuk kelas VII,VIII, dan kelas IX. Untuk kelas VII membaca Tahlil, sedangkan untuk kelas VIII-IX membaca surat pendek.

Bapak Sulistyono memaparkan:

Diawal pembelajaran kami membiasakan berdoa untuk pencapaian karakter religiusnya, kemudian ditambah pencapaian karakter dengan menyanyikan lagu kebangsaan dan pengucapan pancasila. Kemudian dilanjutkan hafalan surat pendek dan tahlil selama 10-15 menit.12

Pernyataan ini dikuatkan oleh bapak Romadhon sebagaimana berikut:

Untuk kelas VII dimulai pembacaan tahlil. Sedangkan untuk kelas VIII-IX pembacaan surat-surat pendek, pembacaan surat pendek ini sebenarnya ada tingkatannya sesuai dengan tingkatan kelas, hanya

11Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 23 April 2015

(10)

saja saya menyamakan untuk kelas VIII-IX dengan membaca dari surat An-Nas sampaiAt-Takastur.13

Ibu Sumarmi selaku guru agama Islam kelas VII menambahkan, “Untuk tahlil mereka masih butuh tuntunan dari saya, karena masih

banyak dari siswa yang belum bisa bacaan tahlil, maklum banyak yang lulusan dari sekolah dasar dan tidak ikut TPA dirumah”.14

Dengan bacaan tahlil maupun surat-surat pendek yang dilaksanakan secara istiqomah ini, banyak siswa yang mendapatkan berbagai manfaat dalam melaksanakannya. Ini dinyatakan oleh Edi Purwanto kelas VII-B, “Dengan tahlil ataupun hafalan surat pendek, saya berharap agar belajar

saya menjadi barokah serta manfaat fiddunya wal akhirot”.15

Kegiatan ini sementara masih dilaksanakan untuk guru Pendidikan Agama Islam karena masih rintisan baru dan diharapkan kelak menjadi kegiatan rutin yang dilaksanakan jam ke nol sebelum doa pelajaran. “Sebenarnya dulu kami pernah menyinggung kegiatan ini saat rapat

semester baru, dan semua guru telah sepakat. Namun ternyata semua hanya dibibir saja. Realitanya guru belum melaksanakan seperti kesepakatan”.16 Merupakan masalah baru yang harus diselesaikan oleh guru agama Islam yakni mengajak guru lain untuk membudayakan kegiatan ini menjadi suatu kegiatan rutin untuk siswa.

13Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

pada tanggal 27 April 2015

14Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

tanggal 23 April 2015

15Wawancara dengan Edi Purwanto selaku siswa kelas VII B pada tanggal 18 Mei 2015 16Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

(11)

d. Sholat dhuhur berjamaah

Sholat dhuhur berjama’ah dilaksanakan sekitar pukul 12.00-12.30

atau pada jam terakhir pelajaran. Kegiatan ini dulu dilaksanakan secara rutin dan menjadi jadwal wajib bagi siswa putra dan siswa putri. Hanya saja karena adanya perubahan kurikulum sehingga tidak terdapat jam khusus untuk melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah. Hal tersebut

diungkapkan oleh ibu Sholikah selaku waka kurikulum:

Dulu ini menjadi kegiatan rutin sebelum jam terakhir dan dilaksanakan untuk seluruh siswa. Namun sekarang berbeda, karena perubahan kurikulum jadi tidak ada waktu untuk sholat berjama’ah disini. Jadi kami hanya menghimbau kepada siswa dan pengawasan dari orang tua untuk melaksanakan sholat dhuhur dirumah. Karena bila sholat dhuhur dilaksanakan saat pulang sekolah sepertinya kurang efektif, karena siswa pasti sudah payah dan ingin segera pulang kerumah.17

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah harus ada kerjasama dengan orang tua secara berkala karena orang tua juga sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran di sekolah. Jadi bila shalat dhuhur tidak bisa dilaksanakan disekolah, maka pihak sekolah mengembalikan kepada orang tua untuk mengawasi anak agar senantiasa mendirikan shalat lima waktu. Sebagaimana yang diungkapkan Amelia kelas VII-G:

Saya melaksanakan sholat dhuhur dirumah usai pulang sekolah meski waktunya mepet. Karena disini tidak ada yang melaksanakan sholat dhuhur di mushola mbak. Untuk sholat asharnya saya jama’ah di MADIN tempat saya menimba ilmu agama. Orang tua saya akan sangat marah bila saya tidak sholat dhuhur, jadi saya selalu diingatkan meski saat itu saya lapar.18

17 Wawancara dengan ibu Sholikah selaku waka kurikulum sekolah tanggal 17 April

2015

(12)

Meski terbatas waktu dalam melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah

di sekolah, guru agama Islam selalu berupaya melaksanakan shalat berjama’ah di mushola. Manakala saat itu ada pelajaran agama Islam pada

jam terakhir, saat itu pula guru agama Islam bersama siswa satu kelas melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah. Sebagaimana diutarakan bapak

Ma’shum :

Shalat dhuhur berjama’ah masih terlaksana manakala saat itu ada pelajaran agama Islam di jam akhir. Jadi, saya mengambil sedikit waktu pelajaran dengan mengajak siswa bersama-sama menuju masjid guna shalat dhuhur.19

Hal yang sama juga diutarakan bapak Romadhon. “Saya juga

melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah saat jam terakhir dikelas saya.

Bahkan tak jarang saat jam pagi saya juga mengajak siswa untuk jama’ah sholat dhuha.”20 Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan, walaupun keadaan kurikulum yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan shalat dhuhur disekolah, akan tetapi berbagai upaya telah diusahakan guru Pendidikan Agama Islam untuk mewujudkan nuansa religius di sekolah dan penanaman karakter religius kepada siswa. Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah untuk membiasakan siswa melaksanakan sholat yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan merupakan bentuk wujud pemahaman siswa terhadap Pendidikan Agama Islam yang telah dipelajari

19 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam kelas IX

tanggal 30 April 2015

20Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

(13)

Seperti yang dikemukakan oleh bapak Ma’shum sebagai berikut:

Sebenarnya kami merasa sedikit kecewa karena jam sholat dhuhur ditiadakan, karena sholat dhuhur berjama’ah juga merupakan bentuk perwujudan terhadap pemahaman pelajaran agama. Karena pelajaran agama tidak cukup bila hanya di tanamkan dan dipahami, tetapi harus ada action atau aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.21

e. Ekstra keagamaan Sholawat

Di sekolah ini, kegiatan keagamaan sholawat dimaksudkan untuk menampung bakat dan kreatifitas siswa dalam olah vocal dan musik . Kegiatan ini diarahkan untuk mengoptimalkan bakat siswa dalam kegiatan positif sehingga dengan bakat itu siswa tidak terjerumus kedalam kegiatan yang tidak bermanfaat. Selaku yang merintis ekstra sholawat ini Menurut bapak Ma’shum:

Setiap anak itu dilahirkan dengan potensi masing-masing. Namun dengan potensi itu banyak juga dari mereka yang salah pada tempat dan cara dalam mengekspresikan potensinya. Potensi yang mereka miliki berbeda-beda. Perbedaan inilah yang membuat semua unsur menyatu karena saling melengkapi. Disini, siswa ada yang memiliki potensi dalam bidang musik, seperti calti, rebana, orgen, dan lain-lain. Disalah satu sisi ada yang memiliki potensi dengan suara yang merdu, baik dari siswa laki-laki maupun perempuan. Kegiatan ini salah satu wadah bagi mereka untuk berbaur satu sama lain untuk saling melengkapi sehingga terciptalah sebuah nada dan lagu yang apik.22

Dari penuturan tersebut kegiatan ekstrakulikuler sholawat dibentuk untuk membina siswa agar menyalurkan bakatnya kedalam kegiatan positif dan bermanfaat. Kegiatan ini telah mengantarkan siswa meraih berbagai juara lomba. Baru- baru ini ekstra sholawat mengikuti lomba sholawat di

21Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam IX tanggal

30 April 2015 22

(14)

MAN Kota Blitar tingkat SMP/MTs se Kabupaten dan Kota Blitar dan mendapatkan juara harapan 2. Dengan diraihnya juara ini menambah semangat para siswa untuk berlatih lebih serius agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Ibu Sumarmi selaku pendamping menjelaskan:

Hadroh di SPMN 1 Udanawu masih merupakan rintisan yang baru, jadi untuk nama grup sholawatnya belum dipatenkan. Saat lomba di MA Ma’arif Udanawu sekarisidenan Kediri namanya Firdaus, namun ketika lomba di MAN Kota Blitar tingkat MTs/SMP se Kab/Kota Blitar namanya di rubah menjadi Nurul Hadi dan perubahan nama ini anak-anak yang minta. Alhamdulillah setelah perubahan nama tersebut kami mendapatkan juara harapan 2. Meski hanya juara harapan akan tetapi ini merupakan jawaban dari usaha siswa yang mengikuti grup sholawatan yang masih berumur dini.23

Ekstra sholawat ini diikuti oleh hampir 20 siswa, antusias siswa yang mengikuti ekstra sholawat ini memiliki berbagai alasan. Seperti Haryono kelas VII-B mengatakan, “ saya mengikuti ekstra sholawat sudah 1 tahun. niat saya mengikuti shlawat atas kehendak saya sendiri, memang sudah hobi mbak sejak saya ikut grup sholawat di MADIN saya. Termasuk

ngalap barokah saya ya ini”24 Adapun Edi Dwi Purwanto salah satu pemain rebana dalam sholawat mengatakan, “saya tertarik karena waktu

luang saya lebih bermanfaat untuk kegiatan positif, apalagi sholawat termasuk mencari syafa’at Rosul. Awalnya memang saya tidak bisa,

kemudian saya belajar rebana dengan tekun”.25

23

Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada tanggal 18 Mei 2015

(15)

Dalam tataran praktiknya, jadwal latihan pada hari Jum’at pukul 15.00. Penentuan jadwal latihan ini dikarenakan pertimbangan beberapa hal yakni hari jum’at adalah hari yang mulia dari hari-hari yang lain, dan

saat hari jum’at mayoritas Madrasah diniyah baik TPQ maupun TPA

diliburkan, sehingga ada banyak waktu senggang untuk berlatih. Sebagaimana penjelasan dari pak Ma’shum,“ Latihannya setiap hari jum’at jam tiga sore. Karena hari jum’at adalah hari mulia apa lagi bila diisi

dengan kegiatan keagamaan, selain itu waktu banyak yang longgar karena madrasah diniyah banyak yang diliburkan.”26

f. Ekstra keagamaan BTQ (Baca Tulis Qur’an)

Dulu SMP Negeri 1 Udanawu merupakan sekolah umum yang tidak sepenuhnya memiliki latar belakang keagamaan yang kuat. Dimulai dari minimnya kegiatan keagamaan diluar jam pembelajaran hingga nuansa religius disekolah kurang terwujudkan. Sebagai sekolah lanjutan dari sekolah dasar/sederajat, mayoritas siswa di SMP Negeri 1 Udanawu berangkat dari lulusan SD, sehingga kemampuan dari segi keagamaan seperti membaca Al-Qur’an, ilmu keagamaan dan lain sebagainya juga tidak sekuat dari siswa lulusan Madrasah Ibtidaiyah. Hal ini diutarakan oleh bapak Ma’shum, “Saya sangat miris dengan keadaan anak-anak saat

itu yang tidak mengenal baca tulis Al-qur’an. Karena mayoritas siswa disini lulusan SD mbak. Jadi kami guru Pendidikan Agama Islam

26

(16)

mendapat tanggungan untuk meminimalisir buta huruf hijaiyah kepada para siswa.”27

Banyaknya siswa yang belum mengenal dan lancar terhadap baca-tulis Al-Qur’an, membuat beberapa siswa tidak menyukai pelajaran ini karena dirasa sulit dan membingungkan.

Sima kelas VII yang mana dia juga berangkat dari sekolah SD dan tidak mengikuti MADIN di rumahnya mengutarakan sebagaimana berikut:

Pelajaran agama bagi saya susah mbak. Saya paling tidak suka kalau disuruh membaca al-qur’an atau hadist. Saya belum lancar tajwid, karena saya lulusan dari SD dan dulu mengikuti MADIN di sekitar rumah juga tidak terlalu lama. Padahal jarak rumah dengan lokasi MADIN berkisar 200 meter. Jadi saya hanya bisa membaca akan tetapi belum lancar benar.28

Merasa mendapatkan tanggungan berat dari kondisi yang sedemikian, akhirnya bapak Ma’shum bertekad untuk mengadakan

kegiatan keagamaan kepada siswa demi memperbaiki keadaan. “Saat itu saya mencoba merintis ekstrakulikuler BTQ (Baca Tulis Al-Qur’an). Dan alhamdulillah mendapat persetujuan dari kepala sekolah. Namun sayang, kesadaran siswa dalam ekstrakulikuler ini masih sangat minim.”29 Tujuan dari kegiatan keagamaan ini utamanya adalah mengenalkan huruf hijaiyah bagi siswa yang belum menguasai dan melancarkan bacaan Al-Qur’an bagi mereka yang sudah mengerti. Namun hasil dari kegiatan keagamaan ini ternyata belum mendapatkan respon yang berarti dari siswa.

27

Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas IX tanggal 30 April 2015

28Wawancara dengan Sima selaku siswa kelas VII G pada tanggal 22 April 2015 29

(17)

Saat itu bapak Ma’shum belum mendapatkan jawaban bagaimana

mengajak siswa untuk ikut serta dalam kegiatan BTQ, sedangkan dari kegiatan ekstra Sholawat yang juga sama-sama beliau yang memprakarsai malah banyak yang mengikuti. Akhirnya berangkat dari kondisi ini, bapak Ma’shum membuat keputusan, bagi siapa yang ikut kegiatan ekstra

Sholawat harus mengikuti ekstra MADIN.

Sebagaimana penjelasan dari bapak Ma’shum bahwa:

Akhirnya berhubung ekstrakulikuler BTQ berlangsung sebelum ekstrakulikuler sholawat yang mana ekstra ini juga sama-sama saya yang merilis. Saya mewajibkan kepada siswa yang mengikuti ekstrakulikuler sholawat untuk mengikuti BTQ terlebih dahulu. Dengan harapan semakin banyak peserta Sholawat mengikuti BTQ maka akan menarik perhatian siswa lain untuk bergabung juga.30 Dalam tataran praktiknya, kegiatan ekstrakulikuler BTQ berlangsung pada hari jum’at waktu ba’da dhuhur, berkisar jam 13.30 sampai15.00.

kemudian dilanjutkan dengan ekstra Sholawat. Sampaisekarang, ekstra kulikuler BTQ melalui proses perkembangan. Dengan bantuan tenaga ahli dari luar, ekstra BTQ telah mengantar siswa untuk mengikuti lomba Baik dari lomba Qiro’at maupun Tartil dalam berbagai event.

g. Peringatan Hari Besar Keagamaan

Seperti pada sekolah-sekolah yang lain yang memperingati hari besar keagamaan, SMP Negeri 1 Udanawu juga memperingati hari besar keagamaan dengan berbagai cara dan kreatifitas dari guru dan karyawan.

Kegiatan itu menjadi kegiatan rutin tahunan yang salah satunya juga untuk meningkatkan karakter religius seluruh warga sekolah.

30

(18)

Ibu Sholikah menjelaskan bahwa:

Kami rutin memperingati hari besar keagamaan dengan kegiatan yang bervariasi. Seperti peringatan Isra’Mi’raj tahun lalu, kami mendatangkan Dai dari luar wilayah. Sebelum acara pengajian dimulai, dilaksanakan tahlil terlebih dahulu. Sebelum acara puncak, hari-hari sebelumnya diadakan lomba keagamaan, baik lomba adzan, lomba BTQ, sholat, qiro’at dan lain sebagainya.31

Sebagai kegiatan rutin yang memiliki tujuan untuk memantapkan ilmu agama dan menanamkan nilai religius kepada siswa, pihak guru dan karyawan berusaha semaksimal mungkin mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan agar kegiatan tersebut menjadi suatu kegiatan yang berbobot dan bermakna bagi siswa. Seperti kegiatan yang dilaksanakan pada saat bulan Romadhon sebagaimana diungkapkan oleh bapak Romadhon:

Dulu kegiatan romadhon hanya berada dilingkup sekolah dengan kegiatan yang kurang begitu-begitu saja, dirasa kurang efektif untuk menanamkan nilai religius kepada siswa, maka kami seluruh guru berencana untuk merubah sistem serta isi kegiatan saat romadhon dengan kegiatan yang lebih menantang bagi siswa.32

Maka dari hasil rapat antara oleh seluruh guru dan karyawan, kegiatan dalam mengisi bulan romadhon telah disepakati untuk menggiring siswa di pondok pesantren Mantenan. Kerja sama pun terjalin antara kedua belah pihak yakni antara sekolah dan pondok untuk mendidik siswa lebih mantap dari sisi keagamaannya.

Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Ma’shum bahwa:

Dari hasil kesepakatan, akhirnya kami membawa anak-anak untuk diasramakan di pondok Mantenan selama dua minggu. Kami melatih anak-anak untuk hidup mandiri dan dapat memanfaatkan waktu

31Wawancara dengan ibu Sholikah selaku waka kurikulum sekolah tanggal 17 April 2015 32Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

(19)

luang dengan kegiatan positif dan bermakna di dunia maupun di akhirat.33

Kreatifitas guru dalam mengisi hari besar keagamaan tidak sampaiberhenti disini. Sambil menanamkan nilai religius serta menanamkan jiwa disiplin kepada siswa agar siswa tetap ikut berpartisipasi , segenap guru bekerja sama untuk melaksanakan kegiatan semaksimal mungkin. Sebagaimana bapak Ma’shum menjelaskan bahwa:

Begitu pula saat idul adha, kami mewajibkan mereka untuk shalat id berjama’ah di sekolah. Tentunya ada daftar hadir yang harus diisi, mereka yang tidak hadir mendapatkan alpa. Selain menanamkan nilai religius, siswa juga harus disiplin. Karena dikhawatirkan bila dari rumah izinnya shalat id disekolah, ternyata dia berbelok arah tidak sampaike sekolah dan memanfaatkan waktu itu untuk kegiatan yang tidak bermanfaat, namanya juga siswa SMP jadi masih nakal-nakalnya.34

Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat uapaya guru untuk tetap memberikan jiwa kediplinan terhadap siswa meski berada diluar jam pelajaran dan hari efektif sekolah. Karena bukan hanya siswa yang memperingati hari besar keagamaan itu, Sebagai bentuk partisipasi guru juga ikut andil dalam memperingati hari besar Idul Adha, sebagaimana diungkapkan oleh ibu Sumarmi, “ Dalam memperingati hari raya Idul

Adha, guru-guru pun ikut berpartisipasi mengadakan arisan Idul Adha, jadi barang siapa yang namanya keluar sebagai penerima arisan, maka ia wajib berkurban di sekolah”35

33 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 23 April 2015

34 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 23 April 2015

35Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

(20)

Kegiatan keagamaan tidak hanya dilaksanakan pada hari-hari besar keagamaan, akan tetapi kegiatan itu juga dilaksanakan secara kondisional namun dengan berbeda cara pelaksanaan. Sebagai faktor yang digugu dan ditiru, guru tetap berperan aktif dalam kegiatan keagamaan. Hal ini di utarakan oleh bapak Ma’shum selaku imam dalam kegiatan Istighosah

untuk kelas IX dalam menghadapi UN.

Ibu Sumarmi menjelaskan sebagaimana berkut:

Menjelang UN, Istighosah dilaksanakan setiap jum’at pagi untuk kelas IX. Dan ini dilaksanakan rutin minimal 8 kali hingga menjelang UN tiba. Istigosah terakhir dilaksanakan secara akbar. Guru-guru, seluruh siswa kelas VII, VIII. IX beserta wali murid melebur menjadi satu di lapangan untuk pelaksanaan istighosah bersama demi kelancaran ujian kelas IX.36

Hal ini diperkuat oleh observasi yang dilakukan oleh peneliti bersama rekan mahasiswa yang saat itu juga ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan Istighosah pada tanggal 24 April 2015. Disini peneliti melihat seluruh guru kelas 1X ikut serta bersama siswa di mushola untuk melaksanakan Istighosah terakhir. Pelaksanaan Istighosah berjalan secara khusuk dan teratur meski ada beberapa siswa yang telat bergabung dalam majlis. Dalam Istighosah kali ini mengambil jam pertama sebelum pelaksanaan Try Out kelas IX yakni sekitar pukul 07.00-07.30, karena waktu sudah tidak memungkinkan untuk melaksanakan di jam akhir karena dikhawatirkan mengganggu proses belajar mengajar kelas VII dan kelas VIII.

36Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

(21)

Dari semua kegiatan keagamaan ini membuktikan bahwa penanaman karakter religius di SMP Negeri 1 Udanawu berjalan dan berkembang dengan baik.Atas dukungan dari semua pihak baik dari siswa, guru, orang tua serta masyarakat/lembaga keagamaan maka diharapkan akan menciptakan lulusan yang unggul dalam IPTEK dan IMTAQ dari SMP Negeri 1 Udanawu.

h. Nasihat dan motivasi sebelum dan sesudah pelajaran

Nasihat dan motivasi yang dilakukan guru agama merupakan upaya penanaman karakter religius kepada siswa. Dalam tataran praktiknya upaya ini mereka lakukan sekitar 5 menit sebelum dan sesudah pelajaran.

Bapak Ma’shum menjelaskan:

Motivasi selalu diberikan sekitar 5 menit sebelum dan sesudah pelajaran. Bisa dikatakan pitutur atau wejangan untuk mempengaruhi siswa serta menumbuhkan jiwa religius siswa secara berkala. Karena motivasi tidak cukup bila dilakukan hanya sekali dan dua kali. Akan tetapi motivasi dan nasihat harus diberikan secara

continue agar jiwa religius tertancap dengan kuat di hati

masing-masing siswa.37

Pernyataan ini didukung oleh observasi yang dilakukan peneliti saat masuk pada jam pelajaran bapak Romadhon. Setelah selesai memberikan hukuman kepada siswa yang telat, bapak Romadhon memulai pelajarannya dengan nasihat dan motivasi tentang dahsyatnya berdoa sebelum memulai aktifitas. Beliau memotivasi siswa dengan istilah DUIT, istilah tersebut merupakan singkatan dari beberapa kata yakni (1) Doa, (2) Usaha dan Ikhtiar, (3) dan Tawakal.

37

(22)

Bapak Romadhon dalam nasihatnya menjelaskan “Ingat istilah DUIT, segala sesuatu harus diawali dengan berdoa. Bagaimana belajar kalian bisa barokah bila berdoa saja tidak kalian lakukan, apa lagi yang telat masuk pasti melewatkan saat-saat berdoa. Oleh karena itu bapak sudah tanamkan sejak salam, doa baru mengajar. karena usaha/iktiar tanpa doa/tawakal akan sia-sia.” Saat menyampaikan nasihat tersebut, ada beberapa siswa yang duduk dibelakang bergurau dan tidak memperhatikan bapak Romadhon. Saat itu pula bapak Romadhon memberikan nasihat, “nak, orang yang barokah dalam tolabul ilmi, salah satunya harus

menghormati guru atau ustadz mereka. Dengarkan bagaimana ustadz berbicara dan resapi makna dari pituturnya”. Nasihat yang bapak

Romadhon lakukan ini di ulangi setelah pelajaran usai, hal ini untuk menguatkan ingatan siswa terhadap nasihat yang beliau berikan agar dapat meresap di hati siswa yang selanjutnya dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

i. Pendekatan secara individu kepada siswa

(23)

menjelaskan, “Siswa disini beraneka ragam, ada yang jiwa agamanya kuat

ada pula yang kurang, ada yang patuh dan ada yang nakal. Nakal itu pun ada takarannya untuk masing-masing individu”38

Adanya siswa yang heterogen ini menuntut guru untuk menyesuaikan pemecahan masalah apa yang harus dilakukan.

Ibu Sumarmi menjelaskan bahwa:

Untuk mengatasi problem siswa saya selalu menggunakan pendekatan secara pribadi. Saya tidak pernah memarahi siswa yang melanggar akan tetapi lebih kepada pendekatan emosi anak dengan cara memujinya terlebih dahulu kemudian memberikan wejangan. Memberikan rangsangan kepada anak dengan mengelus kepala agar wejangan tersebut bisa masuk kedalam pikiran dan hati anak39. Pernyataan ini didukung oleh observasi peneliti saat berpapasan dengan ibu Sumarmi. Saat itu ibu Sumarmi sedang berbincang-bincang dengan salah satu siswa yang ternyata melanggar peraturan. Keadaan yang sama juga terlihat saat peneliti observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan bapak Romadhon di kelas VIII-E pada tanggal 27 April 2015. Disela-sela siswa mengerjakan soal, bapak Romadhon mendekati salah satu siswa yang terlambat datang da belum mengerjakan tugas. Disini terjadi percakapan kecil tetapi mendalam secara pribadi antara bapak Romadhon dan siswa. Dari percakapan kecil tadi diketahui bahwa siswa memiliki latar belakang keluarga yang kurang orang tuanya berpisah saat dia masih kelas 5 SD, dan dia dititipkan kepada bibinya yang bekerja pagi pulang sore. Bapak romadhon menjelaskan, “Ini adalah contoh anak yang

38Wawancara dengan bapak Waluyo selaku guru BK pada tanggal 13 Mei 2015

39Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

(24)

memiliki latar belakang keluarga bermasalah sehingga anak kurang ada perhatian dan pengawasan, akhirnya karakter anak tumbuh dengan kurang baik.”40 Cara yang dilakukan bapak Romadhon dan ibu Sumarmi merupakan salah satu upaya mereka untuk menanamkan karakter positif melalui emosional siswa, serta mengenal anak secara mendalam untuk menyesuaikan pemecahkan masalah yang harus dilakukan saat anak mengalami masalah baik dari kademiknya maupun dari tingkah laku siswa yang menyimpang dari peraturan .

j. Hukuman yang mendidik bagi mereka yang melanggar

Hukuman merupakan upaya yang dilakukan guru agar anak jera dalam melakukan kesalahan yang disengaja. SMPN 1 Udanawu menerapkan metode hukuman baik secara fisik maupun non fisik. Contoh hukuman secara fisik adalah saat siswa mendapatkan hukuman potong rambut massal bagi siswa putra yang terjadi pada tanggal 24 April 2015 di lapangan sekolah, karena gaya rambut siswa yang bermacam-macam mengikuti gaya artis jaman sekarang. Hukuman secara non fisik adalah dzikir sebanyak 100 kali dimushola dengan diawasi oleh guru mata pelajaran. Guru Pendidikan Agama Islam juga menerapkan metode hukuman bagi siswa yang melanggar. Hanya saja hukuman yang terapkan lebih bersifat mendidik. Bapak Ma’shum menjelaskan. “Hukuman

40Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

(25)

mendidik yang kami terapkan biasanya hafalan surat pendek, tahlil, mengerjakan LKS sampai halaman yang ditentukan guru, dan lain-lain.”41

Hal sama juga dilakukan oleh bapak Romadhon yang saat itu peneliti melakukan observasi di dalam kelas. Siswa yang terlambat disuruh berdiri yang jumlahnya berkisar 10 siswa. Selanjutnya mereka disuruh berdoa secara bergantian dan menghafalkan surat pendek. Hukuman tersebut belangsung kurang lebih lima belas menit yang diakhiri oleh nasihat-nasihat dari bapak Romadhon.

Bila siswa melakukan kesalahan berkali-kali dan hukuman yang diberikan tidak membuat siswa jera, maka guru melaporkan kepada wali kelas untuk diproses lebih lanjut. Bapak Ma’shum menambahkan, “...bila

anak tidak jera, maka saya menyuruh dia untuk menulis surat pernyataan untuk tidak mengulangi kesalahan dengan bertanda tangankan wali murid. Bila masih mengulangi lagi, maka saya serahkan kepada wali kelas.”42

Ketika semua masalah sudah diserahkan seluruhnya kepada wali kelas, biasanya wali kelas menindak lanjuti bersama guru BK untuk diberikan peringatan sampaipada pemanggilan orang tua atau bahkan sampaiada keputusan yang disepakati oleh kepala sekolah.

k. Hadiah

Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Udanawu Blitar menerapkan metode hadiah di kelasnya. Sama halnya dengan hukuman

41 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 30 April 2015

42

(26)

bagi yang melanggar, hadiah diberikan bagi mereka yang berprestasi. Bapak ma’shum menjelaskan, “Kami menggunakan metode hadiah bagi

mereka yang berprestasi atau mereka yang mematuhi aturan kami.”43

Ada berbagai bentuk hadiah yang diberikan guru kepada siswa, hal ini menyesuaikan prestasi apa yang dicapai oleh siswa. Pak Ma’shum menambahkan, “Saya mewajibkan pemakaian jilbab untuk putri dan peci

untuk putra saat mata pelajaran agama. Bagi mereka yang menutup aurat sepenuhnya, saya memberi hadiah berupa nilai 85, sedangkan yang tidak tertutup cukup 70 saja”.44 Begitu pula yang dilakukan bapak Romadhon saat memberikan hadiah bagi mereka yang berhasil menyelesaikan tugas dengan waktu. Seperti yang dikatakan bapak Romadhon, “Reward itu

penting, sebagai bentuk penghargaan kepada mereka yang berhasil menyelesaikan segala sesuatu secara maksimal. Saya menggunakan sistem nilai untuk memberikan rewardkepada mereka.”

Metode hadiah juga diberikan guru dengan bentuk fisik. Peneliti melakukan observasi saat ikut masuk kelas pelajaran bapak Ma’shum

dikelas IX-G, observasi tersebut menunjukan bahwa bapak Ma’shum memberikan hadiah nominal secara fisik kepada siswanya yang berpartisipasi mengikuti lomba-lomba dalam peringatan hari Kartini di sekolah. Bapak Ma’shum memanggil siswa-siswa yang mengikuti lomba

kemudian memberikan uang saku kepada masing-masing siswa disertai

43 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 23 April 2015

44

(27)

sorakan dari siswa yang lain. Bapak Ma’shum menjelaskan, “hadiah yang

saya berikan ini tujuan utamanya adalah menambah semangat kepada siswa untuk berusaha lebih baik lagi. Selain itu sebagai bentuk menghargai usaha yang dilakukan siswa”.45

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam upaya penanaman karakter

religius siswa di SMP Negeri 1 Udanawu

a. Faktor pendukung

1) Komitmen kepala sekolah

Kepala sekolah merupakan pusat yang mengatur seluruh program kegiatan sekolah. Sebagai poros terhadap terlaksana atau tidaknya kegiatan sekolah, maka kepala sekolah SMP Negeri 1 Udanawu Blitar berkomitmen untuk mewujudkan seluruh kegiatan sekolah yang telah diprogramkan, sebagaimana bapak Sulistyono memaparkan:

“Kami selalu berkomitmen bahwa seluruh program sekolah selama setahun harus terealisasikan dengan pembagian anggaran dana yang telah dirinci sebelumnya. Maka bila ada salah satu program tidak terlaksana, maka dana anggaran dana tidak terpakai. Kegiatan yang direalisasikan bahkan yang berada dilur program yang sifatnya insendental.46”

Komitmen yang dimiliki oleh kepala sekolah ini membantu dalam penanaman karakter religius, karena program-program yang di rencanakan selama satu tahun salah satunya adalah kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilaksanakan secara rutin. Seperti pondok

45Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guruPendidikan Agama Islam kelas IX

pada tanggal 23 April 2015

(28)

Romadhon, kurban pada hari raya Idul Adha, PHBA serta kegiatan keagamaan yang lain.

2) Wali Murid

Di SMP Negeri 01 Udanawu pihak sekolah selalu berusaha untuk menjaga hubungan komunikasi dengan orang tua demi tercapainya tujuan pembelajaran disekolah. Sebagaimana diutarakan oleh ibu Sholikah selaku waka kurikulum. “Kami selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan wali murid, karena waktu paling banyak yang dilalui siswa adalah bersama keluarga”47. Demi menjaga hubungan tersebut, maka saat pengambilan raport siswa, kepala sekolah memberikan wewenang kepada wali kelas atau guru senantiasa menghimbau kepada orang tua untuk memantau segala perkembangan dan aktifitas anak. Begitu pula saat penerimaan siswa baru sampai pelepasan siswa yang mana wali murid diwajibkan hadir, disitu pula berbagai himbauan juga diutarakan kepada wali murid.

Ibu Sholikah menambahkan bahwa:

Berbagai upaya untuk berkomunikasi dengan wali murid telah kami lakukan, seperti saat penerimaan siswa baru, kami menghimbau wali murid untuk memantau anaknya, juga saat pengambilan rapot yang kami serahkan kepada wali kelas sampai pada pelepasan siswa, tak henti-hentinya kami memberikan himbauan kepada wali murid. Maklum, jaman sekarang tidak sama dengan jaman dahulu, termasuk pada cara hidup, pergaulan sampaikegiatan anak yang tidak lepas dari arus perkembangan jaman.48

47

Wawancara dengan ibu Sholikah selaku waka kurikulum sekolah pada tanggal 17 April 2015

48Wawancara dengan ibu Sholikah selaku waka kurikulum sekolah pada tanggal 17 April

(29)

Guru Pendidikan Agama Islam juga menjalin hubungan baik dengan orang tua untuk menanamkan hingga memupuk karakter religius kepada siswa.

Sebagaimana bapak Ma’shum menjelaskan bahwa:

Kami meminta orang tua untuk memasukan anaknya ke madrasah diniyah di sekitar lingkungannya, dan itu sifatnya wajib. Dengan memberikan buku kendali siswa kepada masing-masing orang tua yang isinya berbentuk daftar hadir siswa mengikuti MADIN. Ditandatangani oleh guru MADIN serta orang tua, yang di cek secara bekala setiap ada mata pelajaran Agama di sekolah.49

Kebijakan ini mendapat respon positif oleh ibu Endang Sujalmi. Beliau wali murid dari Umi Asih, siswa kelas VII. Sebagaimana ibu Endang mengatakan:

Saya sangat mendukung program ini. saya lakukan program ini dirumah dengan teratur dengan senantiasa memantau kegiatan anak saya. Teguran dan nasihat pasti saya sampaikan bila anak lupa waktu saat sholat atau saat masuk MADIN. Saya berharap anak saya tidak tenggelam pada perkembangan zaman tanpa keteguhan iman.

Meskipun demikian, masih ada beberapa siswa yang kurang mencerminkan sikap religius. Ini dikarenakan latar belakang keluarga siswa atau dari kurang pengawasan orang tua.

Sebagaimana yang di utarakan oleh bapak Romadhon bahwa: Sebenarnya semua orang tua mendukung. Hanya saja orang tua yang sibuk sehingga pengawasan kepada anak kurang. Mayoritas anak yang nakal disini adalah anak yang orang tuanya

broken home atau ditinggal orang tuanya bekerja jauh hingga dia

49 Wawancara dengan

(30)

hanya mendapatkan pengawasan dari orang yang dipasrahkan oleh orang tuanya.50

Hubungan kerjasama antara sekolah dan wali murid juga terealisasikan dalam bentuk kegiatan yang telah diprogramkan sekolah. Bapak Sulistiyono mengatakan bahwa:

Kerjasama dengan wali murid juga terealisasikan dalam bentuk pembiayaan agar kegiatan berjalan lancar. Seperti permohonan bantuan dana kurban untuk idul adha dan zakat, pengawasan terhadap siswa dalam bentuk buku pengendalian kegiatan saat bulan romadhon yang tujuan akhirnya adalah mengetahui apakah anak berpuasa, tadarus dan tarawih. Kami juga mengundang wali murid pada beberapa kegiatan sekolah.51 Seluruh orang tua mendukung kegiatan sekolah dengan berpartisipasi demi kelancaran proses pelaksanaan. Respon positif yang diberikan wali murid kepada sekolah merupakan faktor pendukung bagi pelaksanaan penanaman karakter religius siswa agar tercapai secara optimal sesuai dengan harapan.

3) Guru beserta karyawan

Guru beserta karyawan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penanaman karakter religius siswa. Di SMP ini, guru dan karyawan sangat mendukung pada penanaman karakter religius ini. Berbagai upaya telah dilakukan sebagai bentuk dukungan penanaman karakter religius ini. Sebagaimana diungkapkan oleh ibu Sumarmi selaku guru Agama Islam kelas VII, “ dulu guru-guru

kurang memiliki dukungan terhadap penanaman karakter religius,

50Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

pada tanggal 30 April 2015

(31)

tetapi alhamdulillah lambat laun mereka mendukung usaha kami, berbagai bentuk dukungan mereka kerahkan. Seperti panitia peringatan hari besar keagamaan, guru yang beragama Islam mayoritas berbaju tertutup dan lain sebagainya”52.Hal tersebut juga diutarakan oleh ibu Lia Fitriani selaku karyawan tata usaha di SMPN 1 Udanawu, “Seluruh karyawan putri alhamdulillah seluruhnya

berjilbab. dari pihak guru yang beragama Islam, hanya 2 orang yang tidak berajilbab”53.

Seperti yang peneliti sampaikan diatas, bahwa berbagai upaya dilakukan guru Agama Islam untuk menarik perhatian serta dukungan dari guru, sampai ada berbagai penolakan serta tidak ada respon dari guru dan karyawan. Namun sekarang, semua guru telah mendukung upaya ini dan ikut berperan dalam penanaman karakter religius.

Sebagaimana di ungkapkan oleh ibu Lia Fitriani bahwa:

Saya sangat mendukung penanaman karakter religius disekolah. Bentuk dukungan tersebut juga melihat dengan posisi kami sebagai karyawan yang tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran, kami hanya berusaha melayani dengan senantiasa senyum, sapa dan salam kepada warga sekolah, sesekali menegur dan mengingatkan siswa yang kurang beradab dan lain-lain mbak54.

Seluruh karyawan telah memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya dukungan dalam penanaman karakter religius, kesadaran

52Wawancara dengan ibu Sumarmi selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VII pada

tanggal 18 Mei 2015

(32)

itu muncul karena adanya dorongan untuk senantiasa taat melaksanakan perintah Allah.

Ibu Lia menjelaskan sebagaimana berikut:

Pemakaian seragam tertutup ini secara sadar karena motivasi dari kami sendiri, tanpa ada paksaan dari siapapun. Kami hanya berusaha melaksanakan perintah Allah tanpa menunngu masa tua. Dengan upaya ini diharapkan dapat menjadikan teladan juga bagi para siswa. Adakalanya sebelum kita menyuruh siswa untuk berbuat baik, alangkah baiknya perbaiki diri dulu apa yang ada pada kita.55

Sedangkan yang peneliti amati melalui observasi sampai beberapa hari terakhir, memang dari karyawan sekolah seluruhnya menggunakan seragam tertutup. Hal ini membuktikan bahwa dari guru dan karyawan memberikan dukungan terhadap upaya penanaman karakter religius di sekolah.

4) Dinas Pendidikan

Sebagai lembaga besar yang menaungi seluruh kegiatan pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar bekerja sama dengan Departemen Agama Kabupaten Blitar mengeluarkan peraturan yang sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan karakter terutama karakter religius. Hal ini diterima secara positif oleh kepala sekolah SMP Negeri 01 Udanawu merealisasikannya kedalam kegiatan pembelajaran. Kebijakan yang dikeluarkan oleh departemen agama yakni setiap sekolah umum wajib mengadakan Madrasah Diniyah yang tertuang dalam bentuk ekstrakulikuler.

(33)

Hal ini dijelaskan oleh bapak Sulistyono sebagaimana berikut, “Kegiatan Madrasah Diniyah merupakan kegiatan wajib yang

dikondisikan oleh kabupaten, dengan bentuk kegiatan diluar sekolah atau biasa disebut ekstrakulikuler Madrasah Diniyah”56. Dengan mempertimbangkan bila kegiatan ini berbentuk ekstrakulikuler yang berada diluar jam pembelajaran, maka kurang efektif bila harapan seluruh siswa dapat menghadirinya.

Akhir dari hasil rapat antara kepala sekolah dengan guru, dalam tataran praktiknya kegiatan Madrasah Diniyah ini menjadi kegiatan pagi, bukan termasuk mata pelajaran akan tetapi tetap berbentuk ekstrakulikuler yang dilaksanakan diwaktu pagi hari. Sebagaimana beliau menjelaskan, “susah bila kegiatan ini menjadi

ekstra diluar pembelajaran bila harapan semua bisa mengikuti. Sehingga kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari dengan tetap menjadi kegiatan ekstrakulikuler yang wajib diikuti peserta didik”57.

Kegiatan ini disambut positif oleh guru Agama. Bapak Ma’shum juga merasa senang dengan adanya program ini disekolah,

sehingga bila Madrasah Diniyah dijadikan sebagai kegiatan pagi, sudah dipastikan seluruh siswa pasti mengikutinya. Sebagaimana ungkapan beliau, “Dan ini hukumnya wajib bagi seluruh siswa untuk

mengikutinya. Program ini sangat membantu kami dalam upaya

(34)

mencerdaskan siswa dalam baca tulis Al-qur’an serta mendalami kitab-kitab”.58

Madrasah diniyah dilaksanakan dalam bentuk kegiatan pagi untuk setiap kelas dengan tiga jam setiap minggunya. Pengajar yang mengemban sebagai guru madrasah diniyah diambil dari luar yang ahli dalam bidangnya.

Bapak Sulistyono menjelaskan sebagaimana berikut:

Untuk ustadz, kami bekerjasama dengan koordinator MADIN Kecamatan Udanawu. Ini yang kami lakukan bila guru dan karyawan belum mampu untuk membina siswa dalam kegiatan khusus. Maka kami mengambil masyarakat atau pelatih dari luar sekolah sebagaimana kegiatan ekstrakulikuler yang lain. Kerjasama yang terjalin tersebut diharapkan dapat merekatkan hubungan dan memberikan manfaat satu sama lain. Sebagai bentuk terimakasih pihak sekolah kepada ustadz MADIN, maka pihak sekolah memberikan uang saku/ pesangon kepada ustadz pada setiap pertemuannya karena jasa mereka yang telah mendidik siswa.

Sebagaimana diungkapkan oleh bapak Sulistyono bahwa: Disini ustadz MADIN ada 6 orang, untuk pembagian kelasnya, maka masing-masing kelas ada 2 orang ustadz MADIN. Sebagai bentuk terimakasih terhadap jasa mereka, maka kami dari pihak sekolah hanya mampu memberikan pesangon 35.000 setiap pertemuannya.59

Kegiatan ini merupakan bentuk usaha pemerintah kabupaten untuk menanggulangi buta huruf hijaiyah karena kurangnya kesadaran siswa serta orang tua untuk mengikuti MADIN disekitar

58 Wawancara dengan bapak Ma’shum selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas IX

pada 22 tanggal April 2015

(35)

lingkungannya. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah ketika siswa lulus, maka setiap siswa berhak mendapatkan sertifikat MADIN dari kabupaten. Bapak Sulistyono menambahkan, “Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah setiap siswa berhak untuk mendapatkan sertifikat MADIN, dimana sertifikat tersebut nantinya menjadi syarat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di wilayah kabupaten Blitar.”60

b. Faktor Penghambat

1) Media Massa

Seiring dengan perkembangan yang global termasuk didalamnya kebudayaan dan cara hidup yang berpengaruh terhadap pola tingkah laku serta cara berfikir manusia, media cetak dan media elektronik telah berkembang secara pesat dan menjadi kebutuhan primer pada setiap individu. Mereka seakan dimanjakan dengan fitur-fitur yang diberikan oleh alat serba canggih dengan banyak kemudian dalam mengakses berita dari penjuru dunia dan telah menggeser budaya surat-menyurat dalam berkomunikasi jarak jauh menjadi panggilan cepat dengan biaya yang lebih terjangkau.

SMPN 1 Udanawu sebagai sekolah umum yang mayoritas warganya baik dari guru, karyawan, serta siswa mengikuti perkembangan, juga turut mengambil posisi untuk menikmati kecanggihan masa kini. “seluruh guru menggunakan media elektronik

(36)

untuk kepentingan tertentu dan browsing internet, ada beberapa yang masih konsisten memesan majalah pendidikan dan koran untuk mengetahui kabar masa kini”.61Tutur ibu Sholikah.

Banyak dampak positif yang dapat diambil bila pemakai bisa memposisikan perkembangan dengan mengambil manfaat yang baik, seperti guru-guru yang menggunakan ini sebagai salah satu alat untuk menambah wawasan pengetahuan masa kini yang nantinya dapat dijadikan sebagai tambahan sumber belajar saat guru menyampaikan materi. Namun untuk siswa masih dikatakan rawan bila mereka memianfaatkan media ini, karena umur siswa berada pada masa-masa serba ingin tahu dan mencoba hal baru. Hal lain karena bila barang-barang itu terbawa maka akan mengganggu proses dan tujuan pembelajaran di sekolah.

Antisipasi dampak negatif dari perkembangan ini pihak sekolah memiliki kebijakan untuk melarang siswa membawa handphone sebagai media elektronik dan majalah, tabloid dan serta novel untuk non elektroniknya. Ibu Sholikah menuturkan, “ kebijakan yang kami berikan kepada siswa untuk menyikapi hal ini adalah siswa dilarang barang elektronik, majalah, novel,dan tabloid kedalam lingkungan sekolah”.62

kebijakan itu sudah berlangsung lama sejak handphone marak ditangan masyarakat sekitar tahun 2004 hingga sekarang yang mengalami perkembangan yang progres. Antisipasi ini diberlakukan untuk seluruh

61

Wawancara dengan ibu Sholikah selaku waka kurikulum pada tanggal 15 Mei 2015

(37)

siswa dan dilakukan pemeriksaan secara berkala oleh guru BP dan wali kelas.

Ibu Sholikah menambahkan bahwa:

Pemeriksaan dilakukan secara kondisional tanpa jadwal yang terstruktur. Agar siswa berlaku wajar tanpa menutupi keseharian yang mereka bawa. Dari pemeriksaan tersebut kami pernah mendapatkan handphone siswa. Setelah kami mengecek file didalamnya, ada gambar tidak senonoh. Inilah yang kami khawatirkan bila tidak ada pengawasan secara ketat, kami tidak ngn menciptakan siswa yang memiliki karakter negatif. Yang jelas, tujuan kami adalah menciptakan jiwa religius dan nasionalis kepada siswa serta dapat menempatkan perkembangan media ke tempat yang tepat.63

Setelah mendapati barang rampasan dari siswa yang melanggar peraturan, maka konsekuensi yang harus diterima siswa adalah penahanan barang selama dia dinyatakan lulus dari sekolah. Lanjut beliau“ barang rampasan menjadi tawanan sekolah. Bila satu sampaidua

kali siswa mengulangi, maka ada surat peringatan dan panggilan orang tua. Bila melakukan kesalahan lagi maka siswa dikeluarkan”64. Demikian ibu Sumarmi menjelaskan terkait antisipasi perkembangan media elektronik maupun nonelektronik. Seluruh upaya ini pihak komite dan guru lakukan tidak lain adalah agar tujuan pembelajaran tercapai serta tercipta budaya yang tidak ketergantungan terhadap alat elektronik dan tercipta kenyamanan di sekolah dengan tetap mempertahankan loyalitas dalam IMTAQ dan IPTEK.

(38)

2) Teman sejawat

Teman merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap karakter siswa, utamanya terhadap pembentukan karakter religius. Bersama teman sejawat banyak waktu yang dilalui siswa dalam berbagai aktifitas. Teman sejawat atau familiar disebut sahabat banyak memberikan dampak terhadap siswa, baik dari dampak positif maupun dampak negatif. Bapak Romadhonmenjelaskan, “Mayoritas terbentuknya karater siswa itu karena dipengaruhi oleh lingkungan dan teman bermain. Iya kalau dapat teman yang membawa dampak positif, kalau negatif?ini yang bahaya”65.

Di SMPN 1 Udanawu, guru menyerahkan sepenuhnya terhadap pengawasan orang tua terkait dengan pergaulan siswa dengan temannya. karena sekolah tidak bisa melakukan pengawasan penuh kepada keseharian siswa sehingga hanya himbauan dan nasihat yang bisa dilakukan.

Bapak Sulistyono menuturkan bahwa:

Teman adalah kerabat paling dekat setelah keluarga, atau bahkan teman bisa jadi menggeser peranan keluarga sebagai tempat berkeluh kesah yang lebih dipercaya. Mayoritas siswa menghabiskan waktu bersama teman, apalagi dengan adanya handphone yang memudahkan mereka berkomunikasi tidak mengenal waktu siang dan malam. Oleh karenanya dalam memilih teman harus benar-benar selektif, karena teman dapat memberikan dampak yang negatif baik secara fisik maupun non fisik. Kami hanya bisa menghimbau kepada siswa untuk berhati-hati memilih tman, selanjutnya kami serahkan kepada orang tua untuk mengawasi anaknya dalam pergaulan. Dikhawatirkan bila salah memilih teman akan terjerumus kedalam pergaulan yang merugikan66.

65Wawancara dengan bapak Romadhon selaku guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII

pada tanggal 15 Mei 2015

(39)

Banyak kejadian mengkhawatirkan yang berhubungan dengan salah memilih teman. Seperti yang marak sekarang marak perkenalan melalui dunia maya seperti facebook, twitter, line dan lainnya dimana sebenarnya mereka belum mengenal lebih dekat antara satu dengan yang lainnya, namun begitu mudah percaya sehingga terjadi tindakan kriminal. Ini juga merupakan dampak dari penggunaan media elektronik yang kurang berhati-hati.

Di SMP 1 Udanawu pula pernah terjadi kasus yang menyebabkan siswa dikeluarkan dari sekolah. Latar belakang dari kasus tersebut adalah karena pergaulan dia diluar sekolah.

Bapak Waluyo selaku guru BP menuturkan bahwa:

Disini juga pernah terjadi kasus yang mengakibatkan siswa harus dikeluarkan dari sekolah. Sebenarnya anaknya pendiam dan penurut, hanya saja karena salah memilih teman dan kurang mawas diri, serta kurangnya perhatian orang tua sehingga masalah itu pun terjadi. Saya yakin semua orang tidak mau ada masalah dalam dirinya, hanya saja bila dia kurang berhati-hati sejak awal maka tidak bisa memungkiri hal yang tidak diinginkan akan terjadi.67

menanggapi dari penuturan bapak Waluyo, maka bapak Sulistyono menambahkan:

Adanya kasus siswa bukan berarti sekolah tersebut adalah sekolah umum yang kurang menanamkan pendidikan keagamaan kepada siswa. Dari sekolah yang notabene berbau Islam saya yakin banyak juga kasus-kasus siswa yang menjadi beban sekolah68.

Bila dilihat dari fenomena diatas, memang peran orang tua dalam mengawasi pergaulan anak sangat dibutuhkan, utamanya terhadap

67Wawancara dengan bapak Waluyo selaku guru BK pada tanggal 15 Mei 2015

(40)

pemilihan teman anak yang nantinya apakah dapat megantarkan anak kearah yang lebih baik atau malah sebaliknya. Dalam hal ini orang tua harus benar-benar protect karena seiring perkembangan zaman cara pergaulan remaja juga mengalami perubahan, bahkan lebih mengarah kepada konstruktif terhadap perkembangan moral anak.

B. Temuan Penelitian

Dari seluruh data yang telah peneliti sajikan, tahap selanjutnya adalah reduksi data. Data yang telah peneliti kumpulkan melalui observasi, dokumentasi maupun wawancara akan peneliti kelompokan sesuai dengan fokus penelitian yang telah peneliti tentukan.

1. Temuan yang berkaitan dengan penanaman karakter religius oleh

guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Udanawu Blitar.

Upaya penanaman karakter religius siswa oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Udanawu Blitar dilalkukan melalui beberapa kegiatan, yaitu:

a. Tradisi senyum, sapa, salam

(41)

ketawadu’an siswa kepada guru. Sehingga akan tumbuh rasa patuh

dan hormat serta sopan pada guru.

b. Penggunaan baju tertutup saat mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam .

Saat jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam , guru mewajibkan siswa menggunaan jilbab untuk putri dan kopyah untuk putra. Hal ini bertujuan untuk menghormati mata pelajaran agama serta sebagai upaya menanaman nilai religius kepada siswa untuk menutup aurat. Bagi yang menutup aurat secara penuh maka guru memberikan apresisasi dengan nilai lebih untuk etika. Sedangkan siswa yang hanya setengah-setengah dalam menutup aurat yakni lengan dan lutut yang masih terbuka, untuk etika siswa yang demikian guru memberikan nilai cukup. Kebijakan yang diambil guru Pendidikan Agama Islam Islam ini adalah untuk memotivasi siswa agar secara istiqomah menutup auratnya.

c. Membaca surat pendek dan tahlil sebelum memulai pelajaran

Membaca doa merupakan hal yang lumrah disekolah mana pun untuk memulai kegiatan belajar mengajar. Tetapi membaca surat pendek maupun tahlil adalah kegiatan yang jarang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah manapun.

(42)

jus amma, sedangkan bagi siswa yang sudah hafal dianjurkan untuk membantu teman melancarkan hafalannya. Bagi siswa yang enggan melakukan tutor sebaya, guru menghampiri dan menuntun bacaannya secara individu. Kegiatan ini dilaksanakan sebelum doa awal pembelajaran, guru Agama berkeliling sembari mengecek kelancaran siswa serta mengisi daftar hadir siswa.

Guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri Udanawu Blitar memberikan kebijakan demikian sebagai alasan untuk menumbuhkan semangat belajar siswa dalam membaca al-Qur’an serta agar siswa siap untuk mengikuti kegitan kemasyarakatan utamanya dalam kegiatan keagamaan.

d. Sholat dhuhur berjamaah

Kegiatan sholat dhuhur berjamaah di SMP Negeri 1 Blitar telah lama fakum karena adanya pergantian kurikulum yang mengakibatkan waktu terbatas untuk melaksanakan shalat dhuhur berjamaah. Akibatnya pihak sekolah hanya bisa menghimbau kepada siswa dan pengawasan orang tua untuk melaksanakan shalat dhuhur di rumah masing-masing.

(43)

urusan duniawi. Kegiatan shalat dhuhur berjama’ah ini dilaksanakan

saat jam mata pelajaran sehingga memotong waktu belajar sekitar 10 menit. Ini bukan hal merugikan bagi guru Agama karena yang namanya ilmu agama tidak hanya berbentuk teori belaka tetapi harus tertuangkan dalam pengamalan kehidupan sehari- hari.

e. Ekstra keagamaan Sholawat

Ekstra sholawat merupakan bentuk upaya guru Agama untuk menampung bakat siswa dalam bidang keagamaan. Ekstra sholawat ini dirintis oleh guru agama dan berjalan tiga tahun terakhir ini, dan pada tahun ini ada peningkatan yang signifikan kepada siswa dengan usaha semaksimal mungkin serta dampingan dari guru Agama akhirnya grup sholawat yang bernama Nurul Hadi ini berprestasi dengan mendapatkan juara harapan 2 tingkat SMP/MTs se Kab/Kota Blitar.

Jadwal latihan ekstra sholawat ini adalah hari jum’at pukul 3 sore

setelah ekstra BTQ. Dengan vokal serta beberapa pemain rebana, calti dan alat musik lainnya. Pelatih ekstra sholawat adalah guru kesenian bernama ibu Ani dan pendampingan dari guru agama yakni ibu Sumarmi selaku penanggung jawab ekstra sholawat.

f. Ekstra keagamaan BTQ (Baca Tulis Qur’an)

(44)

banyak siswa yang tidak mengikuti MADIN di rumahnya. Guru agama merasa miris karena banyak siswa yang gagal saat praktik membaca Al-Qu’an Sehingga berangkat dari keadaan tersebut guru Agama berupaya mendirikan ekstra BTQ sebagai jam tambahan untuk siswa mempelajari baca dan tulis Al-Qur’an.

Ekstra ini dilaksanakan pada jum’at pukul 13.00 sebelum ekstra

kulikuler sholawat dengan tenaga bantu dari luar serta pendampingan dari bapak Ma’shum sebagai penanggung jawab. SMP Negeri 1

Udanawu pernah mengirimkan siswa untuk mengikuti lomba SBQ dengan mengambil siswa yang mengikuti ekstra BTQ, dari lomba tersebut telah membawa pulang juara harapan 2 tingkat SMP/MTs se Kab. Blitar. Meskipun hanya sebagai juara harapan, setidaknya ekstra yang masih berumur dini ini dapat menunjukan kemampuannya untuk tampil pada acara besar.

g. Peringatan Hari Besar Keagamaan

SMP Negeri Udanawu Blitar adalah salah satu sekolah yang masih mempertahankan tradisi peringatan hari besar keagamaan. Program ini terealisasikan dalam berbagai bentuk kegiatan. Seperti peringatan Isro’ Mi’roj yang berlangsung pada tanggal 27 Mei 2015

(45)

disiplin, mandiri serta memanfaatkan waktu dengan kegiatan positif. Serta banyak bentuk kegiatan lain untuk peringatan PHBA.

Kegiatan PHBA ini bekerjasama dengan seluruh karyawan, guru bahkan dengan masyarakat dengan lembaga pendidikan lain. Dengan melibatkan seluruh pihak maka diharapkan kegiatan ini juga sebagai ajang untuk mempererat serta menjalin hubungan dan komunikasi yang harmonis kepada semua unsur agar seluruh kegiatan yang diprogramkan sekolah baik saat kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sehingga tercapai nya tujuan pendidikan yang diidam-idamkan.

h. Nasihat dan motivasi sebelum dan sesudah pelajaran

Nasihat dan motivasi kepada peserta didik mutlak diperlukan guna menumbuhkan serta memupuk siswa untuk membawa mereka menjadi pribadi yang baik. Sebagai seorang guru yang diharapkan mampu melahirkan generasi yang beradap serta berakhlak, guru Agama tidak lelah untuk memberikan nasihat dan motivasi kepada peserta didik baik saat jam pembelajaran maupun diluar jam pembelajaran.

(46)

didalam sanubari siswa. Tujuan akhir dari upaya ini adalah agar siswa tergerak hatinya untuk melakukan apa yang harus dilakukan untuk kebaikan dirinya agar dapat menjadikan mereka sebagai insan yang paripurna di zaman yang senantiasa berkembang.

i. Pendekatan secara individu kepada siswa

Selain sebagai tenaga pendidik yang tugas pokoknya menyampaikan ilmu kepada siswa, guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri Udanawu juga memiliki upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa. Masalah ini mencangkup kesenjangan siswa terhadap mata pelajaran agama hingga masalah pribadi siswa diluar pembelajaran.

(47)

j. Hukuman yang mendidik bagi mereka yang melanggar

Hukuman masih berlaku di SMP Negeri 1 Udanawu Blitar. Hanya saja hukuman yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Islam kepada siswa yang melanggar adalah hukuman yang mendidik namun memberikan efek jera. Seperti membaca istighfar di mushola sekolah sebanyak 100 kali, menghafalkan jus ‘amma

sampaimengerjakan LKS sampai selesai. Namun bila hukuman tersebut tidak membuat jera siswa dan siswa masih melakukan kesalahan secara berulang-ulang, maka siswa harus membuat surat pernyataan yang bertandatangankan orang tua sampai panggilan orang tua.

k. Hadiah

(48)

2. Temuan yang berkaitan dengan faktor pendukung dan penghambat

dalam upaya penanaman karakter religius siswa di SMP Negeri 1

Udanawu

a. Faktor pendukung

1) Komitmen kepala sekolah

Kepala sekolah SMP Negeri 1 Udanawu Blitar senantiasa menjaga komitmen terhadap program sekolah. Seluruh program yang telah direncanakan selama setahun senantiasa diupayakan untuk direalisasikan, dengan anggaran dana yang telah disiapkan setiap programnya.

Komitmen kepala sekolah tidak hanya sebatas pada program kegiatan sekolah, bahkan kegiatan yang bersifat insendental juga berusaha diupayakan sebagai tambahan untuk memaksimalkan potensi siswa. Seperti kegiatan keagamaan dan keikutsertaan pada setiap lomba yang diadakan di lembaga lain.

2) Wali

Referensi

Dokumen terkait

pengrajin mebel dalam sistem industri mebel di Kelurahan Tunjungsekar, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang yang berwujud melalui kerjasama antar..

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W3, 2013 The Role of Geomatics in Hydrogeological Risk, 27 – 28

Universitas Bengkulu dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. 4) Kompetensi hubungan tidak berpengaruh positif terhadap kesiapan mahasiswa Jurusan Akuntansi. Universitas Bengkulu

By appropriate additional field measurements, point clouds can be referenced to a common reference systemwith high accuracy,so thatscans effectively share the

pada pemerintah dan hukum tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar. PBB di Kota Banjar sehingga hipotesis ketiga

Finally we can determine the hydrogeological risk in the road network by overlapping the data related to hazard hazard of water invasion , vulnerability to

ABSACCit diukur dengan nilai absolut dari akrual sebelum pajak perusahaan i pada tahun t. Menurut penelitian sebelumnya, persistensi laba dan persistensi akrual perusahaan