• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN CIVIC DISPOSITIONS DALAM PENINGKATAN KESADARAN BERKONSTITUSI DI KALANGAN SISWA : Studi Deskriptif di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN CIVIC DISPOSITIONS DALAM PENINGKATAN KESADARAN BERKONSTITUSI DI KALANGAN SISWA : Studi Deskriptif di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……….………...……....i

ABSTRAK ……….…..………...ii

KATA PENGANTAR ………..…..……….…. ..……….iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………..……….……….………iv

DAFTAR ISI ………..…..…vi

BAB I PENDAHULUAN ………..…….…….1

A. Latar Belakang Penelitian ………..1

B. Rumusan Masalah ………..………....9

C. Tujuan Penelitian ………..………11

D. Metode dan Teknik Penelitian ………..………11

E. Manfaat Penelitian ……….….…………..13

F. Struktur Organisasi ……….…….………….14

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………....….………….16

A. Kajian tentang Civic Dispositions ……….…….…………16

B. Kajian tentang Kesadaran Berkonstitusi ………...…….……..37

C. Kajian tentang Kompetensi Kewarganegaraan ..……….………….…...48

BAB III METODE PENELITIAN ………..……….….………..74

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ...………..…….74

B. Prosedur Penelitian ……….….………….77

C. Tempat dan Waktu Penelitian ………..…………78

D. Populasi dan Sampel Penelitian ………..……….79

E. Teknik Pengumpulan Data ………..……….80

F. Analisis Data ………..…………..86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….….….….. ….89

A. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Darangdan ...89

B. Hasil Penelitian ...93

(2)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….……...….….154

A. Kesimpulan ……….………...…….154

B. Rekomendasi ……….…………...…..157

DAFTAR PUSTAKA ………..……….………..159

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sekolah dibangun sebagai wahana pendidikan formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik yang mampu melahirkan nilai-nilai kehidupan secara pribadi dalam menciptakan iklim budaya sekolah yang penuh makna. Menurut Wijaya dan Rusyan (1992:2) sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai tanggung jawab untuk terus untuk terus mendidik siswanya. Sekolah menyelenggararakan proses belajar mengajar dengan merealisasikan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sekolah merupakan sarana untuk mensosialisasikan nilai-nilai dan kompetensi-kompetensi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang diperlukan peserta didik untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan pembelajaran yang mengembangkan misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai usaha sadar dalam “nation and character building”.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia (Winataputra dan Dasim Budimansyah, 2007:i). Pendidikan Kewarganegaraan berfokus pada tiga komponen dasar pengembangan, yaitu (1) pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) watak atau karakter kewarganegaraan.

(4)

pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara, dan mengemban misi membetuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sangup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).

Dalam paradigma baru, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value based education” dengan kerangka sistemik sebagai berikut: Pertama, secara kurikuler

bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, secara teoretik memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik (civic knowledge, civic skills, dan civic disposition) yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konnsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, secara programatik menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Winataputra dan Budimansyah, 2007:86).

(5)

sepuluh pilar demokrasi (the ten pillars of Indonesian constitutional democracy) yang menjdi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru. Sanusi (1999:5-6) mengidentifikasi kesepuluh pilar tersebut meliputi: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Hak asasi manusia; (3) Kedaulatan rakyat; (4) Kecerdasan rakyat; (5) Pemisahan kekuasaan negara; (6) Otonomi daerah; (7) Supremasi hukum (rule of law); (8) Peradilan yang bebas; (9) Kesejahtraan rakyat; dan (10) Keadilan sosial. Kesepuluh pilar tersebut digali dari falsafah bangsa Pancasila dan Konstitusi Negara RI

Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Adapun tujuan mata pelajaran PKn adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: Pertama, berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Kedua, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara tegas dalam kegiatan berwarga negara, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi. Ketiga, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter- karakter warga negara Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. Keempat, berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalm pencaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(6)

dilaksanakan atau ditaati oleh seluruh siswa. Namun kenyataannya masih banyak siswa yang melanggar. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran berkonstitusi dalam lingkungan yang lebih sempit masih kurang. Padahal kesadaran berkonstitusi dilingkungan yang lebih sempit dapat menjadi tolak ukur dan modal dasar dalam mencapai kesdaran konstitusi dilingkungan yang lebih luas. Salah satu contoh, siswa masih banyak yang melanggar peraturan lalu lintas. Oleh karena itu kesadaran berkonstitusi mulai dari lingkungan yang lebih sempit sampai lingkungan yang lebih luas mutlak diperlukan supaya tercipta kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang aman dan tertib.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) merupakan salah satu bentuk konstitusi tertulis yang berkedudukan sebagai hukum dasar tertinggi dan landasan utama bagi peraturan perundang-undangan di bawahnya serta kehidupan bangsa dan negara (Djahiri, 1971, Riyanto, 2000). Budiardjo (1981:105) menyatakan bahwa undang-undang dasar adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus ditaati, baik oleh rakyat maupun alat perlengkapan negara. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah UUD NRI 1945 harus dijadikan landasan serta diimplementasikan dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa, dan bernegara, baik oleh pemerintah maupun warga negara Indonesia (Asshiddiqie, 2007:13).

(7)

mengemukakan bahwa kesadaran berkonstitusi menunjukan kualitas pribadi seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-cita dan komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesadaran berkonstitusi merupakan kesadaran untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan konstitusi secara murni dan konsekuen.

Kesadaran berkontitusi warga negara tidak lahir dengan sendirinya, tetapi harus dibina dan ditumbuhkan. Dalam perspektif hukum, untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi warga negara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu ; 1) identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan 2) crafting

doctrine or developing standards of review (Fallon, 2001:37-38). Hal tersebut

menunjukan bahwa untuk menumbuhkan kesadaran berkonstitusi diperlukan pemahaman warga negara terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi mutan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi warga negara untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sbagai rujukan dalam kehidupan berwarga negara, berbangsa dan bernegara.

Hal senada, sambutan dalam rangka temuwicara Mahkamah Konstitusi dengan Pejabat Pemerintah Daerah se-Indonesia tentang Mahkamah Konstitusi Reublik Indonesia di Jakarta tanggal 7-9 Appril 2005, Jimly Asshiddiqie dalam kapasitasnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa tidak mudah memperkenalkan dan menyadarkan orang akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya sebagai warga negara. Upaya penyadaran atau „conscientisation‟ membutuhkan waktu yang tidak sebentardan memerlukan

(8)

tanggung jawab kebangsaan guna membangun dan meningkatkan kesadaran bernegara berdasarkan UUD 1945 secara luas. Inilah yang kita namakan sebagai pendidikan bernegara berdasarkan UUD atau konstitusi, yang biasa disebut juga „civic education‟ atau pendidikan kewaarganegaraan

Apabila warga negara telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka dengan sendirinya ia dapat mengetahui dan mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD NRI 1945. Selain itu, warga negara dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD NRI 1945, baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi (Asshiddiqie, 2008:11). Jika hal itu dapat diwujudkan, berarti telah terbentuk warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi yang tinggi.

(9)

tentang konstitutusi, yang dalam banyak hal dianggap sebagai sesuatu yang bukan urusannya. Sikap tersebut didorong oleh anggapan bahwa konstitusi tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan upaya penyadaran agar UUD NRI 1945 dapat diimplemntasikan dalam setiap kehidupan warga negara Indonesia atau Living Constitution (Hasibuan, 1996; Riyanto, 2000; Asshidiqie, 2008). Kondisi tersebut dapat diwujudkan apabila penerimaan segenap warga negara Indonesia terhadap UUD NRI 1945 benar-benar murni dan konsekuen, serta ditaati dan dijunjung tinggi tanpa adanya penyelewengan. Dengan kata lain, warga negara telah memiliki kesadaran berkonstitusi yang tinggi.

(10)

dari UUD NRI 1945, sedangakan 174 butir ketentuan (88%) masih banyak belum dimengerti (Budimansyah dan Suryadi, 2008:83). Itulah sebabnya perlu sungguh-sungguh untuk melakukan pendidikan kesadaran berkonstitusi.

Implementasi UUD NRI 1945 tersebut dewasa ini masih dihadapkan berbagai tantangan, diantaranya mengenai munculnya gerakan sparatisme di beberapa wilayah atau daerah di Indonesia, terjadinya unjuk rasa yang diikuti dengan tindakan anarkis, pelanggaran hak asasi manusia, pengrusakan lingkungan alam Indonesia, serta berbagai pelanggaran lainnya dalam berbagai sektor kehidupan. Hal senada Budimansyah (2008:70-88) memberikan contoh-contoh permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kesadaran berkonstitusi diantaranya munculnya gerakan sparatis di sejumlah daerah, terjadinya huru hara yang berbau SARA, sikap sukuisme atau provinsialisme, bersifat eksklusif, pengrusakan lingkungan, westernisasi, gerakan anarkis dan bom bunuh diri mengatasnamakan agama, dan berbagai jenis pelanggaran lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagaian dilakukan oleh warga negara muda yang masih duduk di bangku sekolah di Kabupaten Purwakarta. Berdasarkan data dari bagian Reserse Polres Purwakarta, selama tahun 2011 tercatat lebih kurang dari 10% pelaku tindak pidana adalah warga negara muda yang masih duduk di bangku persekolahan. Tindak pidana yang mereka lakukan diantaranya tindak pidana asusila, penganiayaan, dan tawuran atar pelajar. Tindak pidana tersebut dilakukan secara individual maupun secara kelompok. Selain tindak pidana mereka juga sering melalakukan tindak pelanggaran, terutama pelanggaran lalu lintas mencapai 51% pada tahun 2011.

(11)

ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan berbagai upaya, baik oleh warga negara secara individu, masyarakat, maupun pemerintah atau negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka fokus masalah penelitian yakni “Bagaimanakah penerapan civic dispositions dalam peningkatan

kesadaran berkonsttitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta?”

Dari rumusan masalah diatas, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan nilai civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta?

2. Bagaimanakah penerapan komitmen civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta?

3. Bagaimanakah penerapan sikap civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta?

Untuk memperjelas konsep maka dirumuskan definisi operasional sebagai berikut:

(12)

2. Nilai civic dispositions adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas, dan berguna yang berhubungan dengan watak kewarganegaraan yang seharusnya dimiliki oleh warga negara.

3. Komitmen civic dispositions adalah kekuatan atau keinginan yang mengikat seseorang pada suatu tindakan yang memiliki relevansi dengan satu atau lebih sasaran atau tujuan yang berkaitan dengan watak kewarganegaraan yang seharusnya dimiliki oleh warga negara.

4. Sikap civic dispositions adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan social dengan perasaan tertentu didalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya yang berkaitan dengan watak kewarganegaraan yang seharusnya dimiliki oleh warga negara.

5. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, termpil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

6. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang didalamnya dioperasionalisasikan berbagai komponen pembelajaran yang meliputi materi, metoda, media, sumber, dan evaluasi pembelajaran.

(13)

perseorangan maupun kelompok yang tercermin dalam pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilakunya.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang penerapan civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di

SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi argumentatif tentang penerapan nilai civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

2. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi argumentatif tentang penerapan komitmen civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

3. Menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi argumentatif tentang penerapan sikap civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

D. Metode dan Teknik Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

(14)

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif analitis. Studi ini berorientasikan pemecahan masalah untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan-kenyataan yang terjadi dilapangan sebagaimana adanya, secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (Sugiyono, 2003:75), sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah observasi, studi dokumentasi, studi literatur, dan wawancara.

a. Observasi

Menurut Hammersly dan Atkinson (Creswell, 1997:125), kegiatan observasi adalah sesuatu kemampuan khusus dari peneliti dalam menangkap isu yang dikemukakan oleh responden, seperti pesan dan kesan menipu, dan sesuatu yang terlewatkan peneliti dari lapangan seperti apa yang dikemukakan oleh responden.

b. Studi Dokumentasi

(15)

c. Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Ada dua jenis literatur, yakni literatur teknis dan literatur non teknis. Literatur teknis, seperti laporan tentang kajian penelitian dan karya tulis professional atau disipliner dalam bentuk makalah teoritik atau filisofis. Sedangkan literatur non teknis seperti biografi, buku harian, dokumen, naskah, catatan, catalog, dan materi lainnya yang dapat digunakan sebagai data utama atau sebagai pendukung wawancara.

d. Wawancara

Menurut Mulyana (2003:180) wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni: wawancara tak berstruktur dan wawancara berstruktur. Wawancara tak berstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open interview), dan wawancara etnografis. Wawancara berstruktur sering juga

disebut wawancara baku (standardized interview), yang susunan pertanyaan sudah ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang sudah disediakan sebelumnya. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur.

E. Manfaat Penelitian

1. Teoretis

(16)

berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

2. Praktis

a. Diketahuinya penerapan nilai civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

b. Diketahuinya penerapan komitmen civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

c. Diketahuinya penerapan sikap civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

F. Struktur Organisasi

Struktur tesis terdiri atas 5 Bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Bab V Kesimpulan dan Saran.

Bab I Pendahuluan mencakup sub-sub Bab, yakni Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah dan Definisi Operasional, Tujuan Penelitian, Metode dan Teknik Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi.

(17)

Berkonstitusi, Indikator Kesadaran Berkonstitusi, dan Upaya-upaya Meningkatkan Kesadaran Berkonstitusi.

Bab III Metode Penelitian mencakup sub-sub Bab, yakni Pendekatan dan Metode Penelitian, Prosedur Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Analisis Data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, mencakup sub-sub Bab, yakni Gambaran Umum SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta, Penguatan Nilai Kewarganegaraan Dalam Peningkatan Kesadaran Berkonstitusi di Kalangan Siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta, Penguatan Komitmen Kewarganegaraan Dalam Peningkatan Kesadaran Berkonstitusi di Kalangan Siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta, dan Penguatan Sikap Kewarganegaraan Dalam Peningkatan Kesadaran Berkonstitusi di Kalangan Siswa di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, yang bersifat deskriptif analitik, menekankan pada proses, bersifat induktif, dan menurut W.R. Tobert sering disebut sebagai “collaborative inqury” (Tobert, 1981:141-151). Selain itu pendekatan

kualitatif juga dapat diartikan kajian yang mana pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan, memverifikasi, dan menyimpulkan data, tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian intepretatif.

2. Metode Penelitian

Metode yang dugunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif analitis. Metode penelitian sangat dibutuhkan dalam sebuah penelitian, karena didalam metode penelitian ditemukan cara-cara bagaimana objek penelitian hendak diketahui dan diamati sehingga menghasilkan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu seorang peneliti harus pandai memilih metode yang tepat, karena tepat atau tidaknya suatu metode penelitian yang dipakai dalam suatu penelitian, akan menentukan valid atau tidaknya suatu penelitian.

(19)

sebagaimana adanya, secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (Sugiyono, 2003:75), sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Metode deskriptif analitik yang bersifat kualitatif diyakini dapat memberikan deskripsi secara luas dan mendalam serta memuat penjelasan tentang proses atau aktivitas yang terjadi dalam keseharian. Hal ini dikemukakan oleh Kirk dan Miller (Moloeng, 1989:4) bahwa metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, hal ini dikarenakan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini merupakan permasalahan yang ada pada masa sekarang (Nazir, 1988:63; Surahmad, 1990:140).

Metode deskriptif analitis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik survey, karena mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengukur data pokok. Penelitian survey biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa variabel. Para peneliti umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai (Sukardi, 2003:15). Mc Millan & Schumacher (2001:304) menyatakan bahwa “dalam penelitian survey,

(20)

peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan karakteristika dari populasi tertentu”. Kerlinger (2002:267) juga menyatakan

bahwa “para peneliti survey mengambil sampel dari banyak responden yang

menjawab sejumlah pertanyaan. Mereka mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman, atau karakteristik dari suatu fenomena.

Bogdan dan Biklen (1982) menyebutkan penelitian kualitatif untuk

pendidikan dengan sebutan “naturalistik”. Selanjutnya, Nasution (1996:9-11)

mengungkapkan bahwa metode naturalistik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sumber data adalah situasi yang wajar “Natural Setting” berdasarkan

observasi situasi yang wajar sebagaimana adanya.

b. Peneliti berperan sebagai instrument penelitian yang utama (key instrument), peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara

langsung.

c. Sangat deskriptif yang dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian. d. Mementingkan proses maupun produk.

e. Mencari makna dibelakang kelakukan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah dan situasi, mengutamakan data langsung (first hand), peneliti sendiri yang terjun ke lapangan mengadakan observasi atau wawancara.

f. Triangulasi, data atau informasi dari satu pihak di cek kebenarannya dari sumber lain.

(21)

h. Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti.

i. Mengutakan perspektif emic, yakni mementingkan pandangan dan penafsiran respon sesuai dengan pendiriannya.

j. Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif untuk memperoleh hasil yang dapat lebih dipercaya.

k. Sampling purposive, yakni tidak menggunakan sampel yang banyak, tetapi sampelnya sedikit dipilih menurut tujuan.

l. Menggunakan “Audit Trail”, untuk mengetahui apakah laporan penelitian

sesuai dengan data yang dikumpulkan.

m. Partisipasi tanpa mengganggu, artinya observasi dilakukan secara wajar (natural) sehingga tidak mengganggu kewajaran situasi.

n. Mengadakan analisis sejak awal penelitian.

Dalam melakukan pemaknaan dan penafsiran hasil penelitian memanfaatkan teori-teori yang dikemukakan sebagai landasan teoritik penelitian dan data hasil wawancara dengan siswa, guru, para pakar pendidikan, dan para peduli pendidikan, dan akhirnya diperoleh temuan penelitian yang dapat mendukung dan mengembangkan teori yang sudah ada.

B. Prosedur Penelitian

(22)

1. Tahap Pesiapan

Tahap persiapan, meliputi penyusunan konsep dan model penelitian yang akan dituangkan kedalam rancangan penelitian. Kegiatan-kegiatan konsep dan model penelitian tersebut meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Identifikasi permasalahan berserta latar belakang masalah, (2) Studi kepustakaan dan review riset terdahulu, (3) Merumuskan masalah penelitian, (4) Menentukan

batasan masalah, (5) Menyusun pertanyaan penelitian, (6) Mengembangkan model desain penelitian, (7) Metodologi penelitian, (8) Menyusun instrument pengumpulan data, (9) Menguji coba instrument, dan (10) Melakukan perbaikan alat pengumpul data.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian, meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Mengidentifikasi responden, (2) Melakukan pengumpulan data dan informasi 3. Tahap Penyelesaian

Tahap analisis dan pelaporan, mencakup kegiatan-kegiatan: (1) Melakukan editing dan memilah data dan informasi yang telah terkumpul, (2) Melakukan

analisis data dan informasi, (3) Membuat dan mendiskusikan kesimpulan, (4) Merumuskan alternatif kebijakan dan menyusun laporan penelitian secara lengkap.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

(23)

b. Waktu Penelitian

Proses penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat selesai selama empat bulan, mulai dari seminar usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan tesis.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Sugiyono (Ridwan, 2006:24) memberikan pengertian bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Sedangkan menurut Ridwan

“Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan

memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian”. Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 143 0rang.

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (Ridwan, 2006:56), “Sampel adalah bagian dari

populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti)”. Sedangkan menurut

Sugiyono (Ridwan, 2006:65), “Sampel penelitian adalah sebagian dari jumlah

dan karakteristik yan dimiliki oleh populasi”. Ridwan menyimpulkan,

“Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan

tertentu yang akan diteliti”.

(24)

dalam penelitian ini ditentukan sebanyak 7 orang siswa yang mewakili kelas XI.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah observasi, studi dokumentasi, studi literatur, dan wawancara.

1. Observasi

Menurut Hammersly dan Atkinson (Creswell, 1997:125), kegiatan observasi adalah sesuatu kemampuan khusus dari peneliti dalam menangkap isu yang dikemukakan oleh responden, seperti pesan dan kesan menipu, dan sesuatu yang terlewatkan peneliti dari lapangan seperti apa yang dikemukakan oleh responden. Hal ini dilakukan dengan melakukan pencatatan informasi yang disaksikan peneliti selama penelitian. Pencatatan terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan yang kemudian dicatat seobjektif mungkin.

Nasution (1982:123) mengatakan bahwa: “observasi dilakukan untuk

memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam

kenyataan”. Sementara Sujana dan Ibrahim (1989) mengatakan dengan

melalui kegiatan pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku individu, kegiatan yang dilakukannya, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukannya.

(25)

dilakukan oleh peneliti dapat diambil dari beberapa manfaat sebagaimana dikemukakan oleh M.Q. Patton (1998:124-126) bahwa manfaat pengamatan adalah:

a. Dengan berada dilapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh.

b. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep Mc. Millan dan Schumacher (2001:41-42) menjelaskan ada dua macam bentuk observasi dalam penelitian kualitatif , yakni:

a. Observasi partsipan/partisipan penuh (participant observation) adalah suatu teknik interaktif dalam mencatat untuk menggambarkan “partisipasi”

dari si peneliti terhadap apa yang terjadi dalam obyek penelitiannya. Jadi dalam hal ini peneliti menyamakan dirinya sebagai orang yang diteliti. b. Observasi lapangan (field observation) adalah suatu teknik observasi yang

seringkali dilakukan oleh penelitian kualitatif. Dimana peneliti bertindak sebagai saksi mata dalam mencatat secara detail apa saja yang terjadi dalam obyek pengamatan, disini ia membatasi diri dalam berpartisipasi hanya sebagai pengamat dan tidak berperan serta sebagai bagian dari obyek penelitian.

(26)

2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan langkah pertamayang dilakukan peneliti dengan memanfaatkan sumber-sumber kepustakaan yang berupa teks, makalah, jurnal, dokumentasi-dokumentasi yang berkaitan dengan yang diteliti, hasil penelitian terdahulusebagai penunjang dalam melaksanakan analisa. Menurut Lincoln dan Gubba (1985:276-277) catatan dan dokumen dapat digunakan sebagai suatu saksi dari peristiwa-peristiwa tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban. Maka dalam rangka penelitian ini peneliti mengumpulkan catatan dan dokumen yang dipandang perlu untuk membantu.

Peneliti memanfaatkan sumber-sumber berupa catatan dan dokumen (non human resources) untuk pengembangan analisis kajian sebagaimana Lincoln dan Gubba (1985:276-277) menjelaskan bahwa catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dan kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Kajian dokumen difokuskan pada aspek materi dan substansi yang terkait dengan penguatan civic disposition dan kesadaran berkonstitusi. Dokumen-dokumen itu adalah Kurikulum SMA, dokumen pembelajaran PKn, Jurnal, Profil Sekolah, Tata Tertib Sekolah, dan dokumen-dokumen lain yang relevan pada SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

3. Studi Literatur

(27)

permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. Studi literatur dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Mengacu pada kajian Straus dan Corbin (2009:39) bahwa ada literatur teknis dan literatur non teknis. Literatur teknis, seperti laporan tentang kajian penelitian dan karya tulis profesional atau disipliner dalam bentuk makalah teoretik atau filisofis. Sedangkan literatur non teknis seperti biografi, buku harian, dokumen, naskah, catatan, catalog, dan materi lainnya yang dapat digunakan sebagai data utama atau sebagai pendukung wawancara.

Teknik kajian dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan civic disposition, pendidikan kewarganegaraan, dan kesadaran berkonstitusi. Hasil studi literatur dapat dijadikan masukan dan landasan dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang akan diteliti; termasuk juga memberi penjelasan tentang latar belakang mengapa masalah tadi penting untuk diteliti.

Dalam enelitian ini studi literature dilakukan dengan cara merangkum beberapa kejadian yang relevan dengan masalah civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi. Studi literatur dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara membaca dari buku-buku, atau media cetak lainnya. Studi literature dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan.

4. Wawancara

(28)

(2001:42) sebagai berikut: “An in-depth interviews is often characterized as a

conversations with a goal”. Sedangkan menurut Lexy J. Moleong, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan Lincoln dan Guba (1985:266) dalam Lexy J. Moleong (2005:186) antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan. Nasution (1982) mengatakan bahwa wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal untuk memperoleh informasi

Menurut Gulo (2007:119) komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab secara tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki oleh subjek yang diwawancarai.

Menurut Mulyana (2003:180) wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni: wawancara tak berstruktur dan wawancara berstruktur. Wawancara tak berstruktur sering juga disebut wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara terbuka (open interview), dan wawancara etnografis. Wawancara bersstruktur sering juga

(29)

terbuka menurut Moloeng (2004) adalah wawancara yang dilakukan dimana subyek yang diwawancarai secara sadar mengetahui kalau dirinya diwawancara. Wawancara secara tertutup dilakukan dimana subyek penelitian tidak mengetahui kalau dirinya sedang diwawancara, peneliti bertanya seolah-olah merupakan percakapan biasa dan santai. Wawancara mendalam dilakukan terutama terhadap guru PKn yang menjadi responden, ditambah dengan siswa. Wawancara tambahan dilakukan hanya sepintas kepada beberapa orang siswa yang kebetulan pada saat melanggar tata tertib sekolah bersedia diwawancarai.

Berkaitan dengan jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara mendalam, dimana ini dilakukan guna mendapatkan kualifikasi jawaban sebagai data lapangan, yang dapat memberikan jawaban atas makna dari temuan fakta dilapangan. Wawancara dilakukan untuk tujuan menggali konsepsi, persepsi, ide/gagasan, perasaan, motivasi, tuntutan, harapan, dan kepedulian para subjek penelitian.

Jenis wawancara yang digunakan adalah pertama, wawancara informal (the informal conversationinterview), dilakukan secara spontan pada responden. Proses observasi dan narasumber tidak diberitahu sedang diwawancarai. Kedua, wawancara umum dengan pendekatan terarah (the general interview guide approach), ialah jenis wawancara yang menggariskan

sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Ketiga, wawancara terbuka yang baik (the standardized open-ended interview), meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun

(30)

Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan jenis wawancara mendalam, dimana ini dilakukan guna mendapatkan kualifikasi jawaban sebagai data lapangan, yang dapat memberikan jawaban atas makna dari temuan fakta dilapangan.

F. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Menurut Bogdan dan Biklen (1990:189) analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang telah dihimpun untuk menambah pemahaman anda sendiri mengenai bahan-bahan itu semua untuk memungkinkan anda melaporkan apa yang telah anda temukan kepada pihak lain.

Analisis data meliputi kegiatan menyusun data dengan membagi-baginya menjadi satuan-satuan kecil yang kemudian disintesakan, dicari polanya, menentukan mana yang penting dan mana yang tidak penting, dan diputuskan untuk dilaporkan. Dalam penelitian ini, analisis dapat meliputi semua data yang berkaitan dengan data konseptual dan data lapangan yang berkaitan dengan pengutan civic disposition dan kesadaran berkonstitusi di SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

Dalam penelitian ini secara bertahap dapat diuraikan mengenai analisis kualitatif, yaitu:

1. Analisis data hasil observasi lapangan mengenai civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi.

(31)

keilmuannnya (body of knowledge) yang terdiri dari fakta, data, konsep, generalisasi, teori, dan taksonomi (kognitif, afektif, dan psikomotor).

3. Pedoman wawancara, alat ini digunakan untuk mempertegas atau memperjelas serta melengkapi data kualitatif dengan melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah, Wakasek, PKS Kesiswaaan, Pembina OSIS, Guru PKn, dan Siswa.

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisa data dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono (2008:338) mencakup tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi. Langkah-langkah yang ditempuh Miles dan Hberman (1992:20) dalam melakukan analisis data penelitian kualitatif adalah:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang telah dikemukakan kembali makin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu.

2. Penyajian Data

(32)

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dan verifikasi awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tapi apabila kesimpulan verifikasi yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka kesimpulan dan verifikasi yang dikemukakan merupakan kesimpulan dan verfikasi yang kredibel

4. Triangulasi

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Penerapan civic dispositions pada diri siswa sangat tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta.

2. Kesimpulan Khusus

(34)

menghormati, penghormatan siswa terhadap hak cipta/karya orang lain dalam berbagai bidang sudah berdasar pada tanggung jawab sosial professional, siswa hampir seluruhnya jujur terhadap kesalahan sendiri selaku individu/warga negara, hampir seluruhnya siswa jujur dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan atas dasar tanggung jawab personal, sosial, spiritual sebagai individu, warga negara, dan insan Tuhan Yang Maha Esa, siswa seluruhnya sudah mempunyai kemauan dan kesediaan untuk berubah menuju hari esok yang lebih baik.

b. Penerapan komitmen civic dispositions sangat tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa SMA Negeri 1 Darangdan Kabupaten Purwakarta. Hal ini di dukung oleh kesimpulan beberapa faktor penentu, siswa mempunyai komitmen terhadap keputusan bersama yang diambil secara benar, jujur, dan adil sesuai dengan konsep, prinsip, dan semangat demokrasi konstitusional yang berlaku, siswa mempunyai komitmen komitmen terhadap kedudukan, peran, dan tanggung jawab yang dipikul atas dasar hukum, kesepakatan, atau kesediaan sendiri, siswa mempunyai kesediaan “saling asah, asih, dan asuh” atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial sebagai warga

(35)
(36)

B. Rekomendasi.

Berdasarkan kesimpulan diatas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal berkaitan penerapan civic dispositions dalam peningkatan kesadaran berkonstitusi di kalangan siswa, yakni sebagai berikut:

1. Kepada Pemerintah.

a. Membuat kebijakan-kebijakan melalui program-program yang dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi bagi siswa di lingkungan sekolah.

b. Membuat kebijakan-kebijakan melalui program-program yang dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi bagi masyarakat secara umum.

2. Kepada Sekolah

a. Membuat kebijakan-kebijakan melalui program-program sekolah yang dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi bagi seluruh komponen yang ada

di sekolah.

b. Mengimplementasikan kebijakan-kebijakan melalui program-program sekolah tersebut dalam kehidupan sehari-hari di sekolah secara nyata . c. Memantau pelaksanaan kebijakan-kebijakan melalui program-program

sekolah tersebut, agar peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan civic dispositions dan kesadaran berkonstitusi bagi seluruh komponen yang ada di sekolah dapat terlihat.

3. Kepada Guru

(37)

b. Menjadi tauladan bagi siswa dan masyarakat umum dalam mengimplementasikan civic dispositions dalam upaya peningkatan kesadaran berkonsitusi.

4. Kepada Siswa

a. Agar lebih semangat dalam mempelajari, mengetahui, dan memahami civic dispositions dalam upaya peningkatan kesadaran berkonsitusi.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Muchtar, S. (2004). Pengembangan Berpikir dan Nilai dalam IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta

Asshiddiqie, J. (2006). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

___________ (2007). Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Untuk Mewujudkan Negara Hukum yang Demokratis. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI

___________ (2008). Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi. (Online) Tersedia: http://www.jimly.com. Html (27April 2008)

Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas : CCE

___________. (1999). Making The Case for Civic Education: Where We Stand at the End of the 20th Century. Washington: Center for Civic Education

Budiardjo, M. (1981). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia.

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). PKn dan masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.

Bull, U.J. (1969). Moral Judgement from Childhood to Adolescence. London: Pontletge & Kegan Paul.

Center for Civic Education/CCE.(1997b). We the People: Foundation of Democracy:

Teacher’s Guide. Calabsas: CCE

Cogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED.

Creswell, J.W. (1997). Research Design Qualitative ang Quantitative Approach. London: Sage Publication.

Debling, G. (1991). “Developing Standards”, dalam Competence Based Assessment. Buckingham: Open University Press.

Depdiknas, (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

(39)

___________ (1984). Value Clarification Technique. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.

___________ (2006). “Esensi Pendidikan Nilai Moral dan Pendidikan

Kewarganegaraan di Era Globalisasi” dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.

Djamarah, S.B. dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

El-Muhtaz, M. (2007). Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media group.

Fallon, R.H.Jr. (2001). Implementing the Constitution. Cambridge, Massachusetts and London: Harvard University Press.

Gordon, V.N. (1988). “Developmental Advising” dalam The Status and Future of Academic Advising: Problems and Promise. Iowa City, IA: Amerian College Testing Program.

Guba, E.G. (1987). Metodologi Inkuiri Naturalistik dalam Evaluasi Pendidikan. Jakarta.

Hasibuan, A. (1996). “Masalah Hubungan Antar-Lembaga Tinggi Negara dan hak

Asasi manusia dalam UUD NRI 1945”. Dalam Manan, Bagir (Ed).

Kedaulatan Rakyat , Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Kerlinger, F.N. (2002). Asas-asas Penelitian Behaviourial, Penerjemah Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Komalasari, K. (2009). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi. SPs UPI: tidak diterbitkan.

Makmun, A.S. (2001). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya. Mendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Mendiknas.

Mendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMA Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Mendiknas.

(40)

Moloeng, L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya.

Mulyana, D. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung:Remadja Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, M. (1988). Prosedur Penelitian Ilmiah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Quigley, C.N., Buchanan, Jr.J.H., Bachmueller, C.F. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasas: CCE

Ridwan. (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Riyanto, A. (2000). Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.

___________ (2007). Kapita Seleekta Hukum dalam Dinamika. Bandung: Yapemdo. ___________ (2008). Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu. Pidato Pengukuhan

Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Spesialis Hukum Konstitusi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

Sanusi, A. (1991). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Bandung: Tarsito.

Soekanto, S. (1982). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali. Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PPS

UPI dan PT. Remadja Rosdakarya.

Strong,C.F. (2008). Konstitusi-Konstitusi Politik Modern; Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia. Bandung: Nusa Media.

Sudarman, N. (2003). Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Rosdakarya.

Sugiyono (2003). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabet.

Surachmad, W. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar-dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito.

(41)

Wahab, A. Aziz. (1996). “Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik: Model PKn

Indonesia menuju Warga Negara Global”. (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar). Bandung: IKIP Bandung.

___________ (1999). “Budi Pekerti Education: A Model of Teaching Code of Conduct for Good Citizenship (Paper). Presented in the Con frerence on Civic Education for Civil Society. Organized by CICED in Collaboration with USIS. Bandung: Hotel Papandayan, Maret 16-17 1999.

___________ (1999). Paradigma Pedagogis PKn. Bandung: CICED.

___________. (2006). “Pengembangan Konsep dalam Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Baru Indonesia bagi Terbinanya Warga Negara

Multidimensional Indonesia” dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi

Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.

___________. (2007). “Pendidikan Kewarganegaraan” dalam Ali, Mohamad dan Rekan. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogis Press. Widjaja, A.W. (1984). Kesadaran Hukum Manusia dan Mayarakat Pancasila.

Jakarta: Era Swasta.

Winataputra, U.S. (2001). Membangun Etos Demokrasi Melalui Proyek Belajar …. Kami Bangsa Indonesia (Materi Penataran). Bandung: CICED.

___________ (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.

___________ (2007). Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi: Alternatif Model Pembelajaran Kreatif-Demokratis untuk Pendidikan Kewarganegaraan. (Online). Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. Html (4 Desember 2007).

Winataoutra, U.S. dan Ardiwinata (1991). Materi Pokok Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2008). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi PKn Sekolah Pascasarjana UPI.

Wolf, A. (1995). Competence-Based Assessment. Buckingham: Open University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, peneliti mencari data yang sama dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi, penerapannya yaitu dengan mengecek hasil

Berdasarkan observasi awal penelitian melalui wawancara dan observasi langsung di lapangan pada mata pelajaran Fisika di kelas XI IPA 2 SMA Batik 1 Surakarta diketahui bahwa guru

Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Dalam penelitian

Membuat RPP ,Mempersiapkan materi yang diberikan pada saat penelitian dilakukan, Dalam penelitian ini peneliti membahas hasil observasi dimana dalam kegiatan

Teknik pelaksanaan layanan dilakukan dengan dua siklus yang terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan (Planning), tindakan (Action), pengamatan (Observation), refleksi

Dalam pengumpulan data peneliti melakukan beberapa kegiatan dengan menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: (1) wawancara secara langsung dengan guru mata pelajaran

Survei Lokasi Pengabdian Lokasi pengabdian dalam abdimas ini ditentukan berdasarkan pada, yaitu: 1 kebutuhan pembinaan karakter siswa, dimana hasil observasi dan wawancara menunjukkan

Dapat dilihat berdasarkan temuan wawancara dengan informan penelitian dimana dalam kegiatan OSIS mencerminkan nilai-nilai demokrasi yaitu toleransi, kebebasan mengemukakan pendapat,