• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus pada SMA Negeri 1 dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus pada SMA Negeri 1 dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo)."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)

S K R I P S I

Disusun oleh :

ANICETO BERLELO NPM. 1041310046

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

(Studi Kasus Pada SMA Neger i 1 War u dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)

Disusun oleh :

ANICETO BERLELO NPM. 1041310046

Telah disetujui untuk mengik uti Ujian Skr ipsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dr . Luk man Ar if, M.Si NIP. 196411021994031001

Mengetahui

DEKAN

(3)

J udul Penelitian : Kiner ja Pelayanan Pendidikan Menengah Ata s Di

Ka bupaten Sidoar jo (Studi Khasus Pada Sma Neger i I

War u Dan Sma Hang Tuah 2 Gedangan Di Kecamatan

War u Kabupaten Sidoar jo

Nama Mahasiswa : Aniceto Ber lelo

NPM : 1041310046

Pr ogr am Studi : Ilmu Administr asi Negara

Fak ultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyetujui

Ketua Pr ogram Studi Pembimbing Utama

Dr . Lukman Ar if, M.Si Dr . Luk man Ar if, Msi

(4)

Kuasa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ” KINERJ A PELAYANAN

PENDIDIKAN MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJ O (Studi

Khasus pada SMA Neger i I War u dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di

Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)”

Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum pada

Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Lukman Arif, MSi sebagai dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

Disamping itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Negara.

2. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP selaku Sekertaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara.

3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Administrasi Negara yang telah

memberikan bekal dalam proses perkuliahan di Program Studi

Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

(5)

Dalam penyusunan skripsi ini penulis sangat menyadari masih ada

kekurangan-kekurangan, baik dari segi teknis maupun materiil penyusunannya.

Oleh karena itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam menerima saran

dan kritik dari semua pihak yang dapat menambah kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil dari skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 07 Mei 2012

(6)

HALAMAN J UDUL ... i

LEMBAR PERSETUJ UAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pengertian Kinerja ... 10

2.2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja ... 11

2.2.3 Pengertian Pelayanan ... 15

2.2.3.1 Bentuk Pelayanan ... 16

(7)

2.2.4.2 Dimensi Kualitas Pelayanan ... 27

2.2.5 Pelayanan Pendidikan Dalam Pandangan Kebijakan .. 29

2.2.6 Kerangka Berfikir Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Situs dan Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Fokus Penelitian ... 39

3.4 Sumber Data ... 40

3.5 Instrumen Penelitian ... 41

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.7 Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.1.1 Profil Sekolah Menengah Atas Negeri I Waru ... 47

4.1.1.1 Visi Sekolah ... 47

4.1.1.2 Misi Sekolah ... 47

4.1.1.3 Tujuan Sekolah ... 48

4.1.1.4 Keadaan Siswa ... 49

(8)

4.1.2.2 Misi Sekolah ... 56

4.1.2.3 Tujuan Sekolah ... 57

4.1.2.4 Sejarah Berdirinya Sekolah ... 58

4.1.2.5 Kondisi Jumlah Siswa Hang Tuah 2 Sidoarjo . 59 4.1.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 61

4.1.2.7 Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 68

4.1.2.8 Tenaga Kependidikan / Staf Status Kepegawaian ... 68

4.2 Hasil Penelitian ... 69

4.2.1 Jumlah Peserta Didik Dalam Satu Kelas ... 69

4.2.2 Ketersediaan Ruang Guru Kepada Sekolah dan Staf Kependidikan ... 71

4.2.3 Rasio Perbandingan Guru dan Murid ... 75

4.2.4 Kualifikasi Pendidik ... 76

4.2.5 Kestersediaan Uku Teks Dan Buku Untuk Pengayaan 78

4.2.6 Ketersediaan Alat Peraga ... 80

4.2.7 Proses Penyelenggaraan Pembelajaran ... 82

4.2.8 Penerapan Kurikulum ... 83

4.2.9 Penerapan dan Pengembangan Guru ... 85

4.2.10 Supervisi Kelas ... 89

(9)

5.2 Saran-saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA

(10)

Halaman

Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas X ... 49

Tabel 2 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI Alam ... 50

Tabel 3 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI Sosial ... 50

Tabel 4 Rincian Jumlah Siswa Kelas XII Alam ... 51

Tabel 5 Rincian Jumlah Siswa Kelas XII Sosial ... 51

Tabel 6 Tenaga Pendidik dan Kependidikan Berdasarkan Jabatan ... 52

Tabel 7 Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 52

Tabel 8 Tenaga Pendidik dan Kependidikan Berdasarkan Golongan ... 53

Tabel 9 Tenaga Pendidik Berdasarkan Pendidikan ... 54

Tabel 10 Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pendidikan ... 55

Tabel 11 Jumlah Siswa SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo ... 59

Tabel 12 Sarana dan Prasarana ... 60

Tabel 13 Nilai Ujian Nasional Program IPS ... 63

Tabel 14 Siswa Yang Diterima Di Perguruan Tinggi ... 64

Tabel 15 Prestasi Siswa Tahun 2010 – 2011 ... 64

Tabel 16 Nilai Ujian Nasional Program IPA ... 65

(11)

Halaman

Grafik 1 Jumlah Perkembangan Siswa SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo ... 60

Grafik 2 Nilai Ujian Nasional Program IPS... 63

(12)

Halaman

Lampiran 1 Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian di

SMA Negeri I Waru dan SMA Hang Tuah 2 dari Dinas

Pendidikan Sidoarjo ... 103

Lampiran 2 Permohonan Izin Penelitian Dari Badan Kesatuan Bangsa

Politik Dan Perlindungan Masyarakat (BAKESBANG)... 104

Lampiran 3 Permohonan Izin Di Melakukan Survey Atau Penelitian di

SMA Negeri I Waru Sidoarjo ... 105

Lampiran 4 Permohonan Izin Di Melakukan Survey Atau Penelitian di

(13)

1.1 Latar Belaka ng

Dunia pendidikan nasional mengalami perubahan cepat dan

mendasar, seiring dengan akselerasi dinamika globalisasi, yang dimaknai

oleh Kementrian Pendidikan nasional dengan pemetaan Misi-5K. Paradigma

baru itu mencakup lima aspek, yakni perubahan pola pikir dari wajib belajar

menjadi hak belajar, kesetaraan dalam pendidikan, pendidikan

komprehensif, perubahan fungsi sekolah dan perubahan dasar pemikiran.

Mendiknas menggaris-bawahi, perubahan pola pikir dari wilayah

belajar menjadi hak belajar. Terdapat 5% dari anak Indonesia belum

mengenyam pendidikan dasar, sedangkan di tingkat menengah pertama

terdapat 10 % anak Indonesia belum mendapatkan hak belajarnya. Oleh

karena itu, urgensinya perubahan pola pikir wajib belajar menjadi hak

belajar. Diharapkan dengan perubahan ini masyarakat Indonesia menyadari

bahwa pendidikan adalah hak yang harus didapatkan bukan suatu kewajiban

yang dipaksakan.

Kesempatan pendidikan, artinya pendidikan harus membebaskan diri

dari segala macam perbedaan seperti ras, suku, golongan, agama dan

diskriminasi. Mengenai warga negara yang memiliki kebutuhan khusus,

(14)

warga negara yang berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat

mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang

sesuai dengan kebutuhan mereka. Pendidikan komprehensif adalah

pendidikan berbasis kebudayaan yang kemudian akan melahirkan karakter,

akhlak, budi pekerti, kreatifitas dan inovasi yang dapat memajukan pola

pendidikan bangsa Indonesia. “Kita harus menerapkan pendidikan yang

berkelanjutan dan mencerminkan karakter bangsa. Diharapkan dengan pola

pendidikan seperti ini bisa melahirkan generasi yang berkarakter kuat dan

kompetitif,” pesan Mendiknas.

Paradigma entrepreneurship tidak semata identik dengan konteks

ekonomi. Sangat pendidikan entrepreneurship itu, berdimensi pada

pengembangan pola pikir kreatifitas dan pembentukan inovasi-inovasi baru.

Kepada para civitas akademisi pendidikan seluruh Indonesia, Mendiknas,

Prof. M. Nuh menghimbau, untuk bersama melepaskan intervensi-intervensi

politik dari sistem pendidikan Indonesia, agar dapat melahirkan generasi

menjadi semakin baik. (Majalah Kampus,No. 5/Vol.1/Juni 2010)

Ada dua pilar besar yang menjadi penopang proses pendidikan

nasional, yakni standar nasional Pendidikan Indonesia. Wemendiknas, Prof.

Fasli Jalal mengatakan kepada peserta dan semua warga Kementrian

Pendidikan Nasional, saat menyampaikan pidato penutupan Rembuk

Nasional Pendidikan 2010, pada Kamis, 4 Maret 2010 di Pusat Pendidikan

dan Pelatihan Kementrian Pendidikan Nasional.

(15)

Sistem Pendidikan Nasional. Kedua koridor itu, diharapkan akan

memudahkan seluruh elemen pendidikan untuk melakukan pemetaan

kondisi pendidikan, yang kemudian menuju proses dari penjaminan mutu

pendidikan.

Proses penjaminan mutu akan dilakukan mulai dari tingkatan

sekolah dengan cara evaluasi diri. Pada tingkat sekolah proses penjaminan

mutu terawal ini dilakukan, nanti akan ada badan akreditasi sekolah dan

madrasah yang akan melalui proses penjaminan mutu eksternal. Dengan

adanya proses peningkatan pendidikan yang berkelanjutan.

Untuk mencapai proses penjaminan mutu yang baik, diperlukan

peranan penting Kepala Sekolah dan para Pengawas. Peranan Pengawasan

dan Guru yang berkompeten, sehingga apa yang diminta dari dua standart

tersebut dapat dengan segera tercapai.

Kondisi pendidikan saat ini di Indonesia memperlihatkan bahwa

Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat SD adalah 94,7 persen,

sedangkan di tingkat SMP adalah 66,5 persen. Proporsi anak yang memulai

dari Kelas 1 hingga mencapai Kelas 5 adalah 81,0 persen, sedangkan

proporsi anak yang melalui dari Kelas 1 hingga menamatkn SD adalah 74,7

persen. Adapun tingkat melek huruf pada populasi berusia 15 sampai 24

tahun adalah 99,4 persen dengan rasio melekat huruf perempuan terhadap

laki-laki usia 15 sampai 24 tahun adalah 99,9 persen. Rasio anak perempuan

terhadap anak laki-laki di tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi

(16)

(Bappenas, 2007b).

Berdasarkan target MDGs, diketahui bahwa posisi bidang

pendidikan di Indonesia adalah hal partisipasi di tingkat SD (APM) sudah

mencapai 94,7 persen dan proporsi siswa yang tamat SD mencapai 74.7

persen dan terus meningkat sesuai target, namun partisipasi di tingkat SMP

(APM) masih belum memenuhi target, yaitu masih mencapai 66,5 persen

dan meningkat perlahan. Sedangkan rasio anak perempuan di Sekolah Dasar

(100%) dan Sekolah Menengah Pertama (99.4%) sudah mencapai target dan

mengalami banyak kemajuan.

Kualitas sistem pendidikan bergantung pada kualitas sumberdaya

manusia dan sumberdaya fisik, materi pembelajaran, pengetahuan dan

infrastruktur sekolah, manajemen sekolah dan pemerintah. Faktor

lingkungan yang berhubungan dengan ketersediaan input adalah dukungan

orang tua, waktu yang tersedia untuk sekolah dan pekerjaan rumah serta dari

bersekolah (UNESCO, 2005).

Dalam lingkup lokal di Sidoarjo kinerja pelayanan pendidikan masih

jauh dari harapan. Dalam laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKP)

Bupati 2011, angka putus sekolah, buta hurup, dan angka partisipasi murni

(APM) belum mampu memenuhi harapan.

Ketua Komisi D Mahmud mengatakan data Dinas Pendidikan

Kabupaten Sidoarjo menyebutkan, persentase angka putus sekolah yang

paling tinggi ada pada jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK. Ada 0,54

(17)

meningkat dari pada sebelumnya yang hanya 0,47 persen. Angka putus

sekolah jenjang SMP menurun. Namun, penurunannya tidak signifikan

“hanya 0,01 persen penurunannya”. Sementara persentase angka putus

sekolah jenjang SD cenderung stagnan selama tiga tahun berturut-turut sejak

2009 yaitu sebesar 0,02 persen. (Jawa Pos, Jumat 27-4-2012)

Mendasarkan pada data di atas, maka dapat diidentifikasi fenomena

masalah pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo yaitu adanya angka

putus sekolah yang masih terjadi baik dijenjang pendidikan Sekolah Dasar

(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Mennengah Atas

(SMA). Dari data di atas tentang angka putus sekolah menunjukkan bahwa

angka putus sekolah yang tertinggi adalah pada jenjang SMA/MA dan SMK

yaitu sebesar 0,54%. Atas dasar ini pula, maka dapat dikatakan bahwa

kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo khususnya pada

jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK belum memuaskan. Angka putus

sekolah memang bukan merupakan satu-satunya ukuran dari kinerja

pelayanan pendidikan, tentu masih banyak unsur lain yang secara

keseluruhan mempengaruhi kinerja pelayanan pendidikan. Namun demikian

atas dasar fenomena dari masalah kinerja pelayanan pendidikan yaitu

tentang angka putus sekolah yang relatif tinggi pada jenjang pendidikan

SMA/MA dibandingkan pada jenjang sekolah lainnya, maka peneliti tertarik

untuk meneliti kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo.

Tema penelitian tentang kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten

(18)

wilayah penelitian maupun dari jenis dan jenjang pendidikan yang ada. Oleh

karena itu dalam penelitian ini mengambil judul yang lebih sempit yaitu

mengenai Kinerja Pelayanan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di

Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini mengambil contoh kasus mengenai

Kinerja Pelayanan Pendidikan di SMA Negeri 1 Waru dan SMA Hang Tuah

2 di Waru Sidoarjo.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Mendasarkan pada fenomena masalah di atas, maka dapatlah

dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

Bagaimana Kinerja Pelayanan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di

Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus pada SMA Negeri 1 dan SMA Hang Tuah 2

di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui :

1. Kinerja Pelayanan Pendidikan pada satuan pendidikan di SMA NEGERI

yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo

2. Kinerja Pelayanan Pendidikan pada satuan pendidikan di SMA Swasta

yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

(19)

Memberikan tambahan referensi dan informasi keilmuan bagi para

mahasiswa dan fakultas.

2. Bagi Instansi

Memberikan informasi strategis bagi Kepala Sekolah untuk mengambil

kuputusan dalam upaya meningkatkan pendidikan di SMA/MA.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang kinerja pelayanan pendidikan pada

(20)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang di lakukan oleh pihak lain dapat

digunakan dalam pengkajian yang berkaitan dengan Kinerja Pelayanan

Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar di Kota Surabaya antara lain:

1. Peneliti yang dilakukan oleh Noberty Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur (2006) yang berjudul “Kinerja

Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir Miskin Al-Amal di

Surabaya”.

Penelitian ini bertujuan berusaha menggambarkan dan ingin

mengetahui Kinerja Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir

Miskin Al-Amal di Surabaya yang dipengaruhi oleh : (1) faktor

personal, (2) faktor kepemimpinan, (3) faktor tim, (4) faktor sistem dan

(5) faktor kontekstual.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis

data, penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik

deskriptif kuali-tatif di mana penelitian ini di gambarkan suatu

fenomena dengan jalan mendiskriptifkan fenomena dalam penelitian

ini adalah Kinerja Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir

Miskin Al-Amal di Surabaya.

(21)

personal telah berjalan dengan baik, dari faktor kepemimpinan sudah

baik, dari faktor tim sudah berjalan dengan baik, dari faktor sistem

cukup memadai dan sudah sangat baik dan dari faktor kontekstual

dapat teratasi dengan baik.

2. Peneliti yang dilakukan oleh Lustyowati Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur (2006) yang berjudul “Kinerja Dinas

Kesehatan Kota Surabaya dalam Melaksanakan Program Pencegahan

dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah di Kecamatan

Wiyung”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Dinas

Kesehatan Kota Surabaya dalam melaksanakan Program Pencegahan

dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah di Kecamatan Wiyung

yang diukur dari 3 Hal : (1) Masukan, (2) hasil antara dan (3) hasil

akhir. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis

data, penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik

deskriptif kualitatif di mana penelitian ini di gambarkan suatu

fenomena dengan jalan mendiskriptifkan fenomena dalam penelitian

ini adalah Kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam

melaksanakan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Demam Berdarah di Kecamatan Wiyung.

Hasil dari penelitian di atas dalam tahap masukan menunjukkan

bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan Dinas Kesehatan Kota

(22)

pencegahan dan pemberantasan Pemberantasan Penyakit Demam

Berdarah

2.2 Landasan Teor i

2.2.1 Penger tian Kiner ja

Menurut Otley (1999) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada

sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini

meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut. Selanjutnya Rogers (1994)

berpendapat bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of

work), karena hasil kerja mem-berikan keterkaitan yang kuat terhadap

tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi

ekonomi. Lebih lanjut pengertian kinerja (kinerja instansi pemerintah)

adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan

instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi

pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan

pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang

ditetapkan (LAN: 2003).

Oleh karena itu, kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui

dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat

pencapaian hasil suatu organisasi dihu-bungkan dengan misi yang

diemban. Kinerja juga merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta

inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi

(23)

2.2.2 Penger tian Pengukuran Kiner ja

Untuk menentukan kinerja perlu dilakukan pengukuran kinerja.

Pengukuran kinerja merupakan sub sistem dari mana-jemen kinerja

(Cokins 2004; Halachmi 2005; Stiffler 2006; Baxter dan MacLeod 2008).

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai proses untuk mengkuantifikasi

efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan (Tangen 2004; Olsen et al.

2007; Cocca dan Alberti 2010). Tindakan yang dimaksud adalah tindakan

masa lalu (Cocca dan Alberti 2010). Pengukuran kinerja adalah bagian

dari analisa atau diagnosa terhadap proses untuk mengidentifikasi aktivitas

mana yang diprioritaskan untuk diperbaiki.

Menurut pandangan tradisional, pengukuran kinerja adalah untuk

memonitor kinerja bisnis dan mendiagnosa penyebab dari masalah.

Amaratunga dan David (2002) menyatakan bahwa fungsi utama dari

sistem pengukuran kinerja adalah untuk mengontrol operasi dalam

organisasi. Dalam model umpan balik tradisional, para manajer mengatur

kinerja dengan monitoring output dan kemudian menyesuaikan input

untuk mencapai suatu target dibanding mengendalikan suatu tugas dengan

memper-timbangkan semua elemen data yang diperlukan untuk

mengurai-kan status dari sistem (Bond 1999).

Dikaitkan dengan manajemen operasional, Radnor dan Barnes

(2007) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses

mengkuantifikasi input, output, dan tingkat aktivitas dari suatu proses.

(24)

manufaktur pada level manajemen operasi dapat dibagi menjadi tiga jenis

yaitu 1) pengukuran kinerja taktis (com-petitive priorities), 2) pengukuran

kinerja operasional (manufac-turing task), dan 3) pengukuran kinerja

strategis (resource avai-lability). Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Craig dan Grant (2002) bahwa keunggulan bersaing suatu organisasi

didukung oleh kemampuan sumber daya dan rutinitas organisasi.

Karim (2008) dalam Karim (2009) menyebutkan bahwa penentuan

prioritas kompetisi merupakan elemen kunci dalam strategi manufaktur.

Prioritas kompetisi menunjukkan keung-gulan kompetitif dan mewakili

tujuan yang seharusnya dicapai (Rusjan 2005). Untuk menentukan

prioritas kompetisi perusahaan manufaktur Leachman et al. (2006)

mengusulkan ukuran kinerja berdasarkan pada kualitas dan volume

output.

Berdasarkan pengalaman implementasi pada beberapa perusahaan

di Indonesia ditinjau dari aspek kepraktisan dan nilai tambah yang

diberikan, Wibisono (2006) menyatakan bahwa pendekatan yang sesuai

untuk diterapkan di Indonesia dalam menentukan variabel kinerja yang

akan diukur adalah dengan melakukan identifikasi variabel kinerja dari 3

perspektif yaitu 1) keluaran organisasi (business results), 2) proses internal

(internal business processes), dan 3) kemampuan atau ketersediaan

sum-ber daya (resources availability).

Terdapat tiga aspek formal dari pengukuran kinerja (Spitzer 2007)

(25)

(tahapan yang menunjukkan bagaimana cara mela-kukan pengukuran), dan

3) infrastruktur teknis (berupa hardware dan software komputer yang

digunakan untuk mendukung proses pengukuran). Tiga kriteria yang dapat

digunakan untuk menilai keefektifan dari sistem pengukuran kinerja

(Olsen et al. 2007) yaitu 1) keterkaitan, 2) perbaikan terus-menerus, dan 3)

peng-awasan proses.

Terkait dengan ukuran-ukuran (variabel) yang diukur, Medori dan

Steeple (2000) menyatakan bahwa pada semua framework pengukuran

kinerja yang telah dihasilkan, pada umumnya memi-liki kelemahan dalam

hal memberikan panduan terhadap pemi-lihan variabel kinerja yang akan

diukur. Denton (2005) menya-takan bahwa meskipun banyak hal yang

dapat diukur tetapi lebih penting untuk mengukur hal yang spesifik dan

relevan.

Parmenter (2010) mengkategorikan ukuran kinerja dalam tiga

kategori yaitu : 1) KRI (Key Result Indikator), 2) KPI (Key Performance

Indicator), dan 3) PI (Performance Indicator). Shahin dan Mahbod (2007)

menyebutkan bahwa KPI dapat dirumuskan berdasarkan tujuan dari

organisasi. Saunders et al. (2007) menegaskan pentingnya penguraian

strategi organisasi ke dalam tindakan. Kaplan dan Norton dalam

Parmenter (2010) merekomendasikan agar dalam pengukuran kinerja

tidak menggunakan lebih dari 20 ukuran kinerja. Selain itu, Hope dan

Fraser dalam Parmenter (2010) menyarankan penggunaan ukuran kinerja

(26)

Radnor dan Barnes (2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga

kecenderungan umum dalam pengukuran kinerja yaitu 1) keluasan dari

unit analisis (level individu, stasiun kerja, lini produksi, unit bisnis,

perusahaan), 2) kedalaman ukuran kinerja (keterkaitan variabel kinerja), 3)

peningkatan range ukuran kinerja (misalnya dari efisiensi menjadi

efisiensi dan efektivitas).

Berbagai ukuran kinerja dapat diidentifikasi sesuai dengan

kebutuhan. Heizer dan Render (2008) menyebutkan bahwa faktor-faktor

penentu produktivitas yaitu : 1) tenaga kerja, 2) modal, dan 3)

manajemen. Namun, dalam pengukuran produk-tivitas dapat digunakan

satu (single) atau lebih dari satu (multi) faktor. Gleich et al. (2008)

menyebutkan bahwa untuk mening-katkan kinerja dapat digunakan

indikator non finansial berupa volume, waktu siklus, dan kapasitas yang

dimiliki. Martin (2008) mengidentifikasi ukuran-ukuran kinerja untuk

menentukan efi-siensi proses yaitu kualitas produk atau jasa, kapasitas

atau kuan-titas output, kuantitas dari produk cacat, kuantitas dari waste,

waktu siklus, waktu produksi, kepuasan pelanggan, dan kepuasan

karyawan.

Kerangka kerja proses pengukuran kinerja perlu diperbaiki secara

kontinu dengan mempertimbangkan berbagai model pengukuran kinerja

yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi (Nenadal 2008). Beheshti

dan Lollar (2008) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan

(27)

Terkait dengan infrastruktur yang digunakan dalam peng-ukuran

kinerja, Santos et al. (2007) menunjukkan adanya variasi infrastruktur

yaitu secara manual dan pemanfaatan sistem infor-masi. Raymond dan

Marchand (2008) menunjukkan pergeseran dalam pemanfaatan sistem

informasi untuk pengukuran kinerja, yaitu dari sistem informasi eksekutif

(1980–1999) ke Sis-tem Intelijen (2000–saat ini). Selain itu, Denton

(2010) menye-butkan bahwa intranet dan internet dapat digunakan untuk

me-ningkatkan pengelolaan dan pengukuran kinerja.

2.2.3 Penger tian Pelayanan

Menurut Moenir (2006: 26) pelayanan umum merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan

faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka

usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.

Sedangkan menurut Barata (2003: 27), pelayanan adalah

kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik untuk

memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan

kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi/ perusahaan.

Menurut Gronroos dalam Ratminto dan Atik Septi (2004: 2)

mengemukakan bahwa pelayanan adalah suatu aktifitas yang bersifat tidak

kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi

antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang diberikan oleh

perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan

(28)

Berdasarkan definisi tersebut di atas maka pelayanan adalah segala

usaha penyedia fasilitas maupun kegiatan yang ditujukan guna memenuhi

tuntutan dan kebutuhan seseorang.

2.2.3.1Bentuk Pelayanan

Menurut Moenir (2006:190), pelayanan umum yang

dilakukan oleh siapapun tidak akan terlepas dari 3 macam bentuk,

yaitu sebagai berikut :

1. Layanan dengan lisan

Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di

bidang hubungan Masyarakat (HUMAS), bidang layanan

informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan

penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.

Agar supaya layanan lisan berhasil sesuai dengan yang

diharapkan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku

layanan, yaitu :

1) Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam

bidang tugasnya

2) Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan

lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi

mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu

3) Bertingkah laku sopan dan ramah-tamah

4) Meski dalam keadaan sepi tidak ngobrol dan bercanda

(29)

melalaikan tugas

5) Tidak melayani orang-orang yang ingin sekedar ngobrol

dengan cara yang sopan

6) Layanan melalui tulisan

Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan

yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak

hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya.

Pada dasarnya layanan melalui tulisan cukup efisien

terutama bagi layanan jarak jauh karena faktor biaya. Agar

layanan dalam bentuk tulisan dapat memuaskan pihak yang

dilayani, satu hal yang harus diperhatikan ialah faktor

kecepatan, baik dalam proses pengolahan maupun dalam

proses penyelesaiannya (Pengetikan, Penandatanganan, dan

Pengiriman kepada yang bersangkutan).

7) Layanan berbentuk perbuatan

Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan

70 sampai dengan 80 % dilakukan oleh petugas-petugas

tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian

dan ketrampilan petugas tersebut sangat menentukan

terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan.

Dalam kenyataan sehari-hari jenis layanan ini

memang tidak terhindar dari layanan lisan, jadi antara

(30)

ini disebabkan karena hubungan lisan paling banyak

dilakukan dalam hubungan pelayanan secara umum

(kecuali yang khusus dilakukan melalui hubungan tulis,

karena faktor jarak). Hanya titik berat terletak pada

perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang

berkepentingan. Jadi tujuan utama orang yang

berkepentingan ialah mendapat pelayanan dalam bentuk

perbuatan atau hasil perbuatan bukan sekedar penjelasan

dan kesanggupan secara lisan.

2.2.3.2Faktor Pendukung Pelayanan

Menurut Moenir (2006: 88), dalam pelayanan umum

terdapat beberapa faktor pendukung yang penting dan

masing-masing mempunyai peranan berbeda tetapi saling berpengaruh dan

secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan

secara baik, berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau

pelayanan dalam bentuk gerakan/ tindakan dengan atau tanpa

peralatan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Kesadaran

Kesadaran menunjukkan suatu keadaan pada jiwa

seseorang yang merupakan titik temu dari berbagai

pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan,

ketetapan hati dan keseimbangan dalam jiwa yang

(31)

yang kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama dan dalam

keadaan tenang tidak dalam keadaan emosi.

Proses tumbuhkan kesadaran berbeda pada setiap orang

baik dalam hal kecepatan maupun dalam hal kualitas. Hal itu

tergantung pada kemampuan berpikir, penggunaan

rasa-perasaan, pertimbangan dan pembandingan.

Jadi kesadaran berfungsi sebagai acuan dasar yang akan

melandasi pada perbuatan/ tindakan berikutnya. Kesadaran

biasanya berlaku dalam waktu relatif lama tidak tergantung

tempat.

2. Faktor Aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan

dan perbuatan orang. Makin maju dan majemuk suatu

masyarakat makin besar peranan aturan dan dapat dikatakan

orang tidak dapat hidup layak dan tenang tanpa aturan. Oleh

karena peranan aturan demikian besar dalam hidup

bermasyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat,

dipatuhi dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai

dengan maksudnya.

Oleh karena setiap aturan pada akhirnya menyangkut

langsung ataupun tidak langsung kepada orang, maka masalah

manusia serta sifat kemanusiaannya harus menjadi

(32)

manusia sebagai subyek aturan, artinya mereka yang membuat,

menjalankan dan mengawasi pelaksanaan aturan itu, maupun

manusia sebagai obyek aturan, yaitu mereka yang akan dikenai

oleh aturan itu. Beberapa pertimbangan bahwa manusia sebagai

subyek aturan ditujukan kepada hal-hal yang penting, yaitu :

a. Kewenangan

Kewenangan erat hubungannya dengan sahnya

suatu perbuatan atau tindakan yang diambil, termasuk

pembuatan aturan yang akan mengikat berbagai pihak.

Aturan yang dibuat orang yang tidak berwenang adalah

tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Mengenai

kewenangan itu biasanya sejak semula sudah ditetapkan

dalam ketentuan-ketentuan pokok organisasi, tentang

hak-kewajiban, kewenangan tanggung jawab dan tugas

pekerjaan.

b. Pengetahuan dan pengalaman

Dengan pengetahuan dan pengalaman itu ia dapat

memiliki pandangan jauh ke depan sehingga aturan yang

dibuat dapat menjangkau waktu yang cukup panjang karena

dapat mengantisipasi segala sesuatu yang berada 5 - 10

tahun yang akan datang. Itu tidak berarti bahwa aturan yang

dibuat menjadi kaku seakan-akan tidak dapat mengikuti

(33)

depan sudah dapat disiapkan setidak-tidaknya dapat

dibayangkan akan ada perubahan keadaan pada waktu yang

akan datang. Hanya perubahan itu tidak strategis melainkan

taktis.

c. Kemampuan bahasa

Bahasa tulisan merupakan cerminan dari kehendak

atau pikiran yang berbeda dengan bahasa lisan. Dalam

beberapa hal bahasa tulis yang mampu menerjemahkan

secara lengkap kehendak atau pikiran, lebih sulit daripada

bahasa lisan untuk hal yang sama. Pengertian yang tepat

dari bahasa tulis memerlukan berbagai syarat antara lain :

- Penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah

dimengerti. Bahasa yang digunakan dalam suatu aturan

hendaknya bahasa yang sudah cukup dikenal dalam

masyarakat baik arti maupun fungsinya.

- Susunan kalimat yang mudah dicerna, sederhana dan

dapat menggambarkan secara lengkap apa yang

dikehendaki.

d. Pemahaman oleh pelaksana

Petugas pelaksana yang kelak akan terlibat langsung

dengan aturan itu dan berhadapan dengan orang haruslah

memahami terlebih dahulu maksud dan arti aturan itu.

(34)

dengan orang yang berkepentingan, sehingga ia harus

mampu memberikan penjelasan serta pelayanan yang tepat

dan cepat.

e. Disiplin dalam pelaksanaan

Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap

aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang telah

ditetapkan. Maksud ditumbuhkannya disiplin kecuali

kepatuhan terhadap aturan juga tumbuhnya ketertiban dan

efisiensi. Ketaatan terhadap aturan tertulis sudah cukup

jelas karena semua aturan tertulis pada dasarnya adalah

terbuka agar diketahui oleh semua orang yang

berkepentingan.

3. Faktor Organisasi

Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda

dengan organisasi pada umumnya namun ada perbedaan sedikit

dalam penerapannya, karena sasaran pelayanan ditujukan

secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan

kehendak multi kompleks. Oleh karena itu organisasi yang

dimaksud disini tidak semata-mata dalam perwujudan susunan

organisasi melainkan lebih banyak pada pengaturan dan

mekanisme kerjanya yang harus mampu menghasilkan

pelayanan/ yang memadai.

(35)

adanya sarana pendukung yang berfungsi memperlancar

mekanisme itu. Sarana pendukung itu ialah sistem, prosedur

dan metode.

Organisasi pelayanan yang dimaksud disini ialah

mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur

maupun mekanismenya yang akan berperan dalam mutu dan

kelancaran pelayanan. Seperti sudah dikemukakan bahwa

sarana pendukung mekanisme kerja di dalam organisasi ialah

sistem, prosedur dan metode yang berfungsi sebagai tata cara

atau tata kerja agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan

dengan lancar dan berhasil dengan baik.

4. Faktor Pendapatan

Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang

sebagai imbalan atas tenaga dan atau pikiran yang telah

dicurahkan untuk orang lain atau organisasi, baik dalam bentuk

uang, natura maupun fasilitas dalam jangka waktu tertentu.

5. Faktor Kemampuan-Keterampilan

Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam

hubungan dengan tugas atau pekerjaan berarti dapat (kata

sifat/keadaan melakukan tugas atau pekerjaan sehingga

menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan.

Kata jadian kemampuan dengan sendirinya juga kata sifat

(36)

dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan atas dasar

ketentuan-ketentuan yang ada.

Selanjutnya mengenai keterampilan adalah kemampuan

melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan

anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Dengan

pengertian ini dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih

banyak menggunakan unsur anggota badan daripada unsur lain.

Dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai

maka pelaksanaan tugas/pekerjaan dapat dilakukan dengan

baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak, baik

manajemen itu sendiri maupun masyarakat.

6. Faktor Sarana Pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala

jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang

berfungsi sebagai alat utama pembantu dalam melaksanakan

pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan

orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja

itu. Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain :

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat

menghemat waktu.

b. Meningkatkan produktivitas, baik barang atau jasa.

c. Kualitas produk yang lebih baik dan terjamin.

(37)

e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang

berkepentingan.

f. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang

berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional

mereka.

Oleh karena itu peranan sarana pelayanan sangat

penting di samping sudah tentu peranan unsur manusianya

sendiri

2.2.4 Kualitas Pelayanan

2.2.4.1Penger tian Kualitas Pelayanan

Menurut Goetch dan Davis dalam Ariani (2003: 8) kualitas adalah

suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang

menginginkannya.

Dengan demikian, yang dikatakan kualitas di sini adalah kondisi

dinamis yang bisa menghasilkan:

a. produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

b. jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

c. suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

d. lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

Feigenbaum dalam Nasution (2005: 3) mengemukakan bahwa

kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer

(38)

kepuasan sepenuhnya kepada konsumen sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Menurut Gasperz (2002: 181) kualitas pelayanan sering diartikan

sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan

atau kebutuhan.

Menurut Barata (2003: 6) kualitas pelayanan dapat dipandang dari

dua perspektif yaitu internal dan eksternal. Kualitas pelayanan internal

berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai organisasi/ perusahaan dengan

berbagai fasilitas yang tersedia, kualitas eksternal didasarkan pada

penyediaan jasa dan penyediaan barang. Poin yang penting adalah ukuran

kualitas pelayanan bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja

tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah

yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan

berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas

pelayanan adalah segala upaya yang dilakukan organisasi dalam

memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan dengan berdasarkan pada

standar dan azas- azas pelayanan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal

yang memegang peranan penting dalam membentuk persepsi pelanggan

sehingga organisasi baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk

dapat menarik pelanggan dengan layanan yang dihasilkan karena

pelayanan seringkali membentuk image masyarakat terhadap organisasi

(39)

2.2.4.2Dimensi Kua litas Pelayanan

Menurut pendapat Berry dan Parasuraman dalam Nasution (2004:5)

mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para

pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu :

1. Bukti Langsung (Tangibles)

Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (Reliability)

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan

memuaskan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberi

pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (Assurance)

Mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki

para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan

5. Empati

Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan

memahami kebutuhan para pelanggan.

Menurut Gasperz dalam Lukman (2002:2) ada beberapa dimensi atau

atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan yang

(40)

1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.

2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari

kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama bagi

mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal yaitu: operator

telepon, satpam, pengemudi, staf administrasi, kasir, dan lain-lain.

4. Tanggung jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan penanganan

keluhan dari pelanggan eksternal.

5. Kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana

pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet dan

banyaknya petugas yang melayani.

7. Variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-

pola baru dalam pelayanan, features (keistimewaan) dari pelayanan dan

lain-lain.

8. Pelayanan pribadi : berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan

khusus, dan lain-lain.

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi, ruang

dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan,

petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.

10.Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan, ruang

(41)

2.2.5 Pelayanan Pendidikan dalam Pandangan Kebijakan

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun

2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.pemberian bantuan

dan/atau kemudahan penderian dan/atau pengoperasian toko buku kategori

usaha usaha kecil milik masyarakat di daerah yang belum memiliki toko

buku atau jumlah toko bukunya belum mencukupi kebutuhan.kebijakan

perbukuan nonteks yang mendorong harga buku nonteks terjangkau oleh

rakyat banyak, pemberian subsidi atau penghargaan kepada penulis buku

nonteks dan nonjurnal-ilmiah yang berprestasi dalam pendidikan

informal,pemberian pengrgaan dalam pendidikan informal,pemberian

penghargaan kepada media masa yang berprestasi dalam menyiarkan atau

mempulikasikan materi pembelajaran informal kepada

masyarakat,pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang

berprestasi atau kreatif dalam menghasilkan filim hiburan yang sarat

pembelajaran informalat,pemberian penghargaan kepada tokoh masyarakat

yang berprestasi atau kreatif dalam pembelajaran informal masyarakat.

Permendiknas 63/2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan Dalam Bab III

a. Pemberian bantuan dan/atau kemudahan pendirian dan/atau

pengoperasian toko buku kategori usaha kecil milik masyarakat di

daerah yang belum memiliki toko buku atau jumlah toko bukunya

belum mencukupi kebutuhan;

(42)

terjangkau oleh rakyat banyak;

c. Pemberian subsidi atau penghargaan kepada penulis buku nonteks dan

nonjurnal-ilmiah yang berprestasi dalam pendidikan informal;

d. Pemberian penghargaan kepada media masa yang berprestasi dalam

menyiarkan atau mempublikasikan materi pembelajaran informal

kepada masyarakat;

e. Pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang berprestasi

atau kreatif dalam menghasilkan film hiburan yang sarat pembelajaran

informal;

f. Pemberian penghargaan kepada tokoh masyarakat yang berprestasi

atau kreatif dalam pembelajaran informal masyarakat;

g. Pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang sukses

melakukan pembelajaran informal secara otodidaktif;

h. Pemberian layanan ujian kesetaraan sesuai peraturan

perundang-undangan; serta

i. Kegiatan lain yang membantu dan/atau mempermudah pembelajaran

informal oleh masyarakat.

Acuan Mutu Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan

Pasal 10

(1)Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program pendidikan

ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan mutu, yaitu

a. SPM;

(43)

c. Standar mutu pendidikan di atas SNP.

(2) Standar mutu pendidikan di atas SNP sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat berupa :

a. Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal

b. Standar mutu di atas SNP yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi

standar internasional tertentu

Pasal 11

(1) SPM berlaku untuk:

a. satuan atau program pendidikan;

b. penyelenggara satuan atau program pendidikan;

c. pemerintah kabupaten atau kota; dan

d. pemerintah provinsi.

(2) SNP berlaku bagi satuan atau program pendidikan

(3) Standar mutu di atas SNP berlaku bagi satuan atau program pendidikan

yang telah memenuhi SPM dan SNP

(4) Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal dapat

dirintis pemenuhannya oleh satuan pendidikan yang telah memenuhi

SPM dan sedang dalam proses memenuhi SNP.

Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan (Pasal 2) :

(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan luas biasa (Pendidikan Khusus)

menjadi Wewenang Pemerintah Provinsi.

(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk

(44)

kabupaten/kota.

(3) Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan

pendidikan berdasarkan standar pelayanan pendidikan minimal.

(4) Standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) meliputi jenis pelayanan hingga mencapai indikator kinerja

minimal.

Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar

Pasal 3

(1) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar

(SD/madrasah Ibtidaiyah (MI)) terdiri atas:

a. 95 persen anak dalam kelompok usia 7 – 12 tahun bersekolah di

SD/MI

b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah

siswa yang bersekolah

c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai

dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional

d. 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi.

e. 90 persen guru SD / MI memiliki kualifikasi sesuai dengan

kompetensi yang ditetapkan secara nasional

f. 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata

pelajaran

g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara 30 – 40 siswa

(45)

standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata

pelajaran membaca, menulis dan berhitung untuk kelas III dan

mata pelajaran bahasa, matematika, IPA, dan IPS untuk kelas V.

i. 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah

Pertama (SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTS)).

Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan :

1. Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan

kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran bahasa

Indonesia, matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set

untuk setiap peserta didik;

2. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan

kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran

dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;

3. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri

dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia

(globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan

poster/carta IPA;

4. Setiap SD/MI memiliki 10 judul buku pengayaan dan 10 buku

referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan

dan 20 buku referensi;

5. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan,

termasuk merencanakan pembelajaran, membimbing atau melatih

(46)

6. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34

minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut :

a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;

b) Kelas III : 24 jam per minggu

c) Kelas IV – VI : 27 jam perminggu; atau

d) Kelas VII – IX : 27 jam per minggu;

7. Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;

8. Setiap guru ,menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang

diampunya;

9. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk

membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;

10.Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan

balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;

11.Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta

hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir

semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;

12.Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan

akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian

akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan

rekapitulasi nya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau kantor

(47)

13.Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen

berbasis sekolah (MBS).

(2)Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Menengah Atas

(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas:

1. 60 persen anak dalam kelompok usia 16-18 tahun bersekolah di

SMA/MA dan SMK.

2. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa

yang bersekolah.

3. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai

dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.

4. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk

melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar.

5. 90 persen dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi.

6. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata

pelajaran.

7. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara 30-40 siswa.

8. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standr nasional

mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran bahasa Inggris,

Matematika Dasar untuk kelas I dan II.

9. 25 persen dari lulusan SMA/MA melanjutkan ke Perguruan Tinggi

(48)

2.2.6 Ker angka Berfikir Penelitian

Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan

Kepmendiknas Nomor 129a/U/2008

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo

(49)

3.1 J enis Penelitian

Dalam penelitian ini membahas dan mengkaji tentang Kinerja

pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan. Bahasan dalam

kinerja pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan dasar ini akan

menjelaskan berbagai dimensi pelayanan pendidikan dasar yang dijadikan

barometer dalam melihat kinerja pada satuan pendidikan dasar tersebut.

Agar dimensi pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan dasar

dapat diungkap secara mendalam, maka dalam penelitian ini peneliti

dengan mempertimbangkan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka

penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut

Suryabrata (1983) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud

untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau

kejadian-kejadian. Dalam arti penelitian deskripsi ini adalah akumulasi

data dasar dalam cara deskriptif semata, tidak perlu mencari atau

menerangkan saling hubungan, menemukan hipotesis, membuat ramalan,

atau mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang

bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga

metode-metode deskripsi. Dalam metode ini peneliti berusaha untuk

menggambarkan, menjelaskan, secara utuh dan komprehensif fenomena

(50)

selanjutnya membuat penafsiran dan menganalisis data yang

senyatanya/sewajarnya. Dengan metode ini diharapkan pada akhirnya

dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan dan dengan demikian

tujuan penelitian dapat tercapai.

3.2 Situs dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Waru dan SMA

Hangtuah 2 Waru Kabupaten Sidoarjo. Penentuan lokasi sekolah yang ada

di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ini karena Kecamatan Waru

merupakan wilayah yang bersebelahan dengan wilayah Kota Surabaya.

Kondisi wilayah yang demikian menurut asumsi peneliti akan berpengaruh

terhadap upaya dari sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Waru untuk

senantiasa berusaha meningkatkan kualitas atau mutu sekolah. Sebab jika

tidak, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan berupaya untuk bisa

sekolah di Surabaya saja karena anggapan masyarakat sekolah di Kota

jauh lebih maju dibanding daerah. Inilah yang menurut peneliti suatu

keunikan dari wailayah yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun

pengambilan situs penelitian di dua sekolah tersebut karena

masing-masing mempunyai karakterestik sendiri, yaitu :

1. SMA Negeri 1 Waru, adalah mewakilai sekolah yang diselenggarakan

oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang oleh sebagian masyarakat

di wilayah tersebut termasuk sekolah yang maju..

2. SMA Hangtuah 2 Sidoarjo, adalah mewakili sekolah yang

(51)

banyak informasi masyarakat sekolah ini relatif maju dibandingkan

dengan sekolah swasta lain yang ada dilingkungan Kecamatan Waru.

3.3 Fokus Penelitian

Dengan memperhatikan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana

diatas, maka penelitian ini difokuskan pada:

a. Jumlah peserta didik dalam satu kelas; sasaran kajian dari fokus ini

adalah untuk mendiskripsikan kondisi dan meyakinkan bahwa satu

kelas jumlah murid tidak melebihi 40 orang murid

b. Ketersediaan ruang guru, Kepala Sekolah dan staf kependidikan;

sasaran kajian fokus ini adalah mendiskripsikan kondisi dan

meyakinkan bahwa terdapat ruang guru yang dilengkapi dengan meja

dan kursi untuk setiap guru, terdapat ruang kepala sekolah yang terisah

dengan ruang guru maupun staf kependidikan, dan ruang staf

kependidikan dengan sarana pelaksanaan tugas-tugasnya.

c. Rasio perbandingan guru dan murid; sasaran kajian fokus ini adalah

mendiskripsikan kecukupan rasio guru dengan murid dengan

perbandingan 1: 40.

d. Kulifikasi pendidik; sasaran kajian ini adalah mendiskripsikan

seberapa guru yang memiliki kualifikasi pendidikan/yang sudah

berijazah S1/D4 dan berapa yang sudah memiliki sertifikasi pendidik.

e. Ketersediaan buku teks dan buku untuk pengayaan; sasaran kajian

fokus ini adalah mendiskripsikan tentang ketersediaan buku teks

(52)

IPS serta buku-buku untuk pengayaan.

f. Ketersediaan alat peraga; sasaran kajian fokus ini adalah

mendiskripsikan ketersediaan alat peraga IPA.

g. Proses penyelenggaraan pembelajaran; sasaran kajian fokus ini adalah

mendiskripsikan tentang jumlah jam perminggu proses

penyelenggaraan pembelajaran baik untuk siswa maupun untuk guru.

h. Penerapan Kurikulum; sasaran kajian fokus ini mendiskripsikan

mengenai kurikulum yang digunakan dalam proses penyelenggaraan

pembelajaran.

i. Penerapan dan pengembangan guru; sasaran kajian fokus ini adalah

untuk mendiskripsikan persiapan guru dalam proses belajar dan

penerapan evaluasi guru untuk meningkatkan kemampuan peserta

didik.

j. Supervisi kelas; sasaran fokus ini adalah mendiskripsikan supervisi

yang dilakukan kepala sekolah ke kelas-kelas dan umpan balik

terhadap guru-guru.

3.4 Sumber Data

Oleh karena lingkup penelitian ini adalah penelitian kualitatif,

maka teknik pengumpulan sampelnya menggunakan cara purposive,

dimana peneliti memakai berbagai pertimbangan, yaitu berdasarkan

konsep teori yang digunakan, serta keingintahuan dari pada penelitian

tentang karakteristik pribadi dari obyek yang diteliti.

(53)

1. Informan, sebagai informan awal dipilih secara purposif, obyek

penelitian yang menguasai permasalahan yang diteliti (key informan).

Informasi selanjutnya diminta kepada informan awal untuk

menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi, dan

kemudian informan ini diminta pula untuk menunjukan orang lain

yang dapat memberikan informasi begitu seterusnya. Cara ini biasanya

lazim disebut sebagai snow ball yang dilakukan secara serial atau

berurutan. Pada penelitian ini yang dipandang sebagai informan

pertama adalah: Kepala Sekolah, guru-guru dan siswa/murid

2. Dokumen, yaitu teknik dokumentasi yang dipakai untuk memperoleh

data melalui bahan-bahan tertulis berupa Buku Pedoman Pendidikan/

kebijakan tentang pendidikan yang masih relevan dengan penelitian

yang dikaji. Teknik ini dilakukan untuk melangkapi informasi peneliti

di samping untuk mendukung teknik-teknik pengumpulan data yang

telah disebutkan di atas.

3. Tempat dan peristiwa sebagai sumber data tambahan dilakukan

melalui observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang

berkaitan dengan pelayanan pendidikan dasar.

3.5 Instr umen Penelitian

Sedangkan yang digunakan sebagai alat/instrumen dalam penelitian

ini sesuai dengan fokus penelitian yaitu peneliti sendiri yang telah dibantu

dengan menggunakan alat-alat pedoman wawancara serta sarana

dokumentasi, tempat dan peristiwa. Instrumen tersebut disusun

(54)

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data didasarkan pada prinsip yang dianjurkan

oleh Naturalictic Approach yang melekat pada tradisi ilmu sosial (Lofland

& Lofland, 1984) mengarah pada situasi dan kondisi setting penelitian,

kejadian yang dialami oleh subyek penelitian individu atau kelompok atas

dasar latar belakang (biografi, histori dan hubungan) personal atau

kelompok yang terjalin. Oleh Lofland & Lofland, proses ini mencakup tiga

tahap kegiatan, yaitu:

a. Per siapan memasuki kancah penelitian (getting in)

Agar proses pengumpulan data dan informasi berjalan sesuai

rencana, peneliti terlebih dahulu telah menyiapkan segala sesuatu

diperlukan, baik kelengkapan bersifat administratif maupun semua

masalah dan persoalan berhubungan dengan setting dan subyek

peneltian untuk mencari relasi awal. Ketika berusaha memasuki lokasi

penelitian, peneliti harus menempuh pendekatan informal dan formal,

serta juga harus mampu menjalin hubungan yang akrab dengan

informan. Untuk itu agar diperoleh suatu data yang valid, peneliti

melakukan adaptasi dan proses belajar dari sumber data tersebut

dengan berlandaskan yang etis dan simpatik sehingga bisa mengurangi

jarak antara peneliti dengan para informan. Peneliti ber perilaku

dengan sopan, baik dalam kata bahasa dan bertindak. Pada tahap ini

yang diutamakan adalah bagaimana peneliti dapat diterima dengan

(55)

b. Katika berada di lokasi penelitian (getting along)

Di saat peneliti memasuki situs lokasi penelitian, maka

hubungan yang terjalin harus tetap dipertahankan. Kedudukan subyek

harus dihormati dan diberikan kebebasan untuk mengemukakan semua

persoalan, data serta informasi yang diketahui, peneliti tidak boleh

mengarahkan dan melakukan intervensi terhadap worldview subyek

penelitian. Imajinasi dan daya nalar peneliti harus diasah dan

dikembangkan untuk menangkap apa yang disampaikan, tindakan apa

yang dilakukan, apa yang dirasakan serta kerangka mental dari dalam

yang dimiliki subyek (emic). Berdasarkan emic yang diperoleh,

peneliti mencoba memahami, menafsirkan dan mencoba untuk

membuat pemaknaan baru atas worldview peneliti (etic).

c. Pengumpulan data (logging to data)

Untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan,

maka peneliti dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data,

yang terdiri dari: (1) Observasi; (2) wawancara secara mendalam

(in-dept interview); dan (3) dokumentasi, sehingga thick description

didapatkan. Sedangkan pencatatan data dan penulisannya dilakukan

dengan cara memanfaatkan bentuk-bentuk instrumen penelitian, di

antaranya: peneliti, field note, interview write ups, mapping,

(56)

3.7 Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal

penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh,

kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari

wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya

aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data. Teknis analisis data

dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (Miles dan

Huberman 1984 ; 15-21), seperti pada (Gambar 4) berikut:

Gambar 4 Analisis Data Model Inter aktif

Sumber: Miles dan Huberman

1. Reduksi Data

Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian

laporan yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan Pengumpulan

Data

Penyajian Data

Reduksi Data

(57)

kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang

pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema

atau polanya (melalui proses penyuntingan, pemberian kode dan

pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses

penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah

kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar

memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk

menarik kesimpulan sementara.

2. Penyajian Data

Penyajian data (display data) dimasudkan agar lebih

mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara

keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini

merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu

sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut

kemudian dipilah-pilah dan disisihkan untuk disortir menurut

kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang sejenis untuk

ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi,

termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu

data direduksi.

3. Penar ikan Kesimpulan/Ver ifikasi

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus

menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama

(58)

berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang

dikumpulkan, yaitu mencari pola tema, hubungan persamaan,

hipotetsis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang

masih bersifat tentatif.

Dalam tahapan untuk menarik kesimpulan dari

katagori-katagori data yang telah direduksi dan disajikan untuk selanjutnya

menuju kesimpulan akhir mampu menjawab permasalahan yang

dihadapi. Tetapi dengan bertambahnya data melalui verifikasi secara

terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded.

Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa akan selalu terus

dilakukan verivikasi selama penelitian berlangsung yang melibatkan

interpretasi peneliti. Analisis data merupakan suatu kegiatan yang

logis, data kualitatif berupa pandangan-pandangan tertentu terhadap

fenomena yang dikaji.

Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat suatu

kesimpulan yang benar. Dan ternyata kesimpulannya tidak memadai,

maka perlu diadakan pengujian ulang, yaitu dengan cara mencari

beberapa data lagi di lapangan, dicoba untuk diinterpretasikan dengan

fokus yang lebih ter arah. Dengan begitu, analisis data tersebut

merupakan proses interaksi antara ke tiga komponan analisis dengan

pengumpulan data, dan merupakan suatu proses siklus sampai dengan

Gambar

Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas X
Tabel 3
Tabel 5
Tabel  7 Tenaga Pendidik dan Kependidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian metode C4.5 akan dicoba untuk dioptimasi dengan particle swarm optimization (PSO) sehingga metode yang diusulkan pada penelitian ini adalah

Sentriol adalah organel yang berperan penting dalam pembelahan sel melalui proses yang disebut mitosis.. Sentriol hanya ditemukan pada

According to the ASEAN cooperation and competition policy framework and the overview of regulatory system of competition policy in ASEAN countries, it can

proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan”. Oleh karena itu, program pendidikan jasmani

It also explains how this e-procurement policy implementation method works and its relation with transparency in public procurement at Health Agency at Medan

Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Penerapan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bagi Kasus-Kasus Pidana

Sehingga, hasil temuan penelitian menunjukkan konseling teman sebaya efektif untuk meningkatkan empati siswa kelas VII SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun

Diharapkan dari hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi untuk menghadapi para kompetitor dan bahan pertimbangan dalam