• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipe & Size (, 2536K) butaru edisi I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tipe & Size (, 2536K) butaru edisi I"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ta

BKPRN | BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL

taru

ang

BKPRN

buletin

BARCODE

Pengarusutamaan

Gender

dalam penyelenggaraan penataan

ruang dan implementasinya dalam

pengembangan infrastruktur dan

permukiman

Ir. Sri Apriatini

Soekardi, MM

PROFIL

Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)

dalam Pengentasan Kemiskinan

dan Perwujudan Hak Anak

Gender : dari Deinisi

hingga Implementasi

Smarth Growth dalam

Pengembangan Perkotaan

Indigenous Environmental

Knowledge

Membendung Jakarta

Agenda BKPRN

(2)

Dr. Eko Lucky Wuryanto Dr. Ir. Max Pohan Ir. Hermien Roosita Drs. Syamsul Arif Rivai, M.Si, MM.

PENANGGUNG JAWAB

Ir. Iman Soedradjat, MPM. Ir. Deddy Koespramoedyo, M.Sc. Ir. Heru Waluyo, M.Com Drs. Sojan Bakar, M.Sc. DR. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM Ir. Basuki Karyaatmadja

PENASEHAt REDAKSI

DR. Ir. Ruchyat Deni Dj. M.Eng Ir. Iwan taruna Isa M. Eko Rudianto, M.Bus (It)

PEMIMPIN REDAKSI

Aria Indra Purnama, St, MUM.

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI

Agus Sutanto, St, M.Sc

REDAKtUR PELAKSANA

Ir. Melva Eryani Marpaung, MUM.

SEKREtARIS REDAKSI

Indira P. Warpani, St., Mt., MSc

StAf REDAKSI

Ir. Dwi Hariawan, MA Ir. Gunawan, MA Ir. Nana Apriyana, Mt Wahyu Suharto, SE, MPA Ir. Dodi S Riyadi, Mt Ir. Indra Sukaryono Endra AtM, St, MSc Hetty Debbie R, St. tessie Krisnaningtyas, SP Listra Pramadwita, St, Mt, M.Sc Ayu A. Asih, S.Si

Marissa Putri Barrynanda, St

KooRDINASI SIRKULASI

Supriyono S.Sos

StAf SIRKULASI

Dhyan Purwaty, S.Kom Alwirdan BE

Penerbit: Sekretariat tim Pelaksana BKPRN Alamat Redaksi: Gedung Penataan Ruang dan SDA, Jl. Patimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 telp. (021) 7226577, fax. (021) 7226577 Website BKPRN:http://www.bkprn.org Email:[email protected] dan redaksi [email protected]

redaksi

Salam damai untuk pembaca setia Butaru..

Di awal tahun 2011 ini Buletin tata Ruang kembali pada edisi pertamanya. Jika sebelumnya buletin ini membahas tentang Ruang untuk ekonomi Masyarakat, maka pada edisi ini Butaru mengangkat topik Pengarusutamaan Gender dalam Penyelenggaran Penataan Ruang dan Pengembangan Infrastruktur dan Permukiman. Pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) merupakan sebuah strategi untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak tercapainya kesetaraan dan keadilan gender (marginalisasi, stereotype, subordinasi, kekerasan dan beban ganda). Saat ini disadari, kebijakan pembangunan yang belum efektif dalam mengimplementasikan relasi gender dan mengarahkan kesenjangan gender akan mengakibatkan akan terbatas efektiitas dampak dari pelaksanaan pembangunan tersebut.

Dalam topik Utama edisi kali ini, redaksi mencoba untuk mengangkat tema seperti Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak di Indonesia, dimana pembangunan kota dan kawasan permukiman saat ini kurang maksimal memperhatikan keberadaan dan kenyamanan bagi pertumbuhan anak. topik utama lainnya adalah Gender dari Deinisi hingga Implementasi.

Pada Proil Wilayah dengan judul Kota Pahlawan, Menuju Kota Meropolitan yang Produktif dan Berkelanjutan. Buletin ini juga mengangkat tulisan Prof. Budhy tjahyati tentang tata Kelola Pemerintah yang cerdas (Smart Growth).

tokoh kali ini menampilkan seorang pemerhati pengarusutamaan Gender Ir. Sri Apriatini S, Mt yang akan mengungkapkan berbagai gagasannya, agar semua stakeholder dapat lebih memberi perhatian tentang pentingnya kesataraan gender dalam mencapai sasaran yang diinginkan dalam penyelenggaraan penataan ruang dan terwujudnya pembangunan infrastruktur dan permukiman yang tepat sasaran dan eisien.

Pada rubrik wacana kali ini, akan dilontarkan sebuah pandangan terkait rencana pembangunan mega bendungan di Jakarta.

tulisan dalam Butaru ini ditulis oleh para penulis yang memiliki pengalaman yang panjang dibidangnya dengan tema-tema yang menarik, sehingga diharapkan pembaca dapat memperkaya wawasan.

Selamat membaca

(3)

PROFIL TOKOH

Ir. Sri Apriatini Soekardi, MM

Staf ahli antar lembaga kementerian PU

PROFIL WILAYAH

Kota Pahlawan

Menuju Kota metropolitan yang produktif dan berkelanjutan

oleh : Redaksi Butaru

TOPIK UTAMA

Kabupaten / Kota Layak Anak (KLA)

(KLA) dalam Pengentasan

Kemiskinan dan Perwujudan Hak Anak

oleh : oleh: Dra. Lenny N Rosalin, M.Sc

TOPIK UTAMA

Gender dari Deinisi hingga Implementasi

oleh : Redaksi Butaru

TOPIK LAIN

Smart Growth dalam Pengembangan Perkotaan

oleh: Prof. Budhy tjahjati S. Soegijoko

TOPIK LAIN

Indigenous Environmental Knowledge for Use of and Managing Tropical Natural Resources: A Case Study on Baduy, Aru, and Balinese’s Subak Tribe Communities

oleh: H. Maman Djumantri,

WACANA

Membendung Jakarta: Solusi atau Sensasi

AGENDA

Agenda Kerja BKPRN Januari - Februari 2011

04

10

16

19

22

26

33

37

sekapur

sirih

Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarakatuh,

Selayaknya kita panjatkan puji syukur ke hadirat tuhan Yang Maha Kuasa atas kesempatan yang selalu diberikan kepada kita untuk terus berkarya, dan Buletin tata Ruang masih diberi kesempatan untuk hadir kembali dalam edisi penerbitan pertama di tahun 2011.

Perkembangan tata ruang saat ini dan masa datang tentunya dipenuhi dengan berbagai kendala dan tantangan, tapi bagaimanapun penataan ruang harus mampu memberikan manfaat dan keberpihakan pada berbagai stakeholder dan masyarakat. terkait

dengan hal tersebut, Buletin tata Ruang pada edisi kali ini mencoba menampilkan tema “Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Implementasinya dalam Pengembangan Infrastruktur dan Permukiman”.

Mewujudkan kesetaraan gender sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJPN telah menjadi salah satu tujuan yang akan dicapai dalam RPJMN 2010-2014. Lebih operasional lagi, Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 telah memerintahkan kepada seluruh kementerian/lembaga serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender ke dalam siklus manajemen, yakni perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program yang berperspektif gender di seluruh aspek pembangunan.

Pengarusutamaan gender ini telah menjadi komitmen semua Kementerian dan Lembaga Pemerintah untuk menerapkan strategi tersebut dalam setiap penyusunan kebijakan, perencanaan dan penganggaran, serta implementasinya melalui program dan kegiatan. Konsep setara dan adil gender harus benar-benar menjadi pegangan dalam setiap tahapan kegiatan.

Penataan ruang memiliki peranan penting dalam penyelenggaran pembangunan yang merata dalam suatu wilayah dan berpengaruh terhadap terwujudnya pembangunan infrastruktur dan permukiman yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Strategi PUG diharapkan adalah menjadi salah satu strategi dalam penyusunan rencana tata ruang dan program pembangunan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan program pembangunan tepat sasaran dan dapat mewujudkan anggaran yang eisien.

Harapan kami, penataan ruang bisa memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan wilayah, pembangunan infrastruktur dan permukiman serta upaya pengentasan kemiskinan, sehingga keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia dapat tercapai.

Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum Selaku Sekretaris tim Pelaksana BKPRN

Ir. Imam S. Ernawi, MCM, M.Sc

(4)

(Staf Ahli Antar Lembaga Kementerian PU)

Penyelenggaraan Penataan Ruang

dan Pengembangan Infrastruktur

dan Permukiman

Ir. Sri Apriatini

Soekardi, MM

Dalam upaya pencapaian pembangunan yang tepat sasaran dan pencapaian tujuan MDGs, konsep setara dan adil gender harus benar-benar menjadi pegangan dalam setiap tahapan kegiatan di Kementerian-kementerian terutama terkait Pembangunan. Dimana setara berarti seimbang relasi antara laki-laki dan perempuan (dan orang lanjut usia, anak-anak di bawah umur, orang dengan kebisaan berbeda/difable, serta orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi). Sementara adil dapat diartikan sebagai tidak adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan lain-lain.

Butaru : Menurut Ibu, apa yang mendasari pentingnya perspektif gender menjadi salah satu pendekatan dalam perencanan dan pembangunan di Indonesia?

Yaah, pertama isu gender ini sudah mendunia, dan sudah banyak konvensi-konvensi internasional yang merespon tentang ketimpangan gender. Sudah banyak yang dilakukan oleh negara-negara di dunia dan konvensi-konvensi internasional, dan hal tersebut juga dirasakan oleh pemerintah Indonesia. Ketimpangan gender ini ternyata dirasakan oleh pemerintah Indonesia, karena dengan demikian pemerintah Indonesia terus meratiikasi konvensi hukum internasional tentang diskriminasi yang di kenal dengan konvensi CEDAW yang sejalan dengan UU no.7/1984 tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

Bagi kementerian dan lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang terlibat aktif dalam upaya mengimplementasikan strategi Pengarusutaman Gender (PUG), sosok Sri Apriatini Soekardi sudah tidak asing lagi. Beliau saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum bidang antar lembaga dengan latar belakang pendidikan bidang Perencanaan Wilayah Kota dan melanjutkan S2 di bidang manajemen. Sebagai Ketua tim Pokja PUG di Kementerian PU, beliau aktif melakukan kegiatan-kegiatan dalam upaya percepatan perwujudan Strategi PUG di Kementerian PU dalam tiga tahun belakangan ini, agar dalam setiap penyusunan kebijakan, perencanaan dan penganggaran, serta impelementasinya melalui program dan kegiatan telah responsif gender. Lebih lanjut, beliau dan tim di Kementerian PU juga aktif bersama-sama dengan Kementerian lain dalam berbagai kegiatan PUG. Untuk lebih mengetahui kiprahnya dalam Pengarusutamaan Gender ini, redaksi BUtARU telah beranjang kesana, berdialog bersama beliau. Berikut ini kami sajikan hasil wawancara tersebut.

(5)

Kedua, dengan meratiikasi kebijakan global itu otomatis pemerintah Indonesia mengikatkan diri untuk melakukan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan kemajuan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan sebagai tindak-lanjutnya antara lain dikeluarkannya Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan nasional. Kemudian juga dibuat peraturan-peraturan pemerintah lainnya misalnya yang diprakarsai oleh Kementrian Keuangan, dan lain-lain, sampai kepada inpresnya, yang intinya mengarahkan kita untuk melakukan perspektif gender di dalam proses pembangunan.

Jadi sudah menjadi kewajiban seluruh kementerian dan lembaga, yaah termasuk PU, untuk mengintegrasikan pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan program pembangunannya, bila kita ingin menjadi bangsa yang lebih maju dan dapat berkiprah di dunia internasional. Negara lain sudah melakukan hal ini. Jadi kalau kita tidak menyesuaikan diri maka kita tidak akan maju.

Butaru : Ketika pertama kali Ibu mengemukakan pengarusutamaan gender, apa sebenarnya yang menjadi visi dan misi Ibu?

Ketika mendapat tugas dari Pak Menteri PU sebagai ketua tim PUG-PU, untuk memfasilitasi pelaksanaan pengarusutamaan gender dilingkungan PU, saya mempunyai beban untuk melaksanakannya; karena saya harus bekerja bersama tim ini, bagaimana kami dapat memberikan fasilitasi dalam mewujudkan penyelenggaraan infrastruktur ke-PU-an yang responsif gender itu. Jadi visi kami adalah bagaimana dengan fasilitasi ini dapat terwujud penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman yang responsif gender.

Kalau misinya sendiri tentunya paling tidak ini ada 2 (dua); pertama, bagaimana meningkatkan pengintegrasian

perspektif gender ini ke dalam internal budaya kerja di lingkungan PU, dengan

kata lain supaya perspektif gender ini membudaya. Yang kedua meningkatkan integrasi perspektif gender ini ke seluruh proses penyelenggaraan pembangunan infrastruktur PU dan permukiman sehingga menghasilkan infrastruktur PU dan permukiman yang responsif gender. Jadi intinya ada 2, yang pertama, di internal PU sendiri, yang kedua, kita yang punya tugas menyelenggarakan infrastruktur PU untuk masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dalam setiap prosesnya sudah mengintegrasikan responsif gendernya.

Butaru : Menurut Ibu, bagaimana konsep gender dan pengarusutamaan gender bagi lembaga pemerintah dan non pemerintah?

Kalau konsep gender dan konsep pengarusutamaan gendernya sendiri sih untuk pemerintah dan non pemerintah sama, seharusnya sama. Hanya kalau untuk kementerian dan lembaga pemerintah itu kita punya Inpres, diatur oleh Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Jadi khususnya untuk pemerintah itu memang sudah diperintahkan. tapi konsepnya sendiri sama saja, bahwa konsep gender itu sendiri intinya adalah perbedaan peran dan tanggung-jawab laki-laki dan perempuan akibat ada hubungan sosial di masyarakat. Jadi tolong dipahami, bukan karena aspek biologisnya yah, tapi karena ada relasi sosial yang menyebabkan laki-laki dan perempuan itu punya peran dan tanggungjawab yang berbeda.”

Dan ingat yah, bahwa konsep gender ini bukan semata-mata antara laki-laki

Pengarusutamaan Gender

(PUG) adalah strategi

yang dibangun untuk

mengintegrasikan gender

menjadi satu dimensi

integral dari perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi

atas kebijakan dan

program pembangunan

nasional.

dengan perempuan saja, tetapi juga laki-laki dan perempuan menyangkut anak-anak di bawah umur, kemudian orang-orang lanjut usia atau kelompok orang-orang yang mempunyai kebiasaan yang berbeda yang difabel dan juga orang-orang yang mempunyai tingkat ekonomi yang kurang mampu.. Jadi gender ini banyak sekali, tidak hanya laki-laki dan perempuan, tapi juga laki-laki dan perempuan apa, yang bagaimana. ternyata masuk dalam setiap strata (kelompok-kelompok)

Butaru : Sebenarnya konsep dari pengarusutamaan gender sendiri itu apa sih, Bu?

Pengarusutamaan gender konsepnya adalah strategi untuk memastikan bahwa apakah laki-laki dan perempuan ini diperlakukan secara adil dan setara di dalam memperoleh kesempatan atau akses dalam ikut berpartisipasi, dalam ikut mengawasi/mengontrol pembangunan atau di dalam menerima atau merasakan manfaat daripada pembangunan itu sendiri. Jadi kata kuncinya adalah setara dan adil, baik bagi laki-laki atau perempuan.”

Butaru : Nampaknya tidak mudah ya Bu, untuk memahami pengarusutamaan gender itu adalah kesetaraan dan keadilan, ini gimana Bu?

(6)

Butaru : Bu Cici, dalam implementasi Inpres No. 9/2000 pengarusutamaan gender, apa saja yang telah dilakukan oleh pemer intah sejauh ini ?

Dalam melaksanakan PUG dimanapun, di kementerian dan lembaga itu memang ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, ada beberapa indikator yang menjadi prasyarat sehingga kita bisa melaksanakan pengarusutamaan gender yang baik. Syarat itu diantaranya adalah adanya komitmen politik dari pimpinan kementerian atau lembaga, yang dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya.

Kemudian juga dari kelembagaan yang ada di kementerian itu, apakah sudah mendukung untuk dilaksanakannya pengarusutamaan gender dengan baik dan mudah. Kemudian tersediakah data yang bisa mendukung peelaksanaan PUG, yang biasa diistilahkan data terpilah. Kemudian bagaimana kita sudah melakukan pembinaan kemampuan/

capacity building di kementerian yang bersangkutan terkait pemahaman tentang PUG, pernahkah dilakukan sosialisasi, pernahkah ada advokasi. Kemudian bagaimana dukungan forum di kementerian dan lembaga ini dalam melaksanakan PUG. Apakah kita telah melakukan workshop atau mungkin di dalam kurikulumnya, apakah ada diklat-diklat, dan/atau forum-forum seperti itu. Di setiap kementerian dan lembaga ini tingkat implementasi ini berbeda-beda, ada yang belum sama sekali, ada yang baru memulai, dan ada yang sudah kelihatan lebih maju daripada yang lain-, dan khususnya di Kementerian PU memang sudah cukup banyak yang dilakukan.

Butaru : Kalau di Kementrian Pekerjaan Umum (PU) sendiri bagaimana, Bu?

Alhamdulillah, cukup menggembirakan.

Pertama dari dari sisi kebijakan, kita sudah dapat komitmen dari Pak Mentri (maksudnya Menteri PU, Red), beliau sudah mencanangkan di depan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bahwa PU berkomitmen untuk melakukan PUG di lingkungan PU, kemudian PUG sudah menjadi salah satu strategi di dalam pembangunan ke-PU-an untuk 5 (lima) tahun kr depan; kemudian ini dilanjutkan lagi dengan perencanaan dan pemrogramannya, misalnya di dalam Renstra PU 2010-2014. Di dalam dokumen anggaran kita, sudah masuk anggaran responsif gender, bahkan PU sudah membuat buku panduan tentang pengintergrasian gender dalam program dan anggaran. Jadi dari sisi perencanaan itu sudah banyak hal-hal yang sudah dilakukan.”

Butaru : Dari sisi kelembagaannya sendiri, bagaimana, Bu?

Kalau dari sisi kelembagaan tentunya kita sudah tahu punya tim PUG yang pengarahnya adalah langsung Bapak Sekjen langsung, jadi memang komitmen PU ini sudah sangat baik. Kemudian kita punya tim pelaksana dan ada tim pendukung pelaksana yang lebih operasional. Bahkan ada pokja-pokja yang bertugas mengakomodasikan pelaksanaan PUG di masing-masing sub-bidang PU; ada pokja tata ruang, ada pokja jalan dan jembatan, pokja cipta karya dan pokja sumber daya air. Pokoknya timnya itu sudah cukup lengkap, artinya seluruh tim PUG sudah masuk ke seluruh jajaran Kementerian PU. Demikian juga dari sisi

Pengarusutamaan gender itu

kata kuncinya ada 2 (dua)

yaitu setara dan adil, baik bagi

laki-laki atau perempuan

Menyamakan persepsi

dan pemahaman tentang

Pengarusutamaan Gender

baik di internal Kementerian

dan antar Kementerian

merupakan tantangan

bersama dalam perwujudan

percepatan pembangunan

yang responsif gender

sarana dan prasarana pendukungnya, kita sudah punya nursery room meskipun masih terbatas, demikian juga taman bermain anak; ini merupakan stimulan bagi perkembangan ke depan, dan ini semua perlu lebih ditingkatkan lagi.

Butaru : Kalau dari sisi pelaksanaannya bagaimana Bu?

Kalau dari sisi pelaksanaan, saya rasa sudah cukup banyak. Bahkan kalau kita lihat kegiatan di keciptakaryaan itu jauh sebelum Inpres nomor 9/2000 sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang responsif gender, walaupun itu belum dinyatakan sebagai kegiatan yang responsif gender. Kegiatan Cipta Karya sebelum Inpres 9/2000, dari mulai perencanaannya sudah melibatkan sejumlah perempuan dan laki-laki, dan langsung berhubungan dengan masyarakat. Kegiatan-kegiatan PNPM mandiri perkotaan, Pembangunan Prasarana Infrastruktur Perdesaan, PISEW, Pamsimas dan lain-lain, bila dibaca ringkasan kegiatannya sebenarnya merupakan kegiatan yang sudah responsif gender, dimana dalam perencanan dan pelaksanaannya jumlah pelibatan perempuan yang lebih banyak sudah dijadikan tolok ukur.

Butaru : Kira-kira berapa sih jumlah perempuan yang ikut?

(7)

Dalam penyusunan RTRW,

pelibatan perempuan dan

laki-laki dalam menyusun

rencana tata ruang akan

sangat mewarnai kepada

hasil rencana tata ruang

yang jadinya nanti. Lebih

jauh, Perda-nya yang

dihasilkan nanti warnanya

juga akan berbeda bila

pelibatan yang seimbang

antara perempuan yang

sudah seimbang dengan

laki-laki

Mungkin akan terlihat jelas di dalam merencanakan detail tata ruang

khususnya kalau kita merencanakan ruang terbuka hijau (RtH). Perempuan dan laki-laki bisa memanfaatkan secara bersama-sama dalam ruang terbuka hijau itu. Dan dimana saja lokasinya, saya pikir kalau pelibatan perempuannya lebih seimbang hasilnya akan lebih bagus. Dan juga pelibatan pada saat penyusunan rencana tata ruang itu sangat penting; semakin banyak pelibatan perempuannya, saya rasa bagus sekali tata ruangnya itu di masa depan. Dan karena tata ruang ini selalu produk bersama, bukan produknya DJPR (Ditjen Penataan Ruang). Jadi memang resikonya semua yang terlibat itu harus mempunyai pemahaman yang sama. Jadi semua pihak terkait penyelenggaraan penataan ruang baik di puat dan daerah mempunyai pemahaman yang sama terkait penyusunan RtRW, RDtR, pengaturan zonasi yang responsif gender.

Dengan Inpres PUG, pemahaman responsif gender disamping disosialisasikan ke daerah, juga dapat disosialisasikan kepada BKPRN, jadi sesama instansi BKPRN juga harusnya pemahamannya sama. Jadi tugas DJPR itu cukup berat karena selain substansinya harus responsif gender tapi komunikasinya ini yang juga harus ditingkatkan supaya semua yang ikut memberikan masukkan ke dalam rencana tata ruang itu mempunyai pemahaman yang sama. Institusi Bappenas pastinya sudah responsif, karena semua kebijakan dan strategi responsif gender sudah diatur dari Bappenas.

Butaru : Terdapat kendala dan tantangan apa saja?

Di internal PU sendiri memang masih banyak kendala atau tantangan. Contoh sederhana adalah dalam tiga tahun terakhir CPNS yang masuk ke PU menunjukkan jumlah perempuannya sudah seimbang dengan laki-laki. tantangan kita adalah bagaimana kita membina staf perempuan tersebut supaya bisa berkiprah juga sama dengan laki-laki yang saat ini mendominasi di PU. Demikian juga sarana yang mendukung staf perempuan yang menikah dan punya

anak, jadi fasilitas tempat penitipan anak, parkir khusus wanita ke depannya harus lebih tersedia.

tantangannya ke pembangunan infrastruktur PU yang lebih luas ada dua, yaitu pertama mengenai data terpilah (secara normatifnya adalah data berapa jumlah laki-laki dan perempuan) itu, tapi itu yang kedepannya tidak lagi cocok karena hanya bila sekedar menerapkan jumlah laki-laki dan perempuan, karena kita membangun infrastruktur tidak berdasarkan jumlah laki-laki dan perempuan tapi didasarkan pada kebutuhan dan pada manfaat. Jadi kita harus mempertimbangkan penyediaan fasilitas untuk yang para difable seperti apa, karena itu juga tekait infrastruktur, dimana kita membangun untuk semua kelompok karena tugas kita adalah melayani masyarakat. Jadi yang pertama itu data terpilah yang harus di tindaklanjuti, seperti apa yang cocok untuk Kementerian PU dan Kementerian lainnya, karena pasti tidak sama untuk masing-masing kementerian. tahun ini PU bersama-sama kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sedang melakukan kajian tentang itu. Jadi memang masih dalam kajian data terpilah yang pas untuk PU itu yang seperti apa.

Yang kedua, tantangan pembangunan

di PU itu adalah penetapan indikator. Untuk menganalisa responsif gender kita perlu ada indikator, yaitu indikator responsif gender jalan dan jembatan seperti apa? Misalnya apakah Jalan dan jembatan disebut responsif kalau memenuhi indikator keamanan bagi perempuan yaitu jembatan di atas tanah akan lebih memberi aman bagi perempuan dari pada jembatan di bawah tanah (terowongan). Jadi supaya kegiatan responsif gender di PU lebih fokus dan tidak terkesan mengada-ada, memang memang dibutuhkan indikator dan nantinya ditindak lanjuti dengan pedoman yang lebih jelas. Jadi dapat disimpulkan, kita masih menghadapi tantangan, baik di internal PU maupun antar PU secara keseluruhan.

Butaru : Dalam implementasi tersebut, apakah ada semacam pelaksanaan monitoring? Siapa yang melaksanakannya?

Memang dalam Inpres nomor 9 tahun 2000 itu ditegaskan bahwa kementerian dan lembaga harus melakukan monitoring

dan evaluasi. Yang kami lakukan di sini, monitoring dan evaluasi terhadap unit-unit kerja di Kementerian PU, bagaimana mereka melaksanakan PUG-nya. Kemudian nantinya direkap semuanya dan itu menjadi hasil t dan evaluasi Kementerian PU yang harus dilaporkan ke Presiden melalui Kementerian PPPA.

Butaru : Apa yang di monitor dan apa yang dievaluasi?

(8)

Dalam perwujudan

capacity building,

kegiatan sosialisasi,

workshop, pelatihan dan forum diskusi terus dikembangkan di

Kementerian PU dan juga melibatkan Kementerian/Lembaga lain

dalam peningkatan pemahaman dan kemampuan terkait PUG

keseluruhan yang sudah kita rekap, yang sudah tim kami rekap, itu yang nanti dinilai oleh tim penilai independen secara nasional. Kita di PU, PUGnya seperti apa…

Butaru : Itu sebetulnya pendekatannya lebih ke top down, untuk ke depannya apakah akan lebih bottom up?

Jadi memang sekarang sosialisasinya baru di kementerian PU, padahal itu harusnya sampai ke lingkungan PU yang ada di daerah. oleh karena itu salah satu program kerja 2011-2014 adalah melakukan sosialisasi pemberdayaan masing-masing sampai ke daerah. Itu yang harus kita lakukan. Dan kedua, seperti yang dilakukan Ditjen CIpta Karya kegiatannya apa kan sesuai dengan kebutuhan daerah. Karena mereka kan programnya pemberdayaan masyarakat (terutama masyarakat berpenghasilan rendah)

misalnya kegiatan PPIP yang mencakup 2000 desa. Apa yang dilakukan Cipta Karya itu betul-betul keinginan masyarakat, dan direkap jadi keinginan kabupaten dan kota. Jadi saya pikir bottom-up-nya tuh sudah, hanya memang masih parsial.” Kalau di Bina Marga mungkin waktu di pelaksanan amdalnya telah melakukan, karena amdal juga langsung di lapangan. Kalau pembebasan tanah misalnya itu langsung ke masyarakat, jadi maunya masyarakat telah dipertimbangkan. Demikian juga terkait SDA, telah melibatkan masyarakat petani pengguna air juga. Jadi pendekatan bottom-up

telah dilakukan, walaupun sekarang kelihatannya seperti tidak terstruktur.

Butaru : Sejauh ini bagaimana respon dari berbagai pihak setelah pengarusutamaan gender mulai dilaksanakan?

Saat ini yang menjadi tugas adalah menyamakan pemahaman mengenai responsif gender ini keseluruh lingkungan

PU. Walaupun terasa masih sulit, tetapi dengan adanya komitmen dari pimpinan, dimana ini sangat membantu pokja PUG di PU, saya optimis ke depan akan berjalan lebih baik. Saat ini dirasakan masih ada kesenjangan di antara pimpinan di satminkalnya masing-masing, walaupun responnya telah cukup baik dengan tetap mengirimkan wakil ke pertemuan yang diadakan. Akan tetapi kadang pertemuan tersebut membutuhkan masukan yang konkrit dan pemahaman yang sama untuk ditindaklanjuti, sehingga dibutuhkan pimpinan setingkat eselon II untuk duduk bersama, berdiskusi dan memahami serta menindaklanjutinya di masing-masing bagiannya.

tetapi tidak apa-apa, dengan tugas yang diberikan oleh Pak Menteri, tim pokja akan terus sedikit demi sedikit berkomunikasi dengan satminkal.

Rencananya, saya bersama tim, tahun ini hanya melakukan monitoring dan evaluasi, yang diharapkan satminkal yang bertanggung jawab melakukannya. Jadi diharapkan masing-masing satminkal lebih respon dalam melakukan sosialisasi, forum dan penyusunan kegiatan PUG ini.

Butaru : Oh ya Bu, baru-baru ini Ibu kan mendapatkan penghargaan terkait pengarusutamaan gender, dapat Ibu sedikit ceritakan?

PU ini sudah 3 tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan Anugerah Parahita Eka Praya. Pertama tahun 2008 mendapat Anugerah Parahita Eka Praya tingkat pratama. Kemudian tahun 2009 dan 2010 penghargaan Anugerah Parahita Eka Praya tingkat madya. Ada satu tingkat lagi yaitu utama, kita baru ditingkat madya. Kementerian PU mendapatkan penghargaan, karena dinilai oleh tim Independen Nasional bahwa kita sudah bisa meletakkan dasar-dasar pelaksanaan PUG.

Mungkin kita dilihat sudah punya lembaganya (wadahnya tim PUG), sudah dilihat Pak Menteri, sudah ada pencanangan dan sebagainya, masih dalam yang dasar-dasar sekali. Nah 2009 dan 2010 dianggapnya kita sudah meningkat, dasar-dasar ini sudah mulai tersebar ke seluruh jajaran Kementerian PU. Yang menyebabkan kita ke tingkat madya.

Jadi memang dari hal-hal seperti itu, dari sosialisasi yang sudah sering kita lakukan, walaupun data terpilah belum ada tapi kita sudah melakukan kajian. Hal ini kita sudah dianggap mampu mengembangkan pelaksanaan PUG yang sesuai dengan institusi kita. Diharapkan tahun ini kita bisa naik tingkat lagi.

Yang menerima penghargaan adalah Bapak Menteri yang langsung dari Presiden. Adapun tim PUG PU ini adalah dapurnya dengan bekerjasama satminkal-satminkal yang ada dilingkungan PU terkait data dan informasi, karena kita merekap hasil penilaian itu (dalam format laporan) dan disampaikan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (PPPA). Kementerian PPPA yang mengevaluasi, dan ada tim lagi yang mewawancarai tim PUG PU kita, dan hasilnya menjadi kinerja Kementerian PU.

Butaru : Ibu adalah salah satu yang berperan aktif dalam kegiatan pengarusutamaan gender, bagaimana dukungan lingkungan dan keluarga selama ini ?

(9)

Harapan saya adalah mari kita tingkatkan dukungan dan peran seluruh jajaran kementerian

dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang danpengembangan infrastruktur

dan permukiman yang responsif gender.

pokja dimana kegiatan ini dibagi ke dalam tim-tim pokja yang sebagian adalah merupakan wakil dari satminkal. Jadi pekerjaan dibagi ke semua unit, dan diharpkan mereka yang akan kerja. tugas kita hanya memonitoring saja dan itu dijadikan contoh. Jadi dukungan dari internal sudah baik, walaupun masih ada tantangan.

Keluarga inti saya adalah bertiga yaitu 2 perempuan dan , satu laki-laki. Kalau dari keluarga, terusterang keluarga saya ini termasuk golongan yang demokratis. Jadi saya dan suami bisa membagi tugas di keluarga secara bersama-sama. Buktinya saya bisa sampai sekarang, kalau tidak ada pengertian dari suami bahwa saya responsif terhadap peran perempuan,

mungkin saya akan mengalami hambatan untuk bisa sampai di posisi ini kalau tidak ada dukungan dari suami. Saya rasa salah satu hambatan perempuan kenapa engga bisa naik adalah karena system patria chart di Indonesia dimana laki-laki sebagai kepala keluarga itu sangat kuat. Itu yang mungkin menjadi salah satu yang ada hambatan sehingga perempuan itu tidak bisa dengan mudah mendapatkan apa yang seharusnya dia dapat dengan kemampuan dia. Masih ada yang seperti itu, terutama yang di daerah. Saya bisa mengatakan demikian karena saya sering mengikuti forum-forum diskusi tentang gender dengan kementerian PPPA dan dengan instansi lain, ternyata di daerah seperti itu.

Butaru : Baik Bu Cicik. Barangkali ini pertanyaan terakhir dari kami Bu. Dapatkah Ibu menyampai sebuah harapan dalam melaksanakan tugas pengarusutamaan gender ini Bu?

(10)

Setelah mencapai kemerdekaan, Apa yang akan kita lakukan di dalam membangun Kota Pahlawan?

Kota Surabaya merupakan Kota Metropolitan terbesar setelah Ibu Kota Jakarta, dengan luas wilayah ±33.048Ha atau 33,04 Km² yang dibagi dalam 31 (tiga puluh satu) kecamatan dan 163 (seratus enam puluh tiga) Kelurahan. Kota Surabaya merupakan ibukota Propinsi Jawa timur, yang mempunyai kedudukan geograis pada 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ sampai dengan 112054’ Bujur timur, dengan batas-batas wilayahnya sebelah Utara Selat Madura, sebelah Selatan Kabupaten Sidoarjo, sebelah Barat

Kabupaten Gresik dan sebelah timur Selat Madura.

Pembangunan di Kota Surabaya menunjukan perkembangan yang cukup dinamis dan memacu perkembangan Kota Surabaya sebagai kota metropolitan. Kota Surabaya memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam skala regional maupun nasional, sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam PP 26 tahun 2008 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Nasional (RtRWN), bahwa Kota Surabaya berperan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi sebagai pusat pelayanan produksi, distribusi barang dan jasa dan memiliki prospek perkembangan yang sangat pesat. Selain itu di dalam PP tersebut juga menetapkan Kawasan Perkotaan Gerbangkertosusila yang terdiri dari Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan termasuk di dalam Kawasan Strategis Nasional.

Dengan melihat fungsi Kota Surabaya dan berlandaskan kebijakan dari Pemerintah Pusat, maka pada tahun 2009 PEMKot kota Surabaya telah menetapkan Visi di dalam RtRW

Pada tanggal 10 November

1945 terjadi pertempuran

paling berdarah antara Pasukan

Inggris dan Bangsa Indonesia

di Kota Surabaya, diawali

dengan pemboman Kota

Surabaya oleh Pasukan Inggris

selama 10 (sepuluh) hari secara

berturut. Tentara Indonesia

terus melakukan perlawanan

dengan pasukan Inggris, karena

Bangsa Indonesia ingin mencapai

kemerdekaan,sebanyak lebih dari

20.000 tentara Indonesia tewas

demi mencapai kemerdekaan.

Pertempuran sengit ini

merupakan pertempuran paling

berdarah yang dialami Pasukan

Inggris pada dekade 1940an.

Dengan pertempuran sengit yang

terjadi di Surabaya ini,

maka lahirlah julukan Surabaya

sebagai Kota Pahlawan.

KOTA

PAHLAWAN

Menuju Kota Metropolitan

yang Produktif dan Berkelanjutan

(11)

Kota Surabaya adalah “Menuju Surabaya sebagai Kota jasa yang nyaman, berdaya, berbudaya dan berkeadilan”. Berbagai usaha PEMKot di dalam mewujudkan visi Kota Surabaya tersebut, langka pertama yang menjadi proiritas PEMKot adalah dengan membangun infrastruktur, karena infrastruktur merupakan sektor utama yang dapat menunjang kegiatan ekonomi, pendistribusian barang dan jasa serta membuka daerah- daerah yang terisolir. Langkah berikutnya yaitu meningkatkan pelayanan publik, membuat kebijakan pembangunan yang berkelanjutan, mewujudkan penegakan hukum, dan menjaga kearifan budaya lokal.

Aktivitas perdagangan tidak bisa lepas dari Surabaya, sejak dari jaman Majapahit dan hingga kini, Surabaya merupakan sentra bisnis yang juga dijadikan sebagai pusat investasi para investor asing maupun lokal. Setiap sisi Kota Surabaya tidak lepas dari aktivitas pembangunan, perdagangan barang dan jasa, serta kegiatan bisnis.

Sentra bisnis mulai bermunculan di Kota Surabaya ditandai dengan perkembangan

pusat bisnis di Surabaya timur seperti di kawasan Kertajaya, Mulyosari dan sekitar Sukolil begitu juga di Surabaya Barat dan Selatan seperti daerah HR Muhammad yang ditandai dengan berdirinya sentra bisnis baru, kawasan perkantoran, kawasan ruko, mall mewah, dan bahkan berdirinya Universitas Negeri Surabaya yang ikut meramaikan pembangunan Surabaya.

Mengingat aktivitas pembangunan yang akan meningkat dari tahun ke tahun dan jumlah lahan yang tidak akan bertambah, maka PEMKot sudah saatnya memikirkan bagaimana untuk mensiasati keterbatasan lahan ini ?

Konsep Apa Yang Tepat Di Tengah Kota Pahlawan?

tidak dapat dipungkiri bahwa

pertumbuhan penduduk dan lahan akan terus bertambah di kota, khususnya Kota Metropolitan seperti di Surabaya. Untuk mengandalikan dan mengatasi permasalahan kepadatan bangunan, penduduk, dan kemacetan maka diperlukan langkah yang inovatif. Pengembangan dan pembangunan superblok secara vertikal di dalam satu kawasan yang terdiri dari dari peruntukan hunian, perhotelan, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, kesehatan,

pendidikan, dan dilengkapi dengan sarana untuk pejalan kaki dapat mengakomodir permasalah perkotaan besar yang sering terjadi pada saat ini.

Kota Surabaya adalah

“Menuju Surabaya

sebagai Kota jasa

yang nyaman,

berdaya, berbudaya

dan berkeadilan”.

Kota dengan konsep Superblok

“Kebersamaan

menjadi roh untuk

mewujudkan Surabaya

green and clean”

(12)

Surabaya juga terkenal dengan wisata belanja lokal maupun Nasional. Konsep Shopping Belt yang digunakan di beberapa negara dan kota metropolitan merupakan konsep ruang kota yang dirasakan tepat untuk dapat mengakomodir wisata belanja Kota Surabaya. Selain memberikan nilai estetika dari sebuah kota wisata belanja, Shopping Belt

ini memberikan kesan keteraturan dari sebuah kota dan dapat memberikan daya tarik calon wisatawan yang akan berkunjung ke Kota Surabaya. tingginya calon wisatawan yang akan berkunjung ini tentunya dapat memberikan dampak yang positif bagi aktivitas perekonomian dan sumber pendapatan daerah Kota Surabaya, seperti halnya Bali dimana wisatawan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap PDRB Provinsi Denpasar

Infrastruktur

merupakan suatu rangkaian yang terdiri atas beberapa bangunan isik yang masing-masing saling mengkait dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Infrastruktur bagaikan nyawa bagi setiap wilayah, begitu pula di Kota Surabaya sehingga pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama bagi PEMKot Surabaya.

Jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi merupakan nyawa bagi setiap wilayah, termasuk di wilayah Kota Surabaya, jaringan infraktuktur ini mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi barang dan jasa.

Menurut PP 26 tahun 2008 tentang (Rencana tata Ruang Wilayah Nasional) RtRWN, Pelabuhan tanjung Perak ditetapkan sebagai Pelabuhan Internasional karena memegang peranan penting di lingkungan lokal, Nasional, dan Internasional. Di Pelabuhan tanjung Perak ini terjadi aktiitas tempat bongkar muat barang antar Negara dan antar pulau, aktivitas ekspor-impor, pengangkutan barang, transaksi perdagangan agen perjalanan wisata. Karena letaknya yang strategis, didukung oleh daerah hinterland Jawa timur yang potensial juga merupakan pusat pelayaran interinsulair Kawasan timur Indonesia, Pelabuhan tanjung Perak ini juga dikenal dengan sebutan Lokomotif Indonesia timur. Pelabuhan tanjung Perak telah memberikan suatu kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi dan memiliki peranan yang penting tidak hanya bagi peningkatan lalu lintas perdagangan di Nasional, Jawa timur dan di seluruh Kawasan timur Indonesia, sebanyak 45% aktivitas bongkar muat barang yang akan menuju Indonesia timur berasal dari Pelabuhan tanjung Perak.

(13)

Pelabuhan tanjung Perak terletak di Jln. tanjung Perak timur No.620, Kelurahan Perak timur, Kecamatan Pabean Cantian, Surabaya ini memiliki Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) seluas 5.193,92 Ha yang terdiri dari beberapa dermaga, (tujuh) terminal (terminal Jamrud, terminal Berlian, terminal Nilam, terminal Mirah, terminal Kalimas, terminal Penumpang, dan terminal Ro-Ro), gedung

perkantoran, dan fasilitas lainnya. Dalam masa pembangunan ini, usaha-usaha pengembangan terus dilakukan oleh Pt. Pelabuhan Indonesia III yang bertanggung jawab mengawasi Pelabuhan tanjung Perak ini diarahkan pada perluasan dermaga khususnya dermaga kontainer, perluasan dan penyempurnaan berbagai fasilitas yang ada, pengembangan daerah industri di kawasan pelabuhan, pembangunan terminal penumpang dan fasililas-fasilitas lainnya yang berkaitan dengan perkembangan pelabuhan-pelabuhan modern. Sebagaimana yang direncanakan oleh Pihak Pt. Pelindo III merencanakan melakukan pembangunan dan pengadaan alat berat di terminal Nilam

Untuk menciptakan kawasan

perkotaan yang nyaman,

maka PEMKOT berusaha

menghindari perencanaan

dan pembangunan

kawasan industri besar

yang dapat mencemarkan

udara, oleh karena itu arah

pengembangan

Kota Surabaya tetap

kepada pusat perdagangan

barang dan jasa.

Pada tanggal 12 Juni 2009, Surabaya memiliki landmark baru yaitu Jembatan Suramadu (Surabaya Madura). Jembatan Suramadu ini terdiri dari 2 (dua) sisi lokasi, yaitu dari sisi wilayah Surabaya lokasi ujung jembatan Suramadu berada di Kecamatan Kenjeran dan Kecamatan Bulak yang termasuk di dalam Surabaya Utara, sedangkan untuk wilayah Madura lokasi ujung jembatan SURAMADU berada di Sukolilo Barat Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan.

Ke dua Kecamatan yang berlokasi di wilayah Surabaya Utara ini merupakan pintu kawasan kaki Jembatan Suramadu. Kecamatan Kecamatan Kenjeran memiliki kepadatan penduduk yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Bulak. Selain itu Kecamatan Bulak memiliki banyak potensi sosial ekonom seperti, timbulnya sentra kerajinan, sentra penjualan hasil laut, dan potensi wisata lain yang belum dimanfaatkan dengan baik. Dalam konteks pengembangan wilayah, potensi sosial, ekonomi yang ada di Kecamatan Kenjeran dan Bulak sudah saatnya dimanfaatkan sebagai esensi pengembangan wilayah.

Jembatan Suramadu

Apakah Sekedar Landmark Baru?

timur, Mirah, dan terminal Jamrud, untuk mengantisipasi perkembangan aktivitas pelabuhan yang akan semakin berkembang.

Kegiatan industri juga mewarnai aktivitas perekonomian Kota Surabaya, dapat dilihat dengan lahirnya industri besar seperti industri logam dasar, kimia dasar, tekstil, industri makanan, minuman, argo based industri yaitu industri yang mengolah hasil-hasil pertanian dalam arti luas, seperti halnya dari subsektor perikanan, peternakan, sayur-mayur, buah-buahan dan lainnya. Selain itu, terdapat beberapa industri khas yang dikenal berasal dari Surabaya, diantaranya adalah Rokok Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, dan Bogasari, hingga industri kecil seperti Sentra Sepatu & Sandal.

(14)

Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Bappeda Propinsi Jawa timur tahun 2008, fungsi rencana wilayah Kota Surabaya adalah sebagai pusat pelayanan, perdagangan, jasa, industri, pemerintah, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.

Saat ini sektor pariwisata belum menjadi prioritas pembangungan PEMKot Surabaya, walaupun Kota Surabaya ini memiliki beberapa potensi pariwisata seperti Pantai Kenjeran yang berlokasi di Kecamatan Bulak dan potensi lainnya yang belum

dimanfaatkan secara optimal. PEMKot Surabaya akan menjadikan Jembatan Suramadu ini menjadi satu penunjang untuk memajukan potensi pariwisata di Kota Surabaya, khususnya di Kecamatan Bulak dan Kecamatan Kenjeran yang merupakan kawasan kaki Jembatan Suramadu dan merupakan pintu gerbang menuju Surabaya dari Pulau Madura.

Pemanfaatan ruang sebagai Kawasan Pariwisata di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu ini dapat membangun tempat rekreasi seperti kawasan wisata kuliner di kawasan pesisir.

Pembangunan rekreasi ini juga akan optimal jika didukung dengan jaringan jalan dengan kondisi baik menuju kawasan wisata serta PEMKot dapat mengeluarkan kebijakan untuk menaikan status jalan.

Selain sektor pariwisata, untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk yang

bersinggungan langsung dengan Jembatan suramadu sudah selayaknya memanfaatkan hasil laut sebagai usaha untuk pembangunan industri dengan pengelolaan yang ramah lingkungan. Dengan adanya Penataan Ruang yang teratur, aman, produktif, dan berkelanjutan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di sisi Surabaya maka akan memberikan citra positif bagi Kota Metropolitan Surabaya.

Jembatan ini bukan hanya sekedar landmark bagi Kota Surabaya saja, akan tetapi memiliki peranan penting bagi Pulau Jawa dan Madura, khusunya menjawab permasalahan yang ada di Kawasan Strategis Nasional Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan), antara lain pendistribusian barang dan jasa, kurangnya koordinasi antar wilayah terkait karena hanya berorientasi pada kewenangan kota/kabupaten masing-masing, belum adanya sistem Informasi yang terintegrasi sehingga Perencanaan yang ada tidak terintegrasi dan masih bersifat parsial kabupaten serta belum adanya koordinasi dalam penanganan pembiayaan antar

Dengan adanya Jembatan

Suramadu ini diharapkan

dapat merangsang naiknya

permintaan barang dan jasa,

sehingga memperlancar

(15)

beberapa daerah, mengingat permasalahan yang memerlukan biaya penanganan sering kali bersifat lintas wilayah.

Jembatan Suramadu ini dapat dijadikan sebagai dinamisator pembangunan Nasional dalam konteks Jawa timur pada umumnya dan Gerbangkertosulsilo-Madura pada khususnya, sehingga terjadi keterpaduan antar wilayah dan sektor serta terwujud pembangunan yang merata.

Dengan adanya Jembatan Suramadu ini diharapkan dapat merangsang naiknya permintaan barang dan jasa, sehingga memperlancar roda perekonomian, mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan kegiatan produksi barang pada berbagai sektor ekonomi seperti sektor kelautan, pertanian, industri, maupun sektor jasa seperti, sektor pariwisata, dan sebagainya. Mengurangi tingkat pengangguran tenaga kerja, meningkatkan PDRB dan kesejahteraan masyarakat, dan mempercepat informasi dan memantapkan integritas nasional sehingga tercipta situasi yang kondusif dan membuat daya tarik para investor untuk menanamkan modal di Kota Surabaya dan Madura.

Walkable City merupakan

langkah inovatif

yang akan memberikan

pengaruh positif

untuk perkembangan

Kota Surabaya,

PEMKot Surabaya tidak hanya konsen terhadap aktivitas perekonomian, akan tetapi untuk mewujudkan perencanaan pembangunan Kota yang berkelanjutan. Saat ini, terdapat aktivitas tambak ikan dan udang para penduduk di Kawasan Pantai timur Surabaya. Aktivitas tambak menjadi aktivitas perekomian penduduk setempat, akan tetapi tidak selamanya berdampak positif bagi lingkungan pesisir. Menanggapi masalah tersebut untuk kedepannya PEMKot Surabaya akan merencanakan rehabilitasi kawasan Pantai timur ini dengan menjadikan kawasan konservasi hutan mangrove dan penataan kembali kawasa pemukiman wilayah pesisir. Dirasakan berbagai macam manfaat Rehabilitasi Kawasan Hutan mangrove, antara lain dari segi ekologis, ekonomi, dan sosial.

Dari segi ekologis, mangrove dapat menjadi Area pemijahan (spawning ground), pembesaran (nursery ground)

dan ruang mencari makan (feeding ground) berbagai jenis ikan, udang, kekerangan, dan spesies perikanan lainnya, merupakan kawasan hijau yang berperan menyerap Co2, sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, angin topan, perembesan

air laut dan gaya-gaya kelautan yang ganas lainnya. Mangrove dapat diolahan buah mangrove merupakan alternatif kuliner yang bisa diupayakan sebagai alternatif pendapatan masyarakat dan memberikan perlindungan terhadap ruang budidaya ekonomi di kawasan pesisir atau pantai.

Konsen perwujudan RtH PEMKot ini tidak hanya terjadi pada saat ini saja, akan tetapi pada tahun 2007 perwujudan RtH juga telah dilakukan oleh PEMKot Surabaya, melalui surat perjanjian kerjasama antara PEMKot Surabaya dengan Pt. Pertamina Unit Pemasaran V untuk melakukan pembenahan dan penataan taman eks. SPBU yang berlokasi di Jl. A. Yani Surabaya.

Saat ini PEMKot Surabaya juga telah merencanakan untuk membangun

Walkable City di beberapa tempat.

Walkable City merupakan langkah inovatif yang akan memberikan pengaruh positif untuk perkembangan Kota Surabaya, konsep ini mengutamakan kenyaman pejalan kaki, di mana lokasi yang bebas dari kendaraan bermotor guna meminimalisir tingkat polusi udara dan ditanami oleh berbagai macam pohon untuk memberikan rasa teduh dan untuk

memenuhi kebutuhan dan menambah Ruang terbuka Hijau (RtH)Kota Surabaya. Langkah yang direncanakan oleh PEMKot Surabaya ini juga merupakan salah satu usaha di dalam menjalankan amanat UU 26 tahun 2008 tentang Penataan Ruang, bahwa RtRW Kota harus memiliki 30% RtH untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan mewujudkan Pembangunan yang berkelanjutan. (mpb)

(16)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai visi yaitu terwujudnya kesetaraan gender, dan misi adalah mewujudkan kebijakan yang responsif gender dan peduli anak untuk meningkatkan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, serta memenuhi hak tumbuh kembang dan melindungi anak dari tindak kekerasan.

Sesuai dengan visi kementerian, tema perlindungan anak menjadi salah fokus kementerian saat ini dalam mewujudkan misi dalam pelaksanaan program dan kegiatannya. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi

Salah satu kegiatan Kementerian PPPA dalam merespons isu gender terkait perempuan (ibu) dan anak adalah kegiatan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.

Kota Layak Anaka (KLA) adalah sistem pembangunan kabupaten/ kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak.

Adapun tujuan KLA adalah:

Untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak-hak Anak

(Convention on the Rights of the Child) dari kerangka hukum ke dalam deinisi, strategi, dan intervensi pembangunan, dalam bentuk: kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, pada suatu dimensi wilayah kabupaten/kota.

Prinsip, Strategi dan Landasan Hukum

Adapun prinsip dalam pengembangan KLA ini, yaitu:

• non diskriminasi

• kepentingan yang terbaik untuk anak • hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan

perkembangan

• penghargaan terhadap pendapat anak

Sementara Strateginya adalah : PENGARUSUtAMAAN HAK ANAK (= PUHA), pengintegrasian hak-hak anak ke dalam:

• setiap proses penyusunan, yaitu : kebijakan, program

dan kegiatan pembangunan

(KLA) dalam Pengentasan

Kemiskinan dan Perwujudan Hak Anak

oleh: Dra. Lenny N Rosalin, M.Sc,

Asisten Deputi Pengembangan Kota Layak Anak,

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kabupaten

/Kota Layak Anak

Kota Layak Anak (KLA) dan tujuannya

• setiap tahapan pembangunan: perencanaan dan

penganggaran; pelaksanaan; pemantauan; dan evaluasi

• di setiap tingkatan wilayah, yaitu : nasional, provinsi

dan kabupaten/kota

Adapun Ruang Lingkup KLA adalah meliputi seluruh bidang pembangunan

• Tumbuh Kembang Anak • Perlindungan Anak

yang diimplementasikan di kabupaten/kota dalam perwujudan Pemenuhan Hak Anak

Lebih lanjut, landasan Hukum kegiatan KLA ini adalah:

Internasional

• World Fit For Children • Konvensi Hak-hak Anak

• Millennium Development Goals (MDGs)

Nasional

• Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28b dan 28c • UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak • UU 17/2007 ttg RPJPN 2005-2025

• Inpres 01/2010 ttg Program Prioritas Pembangunan

Nasional

(17)

KLA dikembangkan dengan pertimbangan, jumlah anak di Indonesia adalah 1/3 (spertiga) dari total penduduk Indonesia. Lebih jauh, anak merupakan investasi SDM yang harus tumbuh dan berkembang secara optimal dan terlindungi. Pembangunan selama ini masih parsial dan segmentatif, belum peduli/ramah anak, jadi kedepannya harus diwujudkan dengan pendekatan holistik, integratif dan berkelanjutan.

Dimulai dari tingkatan paling bawah, atau dapat juga melalui fasilitasi dan dorongan dari pusat

• Dari individu • Dari keluarga • Dari RT/RW • Dari desa/kelurahan • Dari kecamatan • Inisiatif kab/kota ybs

---> terealisasi di kabupaten/kota

• Pemerintah nasional/pusat melakukan

“sample” di beberapa prov atau di seluruh prov

• Prov melakukan “sample” di beberapa

kab/kota atau di seluruh kab/kota

• Inisiatif kab/kota ybs

---> terealisasi di kab/kota

Sejak tahun 2006, rancangan kebijakan KLA diinisiasi oleh KPP dengan menetapkan model KLA di 5 kab/kota dan pada tahun 2007 telah dilakukan perluasan model KLA di 10 kab/kota.

Pada tahun 2009, Kebijakan KLA menjadi lebih formal dengan ditetapkan menjadi Peraturan Meneg PP No. 2/2009. Berdasarkan Peraturan tersebut pada tahun 2010 telah ditetapkan target 20 kab/ kota dengan didukung :

- Pedoman Pengembangan KLA tingkat Provinsi (Peraturan Meneg PP&PA No. 13/2010) – UKP4

-Petunjuk teknis KLA di Desa/Kelurahan (Peraturan Meneg PP&PA No. 14/2010) – UKP4

Pada tahun 2014 ditargetkan KLA di 100 kab/kota.

• Lembaga Legislatif: nasional dan daerah • Lembaga Yudikatif: nasional dan daerah • Pemerintah : pusat/nasional, provinsi,

kabupaten/kota batas terendah desentralisasi, kecamatan, dan desa/ kelurahan

• Dunia usaha • Akademisi

• Masyarakat: individu: anak dan orang

dewasa serta keluarga

Mengapa dikembangkan KLA?

Bagaimana KLA dapat

diwujudkan?

Kapan KLA diwujudkan?

Siapa yang berperan

mewujudkan KLA?

KLA dikembangkan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

• Top-down -

Nasional/pusat provinsikab/kota

• Bottom-up -

Gerakan masyarakat - Individu&keluarga Rt/RW desa/kelurahan kecamatan

-/RW

Desa/Kel. Kec. Kab./Kota Prov. IND DUNIA

tahapan Pengembangan KLA

Penyusunan Rencana Aksi Daerah

Mobilisasi Sumber Daya Pelaporan

(18)

I. Aspek Manajemen

• PERENCANAAN : output dalam bentuk RAD; terintegrasi ke dalam dokumen

perencanaan daerah (RPJMD dan/atau RKPD); dalam prosesnya melibatkan partisipasi anak (misal: melalui musrenbang) koordinator: Bappeda

• PENGANGGARAN: pastikan semua rencana dalam RAD memperoleh alokasi anggaran

peran legislatif: koordinator: Bappeda

• PELAKSANAAN: RAD tidak hanya dilaksanakan oleh SKPD, tetapi juga dunia usaha dan

masyarakat

• PEMANTAUAN: pelaksanaan RAD dipantau secara berkala

• EVALUASI: pelaksanaan RAD dievaluasi setiap akhir tahun; oleh pihak independen • PELAPORAN: hasil pelaksanaan RAD dilaporkan ke pimpinan (dari GT Walikota/Bupati

Gubernur Menteri PP dan PA dan Mendagri) koordinator: Badan/ Kantor/Unit PP dan PA

II. Aspek tahapan Pengembangan

• Diawali dan dilandasi oleh KOMITMEN pimpinan daerah (Gubernur, Bupati, Walikota,

Lembaga Legislatif, Dunia Usaha, Masyarakat SEMUA)

• Bentuk GUGUS TUGAS: bisa memanfaatkan Tim/Pokja yang sudah ada; tahap awal:

libatkan seluruh SKPD terkait (untuk pembagian tugas siapa mengerjakan apa); tahap berikutnya: libatkan forum Anak (perwakilan anak), lembaga masyarakat, toga, toma, dunia usaha, dll; penetapan dengan SK Gubernur/Bupati/Walikota?

• Kumpulkan, olah dan analisis semua DATA ANAK; sehingga diketahui secara jelas

besaran masalah anak, di mana saja lokasinya, dll

• Buat RENCANA AKSI DAERAH (RAD) yang ditujukan untuk mengatasi masalah anak

tujuan akhir RAD: pemenuhan hak-hak anak; pembagian peran jelas; dalam proses penyusunan libatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk libatkan anak; penganggaran jelas, dll (Catatan: Upayakan agar RAD terintegrasi dengan dokumen perencanaan daerah: RPJMD atau Renstrada/RKPD; sehingga terjamin pembiayaannya)

III. Aspek Substansi yaitu berkaitan dengan 31 (tiga puluh satu) hak anak, yaitu:

• Hak Sipil dan Kebebasan

• Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif • Kesehatan dasar dan Kesejahteraan

• Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya • Perlindungan Khusus

Peran Perencana

• Memastikan kebijakan, program dan kegiatan yang peduli anak disusun dan

diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan – dalam bentuk: Renstra K/L dan/atau RKP – sesuai dengan tusi K/L (Biro Perencanaan merangkum dari seluruh unit yang ada di K/L).

• terintegrasi pula dengan: indikator RPJMN, Renstra, RKP, SPM, MDGs, dll; hanya saja,

dimensinya “kab/kota”.

• Kebijakan, program dan kegiatan yang peduli anak tersebut adalah ditujukan untuk

pemenuhan hak-hak anak 5 kluster; 31 hak anak.

• Memastikan kebijakan, program dan kegiatan yang peduli anak tersebut memperoleh

alokasi anggaran yang memadai, termasuk untuk penyediaan sarana dan prasarana.

• Memantau pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan yang peduli anak, sampai

dengan implementasi di tingkat kab/kota.

• Mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan yang peduli anak, untuk

memastikan apakah hak-hak anak terpenuhi saran: evaluasi oleh pihak independent.

• Dimungkinkan pengintegrasian lokasi pelaksanaan KLA lintas K/L 2014: 100 kab/kota.

Penutup

Dengan keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan, diharapkan perwujudan KLA dapat lebih dipercepat pencapaiannya, dan yang lebih penting kita ciptakan ownership bersama, sehingga KLA dapat terlembaga. Pada tahun 2014 ditargetkan akan terwujud 100 kabupaten/kota menuju KLA.

Adapun beberapa tantangan yang masih dihadapi dan ditindaklanjuti, antara lain:

• Di beberapa daerah belum memiliki

kebijakan anak, sebagai penjabaran dari kebijakan nasional pembangunan anak;

• Masih terbatasnya alokasi anggaran

pembangunan anak dan kapasitas SDM yang menangani pembangunan anak, bahkan di beberapa daerah yang banyak masalah anaknya tetapi justru tidak memiliki lembaga yang secara khusus mengkoordinasikan dan menangani pembangunan anak;

• Belum tersedianya sistem pengelolaan

data dan informasi pemenuhan hak-hak anak, termasuk penyediaan data anak secara komprehensif dan up-to-date

sehingga sulit mengetahui besaran masalah anak di suatu wilayah;

• Belum terlembaganya pelaksanaan

(19)

dari Deinisi hingga Implementasi

oleh: Redaksi Butaru

Beberapa istilah yang muncul

terkait gender antara lain yaitu:

- Studi Gender (Gender Studies) yaitu mengidentiikasi posisi perempuan dalam kelompok masyarakat terkait gender dalam mengembangkan program pemberdayaan dan emansipasi

- Perempuan dalam Pembangunan

(Woman in Development - WID) yaitu sebuah strategi yang mencoba untuk mengintegrasikan kepentingan perempuan ke dalam program pembangunan. Disini keterkaitan laki-laki dan perempuan tidak dijadikan isu penting.

- Perempuan dan Pembangunan (Woman and Development - WAD) yang terfokus pada perempuan mempunyai hak bicara dalam menyusun program

- Gender dan Pembangunan (Gender and Development - GAD) yang fokus pada wewenang terkait hubungan perempuan dan laki-laki dalam kelompok masyarakat

- Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) yaitu semua isu terkait perempuan agar diintegrasikan dalam semua aspek kegiatan.

- Netral Gender (Gender Neutrality)

yaitu terkait tidak ada perbedaan pertimbangan perempuan dan laki-laki dalam melihat suatu masalah

Gender dideinisikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas.

Pengarustamaan adalah upaya/strategi yang harus dilakukan untuk memberi peluang kepada seluruh komponen atau stakeholders agar dapat berperan secara optimal dalam pembangunan.

Pengarusutamaan Gender (gender mainstreaming) merupakan sebuah upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak tercapainya kesetaraan dan keadilan gender (marginalisiasi, stereotype, suborndinasi, kekerasan dan beban ganda).

Secara internasional, Pemerintah Indonesia telah meratiikasi kesepakatan global PBB pada Convention on the Elimination of all form of discrimination againts women, dimana berkewajiban untuk menghapus diskriminasi dan pemajuan kesetaraan dan keadilan gender baik yang bersifat sementara maupun berkesinambungan.

Sesuai dengan Inpres No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, pengertian Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaliasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional.

Konsep Pengarusutamaan Gender

Pelaksanaan PUG diinstruksikan kepada seluruh kementerian maupun lembaga pemerintah dan non pemerintah di pemerintah nasional, provinsi, maupun kabupaten/ kota untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan permasalahan kebutuhan, aspirasi perempuan pada pembangunan dalam kebijakan, program dan kegiatan.

Strategi tersebut dapat dilaksanakan melalui sebuah proses yang memasukkan analisa gender ke dalam program kerja, pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki kedalam proses pembangunan. Secara umum tujuan PUG adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki diperlakukan adil dan setara dalam memperoleh Akses, Kontrol, Partisipasi dan memperoleh Manfaat (AKPM) yang sama atas pembangunan.

Gender

“Gender responsiveness of capacity development initiatives is one critical element in improving

overall development efectiveness”

(UNDP:2009)

(20)

UNDP considers

mainstreaming a gender

perspective as a process of

assessing the implication

for women and men of any

planned action – including

legislation, policies or

programmes – in all areas

and at all levels. Consistent

with this, gender-responsive

programmes will consider

women’s and men’s concerns

as an integral dimension of

the design, implementation,

monitoring and evaluation

(of policies and programmes)

in all political, economic and

social spheres.

Namun, sejak diberlakukannnya Inpres tersebut, implementasi PUG belum berjalan optimal sesuai dengan yang diamanatkan di dalam Inpres tersebut. Dalam upaya pengoptimalan pelaksanaan strategi tersebut, Pemerintah mencamtumkannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu menjadi salah satu arah pembangunan di dalam Misi 2 untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, adalah pemberdayaan perempuan dan anak. Hal ini diwujudkan melalui peningkatan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan perlindungan anak, penurunan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi serta penguatan kelembagan dan jaringan PUG.

Adapun tujuan pelaksanaan PUG adalah agar semua komponen masyarakat

mendapatkan manfaat yang sama dari pembangunan, memperoleh akses, partisipasi dan kontrol yang setara antara laki-laki dan perempuan, serta kelomppk-kelompi rentan dan termajinalisasi dalam pembangunan.

Implementasi Strategi PUG

Penguatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( KPPPA), merupakan respon yang konkrit dalam mewujudkan PUG ini, dimana institusi ini menetapkan visi dan misinya, dan menyusun pengertian, isu dan masalah serta perencanaan terkait gender dan penganggaran responsif gender (Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender), dan telah disosialisasikan ke K/L dan pemerintah daerah dalam bentuk seminar dan forum diskusi, agar strategi PUG semaikin dapat dipahami dan semakin mendapat perhatian, agar semua pihak dapat lebih berpartisipasi dalam implementasinya.

Pendokumentasian Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) yang dilaksanakan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dilakukan dengan memetakan kegiatan yang terkait dengan Pengarusutamaan Gender di 7 (tujuh) Kementerian/Lembaga yaitu Bappenas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keuangan, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Pertanian dan Pendidikan Nasional serta terfokus pada beberapa Pemerintah Daerah yaitu Propinsi Banten, Jawa tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kabupaten ogan Komering Ilir (oKI) dan Pontianak.

terkait implementasi, di Kementerian PU telah dibentuk tim PUG-PU yang terdiri dari Pengarah, tim Pelaksana, 5 (lima) Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat dalam upaya merespon isu gender tersebut.

Demikian juga, strategi PUG telah tercamtum dalam Rencana Strategis Kementerian PU tahun 2010-2014 yang mengisyaratkan bahwa kebijakan perencanaan dan penganggaran serta implementasi program dan kegiatan yang diselenggarakan telah berpegang pada asas setara dan dan adil gender dalam kerangka mendukung pembangunan ke-PU-an.

(21)

Tujuan PUG adalah

memastikan apakah

perempuan dan

laki-laki kedalam

proses pembangunan.

Penganggaran yang Responsif Gender

Sementara adil dapat diartikan sebagai tidak adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan (dan orang lanjut usia, anak-anak di bawah umur, orang dengan kebisaan berbeda/difable, serta orang-orang yang tidak mampu secara ekonomi) maupun laki-laki. Jika melihat deinisi setara dan adil di atas dan dikaitkan dengan tolok ukur pengarusutamaan gender yang dapat diukur dari sisi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat, maka “setara” berada pada ukuran akses, partisipasi dan kontrol sedangkan “adil” dilihat dari sisi pemanfaatannya.

Lebih lanjut, PUG di lingkungan Kementerian PU diupayakan melalui implementasi tugas dan fungsinya, yaitu : penyediaan prasarana dan sarana dasar pekerjaan umum yang meliputi kebijakan dan strategi penataan ruang dan pembangunan kawasan, serta pembinaan bidang penataan ruang; pembinaan dan penyediaan jalan dan jembatan; pembinaan dan penyediaan air baku, air irigasi, serta pengembangan daerah rawa dan pengendalian banjir; pembinaan dan penyediaan perumahan dan permukiman; pembinaan dan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan, seperti air bersih, persampahan, drainase dan sanitasi.

Adapun beberapa kegiatan yang telah dihasilkan oleh tim PUG Kementerian PU, antara lain identiikasi isu gender terkait bidang penataan ruang, yaitu:

• Kurang adanya keterlibatan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam

pelaksanaan sosialisasi peraturan perundangan terkait bidang penataan ruang

• Belum dipertimbangkannya kebutuhan strategis dan praktis gender dalam melakukan

perencanaan tata ruang khususnya RtRW Kota dan RDtR

• Dalam NSPK (Norma, Standar, Pedoman, Kriteria) belum menggunakan informasi

terpilah dari perempuan dan laki-laki.

• Kurang tersampaikannya isu gender dalam materi panduan penataan ruang

• Belum terindentiikasinya dengan baik, penyelenggaran penataan ruang yang responsif

gender baik input, proses maupun output.

terkait implementasi lebih lanjut, sesuai dengan Permen Keuangan No. 119/PMK.02/2009, telah diamanatkan implementasi Anggaran Responsif Gender. Penganggaran yang responsif gender bukanlah tujuan, melainkan sebuah kerangka kerja atau alat analisis kebijakan anggaran untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui proses-proses penentuan alokasi yang proporsional atau berkeadilan. Penerapan Anggaran Responsif Gender (ARG) dalam struktur penganggaran pada penyusunan RKA ditempatkan pada tingkat program dan kegiatan, Hal ini berarti pada saat penyusunan program sudah ditentukan sasaran dan kegiatan yang mempertimbangkan perspektif gender dan menerapkan analisis gender. Dalam penganggaran ini, turut dilampirkan Gender Budget Statement (GBS) yang isinya mereleksikan kegiatan yang akan dilakukan Kementerian/ Lembaga (K/L) dalam menangani persoalan gender dalam konteks suatu program.

Penutup

(22)

Pembangunan berkelanjutan

Dalam beberapa tahun terakhir perencanaan pembangunan kota memberi banyak perhatian pada aspek lingkungan dan keberlanjutan. Bila sebelumnya lebih terfokus pada pembangunan isik, kemudian dimensi ekonomi dan sosial, maka kini dimensi lingkungan dan keberlanjutan menjadi perhatian utama. Pembangunan kota berkelanjutan meliputi 3 agenda utama, yaitu agenda ekonomi, agenda sosial budaya dan agenda lingkungan. Ketiga agenda tersebut perlu diterpadukan agar memperoleh pendekatan holistik dengan ketiga agenda tersebut.

dalam Pengembangan Perkotaan

oleh: Prof. Budhy tjahjati S. Soegijoko

Kalau pada tahun 2000 penduduk dunia yang tinggal di perkotaan sebesar 3,3 milyar (lebih dari 50%), maka, menjelang 2030 menjadi hampir 5 milyar; dan sebagian besar penduduk kota tergolong miskin (UNfPA 2007). Urbanisasi di Asia tenggara pada tahun 2025 baru mencapai 49.7% dan tahun 2010 sekitar 41.8% penduduk (246.7 juta jiwa) tinggal di perkotaan. Di Indonesia pada tahun 2025, penduduk perkotaan diperkirakan akan mencapai 67.5% dari total penduduk.

Melihat fenomena di atas, kawasan perkotaan menjadi semakin penting dalam meningkatkan perekonomian nasional. Sebagai contoh, kota-kota di Cina diperkirakan berkontribusi sekitar 75% dari PDB menjelang tahun 2025, di India kontribusi kota-kota pada PDB sekitar 70%. Di Indonesia, khususnya kota-kota-kota-kota besar dan metropolitan, mempunyai peranan yang signiikan sebagai penghela pertumbuhan ekonomi nasional, sebagai ”engine of growth” perekonomian nasional. Pada tahun 2007 misalnya, kontribusi kota metropolitan pada PDB mencapai sebesar 23.2%, kota-kota besar sebesar 8.8% dan kota-kota menengah sebesar 7.6% (Buku II Bab IX RPJMN 2010-2014).

Namun di lain pihak, pertumbuhan kota-kota yang pesat ini membawa konsekuensi atau dampak, di antaranya semakin meluasnya lahan-lahan yang digunakan untuk menampung pertumbuhan kota-kota ini. Di Indonesia mengakibatkan berkurangnya lahan-lahan pertanian yang subur. Dampak lainnya terkait dengan kemiskinan, tingginya pengangguran, semakin banyaknya kawasan kumuh, serta masalah sosial lainnya seperti keterjangkauan fasilitas dan pelayanan pendidikan, kesehatan dan air bersih. Lebih lanjut, dampak utama ketiga terkait dengan kondisi lingkungan, yaitu semakin terdegradasi akibat keterbatasan infrastruktur, keterbatasan ruang-ruang terbuka hijau, polusi udara, air dan pengelolaan lahan.

Smart

Growth

Referensi

Dokumen terkait

PA/KPA Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I) Kantor Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Alamat Dalan Lidang Panyabunmengumumkan

Program ini diharapkan mampu mendukung visi-misi pemerintah dalam mewujudkan kemandirian bangsa melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta

Dalam rangka mendukung terlaksananya kebijakan “Merdeka Belajar-Kampus Merdeka” serta untuk mewujudkan visi dan misi Kementerian, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan,

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Mojokerto sebagai instansi dalam lingkungan Pemerintah Kota Mojokerto dalam merealisir tercapainya

BTM sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang mewakili visi sebagai lembaga tajdid dan pemberdayaan ekonomi ummat, serta mempunyai misi mewujudkan gerakan dakwah di bidang

Sehubungandengan hal tersebut (Mulyasa, 2009:163) menyebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah, disarankan perlunya pemberdayaan masyarakat dalam