• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA KUMAN DENGAN DERAJAT OBSTRUKSI (VEP 1 ) PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN POLA KUMAN DENGAN DERAJAT OBSTRUKSI (VEP 1 ) PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA KUMAN DENGAN DERAJAT OBSTRUKSI (VEP1) PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT

DI RSUP H ADAM MALIK DAN RS PIRNGADI MEDAN

TESIS

RIANTI AGUSTINA TARIGAN

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

HUBUNGAN POLA KUMAN DENGAN DERAJAT OBSTRUKSI (VEP1) PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) EKSASERBASI AKUT

DI RSUP H ADAM MALIK DAN RS PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RIANTI AGUSTINA TARIGAN

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Tesis :Hubungan Pola Kuman Dengan Derajat Obstruksi (VEP1) Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik dan RS.

Pirngadi Medan

Nama Peneliti :Rianti Agustina Tarigan

Program Studi :Program Magister Kedokteran Klinik

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

Menyetujui Pembimbing

Dr.dr.AmiraP.Tarigan,Sp.P(K), MKK Nip:196911071999032002

Kordinator Penelitian

Anggota I Anggota II Departemen Pulmonologi

Dan Kedokteran

dr.Dian Dwi Wahyuni, Sp.MK dr.Putri C.E. MSEpid, PhD Dr.dr.Bintang YM Sinaga,MKed(Paru),Sp.P(K) NIP: 197506202005012002 NIP: 197209011999032001 NIP: 197202281999032002

Ketua Program Studi Ketua Departemen Ketua Tim Koordinator Departemen

Magister Kedokteran Klinis Pulmonologi dan Program Pendidikan Dokter Spesialis

Kedokteran Respirasi

(4)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA I RUMAH SAKIT UMUM HAJI

ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian :Hubungan Pola Kuman Dengan Derajat Obstruksi (VEP1) pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP. H.Adam Malik dan RS.Pirngadi Medan Nama Peneliti : Rianti Agustina Tarigan

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinis

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Jangka Waktu : 1 (satu) tahun

Biaya Penelitian : Rp.5.000.000,-

Lokasi Penelitian : RSUP Haji Adam Malik dan RS Pirngadi Medan Pembimbing : Dr.dr.Amira P. Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P(K)

dr. Dian Dwi Wahyuni, Sp.MK dr. Putri C.E. MSEpid, PhD

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis :Hubungan Pola Kuman Dengan Derajat Obstruksi (VEP1) pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP. H.Adam Malik dan RS.Pirngadi Medan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang menyatakan Peneliti

dr. Rianti Agustina Tarigan

(6)

Telah diuji pada Tanggal : 07 Juni 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Prof.dr.H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) Prof.dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)

dr. H Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P(K) dr. H. Zainuddin Amir, MKed(Paru), Sp.P(K) dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

Dr. Pandiaman Pandia M.Ked(Paru), Sp.P(K)

Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan M.Ked(Paru), Sp.P(K) dr. Parluhutan Siagiaan, MKed(Paru) Sp.P(K) Dr.dr. Bintang YM. Sinaga, MKed(Paru), Sp.P(K) dr. Noni. N Soeroso, M.Ked(Paru),Sp.P(K)

dr. Fajrinur Syarani, Sp.P(K) dr. Setia Putra Tarigan Sp.P(K)

(7)

ABSTRAK

Latar belakang : Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab utama PPOK eksaserbasi akut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola kuman dengan derajat obstruksi VEP1 pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan serta antibiotik yang masih sensitif sesuai hasil uji kepekaan.

Metode : Desain penelitian adalah penelitian cross sectional dari semua pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan pada September 2015 sampai September 2016. Pada 45 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan Spirometri kemudian dilakukan penilaian derajat keparahan PPOK sesuai GOLD 2017. Pada setiap sampel sputum ekspektorasi dibuat hapusan gram, untuk menghitung jumlah sel epitel dan PMN digunakan kriteria Barttlet. Sampel kemudian ditanam pada Agar Darah. Dilakukan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dengan metode VITEC 2.

Hasil : Dari total 45 pasien 30 (66,7%) mempunyai hasil kultur sputum positif. Bakteri patogen yang paling sering terisolasi adalah Streptococcus pneumonia (26,7%). Antibiotik yang paling sensitif adalah Amikasin (100%). Tidak dijumpai hubungan antara kultur positif dan kultur negatif dalam hambatan aliran udara VEP1 (p>0,05). Tidak ada perbedaan signifikan antara gram positif dan gram negatif dalam hambatan aliran udara VEP1.

Kesimpulan : Insiden infeksi bakteri berdasarkan kultul sputum positif pada PPOK eksaserbasi akut adalah sebesar 66,7%, Streptococcus pneumonia merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan dan Amikasin merupakan antibiotik yang paling sensitif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kultur positif dan kultur negatif serta bakteri gram positif dengan gram negatif dalam hambatan aliran udara VEP1

Kata kunci : Infeksi Bakteri, kultur sputum, PPOK eksaserbasi akut

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Hubungan Pola Kuman Dengan Derajat Obstruksi (VEP1) pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP. H.Adam Malik dan RS.Pirngadi Medan”.

Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini, namun penulis berharap tulisan ini berguna dalam pelaksanaan terapi antibiotic.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi &

Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa trimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati:

dr. H. Zainuddin Amir, MKed(Paru), Sp.P(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang terus menerus memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan bertindak ilmiah, yang sangat berguna bagi penulis untuk masa mendatang.

(9)

Dr.dr. Bintang YM. Sinaga, MKed(Paru), Sp.P(K) sebagai koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan sekretaris Program Studi Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

dr. M. Rusda Harahap, MKed(OG), Sp.OG(K) sebagai ketua TKP PPDS FK USU yang senantiasa tiada jemu membantu, mendorong, dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan, MKed(Paru), Sp.P(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bimbingan, bantuan dan nasehat yang berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

Yang terhormat Dr.dr. Amira Permatasari Tarigan, MKed(Paru), Sp.P(K), dr. Dian Dwi Wahyuni, Sp.MK, dr. Putri Chairani Eyanoer, MSEpid, PhD sebagai pembimbing penulis dalam tulisan ini yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan tehnis, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan

(10)

Widirahardjo, Sp.P(K), dr. H. Pandiaman Pandia, MKed(Paru), Sp.P(K), Dr. dr.

Fajrinur Syarani, MKed(Paru), Sp.P(K), dr. Parluhutan Siagiaan, MKed(Paru) Sp.P(K), dr. Noni N Soeroso, MKed(Paru) Sp.P(K), dr. Setia Putra Tarigan Sp.P(K), dr. Ucok Marthin Sp.P, dr. Netty Damanik, Sp.P, dr. Syamsul Bihar, MKed(Paru) Sp.P, dr. Ade Rahmaini, MKed(Paru), Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan penghargaan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan trimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Direktur RS Pirngadi Medan, Kepala Instalasi Mikrobiologi RSUP HAM yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan trimakasih kepadan teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Pegawai tata usaha, perawat/petugas poli klinik, ruang rawat inap, ruang mikrobiologi RSUP H Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan atas bantuan dan kerjasama yang baik selama menjalani masa pendidikan.

Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan trimakasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada ayahanda Drs. Aries MB. Silangit dan ibunda Mariati Sembiring yang telah dengan penuh kesabaran memberikan dukungan, motivasi, bimbingan kasih sayang dan selalu setia senantiasa memberi dorongan, semangat dan pengorbanan.

Kepada suamiku tercinta Hendrik Taruna Surbakti, SSTP. M.Si, tiada kata yang tepat untuk mengungkapkan rasa terimakasih karna telah menjadi pendorong dan teman paling setia dalam suka maupun duka. Terimakasih atas

(11)

kesabaran, ketabahan dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati Tuhan YME. Juga anak-anakku tersayang Gavra Lionell Taruna Surbakti dan Vania Clarisse Tavisha Surbakti yang merupakan tempat curahan kasih sayang penulis, pendorong serta pelipur lara bagi penulis.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Mei 2017 Penulis

Rianti Agustina Tarigan

(12)

CURICULUM VITAE DAN PENDIDIKAN

IDENTITAS

Nama : dr. Rianti Agustina br Tarigan Tempat/Tgl. Lahir : Kampung Baru/ 18 Agustus 1980 Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Dokter

NIP : 198008182009112001

Alamat : Jl. Stella Raya Kompleks SBM Blok E No.60 Medan Tuntungan

KELUARGA

Bapak : Drs. Aries MB. Sy Ibu : Mariati Sembiring

Suami : Hendrik Taruna SSTP, M.Si Anak : 1. Gavra Lionell Taruna

2. Vania Clarisse Tavisha PENDIDIKAN

SD Negeri Patumbak Kota : Deli Serdang Ijazah : 1992 SMP Negeri Patumbak Kota : Deli Serdang Ijazah : 1995

SMA Cahaya Kota : Medan Ijazah : 1998

FK-UMI Kota : Medan Ijazah : 2005

PERKUMPULAN PROFESI 1. Anggota IDI Sumatera Utara

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

JUDUL TESIS ... …ii

KATA PENGANTAR ... ...iii

DAFTAR lSI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Epidemiologi PPOK ... 5

2.2. Definisi PPOK ... 7

2.3. Patologi PPOK. ... 8

2.4. Patogenesis PPOK ... 9

2.5. Patofisiologi PPOK ... 11

2.6. Diagnosis PPOK ... 12

2.6.1. Penilaian Spirometri ... 14

2.7. Etiologi PPOK ... 15

2.8. Pemeriksaan Mikrobiologi ... 17

(14)

2.8.2. Bahan Sampel Sputum ... 18

2.9. Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Desain Penelitian.. ... 22

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampe ... 22

3.3.1. Populasi Penelitian ... 22

3.3.2. Sampel Penelitian ... 22

3.3.3. Perkiraan Besar Sampel ... 23

3.4 Kerangka Operasional ... 24

3.5 Definisi Operasional ... 25

3.6 Alur Penelitian... 27

3.7 Pengolahan Data ... 28

3.8 Perkiraan Biaya Penelitian ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Karakteristik sampel penelitian ... 30

4.2 Distribusi pola bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi ... 32

4.3 Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi ... 34

4.4 Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP1 ... 36

4.5 Hubungan hasil pewarnaan gram bakteri dengan derajat hambatan aliran udara VEP1 ... 37

4.6 Kepekaan 4 kuman terbanyak terhadap berbagai Antibiotik ... 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(15)

LAMPlRAN 1 ... 49 LAMPIRAN 2 ... 51 LAMPlRAN 3 ... 53

(16)

DAFTAR ISTILAH VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa 1 detik

VEP1% pred : Volume Ekspirasi Paksa 1 detik persen prediksi KVP : Kapasitas Vital Paksa

PPOK : Penyakit paru obstruktif kronik

GOLD : Global initiative for Obstruktive Lung Disease WHO : World Health Organozation

CLSI : Clinical and Laboratory Standard Institute MSA : Mannitol Salt Agar

SPSS : Statistical Product and Science Service BPP : Bakteri Potensial Patogen

BNP : Bakteri Non-potensial Patogen

Cfu : colony forming unit

CT : Computed Tomography

JP : Jumlah Pasien

JKP : Jumlah kultur positif JIB : Jumlah isolasi bakteri HI : Haemophil Influenzae MC : Moraxell catarrhal

SP : Streptococcus Pneumoniae SA : Staphylococcs aureus

PA : Pseudomona aeruginosa

HP : Haemophilus parainfluenza EB : Enterobacteriaceae

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi derajat obstruksi (VEP1) pada PPOK dari beberapa

panduan ... 13

Tabel 2 Klasifikasi derajat hambatan aliran udara pada PPOK (berdasarkan VEP1 paska bronkodilator) ... 14

Tabel 3 Pola kuman pada PPOK dari berbagai penelitian ... 16

Tabel 4 Bartlett’s grading system untuk penilaian kualitas sputum ... 20

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian ... 30

Tabel 4.2 Distribusi pola bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi ... 32

Tabel 4.3 Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi ... 34

Tabel 4.4 Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP1 ... 36

Tabel 4.5 Hubungan hasil pewarnaan gram bakteri dengan derajat hambatan aliran udara VEP1 ... 37

Table 4.6 Kepekaan 4 kuman terbanyak terhadap berbagai antibiotik ... 40

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patogenesis PPOK ... 10 Gambar 2 Mekanisme hambatan udara pada PPOK ... 12

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. PPOK akan memiliki dampak pada berbagai aspek kehidupan (medis maupun non medis), baik secara individual maupun komunitas. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 210 juta orang di dunia menderita PPOK dan terjadi peningkatan angka kematian akibat PPOK lebih dari 30% dalam 10 tahun, bila intervensi untuk mengurangi faktor resiko, khususnya pajanan asap rokok tidak dilakukan dengan baik, pada tahun 2020 PPOK bahkan diperkirakan menjadi penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian yang akan memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai faal paru tidak akan kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya eksaserbasi. Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut, ditandai dengan peningkatan sesak napas, volume dan purulensi sputum. Hal ini sering menyebabkan pasien membutuhkan perawatan rumah sakit pada PPOK derajat I,II dan III dan gagal napas dengan ketergantungan pada alat-alat khusus pada PPOK derajat IV.

Mortalitas di rumah sakit mencapai 10% disertai outcome yang buruk. Mortalitas

(20)

1 tahun mencapai 40% dan meningkat sampai 59% pada pasien berusia lebih dari 65 tahun. (ATS, 2004)

Penyebab tersering eksaserbasi adalah infeksi bakteri virus dan polusi udara. Sampai saat ini peran bakteri sebagai penyebab utama eksaserbasi pada PPOK masih diperdebatkan. Berdasarkan hasil penelitian Patel AK dkk di india tahun 2014 mendapatkan kultur positif pada 41 (82%) kasus. Bakteri yang sering ditemukan yaitu: Streptococcus pneumonia, diikuti oleh Streptococcus pyogenes dan Pseudomonas aeruginosa. Selain itu terdapat pula Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Haemophilus influenza dan E.coli. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa pada PPOK derajat berat ditemukan Streptococcus pneumonia sebagai kuman patogen sering ditemukan. (Patel AK, 2014)

Suradi dkk. di Surakarta tahun 2011 mendapatkan bahwa 46 (71%) pasien yang mengalami eksaserbasi mempunyai hasil kultur dahak yang positif mengandung bakteri pada Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta. Bakteri patogen yang sering terisolasi saat eksaserbasi adalah Klebsiella spp (30,4%). Antibiotik yang paling sensitif adalah Meropenem (80%) dan terdapat hubungan yang bermakna antara derajat eksaserbasi dan obstruksi dengan kultur sputum yang positif mengandung bakteri. (Suradi, 2012)

Usyinara mendapati 85 dari 87 sampel sputum tidak dicuci yang di kultur ditemukan kuman, dimana dari total 131 isolat yang ada ditemukan 76 kuman merupakan bakteri potensial patogen (BPP). Kuman terbanyak penyebab PPOK eksaserbasi akut pada sputum tidak dicuci berturut turut yaitu Streptococcus pyogenes (50%), Pseudomonas aeruginosa (15,38%), Streptococcus beta- hemolyticus (13,46%), Streptococcus pneumonia (11,53%), dan Klebsiella

(21)

pneumonia (9,61%). Groenewegen, melaporkan proporsi infeksi bakteri sebesar 50% dari 171 pasien PPOK eksaserbasi dan menyimpulkan bahwa pasien dengan fungsi paru yang lebih berat memiliki insiden infeksi bakteri yang lebih tinggi.

(Usyinara, 2006; Groenewegen, 2003)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti bagaimana peranan bakteri pada PPOK eksaserbasi akut dan hubungannya dengan derajat obstruksi pada pasien yang dirawat di ruang rawat inap paru di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS.Pirngadi Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana distribusi/ pola kuman pada PPOK eksaserbasi akut pada pasien paru RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan ? 2. Bagaimana hubungan antara jenis bakteri tersebut dengan derajat obstruksi

(VEP1) pada PPOK ? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola kuman dan derajat obstruksi (VEP1) pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan serta antibiotik yang masih sensitif sesuai hasil uji kepekaan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi bakteri pada PPOK eksaserbasi akut pada pasien paru di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan.

(22)

2. Mengetahui hubungan antara jenis bakteri dengan derajat obstruksi (VEP1).

3. Bagaimana pola kepekaan antibiotik pada penderita PPOK.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dibidang akademik adalah untuk menambah informasi bagi peneliti tentang hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat obstruksi (VEP1) pada PPOK eksaserbasi.

2. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan yang lebih cepat dan tepat serta pemberian antibiotika yang lebih rasional.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitian PPOK lebih lanjut.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait langsung dengan prevalensi merokok dan pada beberapa negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.

Satu meta-analysis dari studi-studi yang dilaksanakan di 28 negara antara 1990 sampai 2004, menunjukkan bukti bahwa prevalensi PPOK adalah lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding pada yang bukan perokok, pada mereka yang berusia diatas 40 tahun dibanding mereka yang dibawah 40 tahun, dan pada pria lebih banyak dibanding wanita. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

GOLD memperkirakan PPOK sebagai penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990, akan meningkat menjadi penyebab kematian ke-3 pada 2020 di seluruh dunia. Data yang ada menunjukkan bahwa morbiditas karena PPOK meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria dibanding wanita. (GOLD 2017)

PPOK merupakan penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life Years (DALYs) pada tahun 1990. Diperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki urutan kelima hilangnya DALYs. PPOK mengenai lebih dari 16 juta orang Amerika Serikat, lebih dari 2,5 juta orang di Italia, lebih dari 30 juta di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun 2000. Total biaya akibat keadaan ini lebih dari 30 juta milyar dolar di Amerika Serikat. Angka kesakitan secara klasik didasarkan pada jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan

(24)

juga dipengaruhi oleh penyakit penyerta (komorbid) yang secara tidak langsung berhubungan dengan PPOK. (PDPI, 2010; GOLD, 2008; GOLD, 2001)

Di Indonesia, PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus PPOK memiliki kecenderungan untuk meningkat. Berdasarkan pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, PPOK menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, polusi udara di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan..(GOLD, 2008; GOLD, 2001; SKRT, 1992)

Definisi terbaru 2017 yang dikembangkan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menekankan pengaruh eksaserbasi dan penyakit komorbid pada keparahan penyakit secara individual. Berbeda dengan definisi PPOK sebelumnya yang hanya lebih menekankan pada inflamasi kronik jalan napas dan pengaruhnya secara sistemik. Dengan demikian pendalaman tentang eksaserbasi pada PPOK menjadi sangat penting. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

Revisi GOLD 2011 terdapat perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan publikasi sebelumnya. Perbedaan tersebut terutama didasari oleh

(25)

banyaknya publikasi penelitian tentang PPOK dengan skala besar selama 10 tahun terakhir. Perubahan paradigma pendekatan pengelolaan PPOK diharapkan dapat memberikan hasil maksimal berdasarkan hasil penelitian yang ada, sehingga lebih ilmiah dan berbasis bukti. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

2.2. Definisi PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, dengan ciri adanya hambatan aliran udara yang menetap (persisten) yang biasanya progresif dan disertai peningkatan respon inflamasi yang kronik pada paru dan saluran pernapasan terhadap gas atau partikel yang berbahaya (noxious). Eksaserbasi dan komorbid mengakibatkan keseluruhan keparahan pada penderita. Definisi yang baru ini tidak lagi menyebut hambatan aliran udara yang reversibel sebagian. (GOLD, 2017; PDPI, 2010)

Sementara menurut ATS/ERS (American Thoracic Society/ Europen Respiratry Society) mendefinisikan PPOK sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi saluran napas yang umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan bronkitis kronis atau emfisema, dan dapat disertai dengan hipereaktivitas dari saluran napas yang reversibel. PPOK adalah kelainan spesifik dengan perlambatan arus udara ekspirasi maksimal yang terjadi akibat kombinasi penyakit jalan napas dan emfisema, umumnya perjalanan penyakit kronik progresif dan irreversibel serta tidak menunjukan perubahan yang berarti dalam pengamatan beberapa bulan. (GOLD, 2008; GOLD, 2001)

Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Menurut Anthonisen eksaserbasi meliputi meningkatnya sesak napas,

(26)

eksaserbasi. Tipe 1 jika mempunyai semua gejala yaitu peningkatan sesak napas, peningkatan volume dan purulensi sputum. Tipe 2 jika mempuyai 2 gejala dan Tipe 3 jika mempunyai 1 gejala diatas. (Anthonisen, 1987)

2.3. Patologi PPOK

Perubahan perubahan patologik yang khas untuk PPOK ditemukan disaluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim paru dan vaskular paru. Perubahan tersebut berupa inflamasi kronik dengan peningkatan jumlah sel- sel inflamasi di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. (Bestall, 1999;

Donalson, 2002; Donal, 2006)

Sel inflamasi pada saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2 mm) yaitu terjadi peningkatan makrofag dan limfosit T CD8+ (sitotoksik), sedangkan neutrofil atau eosinofil sedikit. Perubahan yang terjadi yaitu peningkatan sel goblet, pembesaran kelenjar submukosa dan metaplasia sel epitel skuamosa. Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < 2 mm), sel inflamasi yang berperan yaitu terjadi peningkatan makrofag, limfosit T (CD 8+> CD 4+), limfosit B, folikel limfoid, fibroblast, dan sedikit peningkatan netrofil dan eosinofil.

(Bestall, 1999; Donalson, 2002; ATS, 2004)

Pada Parenkim paru (bronkiolus pernapasan dan alveolus), sel inflamasi yang berperan yaitu terjadi peningkatan makrofag dan limfosit T (CD8+).

Perubahan struktur yang terjadi yaitu kerusakan alveolus, apoptosis sel epitel dan endotel. Emfisema sentrilobular yaitu dilatasi dan kerusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada perokok. Emfisema panasinar yaitu kerusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada kekurangan alfa-1

(27)

antitripsin. Pembuluh darah paru, sel inflamasi yang berperan yaitu peningkatan makrofag dan limfosit. Perubahan struktur berupa penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos (hipertensi pulmonal). (Donal, 2006; ATS, 2004;

Bartolome, 2008)

Eksaserbasi PPOK dihubungkan dengan peningkatan inflamasi sistemik saluran napas atas dan bawah, pada PPOK stabil ditemukan peningkatan CD8+, limfosit dan Makrofag pada mukosa bronkus dan peningkatan netrofil terutama PPOK berat. Meningkatnya inflamasi sistemik pada eksaserbasi berhubungan dengan infeksi virus dan bakteri. Respon inflamasi menimbulkan edema saluran napas,bronkospasme dan peningkatan produksi sputum, terjadi hambatan aliran napas dan hiperinflasi dinamik. (White, 2003)

2.4. Patogenesis PPOK

Patogenesis PPOK sangat kompleks, yang disebabkan oleh inflamasi kronik akibat pajanan zat toksik, disregulasi oksidan dan anti oksidan, ketidakseimbangan protease dan antiprotease. Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel nuxious inhalasi lain dan berbagai gas juga memberikan kontribusi. (GOLD, 2008; ATS, 2004; ERS, 2004; Patel AK, 2014)

(28)

Gambar 1. Patogenesis PPOK (GOLD, 2008; ATS, 2004)

Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor kemotaktik, pelepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK.

Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur paru. Kim & Kadel. menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas penderita PPOK dapat menyebabkan pelepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus.

(Donalson, 2002; Donal, 2006; ATS, 2004)

Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah

(29)

Limfosit T yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronkitis kronik. (Bestall, 1999; Donal, 2006;

ATS, 2004)

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silia yang pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran napas kecil dan air traping pada emfisema paru terjadi gangguan ventilasi/perfusi yang selanjutnya dapat terjadi hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia.

Progresifitas ini akhirnya berlanjut menjadi hipertensi pulmonal. (White, 2003;

Fishman, 2002)

2.5. Patofisiologi PPOK

Telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang khas. Tingkat peradangan, fibrosis dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. .Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi, sementara transfer gas menurun terjadi akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan yang terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme

(30)

Gambar 2. Mekanisme hambatan aliran udara pada PPOK(PDPI, 2010).

2.6. Diagnosis

Penderita dengan keluhan sesak napas, batuk kronis atau berdahak serta riwayat paparan faktor risiko perlu dicurigai menderita PPOK. Gejala utamanya adalah sesak napas, batuk, wheezing dan peningkatan produksi sputum. Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun sejak awal merokok. Pada penderita dini, pemeriksaan fisik umumnya tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada inspeksi biasanya terdapat kelainan, berupa (GOLD, 2008; GOLD, 2001)

1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu).

2. Barrel chest (diameter anteroposterior dan transversal sebanding).

3. Penggunaan otot bantu napas.

4. Hipertrofi otot bantu napas.

5. Pelebaran sela iga.

6. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai.

Inflamasi

Penyakit saluran napas kecil

- Inflamasi saluran napas - Airway remodeling

Kerusakan parenkim - Hilangnya ikatan

alveolus

- Penurunan elastisitas

Hambatan aliran udara

(31)

Pada palpasi biasanya ditemukan fremitus melemah, sedangkan pada perkusi hipersonor dan letak diafragma rendah, auskultasi suara pernapasan vesikuler melemah, normal atau ekspirasi memanjang yang dapat disertai dengan ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa.

Diagnosis PPOK juga pada gambaran radiologis foto toraks penderita PPOK ditemukan salah satu gambaran berupa; diafragma mendatar, corakan bronkovaskular meningkat, hiperinflasi, sela iga melebar atau jantung pendulum.

Diagnosis harus dikonfirmasi dengan spirometri. Nilai VEP1/KVP setelah pemberian bronkodilator < 0.70 menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara persisten. (PDPI, 2010; GOLD, 2008; GOLD, 2001)

Tabel 1. Klasifikasi Derajat obstruksi (VEP1) pada PPOK dari Beberapa Panduan (Ivor 2002).

ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2008 Derajat I

50≤ VEP1

Ringan 70≤ VEP1

Ringan 60≤VEP1<8 0

Derajat 0 (beresiko)

Derajat I (Ringan) 80VEP1

Derajat I (Ringan)

80VEP1 Derajat II

35≤

VEP1<50

Sedang 50≤

VEP1<70

Sedang 40≤

VEP1<60

Derajat IIa (Sedang)

50≤VEP1<80 Derajat IIb 30≤VEP1<50

Derajat II (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat III (Berat) 30≤VEP1<50 Derajat III

VEP1 < 35

Berat VEP1<50

Berat VEP1<40

Derajat III (Berat)

VEP1 <50 &

gagal napas atau gagal jantung kanan

Derajat IV (Sangat berat) VEP1 <50 & gagal napas atau gagal jantung kanan atau VEP1<30

(32)

2.6.1 Penilaian Spirometri

Spirometri merupakan baku emas untuk mendiagnosis PPOK.

Spirometri merupakan alat yang sangat penting dalam mendiagnosis dan mengetahui tingkat keparahan dari penderita PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu kurang dari 70% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Pemeriksaan VEP1 dan rasio VEP1/KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran napas.

(GOLD, 2008; ATS, 2004; ERS, 2004, Patel AK, 2014) Nilai dasar dari diagnosis PPOK dengan spirometri adalah perbandingan volume ekspirasi paksa detik pertama ( VEP1) dengan kapasitas vital paksa (KVP) dibawah 0.70 ( VEP1 / KVP

< 0.70 ) dan beratnya PPOK dari nilai VEP1 < 80, 50, atau 30% dari nilai prediksi.

Tabel 2. Klasifikasi derajat hambatan aliran udara pada PPOK (berdasarkan VEP1

paska bronkodilator) (GOLD 2015).

Pada pasien dengan VEP1/ KVP < 0.70 GOLD 1:

GOLD 2:

GOLD 3:

GOLD 4:

Ringan Sedang Berat

Sangat Berat

VEP1 ≥ 80 % prediksi

50 % ≤ VEP1 < 80 % prediksi 30 % ≤ VEP1 < 50 % prediksi VEP1 < 30 % prediksi

Menurut penelitian Hurst dkk. pada tahun 2010 didapatkan eksaserbasi akan lebih sering terjadi dengan semakin meningkatnya tingkat obstruksi (VEP1) pada PPOK, dengan angka eksaserbasi pada tahun pertama pengamatan adalah

(33)

22% pada pasien PPOK derajat 2, pada derajat 3 sebanyak 33% , dan pada derajat 4 sebanyak 47%. (Hurst, 2010)

2.7. Etiologi

Penyebab utama eksaserbasi antara lain adalah infeksi bakteri dan virus, polusi udara, cuaca dingin dan ketidakteraturan penggunaan obat. Sampai saat ini infeksi bakteri adalah sebagai penyebab utama terjadinya 50% kasus eksaserbasi, terdapat peningkatan jumlah bakteri patogen pada saluran napas bawah selama eksaserbasi. Hubungan antara infeksi bakteri dan eksaserbasi PPOK didukung fakta bahwa ditemukan respon imun spesifik terhadap strain bakteri dan kenyataan bahwa eksaserbasi berhubungan dengan inflamasi yang menyebabkan peningkatan neutrofil, seperti yang tampak pada PPOK umumnya.(Sethi, 2004;

Sethi, 2006; White, 2003; Murphy, 2005)

Hisyam dkk. menemukan 82 isolat dari 55 sampel sputum penderita PPOK eksaserbasi di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan hampir semuanya sensitif terhadap sefotaksim. Jenis bakteri terbanyak dan sensitivitasnya terhadap sefotaksim adalah berturut-turut sebagai berikut: Klebsiella pneumonia (33%;96%), Streptococcus pneumonia (30%;91%), Pseudomonas aeruginosa (17%;71%), Enterrobacter (8%;71%), M. chatarralis (6%;100%), Staphylococcus epidermidis (6%;100%). (Hisyam, 2001)

Boixeda dkk. di Barcelona tahun 2012 melaporkan bahwa dari 51 kasus yang isolasi patogen, 37 kasus eksaserbasi adalah disebabkan oleh bakteri. Yang paling umum adalah Pseudomonas aeruginosa diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella chatarhalis, Echerichia coli, Streptococcus pneumonia.

(34)

Tabel 3. (Sethi 2001) Pola kuman pada PPOK dari berbagai penelitian

Studi JP JKP JIB % isolasi bakteri

HI MC SP SA PA HP EB

Afegradkk Arauettodkk Chodoshdkk Chodosh Chodoshdkk

Davis*dkk.

DeAbatedkk Habfedkk Langandkk Langandkk

Langan dkk

Readdkk Shahdkk Wfcondkk.

728 218 376 307 624

140 798 373 684 802

656

364 832 750

298 673 234 208 290

124 647 192 192 400

478

103 547 287

375 777 274 253 379

146 835 181 211 513

542

128 577 342

28 13 36 25 18

50 18 25 34 36

41

46 36 31

11 18 20 21 21

17 9 14 4 12

19

9 16 15

26 7 14 10 7

21 8 8 12 11

23

9 18 25

5 17 1 4 20

1 5 7 9 3

1

8 3 5

11 4 5 3

Detail tdk ada

8 4 13 5

Detail tdk ada

3

5 8 1

- 15 4 8 6

- 32 12 11 27

6

3 2 5

15 18 7 15

Detail tdk ada

3 8 19 5

Detail tdk ada

Detail tdk ada

5 5 5

JP: Jumlah Pasien, JKP: Jumlah kultur positif, JIB: Jumlah isolasi bakteri, HI: Haemophilus Influenzae, MC: Moraxella catarrhalis, SP : Streptococcus Pneumoniae, SA: Staphylococus aureus, PA: Pseudomonas aeruginosa, HP: Haemophilus parainfluenza, EB: Enterobacteriaceae

Kolonisasi dan infeksi kronis pada saluran napas PPOK memicu kerusakan paru yang progresif yang dapat menyebabkan faal paru semakin memburuk. Selain hal itu tingginya frekuensi eksaserbasi juga akan mempercepat penurunan faal paru. Pada beberapa pasien PPOK yang diikuti selama 15 sampai 25 tahun, sebagian besar pasien PPOK mengalami perubahan pola kuman saat eksaserbasi seiring dengan penurunan faal paru.Beratnya derajat obstruksi pada PPOK dipikirkan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi jenis kuman yang ditemukan saat eksaserbasi. Hal ini diduga disebabkan turunnya daya pertahanan mukosa bronkus. (Eller, 1998)

(35)

Penelitian Eller dkk, menemukan bahwa saat eksaserbasi akut bakteri Pseudomonas Sp. dan Enterobacteriaceae lebih sering ditemukan pada pasien PPOK derajat 3 (VEP1 pred < 35%), sedangkan Streptococcus pneumonia dan kuman Gram positif lainnya lebih sering ditemukan pada PPOK dengan faal paru yang masih baik. Terdapat hubungan bermakna antara turunnya faal paru dengan jenis bakteri yang ditemukan. (Eller, 1998)

Miravitlles dkk, menemukan hubungan antara jenis kuman dan derajat obstruksi penurunan faal paru. Pseudomonas aeroginosa dan Haemophilus influenza secara bermakna ditemukan lebih banyak pada VEP1 pred < 50%

(obstruksi berat) sedangkan Streptococcus pneumonia secara bermakna ditemukan pada VEP1 pred > 50% (obstruksi sedang). (Miravitlles, 1999)

2.8. Pemeriksaan Mikrobiologi

Beberapa istilah dibidang mikrobiologi dan hal-hal lain yang menyangkut pemeriksaan sampel pada penelitian ini, perlu untuk diketahui dan dipahami lebih lanjut, antara lain:

2.8.1 Flora normal, bakteri patogen dan patogen oportunistik

Analisis infeksi dan penyakit menyebabkan bakteri digolongkan menjadi bakteri patogen, patogen oportunistik, atau non patogen (flora normal). Beberapa spesies bakteri selalu dianggap patogen, dan keberadaannya merupakan hal yang abnormal; contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis) dan Yersinia pestis (penyakit pes). Spesies lain umumnya merupakan bagian dari flora normal pada manusia dan hewan, tetapi juga sering menyebabkan penyakit.

Misalnya: Escerherichia coli merupakan flora normal gastrointestinal pada

(36)

pelancong, dan penyakit lain. Bakteri lain (misalnya : spesies Pseudomonas) hanya menyebabkan penyakit pada orang yang mengalami penekanan imun dan lemak, bakteri seperti ini merupakan patogen oportunistik. (Jawettz, 1997)

Pembagian lain yang sering dipakai adalah bakteri potensial patogen (BPP) dan bakteri non-potensial patogen (BNP) adalah mikroorganisme yang dikenal sebagai agen yang menyebabkan infeksi saluran napas, baik flora gastrointestinal atau orofaring: batang gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae dan Haemophilus Spp; kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, dan kokus Gram negatif seperti Moraxella chatarhalis. BNP adalah mikroorganisme yang merupakan flora gastrointestinal atau orofaring yang biasanya tidak menyebabkan infeksi saluran napas pada pasien non-immunocompromised (Streptococcus viridians, Neisseria Spp, Corynebacterium Spp, Candida Spp, dll). (Cabello, 1997)

2.8.2 Bahan sampel sputum

Bahan pemeriksaan bakteriologi berupa sampel sputum yang representative merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam menetapkan diagnosis etiologi infeksi paru, penting sekali memperoleh bahan pemeriksaan bakteriologi yang representatif, mulai dari cara yang sederhana seperti sputum ekspektorasi, sampai metode yang invasif. Metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan secret melalui bronkoskopi, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi.(Bartlett, 1994; Koneman, 2006).

(37)

Beberapa aturan umum yang diterapkan pada semua specimen handling mikrobiologi pada lower respiratory antara lain:

a. jumlah bahan 3-5 ml.

b. bahan harus representatif (mewakili proses infeksi); sputum purulen c. Kontaminasi bahan harus dihindari dengan hanya menggunakan

peralatan steril dan tindakan-tindakan aseptik.

d. Specimen harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa secara cepat.

Medium transport khusus mungkin membantu.

e. Bahan diambil sebelum obat-obat antimikroba diberikan.

Sebagian besar sputum ekspektorasi yang dipakai untuk menegakkan etiologi infeksi saluran pernapasan bagian bawah kualitasnya tidak sesuai untuk kultur. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas sampel, antara lain dengan mempengaruhi pengolahan specimen termasuk dengan washing, straining dan flash freezing untuk memisahkan bahan purulen dan konstituen specimen lainnya. Metode ini rumit dan jarang dipakai. Cara lain dengan menilai kualitas sputum dengan pemeriksaan sitologi. Q-Probe Study merupakan suatu studi yang dilakukan pada 697 partisipan untuk menilai pemakaian criteria sitologi sebagai penyaring sputum sebelum diproses, merekomendasikan metode ini untuk diterapkan secara rutin dilaboratorium baik untuk memilih sampel yang baik untuk kultur maupun sebagai kriteria rejeksi terhadap sampel yang diterima.

(Schifman, 1991)

Kriteria sitologis yang sering dan telah dipakai selama bertahun-tahun dilaboratorium antara lain kriteria Bartlett dan Murray-Washington. Cara Bartlett

(38)

pembesaran kecil (x10), jumlah sel polimorfonuklear (PMN) dean epitel skuamous dihitung tiap lapangan pandang pada 20 sampai 30 lapang pandang.

Nilai positif diberikan bila terdapat sejumlah neutrofil untuk menggambarkan infeksi akut dan nilai negatif pada sel epitel yang menggambarkan kontaminasi orofaring (saliva). Skor total dihitung dari masing-masing skor berdasarkan pemeriksaan lapang pandang. Skor total >0 atau positif dianggap layak untuk kultur sedangkan skor 0 atau negatif menggambarkan terjadi inflamasi atau kontaminasi orofaring sehinggal spesimen tidak layak kultur. (Koneman, 2006) Tabel 4. Bartlett’s grading system untuk penilaian kualitas sputum (Koneman, 2006)

Jumlah dan jenis sel/Ipk Skor

Sel PMN

<10 10-25

>25 Beserta mucus

Epitel 10-25

>25

0 +1 +2 +1

-1 -2

(39)

2.9 Kerangka Konsep

PPOK

Penyebab Eksaserbasi - Bakteri

- Virus - Polusi Udara

Hal yang mempengaruhi - Indeks Brigman - Derajat Obstruksi - Usia

- Komorbid

Eksaserbasi Akut

Gejala Klinis - Sesak napas - Dahak - Purulensi

Pemeriksaan Laboratorium - Kultur - Serologi - Procalsitonin - leukosit

Lama Rawatan

(40)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Desain

Desain Penelitian ini adalah penelitian analitik yang akan mengobservasi hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat obstruksi (VEP1) pada PPOK eksaserbasi akut di RSUP Haji Adam Malik dan RS Pirngadi Medan.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada pasien PPOK eksaserbasi di bagian Paru RSUP.H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 1 tahun (1 september 2015 sampai 1 september 2016).

3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah penderita PPOK eksaserbasi di bagian Paru di RSUP.H.Adam malik dan RS.Pirngadi Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

a. Kriteria inklusi:

1. Penderita PPOK eksaserbasi di bagian paru 2. riwayat merokok dengan IB > 200

3. Usia 40 – 70 tahun 4. Sputum Representatif b. Kriteria eksklusi:

(41)

1. Mendapatkan terapi antibiotik 48 jam sebelum masuk rumah sakit.

2. Pasian yang di diagnosis tuberculosis dan/atau bronkiektasis

3. Pasien Immunocompromised berat (penderita HIV/AIDS) dan penyakit keganasan

4. Pasien yang membutuhkan ventilator mekanis dan perawatan ICU 3.3.3 Perkiraan Besar sampel

Pasien PPOK eksaserbasi akut yang masuk ruang rawat inap paru dalam kurun waktu 1 tahun penelitian dengan estimasi 41 pasien berdasarkan data sekunder di bagian Paru RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS.

Pirngadi Medan.

Besar Sampel

Rumus : n=Z2 p ( 1-p ) d2 Keterangan :

n : besar sampel

Z2 : 1,96 pada interval (IK) 95%

p : prevalensi yang diperkirakan 0,12 (1-p) : (1-prevalensi)

d2 : Kesalahan maksimum yang masih ditolerir 0,15 n= 1,962 x 0,12 ( 1-0,12 )

0,152

= 40,56 = 41 Orang

(42)

3.4 Kerangka Operasional

Pasien PPOK eksaserbasi sesuai

kriteria inklusi

Tatalaksana awal

Foto toraks Spirometri

Diambil sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett

Dilakukan Kultur sputum dan uji kepekaan

(43)

3.5 Definisi Operasional

No Variable Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1 Derajat

Obstruksi (VEP1)

Derajat atau tingkatan hambatan aliran udara napas yang ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama.

Spirometri GOLD 1 : Ringan:VEP1

≥80% prediksi GOLD 2 :

Sedang:50%≤VEP1<80

% prediksi GOLD 3 :

Berat:30%≤VEP1 <50%

prediksi

GOLD 4: Sangat berat : VEP1 <30% prediksi

Nominal

2 Sputum Sekret mukus

yang dihasilkan paru-paru, bronkus dan trakea.

Teknik Mikroskopis

Kriteria Bartlett PMN < 10/Lpb nilai o PMN 10-25/ Lpb nilai +1.

PMN >25/Lpb nilai +2 Beserta mukus +1 Epitel 0

10-25 -1

>25 -2

3 Pola Kuman Gambaran

kuman yang paling sering muncul.

Kultur Sputum

Bakteri Aerob, bakteri- bakteri tertentu seperti moraxella catarrhalis dan haemophilus Influenzae, kuman gram (+), kuman gram (-).

Nominal

4 PPOK

Eksaserbasi akut

Suatu kejadian akut yang ditandai dengan perburukan gejala pernapasan diluar variasi normal sehari- hari dan menyebabkan perubahan dalam obat-

Kriteria Anthonisen

Tipe I (Berat) memiliki 3 gejala

Tipe II (Sedang) memiliki 2 gejala Tipe III (ringan) memiliki 1 gejala

(44)

5 Jenis kelamin

Jenis kelamin penderita PPOK eksaserbasi akut.

Survei rekam medis.

A. Pria B. Wanita

Nominal

6 Umur Lama hidupnya

penderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan tahun sejak lahir.

Survei rekam medis.

A. 40-50 tahun B. 51-60 tahun C. 61-70 tahun

Ordinal

7 Status gizi Kondisi tubuh penderita PPOK eksaserbasi akut yang dipengaruhi makanan, kecukupan nutrisi didalam tubuh.

Survei rekam medis.

A. Gizi kurang, IMT < 18,5 Kg/m2.

B. Gizi normal, IMT 18,5-22,9 Kg/m2

Ordinal

8 Tingkat

pendidikan

Pelatihan atau kursus yang dilakukan oleh penderita PPOK eksaserbasi akut secara terorganisir dan berjenjang, baik yang bersifat formal maupun informal.

Survei rekam medis.

A. Tidak sekolah.

B. SD.

C. SMP.

D. SMA.

E. Perguruan tinggi.

Nominal

9 Pekerjaan Aktivitas yang dilakukan oleh penderita PPOK eksaserbasi akut.

Survei rekam medis.

A. Tidak bekerja.

B. Petani.

C. Buruh.

D. Pedagang.

E. Wiraswasta.

Nominal

10 Uji

Kepekaan

Uji yang dilakukan untuk mengetahui kuman yang masih peka terhadap suatu antibiotik.

Metode VITEC 2 sesuai dengan clinical and laboratory institute 2015.

A. Sensitif B. Intermediate C. Resisten

Nominal

(45)

3.6 Alur Penelitian

Seluruh subjek penelitian yang selama ini menderita PPOK, saat ini diduga mengalami PPOK eksaserbasi dilakukan :

1. Anamnesis, meliputi keluhan utama, riwayat paparan asap rokok atau merokok, jumlah rokor per hari, dan lama merokok. Riwayat serangan sehingga subyek pernah masuk rumah sakit karena sesak napas, riwayat penyakit lainnya, riwayat pamakaian obat-obatan.

2. Foto toraks untuk menyingkirkan tuberkulosis dan bronkiektasis.

3. Pemeriksaan fisik, meliputi tanda vital, tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan sistem; khususnya sistem pernapasan.

4. Pengambilan sampel sputum, kultur sputum dan uji kepekaan:

a. Untuk setiap sampel sputum ekspektorasi yang diperoleh dibuat hapusan Gram untuk melihat kuman Gram positif atau negatif, dan menghitung jumlah sel epitel dan PMN sesuai Kriteria Bartlett.

b. Sampel yang memenuhi Kriteria bartlett, kemudian di bagi 2:

i. Satu bagian di tanam pada media agar darah.

Selanjutnya dimasukkan de dalam inkubator pada suhu 37 ͦc dan selama 24 – 48 jam pertumbuhan koloni dilanjutkan identifikasi jenis kuman berdasarkan pengecatan Gram. Bakteri gram positif akan diteruskan dengan MSA (Mannitol Salt Agar) sedangkan gram negatif akan dibiakkan lagi pada media mcConkey dan dilakukan pemeriksaan biokimia. Selanjutnya

(46)

ii. Satu bagian lagi ditanam pada coklat agar dimasukkan ke dalam candle jar (CO2,5-10%), dieramkan 37 ͦc, 18-24 jam.

Identifikasi dibuat dengan pewarnaan Gram, morfologi koloni, tes biokimia.

c. Setelah identifikasi kuman dilakukan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika dengan metode VITEC 2.

5. Pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah rutin.

6. Diagnostik PPOK ditentukan dengan Spirometri, kemudian dilakukan penilaian derajat keparahan PPOK sesuai dengan GOLD 2017.

3.7 Pengolahan Data

Seluruh data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diedit menggunakan program excel 2007, diberi kode untuk mempermudah pengelompokkan data dan membaca hasil. Disajikan sebagai mean, dan simpangan baku memakai software SPSS (Statistical Product and Science Service) versi 17.0. Analisa deskriptif untuk melihat gambaran karakteristik penderita meliputi umur, jenis kelamin, riwayat merokok, indeks brinkman, derajat PPOK, jenis rokok, pekerjaan dan kultur bakteri. Untuk melihat hubungan parameter fungsi paru dengan Kultur bakteri digunakan uji Fisher Exact, begitupun jenis bakteri gram dengan fungsi paru. Hasil dianggap bermakna bila p ≤ 0,05.

(47)

3.8 Perkiraaan Biaya Penelitian

a. Pengumpulan kepustakaan Rp. 200.000,-

b. Pembuatan proposal Rp. 300.000,-

c. Seminar proposal Rp. 1.500.000,-

d. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp. 500.00,- e. Biaya tim penelitian Rp. 1.000.000,- f. Seminar hasil penelitian Rp. 2.000.000,- Jumlah Rp. 5.000.000

(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Penderita

Tabel 4.1. Karakteristisik Sampel Penelitian

Karakteristik Jumlah

ɳ %

Jenis Kelamin

Perempuan 0 0

Laki laki 45 100

Usia

<40 tahun 0 0

40 – 49 tahun 2 4,4

50 – 59 tahun 18 40

60 – 69 tahun 21 46,7

70 – 79 tahun 4 8,9

Pekerjaan

Pensiunan / tidak bekerja 10 22,2

Buruh bangunan 4 8,9

Karyawan swasta 4 8,9

Pedagang 5 1,1

Supir 6 1,3

Petani 16 35,6

Indeks Brinkman

Ringan 0 0

Sedang 3 6,67

Berat 42 93,33

Jenis Rokok

Filter 5 11,1

Kretek 9 20

Campuran 31 68,9

Derajat Obstruksi

Ringan 0 0

Sedang 4 8,9

Berat 24 53,3

Sangat berat 17 37,8

Kultur Bakteri Patogen

Kultur Positif 30 66.7

Kultur Negatif 15 33.3

Jumlah 45 100

Penelitian ini melibatkan 45 orang penderita PPOK yang mengalami

(49)

eksaserbasi jika terjadi pertambahan derajat sesak napas, pertambahan volume sputum atau perubahan warna sputum menjadi purulen.

Karateristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukan data bahwa semua penderita PPOK eksaserbasi yang menjadi sampel penelitian ini adalah laki laki (100%).

Adapun karakteristik sampel berdasarkan usia dijumpai bahwa usia termuda pasien yang menderita PPOK eksaserbasi adalah 48 tahun dan usia tertua adalah 76 tahun. Tidak satupun sampel yang berada dalam kisaran usia <40 tahun.

Sampel yang berada dalam rentang usia 40 – 49 tahun adalah sebanyak 4 orang.

Usia 50 – 59 tahun sebanyak 18 orang, usia 60 – 69 tahun sebanyak 21 orang, dan sisanya sampel yang berada dalam rentang usia lebih atau sama dengan 70 tahun adalah sebanyak 4 orang. Rata rata usia responden dalam penelitian ini adalah 60,3 +/- 7,28 tahun.

Sementara itu, karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan didapati bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 35,6% bekerja sebagai petani dan 22,2% sudah tidak bekerja lagi / pensiunan.

Seluruh responden saat ini merupakan mantan perokok (ex-smoker) dan mayoritas memiliki indeks brinkman berat yaitu sebanyak 93,33%. Jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi adalah rokok campuran, baik berupa rokok filter maupun rokok kretek.

Lebih dari setengah jumlah responden (53,3%) mengalami derajat obstruksi berat, dan 37,8% responden mengalami derajat obstruksi sangat berat.

Dari keseluruhan jumlah responden, dijumpai kultur positif 66,7% dan kultur

Referensi

Dokumen terkait

The effect of extraction duration on the yield and of physic-chemistry properties of kachnar (Bauhinia purpurea L.) seed oil has been carried out in Laboratory of Natural

Sehubungan dengan itu, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang bekerjasama dengan Pimpinan Universitas, telah memfasilitasi peneliti untuk melaksanakan penelitian

Apa saja yang menjadi kendala penegakan hukum terhadap pelaku usaha. tambang timah yang tidak memiliki IUP, IPR, dan IUPK di

bahwa dalam rangka pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab ( responsible fisheries ), maka sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

7,6 Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, pertambahan usia, ada riwayat keluarga

Perlakuan yang dapat diberikan dalam penanganan dormansi benih yaitu dengan melakukan baik cara mekanis seperti penipisan kulit dengan diasah maupun digosok,

Dari 70 sampel ini, diperoleh prevalensi dan faktor resiko penyakit ginjal kronik adalah hipertensi sebanyak 21 orang (30%) dan ini merupakan penyebab yang

Halaman pada ribbon ini berisi tombol-tombol untuk mengatur tampilan kertas dari naskah yang sedang dikerjakan, seperti mengatur Margins (batas awal dan batas akhir