• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAMNYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAMNYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM S K R I P S I"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ABDUL HALIM BASHEL 170200223

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Abdul Halim Bashel 170200223 Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum NIP. 196602021991032002

Pembimbing I

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS NIP. 19620421198 8031004

Pembimbing II

Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Abdul Halim Bashel

NIM : 170200223

Adalah mahasiswa pada Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul: “PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAMNYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM

Adalah hasil penelitian saya sendiri, saya bersedia menanggung segala akibat yang ditimbulkan apabila skripsi ini terbukti hasil karya orang lain.

Medan, April 2021

Abdul Halim Bashel NIM: 170200223

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul:

“PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAMNYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM”

Dalam penulisan skripsi ini juga saya mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih pada kesempatan yang berbahagia ini dengan kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si.,selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

5. Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departeman Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

8. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya sehingga terselesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama saya menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staff administrasi yang turut serta membantu saya dalam proses administrasi selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Teman dan sahabat saya di Fakultas Hukum. Bornok , Manusia Serigala, Bruakak, Charlie dan Persepupuan yang berperan penting bagi saya dan selalu mendukung, memberikan semangat dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis terimakasih banyak atas segala dukungannya. Dan Yasmine Fayi, yang selalu menemani, memotivasi, dan selalu ada mendampingi saya.

(6)

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini serta tidak lupa untuk kedua orangtua penulis, Ayahanda Abdul Hakim Saleh dan Ibunda Syalbani Susi, yang telah memberikan semangat, kasih sayang, selalu mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai harganya dan mengiringi setiap langkah penulis dengan doa restunya yang tulus setiap harinya.

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna.

Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna lagi, baik dari segi isi/materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.

Medan, Mei 2021 Hormat Penulis,

Abdul Halim. B.

NIM.170200223

iii

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Keaslian Penelitian ... 11

E. Tinjauan Kepustakaan ... 14

F. Metode Penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI A. Perjanjian Jual Beli ... 26

B. Asas Itikad Baik dalam Perjanjian ... 38

C. Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Jual Beli ... 42

BAB III PENJUALAN RUMAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI A. Perbuatan Melawan Hukum ... 50

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Rumah ... 56

C. Akibat Hukum Penjual Rumah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli ... 59

(8)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERIKTIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAM-NYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM

A. Kedudukan Hukum Pihak Pembeli Yang Beritikad

Baik Terhadap Pihak Penjual Yang Melakukan Perbuatan

Melawan Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Rumah ... 64

B. Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Beritikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Yang Meteran PDAM-nya tidak Sesuai sesuai dengan Peraturan PDAM ... 69

C. Pembayaran Air Pdam Oleh Pembeli Rumah Tidak Wajar ... 73

D. Perjanjian Jual Beli Yang Menyimpang dari Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 87

(9)

ABSTRAK Abdul Halim Bashel*)

Tan Kamello**) Puspa Melati Hasibuan***)

Jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rnasyarakat sehari-hari.

Kejujuran atau itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pernbeli yang beritikad baik akan rnendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan yang tidak beritikad baik tidak perlu mendapat perlindungan hukum. Jual beli dianggap telah terjadi, ketika para pihak telah mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan. Jual-beli tanah merupakan proses peralihan hak dengan menggunakan prinsip dasar yaitu terang dan tunai. Permasalahan dalam penelitian ini perjanjian penerapan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli. Akibat penjual rumah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli. Pembayaran air PDAM oleh pembeli rumah tidak wajar dalam perjanjian jual beli rumah.

Jenis penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan yuridis empiris. Sifat penelitian deskriptif, sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan kepala bidang hukum PDAM Tirtanadi Medan bapak Nisfusa Faisal selanjutnya analisis dengan menggunakan kualitatif.

Penerapan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli suatu perjanjian.

Para pihak yang melakukan jual beli hendaknya berpegang pada asas itikad baik karena asas itikat baik sangat penting di dalam mengantisipasi dan meminimalisir sengketa jual beli. Sebab dalam jual beli rumah ini ada perjanjian pendahuluan yang mendahului Perjanjian Jual Beli yang sesungguhnya, maka PPJB itu tetap mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kejujuran.Akibat hukum penjual rumah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli, Akibat hukum atas peralihan (jual- beli) hak atas tanah bagi pihak pembeli adalah batal demi hukum. Perjanjian jual beli yang dibuat mengandung unsur-unsur kekhilafan dan penipuan.

Kekhilafan dan penipuan yang terjadi dalam kasus jual beli tanah menyebabkan perjanjian jual beli batal demi hukum. Pembatalan perjanjian bertujuan, membawah kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Pihak penjual sudah menerima uang dari pihak pembeli, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya perjanjian, itu ditiadakan.

Perlindungan Hukum Pembeli Beritikad Baik Dalam Perjanjian Jual Beli Rumah yang Meteran PDAMnya tidak sesuai dengan Peraturan PDAM Perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik dalam pelaksanaan perjanjian dalam hal ini jual beli rumah yaitu sejak praperjanjian dan sesudah perjanjian harus dilindungi sebagaimana ditentukan Pasal 1341 KUHPerdata, Pasal 1491 dan Pasal 1492 KUHPerdata, dan isi perjanjian jual beli rumah juga harus rasional atau patut dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana dalam konteks Pasal l338 ayat (3) KUHPerdata

Kata Kunci: Pembeli, Beritikad Baik, Jual Beli Rumah

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap kegiatan masyarakat, utamanya bisnis, selalu didahului dengan pembuatan perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan mengikat para pihak. Artinya, para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan tuangkan dalam perjanjian itu sebab kesepakatan di antara mereka itu menimbulkan hubungan hukum di antara keduanya.1Perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak. Dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.2

Suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak.

Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar.3 Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas

1 Antari Innaka, Penerapan Asas Itikad Baik Tahap Prakontraktual Pada Perjanjian Jual Beli Perumahan, Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, h.505

2 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bandar Maju, 2002), h. 9

3 Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2011), h.1.

(11)

mengikatkan diri dengan siapa pun yang ia kehendaki (asas pacta sunt servande). Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan.4

Perjanjian jual beli dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat dan tahap penyerahan (levering) dari benda yang menjadi objek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut.

Asas konsensualisme yang terkandung di dalamnya berarti bahwa cukup dengan kata sepakat saja sudah lahir atau dilahirkan suatu perikatan, sehingga apabila dalam tahap prakontraktual telah terdapat suatu janji-janji yang disepakati, maka telah mengikat para pihak selayaknya mengikatnya suatu perjanjian.5

Jual beli dianggap telah terjadi, ketika para pihak telah mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan. Jual-beli tanah merupakan proses peralihan hak dengan menggunakan prinsip dasar yaitu terang dan tunai. Terang artinya jual beli tersebut harus dilakukan dihadapan pejabat umum yang berwenang, pejabat

4 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Cetakan ke-4. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h.31.

5 Antari Innaka, Op.Cit., h. 510

(12)

umum yang berwenang seperti Kepala Adat, Camat, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tunai artinya harga jual belinya harus dibayarkan secara tunai6

Frasa “itikad baik” yang dimaksud dalam doktrin “pembeli beritikad baik harus dilindungi oleh undang-undang” merupakan asas itikad baik yang memiliki kesamaan fungsi dalam hukum benda, di mana bezit (kedudukan berkuasa) yang diperoleh dengan itikad baik harus dilindungi oleh undang- undang. Jual beli, sebagaimana hibah atau pembebanan hak jaminan kebendaan, pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk mengalihkan hak kebendaan, di mana pihak penerimanya kemudian menjadi berkuasa atas benda terkait. Begitu pula halnya dengan pembeli, dia memperoleh hak kebendaan melalui transaksi jual beli yang dilakukannya.

Pemaknaan itikad baik di dalam literatur kemudian dibagi lagi menjadi dua kategori, yakni itikad baik subjektif dan itikad baik objektif, meskipun dalam hal pembeli beritikad baik ini literatur di Indonesia hanya mengacu pada pengertian subjektifnya saja. Itikad baik subjektif diartikan sebagai kejujuran pembeli yang tidak mengetahui adanya cacat cela dalam peralihan hak, sedangkan itikad baik objektif diartikan sebagai kepatutan, di mana tindakan seseorang (misalnya pembeli) juga harus sesuai dengan pandangan umum masyarakat.7

6 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Mengatasi Masalah Hukum Pertanahan, (Bandung: Kaifa,2010), h 16.

7 Widodo Dwi Putro, dkk, Pembeli Beritikad Baik, Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Yang Beritikad Baik Dalam Sengketa Perdata Berobyek Tanah, (Jakarta: Puslitbang Mahkamah Agung, 2016), h. 16

(13)

Asas itikad baik menghendaki, bahwa dalam setiap pembuatan perjanjian, para pihak pada dasarnya memiliki kebebasan untuk menentukan isi perjanjian, dengan siapa dia membuat perjanjian, namun demikian setiap perjanjian hendaknya selalu dilandaskan pada asas itikad baik, tidak melanggar peraturan perundang-undangan, serta tidak melanggar kepentingan masyarakat.

Keharusan demikian dimaksudkan guna mewujudkan keadilan para pihak di dalam perjanjian, sehingga tidak terjadi eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah.

Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengenai asas itikad baik, yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Agar seluruh rangkaian proses jual beli berjalan lancar dan tidak merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli tersebut. Itikad baik dalam sebuah perjanjian harus ada sejak perjanjian baru akan disepakati, artinya itikad baik ada pada saat negoisasi persepakatan perjanjian, itikad baik dalam suatu perjanjian harus ada sebelum terjadinya kesepakatan, dan saat pelaksanaan perjanjian hingga telah terpenuhi kesepakatan tersebut.8

Perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit

8 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2006, h. 5.

(14)

dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.

Jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rnasyarakat sehari-hari.

Kejujuran atau itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pernbeli yang beritikad baik akan rnendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan yang tidak beritikad baik tidak perlu mendapat perlindungan hukum.9

Doktrin iktikad baik dalam hukum Romawi berasal dari doktrin ex bona fides. Doktrin yang mensyaratkan adanya iktikad baik dalam kontrak ini memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangan hukum Romawi, yang apabila dilacak akarnya, dipengaruhi oleh etika Yunani klasik.10 Konsep ide tentang iktikad baik (kejujuran dan kepatutan) dalam perjanjian, tentu juga hidup pada masyarakat Indonesia.

Namun demikian, perjanjian yang telah disepakati oleh dan mengikat para pihak itu seringkali menimbulkan permasalahan dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak untuk mengerti dan memahami substansi atau isi perjanjian sebelum menyetujui atau menyepakati perjanjian. Secara teoritis, tahapan dalam penyusunan perjanjian menurut van Dunne dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap penyusunan perjanjian (precontractuele fase), tahap pelaksanaan isi perjanjian

9 Hamdaliah, Perlindungan Hukum Bagi Pihak Pembeli yang Beritikad Baik dalam Jual Beli Tanah, Volume 1 Issue 2, September 2016, h. 151

10Ikonomi, E., & Zyberaj, J. “Bona fides” principle’s value in pre-contractual liability. Academic Journal of Interdiciplinary Studies,Vol 2 No. 9, Oktober 2013 h. 481-486

(15)

(contractuele fase) dan tahap setelah kontrak dilaksanakan (postcontractuele fase).11

Masyarakat di dalam jual beli bukanlah hal yang baru, karena jual beli telah dilakukan sejak zaman dahulu. Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.12

Terjadinya pengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih tersebut menimbulkan akibat hukum yakni munculnya hak dan kewajiban terhadap masing-masing pihak yang mengikatkan diri. Kewajiban dalam hal ini berupa pemenuhan suatu prestasi dari satu atau lebih pihak kepada satu atau lebih pihak lainnya yang berhak atas suatu prestasi tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian selalu ada dua pihak ataupun lebih, bahwa satu pihak yang wajib melakukan atas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain merupakan pihak yang berhak menerima atas suatu prestasi. Sama halnya dalam perjanjian jual beli, harus dilakukan 2 (dua) pihak ataupun lebih yang saling mengikatkan diri, yang disebut sebagai pihak penjual dan pembeli.

Pengikatan diri satu sama lain antara penjual dan pembeli akan menimbulkan akibat hukum yakni adanya suatu kewajiban dalam hal ini berupa perikatan yang lahir dari perjanjian pemenuhan suatu prestasi dari penjual untuk

11 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta:

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h.190.

12 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta:Kencana, 2005), h. 153

(16)

menyerahkan objek (tanah) yang menjadi objek jual beli kepada pembeli.

Pembeli juga berkewajiban untuk membayar objek yang telah dibelinya sesuai dengan kesepakatan dengan penjual.13

Pengaturan perjanjian di Indonesia hanya mengatur hal-hal mengenai perjanjian pada umumnya, yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian menyatakan bahwa

“untuk sahnya persetujuanpersetujuan yang diperlukan empat syarat yakni sepakat mereka mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

kecakapan untuk membuat suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal.14 Itikad baik dalam sebuah perjanjian harus ada sejak perjanjian baru akan disepakati, artinya itikad baik ada pada saat negoisasi persepakatan perjanjian, itikad baik dalam suatu perjanjian harus ada sebelum terjadinya kesepakatan, dan saat pelaksanaan perjanjian hingga telah terpenuhi kesepakatan tersebut.15

Pada saat prakontraktual di mana para pihak bernegosiasi untuk mencapai suatu titik temu atau kesepakatan mengenai hal-hal atau substansi yang ingin mereka tuangkan kedalam suatu perjanjian demi melindungi kepentingan dan tujuan dibuatnya perjanjian itu sendiri. Walaupun pada tahap prakontraktual belum dilahirkan perjanjian yang mengikat bagi para pihak, namun unsur yang terkandung di dalam janji prakontrak mengikat para pihak

13 Windari Ratna Artha, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h 20

14 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: SinarGrafika, 2016), h 60-61

15 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa, 2010), h. 5.

(17)

jika telah tercapai suatu kesepakatan terhadap apa yang diperjanjikan tersebut.16

Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal ini memberi makna bahwa perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai kepatutan dan keadilan. Itikad baik dalam jual beli merupakan faktor penting sehingga pembeli yang beriktikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan pihak yang tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya tersebut.

Berbeda dengan ketentuan dalam hal perjanjian jual beli yang diatur dalam KUHPerdata. Pada Pasal 1458 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

“Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”. Pada Pasal tersebut, dikatakan bahwa perjanjian dianggap ada sejak tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak, meskipun barang yang janjikan belum diserahkan dan harganya belum dibayar.17

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan perlindungan hukum pembeli beritikad

16 Antari Innaka, Op.Cit., h. 151

17 Iwan Permadi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Tanah Bersertifikat Ganda Dengan Cara Itikad Baik Demi Kepastian Hukum, Jurnal Yustisia. Vol. 5 No. 2 Mei - Agustus 2016

(18)

baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian dapat dirumuskan permasalahanya, antara lain :

1. Bagaimana penerapan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli?

2. Bagaimana akibat penjual rumah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli?

3. Bagaimana perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perjanjian penerapan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli.

2. Untuk mengetahui akibat hukum penjual rumah melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli.

(19)

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Manfaat penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengemban ilmu hukum, pada kajian hukum perdata berkaitan dengan perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini ialah berupa manfaat langsung yang dapat dirasakan dan digunakan dari hasil penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya.

a. Penulis

Penelitian ini memiliki manfaat untuk memperkaya wawasan dalam hal permasalahan hukum dalam praktik perjanjian. Sekaligus sebagai kajian terhadap penerapan asas itikad baik perjanjian dalam praktiknya.

(20)

b. Fakultas Hukum

Diharapkan juga hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi Universitas Sumatera Utara dalam hal dijadikan sebagai pedoman untuk pengetahuan kademis mahasiswa hukum lainnya yang mempelajari permasalahan terkait perjanjian.

c. Masyarakat, secara praktis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai penambah wawasan dalam melaksanakan suatu perjanjian. Mengingat dalam perjanjian jual beli rumah masyarakat memiliki pengetahuan yang sedikit mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian secara hukum padahal perjanjian menjadi hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelesuran yang telah dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik secara fisik maupun online tidak ditemukan judul terkait dengan perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM, belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sebelumnya membahas tentang perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli, antara lain :

(21)

1. Edward William. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (2017), judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Beritikad Baik Dalam Transaksi Jual Beli Tanah. Permasalahan dalam penelitian ini a. Kriteria seseorang dapat dikatakan sebagai pembeli beritikad baik

dalam transaksi jual beli tanah.

b. Bentuk perlindungan hukum yang didapat oleh pembeli beritikad baik dalam transaksi jual beli tanah.

2. Marbida Tri Utami. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang Palembang (2017), judul penelitian perjanjian jual beli rumah dan perlindungan hukum bagi pembeli pada PT. Tkrang Jaya Abadi Palembang. Permasalahan dalam penelitian.

a. Dalam mempertimbangkan harga beli rumah yang mempunyai rasa keadilan bagi kedua belah pihak.

b. Perlindungan hukum bagi Pembeli yang melakukan wanprestasi.

3. Hanifudin Sujana. Fakultas Hukum, Universitas Jember (2013), judul penelitian Kajian Hukum Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Jual-Beli Benda Bergerak. Permasalahan dalam penelitian:

a. Bentuk perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik dalam jual-beli benda bergerak.

b. Akibat hukum terhadap jual-beli benda bergerak yang tidak dilandasi

itikad baik.

(22)

4. Atika Putri Amira. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2017), judul penelitian Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Proses Kredit (Studi Kasus Pada PT. Bank Sumut Cabang Medan Tembung). Permasalahan dalam penelitian :

a. Pelaksanaan proses perjanjian jual beli rumah dalam proses kredit antara debitur dengan pihak PT. Bank Sumut cabang Medan Tembung b. Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian jual beli rumah

dalam proses kredit di PT. Bank Sumut cabang Medan Tembung

c. Upaya para pihak dalam menyelesaikan masalah yang timbul di PT.

Bank Sumut cabang Medan Tembung

5. Devi Olisa Btr-Btr. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2012), judul penelitian Peranan Developer Dalam Perjanjian Jual-Beli Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) (Studi pada Perumahan Syukur Indah. Permasalahan dalam penelitian:

a. Syarat-syarat apa saja yang harus di penuhi oleh pihak pembeli agar dapat membeli rumah secara Kredit Pemilikian Rumah (KPR) pada pihak developer.

b. Pelaksanaan perjanjian pembelian Kredit Pemilikan rumah (KPR) oleh pihak developer kepada pihak pembeli.

c. Peran developer dalam sahnya suatu perjanjian jual-beli rumah secara KPR baik terhadap pembeli maupun pihak Bank

(23)

6. Agra Verta Ardi Nugraha. Universitas Jember Fakultas Hukum (2015), judul penelitian Keabsahan Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Didalamnya Mengandung Cacat Hukum (Studi Putusan Nomor 178/PDT.G/2012/PN.Sda). permasalahan dalam penelitian

a. Perjanjian jual beli yang subjeknya menggunakan keterangan palsu.

b. Akibat hukum terhadap perjanjian jual beli yang menggunakan keterangan palsu.

c. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara.

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini. Penelitian ini didukung dengan pendapat para ahli sarjana, jurnal dan website serta masukan dari dosen pembimbing.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perlindungan Hukum

Secara umum hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) didefenisikan sebagai hubungan antara dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.

Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan

(24)

perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan.18

Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.19

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.20

Secara teoritis, perlindungan hukum dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni sebagai berikut:

a. Perlindungan hukum preventif, adalah perlindungan yang sifatnya pencegahan, sebelum seseorang dan/atau kelompok melakukan suatu kegiatan yang bersifat negatif atau melakukan suatu kejahatan yang diniatkan, sehingga dapat menghindarkan atau meniadakan terjadinya tindakan yang kongkrit.21

18 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001) h. 131.

19 Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003),h. 121.

20 Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). (Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004), h. 3

21 Dahana, Made Metu, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan, (Surabaya: Paramita, Surabaya, 2012), h.58.

(25)

b. Perlindungan hukum represif, bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau sengketa. Perlindungan hukum ini merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.22

2. Pembeli Beritikad Baik

Keberadaan itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat memberi arti penting bagi ketertiban masyarakat, itikad baik sebagai sikap batin untuk tidak melukai hak orang lain menjadi jaminan bagi hubungan masyarakat yang lebih tertib.23 Ketiadaan itikad baik dalam hubungan masyarakat mengarah pada perbuatan yang secara umum dicela oleh masyarakat, celaan datang dari sikap batin pembuat yang tidak memiliki itikad baik, sikap batin mengarah pada kesengajaan pembuat yang secara psikologis menyadari perbuatannya serta akibat yang melekat atau mungkin timbul dari perbuatan tersebut.

Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana telah ditemukan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata mengani asas itikad baik, yang berbunyi “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Dalam perjanjian jual beli online pun harus dilakukan dengan itikad baik, Agar seluruh rangkaian proses jual beli berjalan lancar dan tidak merugikan salah

22 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h.

14 23

R. Subekti, Aneka Perjanjian. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h.23

(26)

satu pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli tersebut. Itikad baik dalam suatu perjanjian harus ada sejak perjanjian baru akan disepakti, artinya itikad baik ada pada saat negosiasi persepakatan perjanjian, itikad baik dalam perjanjian harus ada seblum terjadinya kesepakatan, dan saat pelaksanaan perjanjian hingga telah terpenuhinya kesepakatan tersebut.24

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan itikad baik yang objektif yaitu itkad baik dalam pelaksanaan perjanjian. Unsur itikad baik hanya diisyaratkan dalam hal pelaksanaan dari suatu kontrak, bukan pada

“pembuatan” suatu kontrak karena unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak (itikad baik subjektif) sudah dapat dicakup oleh unsur “sebab yang halal” yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Asas itikad baik merupakan landasan utama yang mendasari setiap pembuatan perjanjian guna untuk memberikan keadilan bagi para pihak yang membuat kesepakatan dan sebagai pernyataan berlakunya suatu perjanjian. Suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum disebut dengan perjanjian. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan undang-undang, suatu perjanjian yang di buat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain, menurut kenyataanya mengikat itu dapat berupa

24 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op.Cit, h5

(27)

perbuatan.25 Dalam perjanjian dikenal asas itikad baik, yang artinya setiap orang yang membuat perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.

3. Perjanjian

Menurut Subekti perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana orang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji guna melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.26

Kamus hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.” Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.27

Sistem hukum perjanjian dibangun berdasarkan asas-asas hukum.

Pandangan ini menunjukkan arti sistem hukum dari segi substantif. Dilihat dari segi substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran mendasar tentang

25 R.Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, h 102

26 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2014), hm. 1.

27 Sudarsono, Kamus Hukum. (Jakarta: Rineka Cipta. 2007), h. 363

(28)

kebenaran untuk menopang norma hukum dan menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum perjanjian.28

Tujuan akhir dari setiap perjanjian yaitu terpenuhinya prestasi yang dijanjikan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian itu.

Prestasi adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh debitur, atau dengan kata lain sesuatu yang dapat di tuntut oleh kreditur, dimana dapat berupa memberikan/

menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (1234 KUH.Perdata).29

4. Jual beli

Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.30

Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.31

28 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung: Alumni, 2006), h.9-10.

29 R Soeroso, Perjanjian di Bawah Tangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h 4.

30 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h 1

31 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 49

(29)

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata adalah jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.32

Barang yang menjadi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidaktidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran).33 Penelitian ini dilakukan terhadap data yang

32 Soesilo dan Pramudji, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW, (Rhedbook:

Publisher, 2008, h 325-326

33 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015), h. 34-51.

(30)

bersifat sekunder seperti peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, buku- buku hukum berkaitan dengan hukum perjanjian kerjasama dan keagenan.

Sedangkan penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat.

Perilaku masyarakat yang dikaji adalah perilaku yang timbul akibat berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundangan positif dan bisa pula dilihat dari perilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam mempengaruhi pembentukan sebuah ketentuan hukum positif. Penelitian yuridis empiris dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan Nisfusa Faisal selaku Kepala divisi hukumnya PDAM Tirtanadi Medan terkait perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM.

2. Sumber data

Untuk mendapatkan data dan bahan penelitian tersebut, maka data akan diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan (field research) melalui wawancara dengan informan dan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang mengkaji berbagai literatur serta peraturan perundang- undangan. Adapun bahan penelitian meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

(31)

Data primer merupakan data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian empiris yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) melalui wawancara dengan infoman.34 Data sekunder adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan.35 Data sekunder ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yaitu dapat sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengikat terhadap permasalahan yang akan diteliti. Adapun peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder.

Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti perundang-undangan, literatur, jurnal, pendapat para ahli, media massa, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data hukum sekunder seperti kamus,

34 Ibid, h. 156

35 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press. 2013), h 12

(32)

ensiklopedia, dan website maupun sumber hukum lainnya yang sejenis ataupun berhubungan dengan penelitian ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum yuridis normatif akan diperoleh melalui studi dokumen dan penelitian hukum yuridis empiris dalam penelitian ini akan diperoleh melalui wawancara. Studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.36 Sedangkan wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi dengan melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden untuk mendapatkan informasi.37

4. Analisis data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara preskriptif dan deskriptif kualitatif yaitu data umum tentang konsepsi hukum baik berupa asas-asas hukum, postulat serta ajaran-ajaran (doktrin) dan pendapat para ahli termasuk juga pendapat masyarakat yang dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta. Metode analisis penelitian ini menggunakan logika deduktif untuk penelitian yuridis normatif dan logika induktif untuk penelitian yuridis empiris.38

36 Aan Komariah dan Djam’an Satori, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:

Alfabeta, 2011), h149.

37 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.Cit, 114

38 Ibid., h. 225

(33)

Logika deduktif yaitu cara berfikir yang bertolak dari pengertian bahwa sesuatu yang berlaku bagi keseluruhan peristiwa atau kelompok/jenis, berlaku juga bagi tiap-tiap unsur di dalam peristiwa kelompok/jenis tersebut.

Sedangkan logika induktif yaitu cara berfikir yang bertolak dari pengetahuan- pengetahuan yang bersifat khusus/tertentu atau fakta-fakta yang bersifat individual yang dirangkai untuk ditarik kesimpulam yang bersifat umum.39

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini ini akan dibagi dalam 5 (lima) bab, yang mana akan dibagi menjadi sub bab didalam bab tersebut. Adapun sistematika penulisan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan dan tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan

BAB II PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI

Bab ini berisikan perjanjian jual beli, Itikad Baik dalam Perjanjian. Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Jual Beli.

39 Ibid., h 79-81

(34)

BAB III PENJUALAN RUMAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI Bab ini berisikan Perbuatan Melawan Hukum. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Rumah.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH YANG METERAN PDAMNYA TIDAK SESUAI DENGAN PERATURAN PDAM

Bab ini Kedudukan Hukum Pihak Pembeli Yang Beritikad Baik Terhadap Pihak Penjual Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Rumah. Perlindungan hukum pembeli beritikad baik dalam perjanjian jual beli rumah yang meteran PDAMnya tidak sesuai dengan peraturan PDAM BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab Penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang diperlukan dan bermanfaat tidak hanya bagi penulis dan pembaca, namun juga bagi pengembangan hukum perdata.

(35)

PERJANJIAN JUAL BELI

D. Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUHPerdata. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan

Perjanjian jual beli yaitu suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli, didalam perjanjian ini pihak penjual berkewajiban menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tertentu.40

Perjanjian jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang- orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar (Pasal1458 KUHPerdata). Barang dan harga inilah yang menjadi unsur pokok dari perjanjian jual beli.41

40 Salim, H.S, Op.Cit, h 49

41 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 69

(36)

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa perjanjian jual beli adalah perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing pihak mempunyai kewajiban sebagai akibat yang diperbuatnya. Adapun penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya dan sekaligus berpihak atas pembayaran dari si pembeli

Jual beli merupakan perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.42 Jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata, menyatakan jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.43

Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling lazim diadakan diantara para anggota masyarakat. Wujud dari perjanjian jual beli ialah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak, yang saling berjanji, yaitu si penjual dan si pembeli. Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUHPerdata.

Jual-beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk

42A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta: Liberty, 2010), h. 38

43 Ibid.

(37)

membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.44 Perjanjian jual-beli terdapat dua belah pihak atau lebih yang bisa disebut dengan penjual dan pembeli. Antara penjual dan pembeli haruslah ada objek yang menjadi pokok dalam perjanjian diantara mereka. Barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.45

Perjanjian jual beli sebagaimana definisinya dapat di ketahui dalam Pasal 1457 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Perjanjian jual beli itu sendiri dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar, hal ini didasarkan pada Pasal 1458 KUHPerdata.

Objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran dan timbangannya, sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah :

1. Benda/barang orang lain

44 R. Subekti, Aneka Perjanjian. Op.Cit, h 1.

45 Ibid.

(38)

2. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang

3. Bertentangan dengan ketertiban 4. Kesusilaan.46

Cara penyerahan benda yang diperjualbelikan berbeda berdasarkan kualifikasi barang yang diperjualbelikan tersebut, adapun cara penyerahan tersebut sebagai berikut:

1. Penyerahan benda bergerak Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyatakan Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

2. Penyerahan benda tidak bergerak Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616-620 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.

Untuk tanah dilakukan dengan akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris

3. Penyerahan benda tidak bertubuh. Diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang

46 Salim H.S, Op.Cit, h. 51

(39)

karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap- tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.47

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan barang yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.48

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan atau biasa disebut unsur naturalia.49

47 Ahmadi Miru, Op.Cit, h. 128

48 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, h. 2.

49 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007), h 127.

(40)

Saat terjadinya perjanjian jual beli dapat dilihat pada Pasal 1458 KUHPerdata. Menurut Pasal 1458 KUHPerdata bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak. Seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Adanya ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata ini dapat dilihat bahwa unsur yang paling utama adalah persamaan kehendak diantara penjual dengan si pembeli tentang benda dan harga. Jadi tidak boleh mengandung unsur paksaan (dwang) ataupun unsur penipuan (bedrog) yang dapat mengakibatkan cacat hukumnya perjanjian tersebut.

Jual beli merupakan suatu perikatan, maka syarat-syarat sah jual beli sama dengan syarat sahnya suatu perikatan atau perjanjian. Syarat sah perikatan atau perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1320, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. Sepakat juga dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak sama-sama setuju mengenai hal-hal yang pokok

(41)

dari suatu perjanjian yang diadakan. Dalam hal ini kedua belah pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.50

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan Pasal 330 KUHPerdata.

c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek perjanjian juga biasa disebut dengan prestasi.51

d. Suatu sebab yang halal

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal. Menurut Abdul Kadir Muhammad, yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan

50 Salim H.S, Op.Cit, h.33

51 Ahmadi Miru, Op.Cit, h.69

(42)

subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian.52

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Apabila tidak syarat tersebut tidak tepenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan, sehingga selama para pihak tidak membatalkan perjanjian maka perjanjian masih tetap berlaku dan memiliki kekuatan hukum. Syarat ketiga dan keempat Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum dan dianggap sejak semula tidak pernah ada perjanjian.

Barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli merupakan unsure yang penting dalam perjanjian jual beli, selain harga. Jika barang yang dijual belikan itu tidak ada, tentunya juga tidak ada perjanjian jual beli. Jika dihubungkan dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat-syarat perjanjian, yang ketiga adalah untuk sahnya perjanjian harus ada suatu hal tertentu, maka barang yang dimaksutkan dalam Pasal tersebut adalah harus bisa ditentukan setidaknya dapat ditentukan yang menjadi objek jual beli. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata, maka hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi objek pokok persetujuan.

52 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung:Alumni, 1982), h. 20

(43)

Beda syarat, beda pula akibat hukumnya. Apabila dalam syarat subjektif tidak terpenuhi maka dapat dimintakan pembatalan, hal tersebut berbeda dengan keaadaan bilamana perjanjian tidak memenuhi syarat objektif dari Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikatakan Null and Void, yang berarti dari awal perjanjian itu telah batal atau perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Perjanjian pengikatan jual beli tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, akan tetapi tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian jual beli dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat dan tahap penyerahan (levering) dari benda yang menjadi objek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut. Asas konsensualisme yang terkandung di dalamnya berarti bahwa cukup dengan kata sepakat saja sudah lahir atau dilahirkan suatu perikatan, sehingga apabila dalam tahap prakontraktual telah terdapat suatu janji-janji yang disepakati maka telah mengikat para pihak selayaknya mengikatnya suatu perjanjian.53

Penyerahan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik dan seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang berhak memperoleh hak milik. Cara

53 Antari Innaka, Loc.Cit.

(44)

memperoleh hak milik dengan penyerahan atau levering merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang. Yang dimaksud hak milik dalam Pasal 570 KUHPerdata adalah hak untuk menikmati sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dengan pembayaran ganti rugi.

Pasal 548 KUHPerdata disebutkan hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena persekutuan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.

Perkataan penyerahan atau levering mempunyai dua arti, yaitu :

1. Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering)

(45)

2. Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering).54

Jual beli dalam Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan sebagai unsur dari jual beli hanya kewajiban penjual untuk menyerahkan barang, adalah berarti bahwa dengan adanya perjanjian jual beli ini, barang yang bersangkutan belum pindah hak miliknya kepada pembeli. Pemindahan hak milik baru akan terjadi, apabila barangnya sudah diserahkan ke tangan pembeli. Jadi selama penyerahan belum terjadi maka hak milik atas suatu barang itu tetap berada di tangan penjual. Pasal 1459 KUHPerdata menjelaskan hak milik atas orang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, 616 KUHPerdata.

Dalam melakukan penyerahan perlu diperhatikan sifat dari barang yang harus diserahkan, karena terdapat perbedaan dalam cara penyerahannya, yaitu:

1. Penyerahan benda bergerak berwujud Untuk benda bergerak berwujud, levering nya dilakukan dengan cara penyerahan bendanya kepada orang yang berhak menerima, yang disebut “penyerahan nyata” (ferlejke levering) atau dengan menyerahkan kunci di mana benda ini disimpan.

Hal ini berdasarkan pada Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan kebendaan bergerak tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau

54 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1989), h. 132.

(46)

dengan menyerahkan kunci dari dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada”.55

2. Penyerahan benda bergerak tidak berwujud. KUHPerdata yang termasuk benda bergerak tidak berwujud adalah berupa hak-hak piutang. Sedangkan dalam piutang itu sendiri dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Penyerahan surat piutang atas bawa (aan toonder). Menurut Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”. Penyerahan piutang atas bawa adalah dilakukan dengan penyerahan surat itu sendiri yang tentunya sudah disepakati oleh pihak-pihak tertentu.

b. Penyerahan piutang atas pengganti (aan onder). Menurut Pasal 613 ayat (3) KUHPerdata penyerahan dilakukan yakni dengan menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada siapa surat piutang itu dialihkan. Misalnya check atau wesel.

c. Penyerahan surat piutang atas nama (op naam). Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan

55 Ibid., h.189

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelusuran literatur di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara maupun Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum, bahwa penelitian dengan

Peristiwa hukum tersebut memunculkan masalah yakni implementasi perlindungan hukum terhadap pihak yang beritikad baik dengan adanya Putusan Nomor 722/Pdt.G/2014/PN.Dps

Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Radjawali, Jakarta, hal.16. Universitas

adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang telah melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah (Tugas Akhir) berupa

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi tentang TINJAUAN YURIDIS TERHADAP JUAL BELI

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak menemukan judul

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, bahwa penulisan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pengangkatan Wali Serta

Tesis : Caroline Gunawan, Peranan PPAT dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Hak Milik, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.. Itikad Baik