BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LEMAK DAN MINYAK
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol yang berarti triester dari gliserol (Fessenden,R.J dan Fessenden,J.,1984).
Lemak meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak dari daging. Minyak terutama berasal dari tumbuhan: termasuk jagung, biji kapas, zaitun, kacang, dan minyak kedelai (Hart,H, 1990).
Lemak dan minyak biasanya dibedakan berdasarka titik lelehnya: pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair (Wilbraham,A.C,1992).
Meskipun lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar yang sama (Hart,H, 1990).
Lemak dan minyak pada dasarnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam beberapa pelarut organik seperti karbon tetraklorida, petroleum eter dan etil eter (Lawson,W.H.,2001).
Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut nonpolar.
Sifat dan daya kelarutan ini digunakan sebagai dasar pada praktek pengujian-pengujian analitis dan ekstraksi minyak dengan pelarut. Sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu dipergunakan dalam pengolahan minyak secara komersial dalam ekstraksi minyak menggunakan metode solvent ekstraksi.
panjang rantai karbon maka minyak dan lemak tersebut semakin sukar larut dalam pelarut polar. Minyak dan lemak yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak jenuh dengan panjang rantai karbon yang sama. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan rendah (Ketaren,S, 2008).
Lemak hampir sebagian besar mengandung ester-ester dan pada dasrnya lemak mempunyai komposisi yang sederhana. Ester-ester lemak adalah non-volatil dan tidak berbau, tetapi mempunyai semua sifat-sifat yang karakteristik dari ester-ester pada umumnya. Lemak terbentuk dari gliserol yang dapat mengadakan penggabungan dengan asam-asam organik yang disebut asam lemak membentuk rangkaian alifatik yang lurus. Hampir selalu asam-asam yang membentuk lemak mempunyai jumlah atom C genap per molekulnya, biasanya jumlah atom karbon antara C8 hingga C24.
Telah dikenal adanya harga-harga khusus yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat lemak seperti: derajat ketidakjenuhan, keasaman dari hidrolisis dan rata-rata Berat Molekul. Sifat-sifat ini tergantung pada asal dari lemak. (Sastrohamidjojo,H,2005)
1. Angka asam: mengukur derajat dari hidrolisis atau ketengikan (rancidity) dari lemak, yang diartikan berapa mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak bebas dalam 1 gram lemak 2. Angka sabun (saponifikasi): berapa mg KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan 1 gram dari lemak
3. Angka iod: mengukur derajat ketidakjenuhan dari lemak yang diartikan berapa gram iod yang ditambahkahkan pada100 gram lemak
2.2 OLEOKIMIA
Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewan. Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Asam lemak bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup.
Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak merupakan salah satu basic oleochemical (Tambun,R,2006).
Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunannnya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil ester asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik dari yang berasal hewan maupun tumbuhan menmjadi gliserol dan turunan asam lemak.
Tabel 2.2 Diagram Alur Oleokimia
2.3 MINYAK JARAK
Minyak jarak adalah cairan kental berwarna kuning pucat yang diperoleh dari biji tanaman Ricinus communis Linn, dapat juga dikenal sebagai minyak ricinus. Minyak jarak merupakan salah satu gliserida yang terdapat secara alami dalam bentuk senyawa yang murni, dimana perbandingan asam lemaknya hampir 9 per 10 adalah risinoleat.
H3C -(C H2)5-C -C H2-C H = C H -(C H2)7-C -O H
H O H
A sa m R isin o le a t
O
proses yang paling memuaskan adalah dengan pengepresan hidraulik diikuti dengan ekstraksi pelarut.
Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam produksi cat, pernis dan pelapis pelindung lainnya, pelumas, cairan hidraulik, sabun, tinta print, linoleum, sebagai bahan mentah dalam berbagai industri kimia dan juga digunakan dalam produksi pemlastis dan nilon (Akpan,U.G.,Jimoh,A.,Mohammad,A.D.,2006)
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Jarak
Asam Lemak Kandungan
Asam palmitat 1,5% Asam stearat 0,5% Asam oleat 5,0% Asam linoleat 4,0% Asam linolenat 0,5% Asam risinoleat 87,5% (Robert,1989)
Asam risinoleat merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak yaitu asam lemak yang memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu turunan asam oleat (C18:1) yang pada posisi ω-7 memiliki gugus hidroksil serta
mengandung ikatan π pada posisi ω-9 (Miller,A.J and Newel,F.E, 1988) Adapun struktur asam risinoleat sebagai berikut:
Minyak jarak bersifat toksik, disamping kandungan asam lemak essensialnya sangat tinggi. Hal yang demikian menyebabkan minyak jarak tidak dapat digunakan sebagai minyak makan dan bahan pangan.
Minyak jarak mempunyai rasa asam yang dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan (viskositas), dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol relatif tinggi (Ketaren,S, 2008).
Pada penggunaannya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainnya. Untuk memisahkan asam risinoleat dengan asam lemak lainnya yang masih berada dalam bentuk trigliseridanya, maka terlebih dahulu minyak jarak dimetil esterkan secara esterifikasi maupun interesterifikasi.
Minyak yang mengandung asam lemak hidroksil merupakan bahan yang sangat penting. Asam lemak hidroksil ini digunakan dalam pembuatan polimer, seperti nilon 66, pelapis (coating), dan cat (Armina,S 2007 dan Manurung,S.,2008).
2.4 EPOKSIDA
Epoksida (oksirana) ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang mengandung satu atom oksigen (Hart,H, 1990).
Senyawa epoksida pada sintesa organik merupakan zat antara yang potensial dimanfaatkan untuk beragam bentuk senyawa dengan berbagai keperluan sehingga penelitian tentang epoksidasi baik kondisi reaksi, keberlanjutan hasil reaksi maupun manfaat hasil reaksi terus dikembangkan (Wisewan,1978).
Dalam proses industri, hasil epoksidasi terhadap asam lemak beserta turunannya telah umum digunakan sebagai plstisizer dan stabilizer dalam pembuatan polimer (Lutz,dkk,1980).
Jenis-jenis bahan pereaksi yang digunakan untuk epoksidasi tanpa pemutusan ikatan π yang umum digunakan untuk menghasilkan epoksida adalah senyawa peroksi (peracid). Dalam epoksidasi ini pereaki dipersiapkan melalui reaksi asam karboksilat dengan peroksida (H202) dengan bantuan katalis asam (Hasibuan,M.H.E.,2000).
O H3O+
R`
R
xR
xR``O CHCH OH
R`
RNHCHCHOH HO CHCHOHR`
R
x RCO2CH CHOHR` R
x RN H2 RxR
x H R``OH HR`
pada kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliuretan yang reaksinya dapat ditunjukkan dibawah ini ( Harry O`kuru,R.E,dkk,2005).
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul olefin:
1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim
2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali dengan hydrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi. 3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan
garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan rangkap.
4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang digunakan karena dapat menyebabkan degadrasi dari minyak menjadi senyawa yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak efisien
Secara umum, reaksi epoksidasi dan dilanjutkan dengan hidrolisis dtuliskan sebagai berikut.
2.5 ESTER ASAM LEMAK
Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan phosphat seperti pada phospolipid. Disamping itu ada juga ester antara asam lemak dengan alkoholnya yang membentuk monoester seperti yang terdapat dalam minyak jojoba. Dalam hal ester asam lemak yang dimaksud adalah ester hasil sintesis ataupun transformasi untuk menghasilkan ester asam lemak dengan monoalkohol maupun polialkohol.
Ester asam lemak yang paling sederhana adalah ester antara metanol dengan asam lemak yang dikenal luas sebagai metil ester asam lemak pada industri oleokimia. Metil Ester Asam Lemak yang merupakan bagian daripada ester asam lemak monoalkohol merupakan zat antara dalam industri oleokimia disamping dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel. Metil Ester Asam Lemak ini dapat dibuat dengan cara transesterifikasi lipida dengan metanol menggunakan katalis asam sulfat dalam pelarut benzena (Ozgul,S and Turkay,S.,1993)
Reaksi selengkapnya adalah sebagai berikut: O O C R1 O C R2 O C R3 O O + 3CH3OH H+ OH HO OH + C OCH3 O R1 C OCH3 O R2 C OCH3 O R3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester AsamLemak Campuran
Interesterifikasi (penukaran ester atau transesterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antara trigliserida. Karena trigliserida mengandung tiga gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida, atau diantara molekul trigliserida.
Dengan proses hidrolisa lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa, dan enzim tertentu.
Dalam proses hidrolisa, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. (Ketaren,S,2008).
2.6 SENYAWA POLIOL
Epoksidasi asam lemak tidak jenuh baik sebagai trigliserida, asam lemak bebas maupun dalam bentuk alkil ester asam lemak yang dilanjutkan hidrolisis juga telah banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa poliol (Swern,dkk,1959).
Reaksi epoksida tersebut melalui metanolisis disamping terbentuk gugus poliol juga terbentuk gugus eter yaitu gugus metoksi sehingga senyawa yang terbentuk lebih dikenal dengan poliol polieter (Lin,2008).
Poliol dari minyak nabati telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan pemlastis dan matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan kalunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk ke berbegai jenis barang sesuai kebutuhan (Andreas, 1990).
Dalam industri polimer digunakan sebagai bahan pengemulsi seperti halnya untuk material dalam pembuatan PVC (Meffert,A,1984).
Dengan adanya sifat hidrofil dan lipofil menyebabkan senyawa poliol banyak digunakan sebagai surfaktan dalam makanan, kosmetik maupun keperluan farmasi seperti obat-obatan (Jung,S.,dkk,1998).
Beberapa minyak nabati diupayakan dalam pembuatan poliol dengan memanfaatkan asam lemak tidak jenuh terutama oleat (C18:1), linoleat (C18:2) maupun
linolenat (C18:3) (Trans.,dkk,2005).
Adapun reaksi-reaksi poliol sebagai berikut:
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan. Poliuretan dapat dibentuk dengan mereaksikan poliol dengan diisosianat. Poliuretan digunakan dalam pembuatan elastomer. Sifat mekanisnya baik, yakni tahan kikisan dan tahan sobek. Akan tetapi, harganya tinggi sehingga penggunaannya terbatas. Dalam bidang pelapisan permukaan, keberhasilan cat dan pernis poliuretan bertahan di pasaran karena ketahanannya terhadap cuaca dan kikisan.
Poliester sering dipakai dengan serat kaca untuk membuat badan mobil atau perahu dan poliester ini memiliki titik ketidakjenuhan atau ikatan rangkap sepanjang rantai. (Coed,M.A, 1991). HO R' OH + C O R C O OH n HO n H (O R' C O O R CO )nOH + H2O
1. Reaksi poliol menjadi poliester
OCN R NCO + HO R' OH OCN R NH CO O R' OH
(CO NH R NH CO O R' O )n
2. Reaksi poliol menjadi poliuretan
reaksi dengan monomer-monomer berikutnya Diol
Dikarboksilat Poliester
Diisosianat Diol