DAFTAR ISI
G. Definisi Operasional ... 7
BAB II PENERAPAN RTE DALAM MODEL PEMBELAJARAN CTL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TERHADAP PERSAMAAN FISIKA DAN MENGETAHUI PROFIL TINGKAT PENALARAN PADA SISWA SMA ... 11
A. Ranking Task Exercise ... 11
B. Contextual Teaching and Learning . ... 12
C. Ranking Task Exercise dalam Contextual Teaching and Learning ... 13
D. Tingkat Penalaran ... 15
E. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Metode dan Desain Penelitian ... 20
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
C. Instrumen Penelitian ... 22
1. Test ... 22
D. Prosedur Penelitian ... 29
E. Tehnik Pengolahan Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika ... 37
1. Aspek Mendeskripsikan Komponen-komponen dari Persamaan Fisika ... 44
2. Aspek Menerapkan Persamaan Fisika dalam Penyelesaian Masalah ... 45
3. Aspek Menunjukkan Association Map dari Suatu Persamaan Fisika ... 47
4. Aspek Mengidentifikasi Kasus Khusus dari Persamaan Fisika ... 49
B. Tingkat Penalaran ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Rubrik Tingkat Penalaran Siswa (Hudgins,2005) ... 15
3.1. Kriteria Penskoran . ... 21
3.2. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 23
3.3. Interpretasi Reliabilitas ... 24
3.4. Kriteria Indeks Kesukaran ... 25
3.5. Kriteria Daya Pembeda ... 25
3.6. Hasil Pengolahan Uji Coba Instrumen Tes ... 25
3.7. Interpretasi Nilai Average N-Gain ... 32
3.8. Rubrik Skor Me-ranking ... 33
3.9. Rubrik Skor Alasan ... 34
3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 35
4.1. Average N-Gain untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36
4.2. Pengelompokan Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Rubrik Tingkat Penalaran Tiap Submateri pada LKS RTE... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1. Pola Desain Penelitian ... 20
3.2. Diagram Prosedur Penelitian ... 31
4.1. Perbandingan Nilai Average N-Gain untuk Aspek Pemahaman
Persamaan Fisika antara Kelas Kontrol dengan Kelas Eksperimen ... 42
4.3. Persentase Jumlah Siswa Profil Tingkat Penalaran untuk Tiap Submateri
DAFTAR LAMPIRAN
A. Perangkat Pembelajaran
A.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap I
A.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap II
A.3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap III
A.4. LKS Ranking Task Exercise (Kelas Eksperimen)
A.5. Latihan Soal (Kelas Kontrol)
A.6. Kegiatan Demonstrasi Tahap I
A.7. Kegiatan Demonstrasi Tahap II
B. Instrumen Penelitian
B.1. Soal Uraian (Tes)
B.2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap I
B.3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap II
B.4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap III
B.5. Lembar Diagnosa Pemahaman Siswa Terhadap Persamaan-Persamaan
Fisika
C. Pengolahan dan Analisis Data
C.1. Hasil Studi Pendahuluan
C.2. Analisis Uji Coba Instrumen Tes
C.2.a. Validitas
C.2.b. Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas
C.3. Pengolahan Data Penelitian
C.3.a. Pengolahan Nilai Pretest dan Posttest Kedua Kelas
C.3.b. Perhitungan Average N-Gain Kedua Kelas
C.3.c. Hasil Profil Tingkat Penalaran Siswa
D. Dokumen Penelitian
D.1. Kisi-Kisi Instrumen
D.2. Lembar Kesediaan Pen-judgement Instrumen
D.3. Surat Permohonan Izin Penelitian
D.4. Surat Keterangan Penelitian
D.5. Dokumentasi Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam,
gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam
tersebut. Menurut Wospakrik (1993) Fisika adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi
pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam dan sifat zat
serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses Fisika ternyata
dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun
demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang
bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen
dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif.
Perumusan kuantitatif yang biasa dinyatakan sebagai persamaan Fisika ini,
memungkinkan untuk dilakukan analisis secara mendalam terhadap masalah yang
dikaji dan dilakukan prediksi tentang hal-hal yang akan terjadi berdasarkan model
penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi
dan kontrol fisika sehingga peran dari perumusan kuantitatif yang biasanya
disajikan dalam bentuk persamaan Fisika sangat penting untuk memahami konsep
Fisika yang bersifat dasar. Karena peran penting inilah, persamaan Fisika harus
dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Bruce L.Sherin (2001) memandang
pada konsep yang mendasar, mereka memiliki kemampuan dalam
mengekspresikan persamaan tersebut dan hal tersebut membimbing mereka dalam
mengerjakan tugas mereka.
Namun di sisi lain, mata pelajaran Fisika menjadi salah satu mata
pelajaran yang sulit bagi siswa secara umum disebabkan oleh banyaknya
persamaan Fisika, khususnya untuk persamaan yang rumit. Bila siswa menjumpai
kesulitan dalam memahami persamaan Fisika tersebut, maka mereka akan
kesulitan pula dalam memahami konsep-konsep dasar dari Fisika itu sendiri.
Sebuah studi tentang diagnosa pemahaman persamaan Fisika menunjukkan bahwa
terdapat 3 aspek kesulitan berkaitan dengan persamaan Fisika, yaitu kesulitan
dalam mendeskripsikan komponen-komponen dalam suatu persamaan; kesulitan
dalam menspesifikasikan kondisi dimana suatu persamaan dapat digunakan; dan
kesulitan dalam memanipulasi satuan dalam suatu persamaan (Bagno et.al, 2008).
Pada aspek menspesifikasi kondisi dimana suatu persamaan Fisika dapat
digunakan tersebut terdapat dua aspek khusus, yaitu penerapan dan
pengidentifikasian suatu kasus khusus dari suatu persamaan Fisika.
Didasarkan pula pada studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu
kelas yang berjumlah 37 siswa, di SMA Negeri di kota Majenang, sebanyak
89,2% dari mereka hanya dapat menjelaskan beberapa persamaan secara
matematis; 91,8% sulit mengidentifikasi dalam kondisi yang seperti apa suatu
persamaan dapat digunakan; 81,1% sulit dalam memanipulasi satuan dari suatu
persamaan Fisika. Dari data studi pendahuluan tersebut, dapat dilihat siswa masih
menyatakan kesulitannya tentang persamaan Fisika adalah bagaimana
menentukan persamaan Fisika yang tepat untuk menyelesaikan suatu
permasalahan jika dalam suatu bahasan Fisika mengandung banyak persamaan
Fisika (sebagian besar dari mereka menyebutkan bahasan kinematika), sehingga
mereka terpaksa menghafalkan semua persamaan yang ada dalam bahasan
tersebut. Dan pola latihan soal yang sebagian besar tidak menuntun siswa untuk
membangun pemikiran mereka sendiri tentang suatu persamaan dan menuntut
untuk mempergunakan secara langsung persamaan-persamaan yang ada secara
beruntun.
Berdasarkan dari kasus-kasus yang telah disebutkan, diperlukan adanya
pembelajaran dan lembar kerja siswa yang dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap persamaan Fisika. Pembelajaran yang memberikan langkah-langkah
dalam menemukan makna dari suatu persamaan Fisika adalah salah satu cara
untuk meningkatkan pemahaman terhadap persamaan tersebut. Dalam
menemukan makna dari suatu persamaan Fisika, diperlukan pula pembelajaran
yang dapat memberikan penemuan konsep yang bermakna pula. Elaine B.
Johnson (2002) mengemukakan bahwa karaktristik dari pembelajaran CTL adalah
penemuan yang bermakna (discovery meaning). Pembelajaran CTL melibatkan
siswa ke dalam aktivitas yang membantu mereka mengaitkan pembelajaran secara
akademis dengan situasi dalam kehidupan nyatanya (pengalaman siswa sendiri),
dengan cara tersebut penemuan bermakna akan muncul. CTL akan menjadi
perantara bagi siswa dalam memahami persamaan Fisika dengan adanya
Lembar kerja siswa yang dapat mengaitkan variabel-variabel yang ada
dalam suatu persamaan Fisika dan didasarkan pada deskripsi keadaan nyata yang
dialami siswa dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman persamaan
Fisikanya. Dalam penelitian ini, pola lembar kerja siswa yang digunakan adalah
Lembar Kerja Siswa berbasis Ranking Task Exercise. Format kegiatan pada
Ranking Task Exercise menuntut siswa untuk mengurutkan beberapa situasi yang
bervariasi dan mengidentifikasi situasi-situasi tersebut dengan cermat. Dengan
Ranking Task Exercise tersebut, siswa akan terbiasa dituntut untuk mengaitkan
besaran-besaran Fisika apa saja yang muncul dalam situasi tersebut. Ranking Task
Exercise memiliki sedikit petunjuk tentang bagaimana seharusnya latihan tersebut
dikerjakan, sebagaimana dikemukan oleh Maloney (2004) bahwa dalam
smengerjakan soal Ranking Task siswa dihadapkan paada satu set variasi yang
selalu membedakan nilai-nilai spesifik dari dua variabel dan siswa harus
memikirkan bagaimana variabel-variabel tersebut mempengaruhi keadaan dalam
soal tersebut. Hal tersebut sangat membantu siswa dalam memahami setiap
komponen dalam persamaan yang akan digunakan dalam situasi tersebut. Dengan
adanya pengembangan konsepsi awal siswa dalam menemukan makna dari suatu
persamaan melalui CTL dengan penerapan Ranking Task Exercise sebagai bahan
ajar yang menuntut siswa mengidentifikasi dengan cermat variabel-variabel yang
ada dalam soal (situasi), diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih
memahami persamaan Fisika yang digunakan. Selain itu juga, CTL memiliki latar
belakang yang sama dengan RTE, yaitu mengusung ide konstruktivisme. Oleh
penerapan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning untuk meningkatkan pemahaman persamaan Fisika siswa
SMA.
B.Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa SMA terhadap
persamaan-persamaan Fisika setelah diterapkan Ranking Task Exercise dalam model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning?
b. Bagaimana profil tingkat penalaran siswa SMA dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning yang menerapkan Ranking Task-exercise?
C.Batasan Masalah
Pemahaman terhadap persamaan Fisika dalam penelitian ini meliputi
aspek-aspek sebagai berikut: mendeskripsikan komponen-komponen dalam suatu
persamaan Fisika; menerapkan suatu persamaan dalam penyelesaian masalah;
menunjukkan association map dari suatu persamaan Fisika; dan mengidentifikasi
kasus khusus dari suatu persamaan Fisika. Peningkatan pemahaman terhadap
persamaan Fisika tersebut dilihat berdasarkan nilai average normalized gain tiap
aspeknya dari nilai pretest dan postest. Dalam penelitian ini, nilai average
normalized gain dari kedua kelompok siswa (eksperimen dan kontrol)
persamaan Fisika kedua kelompok siswa, baik dari tiap aspeknya maupun secara
keseluruhan.
Tingkat penalaran yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 5 tingkatan
penalaran, yaitu: expert, functional, near functional, subfunctional, dan
unstructure/allernative. Profil tingkat penalaran merupakan gambaran pola
jawaban dan penjelasan siswa dalam menyelesaikan soal berbasis RTE.
D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan
Fisika setelah diterapkannya Ranking Task Exercise dalam model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
2. Memdapatkan profil tingkat penalaran siswa SMA pada penerapan Ranking
Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning.
E.Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua variable, yaitu : variable terikat, berupa
pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan Fisika; dan variable bebas
berupa penerapan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual
F.Manfaat Penelitian
1. Sebagai model pembelajaran dan bahan ajar rujukan pada pembelajaran
Fisika di sekolah sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap
persamaan-persamaan Fisika dan mengetahui keterampilan penalaran siswa
SMA.
2. Sebagai bekal atau referensi pengetahuan dan keterampilan dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan pembelajaran, khususnya dalam
pembelajaran materi Fisika yang memiliki banyak persamaan Fisika.
G. Definisi Operasional
1. Ranking Task-exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning didefinisikan sebagai suatu konsep pembelajaran dengan bahan ajar
Ranking Task Exercise untuk mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Tahapan-tahapan CTL terdiri dari: invitasi (dikemukakannya pengetahuan
awal siswa tentang konsep yang dibahas); eksplorasi (penemuan konsep baru
melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data); penjelasan
dan solusi; dan pengambilan tindakan. Bahan ajar RTE diposisikan pada 2
tahapan, yaitu: eksplorasi untuk membantu siswa dalam menyelidiki dan
menerapkan konsep dan persamaan Fisika yang tepat dalam penyelesaian
masalah.
Ranking Task Exercise adalah latihan tertulis yang memberikan siswa satu
macam set variasi pada suatu kasus Fisika secara khusus. Implikasi dari
diterapkannya RTE adalah sebagai penunjang siswa dalam memahami persamaan
Fisika lebih mendalam melalui posisi RTE tersebut sebagai bahan ajar. RTE
tersebut dirancang sebagai LKS yang berisi sekumpulan latihan untuk satu materi
Fisika. Strukur dasar dari RTE terdiri dari 4 aspek, yaitu: deskripsi situasi,
termasuk perintah dan dasar dalam pengurutan suatu susunan; satu set
penggambaran yang menunjukkan perbedaan susunan yang dibandingkan; ruang
untuk mengidentifikasi jawaban pengurutan yang dipilih atau mengindikasikan
semua susunan yang mempunyai nilai yang sama dalam pengurutan dasar; dan
ruang untuk menjelaskan alasan dari jawaban yang diberikan (Maloney,2004).
Pola penjelasan siswa inilah yang digunakan untuk mengetahui tingkat penalaran
yang dimiliki siswa. Penalaran berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
membuat pengertian dan membangun kemampuan berpikirnya tentang apa yang
ada di bumi ini. Tingkat penalaran tersebut mulai dapat terlihat jika: siswa mulai
memperoleh konsep yang lebih akurat dan dapat mengklasifikasikan objek-objek
yang ada; memahami persamaan dan perbedaan diantara beberapa konsep; dan
dapat menemukan sebab dan pengaruh adanya hubungan antarobjek.
2. Pemahaman terhadap persamaan-persamaan Fisika.
Menurut Perkins dan Blythe (Bagno et.al, 2008), pemahaman adalah
bagaimana dapat melakukan tuntutan pemikiran yang bervariasi dengan sebuah
topik seperti menjelaskan (explaning), menemukan fakta dan contoh (finding
evidence and examples), mengeneralisasikan (generalizing), menggunakan
(applying), memperlihatkan hasil analisis (analogizing), dan merepresentasikan
suatu topik dengan cara yang berbeda. Berdasarkan pengertian tersebut, Ester
Bagno (2008) mengemukakan bahwa peningkatan pemahaman siswa terhadap
persamaan-persamaan Fisika dapat ditunjukkan dengan: menunjukkan association
map yang berkaitan dengan suatu persamaan; mendeskripsikan
komponen-komponen dari suatu persamaan; mengidentifikasi kasus khusus dari suatu
persamaan; dan menerapkan persamaan tersebut dalam suatu penyelesaian
masalah.
Dalam penelitian ini, pemahaman terhadap persamaan Fisika yang
dimaksud berdasarkan aspek pemahaman yang dikemukakan oleh Ester Bagno
(2008), meliputi:
a. Menunjukkan association map yang berkaitan dengan suatu persamaan;
Hal-hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah: menggunakan beberapa
persamaan untuk mendapatkan suatu persamaan Fisika yang lebih khusus;
untuk menghasilkan beberapa alternatif persamaan khusus dari suatu konsep
Fisika.
b. Mendeskripsikan komponen-komponen dari suatu persamaan;
Hal-hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah: mendeskripsikan dengan
benar variabel-variabel penting yang biasanya terdapat dalam suatu konsep
Fisika; membedakan setiap variabel tersebut dengan cermat.
c. Mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan;
Hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah memahami konsep, kasus atau
situasi yang khusus dimana persamaan tersebut dapat digunakan.
d. Menerapkan persamaan Fisika dalam suatu penyelesaian masalah.
Hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah menggunakan persamaan Fisika
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen dan penelitian deskriptif kuantitatif.
Untuk penelitian kuasi eksperimen terdapat variable terikat dan variable bebas
yang hanya diberlakukan pada satu kelompok. Pada jenis penelitian ini, tidak
semua variabel yang seharusnya terkontrol dapat dikontrol, akan tetapi hanya
beberapa dari variabel tersebut dan pengukuran setiap variabel dilakukan secara
bertahap bagi kedua kelompok penelitian. Sedangkan, pada penelitian deskriptif
kuantitatif, diperlukan adanya penggambaran atau penjelasan dari situasi
penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan diambil. Pada
penelitian deskriptif kuantitatif, akan dilihat tingkat penalaran siswa dari pola
jawaban siswa dalam LKS RTE.
Desain penelitian kuasi eksperimen yang digunakan adalah
Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group design, karena dalam penelitian
ini tidak dilakukan randomisasi untuk membentuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pretest dan posttest diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelas
kontrol yang dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (treatment).
Gambar 3.1. Pola Desain Penelitian
Keterangan:
Pre-test = tes awal sebelum treatment
Post-test = tes akhir setelah treatment
Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan khusus berupa penerapan RTE
dalam model pembelajaran CTL. Sedangkan, kelas kontrol hanya menggunakan
model pembelajaran CTL tanpa disertai dengan penerapan RTE.
Sedangkan untuk desain penelitian deskriptif kuantitatif adalah dengan
melakukan survey. Survey tersebut dilakukan bersamaan dengan dikerjakannya
soal-soal pada LKS RTE oleh siswa. Pola-pola jawaban siswa tersebut digunakan
sebagai informasi untuk mendeskripsikan profil tingkat penalaran siswa.
B.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMA
Negeri di kota Majenang dan yang menjadi sampel adalah dua kelas X yang
dipilih, yaitu kelas X.9 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.8 sebagai kelas
kontrol.
Pretest Treatment Posttest
Kelas Eksperimen : OE1 XE OE2
C.Instrumen Penelitian 1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,2009).Dalam
penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes essay (tes uraian). Tes tersebut
dilakukan untuk mengukur pemahaman awal siswa terhadap persamaan Fisika di
tiap kelas (eksperimen dan kontrol) dan untuk mengetahui adanya peningkatan
pemahaman siswa terhadap persamaan Fisika tersebut setelah diberikan treatment.
Tes tersebut dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Pemilihan bentuk
instrumen ini telah didiskusikan dengan pembimbing dengan mempertimbangkan
keefektifan bagaimana melihat keseluruhan aspek pemahaman terhadap
persamaan Fisika secara lebih jelas.
Penskoran setiap siswa ditentukan oleh penjelasan dan cara siswa
menjawab pertanyaan di tiap soal. Skor maksimum tiap soal adalah 10. Kriteria
penskoran merupakan hasil diskusi antara peneliti dan pembimbing. Proses
penskoran ini dilakukan saat pretest dan posttest pada tahap penelitian.
Tabel 3.1. Kriteria Penskoran
Skor total: 10 (tiap soal)
Perincian skor untuk soal no.1
Skor 4, untuk pendeskripsian yang benar untuk komponen-komponen yang memang dibutuhkan untuk menjawab soal tersebut. (tiap pertanyaan)
Skor 3, untuk pendeskripsian yang benar untuk komponen-komponen yang memang dibutuhkan untuk menjawab soal tersebut. (tiap pertanyaan)
Skor 1, jawaban yang tepat untuk seluruh pertanyaan Menerapkan suatu
persamaan Fisika dalam penyelesaian masalah
Skor total: 10
Perincian skor sebagai berikut.
Skor 3, untuk penerapan konsep dan persamaan Fisika yang tepat untuk soal tersebut (tiap pertanyaan)
Skor 2, untuk penyelesaian secara matematis dan hasil jawaban yang benar (tiap pertanyaan)
Menunjukkan
association map dari
suatu persamaan Fisika
Skor total: 10 (tiap soal) Perincian untuk soal no.6
Skor 9, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut .
Skor 3, jika hanya dapat menggunakan satu macam persamaan Fisika untuk menunjukkan “association map” dari suatu suatu persamaan Fisika yang dibutuhkan.
Skor 1, jika jawaban akhir yang diberikan benar. Perincian skor untuk soal no.7
Skor 7, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut .
Skor 3, untuk penyelesaian secara matematis dan jawaban yang diberikan benar.
Perincian skor untuk soal no.8
Skor 6, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut.
Skor 4, untuk penyelesaian secara matematis dan
Perincian skor sebagai berikut.
Sebelum digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini, tes uraian telah
diuji-cobakan di sekolah tempat penelitian berlangsung. Ujicoba instrumen
tersebut meliputi: uji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran, dan daya
pembedanya.
1. Uji Validitas (Perhitungan terlampir)
Validitas yang digunakan untuk uji statistik instrument ini, yaitu teknik
korelasi Product Moment. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:
rxv = koefisien korelasi antara variable X dan Y
N = Jumlah siswa uji coba
X = Skor tiap butir soal untuk setiap siswa uji coba
Y = Skor total tiap siswa uji coba
Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut :
Tabel 3.2 Klasifikasi Validitas Butir Soal
2. Uji Reliabilitas (Perhitungan terlampir)
Teknik yang dipergunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan
untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0 dan 1. Persamaan
rumus Alpha adalah sebagai berikut:
Keterangan :
rii = reliabilitas instrumen
k = banyaknya soal
= jumlah varians butir = varians total
Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan reliabilitas instrumen yang
telah dibuat, digunakan kriteria yang tertera pada tabel 3.2.
Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas
Interval Kategori
0,80< r11<1,00 Sangat tinggi 0,60< r11<0,80 Tinggi 0,40< r11<0,60 Sedang 0,20< r11<0,40 Rendah 0,00< r11<0,20 Sangat rendah
(Guilford dalam Erman, 2003)
3. Uji Tingkat Kesukaran (Perhitungan terlampir)
Untuk mengukur tingkat kesukaran suatu instrumen, digunakan
persamaan:
(3.3)
Keterangan:
Mean : skor rata-rata peserta didik pada satu nomor butir soal tertentu
Klasifikasi tingkat kesukaran dapat dilihat melalui tabel 3.3.
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Kriteria
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
(Munaf,2001)
4. Daya Pembeda (Perhitungan terlampir)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah
sebagai berikut:
(3.4)
Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat melalui tabel 3.4.
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda
Daya pembeda Kriteria daya pembeda
0,00-0,20 Jelek (poor) 0,21-0,40 Cukup (satisfactory) 0,41-0,70 Baik (good) 0,71-1,00 Baik sekali (excellent)
(Arikunto, 2010)
Berikut ini, hasil pengolahan ujicoba instrumen yang telah diperoleh:
Tabel 3.6 Hasil Pengolahan Uji Coba Instrumen
No. Soal
Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda
Keterangan Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1 0,47 Cukup 0,84 Mudah 0,23 Cukup Diambil
Sebelum diujicobakan, kesembilan soal tersebut sudah diperbaiki oleh
peneliti berdasarkan saran dari para pen-judgement. Setelah diujicobakan, peneliti
membuang 2 soal yang dinyatakan jelek untuk dijadikan alat ukur; yaitu no.3 dan
no.4. Soal no.3 dibuang, dikarenakan hasil analisis butir soal dari validitas rendah
dan daya pembeda yang jelek walaupun sudah melalui perbaikan dari proses
judgement. Soal no.4 dibuang, dikarenakan hasil analisis butir soal berupa
validitas yang sangat rendah, tingkat kesukaran yang paling sukar (0.13), dan daya
pembeda yang paling jelek (0.05). Soal no.9 diambil, dikarenakan hasil judgement
menyatakan soal tersebut sesuai dengan salah satu aspek dari pemahaman
persamaan Fisika, yaitu aspek mengidentifikasi kasus khusus dari suatu
persamaan Fisika. Sementara itu, peneliti sebenarnya telah menyiapkan dua soal
untuk mengukur aspek tersebut, yaitu no.4 dan no.9. Tetapi, dikarenakan hasil
analisis butir soal menyatakan soal no.4 sangat jelek, maka agar tetap dapat
mengukur aspek tersebut, soal no.9 tetap diambil.
Pengukuran untuk keempat aspek pemahaman terhadap persamaan Fisika
pada materi Kinematika Gerak Lurus tetap dapat dilakukan dengan soal-soal yang
telah diambil. Soal no.1 dan no.2, digunakan untuk mengukur aspek deskripsi
komponen-komponen dari persamaan Fisika. Soal no.5, digunakan untuk
mengukur aspek penerapan persamaan Fisika dalam suatu penyelesaian masalah.
Soal no.6,7 dan 8, digunakan untuk mengukur aspek association map dari suatu
persamaan Fisika. Sedangkan soal no.9, digunakan untuk mengukur aspek
2. Nontes
Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian adalah lembar
observasi untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan model pembelajaran
CTL baik dari aspek kegiatan guru maupun kegiatan siswa. Lembar observasi
mencakup seluruh rencana kegiatan pembelajaran yang didalamnya terdapat
tahap-tahap model pembelajaran CTL. Rencana kegiatan pembelajaran tersebut
dibagi dalam dua macam, yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa. Observer
mengamati kegiatan pembelajaran dan memberikan penilaian dengan memberikan
tanda checklist (√) bila rencana pembelajaran terlaksana disertakan dengan
komentar dan saran dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Selain
instrumen lembar observasi, terdapat catatan-catatan penelitian yang dibuat pada
saat pembelajaran berlangsung agar peneletian ini juga dapat diamati oleh peneliti
sendiri.
Selain tes dan nontes, instrument lain yang mendukung penelitian ini
adalah beberapa perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa RTE (untuk kelas eksperimen).
LKS RTE inilah yang membedakan perlakuan untuk kedua kelompok penelitian
(eksperimen dan kontrol). Berisikan sekumpulan soal tipe Ranking Task yang
harus dikerjakan oleh siswa. Pada LKS ini, siswa dituntut untuk memahami
soal-soal tersebut dan mengerjakannya sendiri. Setiap soal-soal memiliki variasi pada
situasi fisika yang dibuat bertingkat dalam hal kesulitan. Soal Ranking Task ini
D.Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, serta tahap pengolahan dan analisis data.
1. Tahap Persiapan
a. Penemuan masalah melalui pengamatan secara empiris maupun teoritis.
b. Perumusan masalah yang telah ditemukan.
c. Mengurusi administrasi untuk melakukan studi pendahuluan ke salah satu
SMA di Majenang.
d. Melakukan studi pendahuluan pada satu kelas di salah satu SMAN kota
Majenang untuk mendiagnosis pemahaman persamaan-persamaan Fisika
siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai latar belakang dari penelitian ini.
e. Studi literature tentang jurnal, artikel, buku dan laporan penelitian yang
berkaitan dengan RTE, CTL dan pemahaman terhadap persamaan Fisika.
f. Mengajukan hipotesis penelitian.
g. Telaah kurikulum Fisika SMA dan menentukan materi pembelajaran yang
akan dijadikan bahan ajar dalam penelitian ini. Materi pembelajaran yang
telah ditentukan, yaitu materi Kinematika Gerak Lurus pada KD 2.1 untuk
kelas X SMA.
h. Menyusun rencana pembelajaran dan instrument penelitian yang akan
digunakan dalam pelaksanaan penelitian, berupa LKS RTE, soal pretest
dan posttest, serta lembar observasi.
i. Melakukan judgment instrument kepada dua orang dosen dan satu guru
j. Perbaikan instrumen soal sebelum diujicobakan berdasarkan hasil
judgement
k. Melakukan ujicoba instrumen soal di sekolah yang dijadikan sebagai
tempat penelitian.
l. Menganalisis hasil ujicoba instrumen dengan mempertimbangkan
perbaikan instrumen soal yang teah dilakukan sebelumnya.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam
aspek pemahaman terhadap persamaan-persamaan Fisika, baik untuk
kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
b. Memberi perlakuan pembelajaran berupa penerapan Ranking
Taks-exercise dalam model Contextual Teaching and Learning selama 3
pertemuan untuk kelas eksperimen. Sementara, pembelajaran untuk kelas
kontrol hanya menerapkan model Contextual Teaching and Learning
selama 3 pertemuan.
c. Pelaksanaan posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengelolaan data berupa jawaban-jawaban siswa dalam LKS RTE, nilai
pretest dan posttest, serta lembar observasi.
b. Menganalisis dan membahas hasil pengolahan data.
c. Membuat kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan dan
membuat laporan penelitian.
E.Tehnik Pengolahan Data
1. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika
Pengukuran untuk mengamati adanya peningkatan pemahaman siswa
terhadap persamaan Fisika untuk materi Kinematika Gerak dilakukan dengan
menghitung gain yang dinormalisasi (N-gain). Nilai gain skor diperoleh dengan
persamaan:
G = skor post test – skor pre test
Persamaan yang digunakan untuk menghitung Average N-gain adalah
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
... .(3.5)
(Hake, 1999)
Keterangan :
<g> = rata-rata gain ternormalisasi
Sf = rata-rata skor tes akhir (posttest)
Mengkaji
Gambar 3.2 Diagram Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data
Interpretasi terhadap nilai rata-rata gain yang dinormalisasi ditunjukan
oleh Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Interpretasi Nilai Average N-gain
Nilai <g> Klasifikasi
Tinggi
Sedang
Rendah
2. Tingkat Penalaran
Data yang diperoleh dari Lembar Kerja Siswa berbasis Ranking Task
Exercise yang diberikan kepada kelas eksperimen, adalah hasil dari survey seluruh
jawaban siswa dari LKS RTE tersebut. Didasarkan pada apa yang dikemukakan
oleh O’Kuma et.al (2004)
Ranking task merupakan bentuk dan ukuran yang bagus sebagai pekerjaan
rumah karena ranking task tersebut sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh siswa meskipun membutuh perhatian dan analisis yang mendalam untuk memperoleh jawaban yang lengkap... Ranking task juga sangat berguna jika guru ingin membangkitkan suasana diskusi kelas.
Dalam penelitian ini, LKS RTE ini digunakan sebagai bahan ajar di dalam
model pembelajaran CTL dan juga sebagai pekerjaan rumah bagi siswa. Penilaian
untuk hasil survey ini didasarkan dari indikator-indikator yang terlihat yang
berasal dari rubrik tingkat penalaran. Rubrik tingkat penalaran tersebut dapat
dilihat pada tabel 2.2. Survey jawaban-jawaban siswa tersebut dilakukan secara
menyeluruh dan umum. Dari hasil survey tersebut, peneliti dapat menentukan di
tingkatan penalaran seorang siswa berada pada level ke berapa.
Selain dari hasil survey, penentuan tingkat penalaran juga berdasarkan
penjelasan. Penilaian tersebut berdasarkan pada aturan yang dikemukakan oleh
O’Kuma et.al (2004) yaitu bila RTE sebagai tes maka RTE tersebut memberikan
dua bagian penilaian dari pengurutan jawaban dan penjelasan yang diberi skor
secara terpisah: sebagai contoh, 2 dari 5 poin untuk pengurutan yang benar dan 3
dari 5 poin untuk penjelasan yang tepat. Sehingga untuk keperluan penelitian ini,
penulis membuat aturan penilaian dengan persamaan berikut:
Dengan nilai total maksimum 100 terbagi menjadi 40 untuk skor
maksimum merangking dan 60 untuk skor maksimum alasan. Skor untuk
merangking diungkapkan dalam Tabel 3.8
Tabel 3.8 Rubrik Skor Me-ranking
Penskoran untuk alasan berpengaruh besar dalam menentukan
pengelompokan siswa sesuai dengan rubrik tingkat penalaran (Hudgins et al.
2007). Berikut ini kriteria level penskoran untuk skor alasan pada tiap soal RTE.
Tabel 3.9 Rubrik Skor Alasan
No Indikator Penilaian Skor Level
1 Kompleks dan akurat, siswa mengemukakan seluruh konsep yang terkait. Termasuk menamai variabel-variabel yang penting dan mengemukakan secara tepat kepentingan varibel tersebut serta aturan yang menghubungkannya dengan fenomena yang teramati. Proses umum dijelaskan secara gamblang dengan bahasa
60-49 5 (expert)
No Indikator Penilaian Skor
1 Urutan ke 1 benar 8
2 Urutan ke 1 dan 2 benar 16
No Indikator Penilaian Skor Level
ilmiah yang tepat.
2 Dapat menyajikan solusi dengan tepat, namun mendeskripsikan lebih singkat (secara umum benar) secara garis besar pada variabel-varibel dan hubungannya. Proses umum dikemukakan secara singkat.
48-37 4 (functional)
3 Deskripsi siswa mengidentifikasi dua atau lebih variabel-variabel yang relevan dan hubungan dari konsep yang relevan tetapi tidak mengungkapkan satu atau lebih pengetahuan dari bagian yang penting. Penjelasannya terkadang sedikit membingungkan dalam penyajian bahasa atau konteks, tetapi menghasilkan solusi yang benar. Bagaimanapun, deskripsi siswa menyarankan penguasaan konsep yang terbatas serta tidak memiliki kedalaman atau fleksibelitas yang cukup untuk menjelaskannya jika dilakukan perubahan kecil dalam format atau penampilan pada sebuah konsep.
36-25 3
(nearfunctional)
4 Penjelasan siswa mengidentifikasi benar paling sedikit satu variabel yang relevan, tetapi hanya komponen konsepnya saja yang diperlihatkan. Hubungan antar variabel yang penting tidak diungkapkan secara naratif olehnya, dan deskripsi siswa misaplikasi dalam hal bahasa, kontradiksi, atau penyederhanaan logika.
24-13 2 (subfunctional)
5 Siswa hanya mengidentifikasi satu variabel yang relevan, tetapi dia tidak dapat menggambarkan atau menunjukan komponen konsep tersebut. Atau, siswa menggambarkan model alternatif tidak dilandasi studi ilmiah.
12-0 1 (unstructured)
Jumlah keseluruhan item soal RTE yang ada pada LKS tersebut adalah 17
soal dan dibagi dalam 3 submateri, yaitu submateri 1 tentang gerak lurus
beraturan 6 soal; submateri 2 tentang gerak lurus berubah beraturan 3 soal; dan
submateri 3 tentang gerak vertikal 8 soal. Dalam penentuan profil tingkat
penalaran dari seorang siswa, ditentukan terlebih dulu profil tingkat penalaran tiap
siswa dari tiap submateri yang ada pada LKS RTE. Sebagian besar
penalaran yang paling banyak muncul dari ketiga submateri tersebut (lebih dari
satu level yang sama) adalah profil tingkat penalaran yang memang dimiliki oleh
siswa tersebut hasil dari pengerjaan LKS RTE.
Sedangkan untuk pengolahan lembar observasi untuk keterlaksanaan
pembelajaran dilakukan dengan cara membandingkan kegiatan yang terlaksana
terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada lembar observasi. Pengolahan
dilakukan pada tiap aspek keterlaksanaan pembelajaran. Persentase data hasil
observasi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
(3.6)
Setelah mengolah data menggunakan persamaan di atas, keterlaksanaan
pembelajaran diinterpretasikan melalui tabel 3.10.
Tabel 3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Keterlaksanaan(%) Kategori
0,00-24,90 Sangat Kurang
25,00-37,50 Kurang
37,60-62,50 Sedang
62,60-87,50 Baik
87,60-100,00 Sangat Baik
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri
Kota Majenang mengenai penerapan Ranking Task Exercise dalam model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan
pemahaman persamaan Fisika dan mengetahui profil tingkat penalaran
siswaSMA, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika, meliputi keempat aspek berikut:
a. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mendeskripsikan
komponen-komponen dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas
eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,55.
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
sedang dengan nilai Average N-Gain 0,30.
b. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menerapkan
suatu persamaan Fisika dalam penyelesaian masalah siswa SMA kelas
eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,32.
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
rendah dengan nilai Average N-Gain 0,18.
c. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menunjukkan
assoctiaon map dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
rendah dengan nilai Average N-Gain 0,06.
d. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mengidentifikasi
kasus khusus dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas eksperimen
dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,31. Sedangkan,
pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori rendah
dengan nilai Average N-Gain 0,19.
2. Profil tingkat penalaran siswa pada materi gerak lurus dengan kecepatan dan
percepatan tetap sebagian besar berada pada level tingkat penalaran
subfunctional.
B. Saran
1. Dari pembahasan hasil penelitian ini, terdapat dua kesulitan yang dihadapi
siswa berhubungan dengan pemahaman mereka terhadap persamaan Fisika
yaitu kesulitan dalam menginterpretasi grafik dan cara komutatif atau
perumusan suatu persamaan. Kedua kesulitan tersebut berdampak pada
kurang maksimalnya beberapa aspek pemahaman persamaan Fisika yang
hendak diukur. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih lanjut
seberapa besar pengaruh kemampuan interpretasi grafik dan kemampuan
membuat perumusan persamaan terhadap pemahaman persamaan
Fisikanya.
2. LKS RTE belum bisa meningkatkan semua aspek pemahaman persamaan
Fisika secara maksimal. Terdapat dua aspek yang belum terlihat jelas
komponen dari suatu persamaan Fisika dan aspek dalam menunjukkan
association map dari suatu persamaan Fisika. Oleh karena itu, diperlukan
adanya penelitian lebih lanjut mengenai bahan ajar yang dapat melatih
siswa dalam meningkatkan kedua aspek tersebut dengan lebih baik.
3. Pada penelitian ini, diperoleh kemungkinan bahwa ketercapaian tingkat
penalaran siswa pada pembelajaran RTE dipengaruhi oleh tingkat
kompleksitas materi. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut
mengenai hubungan antara ketercapaian tingkat penalaran siswa dengan
tingkat kompleksitas materi yang dipelajari.
4. Dalam penelitian ini, bila diamati secara lebih seksama kesimpulan
peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk keempat aspek memiliki
hubungan yang dapat dikaitkan dengan bagaimana profil tingkat penalaran
siswa tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan antara pemahaman persamaan Fisika dengan profil tingkat
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).
PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Bruce L.Sherin. (2001). How Students Understand Physics Equations. [online].
Tersedia:http://www.ctd.northwestren.edu. [26 Maret 2012]
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Erman. S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Jurusan
Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.
Esther Bagno, Hana Berger and Bat-Sheva Eylon (2008) Meeting The Challenge
of Students’ Understanding of Formulae in High-school Physics: A Learning Tool. [Online]. Tersedia:http://www.iop.org/journals/physcd [25
Oktober 2011]
Hake, R.R. (1998). Analayzing Change/Gain Scores. Dept. of Physics, Indiana
University. 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA.
Hudgins, D.W.et.al. (2007). Effectiveness of Collaborative Ranking Tasks on
Student Understanding of Key Astronomy Concepts. Dalam Astronomi
Education Review [Online], Volume 5(1), 22 halaman. Tersedia:
http://aer.noao.edu/ [8 Februari 2008]
Johnson, Elaine B.PhD. (2002). Contextual Tecahing and Learning: What It Is
and Why It’s Here to Stay. London: A Sage Publications Company.
J.Cox Anne, Belloni Mario, dan Christian Wolfgang.,(2005). Teaching Physics
with Physlet-Based Ranking Task Exercises. 592
HitamArt. (2012). Bab “Penalaran” Argumentasi dan Narasi Karangan Gorys
Keraf [Online]. Tersedia:
http://hitamart.wordpress.com/2012/03/25/bab-penalaran-argumentasi-dan-narasi-karangan-gorys-keraf/ [9 Oktober 2012]
Mansur Muslich. (2007). KTSP. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontesktual. Jakarta: Bumi Aksara
Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional.
O’Kuma Thomas L, Maloney David P., Hieggelke Curtis J.(2004). Ranking Task
Exercises in Physics: Student Edition Instructor’s Guide. United States of
America: Pearson Prentice Hall.
Somia, G. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournaments (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Dalam
Pembelajaran Fisika. Sripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Sugiyono, (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Wijaya, A.F.C. (2009). Collaborative Ranking Task Berbantuan E-Learning
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Keterampilan
Generik Sains IPBA Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Magister pada
SPs UPI; tidak diterbitkan
Wospakrik, Hans J. Dan Lilik Hendrajaya. (1993). Dasar-Dasar Matematika
untuk Fisika. Jakarta: Ditjen Dikti RI Proyek Pembinaan Tenaga