1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen keuangan dibentuklah satu unit organisasi setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengelolaan kekayaan negara. Menurut Pasal 3 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengertian Pengelolaan aset negara yang mencakup perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan;
penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian;
penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dibentuk dengan misi menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel untuk dapat memakmurkan rakyat serta mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan perundang- undangan yang berlaku. Tugas DJKN dalam pengelolaan kekayaann negara diawali dengan penertiban barang milik negara (BMN) yang terdiri dari kegiatan inventarisasi, penilaian dan pemetaan permasalahan BMN, dilanjutkan dengan mengoreksi nilai neraca pada Laporan Keuangan Pemerintan Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Dengan adanya kegiatan ini LKPP yang sebelumnya mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah meraih opini wajar dengan pengecualian. Pada periode pelaporan 2012, sebanyak 50 dari 93 kementerian/
lembaga meraih opini wajar tanpa pengecualian.
2
DJKN berdiri dibawah Kementerian Keuangan, Kantor Pusat DJKN terdiri dari delapan unit kerja, yaitu: Sekretariat, Direktorat Barang Milik Negara (BMN), Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Kekayaan Lain-lain (PKNKL), Direktorat Penilaian, Direktorat Lelang, Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat (HUHU).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sekretariat DJKN dibantu oleh lima bagian, antara lain: Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Kepatuhan Internal, Keuangan, Umum dan Perlengkapan. Lima bagian ini setara dengan Kantor Vertikal DJKN yang tersebar diseluruh Indonesia, salah satunya adalah Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) DKI Jakarta. Gambaran struktur organisasi DJKN dapat dilihat pada lampiran 7.
Pemilihan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai objek penelitian dikarenakan DJKN merupakan Unit Eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang, dan lelang, dan dalam hal ini merupakan pelaksana penatausahaan BMN di tingkat pusat. Mengingat tugasnya sebagai pengelola aset negara yaitu salah satunya penatausahaan yang andal dan akuntabel. Salah satu tujuan utama penertiban BMN adalah (i) melakukan pemutakhiran pembukuan BMN pada Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Keuangan Barang Milik Negara (SIMAK BMN) , dan (ii) mewujudkan penatausahaan BMN diseluruh satuan kerja (satker) Instansi Pemerintah Pusat untuk menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
1.2 Latar Belakang
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan pertanggungjawaban keuangan Negara oleh Pemerintah terhadap rakyatnya seperti yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. LKPP disusun oleh Menteri Keuangan selaku Pengelolaan fiskal berdasarkan hasil konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang disusun oleh setiap Menteri/
Pimpinan Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN)
3 yang disusun oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara serta disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP).
LKPP yang berlaku menurut Undang – Undang Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2004 terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Pusat yang disusun berdasarkan LRA Kementerian Negara/
Lembaga, Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan Negara dan Badan lainnya. Bagian – bagian LKPP yang lebih rinci, tertib dan sistematis merupakan hal yang penting bagi transparansi fiskal dan peningkatan akuntabilitas publik.
Dalam administrasi Pemerintahan, LKPP tidak hanya merupakan alat pertanggungjawaban pemerintah saja, akan tetapi juga merupakan indikator dari kredibilitas Pemerintahan itu sendiri. Hal ini disebabkan adanya transparansi dan akuntabilitas yang tercermin didalam pengelolaan keuangan negara. Dengan demikian, penyusunan LKPP yang berkualitas tidak sekedar pilihan, melainkan telah menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh Instansi Pemerintahan.
Sebagaimana diketahui Badan Pemeriksaan Negara (BPK) merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menilai suatu LKPP. Tedapat empat opini yang dapat diberikan oleh BPK dalam hasil penilaiannya terhadap Laporan Keuangan suatu instansi pemerintah, yaitu : pertama, Wajar tanpa Pengecualian (WTP) yang berarti semua Laporan Keuangan dinilai wajar sepenuhnya. Kedua, Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yaitu terdapat pos-pos tertentu saja yang dinilai tidak wajar. Ketiga, tidak memberikan pendapat atau disclaimer yang diberikan karena terdapat keadaan ketidakpastian (uncertainly). Keempat, adversed dikeluarkan karena Laporan Keuangan yang tidak wajar, baik karena
ketidakpatuhan terhadap peraturan, tidak sesuai dengan standar akuntansi maupun angka – angka dalam laporan yang menyesatkan.
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, salah satu upaya kongkritnya adalah memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban
4
keuangan (Herawati, 2014). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah yang merupakan prasyarat normatif yang deperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
Pada tanggal 12 Oktober 2010, tepatnya dalam Rapat Paripurna di gedung DPR, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Hadi Poernomo menyatakan bahwa kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) saat ini telah lebih baik dari pada periode sebelumnya. Hal ini ditandai dengan perubahan opini BPK atas LKPP dari opini tidak memberikan pendapat (TMP/Disclaimer) atas LKPP tahun 2004-2008 menjadi opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas LKPP tahun 2009. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.2 dibawah ini.
Tabel 1.1
Perkembangan Opini Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL)
Tahun 2012 – 2014
Opini Tahun
2012 2013 2014
WTP 47 55 49
WTP – DPP 15 11 14
WDP 22 19 17
TMP 3 2 7
Jumlah LKKL & LKBUN 87 87 87 (Sumber : www.bpk.go.id)
Semenjak tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 BPK masih memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas pemeriksaan terhadap LKPP. Dapat dilihat pada tabel 1.2 diatas berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2012 sampai dengan 2014 berkaitan dengan opini atas pemeriksaan terhadap Kementerian Lembaga menunjukan adanya kenaikan jumlah Kementerian
5 Lembaga yang mendapat Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 47 Kementerian Lembaga pada tahun 2012 naik menjadi 55 Kementerian Lembaga pada tahun 2013, dan turun lagi menjadi 49 Kementerian Lembaga pada tahun 2014.
Salah satu cara untuk mewujudkan opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk Laporan Keuangan Kementerian Lembaga adalah dengan cara mengelola Barang Milik Negara dengan benar. Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) erat kaitannya dengan Laporan Keuangan karena di dalam laporan keuangan disajikan juga laporan BMN. Seperti yang diungkapkan BPK atas hasil pemeriksaannya terhadap LKPP tahun 2012 sampai dengan 2014 bahwa adanya temuan berkaitan dengan penatausahaan BMN.
Pada Tahun 2012, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan aset tetap dalam neraca LKPP sebesar Rp. 2,57 Triliun yang berasal dari 3 Kementerian Lembaga belum dilakukan inventarisasi dan penilaian (IP), masih selisih absolut antara laporan hasil IP dan neraca di 24 Kementerian Lembaga sebesar Rp. 78,80 Miliar, tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp. 371,34 Miliar di 14 Kementerian Lembaga, belum didukung dengan dokumen kepemilikan sebesar Rp. 37,33 Triliun pada 17 Kementerian Lembaga, dan dikuasai/ digunakan pihak lain yang tidak sesuai ketentuan pengelolaan BMN sebesar Rp. 904,29 Miliar pada 14 Kementerian Lembaga.
Pada Tahun 2013, ditemukan dua temuan terkait dengan penatausahaan barang milik negara, diantaranya yaitu : ditemukan penatausahaan dan pengamanan aset tetap pada 42 Kementerian Lembaga senilai Rp. 1,11 Triliun diantaranya berupa aset tetap yang belum didukung dokumen kepemilikan senilai Rp. 6,38 Triliun pada 11 Kementerian Lembaga masih belum memadai.
Ditemukan adanya penerapan penyusutan belum didukung dengan metode perhitungan penyusutan yang tepat atas aset tetap hasil inventarisasi penilaian, kebijakan akuntansi terkait penghapusbukuan barang hilang dan rusak tidak selaras dengan Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan buletin teknis
6
tentang aset tetap, dan sistem informasi tidak dapat sepenuhnya menyajikan nilai akumulasi penyusutan yang akurat.
Pada Tahun 2014, dalam penatausahaan persediaan ditemukan adanya pencatatan dan pelaporan persediaan pada 35 Kementerian Lembaga minimal sebesar Rp. 1,11 Triliun belum memadai. Kemudian ditemukan juga adanya penatausahaan dan pengamanan aset tetap sebesar Rp. 58,52 Triliun pada 56 Kementerian Lembaga kurang memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses normalisasi data barang milik negara.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Pasal 67 Tahun 2006 Penatausahaan BMN adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan (X1), inventarisasi (X2) dan pelaporan BMN (X3) dengan ketentuan yang berlaku.
Melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi BMN termasuk dalam penatausahaan BMN. Penatausahaan BMN dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca Pemerintah Pusat. Sedangkan menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai merupakan Penatausahaan BMN dalam rangka mendukung terwujudnya tertib Pengelolaan BMN.
Pembukuan adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam daftar barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Oleh karena itu, pembukuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan karena menyajikan pembukuan pencatatan barang milik negara ke dalam daftar barang milik negara memberikan kemudahan akses bagi para pengguna/ kuasa pengguna barang yang melakukan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/ Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Febrianti (2016) yang menyatakan bahwa pembukuan berpengaruh postif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Pembukuan merupakan faktor krusial dalam penatausahaan BMN karena apabila belum dilakukan pendaftaran atau pendataan terhadap BMN, maka selanjutnya barang tersebut tidak dapat di
7 inventarisasi dan dilaporkan. Selain itu, kegiatan pembukuan harus didukung dengan sudah dijalankannya pembukuan yang sesuai dengan prosedur dan peraturan Undang – Undang agar berimplikasi terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan sehingga penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut
Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan BMN. Untuk dapat memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan negara yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah maka perlu dilakukan inventarisasi. Tujuannya agar semua yang dilaporkan termasuk aset tetap berupa Barang Milik Negara (BMN) dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Anshari dan Syofyan (2016) yang menyatakan bahwa inventarisasi Barang Milik Daerah (BMD) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah. Tetapi tidak dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianti (2016) yang menyatakan bahwa variabel inventaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laporan keuangan.
Pelaporan adalah proses penyusunan laporan barang semester dan tahunan setelah dilakukan pembukuan dan inventarisasi. Proses penyusunan laporan keuangan ini untuk membantu melakukan analisis – analisis yang berhubungan dengan kinerja pemerintah. Kualitas informasi laporan keuangan cenderung menurun apabila pelaporan tidak dilakukan setiap semester dan tahun. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Anggreani (2015) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan pelaporan BMN terhadap kualitas laporan keuangan. Penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut karena proses penyusunan laporan barang setelah dilakukan pembukuan dan inventarisasi dalam laporan keuangan, bukan hanya sebagai peratanggungjawaban saja, namun juga sebagai ukuran kinerja suatu lembaga. Maka, apabila penyusunan laporan keuangan tidak dilakukan secara relevan dan akuntabel akan berdampak pada penurunan kualitas laporan keuangan.
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang dimaksud dengan Barang milik Negara (BMN) adalah sebuah barang yang
8
diperoleh atas beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lain yang sah. Tujuan utama pengelolaan kekayaan Negara dimanapun adalah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kekayaan negara adalah alat bagi negara untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyrakat. Untuk mengelola BMN dengan benar, harus diketahui terlebih dahulu ruang lingkup kekayaan negara yang dibedakan menjadi 2 yaitu ;
1. Kekayaan negara domain privat/kekayaan negara yang dimiliki;
Kekayaan negara domain privat dibedakan menjadi dua yaitu kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan yaitu berupa BMN yang terdapat di masing-masing Kementerian/lembaga. BMN terdiri dari persediaan, aset tetap, dan aset lainnya. Kekayaan negara yang dipisahkan terdapat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk penanaman modal pemerintah ataupun aset pemerintah yang dimanfaatkan BUMN.
2. Kekayaan negara domain publik/kekayaan negara yang dikuasai.
Kekayaan negara domain publik/kekayaan negara yang dikuasai adalah tanah, air dan udara yang berada di wilayah Indonesia serta segala sesuatu yang terkandung didalamnya.
Dalam upaya menghasilkan Laporan Keuangan yang berkualitas dalam penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) dibantu dengan penerapan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) seperti yang tertuang dalam Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Pusat dinyatakan bahwa Sistem Akuntansi Instansi (SAI) merupakan serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.Dalam peraturan tersebut juga dinyatakan bahwa Sistem Akuntansi Instansi memiliki subsistem yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi
9 Barang Milik Negara (SIMAK BMN). Seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan (2014) berikut ini:
Tahun 2007-2013 adalah Era Asset Administrator, dimana era ini dilaksanakan penguatan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Adapun bentuk penguatan kualitas LKPP/LKPD yaitu pelaksanaan inventarisasi dan penilaian, pelaksanaan SIMAK BMN, dan Laporan Barang Milik Negara harus sama dengan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
Tahun 2013 sampai setelahnya adalah Era Asset Manager and Leader.
Dimana era ini tetap dilaksanakan erat asset administrator ditambah dengan pelaksanaan tugas pengawasan dan pengendalian (wasdal) dan perencanaan, tugas menghimpun kekayaan yang dikuasai Negara, serta penguatan APBN/APBD. Adapun bentuk penguatan APBN/APBD yaitu pelaksanaan efisiensi anggaran, efektivitas anggaran, dan optimalisasi BMN/ BMD.
Penerapan Sistem Akuntansi yang baik tentunya secara konsep dapat berperan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan pemerintah yang berkualitas yang ditandai dengan adanya variabel atau minimal kesalahan pencatatan, kecurangan, ketidakpatuhan terhadap hukum dan pada akhirnya diwujudkan dengan opini dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta memenuhi kriteria kualitas relevan, andal, dapat dipercaya dan dapat dibandingkan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bustami, dkk. (2015) yang menyatakan bahwa penerapan sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yosefrinaldi (2013) menemukan adanya bukti yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemanfaatan teknologi informasi dengan kualitas laporan keuangan pemerintah. Namun penerapan SIMAK BMN harus didukung dengan pengetahuan dan kompetensi dari operator SIMAK BMN itu sendiri, apabila penerapan SIMAK BMN belum dilakukan secara optimal maka berdampak pada
10
keakuratan data BMN yang tersaji sehingga penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Atas latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) mempunyai peranan yang sangat penting dalam melakukan penatausahaan Barang Milik Negara sehingga Kementerian/ Lembaga terkait khususnya dalam penilitian ini adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dapat memperoleh kualitas laporan keuangan yang baik. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) merupakan sistem yang wajib digunakan dalam melakukan penatausahaan BMN. SIMAK BMN merupakan salah satu subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang merupakan rangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara. Oleh karena itu pengimplementasian SIMAK BMN dalam penatausahaan Barang Milik Negara harus dilakukan secara optimal agar laporan keuangan dapat terjamin kualitasnya.
1.3 Perumusan Masalah
Menurut Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 30 ayat (2) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan alat pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya, tidak hanya itu saja LKPP juga merupakan indikator dari pengukuran kinerja dari pemerintahan itu sendiri.
Hal ini disebabkan adanya transparansi dan akuntabilitas yang tercermin dalam pengelolaan keuangan negara. Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, salah satu upayanya adalah dengan memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah. Sejak tahun 2009 LKPP mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) oleh BPK dan sampai tahun 2015 opini ini pun belum berubah. Salah satu temuan yang setiap tahunnya ditemukan adalah masalah penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) baik itu pembukuan, inventarisasi maupun pelaporan BMN.
11 Salah satu alat yang digunakan untuk melakukan penatausahaan BMN adalah Aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara atau yang dikenal dengan SIMAK BMN. SIMAK BMN dibuat dengan tujuan untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dalam proses penatausahaan, serta data yang dihasilkan dari penatausahaan BMN menjadi lebih akurat sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang baik, tetapi dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama tahun 2012 – 2014 masih ditemukan temuan mengenai penatausahaan BMN. Penatausahaan dan pengamanan aset pada Kementerian Lembaga dinilai kurang memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses normalisasi data BMN oleh BPK.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, maka diambil beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana pembukuan, inventarisasi, pelaporan, penerapan Sistem informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) dan kualitas laporan keuangan pada pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta ?
2. Bagaimana pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN secara simultan terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah pusat (LKPP) pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta?
3. Bagaimana pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN secara parsial terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
a) Bagaimana pengaruh pembukuan terhadap kualitas laporan keuangan pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta ?
12
b) Bagaimana pengaruh inventarisasi terhadap kualitas laporan keuangan pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta ?
c) Bagaimana pengaruh pelaporan terhadap kualitas laporan keuangan pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta ?
d) Bagaimana pengaruh penerapan SIMAK BMN terhadap kualitas laporan keuangan pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta ?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN pada Satuan Kerja (Satker) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan mengetahui bagaimana kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang dihasilkan oleh DJKN.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN secara simultan terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN secara parsial terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
a) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembukuan terhadap kualitas laporan keuang pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
b) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inventarisasi terhadap kualitas laporan keuang pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
13 c) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelaporan terhadap kualitas laporan keuang pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
d) Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan SIMAK BMN terhadap kualitas laporan keuang pada Kantor Pusat dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya mengenai Pengaruh penatausahaan barang milik negara melalui penerapan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) terhadap kualitas Laporan Keuangan pada satuan kerja di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
2. Hasil Penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan ide dan wawasan serta referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan Intansi/Lembaga terkait sebagai evaluasi untuk meningkatkan penatausahaan barang milik negara melalui pengimplementasian Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) untuk menghasilkan kualitas laporan keuangan yang baik.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumber informasi dalam pengambilan kebijakan oleh Kementerian terkait penatausahaan barang milik negara melalui penerapan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN), dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan.
14
1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Lokasi dan Obyek Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang bertempat di Gedung Syafruddin Prawiranegara Lantai 5-12, Jl. Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta Pusat dan Kantor Wilayah DKI Jakarta. Obyek penelitian ini adalah pegawai yang melakukan kegiatan penatausahaan barang milik negara yang ditunjuk sebagai petugas akuntansi BMN.
DJKN mempunyai tugas yaitu merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisai teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada penelitian ini, penulis hanya meneliti pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atas semua barang yang dibeli/ diperoleh atas beban Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang. Pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penatausahaan SIMAK BMN adalah dalam rangka mewujudkan tertib administrasi sebagai bahan penyusunan neraca Pemerintah Pusat. Penelitian ini tidak meneliti pengaruh pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan penerapan SIMAK BMN terhadap perumusan kebijakan yang akan ditetapkan terkait pengelolaan BMN.
1.7.2 Waktu Penelitian
Penulis melakukan pembatasan lingkup pembahasan yaitu pada temuan penatausahaan Barang Milik Negara di Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2012 – 2014. Dan Penulis melakukan penelitian pada Kantor Direktorat DJKN pada periode penulisan Tugas Akhir Oktober 2016 – Agustus 2017.
15 1.8 Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah dalam memberikan arah serta gambaran materi yang terkandung dalam penulisan penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang objek penelitian, latar belakang penelitian , perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian dan Sistematika Penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang tinjauan pustaka, penelitian terdahulu untuk menghindari terjadinya plagiat, kerangka pemikiran menjelaskan pengaruh dari masing masing variabel, hipotesis penelitian dan ruang lingkup penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel serta metode pengumpulan data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang langkah – langkah analisis dan hasil analisis dari data yang yang telah diperoleh menggunakan alat analisis yang diperlukan serta membahas hasil penelitian yang diperoleh.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini membahas mengenai kesimpulan yang diperoleh hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu juga disertakan saran yang berguna untuk peneliti selanjutnya.