• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkat laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti serta sikap. Senada dengan Hamalik (2004: 30) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga didukung oleh Sudjana (2005: 22) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne & Briggs dalam Sukiniarti (2006) yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan internal meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap setelah siswa mengikuti pembelajaran dan siswa mampu menerapkan materi yang telah diajarkan dalam berbagai bidang. Menurut Srianti (2006) juga menyampaikan hal yang senada yaitu hasil belajar ialah nilai yang diperoleh siswa setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan. Menurut Bloom dalam Sudjana (2005: 23) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris. Enam aspek dalam ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, terdiri dari enam aspek yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif serta interpretatif.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penelitian ini sejalan dengan rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005: 22) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar yang dilihat dalam penelitian ini dapat berupa tes formatif, menurut Purwanto (2004) yang terpenting dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah dirumuskan dalam program satuan pelajaran.

(2)

6

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa, menurut Sudjana (2005) dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri siswa yaitu kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial politik, faktor fisik dan psikis. Hasil belajar yang dapat diraih siswa juga tergantung dari lingkungan, salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran, yang dimaksud kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. kemampuan siswa dan kualitas pengajaran mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa, artinya makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin tinggi pula hasil belajar siswa. Senada dengan pendapat tersebut, pendapat Hadis dan Nurhayati (2010: 100) juga menyatakan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis, dan fisiologis yang ada pada diri siswa. Faktor psikologis antara lain faktor bakat, intelegensi, sikap, perhatian, pikiran, persepsi, pengamatan, minat dan motivasi; faktor sosiologis siswa yang mempengaruhi hasil belajar ialah kemampuan siswa berinteraksi sosial dan komunikasi sosial, baik sesama siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan guru;

faktor fisiologis yang mempengaruhi hasil belajar ialah faktor kesehatan pancaindera secara khusus dan kesehatan fisik secara umum yang dimiliki siswa.

Faktor eksternal berupa faktor lingkungan, peralatan dan faktor eksternal lainnya.

3. Bahan Ajar

a. Pengembangan Bahan Ajar

Menurut Mudlofir (2011:128) menyatakan bahan ajar adalah segala jenis bahan yang digunakan untuk membantu guru/intruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Senada dengan Mudlofir, Purnomo (2006) juga menyatakan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai sumber belajar yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar dan membaca. Hal ini juga didukung oleh pendapat Sutopo dan Haryanto (2005) yang menyatakan bahwa bahan ajar atau alat bantu ajar ialah bahan yang berupa alat elektronik maupun non elektronik atau kombinasi keduanya yang digunakan untuk mendukung strategi dan metode dalam proses pembelajaran.

(3)

7

Menurut Purnomo (2006) proses pengembangan ada tiga kegiatan yang dilakukan yaitu mengkaji kurikulum, mengumpulkan dan menyeleksi bahan, dan menulis draf modul. Pengkajian kurikulum dimaksudkan untuk menentukan kompetensi yang harus dibinakan, indikator kompetensinya apa dan apa materinya. Pengumpulan dan penyeleksian bahan dimaksudkan untuk mengumpulkan bahan atau materi ajar yang mungkin sesuai kurikulum, kemudian menyeleksinya berdasarkan kriteria tertentu. Menulis draf merupakan kegiatan inti yang menghasilkan draf modul untuk siswa dan modul untuk guru. Strategi dalam proses pengembangan bahan ajar menurut Sutama (2000) yang pertama ialah stategi pengelolaan yaitu pengorganisasian isi mata pelajaran (pemilihan isi, penataan isi, dan pembuatan format). Kedua, strategi penyampaian yaitu metode dalam pembelajaran. Ketiga, stategi pengelolaan yaitu penataan variabel siswa dengan variabel pembelajaraan lainnya. Keterpaduan antar aspek akan mendasari pengembangan bahan ajar ini.

Pengembangan bahan ajar ini juga mempunyai prosedur, agar proses yang dilakukan dapat mencapai hasil yang optimal. Menurut Sutadji (2000) yang menyatakan langkah-langkah pengembangan mengikuti alur berikut: tahap pertama adalah mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran di kelas; tahap kedua adalah menetapkan mata pelajaran yang akan dikembangkan dan mengkaji silabus yang ada; tahap ketiga, menyusun dan mengembangkan modul dengan komponen-komponen: topik, pengantar, daftar isi, petunjuk, prasyarat, tes awal, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran, epitome/kerangka isi pembelajaran, materi, gambar, rangkuman, latihan, tugas, sisipan dan rujukan;

tahap keempat, uji coba dan revisi yang meliputi uji coba produk dan revisi produk dan tahap kelima, prototipe modul pembelajaran individual.

Pengembangan tersebut dapat menghasilkan bahan ajar yang baik jika mempunyai ciri-ciri seperti yang disampaikan oleh Mudlofir (2011) yang menyatakan ciri-ciri bahan ajar yang baik antara lain menimbulkan minat baca, ditulis dan dirancang untuk siswa, menjelaskan tujuan instruksional, disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel, struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai, memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih, mengakomodasi kesulitan siswa, memberikan rangkuman, gaya penulisan komunikatif dan semi formal, kepadatan berdasar kebutuhan siswa, dikemas untuk proses instruksional, mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa, menjelaskan cara mempelajari bahan ajar. Hal ini juga didukung oleh Sutopo dan Haryanto (2005) yang menyatakan bahwa bahan ajar yang bermutu jika memuat antara lain kesahitan yaitu benar tidaknya fakta, data dan konsep

(4)

8

yang menjadi rujukan penulisan; kemutahiran yaitu aktual tidaknya materi yang disampaikan; kedalaman artinya intensitas pembahasan materi; konsistensi yaitu ketetapan dalam pemakaian suatu istilah; kejelasan yaitu ada kesamaan pemahaman antara penulis dan pembaca; keruntutan yaitu alur penyajian materi sesuai ddengan alur disiplin ilmu; kesesuaian artinya ada keserasian antara tujuan penulisan dengan bobot tulisan yang disajikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dalam pengembangan bahan ajar sesuai dengan Sutadji (2000) yang menyatakan langkah-langkah pengembangan yaitu: mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran di kelas; menetapkan matapelajaran yang akan dikembangkan dan mengkaji silabus yang ada; menyusun dan mengembangkan modul dengan komponen- komponen: topik, pengantar, daftar isi, petunjuk, prasyarat, tes awal, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran, epitome/kerangka isi pembelajaran, materi, gambar, rangkuman, latihan, tugas, sisipan dan rujukan; uji coba dan revisi yang meliputi uji coba produk dan revisi produk; prototipe modul pembelajaran individual.

b. Jenis Bahan Ajar

Sutopo dan Haryanto (2005) menyampaikan jenis bahan ajar ialah bahan cetak misalnya hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur; audio visual misalnya video atau film, VCD; audio misalnya radio, kaset, CD audio; Visual misalnya foto, gambar, model atau market; multimedia misalnya CD interaktif, internet.

Senada dengan Sutopo dan Haryanto, Mudlofir (2011) membagi jenis bahan cetak yang pertama ialah buku teks, indikator yang harus dimiliki buku teks sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran ialah kesahitan, kemutahiran, kedalaman, konsistensi, kejelasan, keruntutan dan kesesuaian;

kedua, laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber bahan ajar yang aktual atau mutakhir; ketiga, jurnal yaitu penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar; keempat, pakar bidang studi yang penting digunakan sebagai sumber bahan ajar dan dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dan sebagainya; kelima, kalangan profesional ialah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu; keenam, buku kurikulum yang digunakan sebagai sumber bahan ajar, karena berdasar kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi bahan dapat ditemukan;

(5)

9

ketujuh, penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan. Penerbitan berkala seperti koran banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu mata pelajaran; kedelapan, internet sebagai sumber bahan ajar siswa untuk belajar; kesembilan, media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio);

kesepuluh, lingkungan (alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi).

Menurut hasil penelitian Purnomo (2006) yang menyatakan bahwa ada beberapa kategori bahan ajar yang digunakan oleh guru, yaitu buku wajib, buku penunjang (misalnya: buku teks ), lembar kerja siswa (LKS) dan bahan pembelajaran buatan guru. Buku wajib yang digunakan oleh guru pada umumnya adalah buku pelajaran matematika yang telah diterbitkan, baik oleh penerbit pemerintah atau swasta. Buku penunjang yang biasa digunakan oleh guru adalah buku-buku terbitan swasta. Lembar kerja siswa (LKS) adalah bahan ajar yang berupa tugas dan pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa, yang hanya ada latihan dan soal-soal. Guru juga membuat atau mengembangkan bahan pembelajaran sendiri yang berupa LKS dan handout.

Beberapa jenis bahan ajar yang diuraikan di atas, dipilih bahan ajar jenis buku teks untuk dikembangkan menjadi modul. Menurut Rowntree dalam Setiawan (2007), menjelaskan empat tahapan yang perlu dilakukan dalam pengembangan modul, sebagai berikut: pertama, mengindentifikasi tujuan instruksional, penulisan tujuan instruksional harus mengandung aspek ABCD (Audience, Behaviour, Condition dan degree). A merujuk pada siapa yang menjadi target, sasaran atau peserta didik. B menjelaskan kompetensi yang diharapkan akan dikuasai peserta didik setelah mempelajari modul. C merujuk pada situasi di mana tujuan diharapkan akan dicapai. D adalah tingkat kemampuan yang kita inginkan dikuasai pembaca; kedua, memformulasikan garis besar materi, pada saat menentukan materi, juga harus memperhatikan ABCD dari tujuan instruksional. Artinya materi harus disesuaikan dengan target siswa, tingkah laku siswa yang diharapkan akan dikuasai setelah mempelajari modul, kondisi tingkah laku dan tingkat kemampuan yang diharapkan akan dicapai; ketiga, menulis materi, pada saat mulai menulis modul, ada tiga pertanyaan yang harus dijawab untuk menentukan keluasan dan kedalaman materi yang ditulis, antara lain: apa yang harus diketahui siswa setelah selesai membaca materi ?; apa yang sebaiknya diketahui siswa setelah membaca materi ?; apakah ada manfaatnya jika siswa selesai membaca materi ?; keempat, menentukan format dan tata letak. Variabel yang mempengaruhi tata letak meliputi empat hal berikut ini: ukuran halaman dan format, kolom dan margin, penempatan tabel, gambar, dan diagram

(6)

10 4. Modul Berbasis PMRI

a. Modul

Pengertian modul yang didefinisikan Russel dalam Ali (2004) ialah suatu paket belajar mengajar berkenaan satu unit bahan pelajaran. Senada dengan Ali, Mudlofir (2011) juga menyatakan modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Pendapat tersebut didukung oleh Muljono (2001) yang mendefinisikan modul sebagai unit terkecil dari pelajaran yang memuat suatu konsep secara utuh, sehingga dapat dipelajari secara terpisah dari bagian lain tanpa mengurangi maknanya. Senada dengan pendapat Muljono, Santyasa (2009) juga menjelaskan pengertian modul sebagai suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan.

Ciri-ciri modul berdasarkan Ali (2004) pertama ialah unit pengajaran terkecil yang direncanakan dan ditulis secara sistematis dan operasional, terdiri dari:

rumusan tujuan instruksional yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah menyelesaikan unit pelajaran, deskripsi isi pengajaran yang harus dikuasai siswa, daftar alat-alat pelajaran yang akan digunakan siswa dalam proses belajar mengajar; kegiatan belajar yang harus dilakukan disusun dalam jenis teks bacaan dan petunjuk yang harus diikuti serta lembaran kerja yang berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan; kunci jawaban kerja;

lembaran evaluasi -test- untuk mengukur taraf penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari dilengkapi lembaran jawaban; kunci evaluasi berisi jawaban yang benar dari setiap soal test sebagaimana tercantum pada lembaran evaluasi;

petunjuk guru yang berisi petunjuk penggunaan modul. Kedua, sebuah modul dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan siswa dapat belajar sendiri seoptimal mungkin. Ketiga, sebuah modul dirancang sedemikian rupa sehingga penilaian terhadap kemajuan siswa dapat dilakukan secara cermat melalui evaluasi setiap akhir unit pelajaran. Keempat, sebuah modul dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajarnya masing-masing. Kelima, sebuah modul dirancang berasaskan kepada

“belajar tuntas”. Tarat ketuntasan yang ditentukan adalah 75%. Siswa yang belum mencapai taraf itu tidak diperkenankan melanjutkan mempelajari modul berikutnya.

Menurut Mudlofir (2011) yang menyebutkan tujuan penulisan modul ialah memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal; mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau

(7)

11

peserta diklat maupun guru/instruktur; mengefektivitaskan belajar siswa, seperti:

meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa, mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnnya, memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya, memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Senada dengan Mudlofir, Sutadji (2000) juga menyebutkan beberapa kelebihan pemanfaatan penggunaan modul adalah: lebih mengutamakan proses belajar; rumusan tujuan belajarnya jelas; mengutamakan cara belajar yang aktif;

menggunakan banyak balikan dan evaluasi; memperhatikan perbedaan kemampuan setiap individu; motivasi belajar lebih tinggi; pembelajaran lebih efektif; dapat mengetahui tingkat keberhasilan yang telah dicapai; dapat mengetahui bahan pembelajaran yang belum dikuasai siswa; dapat menerima balikan mengenai tingkat keberhasilan; diberikan waktu untuk memperbaiki hal- hal yang belum disampaikan. Pendapat-pendapat di atas juga didukung oleh Nasution (2008: 206-209) menyebutkan kelebihan modul bagi siswa dan guru, bagi siswa antara lain: modul memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajarnya; setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas;

tujuan modul jelas dan spesifik sehingga siswa terarah untuk mencapainya dengan segera; langkah-langkah pembelajaran modul yang teratur, menimbulkan motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya; dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa antara lain: kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran; kerja sama antar siswa lebih terarah karena setiap siswa tidak bersaing untuk mencapai rangking tertinggi, juga kerjasa dengan guru karena kedua belah pihak merasa sama bertanggung jawab atas berhasilnya pengajaran; modul memberi kesempatan pelajaran remidial yakni memperbaiki kelemahan, kesalahan atau kekurangan siswa yang segera dapat ditemukan sendiri oleh siswa berdasarkan evaluasi yang diberikan secara kontinu. Kelebihan bagi guru antara lain:

penyusunan modul yang cermat memudahkan siswa mempelajari materi sehingga hasil belajar yang baik bagi semua siswa lebih terjamin, guru pun mendapatkan kepuasan yang lebih besar karena telah melakukan profesinya dengan baik; modul memberikan kesempatan dan waktu yang lebih besar untuk memberikan bantuan dan perhatian individual kepada setiap siswa yang membutuhkannya tanpa mengganggu seluruh kelas; guru mendapatkan lebih banyak waktu untuk pelajaran tambahan sebagai pengayaan; modul membebaskan guru dari persiapan pelajaran karena seluruhnya telah disediakan oleh modul; modul yang berdiri sendiri

(8)

12

mengenai topik tertentu dan dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran, ini berarti penghematan waktu dan sekolah-sekolah dapat saling bertukar modul;

pengajaran modul menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai proses belajar itu sendiri, pertanyaan tersebut merangsang guru berpikir dan mendorong bersikap ilmiah tentang profesinya serta lebih terbuka bagi saran-saran dari pihak siswa untuk memperbaiki modul; penggunaan modul yang dicobakan pada siswa yang kecil jumlahnya dalam taraf pengembangan sehingga dapat dinilai taraf hasil belajar siswa tentang keefektivitasan bahan tersebut. Uraian di atas menyebutkan kelebihan pengajaran dengan modul dibandingkan tanpa modul, namun ada sejumlah massalah timbul bagi siswa, guru, maupun administrator. Kesulitan bagi siswa antara lain: siswa harus sanggup mengatur waktu, memaksa diri untuk belajar dan kuat terhadap godaan-godaan teman untuk bermain; siswa yang suddah terbiasa memandang guru sebagai sumber belajar utama dalam pelajaran dapat menimbulkan kesukaran siswa untuk penyesuaian. Kesulitan bagi guru ialah persiapan penyusunan modul yang memakan waktu yang banyak juga memerlukan keahlian dan ketrampilan yang cukup, hendaknya guru diberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkannya; kedudukan guru yang tinggi akan banyak berkurang dengan pengajaran modul, ada kemungkinan guru merasakan kehilangan gengsi;

guru akan menghadapi siswa yang akan menanyakan hal-hal yang mungkin berkenaan dengan berbaggai fase keseluruhan bahan tidak berpusat pada bagian- bagian tertentu. Kesulitan bagi administrator antara lain: memerlukan lebih bnyak fasilitas yang melibatkan soal pembiayaan; penyusunan jadwal pelajaran yang fleksibel dapat pula menimbulkan kesukaran; kesulitan-kesulitan tersebut maka pelaksanaan pengajaran modul di PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) masih belum mampu membiarkan siswa-siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing, dengan program pengayaan dicoba agar semua siswa mulai dengan modul yang sama pada waktu yang bersamaan, sehingga semuanya menyelesaikan studinya dan memperoleh STTB pada saat yang sama pula.

Modul sebelum diterapkan kepada siswa terlebih dahulu modul divalidasikan kepada 3 orang ahli. Menurut Amiyati (2010) ketentuan kriteria persentase validitas sebagai berikut:

Tabel 2.1

Kriteria Persentase Validitas Persentase Kriteria Validitas

80-100 Baik sekali

66-79 Baik

56-65 Cukup

30-39 Gagal

(9)

13

Berdasarkan uraian pengertian modul di atas, dapat disimpulkan pengertian modul berdasarkan pendapat Mudlofir (2011) yang menyatakan modul adalah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.

b. PMRI

Marpaung (2004) menyatakan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar.

Senada dengan pendapat Marpaung, Zulkarnain (2002) menyatakan PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik.

Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata. Suharta (2003) juga menyampaikan proses pembelajaran PMRI dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu: siswa diberikan masalah realistik, dan diberi kesempatan untuk memahami masalah; siswa secara individual atau kelompok memecahkan masalah, dengan terlebih dahulu membuat model matematika;

melalui diskusi/interaksi kelas siswa dibimbing untuk menemukan matematika formal; setelah siswa merekonstruksi pengetahuan matematika formal, siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikannya baik dalam matematika maupun dalam bidang yang lain. Terdapat 5 karakteristik utama dalam PMRI yakni: yang pertama dengan menggunakan konteks “dunia nyata”, dalam PMRI pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit, kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyataHal tersebut untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematika dengan pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika sehari-hari. Karakteristik kedua ialah menggunakan model-model (matematisasi). Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa

(10)

14

dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika formal ke matematika informal. Ketiga, menggunakan produksi dan kontruksi. Pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber informasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkontruksi pengetahua matematika formal. Keempat menggunakan interaktif, secara eksplisit jenis-jenis interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pernyataan atau refleksi digunakan untuk mencapai jenis formal ke jenis-jenis informal siswa. Karakteristik kelima ialah menggunakan keterkaitan (intertwinment), dalam PMRI pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Proses Pembelajaran yang mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Pengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, tidak hanya aritmatika, aljabar, geometri tetapi juga bidang lain.

Menurut Danoebroto (2008) juga menyampaikan hal yang sama yaitu pendekatan PMRI merupakan salah satu inovasi pembelajaran matematika yang potensial meningkatkan koneksi siswa terhadap konsep-konsep matematika.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI konsep matematika diperoleh melalui proses berpikir siswa sendiri sehingga pembelajaran berpusat pada siswa. Masalah nyata atau situasi sehari-hari digunakan sebagai titik mula pembelajaran, oleh karena masalah kontekstual tersebut harus realistik atau nyata bagi siswa.

Menurut Dhoruri (2010) dalam Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) matematika menyebutkan standar bahan ajar PMRI ialah bahan ajar disusun dengan kurikulum yang berlaku; bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika; bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh; bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa; bahan ajar dirumuskan atau disajikan sedemikian sehingga mendorong memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta berinteraksi dalam belajar.

c. Modul PMRI

Modul yang digunakan dalam penelitian adalah modul berbasis PMRI. Modul berbasis PMRI disusun dengan melibatkan karakteristik PMRI yakni: menggunakan

(11)

15

konteks dunia nyata; menggunakan model-model; menggunakan produksi dan kontruksi; menggunakan interaktif; menggunakan keterkaitan. Penyusunan modul PMRI juga memperhatikan syarat-syarat ditaktik, kontruksi dan taktis. Bahan ajar modul PMRI ini sesuai dengan pendapat Fauzan (2005) yang menyatakan bahwa perangkat pembelajaran PMRI terdiri dari perangkat pembelajaran pegangan siswa dan pegangan guru. perangkat pembelajaran pegangan siswa memuat soal-soal kontekstual serta soal-soal untuk pekerjaan rumah. Beberapa soal kontekstual yang diberikan dalam setiap pertemuan juga langsung sebagai soal kuis. Kuis ini berfungsi untuk melihat daya serap siswa dalam mempelajari tiap alur belajar yang diperkenalkan.

Perangkat pembelajaran pegangan guru memuat modul kerja siswa dan komentar tentang soal-soal kontekstual bervariasi antara yang satu dengan yang lain. Komentar tersebut berupa petunjuk yang mungkin dibutuhkan siswa, beberapa alternatif solusi dari soal-soal kontekstual, suatu tindak lanjut yang mungkin dapat dilakukan guru berdasarkan jawaban yang diberikan siswa.

4. Karakteristik Siswa Kelas VIII

Sunarto (2008: 6) berpendapat: seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah kelas, tidak terdapat seorang pun yang sama. Kategorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang berikut: pertama; perbedaan fisik:

usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak. Kedua, perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga dan suku. Ketiga, perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap. Keempat, perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.

Kelima, perbedaan kecakapan atau kepandaian. Perbedaan-perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perilaku mereka di rumah maupun di sekolah. Menurut Piaget dalam Sunarto (2008: 24) menambahkan perkembangan kognitif siswa kelas VIII antara umur 11 tahun-dewasa termasuk pada tahap keempat yaitu masa operasi formal. Usia remaja seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Remaja dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting yaitu: sifat deduktif hipotesis: dalam menyelesaikan masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoretik. Remaja menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Kedua ialah berpikir operasional juga berpikir kombinatoris: sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis.

(12)

16

Senada dengan pendapat Sunarto, Danim (2010) yang menyatakan juga bahwa kebanyakan siswa yang mencapai tahap operasi formal akan mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Tahap ini siswa dapat berpikir abstrak dan deduktif, serta dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan atas kejadian yang siswa alami secara langsung.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan karakter siswa SMP menurut Danim (2010) yang menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa masih pada tahap operasi formal yang mempunyai ciri-ciri dapat berpikir abstrak dan deduktif.

5. Materi Bahan Pokok Matematika Kelas VIII

Sistematika bahan pokok pelajaran yang menjadi bahan penelitian di kelas VIII yaitu materi bangun ruang sisi datar mengenai sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas; membuat jaring-jaring kubus, balok, prisma dan limas; menghitung luas permukaan kubus, balok, prisma dan limas; menghitung volume kubus, balok, prisma dan limas.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Indaryanti (2008) yang berjudul pengembangan modul pembelajaran individual dalam mata pelajaran matematika di kelas XI SMA Negeri 1 Palembang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa modul yang dihasilkan dari pengembangan ini, isi materi dalam modul sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran dan dapat digunakan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pelembang.

Penelitian Santyasa (2009) berjudul metode penelitian pengembangan dan teori pengembangan modul. Penelitian tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Nusa Penida pada kelas X. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu didapatkan produk modul yang dapat membantu dalam proses pembelajaran.

Penelitian Danoebroto (2008) berjudul meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui pendekatan PMRI dan pelatihan metakognitif. Hasil dari penelitiannya menyebutkan kemampuan siswa memecahkan masalah yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan metakognitif lebih unggul dibandingkan dengan pendekatan konvensional.

Penelitian Suharta (2003) yang berjudul Pendidikan Indonesia Realistik Indonesia (alternatif pembelajaran matematika yang berorientasi kurikulum berbasis kompetensi) yang menyatakan bahwa PMRI merupakan alternatif pendekatan pembelajaran yang relevan dengan kurikulum yang berlaku dan

(13)

17

berpotensi menumbuhkan rasa senang dengan matematika atau atau menghilangkan rasa takut terhadap matematika.

Proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dapat terlihat dari hasil belajar siswa pada materi yang diajarkan. Upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut salah satu caranya dengan penerapan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum dan karakteristik siswa SMP. Penelitian ini akan didesain bahan ajar dengan mengembangkan teori dari (Sutadji, 2000) dan (Fauzan, 2005) untuk melakukan pembelajaran dengan penggunakan modul pembelajaran matematika berbasis PMRI.

Guru dan sekolah kebanyakan menggunakan bahan ajar berupa buku wajib, buku penunjang (misalnya: buku teks atau buku pelajaran), lembar kerja siswa (LKS). Penggunaan bahan ajar tersebut untuk mempermudahkan siswa, tetapi pada kenyataannya materi yang disajikan dalam buku teks misalnya tidak sesuai dengan kurikulum dan karakteristik siswa. Penelitian yang dilakukan Indaryanti (2008) menunjukan bahwa modul yang dirancang sudah sesuai kurikulum dan hasil belajar siswa yang diajar dengan modul terjadi peningkatan.

Pendekatan PMRI yang digunakan dalam penyusunan modul pembelajaran matematika didasarkan karakteristik dari PMRI yang berpusat pada siswa, persoalan kontekstualnya nyata dalam kehidupan siswa sehingga sesuai dengan karakteristik siswa kelas VIII pada masa remaja.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas dapat disusun kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas kesalahan yang timbul.

Kegiatan belajar mengajar matematika banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor tersebut diantaranya sarana dan prasarana, minat, aktivitas, metode pembelajaran, proses pembelajaran, dan sebagainya. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar matematika adalah sarana dan prasarana yang berupa bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran. Penggunaan bahan ajar yang tidak tepat dalam pembelajaran juga dapat menghambat proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Upaya untuk meningkatkan proses pembelajaran matematika yang lebih efektif diantaranya dengan menerapkan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum dan karakteristik siswa SMP. Penggunakan Modul pembelajaran matematika berbasis PMRI dapat membantu siswa untuk lebih memahami materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran.

(14)

18

Secara sistematis kerangka pemikiran dari hubungan bahan ajar dengan hasil belajar siswa ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Sistematis Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan modul pembelajaran pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar berbasis PMRI terhadap hasil belajar siswa kelas VIIID SMP Negeri 3 Suruh Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun ajaran 2011/2012.

Analisis bahan ajar yang ada

Studi kepustakaan

Merancang bahan ajar yang dikembangkan berupa modul pembelajaran berbasis PMRI

Validasi modul dengan para ahli

Revisi modul

Modul diterapkan pada siswa kelas VIIID SMP Negeri 3 Suruh

Analisis hasil belajar siswa

Kelompok eksperimen dengan bahan ajar modul berbasis PMRI

Kelompok kontrol tanpa modul berbasis PMRI

Diharapkan hasil belajar siswa dengan modul berbasis PMRI lebih baik dibanding siswa dengan

tanpa modul berbasis PMRI

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 5.5 Grafik Peningkatan Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi Terhadap Kuat Tekan Beton Tanpa Bahan Tambah dari Penelitian (Ali Achmadi, 2009) ... 80 Gambar 5.6 Grafik Peningkatan

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul PERAN ELITE LOKAL DALAM PEMILU

Penelitian Laksminy menjelaskan strategi transfer bahasa dari orang tua kepada anak, bahasa mana yang akan dipilih dalam lingkungan keluarganya, namun dalam

Manajemen menurut Tim Penyusun Manajemen Konstruksi (MK) Perguruan Tinggi Swasta (PTS) (1998 : 1) yang merupakan “…kerangka kerja yang terdiri dari beberapa

Artinya : Pekerja Sosial berusaha untuk meningkatkan fungsi sosial individu, secara sendiri-sendiri dan kelompok dengan kegiatan yang berfokus pada hubungan

Kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis (langkah-langkah yang terarah dan teratur) secara sistemik (secara bulat dengan mempertimbangkan segala

Metode yang digunakan dalam menganalisa masalah adalah Deskriptif Analisis yaitu metode yang menggambarkan masalah yang timbul pada saat peneliti mengadakan

Melalui pendekatan saintifik dengan menggunakan model Discovery Learning, peserta didik dapat mengidentifikasi penyebab pergaulan tidak sehat, menganalisis kondisi