Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)
S K R I P S I
Disusun oleh :
ANICETO BERLELO NPM. 1041310046
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
(Studi Kasus Pada SMA Neger i 1 War u dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)
Disusun oleh :
ANICETO BERLELO NPM. 1041310046
Telah disetujui untuk mengik uti Ujian Skr ipsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dr . Luk man Ar if, M.Si NIP. 196411021994031001
Mengetahui
DEKAN
J udul Penelitian : Kiner ja Pelayanan Pendidikan Menengah Ata s Di
Ka bupaten Sidoar jo (Studi Khasus Pada Sma Neger i I
War u Dan Sma Hang Tuah 2 Gedangan Di Kecamatan
War u Kabupaten Sidoar jo
Nama Mahasiswa : Aniceto Ber lelo
NPM : 1041310046
Pr ogr am Studi : Ilmu Administr asi Negara
Fak ultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyetujui
Ketua Pr ogram Studi Pembimbing Utama
Dr . Lukman Ar if, M.Si Dr . Luk man Ar if, Msi
Kuasa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ” KINERJ A PELAYANAN
PENDIDIKAN MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJ O (Studi
Khasus pada SMA Neger i I War u dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di
Kecamatan War u Kabupaten Sidoar jo)”
Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum pada
Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Lukman Arif, MSi sebagai dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.
Disamping itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Lukman Arif, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara.
2. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara.
3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Administrasi Negara yang telah
memberikan bekal dalam proses perkuliahan di Program Studi
Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis sangat menyadari masih ada
kekurangan-kekurangan, baik dari segi teknis maupun materiil penyusunannya.
Oleh karena itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam menerima saran
dan kritik dari semua pihak yang dapat menambah kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil dari skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, 07 Mei 2012
HALAMAN J UDUL ... i
LEMBAR PERSETUJ UAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8
2.2 Landasan Teori ... 10
2.2.1 Pengertian Kinerja ... 10
2.2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja ... 11
2.2.3 Pengertian Pelayanan ... 15
2.2.3.1 Bentuk Pelayanan ... 16
2.2.4.2 Dimensi Kualitas Pelayanan ... 27
2.2.5 Pelayanan Pendidikan Dalam Pandangan Kebijakan .. 29
2.2.6 Kerangka Berfikir Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Situs dan Lokasi Penelitian ... 38
3.3 Fokus Penelitian ... 39
3.4 Sumber Data ... 40
3.5 Instrumen Penelitian ... 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.7 Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47
4.1.1 Profil Sekolah Menengah Atas Negeri I Waru ... 47
4.1.1.1 Visi Sekolah ... 47
4.1.1.2 Misi Sekolah ... 47
4.1.1.3 Tujuan Sekolah ... 48
4.1.1.4 Keadaan Siswa ... 49
4.1.2.2 Misi Sekolah ... 56
4.1.2.3 Tujuan Sekolah ... 57
4.1.2.4 Sejarah Berdirinya Sekolah ... 58
4.1.2.5 Kondisi Jumlah Siswa Hang Tuah 2 Sidoarjo . 59 4.1.2.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 61
4.1.2.7 Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 68
4.1.2.8 Tenaga Kependidikan / Staf Status Kepegawaian ... 68
4.2 Hasil Penelitian ... 69
4.2.1 Jumlah Peserta Didik Dalam Satu Kelas ... 69
4.2.2 Ketersediaan Ruang Guru Kepada Sekolah dan Staf Kependidikan ... 71
4.2.3 Rasio Perbandingan Guru dan Murid ... 75
4.2.4 Kualifikasi Pendidik ... 76
4.2.5 Kestersediaan Uku Teks Dan Buku Untuk Pengayaan 78
4.2.6 Ketersediaan Alat Peraga ... 80
4.2.7 Proses Penyelenggaraan Pembelajaran ... 82
4.2.8 Penerapan Kurikulum ... 83
4.2.9 Penerapan dan Pengembangan Guru ... 85
4.2.10 Supervisi Kelas ... 89
5.2 Saran-saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas X ... 49
Tabel 2 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI Alam ... 50
Tabel 3 Rincian Jumlah Siswa Kelas XI Sosial ... 50
Tabel 4 Rincian Jumlah Siswa Kelas XII Alam ... 51
Tabel 5 Rincian Jumlah Siswa Kelas XII Sosial ... 51
Tabel 6 Tenaga Pendidik dan Kependidikan Berdasarkan Jabatan ... 52
Tabel 7 Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 52
Tabel 8 Tenaga Pendidik dan Kependidikan Berdasarkan Golongan ... 53
Tabel 9 Tenaga Pendidik Berdasarkan Pendidikan ... 54
Tabel 10 Tenaga Kependidikan Berdasarkan Pendidikan ... 55
Tabel 11 Jumlah Siswa SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo ... 59
Tabel 12 Sarana dan Prasarana ... 60
Tabel 13 Nilai Ujian Nasional Program IPS ... 63
Tabel 14 Siswa Yang Diterima Di Perguruan Tinggi ... 64
Tabel 15 Prestasi Siswa Tahun 2010 – 2011 ... 64
Tabel 16 Nilai Ujian Nasional Program IPA ... 65
Halaman
Grafik 1 Jumlah Perkembangan Siswa SMA Hang Tuah 2 Sidoarjo ... 60
Grafik 2 Nilai Ujian Nasional Program IPS... 63
Halaman
Lampiran 1 Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian di
SMA Negeri I Waru dan SMA Hang Tuah 2 dari Dinas
Pendidikan Sidoarjo ... 103
Lampiran 2 Permohonan Izin Penelitian Dari Badan Kesatuan Bangsa
Politik Dan Perlindungan Masyarakat (BAKESBANG)... 104
Lampiran 3 Permohonan Izin Di Melakukan Survey Atau Penelitian di
SMA Negeri I Waru Sidoarjo ... 105
Lampiran 4 Permohonan Izin Di Melakukan Survey Atau Penelitian di
1.1 Latar Belaka ng
Dunia pendidikan nasional mengalami perubahan cepat dan
mendasar, seiring dengan akselerasi dinamika globalisasi, yang dimaknai
oleh Kementrian Pendidikan nasional dengan pemetaan Misi-5K. Paradigma
baru itu mencakup lima aspek, yakni perubahan pola pikir dari wajib belajar
menjadi hak belajar, kesetaraan dalam pendidikan, pendidikan
komprehensif, perubahan fungsi sekolah dan perubahan dasar pemikiran.
Mendiknas menggaris-bawahi, perubahan pola pikir dari wilayah
belajar menjadi hak belajar. Terdapat 5% dari anak Indonesia belum
mengenyam pendidikan dasar, sedangkan di tingkat menengah pertama
terdapat 10 % anak Indonesia belum mendapatkan hak belajarnya. Oleh
karena itu, urgensinya perubahan pola pikir wajib belajar menjadi hak
belajar. Diharapkan dengan perubahan ini masyarakat Indonesia menyadari
bahwa pendidikan adalah hak yang harus didapatkan bukan suatu kewajiban
yang dipaksakan.
Kesempatan pendidikan, artinya pendidikan harus membebaskan diri
dari segala macam perbedaan seperti ras, suku, golongan, agama dan
diskriminasi. Mengenai warga negara yang memiliki kebutuhan khusus,
warga negara yang berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat
mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan mereka. Pendidikan komprehensif adalah
pendidikan berbasis kebudayaan yang kemudian akan melahirkan karakter,
akhlak, budi pekerti, kreatifitas dan inovasi yang dapat memajukan pola
pendidikan bangsa Indonesia. “Kita harus menerapkan pendidikan yang
berkelanjutan dan mencerminkan karakter bangsa. Diharapkan dengan pola
pendidikan seperti ini bisa melahirkan generasi yang berkarakter kuat dan
kompetitif,” pesan Mendiknas.
Paradigma entrepreneurship tidak semata identik dengan konteks
ekonomi. Sangat pendidikan entrepreneurship itu, berdimensi pada
pengembangan pola pikir kreatifitas dan pembentukan inovasi-inovasi baru.
Kepada para civitas akademisi pendidikan seluruh Indonesia, Mendiknas,
Prof. M. Nuh menghimbau, untuk bersama melepaskan intervensi-intervensi
politik dari sistem pendidikan Indonesia, agar dapat melahirkan generasi
menjadi semakin baik. (Majalah Kampus,No. 5/Vol.1/Juni 2010)
Ada dua pilar besar yang menjadi penopang proses pendidikan
nasional, yakni standar nasional Pendidikan Indonesia. Wemendiknas, Prof.
Fasli Jalal mengatakan kepada peserta dan semua warga Kementrian
Pendidikan Nasional, saat menyampaikan pidato penutupan Rembuk
Nasional Pendidikan 2010, pada Kamis, 4 Maret 2010 di Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Kementrian Pendidikan Nasional.
Sistem Pendidikan Nasional. Kedua koridor itu, diharapkan akan
memudahkan seluruh elemen pendidikan untuk melakukan pemetaan
kondisi pendidikan, yang kemudian menuju proses dari penjaminan mutu
pendidikan.
Proses penjaminan mutu akan dilakukan mulai dari tingkatan
sekolah dengan cara evaluasi diri. Pada tingkat sekolah proses penjaminan
mutu terawal ini dilakukan, nanti akan ada badan akreditasi sekolah dan
madrasah yang akan melalui proses penjaminan mutu eksternal. Dengan
adanya proses peningkatan pendidikan yang berkelanjutan.
Untuk mencapai proses penjaminan mutu yang baik, diperlukan
peranan penting Kepala Sekolah dan para Pengawas. Peranan Pengawasan
dan Guru yang berkompeten, sehingga apa yang diminta dari dua standart
tersebut dapat dengan segera tercapai.
Kondisi pendidikan saat ini di Indonesia memperlihatkan bahwa
Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat SD adalah 94,7 persen,
sedangkan di tingkat SMP adalah 66,5 persen. Proporsi anak yang memulai
dari Kelas 1 hingga mencapai Kelas 5 adalah 81,0 persen, sedangkan
proporsi anak yang melalui dari Kelas 1 hingga menamatkn SD adalah 74,7
persen. Adapun tingkat melek huruf pada populasi berusia 15 sampai 24
tahun adalah 99,4 persen dengan rasio melekat huruf perempuan terhadap
laki-laki usia 15 sampai 24 tahun adalah 99,9 persen. Rasio anak perempuan
terhadap anak laki-laki di tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi
(Bappenas, 2007b).
Berdasarkan target MDGs, diketahui bahwa posisi bidang
pendidikan di Indonesia adalah hal partisipasi di tingkat SD (APM) sudah
mencapai 94,7 persen dan proporsi siswa yang tamat SD mencapai 74.7
persen dan terus meningkat sesuai target, namun partisipasi di tingkat SMP
(APM) masih belum memenuhi target, yaitu masih mencapai 66,5 persen
dan meningkat perlahan. Sedangkan rasio anak perempuan di Sekolah Dasar
(100%) dan Sekolah Menengah Pertama (99.4%) sudah mencapai target dan
mengalami banyak kemajuan.
Kualitas sistem pendidikan bergantung pada kualitas sumberdaya
manusia dan sumberdaya fisik, materi pembelajaran, pengetahuan dan
infrastruktur sekolah, manajemen sekolah dan pemerintah. Faktor
lingkungan yang berhubungan dengan ketersediaan input adalah dukungan
orang tua, waktu yang tersedia untuk sekolah dan pekerjaan rumah serta dari
bersekolah (UNESCO, 2005).
Dalam lingkup lokal di Sidoarjo kinerja pelayanan pendidikan masih
jauh dari harapan. Dalam laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKP)
Bupati 2011, angka putus sekolah, buta hurup, dan angka partisipasi murni
(APM) belum mampu memenuhi harapan.
Ketua Komisi D Mahmud mengatakan data Dinas Pendidikan
Kabupaten Sidoarjo menyebutkan, persentase angka putus sekolah yang
paling tinggi ada pada jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK. Ada 0,54
meningkat dari pada sebelumnya yang hanya 0,47 persen. Angka putus
sekolah jenjang SMP menurun. Namun, penurunannya tidak signifikan
“hanya 0,01 persen penurunannya”. Sementara persentase angka putus
sekolah jenjang SD cenderung stagnan selama tiga tahun berturut-turut sejak
2009 yaitu sebesar 0,02 persen. (Jawa Pos, Jumat 27-4-2012)
Mendasarkan pada data di atas, maka dapat diidentifikasi fenomena
masalah pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo yaitu adanya angka
putus sekolah yang masih terjadi baik dijenjang pendidikan Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Mennengah Atas
(SMA). Dari data di atas tentang angka putus sekolah menunjukkan bahwa
angka putus sekolah yang tertinggi adalah pada jenjang SMA/MA dan SMK
yaitu sebesar 0,54%. Atas dasar ini pula, maka dapat dikatakan bahwa
kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo khususnya pada
jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK belum memuaskan. Angka putus
sekolah memang bukan merupakan satu-satunya ukuran dari kinerja
pelayanan pendidikan, tentu masih banyak unsur lain yang secara
keseluruhan mempengaruhi kinerja pelayanan pendidikan. Namun demikian
atas dasar fenomena dari masalah kinerja pelayanan pendidikan yaitu
tentang angka putus sekolah yang relatif tinggi pada jenjang pendidikan
SMA/MA dibandingkan pada jenjang sekolah lainnya, maka peneliti tertarik
untuk meneliti kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Sidoarjo.
Tema penelitian tentang kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten
wilayah penelitian maupun dari jenis dan jenjang pendidikan yang ada. Oleh
karena itu dalam penelitian ini mengambil judul yang lebih sempit yaitu
mengenai Kinerja Pelayanan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di
Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini mengambil contoh kasus mengenai
Kinerja Pelayanan Pendidikan di SMA Negeri 1 Waru dan SMA Hang Tuah
2 di Waru Sidoarjo.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Mendasarkan pada fenomena masalah di atas, maka dapatlah
dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimana Kinerja Pelayanan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di
Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus pada SMA Negeri 1 dan SMA Hang Tuah 2
di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo)
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui :
1. Kinerja Pelayanan Pendidikan pada satuan pendidikan di SMA NEGERI
yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo
2. Kinerja Pelayanan Pendidikan pada satuan pendidikan di SMA Swasta
yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
Memberikan tambahan referensi dan informasi keilmuan bagi para
mahasiswa dan fakultas.
2. Bagi Instansi
Memberikan informasi strategis bagi Kepala Sekolah untuk mengambil
kuputusan dalam upaya meningkatkan pendidikan di SMA/MA.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang kinerja pelayanan pendidikan pada
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang di lakukan oleh pihak lain dapat
digunakan dalam pengkajian yang berkaitan dengan Kinerja Pelayanan
Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar di Kota Surabaya antara lain:
1. Peneliti yang dilakukan oleh Noberty Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur (2006) yang berjudul “Kinerja
Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir Miskin Al-Amal di
Surabaya”.
Penelitian ini bertujuan berusaha menggambarkan dan ingin
mengetahui Kinerja Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir
Miskin Al-Amal di Surabaya yang dipengaruhi oleh : (1) faktor
personal, (2) faktor kepemimpinan, (3) faktor tim, (4) faktor sistem dan
(5) faktor kontekstual.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis
data, penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik
deskriptif kuali-tatif di mana penelitian ini di gambarkan suatu
fenomena dengan jalan mendiskriptifkan fenomena dalam penelitian
ini adalah Kinerja Yayasan Penolong Pembina Anak Yatim dan Fakir
Miskin Al-Amal di Surabaya.
personal telah berjalan dengan baik, dari faktor kepemimpinan sudah
baik, dari faktor tim sudah berjalan dengan baik, dari faktor sistem
cukup memadai dan sudah sangat baik dan dari faktor kontekstual
dapat teratasi dengan baik.
2. Peneliti yang dilakukan oleh Lustyowati Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur (2006) yang berjudul “Kinerja Dinas
Kesehatan Kota Surabaya dalam Melaksanakan Program Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah di Kecamatan
Wiyung”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kinerja Dinas
Kesehatan Kota Surabaya dalam melaksanakan Program Pencegahan
dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah di Kecamatan Wiyung
yang diukur dari 3 Hal : (1) Masukan, (2) hasil antara dan (3) hasil
akhir. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis
data, penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik
deskriptif kualitatif di mana penelitian ini di gambarkan suatu
fenomena dengan jalan mendiskriptifkan fenomena dalam penelitian
ini adalah Kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam
melaksanakan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah di Kecamatan Wiyung.
Hasil dari penelitian di atas dalam tahap masukan menunjukkan
bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan Dinas Kesehatan Kota
pencegahan dan pemberantasan Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah
2.2 Landasan Teor i
2.2.1 Penger tian Kiner ja
Menurut Otley (1999) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada
sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini
meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut. Selanjutnya Rogers (1994)
berpendapat bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of
work), karena hasil kerja mem-berikan keterkaitan yang kuat terhadap
tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi
ekonomi. Lebih lanjut pengertian kinerja (kinerja instansi pemerintah)
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan
instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi
pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang
ditetapkan (LAN: 2003).
Oleh karena itu, kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui
dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil suatu organisasi dihu-bungkan dengan misi yang
diemban. Kinerja juga merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta
inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi
2.2.2 Penger tian Pengukuran Kiner ja
Untuk menentukan kinerja perlu dilakukan pengukuran kinerja.
Pengukuran kinerja merupakan sub sistem dari mana-jemen kinerja
(Cokins 2004; Halachmi 2005; Stiffler 2006; Baxter dan MacLeod 2008).
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai proses untuk mengkuantifikasi
efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan (Tangen 2004; Olsen et al.
2007; Cocca dan Alberti 2010). Tindakan yang dimaksud adalah tindakan
masa lalu (Cocca dan Alberti 2010). Pengukuran kinerja adalah bagian
dari analisa atau diagnosa terhadap proses untuk mengidentifikasi aktivitas
mana yang diprioritaskan untuk diperbaiki.
Menurut pandangan tradisional, pengukuran kinerja adalah untuk
memonitor kinerja bisnis dan mendiagnosa penyebab dari masalah.
Amaratunga dan David (2002) menyatakan bahwa fungsi utama dari
sistem pengukuran kinerja adalah untuk mengontrol operasi dalam
organisasi. Dalam model umpan balik tradisional, para manajer mengatur
kinerja dengan monitoring output dan kemudian menyesuaikan input
untuk mencapai suatu target dibanding mengendalikan suatu tugas dengan
memper-timbangkan semua elemen data yang diperlukan untuk
mengurai-kan status dari sistem (Bond 1999).
Dikaitkan dengan manajemen operasional, Radnor dan Barnes
(2007) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses
mengkuantifikasi input, output, dan tingkat aktivitas dari suatu proses.
manufaktur pada level manajemen operasi dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu 1) pengukuran kinerja taktis (com-petitive priorities), 2) pengukuran
kinerja operasional (manufac-turing task), dan 3) pengukuran kinerja
strategis (resource avai-lability). Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Craig dan Grant (2002) bahwa keunggulan bersaing suatu organisasi
didukung oleh kemampuan sumber daya dan rutinitas organisasi.
Karim (2008) dalam Karim (2009) menyebutkan bahwa penentuan
prioritas kompetisi merupakan elemen kunci dalam strategi manufaktur.
Prioritas kompetisi menunjukkan keung-gulan kompetitif dan mewakili
tujuan yang seharusnya dicapai (Rusjan 2005). Untuk menentukan
prioritas kompetisi perusahaan manufaktur Leachman et al. (2006)
mengusulkan ukuran kinerja berdasarkan pada kualitas dan volume
output.
Berdasarkan pengalaman implementasi pada beberapa perusahaan
di Indonesia ditinjau dari aspek kepraktisan dan nilai tambah yang
diberikan, Wibisono (2006) menyatakan bahwa pendekatan yang sesuai
untuk diterapkan di Indonesia dalam menentukan variabel kinerja yang
akan diukur adalah dengan melakukan identifikasi variabel kinerja dari 3
perspektif yaitu 1) keluaran organisasi (business results), 2) proses internal
(internal business processes), dan 3) kemampuan atau ketersediaan
sum-ber daya (resources availability).
Terdapat tiga aspek formal dari pengukuran kinerja (Spitzer 2007)
(tahapan yang menunjukkan bagaimana cara mela-kukan pengukuran), dan
3) infrastruktur teknis (berupa hardware dan software komputer yang
digunakan untuk mendukung proses pengukuran). Tiga kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai keefektifan dari sistem pengukuran kinerja
(Olsen et al. 2007) yaitu 1) keterkaitan, 2) perbaikan terus-menerus, dan 3)
peng-awasan proses.
Terkait dengan ukuran-ukuran (variabel) yang diukur, Medori dan
Steeple (2000) menyatakan bahwa pada semua framework pengukuran
kinerja yang telah dihasilkan, pada umumnya memi-liki kelemahan dalam
hal memberikan panduan terhadap pemi-lihan variabel kinerja yang akan
diukur. Denton (2005) menya-takan bahwa meskipun banyak hal yang
dapat diukur tetapi lebih penting untuk mengukur hal yang spesifik dan
relevan.
Parmenter (2010) mengkategorikan ukuran kinerja dalam tiga
kategori yaitu : 1) KRI (Key Result Indikator), 2) KPI (Key Performance
Indicator), dan 3) PI (Performance Indicator). Shahin dan Mahbod (2007)
menyebutkan bahwa KPI dapat dirumuskan berdasarkan tujuan dari
organisasi. Saunders et al. (2007) menegaskan pentingnya penguraian
strategi organisasi ke dalam tindakan. Kaplan dan Norton dalam
Parmenter (2010) merekomendasikan agar dalam pengukuran kinerja
tidak menggunakan lebih dari 20 ukuran kinerja. Selain itu, Hope dan
Fraser dalam Parmenter (2010) menyarankan penggunaan ukuran kinerja
Radnor dan Barnes (2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga
kecenderungan umum dalam pengukuran kinerja yaitu 1) keluasan dari
unit analisis (level individu, stasiun kerja, lini produksi, unit bisnis,
perusahaan), 2) kedalaman ukuran kinerja (keterkaitan variabel kinerja), 3)
peningkatan range ukuran kinerja (misalnya dari efisiensi menjadi
efisiensi dan efektivitas).
Berbagai ukuran kinerja dapat diidentifikasi sesuai dengan
kebutuhan. Heizer dan Render (2008) menyebutkan bahwa faktor-faktor
penentu produktivitas yaitu : 1) tenaga kerja, 2) modal, dan 3)
manajemen. Namun, dalam pengukuran produk-tivitas dapat digunakan
satu (single) atau lebih dari satu (multi) faktor. Gleich et al. (2008)
menyebutkan bahwa untuk mening-katkan kinerja dapat digunakan
indikator non finansial berupa volume, waktu siklus, dan kapasitas yang
dimiliki. Martin (2008) mengidentifikasi ukuran-ukuran kinerja untuk
menentukan efi-siensi proses yaitu kualitas produk atau jasa, kapasitas
atau kuan-titas output, kuantitas dari produk cacat, kuantitas dari waste,
waktu siklus, waktu produksi, kepuasan pelanggan, dan kepuasan
karyawan.
Kerangka kerja proses pengukuran kinerja perlu diperbaiki secara
kontinu dengan mempertimbangkan berbagai model pengukuran kinerja
yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi (Nenadal 2008). Beheshti
dan Lollar (2008) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan
Terkait dengan infrastruktur yang digunakan dalam peng-ukuran
kinerja, Santos et al. (2007) menunjukkan adanya variasi infrastruktur
yaitu secara manual dan pemanfaatan sistem infor-masi. Raymond dan
Marchand (2008) menunjukkan pergeseran dalam pemanfaatan sistem
informasi untuk pengukuran kinerja, yaitu dari sistem informasi eksekutif
(1980–1999) ke Sis-tem Intelijen (2000–saat ini). Selain itu, Denton
(2010) menye-butkan bahwa intranet dan internet dapat digunakan untuk
me-ningkatkan pengelolaan dan pengukuran kinerja.
2.2.3 Penger tian Pelayanan
Menurut Moenir (2006: 26) pelayanan umum merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan
faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka
usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya.
Sedangkan menurut Barata (2003: 27), pelayanan adalah
kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik untuk
memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan
kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi/ perusahaan.
Menurut Gronroos dalam Ratminto dan Atik Septi (2004: 2)
mengemukakan bahwa pelayanan adalah suatu aktifitas yang bersifat tidak
kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi
antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang diberikan oleh
perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka pelayanan adalah segala
usaha penyedia fasilitas maupun kegiatan yang ditujukan guna memenuhi
tuntutan dan kebutuhan seseorang.
2.2.3.1Bentuk Pelayanan
Menurut Moenir (2006:190), pelayanan umum yang
dilakukan oleh siapapun tidak akan terlepas dari 3 macam bentuk,
yaitu sebagai berikut :
1. Layanan dengan lisan
Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di
bidang hubungan Masyarakat (HUMAS), bidang layanan
informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan
penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.
Agar supaya layanan lisan berhasil sesuai dengan yang
diharapkan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku
layanan, yaitu :
1) Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam
bidang tugasnya
2) Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan
lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi
mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu
3) Bertingkah laku sopan dan ramah-tamah
4) Meski dalam keadaan sepi tidak ngobrol dan bercanda
melalaikan tugas
5) Tidak melayani orang-orang yang ingin sekedar ngobrol
dengan cara yang sopan
6) Layanan melalui tulisan
Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan
yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak
hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya.
Pada dasarnya layanan melalui tulisan cukup efisien
terutama bagi layanan jarak jauh karena faktor biaya. Agar
layanan dalam bentuk tulisan dapat memuaskan pihak yang
dilayani, satu hal yang harus diperhatikan ialah faktor
kecepatan, baik dalam proses pengolahan maupun dalam
proses penyelesaiannya (Pengetikan, Penandatanganan, dan
Pengiriman kepada yang bersangkutan).
7) Layanan berbentuk perbuatan
Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan
70 sampai dengan 80 % dilakukan oleh petugas-petugas
tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian
dan ketrampilan petugas tersebut sangat menentukan
terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan.
Dalam kenyataan sehari-hari jenis layanan ini
memang tidak terhindar dari layanan lisan, jadi antara
ini disebabkan karena hubungan lisan paling banyak
dilakukan dalam hubungan pelayanan secara umum
(kecuali yang khusus dilakukan melalui hubungan tulis,
karena faktor jarak). Hanya titik berat terletak pada
perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang
berkepentingan. Jadi tujuan utama orang yang
berkepentingan ialah mendapat pelayanan dalam bentuk
perbuatan atau hasil perbuatan bukan sekedar penjelasan
dan kesanggupan secara lisan.
2.2.3.2Faktor Pendukung Pelayanan
Menurut Moenir (2006: 88), dalam pelayanan umum
terdapat beberapa faktor pendukung yang penting dan
masing-masing mempunyai peranan berbeda tetapi saling berpengaruh dan
secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan
secara baik, berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau
pelayanan dalam bentuk gerakan/ tindakan dengan atau tanpa
peralatan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Kesadaran
Kesadaran menunjukkan suatu keadaan pada jiwa
seseorang yang merupakan titik temu dari berbagai
pertimbangan sehingga diperoleh suatu keyakinan, ketenangan,
ketetapan hati dan keseimbangan dalam jiwa yang
yang kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama dan dalam
keadaan tenang tidak dalam keadaan emosi.
Proses tumbuhkan kesadaran berbeda pada setiap orang
baik dalam hal kecepatan maupun dalam hal kualitas. Hal itu
tergantung pada kemampuan berpikir, penggunaan
rasa-perasaan, pertimbangan dan pembandingan.
Jadi kesadaran berfungsi sebagai acuan dasar yang akan
melandasi pada perbuatan/ tindakan berikutnya. Kesadaran
biasanya berlaku dalam waktu relatif lama tidak tergantung
tempat.
2. Faktor Aturan
Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan
dan perbuatan orang. Makin maju dan majemuk suatu
masyarakat makin besar peranan aturan dan dapat dikatakan
orang tidak dapat hidup layak dan tenang tanpa aturan. Oleh
karena peranan aturan demikian besar dalam hidup
bermasyarakat maka dengan sendirinya aturan harus dibuat,
dipatuhi dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai
dengan maksudnya.
Oleh karena setiap aturan pada akhirnya menyangkut
langsung ataupun tidak langsung kepada orang, maka masalah
manusia serta sifat kemanusiaannya harus menjadi
manusia sebagai subyek aturan, artinya mereka yang membuat,
menjalankan dan mengawasi pelaksanaan aturan itu, maupun
manusia sebagai obyek aturan, yaitu mereka yang akan dikenai
oleh aturan itu. Beberapa pertimbangan bahwa manusia sebagai
subyek aturan ditujukan kepada hal-hal yang penting, yaitu :
a. Kewenangan
Kewenangan erat hubungannya dengan sahnya
suatu perbuatan atau tindakan yang diambil, termasuk
pembuatan aturan yang akan mengikat berbagai pihak.
Aturan yang dibuat orang yang tidak berwenang adalah
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Mengenai
kewenangan itu biasanya sejak semula sudah ditetapkan
dalam ketentuan-ketentuan pokok organisasi, tentang
hak-kewajiban, kewenangan tanggung jawab dan tugas
pekerjaan.
b. Pengetahuan dan pengalaman
Dengan pengetahuan dan pengalaman itu ia dapat
memiliki pandangan jauh ke depan sehingga aturan yang
dibuat dapat menjangkau waktu yang cukup panjang karena
dapat mengantisipasi segala sesuatu yang berada 5 - 10
tahun yang akan datang. Itu tidak berarti bahwa aturan yang
dibuat menjadi kaku seakan-akan tidak dapat mengikuti
depan sudah dapat disiapkan setidak-tidaknya dapat
dibayangkan akan ada perubahan keadaan pada waktu yang
akan datang. Hanya perubahan itu tidak strategis melainkan
taktis.
c. Kemampuan bahasa
Bahasa tulisan merupakan cerminan dari kehendak
atau pikiran yang berbeda dengan bahasa lisan. Dalam
beberapa hal bahasa tulis yang mampu menerjemahkan
secara lengkap kehendak atau pikiran, lebih sulit daripada
bahasa lisan untuk hal yang sama. Pengertian yang tepat
dari bahasa tulis memerlukan berbagai syarat antara lain :
- Penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti. Bahasa yang digunakan dalam suatu aturan
hendaknya bahasa yang sudah cukup dikenal dalam
masyarakat baik arti maupun fungsinya.
- Susunan kalimat yang mudah dicerna, sederhana dan
dapat menggambarkan secara lengkap apa yang
dikehendaki.
d. Pemahaman oleh pelaksana
Petugas pelaksana yang kelak akan terlibat langsung
dengan aturan itu dan berhadapan dengan orang haruslah
memahami terlebih dahulu maksud dan arti aturan itu.
dengan orang yang berkepentingan, sehingga ia harus
mampu memberikan penjelasan serta pelayanan yang tepat
dan cepat.
e. Disiplin dalam pelaksanaan
Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap
aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang telah
ditetapkan. Maksud ditumbuhkannya disiplin kecuali
kepatuhan terhadap aturan juga tumbuhnya ketertiban dan
efisiensi. Ketaatan terhadap aturan tertulis sudah cukup
jelas karena semua aturan tertulis pada dasarnya adalah
terbuka agar diketahui oleh semua orang yang
berkepentingan.
3. Faktor Organisasi
Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda
dengan organisasi pada umumnya namun ada perbedaan sedikit
dalam penerapannya, karena sasaran pelayanan ditujukan
secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan
kehendak multi kompleks. Oleh karena itu organisasi yang
dimaksud disini tidak semata-mata dalam perwujudan susunan
organisasi melainkan lebih banyak pada pengaturan dan
mekanisme kerjanya yang harus mampu menghasilkan
pelayanan/ yang memadai.
adanya sarana pendukung yang berfungsi memperlancar
mekanisme itu. Sarana pendukung itu ialah sistem, prosedur
dan metode.
Organisasi pelayanan yang dimaksud disini ialah
mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur
maupun mekanismenya yang akan berperan dalam mutu dan
kelancaran pelayanan. Seperti sudah dikemukakan bahwa
sarana pendukung mekanisme kerja di dalam organisasi ialah
sistem, prosedur dan metode yang berfungsi sebagai tata cara
atau tata kerja agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan
dengan lancar dan berhasil dengan baik.
4. Faktor Pendapatan
Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang
sebagai imbalan atas tenaga dan atau pikiran yang telah
dicurahkan untuk orang lain atau organisasi, baik dalam bentuk
uang, natura maupun fasilitas dalam jangka waktu tertentu.
5. Faktor Kemampuan-Keterampilan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam
hubungan dengan tugas atau pekerjaan berarti dapat (kata
sifat/keadaan melakukan tugas atau pekerjaan sehingga
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan.
Kata jadian kemampuan dengan sendirinya juga kata sifat
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan atas dasar
ketentuan-ketentuan yang ada.
Selanjutnya mengenai keterampilan adalah kemampuan
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan
anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Dengan
pengertian ini dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih
banyak menggunakan unsur anggota badan daripada unsur lain.
Dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai
maka pelaksanaan tugas/pekerjaan dapat dilakukan dengan
baik, cepat dan memenuhi keinginan semua pihak, baik
manajemen itu sendiri maupun masyarakat.
6. Faktor Sarana Pelayanan
Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala
jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang
berfungsi sebagai alat utama pembantu dalam melaksanakan
pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan
orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja
itu. Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain :
a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat
menghemat waktu.
b. Meningkatkan produktivitas, baik barang atau jasa.
c. Kualitas produk yang lebih baik dan terjamin.
e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang
berkepentingan.
f. Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang
berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emosional
mereka.
Oleh karena itu peranan sarana pelayanan sangat
penting di samping sudah tentu peranan unsur manusianya
sendiri
2.2.4 Kualitas Pelayanan
2.2.4.1Penger tian Kualitas Pelayanan
Menurut Goetch dan Davis dalam Ariani (2003: 8) kualitas adalah
suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya.
Dengan demikian, yang dikatakan kualitas di sini adalah kondisi
dinamis yang bisa menghasilkan:
a. produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
b. jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
c. suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
d. lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
Feigenbaum dalam Nasution (2005: 3) mengemukakan bahwa
kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer
kepuasan sepenuhnya kepada konsumen sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Menurut Gasperz (2002: 181) kualitas pelayanan sering diartikan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan
atau kebutuhan.
Menurut Barata (2003: 6) kualitas pelayanan dapat dipandang dari
dua perspektif yaitu internal dan eksternal. Kualitas pelayanan internal
berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai organisasi/ perusahaan dengan
berbagai fasilitas yang tersedia, kualitas eksternal didasarkan pada
penyediaan jasa dan penyediaan barang. Poin yang penting adalah ukuran
kualitas pelayanan bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja
tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah
yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan
berdasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah segala upaya yang dilakukan organisasi dalam
memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan dengan berdasarkan pada
standar dan azas- azas pelayanan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal
yang memegang peranan penting dalam membentuk persepsi pelanggan
sehingga organisasi baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk
dapat menarik pelanggan dengan layanan yang dihasilkan karena
pelayanan seringkali membentuk image masyarakat terhadap organisasi
2.2.4.2Dimensi Kua litas Pelayanan
Menurut pendapat Berry dan Parasuraman dalam Nasution (2004:5)
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para
pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu :
1. Bukti Langsung (Tangibles)
Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan
memuaskan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberi
pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (Assurance)
Mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan
5. Empati
Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan.
Menurut Gasperz dalam Lukman (2002:2) ada beberapa dimensi atau
atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan yang
1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.
2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari
kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama bagi
mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal yaitu: operator
telepon, satpam, pengemudi, staf administrasi, kasir, dan lain-lain.
4. Tanggung jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan penanganan
keluhan dari pelanggan eksternal.
5. Kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana
pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet dan
banyaknya petugas yang melayani.
7. Variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-
pola baru dalam pelayanan, features (keistimewaan) dari pelayanan dan
lain-lain.
8. Pelayanan pribadi : berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan
khusus, dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi, ruang
dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan,
petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
10.Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan, ruang
2.2.5 Pelayanan Pendidikan dalam Pandangan Kebijakan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun
2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.pemberian bantuan
dan/atau kemudahan penderian dan/atau pengoperasian toko buku kategori
usaha usaha kecil milik masyarakat di daerah yang belum memiliki toko
buku atau jumlah toko bukunya belum mencukupi kebutuhan.kebijakan
perbukuan nonteks yang mendorong harga buku nonteks terjangkau oleh
rakyat banyak, pemberian subsidi atau penghargaan kepada penulis buku
nonteks dan nonjurnal-ilmiah yang berprestasi dalam pendidikan
informal,pemberian pengrgaan dalam pendidikan informal,pemberian
penghargaan kepada media masa yang berprestasi dalam menyiarkan atau
mempulikasikan materi pembelajaran informal kepada
masyarakat,pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang
berprestasi atau kreatif dalam menghasilkan filim hiburan yang sarat
pembelajaran informalat,pemberian penghargaan kepada tokoh masyarakat
yang berprestasi atau kreatif dalam pembelajaran informal masyarakat.
Permendiknas 63/2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan Dalam Bab III
a. Pemberian bantuan dan/atau kemudahan pendirian dan/atau
pengoperasian toko buku kategori usaha kecil milik masyarakat di
daerah yang belum memiliki toko buku atau jumlah toko bukunya
belum mencukupi kebutuhan;
terjangkau oleh rakyat banyak;
c. Pemberian subsidi atau penghargaan kepada penulis buku nonteks dan
nonjurnal-ilmiah yang berprestasi dalam pendidikan informal;
d. Pemberian penghargaan kepada media masa yang berprestasi dalam
menyiarkan atau mempublikasikan materi pembelajaran informal
kepada masyarakat;
e. Pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang berprestasi
atau kreatif dalam menghasilkan film hiburan yang sarat pembelajaran
informal;
f. Pemberian penghargaan kepada tokoh masyarakat yang berprestasi
atau kreatif dalam pembelajaran informal masyarakat;
g. Pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat yang sukses
melakukan pembelajaran informal secara otodidaktif;
h. Pemberian layanan ujian kesetaraan sesuai peraturan
perundang-undangan; serta
i. Kegiatan lain yang membantu dan/atau mempermudah pembelajaran
informal oleh masyarakat.
Acuan Mutu Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 10
(1)Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan atau program pendidikan
ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan acuan mutu, yaitu
a. SPM;
c. Standar mutu pendidikan di atas SNP.
(2) Standar mutu pendidikan di atas SNP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa :
a. Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal
b. Standar mutu di atas SNP yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi
standar internasional tertentu
Pasal 11
(1) SPM berlaku untuk:
a. satuan atau program pendidikan;
b. penyelenggara satuan atau program pendidikan;
c. pemerintah kabupaten atau kota; dan
d. pemerintah provinsi.
(2) SNP berlaku bagi satuan atau program pendidikan
(3) Standar mutu di atas SNP berlaku bagi satuan atau program pendidikan
yang telah memenuhi SPM dan SNP
(4) Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan lokal dapat
dirintis pemenuhannya oleh satuan pendidikan yang telah memenuhi
SPM dan sedang dalam proses memenuhi SNP.
Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan (Pasal 2) :
(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan luas biasa (Pendidikan Khusus)
menjadi Wewenang Pemerintah Provinsi.
(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk
kabupaten/kota.
(3) Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan
pendidikan berdasarkan standar pelayanan pendidikan minimal.
(4) Standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) meliputi jenis pelayanan hingga mencapai indikator kinerja
minimal.
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar
(SD/madrasah Ibtidaiyah (MI)) terdiri atas:
a. 95 persen anak dalam kelompok usia 7 – 12 tahun bersekolah di
SD/MI
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah
siswa yang bersekolah
c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional
d. 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi.
e. 90 persen guru SD / MI memiliki kualifikasi sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional
f. 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran
g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara 30 – 40 siswa
standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata
pelajaran membaca, menulis dan berhitung untuk kelas III dan
mata pelajaran bahasa, matematika, IPA, dan IPS untuk kelas V.
i. 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTS)).
Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan :
1. Setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan
kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran bahasa
Indonesia, matematika, IPA, dan IPS dengan perbandingan satu set
untuk setiap peserta didik;
2. Setiap SMP/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan
kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran
dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
3. Setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri
dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia
(globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan
poster/carta IPA;
4. Setiap SD/MI memiliki 10 judul buku pengayaan dan 10 buku
referensi, dan setiap SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan
dan 20 buku referensi;
5. Setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan,
termasuk merencanakan pembelajaran, membimbing atau melatih
6. Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34
minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut :
a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;
b) Kelas III : 24 jam per minggu
c) Kelas IV – VI : 27 jam perminggu; atau
d) Kelas VII – IX : 27 jam per minggu;
7. Satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8. Setiap guru ,menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang
diampunya;
9. Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk
membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
10.Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan
balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11.Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta
hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir
semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
12.Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan
akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian
akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan
rekapitulasi nya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau kantor
13.Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen
berbasis sekolah (MBS).
(2)Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas:
1. 60 persen anak dalam kelompok usia 16-18 tahun bersekolah di
SMA/MA dan SMK.
2. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang bersekolah.
3. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.
4. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar.
5. 90 persen dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi.
6. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
7. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara 30-40 siswa.
8. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standr nasional
mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran bahasa Inggris,
Matematika Dasar untuk kelas I dan II.
9. 25 persen dari lulusan SMA/MA melanjutkan ke Perguruan Tinggi
2.2.6 Ker angka Berfikir Penelitian
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
Kepmendiknas Nomor 129a/U/2008
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo
3.1 J enis Penelitian
Dalam penelitian ini membahas dan mengkaji tentang Kinerja
pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan. Bahasan dalam
kinerja pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan dasar ini akan
menjelaskan berbagai dimensi pelayanan pendidikan dasar yang dijadikan
barometer dalam melihat kinerja pada satuan pendidikan dasar tersebut.
Agar dimensi pelayanan pendidikan dasar pada satuan pendidikan dasar
dapat diungkap secara mendalam, maka dalam penelitian ini peneliti
dengan mempertimbangkan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut
Suryabrata (1983) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud
untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau
kejadian-kejadian. Dalam arti penelitian deskripsi ini adalah akumulasi
data dasar dalam cara deskriptif semata, tidak perlu mencari atau
menerangkan saling hubungan, menemukan hipotesis, membuat ramalan,
atau mendapatkan makna dan implikasi walaupun penelitian yang
bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga
metode-metode deskripsi. Dalam metode ini peneliti berusaha untuk
menggambarkan, menjelaskan, secara utuh dan komprehensif fenomena
selanjutnya membuat penafsiran dan menganalisis data yang
senyatanya/sewajarnya. Dengan metode ini diharapkan pada akhirnya
dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan dan dengan demikian
tujuan penelitian dapat tercapai.
3.2 Situs dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Waru dan SMA
Hangtuah 2 Waru Kabupaten Sidoarjo. Penentuan lokasi sekolah yang ada
di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo ini karena Kecamatan Waru
merupakan wilayah yang bersebelahan dengan wilayah Kota Surabaya.
Kondisi wilayah yang demikian menurut asumsi peneliti akan berpengaruh
terhadap upaya dari sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Waru untuk
senantiasa berusaha meningkatkan kualitas atau mutu sekolah. Sebab jika
tidak, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan berupaya untuk bisa
sekolah di Surabaya saja karena anggapan masyarakat sekolah di Kota
jauh lebih maju dibanding daerah. Inilah yang menurut peneliti suatu
keunikan dari wailayah yang dijadikan lokasi penelitian. Adapun
pengambilan situs penelitian di dua sekolah tersebut karena
masing-masing mempunyai karakterestik sendiri, yaitu :
1. SMA Negeri 1 Waru, adalah mewakilai sekolah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang oleh sebagian masyarakat
di wilayah tersebut termasuk sekolah yang maju..
2. SMA Hangtuah 2 Sidoarjo, adalah mewakili sekolah yang
banyak informasi masyarakat sekolah ini relatif maju dibandingkan
dengan sekolah swasta lain yang ada dilingkungan Kecamatan Waru.
3.3 Fokus Penelitian
Dengan memperhatikan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana
diatas, maka penelitian ini difokuskan pada:
a. Jumlah peserta didik dalam satu kelas; sasaran kajian dari fokus ini
adalah untuk mendiskripsikan kondisi dan meyakinkan bahwa satu
kelas jumlah murid tidak melebihi 40 orang murid
b. Ketersediaan ruang guru, Kepala Sekolah dan staf kependidikan;
sasaran kajian fokus ini adalah mendiskripsikan kondisi dan
meyakinkan bahwa terdapat ruang guru yang dilengkapi dengan meja
dan kursi untuk setiap guru, terdapat ruang kepala sekolah yang terisah
dengan ruang guru maupun staf kependidikan, dan ruang staf
kependidikan dengan sarana pelaksanaan tugas-tugasnya.
c. Rasio perbandingan guru dan murid; sasaran kajian fokus ini adalah
mendiskripsikan kecukupan rasio guru dengan murid dengan
perbandingan 1: 40.
d. Kulifikasi pendidik; sasaran kajian ini adalah mendiskripsikan
seberapa guru yang memiliki kualifikasi pendidikan/yang sudah
berijazah S1/D4 dan berapa yang sudah memiliki sertifikasi pendidik.
e. Ketersediaan buku teks dan buku untuk pengayaan; sasaran kajian
fokus ini adalah mendiskripsikan tentang ketersediaan buku teks
IPS serta buku-buku untuk pengayaan.
f. Ketersediaan alat peraga; sasaran kajian fokus ini adalah
mendiskripsikan ketersediaan alat peraga IPA.
g. Proses penyelenggaraan pembelajaran; sasaran kajian fokus ini adalah
mendiskripsikan tentang jumlah jam perminggu proses
penyelenggaraan pembelajaran baik untuk siswa maupun untuk guru.
h. Penerapan Kurikulum; sasaran kajian fokus ini mendiskripsikan
mengenai kurikulum yang digunakan dalam proses penyelenggaraan
pembelajaran.
i. Penerapan dan pengembangan guru; sasaran kajian fokus ini adalah
untuk mendiskripsikan persiapan guru dalam proses belajar dan
penerapan evaluasi guru untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik.
j. Supervisi kelas; sasaran fokus ini adalah mendiskripsikan supervisi
yang dilakukan kepala sekolah ke kelas-kelas dan umpan balik
terhadap guru-guru.
3.4 Sumber Data
Oleh karena lingkup penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
maka teknik pengumpulan sampelnya menggunakan cara purposive,
dimana peneliti memakai berbagai pertimbangan, yaitu berdasarkan
konsep teori yang digunakan, serta keingintahuan dari pada penelitian
tentang karakteristik pribadi dari obyek yang diteliti.
1. Informan, sebagai informan awal dipilih secara purposif, obyek
penelitian yang menguasai permasalahan yang diteliti (key informan).
Informasi selanjutnya diminta kepada informan awal untuk
menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi, dan
kemudian informan ini diminta pula untuk menunjukan orang lain
yang dapat memberikan informasi begitu seterusnya. Cara ini biasanya
lazim disebut sebagai snow ball yang dilakukan secara serial atau
berurutan. Pada penelitian ini yang dipandang sebagai informan
pertama adalah: Kepala Sekolah, guru-guru dan siswa/murid
2. Dokumen, yaitu teknik dokumentasi yang dipakai untuk memperoleh
data melalui bahan-bahan tertulis berupa Buku Pedoman Pendidikan/
kebijakan tentang pendidikan yang masih relevan dengan penelitian
yang dikaji. Teknik ini dilakukan untuk melangkapi informasi peneliti
di samping untuk mendukung teknik-teknik pengumpulan data yang
telah disebutkan di atas.
3. Tempat dan peristiwa sebagai sumber data tambahan dilakukan
melalui observasi langsung terhadap tempat dan peristiwa yang
berkaitan dengan pelayanan pendidikan dasar.
3.5 Instr umen Penelitian
Sedangkan yang digunakan sebagai alat/instrumen dalam penelitian
ini sesuai dengan fokus penelitian yaitu peneliti sendiri yang telah dibantu
dengan menggunakan alat-alat pedoman wawancara serta sarana
dokumentasi, tempat dan peristiwa. Instrumen tersebut disusun
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data didasarkan pada prinsip yang dianjurkan
oleh Naturalictic Approach yang melekat pada tradisi ilmu sosial (Lofland
& Lofland, 1984) mengarah pada situasi dan kondisi setting penelitian,
kejadian yang dialami oleh subyek penelitian individu atau kelompok atas
dasar latar belakang (biografi, histori dan hubungan) personal atau
kelompok yang terjalin. Oleh Lofland & Lofland, proses ini mencakup tiga
tahap kegiatan, yaitu:
a. Per siapan memasuki kancah penelitian (getting in)
Agar proses pengumpulan data dan informasi berjalan sesuai
rencana, peneliti terlebih dahulu telah menyiapkan segala sesuatu
diperlukan, baik kelengkapan bersifat administratif maupun semua
masalah dan persoalan berhubungan dengan setting dan subyek
peneltian untuk mencari relasi awal. Ketika berusaha memasuki lokasi
penelitian, peneliti harus menempuh pendekatan informal dan formal,
serta juga harus mampu menjalin hubungan yang akrab dengan
informan. Untuk itu agar diperoleh suatu data yang valid, peneliti
melakukan adaptasi dan proses belajar dari sumber data tersebut
dengan berlandaskan yang etis dan simpatik sehingga bisa mengurangi
jarak antara peneliti dengan para informan. Peneliti ber perilaku
dengan sopan, baik dalam kata bahasa dan bertindak. Pada tahap ini
yang diutamakan adalah bagaimana peneliti dapat diterima dengan
b. Katika berada di lokasi penelitian (getting along)
Di saat peneliti memasuki situs lokasi penelitian, maka
hubungan yang terjalin harus tetap dipertahankan. Kedudukan subyek
harus dihormati dan diberikan kebebasan untuk mengemukakan semua
persoalan, data serta informasi yang diketahui, peneliti tidak boleh
mengarahkan dan melakukan intervensi terhadap worldview subyek
penelitian. Imajinasi dan daya nalar peneliti harus diasah dan
dikembangkan untuk menangkap apa yang disampaikan, tindakan apa
yang dilakukan, apa yang dirasakan serta kerangka mental dari dalam
yang dimiliki subyek (emic). Berdasarkan emic yang diperoleh,
peneliti mencoba memahami, menafsirkan dan mencoba untuk
membuat pemaknaan baru atas worldview peneliti (etic).
c. Pengumpulan data (logging to data)
Untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan,
maka peneliti dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data,
yang terdiri dari: (1) Observasi; (2) wawancara secara mendalam
(in-dept interview); dan (3) dokumentasi, sehingga thick description
didapatkan. Sedangkan pencatatan data dan penulisannya dilakukan
dengan cara memanfaatkan bentuk-bentuk instrumen penelitian, di
antaranya: peneliti, field note, interview write ups, mapping,
3.7 Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal
penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh,
kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari
wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya
aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data. Teknis analisis data
dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (Miles dan
Huberman 1984 ; 15-21), seperti pada (Gambar 4) berikut:
Gambar 4 Analisis Data Model Inter aktif
Sumber: Miles dan Huberman
1. Reduksi Data
Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian
laporan yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data
kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang
pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema
atau polanya (melalui proses penyuntingan, pemberian kode dan
pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses
penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah
kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar
memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk
menarik kesimpulan sementara.
2. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dimasudkan agar lebih
mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini
merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu
sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut
kemudian dipilah-pilah dan disisihkan untuk disortir menurut
kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang sejenis untuk
ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi,
termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu
data direduksi.
3. Penar ikan Kesimpulan/Ver ifikasi
Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus
menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama
berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang
dikumpulkan, yaitu mencari pola tema, hubungan persamaan,
hipotetsis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang
masih bersifat tentatif.
Dalam tahapan untuk menarik kesimpulan dari
katagori-katagori data yang telah direduksi dan disajikan untuk selanjutnya
menuju kesimpulan akhir mampu menjawab permasalahan yang
dihadapi. Tetapi dengan bertambahnya data melalui verifikasi secara
terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded.
Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa akan selalu terus
dilakukan verivikasi selama penelitian berlangsung yang melibatkan
interpretasi peneliti. Analisis data merupakan suatu kegiatan yang
logis, data kualitatif berupa pandangan-pandangan tertentu terhadap
fenomena yang dikaji.
Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat suatu
kesimpulan yang benar. Dan ternyata kesimpulannya tidak memadai,
maka perlu diadakan pengujian ulang, yaitu dengan cara mencari
beberapa data lagi di lapangan, dicoba untuk diinterpretasikan dengan
fokus yang lebih ter arah. Dengan begitu, analisis data tersebut
merupakan proses interaksi antara ke tiga komponan analisis dengan
pengumpulan data, dan merupakan suatu proses siklus sampai dengan