• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolaborasi Governance Dalam Manajemen Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta). Pifik Mochtar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kolaborasi Governance Dalam Manajemen Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta). Pifik Mochtar"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KOLABORASI GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN PUBLIK (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Administrasi Publik

Oleh :

PIFIK MOCHTAR SAPTONO PUTRO S240905011

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

KOLABORASI GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN PUBLIK (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta)

DisusunOleh :

PIFIK MOCHTAR SAPTONO PUTRO S240905011

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing

Jabatan Nama TandaTangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si

NIP. 19601121990031002 ……… …………

Pembimbing II Drs. Sudarmo MA, Ph.D

NIP. 196311011990031002 ……… ………..

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP)

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarmo MA, Ph.D NIP. 196311011990031002

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

KOLABORASI GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN PUBLIK (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta)

DisusunOleh :

PIFIK MOCHTAR SAPTONO PUTRO S240905011

Telahdisetujuioleh Tim Penguji

Jabatan Nama TandaTangan Tanggal

Ketua Dr. Didik G Suharto, S.Sos, M.Si

NIP. 197411072003121001 ……….. ………..

Anggota Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si

NIP. 1966010091986011001 ……….. ………..

Anggota Drs. Sudarmo, MA, Ph. D

NIP.196306131990032001 ……… ………….

Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi MAP

……….

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP.196107171986011001

……….

Drs. Sudarmo, MA, Ph.D NIP. 196311011990031002

(4)

iv MOTTO

Nilaiseseorangituditentukandarikeberanianmemikultanggun gjawab, mencintaihidupdanpekerjaannya.

(penulis)

Denganusahadando’a,

akanmenunjukkankekuatandantakdirnya (penulis)

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

KeduaOrang tuaku, terima kasih atas do’a restu, cinta kasih dan supportnya.

(6)

vi

PERNYATAAN

Nama : PIFIK MOCHTAR SAPTONO PUTRO NIM : S240905011

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul KOLABORASI GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN PUBLIK (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta) adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Surakarta, Mei 2014 Yang membuat pernyataan

PIFIK MOCHTAR SP NIM: S240905011

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

Tesis yang berjudul KOLABORASI GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN PUBLIK(Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta) ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar

Magister pada Program Studi Magister Administrasi Publik Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan tesis ini, penulis

banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak untuk itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan arahan dan bimbingan

dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Drs. Sudarmo MA, Ph. D, selaku pembimbing II danketua Program

Studi Magister Administrasi Publik Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan, arahan dan semangat

pada tahap penyusunan tesis.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus , MS, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan

(8)

viii

melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

4. Kepala Dinas PerhubunganKota Surakarta, yang telah memberikan ijin dan

rekomendasi untuk melakukan penelitian sekaligus informan yang telah

banyak memberikan informasi dan data.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Angkatan IV terima kasih

atas kebersamaannya.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun

tidak langsung, guna penulisan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran

maupun kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan

selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat

khususnya bagi pengembangan instansi dimana penulis melakukan penelitian dan

bagi para pembaca yang memerlukan referensi pada permasalahan yang sama.

Surakarta, Mei 2014

Penulis

(9)

ix

3. KomunitasOrganisasiMasyarakat ... 24

4. Collaborative Governance ... 27

B. Kerangka Berpikir ... 31

(10)

x

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Lokasi Penelitian ... 32

B. Jenis Penelitian ... 32

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D. Sumber data ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 37

G. Validitas Data... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 41

B. Deskripsi hasil penelitian………. 44

1. ManajemenPengelolaanPerparkiran di Kota Surakarta ……… 44

2. Ormaspengelolaparkir ……….. 48

3. Kolaborasi governance dalammengelolaperparkiran ……….. 50

C. AnalisisUkuranKeberhasilanKolaborasi ... 56

D. Faktor yang mempengaruhikolaborasi governance ... 62

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Implikasi ... 65

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 31

Gambar 2 Model Studi Kasus ... 33

Gambar 3 Skema Mode Analisis Interaktif ... 39

Gambar 4 Matrik Hasil Analisis Kolaborasi Governance ... 61

(12)

xii

Pifik Mochtar Saptono Putro, S240905011. 2014. Kolaborasi Governance Dalam Manajemen Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Perparkiran di Kota Surakarta). TESIS. Pembimbing I : Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Pembimbing II : Drs. Sudarmo MA, Ph.D. Program Studi Magister Administrasi Publik. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Salah satu jenis pelayanan publik yang diberikan pemerintah kota Surakarta adalah pelayanan perparkiran. Sesuai dengan prinsip Governance, pemerintah melibatkan sector swasta dan masyarakat dalam pelayanan publik. Merujuk padahal tersebut maka proses pelayanan perparkiran hendaknya dilakukan secara sinergis dan terpadu antara pemerintah dan ormas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerjasama antara pemerintah dan ormas dalam pelayanan perparkiran di Kota Surakarta. Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan informan pejabat pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika, juruparkir, stake holder serta masyarakat yang mengakses pelayanan parkir.Teknik penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling. Data sekunder yang bersumber dari dokumentasi yang sudah ada.Analisis data dilakukan dengan model interaktif, sedangkan validitas data dilakukan dengan triangulasi data.

Berdasarkan hasil penelitian, kerjasama ormas dan pemerintah dalam pelayanan perparkiran di Kota Surakarta telah dilaksanakan dengan baik.Hal ini dibuktikan dengan adanya pelatihan dan pembekalan jukir, penetapan batas lokasi parkir. Dalam kerjasama pada tataran jenis struktur jaringan yang digunakan dengan model self governance dimana semua anggota stakeholder terlibat dalam organisasi massa, pada tataran akses terhadap otoritas, adanya standar prosedur yang jelas. Sedangkan pada kepercayaan diantara para partisipan bahwa para stakeholder dalam ormas terdapat kepercayaan yang kuat diantara anggotanya. Namun adanya kepercayaan yang kuat dan standar prosedur yang jelas pada jenis jaringan self organization masih ditemukan hambatan dalam pengelolaan pelayanan perparkiran di Kota Surakarta, yaitu pada tataran akses terhadap sumber daya dan berbagi informasi antara anggota organisasi masyarakat. Saran pada pemerintah Kota Surakarta diantaranya memperbaiki manajemen pengelolaan parkir, menjalin komunikasi yang baik dengan ormas dan jukir, dan memberikan sanksi tegas terhadap jukir yang tidak tertib.

Kata kunci :parkir, kolaborasigovernance, kepercayaan

Pifik Mochtar Saptono Putro, S240905011. 2014. The Collaboration Governance in Public Service Management (A Study on Parking Service in Surakarta City).

(13)

xiii

THESIS. First Counselor: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Second Counselor: Drs. Sudarmo MA, Ph.D. Public Administration Magister Study Program. Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

ABSTRACT

One of public service types the Surakarta City government provides is parking service. In line with Governance principle, the government involves the private sector and the community in public service. For that reason, the parking service process should be conducted synergistically and in integrated manner between government and mass organization. This study aimed to analyze the collaboration of government and mass organization in parking service in Surakarta City. This research was taken place in Surakarta City. This study was a descriptive qualitative research with the officials of Transportation, Communication and Informatics Service, parking officers, stakeholders, and community accessing the parking service, as the informants. The informant was selected using purposive sampling technique. The secondary data derived from the existing documentation. The data analysis was conducted using an interactive model, while data validity was conducted using data triangulation.

Considering the result of research, it could be found that the collaboration of mass organization and government in parking service in Surakarta City had been implemented well. It could be seen from the presence of training and briefing for the parking officers, and the determination of parking location border. In the collaboration at type level, the network structure used was self-governance model in which all stakeholders engaged in mass organization, while at the level of access to authority, there was an obvious procedure. Meanwhile regarding the confidence between participants, there was a strong confidence among the members of stakeholders in mass organization. Nevertheless, there was still some constraint found in parking service management in Surakarta city, particularly at the level of access to resource and sharing information between the members of mass organization. The government of Surakarta City was recommended to improve the parking service management, to establish good communication with mass organization and parking officer, and to impose firm sanction to undisciplined parking officer.

Keywords: parking, collaborative governance, confidence.

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat, guna

menciptakan kesejahteraan masyarakat perlu adanya penyelenggaraan pelayanan

publik. Pelayanan publik ini merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat

seperti yang ditetapkan dalam undang-undang maupun yang belum. Pelayanan

publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan

pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. Dalam

memberikan pelayanan publik pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan

pelayanan yang terbaik. Selain itu masyarakat juga sangat mengharapkan adanya

pelayanan public yang memadai, sebagai warga negara mempunyai hak

mendapatkan pelayanan publik yang terbaik seperti yang diharapkan. Pemerintah

sebagai pihak yang bertanggung jawab memberikan pelayanan publik akan

memberikan pelayanan publik sesuai dengan standar yang memenuhi spesifikasi

teknis atau sesuatu yang telah dibakukan sebagai patokan dalam memberikan

pelayanan pada publik.

Pemerintah dalam menjalankan pelayanan publik yang baik perlu adanya

kerjasama dengan berbagai pihak baik itu swasta maupun masyarakat. Hal itu

merupakan implikasi dari reformasi administrasi publik. Sesuai dengan prinsip

Government atau new publik management, “pemerintah disarankan untuk

melibatkan sektor swasta dan masyarakat dalam pelayanan publik”(Yeremias,

2004). Pelayanan publik sudah selayaknya berjalan karena adanya kerjasama

(15)

pemerintah terutama dengan masyarakat. Pelayanan publik menjadi tanggung

jawab pemerintah dan masyarakat. Pelayanan publik dapat berjalan setelah adanya

kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

Kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam pelayanan publik terutama

pada pelayanan perparkiran yang dikelola oleh organisasi masyarakat. Pelayanan

perparkiran merupakan bentuk pelayanan yang perlu diberikan oleh pemerintah

sebagai bagian dari pelayanan publik, melalui pelayanan perparkiran maka

masyarakat yang membutuhkan jasa parkir menjadi terpenuhi. Adanya pelayanan

perparkiran bisa membuat masyarakat yang akan menjalankan aktivitas menjadi

tenang dan merasa aman.

Pelayanan perparkiran terutama di kota besar seperti kota Surakarta ini

sudah menjadi kebutuhan ditambah lagi dengan maraknya pencurian kendaraan

bermotor (Curanmor) membuat orang sangat terbantu dengan adanya pelayanan

perparkiran. Jasa perparkiran akan memberi jaminan pada kendaraan bermotor

yang dititipkan. Oleh karena itu tidaklah mudah mengelola perparkiran di kota

besar karena luasnya cakupan lahan parkir yang dijaga yang juga membutuhkan

banyak tenaga untuk turut serta menjaga. Perparkiran terutama di kota besar akan

mengelola kendaraan bermotor dalam skala yang banyak sehingga untuk

pengawasannya saja perlu dilakukan ekstra ketat. Tidak sedikit penjahat

berkeliaran di area parkir mereka akan mencari celah kelengahan juru parkir,

ketika lengah sedikit saja maka akan ada kendaraan yang hilang.

Pengelolaan perparkiran tidak mudah dilakukan oleh pemerintah karena

bentuk pelayanan perparkiran yang sifatnya massa dan juga butuh kemampuan

(16)

khusus karena itu pemerintah biasanya akan bekerja sama dengan Organisasi

massa (Ormas) yang mampu mengelola pelayanan perparkiran. Peran pemerintah

disini hanya sebagai pemberi arah dan penentu kebijakan dan standar pelayanan

serta sebagai fasilitator dan pemberdaya. Sedang ormas adalah pelaksananya,

dimana dalam pelaksanaan pelayanan ormas perlu sekali berkoordinasi serta

mematuhi semua aturan yang telah disepakati dua belah pihak.

Di Surakarta pelayanan perparkiran juga di kelola oleh ormas yang

telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai pemenang tender untuk pengelolaannya.

Ormas yang mengelola perparkiran ini biasanya telah lama menguasai lahan

parkir dan ketika lahan itu menjadi zona parkir resmi maka mereka harus

mengikuti tender lelang parkir yang di adakan oleh pemerintah. Pengelolaan

parkir oleh ormas ini mendapat rujukan langsung dari pemerintah sehingga ormas

yang mengelola parkir perlu untuk mengikuti Juklak (petunjuk pelaksanaan) yang

telah dibuat oleh pemerintah, bahkan untuk tarif parkir juga telah ditetapkan oleh

pemerintah. Ormas dalam mengelola perparkiran tidak dapat sewenang-wenang

semua tetap dibawah pengawasan dan arahan dari pemerintah, antara ormas yang

mengelola parkir dan pemerintah sudah selayaknya akan terjalin suatu kerjasama.

Kerjasama antara pemerintah dan ormas yang mengelola perpakiran ini

bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dalam bidang perparkiran.

Pemerintah bekerjasama dengan ormas yang mengelola perparkiran untuk

mendorong ormas lebih berdaya guna selain itu pemerintah sebagai

penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena itu pemerintah perlu untuk

bekerjasama dengan mengembangkan manajemen publik pada pelayanan

(17)

perparkiran oleh ormas. Dengan dikelolanya manajemen publik yang optimal

maka akan membuat pelayanan publik di bidang perparkiran juga akan berjalan

sesuai dengan standar pelayanan minimal. Hal itu pula yang di ungkapkan oleh

Mahmudi (2002) Standar pelayanan minimal tercermin dalam kontrak pelayanan

antara pemerintah dengan masyarakatnya. Disini masyarakat yang mewakili

adalah ormas yang mengelola perparkiran. Standar pelayanan minimal jika telah

berjalan maka akan menunjukkan bagaimana kerjasama itu berjalan.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan collaborative

governance seperti Sudarmo (Democratic Collaborative governance Pedagang

Kaki Lima), Asri Swastini (Collaborative Governance KPA dengan LSM-LSM

Peduli Aids di Kota Surakarta), Gendut Sukarno (Peran pemberdayaan dalam

meningkatkan Kinerja Usaha Kecil Kerajinan Reog Ponorogo). Berdasarkan

penelitian terdahulu, penelitian ini memiliki kesamaan terkait dengan

collaborative governance tetapi mengambil kasus berbeda yaitu pengelolaan

perparkiran di Kota Surakarta. Penulis beranggapan belum ada penelitian yang

meneliti tentang pengelolaan perparkiran dengan menganalisis tentang

collaborative governance. Berdasarkan hal inilah, penelitian ini menekankan pada

kolaborasi yang dilakukan pemerintah Kota Surakarta dengan ormas XXX yang

merupakan salah satu ormas non religi untuk mengatasi permasalahan pelayanan

perparkiran di Kota Surakarta.

(18)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas maka

masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kolaborasi yang dilakukan pemerintah Kota Surakarta dalam

mengelola perparkiran di Kota Surakarta?

2. Apa faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kolaborasi

governance untuk mengelola perparkiran di Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang kolaborasi governance dalam pengelolaan

perparkiran di Kota Surakarta memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kolaborasi yang dilakukan pemerintah dan ormas dalam

mengelola perparkiran di Kota Surakarta

2. Untuk menganalisis factor-faktor yang mendukung dan menghambat

kolaborasi governance dalam mengelola perpakiran di kota Surakarta

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan sejumlah sasaran spesifik atas tujuan yang hendak

dicapai tersebut, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi

atau sejumlah manfaat, meliputi :

1. Manfaat Teoritis (Akademis)

(19)

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wacana dan pengetahuan

mengenai kolaborasi governance dalam mengelola perparkiran di Kota

Surakarta.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi pemerintah

Kota Surakarta berupa saran-saran untuk digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan

pengelolaan perparkiran di Kota Surakarta.

3. Dapat bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan

pengalaman praktis dalam penelitian manajemen sektor publik.

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Manajemen Publik

Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri atas

kegiatan-kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengkoordinasian dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta

mencapai sasaran-sasaran melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan

sumber daya yang lain (Soemarni, 1993). Sesuai dengan pendapat tersebut

dikatakan bahwa manajemen terdapat aktivitas-aktivitas khusus dalam

manajemen yang merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran-sasaran

yang ditetapkan sebelumnya. Adapun aspek manajemen itu meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengendalian.

Kelima aspek manajemen tersebut dalam operasionalnya tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lainnya, bahkan untuk mencapai tujuan selain

kelima aspek tersebut, manajemen juga akan melibatkan sumber daya manusia

dan sumber daya lain. Manajemen yang diteliti adalah manajemen publik.

Secara khusus manajemen publik menunjuk pada manajemen instansi

pemerintah (Keban,2004) Woodrow Wilson :

1. Pemerintah sebagai setting utama organisasi

2. Fungsi eksekutif sebagai fokus utama

3. Prinsip manajemen sebagai kunci pengembangan kompetensi administrasi.

(21)

publik.

Sedangkan menurut Ott, Hyde, dan Shafritzs 1990 :

1. Manajemen publik memfokuskan pada administrasi publik sbg sebuah

profesi dan memfokuskan pada manajer publik sbg praktisi dari profesi

tsb.

2. Manajemen publik lebih mencurahkan perhatian pada operasi-operasi atau

pelaksanaan internal organisasi pemerintah atau organisasi non-profit

ketimbang pada hubungannya dan interaksinya dengan legislatif,

peradilan,atau organisasi sektor publik lainnya

Pendapat lain dari Overman (dalam Keban, 2004) : Manajemen publik

adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi , dan

merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing,

dan controlling di satu sisi, dengan sumber daya manusia, keuangan, fisik,

informasi dan politik di sisi lain

Manajemen publik lebih berorientasi pencapaian hasil. Menurut

Allison ada tiga fungsi manajemen umum, yaitu strategi, mengelola

komponen internal dan mengelola komponen eksternal. Fungsi ini akan

dijelaskan sebagai berikut.

Fungsi manajemen umum secara strategi :

1. Menetapkan tujuan dan prioritas bagi organisasi (atas dasar meramal

lingkungan eksternal dan kapasitas organisasi).

2. Merumuskan rencana operasional untuk mencapai tujuan tersebut.

(22)

Sedangkan fungsi manajemen umum dalam mengelola komponen

internal adalah :

1. Mengorganisasikan dan menyusun staff: dalam mengorganisasikan,

manajer membentuk struktur (unit dan jabatan yang diberi wewenang dan

tanggung jawab) dan prosedur untuk mengkoordinasikan kegiatan dan

mengambil tindakan.

2. Mengarahkan pegawai dan sistem manajemen kepegawaian: kapasitas

organisasi terletak pada anggotanya, serta keahlian dan pengetahuan

mereka. Sistem manajemen kepegawaian merekrut, menyeleksi,

mensosialisasikan, melatih, memberi imbalan, memberi hukuman, dan

mengeluarkan modal manusia organisasi, yang merupakan kapasitas

organisasi untuk bertindak untuk mencapai tujuannya dan untuk merespon

arahan khusus dari manajemen.

3. Mengontrol kinerja: berbagai sistem informasi manajemen – termasuk

anggaran modal dan operasional, akuntansi, laporan, dan sistem statistik,

penilaian kinerja, dan evaluasi produk – membantu manajemen dalam

membuat keputusan dan dalam mengukur kemajuan kearah tujuan.

Dan fungsi manajemen umum dalam mengelola konstituensi eksternal

adalah :

1. Berhubungan dengan unit ‘eksternal’ organisasi berkaitan dengan beberapa

wewenang/otoritas umum.

2. Berhubungan dengan organisasi independen: badan-badan dari cabang lain

atau tingkat-tingkat pemerintahan, kelompok kepentingan, dan usaha

(23)

swasta yang dapat mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mencapai

tujuannya.

4. Berhubungan dengan pers dan publik yang tindakannya atau

persetujuannya atau kepatuhannya diperlukan.

Fungsi utama pertama adalah strategi. Ini mencakup masa depan

organisasi, menetapkan tujuan dan prioritas, serta membuat rencana untuk

mencapai tujuan dan prioritas tersebut. Hal umum bagi badan-badan untuk

mengembangkan tujuan dan prioritas ketimbang mengasumsikan bahwa

kebijakan berasal dari politisi. Politisi sekarang menuntut bahwa badan-badan

dan pegawai negeri di bawah kontrol nominal mereka ikut terlibat dalam

masalah-masalah strategi.

Fungsi utama kedua adalah mengelola komponen internal. Ini

mencakup penyusunan staf, membentuk struktur dan sistem untuk membantu

mencapai tujuan yang diidentifikasikan oleh strategi.

Fungsi ketiga melihat organisasi dalam konteks eksternalnya dan tugas

mengelola konstituensi eksternal. Ada fokus eksternal yang lebih besar dalam

manajemen publik baru melalui strategi dan mengelola konstituensi eksternal,

daripada dalam kasus dengan model tradisional administrasi publik.

Anonimitas layanan publik telah menurun, dan diterima dengan baik. Pegawai

negeri sekarang lebih bebas berbicara di depan publik, untuk muncul dalam

forum profesional, untuk menulis artikel di koran, dan secara umum menjadi

figur publik yang layak.

Manajemen yang baik memerlukan pengendalian yang efektif.

(24)

Pengendalian diperlukan untuk memastikan bahwa aktivitas atau kegiatan

berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Perencanaan dan pengendalian

merupakan fungsi yang berpasangan, artinya pengendalian yang baik

memerlukan perencanaan, sementara perencanaan yang baik memerlukan

pengendalian.

Pengendalian menurut Soemarni (1993) adalah aktivitas untuk

menemukan, mengkoreksi adanya penyimpangan-penyimpangan dari haisl

yang telah dicapai dibandingkan dengan rencana kerja yang telah ditetapkan.

Pada setiap tahap kegiatan organisasi perlu dilakukan pengendalian, sebab

apabila terjadi penyimpangan akan lebih cepat diadakan tindakan koreksi.

Sedangkan system pengendalian manajemen menurut Anthony (dalam

Mahmudi, 2005) yaitu sebagai suatu proses untuk memastikan bahwa sumber

daya diperoleh dan digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai

tujuan organisasi. Dari pendapat tersebut pengendalian manajemen melibatkan

proses pengambilan keputusan, membuat tindakan untuk melaksanakan

keputusan dan membuat penilaian kinerja serta umpan balik yang akan

membantu dalam pembuatan keputusan dan tindakan di masa yang akan

datang.

Pengendalian itu meliputi kegiatan-kegiatan: a) Pengukuran, b)

Membandingkan dengan standar, dan c) Memperbaiki penyimpangan.

Melakukan pengukuran artinya mengukur hasil atau out put dari aktivitas yang

dilakukan. Dari hasil ukuran yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

standar yang ada, atau rencana yang telah dibuat, atau dibandingkan dengan

(25)

aktivitas organisasi yang sejenis (TIM, 2004:14).

Pengendalian manajemen sektor publik merupakan suatu proses,

dimana proses pengendalian manajemen ini tidak bisa dilakukan tanpa ada

dukungan struktur pengendalian manajemen. Struktur pengendalian

manajemen ini merupakan jaringan yang dimiliki oleh organisasi untuk wadah

kegiatannya. Pengendalian manajemen ini meliputi beberapa aktivitas

(Mahmudi, 2005) :

a. Perencanaan aktivitas yang akan dilakukan organisasi

b. Pengkoordinasian aktivitas berbagai bagian organisasi

c. Pengkomunikasian informasi ke seluruh bagian organisasi

d. Evaluasi terhadap informasi

e. Pembuatan keputusan

f. Mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk mengubah perilaku.

Namun lebih lanjut pengendalian manajemen dalam hal ini adalah

manajemen sektor publik itu melalui proses yang terdiri dari beberapa tahap

berikut :

a. Perumusan strategi

b. Perencanaan strategi

c. Pembuatan program

d. Penganggaran

e. Implementasi

f. Pelaporan kinerja

g. Evaluasi kinerja

(26)

h. Umpan balik

Sistem pengendalian manajemen terdiri atas dua bagian yaitu struktur

pengendalian manajemen dan proses pengendalian manajemen. Disamping

kedua komponen tersebut komponen lain seperti lingkungan, paradigma dan

kultur masyarakat merupakan sistem pendukung pengendalian manajemen.

Struktur pengendalian manajemen diperlukan untuk men jamin agar proses

pengendalian manajemen dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Secara ringkas, ada empat jenis perubahan yang merupakan program

manajerial: pertama, perubahan fokus pada output; kedua, perubahan input

administratif, seperti mempekerjakan staf dengan kontrak; ketiga, perubahan

lingkup badan-badan pemerintah; dan keempat, mengubah hubungan

akuntabilitas dengan kepemimpinan politik dan publik, karena manajer

menjadi lebih bertanggung jawab terhadap hasil.

a. Fokus pada output

Perubahan utama dalam program manajerial adalah bagi organisasi untuk

fokus pada output, daripada input. Organisasi publik melakukan hal-hal:

pemerintah sekarang ingin tahu apa yang mereka lakukan; seberapa baik

mereka melakukannya; siapa yang bertugas dan bertanggung jawab atas

hasil. Motto baru adalah pencapaian tujuan. Untuk melakukan hal ini, ada

lima-langkah respon yang telah dikembangkan. Pertama, organisasi

menentukan strategi keseluruhannya dan menetapkan tujuan, karena tanpa

strategi maka tanpa arah. Kedua, program direncanakan untuk memenuhi

tujuan yang ditentukan dalam strategi keseluruhan. Ketiga, struktur

(27)

organisasi dan anggarannya melalui program, yaitu kerja badan harus

dibagi menjadi sub-sub ke dalam program spesifik, sub-program dan

kegiatan, serta keseluruhan organisasi badan harus mencerminkan semua

hal ini. Keempat, dan sebagai hasil langkah-langkah sebelumnya, maka

perlu diukur kinerja pada semua tingkatan. Kinerja dalam pencapaian

tujuan perlu diukur untuk menentukan apakah program dijalankan secara

efisien. kinerja individu juga dapat diukur untuk diberi imbalan bagi orang

yang bekerja baik dan sanksi bagi yang bekerja tidak baik. Kelima, perlu

dievaluasi pencapaian tujuan tersebut. Evaluasi program pemerintah harus

dilakukan untuk menentukan jika sumber daya digunakan dengan baik

dengan cara yang efektif dan efisien.

b. Perubahan input

Ada sejumlah perubahan input, meski tidak sepenting fokus output, yang

memiliki dampak signifikan pada manajemen sektor publik. Input meliputi

sumber daya staf, penganggaran, teknologi dan lain-lain, yang semuanya

ada dalam model administratif, tetapi mengalami perubahan detail dalam

manajemen publik baru. Perubahan input bertujuan pada memperbaiki

insentif dan kinerja. Ada beberapa perubahan staf yang dirancang agar

lebih sesuai bagi staf dengan posisinya, untuk menilai kinerja mereka dan

memberi imbalan kepada mereka menurut pembayaran merit (nilai

tambah). Penekanan pada kinerja juga mengarah pada penunjukkan jangka

pendek dan dapat memberhentikan staf yang dipekerjakan dengan kontrak

atau diangkat ke tingkat tertinggi dari luar. Perubahan ini berasal dari

(28)

sektor swasta dimana fleksibilitas pengaturan staf dan penganggaran telah

menjadi sumber kecemburuan bagi pimpinan pemerintah. Mereka

didukung oleh pertimbangan teoritis dari ekonomi bahwa organisasi dan

individu tidak akan berkinerja penuh kecuali jika ada sistem insentif yang

tepat.

c. Mengurangi lingkup pemerintah

Memotong lingkup pemerintah dan birokrasi merupakan bagian lain dari

program manajerial. Meluasnya privatisasi adalah bagian dari ini, tetapi

bukan satu-satunya cara mengurangi lingkup pemerintah. Perampingan

menjadi umum digunakan sebagai cara mengurangi biaya barang atau jasa

yang tetap menjadi bagian pemerintah tetapi dengan sektor swasta yang

menyediakannya. Kompetisi terhadap ketentuan melalui tender, kadang

dalam pemerintah, dilihat sebagai mengurangi biaya dibandingkan dengan

ketentuan birokratik.

d. Hubungan dengan politisi dan publik

Model administrasi tradisional dikritik karena konsep yang tidak memadai

tentang hubungan antara birokrasi dan kepemimpinan politik. Dalam teori,

model administratif membutuhkan pemisahan antara pihak yang memberi

perintah dan pihak yang menjalankan perintah. Karakteristik utama model

manajerial adalah bahwa tanggung jawab dipegang oleh manajer untuk

pencapaian hasil. Ini berarti hubungan antara manajer dengan politisi, dan

manajer dengan publik harus berubah. Dalam model tradisional, hubungan

dengan kepemimpinan politik sangat sempit dan teknis, tuan dan pelayan,

(29)

pihak yang memberi perintah dan pihak yang menjalankan perintah.

Dalam model manajemen publik, hubungan antara politisi dan manajer

lebih cair dan lebih erat daripada sebelumnya. Ini bukan merupakan

bentuk manajemen yang sempit dan teknokratik, karena masih ada

wewenang politik.

Bahkan jika manajemen publik berbeda dari bentuk manajemen lainnya

karena wewenang politik, masih tetap manajemen daripada administrasi.

Manajer publik sekarang terlibat dalam masalah kebijakan, mereka juga

terlibat dalam masalah politik, mereka lebih bertanggung jawab secara

pribadi atas masalah dan akan membayar dengan kehilangan pekerjaan

mereka jika terjadi kesalahan. Manajemen publik telah menjadi bentuk

manajemen politik dan hubungan dengan pemimpin politik telah berubah.

Mungkin, keahlian utama yang diperlukan manajer publik adalah

bagaimana menjadi politisi birokratik yang dapat berinteraksi dengan

politisi dan dengan pihak luar dengan cara yang menguntungkan bagi

dirinya sendiri dan organisasi. Selain itu, ada penerimaan kebutuhan atas

akuntabilitas langsung antara manajer dan publik, sebagai hasil tuntutan

bagi ‘fokus pelanggan’ dan daya tanggap yang lebih besar terhadap

kelompok dan individu di luar organisasi. Ini merupakan perbedaan lain

dengan model tradisional.

Manajemen publik dipengaruhi oleh teori dan praktek manajemen swasta.

Manajemen swasta membantu manajerialisme dalam hal memisahkan

bagian-bagian sistem publik yang dianggap fundamental yang secara fakta

(30)

tidak. Sektor publik harus adil dan tidak memihak dalam berhubungan

dengan pelanggan, tetapi ini tidak berarti bahwa pegawai negeri harus

netral atau memiliki pekerjaan seumur hidup. Mungkin sulit untuk

mengukur kinerja di sektor publik, tetapi ini bukan berarti bahwa tidak ada

upaya yang dilakukan. Sifat politik sektor publik membuatnya berbeda

dari sektor swasta, tetapi tidak berarti bahwa semua tindakan adalah

politik, atau bahwa semua tindakan kebijakan harus dijalankan oleh

politisi. Ini khususnya dalam kasus faktor input yang dijelaskan

sebelumnya, seperti kondisi pengaturan staf yang murah hati yang

sebelumnya dianggap perlu bagi pegawai negeri. Sulit untuk melihat

bagaimana pelayanan jasa dirugikan dengan ketenagakerjaan dengan

kontrak atau dasar paruh-waktu, atau jika staf dipakai di tingkat yang lebih

tinggi dari pada nilai-dasar. Tetapi semua ini bertentangan dengan apa

yang sebelumnya dianggap perlu bagi semua ketenagakerjaan publik. Jika

banyak pekerjaan di sektor publik sama dengan sektor swasta, sulit untuk

membenarkan praktek ketenagakerjaan yang tidak biasa. Manajemen

Publik berkaitan dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik

pada sektor publik (pemerintahan) maupun sektor diluar pemerintahan

yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit sector). Dengan begitu,

Manajemen Publik dapat pula disebut lebih spesifik sebagai Manajemen

Pelayanan Publik. Pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan

pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di

daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun

(31)

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan jasa baik

dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

2. Pelayanan Publik

Masyarakat atau publik berhak untuk mendapatkan pelayanan yang

biasanya dikenal dengan pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat oleh instansi pemerintah hendaknya adalah pelayanan yang terbaik

karena masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran

pajak, retribusi dan berbagai pungutan lainnya. Oleh karena itu peran

pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

penyelenggaraan pelayanan publik, aparatur pemerintah bertanggung jawab

untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggara pelayanan publik

adalah instansi pemerintah yang meliputi :

a. Satuan kerja/satuan organisasi kementrian

b. Departemen

c. Lembaga pemerintah non departemen

d. Kesekretariatan lembaga tertinggi dan tinggi Negara

e. Badan usaha milik Negara (BUMN)

(32)

f. Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

g. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

h. Instansi pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah termasuk

dinas-dinas dan badan.

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang

bersifat tidak dapat dilihat mata atau tidak dapat diraba yang terjadi

sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau

hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang

dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.

(Patminto, 2005)

Menurut Undang-undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999,

Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki

kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat

secara profesional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan

pelayanan yang terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa

pandang bulu. Jadi PNS berkewajiban memberikan pelayanan atau

melayani masyarakat, bukannya justru minta dilayani oleh masyarakat.

Asas pelayanan publik perlu sekali di perhatikan oleh instansi

pemerintah dalam memberikan pelayanan. Adapun asas pelayanan publik

itu meliputi :

a. Transparansi

(33)

Pemberian pelayanan public harus bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas

Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional

Pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan

public dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat.

e. Tidak deskriminatif (kesamaan hak)

Pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat deskriminasi, dalam

arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status social

dan ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan public harus memenuhi hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

(34)

Pelayanan publik yang disediakan pada masyarakat hendaknya memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Kesederhanaan prosedur

Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak berbelit-belit. Prinsip

apabila dapat dipersulit mengapa dipermudah harus ditinggalkan dan

diganti dengan hendaknya dipermudah jangan dipersulit, bahagiakan

masyarakat jangan ditakut-takuti.

b. Kejelasan

Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administrative pelayanan

publik, unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan,

sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanan pelayanan publik, serta

rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya. Kejelasan

ini penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya berbagai

penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik percaloan

dan pungli (pungutan liar).

c. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama

proses pelayanan diselesaikan.

d. Akurasi produk pelayanan publik

Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus

akurat, benar, tepat dan sah.

(35)

e. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi informasi

dan komunikasi.

f. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan

kepastian hokum. Tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada

masyarakat dalam pemberian pelayanan.

g. Tanggungjawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggung jawab atas penyelenggaraanpelayanan dan penyelesaian

keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

h. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap, disiplin, sopan dan santun, ramah serta

memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi

(36)

dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah

dan sebagainya.

Terdapat beberapa indikator kualitas pelayanan publik. Menurut A.

Parasuraman dan kawan-kawan, terdapat 5 (lima) dimensi pokok yang

berkaitan dengan kualitas jasa (service quality) (Parasuan, 1988), yakni (1)

Bukti nyata (tangibles), meliputi fasilitas fisik, penampilan personal, dan

sarana komunikasi, (2) Keandalan (realibility), meliputi kemampuan

memberikan pelayanan dengan segera, akurat, dan memuaskan, (3) Daya

tanggap (responsiveness), mencakup keinginan untuk cepat memberikan

pelayanan kepada pelanggan (4) Jaminan (assurance) atas kecakapan,

pengetahuan, kesopanan staf, sehingga dapat dipercaya oleh pelanggan,

serta (5) Empati (empathy) yaitu mudah berkomunikasi secara personal

dan khusus kepada pelanggan.

Pelayanan publik yang diberikan pada masyarakat hendaknya

memiliki standar dan standar pelayanan publik adalah spesifikasi teknis

yang sudah baku dan akan menjadi patokan dalam memberikan pelayanan.

Standar pelayanan publik itu juga wajib ditaati oleh pemberi pelayanan

maupun pengguna pelayanan. Standar pelayanan publik wajib dimiliki

oleh penyelenggara layanan publik untuk menjamin diberikannya

pelayanan yang berkualitas sehingga masyarakat pengguna pelayanan

merasakan adanya nilai yang tinggi atas pelayanannya.

Standar pelayanan publik berfungsi untuk memberikan arah

bertindak bagi institusi penyedia pelayanan publik. Standar tersebut akan

(37)

memudahkan instansi penyedia pelayanan untuk menentukan strategi dan

prioritas. Bagi pemerintah sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan pelayanan publik, penetapan standar pelayanan untuk

menjamin dilakukannya akuntabilitas pelayanan publik sangat penting.

Cakupan standar pelayanan publik yang harus ditetapkan

sekurang-kurangnya meliputi :

a. Prosedur pelayanan

Dalam hal ini ditetapkan standar prosedur pelayanan yang dibekukan

bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan.

b. Waktu penyelesaian

Harus ditetapkan standar waktu penyelesaian pelayanan yang

ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan

penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

c. Biaya pelayanan

Harus ditetapkan standar biaya/tariff pelayanan termasuk rinciannya

yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. Hendaknya setiap

kenaikan tarif/biaya pelayanan diikuti dengan peningkatan kualitas

pelayanan.

d. Produk pelayanan

Harus ditetapkan standar produk (hasil) pelayanan yang akan diterima

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan harga

pelayanan yang telah dibayarkan oleh masyarakat, mereka akan

(38)

mendapatkan pelayanan berupa apa saja. Produk pelayanan ini harus

distandarkan.

e. Sarana dan prasarana

Harus ditetapkan standar sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Perlu ditetapkan standar kompetensi petugas pemberi pelayanan

berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku

yang dibutuhkan.

3. Komunitas Organisasi Masyarakat

Komunitas atau community dipandang sebagai aspek penting bagi

good governance yang menjelaskan popularitas social capital. Social capital

lebih mengacu pada apa yang dilakukan kelompok dari pada apa yang dimiliki

orang-orang secara individu, walaupun kapasitas individu juga penting untuk

berkontribusi bagi kelompok atau komunitas. Community berarti bahwa

sekelompok orang-orang yang berinteraksi secara langsung, dilakukan secara

intensif dan dengan berbagai cara. Orang-orang yang bekerja sama dalam

komunitas ini biasanya masyarakat yang hidup berdampingan atau bertetangga

di suatu kampung, kelompok-kelompok teman, profesional, jaringan bisnis,

geng, dan atau kelompok-kelompok olahraga. Komunitas-komunitas

merupakan bagian dari good governance sebab mereka bisa menangani

masalah-masalah tertentu yang tidak bisa diatasi oleh individu yang bertindak

(39)

memecahkan masalah ketika terjadi kegagalan pasar atau kegagalan negara

mengatasi masalah serupa salah satunya adalah masalah perparkiran. Alasan

mengapa komunitas mampu mengerjakan apa yang gagal dilakukan

pemerintah dan pasar karena para anggota komunitas memiliki informasi yang

penting tentang perilaku-perilaku, kapasitas-kapasitas dan

kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Pemerintah khususnya Pemerintah Kota

Surakarta tidak mampu menangani manajemen pelayanan perparkiran kota

surakarta sendirian, sehingga memerlukan bantuan dari salah satu komunitas

yaitu organisasi massa.

Organisasi massa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang

digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis massa yang tidak

bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah

partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau

tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial. Pasal 28 E (2) tentang kebebasan

meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan bersikap seusai hati nurani,

(2) hak berserikat, berkumpul dan berpendapat. Pasal 28 F tentang hak

berkomunikasi untuk mengembangkan pribadi & lingkungan. Berdasarkan

Undang-undang R.I Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Definisi organisasi kemasyarakatan ditetapkan dalam Pasal 1: Yang dimaksud

dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh

anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas

dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam

(40)

rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

5. Collaborative governance

Dalam pelayanan perparkiran digunakan teori kolaborasi antara pemerintah

dengan masyarakat. Pengertian kolaborasi secara umum dibedakan menjadi

dua yaitu kolaborasi dalam arti proses dan kolaborasi dalam arti normative.

Kolaborasi dalam arti sebuah proses merupakan serangkaian proses atau

cara mengatur, mengelola atau memerintah secara institusional. Dalam hal

ini sejumlah institusi, pemerintah maupun non pemerintah ikut dilibatkan

sesuai dengan porsi kepentingannya dan tujuannya. Pada persoalan

pelayanan perparkiran organisasi massa yang terkait hanya terlibat secara

interaktif melakukan governance bersama, porsi keterlibatannya tidak

selalu sama bobotnya. Pemerintah membuat kebijakan dalam pelayanan

parkir dengan sistem zona, ormas sebagai pelaksana di lapangan.

Sedangkan kolaborasi dala pengertian normative merupakan aspirasi, atau

tujuan-tujuan filosofi bagi pemerintah untuk mencapai interaksinya dengan

para partner atau mitranya. Collaborative governance bisa merupakan

bukan institusi formal tetapi juga bisa merupakan a way of behaving (cara

berperilaku/bersikap). Penelitian ini memfokuskan pada kolaborasi dalam

proses pada pelayanan perparkiran.

Menurut Ansell and Gash (2009) Collaborative governance muncul secara

adaptif atau dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan

sebagai berikut :

(41)

a. kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi

b. konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam

c. upaya mencari cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik

d. kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan.

e. ketidakmampuan kelompok-kelompok, terutama karena pemisahan

regim-regim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk

menghambat keputusan.

f. mobilisasi kelompok kepentingan

g. tingginya biaya dan politisasi regulasi

h. pemikiran-pemikiran yang semakin luas tentang pluralisme kelompok

kepentingan

i. adanya kegagalan akuntabilitas manajerialisme (terutama manajemen

ilmiah yang semakin dipolitisasi) dan kegagalan implementasinya.

DeSeve (2007 : 50) menyebutkan bahwa terdapat delapan item penting

yang bisa dijadikan untuk mengukur keberhasilan sebuah network atau

kolaborasi dalam governance, yang meliputi :

a. tipe networked structure (jenis struktur jaringan)

struktur jaringan menjelaskan tentang deskripsi konseptual suatu

keterkaitan antara elemen yang satu dengan elemen yang lain yang

menyatu secara bersama-sama yang mencerminkan unsur-unsur fisik dari

jaringan yang ditangani. Ada banyak bentuk jaringan seperti hub dan

spokes, bintang, dan cluster. Milward dan Provan mengkategorikan

bentuk struktur jaringan ke dalam tiga bentuk yaitu self governance, lead

(42)

organization dan network administrative organization (NAO). Model hub

dan spoke bisa disamakan dengan lead organization, sedangkan model

cluster lebih dekat ke model network administration karena campuran

antara self governance dan lead organization. Model self governance

ditandai dengan struktur dimana tidak terdapat entitas administratif

namun demikian masing-masing stakeholder berpartisipasi dalam

network, dan manajemen dilakukan oleh semua anggota stake holder yang

terlibat. Kelebihan dari lodel self governance adalah semua stakeholder

yang terlibat dalam network ikut berpartisipasi aktif, dan mereka memiliki

komitmen dan mereka mudah membentuk jaringan tersebut. Adapun

kelemahannya adalah tidak efisien mengingat biasanya terlalu sering

mengadakan pertemuan atau rapat anggota, sedangkan pembuatan

keputusan sangat terdesentralisir sehingga sulit mencapai konsensus.

Model lead organization ditandai dengan adanya entitas administratif

sebagai anggota network atau penyedia pelayanan. Kelebihan model ini

adalah lebih efisien dan arah jaringan lebih jelas, namun kelemahannya

adalah adanya dominasi oleh lead organization dan kurang adanya

komitmen dari para anggota atau stake holder yang tergabung dalam

network atau kolaborasi. Model network administrative organization

ditandai dengan entitas administrative secara tegas, yang dibentuk untuk

mengelola network bukan sebagai service provider dan manajer gaji.

(43)

b. Commitment to a common purpose (komitmen terhadap tujuan) Komitmen terhadap tujuan mengacu pada alasan mengapa sebuah

network atau jaringan harus ada. Alasan mengapa sebuah network harus

ada adalah karena perhatian dan komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan

positif. Tujuan-tujuan ini biasanya teraktulisasikan kedalam misi umum

suatu organisasi pemerintah, dalam hal ini adalah dinas perhubungan kota

Surakarta pada pelayanan perparkiran di Surakarta.

c. Trust among the participants (adanya saling percaya diantara para pelaku/peserta yang terangkai dalam jaringan)

kepercayaan diantara para partisipan didasarkan pada hubungan

professional atau sosial, keyakinan bahwa para partisipan mempercayakan

pada informasi-informasi atau usaha-usaha dari stake holder lainnya

dalam suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama.

d. Governance (kejelasan dalam tata kelola)

Kejelasan dalam tata kelola termasuk boundary dan exclusivity, rules, self

determination, dan network manajemen. Boundary dan exclusivity

menegaskan siapa yang termasuk anggota dan siapa yang bukan termasuk

anggota, harus ada kejelasan siapa saja yang termasuk dalam jaringan dan

siapa yang ada di luar jaringan. Rules berkaitan dengan aturan-aturan

yang menegaskan sejumlah pembatasan perilaku anggota komunitas

dengan ancaman bahwa mereka akan dikeluarkan jika perilaku mereka

menyimpang atau tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui

bersama. Self determination yaitu kebebasan untuk menentukan

(44)

bagaimana network atau kolaborasi akan dijalankan dan siapa saja yang

diijinkan untuk menjalankannya. Network management berkaitan dengan

resolusi penolakan/tantangan, alokasi sumber daya, kontrol kualitas, dan

pemeliharaan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa ciri sebuah kolaborasi

yang efektif adalah jika kolaborasi didukung sepenuhnya oleh semua

anggota network tanpa konflik dan pertentangan dalam pencapaian tujuan,

ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang

memenuhi persyaratan yang diperlukan dan ketersediaan sumber

keuangan yang memadai dan berkesinambungan, terdapat penilaian

kinerja terhadap masing-masing anggota yang berkolaborasi dan tetap

mempertahankan eksistensi masing-masing anggota organisasi untuk

tetap adaptif dan berjalan secara berkesinambungan sesuai dengan visi

dan misinya masing –masing tanpa mengganggu kolaborasi itu sendiri.

e. access to authority ( akses terhadap kekuasaan)

Akses terhadap otoritas yakni tersedianya standar-standar ketentuan

prosedur-prosedur yang jelas yang diterima secara luas.

f. distributive accountibility/responbility

Pembagian akuntabilitas/responbilitas yakni berbagi governance

(penataan, pengelolaan, manajemen secara bersama-sama dengan

stakeholder lainnya) dan berbagi sejumlah pembuatan keputusan kepada

seluruh anggota jaringan , dengan demikian berbagi tanggung jawab

untuk mencapai hasil yang diinginkan.

(45)

g. Information sharing (berbagi informasi)

Yaitu kemudahan akses bagi para anggota, perlindungan privacy, dan

keterbatasan akses bagi yang bukan anggota sepanjang bisa diterima oleh

semua pihak. Kemudahan akses ini bisa mencakup sistem, sofware dan

prosedur yang mudah dan aman untuk mengakses informasi.

h. Access to resources (akses terhadap sumber daya)

Yakni ketersediaan sumber keuangan, teknis, manusia dan sumber daya

lainnya yang diperlukan untuk mencapai tujuan network.

B. Kerangka Berpikir

Dengan mengacu pada uraian dalam landasan teori diatas maka dalam

rangka melihat bagaimana kerjasama pemerintah dan ormas dalam

manajemen parkir di kota Surakarta, dapat digambarkan melalui bagan

(46)

33 BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surakarta dengan pertimbangan Kota

Surakarta merupakan salah satu kota yang berkembang dimana banyak sekali

membutuhkan penataan area parker mengingat banyak berdiri pusat ekonomi

bisnis. Terkait dengan penelitian ini, penelitian dilakukan di beberapa instansi

Dinas Perhubungan, Organisasi masyarakat, para juru parkir dan masyarakat

umum.

B. Jenis Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian penulisan ini maka jenis penelitian yang

dilakukan adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi

kasus. Studi kasus merupakan desain yang bertujun mempertahankan keutuhan

dari gejala yang diteliti. Ini mengandung arti bahwa yang dikumpulkan adalah

data yang menyeluruh dan terintegrasi. Dengan demikian maka studi kasus dapat

mengembangkan pengetahuan yang sangat mendalam tentang gejala-gejala yang

diteliti. (Vredenbregt dalam Susanto, 2006:35)

Dalam penelitian ini menggunakan single case studies (studi kasus

tunggal) yaitu perparkiran di Kota Surakarta. Model studi desain studi kasus yang

digunakan studi kasus eksplanatoris karena penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui dan mengungkap hubungan kolaborasi dalam pengelolaan parkir.

(47)

Gambar 3.1 Model Studi Kasus

Pengumpulan dan Analisis Data Kasus Tunggal

Desain

 Menentukan “proses” secara operasional. Proses dalam penelitian ini adalah lelang area parkir,

perekrutan jukir, penarikan tarif parkir, penyetoran hasil parker  Menentukan “hasil” proses. Hasil

proses diperoleh dari menganalisis

 Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumen

Studi Kasus

(48)

C. Teknik Pengambilan Sampel

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data atau informan

yang penentuannya didasarkan pada teknik purposive sampling atau sampel

bertujuan. Populasi penelitian ini adalah seluruh area parkir di Kota

Surakarta. Sampel diambil masing-masing lima area pada setiap zona parkir.

Dalam hal ini penulis mengambil informan dari pihak-pihak yang dianggap

mengetahui tentang fenomena yang diteliti secara mendalam dan dapat

dipercaya. Menurut Arikunto (1998 : 128), sampel bertujuan dilakukan

dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas stratam random atau

daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu, dan harus memenuhi

syarat-syarat tertentu :

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau

karakteristik tertentu, yang mempunyai ciri-ciri pokok populasi.

2. subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar mempunyai subyek yang

paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.

D. Sumber Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh melalui wawancara informan,

pengamatan dan pencatatan lapangan, deskripsi profil dan data informasi

(49)

Dalam rangka mendapatkan data primer, maka responden dari penelitian ini

meliputi :

a. Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta.

b. Pimpinan Ormas

c. Juru parkir

2. Data Sekunder, yaitu data pendukung yang diperoleh dari sumber lain,

misalnya dari salinan atau kutipan data primer yang sudah terbukukan.

Termasuk didalamnya arsip dan dokumen tertentu, buku penunjang literatur

dan juga hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap manajemen

pelayanan perparkiran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendirilah yang menjadi

instrumen. Peneliti meninjau langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data

atau informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Untuk memperoleh data

dan informasi yang akurat, maka diperlukan teknik pengumpulan data yang

sesuai dengan metode penelitian kualitatif. Sesuai dengan bentuk penelitian di

atas, maka dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang

meliputi :

1. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong,

2004 : 135). Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan peneitian dengan cara tanya jawab, baik secara langsung maupun

(50)

Moleong (2004 : 135) mengatakan bahwa maksud mengadakan

wawancara antara lain : mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,

organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain

kebulatan.

Metode yang digunakan untuk mewawancarai informan sesuai

dengan kerjasama ormas dan pemerintah dalam manajemen publik untuk

pengelolaan pelayanan perparkiran di Surakarta, peneliti dapat

menggunakan percakapan persahabatan untuk dapat diterima dan dapat

memasukkan beberapa pertanyaan yang menyangkut kerjasama ormas dan

pemerintah dalam manajemen publik untuk pengelolaan pelayanan

perparkiran di Surakarta. Adapun informan yang dapat ditemui dalam

penelitian ini adalah

a. Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta

b. Kepala Organisasi Masyarakat

c. Juru Parkir

d. Masyarakat pengguna parkir

2. Teknik Observasi

Teknik Observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang

berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar

(Sutopo, 2002: 64). Observasi / pengamatan dilakukan dalam upaya

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan,

(51)

perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan, dan sebagainya. Observasi

dilakukan pada saat jukir menjalankan tugasnya sebagai juru parkir.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

mencari, mengumpulkan dan mempelajari dokumen yang relevan dengan

penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dokumen dan sumber-sumber

lain yang dapat memperkuat data di penelitian ini. Penulis memperoleh

data dari Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 tahun 2011, Karcis

retribusi parkir berdasarkan area, kartu identitas juru parkir.

F. Teknik Analisis Data

Tahap-tahap dalam analisis data menurut Sutopo, (2002:88) adalah

memberi nomor halaman, membuat daftar katagori koding, merancang

penomoran unit-unitnya, dan membuat salinannya. Miles dan Huberman

dalam Sutopo (2002:91) menjelaskan bahwa dalam proses analisis data

kualitatif terdapat tiga kegiatan utama yang saling berkaitan dan terjadi secara

bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau

verivikasi.

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyerderhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan tertulis di lapangan. Selain itu, reduksi data juga

(52)

membuang yang tidak perlu dan mengorganisir data dengan cara yang

sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik

dan diverifikasi. Tahap reduksi data diperoleh melalui wawancara dengan

informan antara lain Pejabat Dinas Perhubungan Unit Perparkiran,

Pimpinan Ormas, Para Juru Parkir dan masyarakat pengguna layanan

parkir. Hasil wawancara pada masing-masing informan dipilah-pilah dan

dikelompokkan sesuai variable kolaborasi menurut DeSeve.

Variabel-variabel tersebut antara lain tipe networked structure, commitment to a

common purpose, trust among the participants, Governance, Access to

authority, Distributive Accountibility/responsibility, Information sharing,

Access to resources.

2. Penyajian data

Dalam penelitian ini data yang sudah direduksi disajikan dalam bentuk

teks naratif yang berupa hasil wawancara dengan informan baik dengan

pejabat Dinas Perhubungan, Pimpinan Ormas, dan para jukir. Penyajian

data tersebut diupayakan sistematis agar mudah dipahami interaksi antar

bagian dalam konteks yang utuh dan tidak terlepas satu sama lain. Dengan

bentuk yang padu akan lebih memungkinkan bagi peneliti untuk menarik

kesimpulan.

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan selama dan sesudah penelitian. Penarikan

kesimpulan tersebut berdasarkan fenomena pada pola-pola hubungan antar

variable pada teori kolaborasi.

(53)

Berikut akan disajikan model analisis interaktif menurut Miles dan

Huberman :

(Sutopo, 2002:187)

Model Analisis Data Miles dan Huberman di atas menggambarkan bahwa

dalam tahapan-tahapan tersebut yang meliputi: tahapan pengumpulan data,

reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data tidak selalu sama urut-urutannya,

semuanya tergantung dari kebutuhan peneliti dalam menyelesaikan permasalahan

yang terjadi dalam penelitian ini.

G. Validitas Data

Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian harus diuji keabsahannya

untuk memperoleh temuan yang akurat. Untuk memeriksa keabsahan data

penelitian menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan/

Verifikasi

Gambar

Gambar 2 Model Studi Kasus  .......................................................................
Gambar 3.1 Model Studi Kasus

Referensi

Dokumen terkait

CHAPTER 3 RESEARCH METHOD

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah, kompetensi, sarana pendukung dan motivasi berpengaruh signifikan

Sedangkan untuk metode SWOT didapatkan strategi SO1 memasang perangkat elektronik di ruang tunggu keberangkatan yang berisi tentang informasi jadwal, tarif dan

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bentuk usaha masyarakat yang mampu menopang perekonomian di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No.

Belanda Terhadap Perkembangan Masyarakat Palembang 1821-1942. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pola perubahan transportasi dari jalur sungai ke jalur

Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan rumah sakit

Penelitian yang dilakukan oleh Lutfi (2010) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan perilaku investor. Investor yang lebih muda ingin mengumpulkan kekayaan di

Bapak Agus Samekto, selaku dosen pembimbing yang sangat membantu dan membimbing saya dalam mengerjakan skripsi hingga akhirnya saya lulus.. Terimakasih Bapak atas waktu, tenaga,