DAMPAK PROGRAM BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA
TERHADAP KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DI KECAMATAN
PARBULUAN KABUPATEN DAIRI TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperolah Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH
Satri Togatorop
NIM 3103331052
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Satri Togatorop
Nim : 3103331052
Jurusan : Pendidikan Geografi
Fakultas : Ilmu Sosial
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan hasil jiblakan/plagiasi, maka
saya bersedia menerima sanksi atau hukuman atas perbuatan tersebut.
Medan, Juni 2014
Saya yang membuat pernyataan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang telah melimpahkan rahmat
dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak
program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012”. Adapun tujuan dari pada
penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun
berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan arahan baik secara moral, spiritual maupun
material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si, sebagai Rektor Universitas Negeri
Medan beserta stafnya.
2. Bapak Dr. H. Restu, M.S, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial sekaligus
sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis dalam melaksanakan penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan
sesuai dengan rencana
3. Bapak Drs. W. Lumbantoruan, M.Si, sebagai Ketua Jurusan Pendidikan
Geografi.
4. Ibu Dra. Asnidar, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
5. Ibu Dra. Minah Sinuhaji M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa.
6. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd, dan Bapak Drs. Kamarlin Pinem, M.Si, selaku
dosen penguji.
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Geografi yang telah memberikan bekal ilmu yang
tak ternilai hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Hajat Siagian yang telah memperlancar administrasi.
9. Kepala dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan Camat Parbuluan beserta
stafnya yang telah memberi kemudahan selama peneliti melakukan penelitian.
Serta seluruh responden yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan
selama perkuliahan dan sampai pada penyusunan skripsi.
11.Teman-teman di Jurusan Pendidikan Geografi, A ekstensi stambuk 2010
spesial buat Vhiwietri Geography: Serepia Carolina Purba, Dewi Mardelina
Siagian, yang telah menjadi sahabat setia selama penyusunan skripsi ini.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya jurusan geografi Universitas Negeri Medan.
Medan, Juni 2014 Penulis
ABSTRAK
Satri Togatorop, NIM 3103331052. Dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012. Skripsi. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap kondisi perumahan di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012. (2) Dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap kehidupan masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Parbuluan 30 desember 2013 sampai 30 januari 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan sebanyak 160 KK dengan sampel sebanyak 114 KK. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik komunikasi tidak langsung dan teknik studi documenter yang dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Rumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12
A. Kerangka Teori ... 12
B. Penelitian Yang Relevan ... 28
C. Kerangka Berpikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Lokasi Penelitian ... 33
B. Populasi dan Sampel... 33
C. Variabel Penelitian Dan Defenisi Operasional ... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ... 35
E. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 37
A. Kondisi Fisik ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Hasil Penelitian ... 45
B. Pembahasan Hasil ... 61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
No Uraian Hal
1. Klasifikasi MBR ...22
2. Luas Kecamatan Parbuluan per Desa Tahun 2012 ...37
3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012 ...40
4. Jumlah Penduduk Setiap Desa di Kecamatan Parbuluan 2011 ...41
5. Distribusi Lembaga Pendidikan di Kecamatan Parbuluan ...42
6. Sarana Kesehatan di Kecamatan Parbuluan ...43
7. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ...45
8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...47
9. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ...47
10. Jumlah Anak Penerima BSPS ...48
11. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Bantuan yang Diterima...49
12. Pencairan Dana Tahap I ...50
13. Pencairan Dana Tahap II...51
14. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Renovasi ...51
15. Proses Pengerjaan Bangunan ...52
16. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pengerjaan Bangunan ...53
17. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Sumber Daya Alam ...54
18. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Terhadap BSPS ...55
19. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan utama Tiap Bulan ...56
20. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Tabungan ...56
21. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mengatasi Kekurangan Dana ...57
22. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Rumah Setelah Dibangun ....58
23. Distribusi Responden Berdasarkan Dana Tambahan ...59
24. Distribusi Responden Berdasarkan Jaminan Atas PinjamanHutang ...60
DAFTAR GAMBAR
No Uraian Hal
1 Skema Kerangka Berfikir ...32
2 Peta Administrasi Kabupaten Dairi ...38
3 Peta Kecamatan Parbuluan ...39
4 Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat ...53
No Uraian Hal
1 Daftar Angket ...76
2 Lampiran ...81
2 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Skripsi...92
3 Surat Pengajuan Judul Proposal Penelitian ...93
4 Nota Tugas ...94
5 Lembar Persetujuan Seminar Proposal Penelitian ...95
6 Undangan Seminar ...96
7 Daftar Hadir Mahasiswa ...97
8 Berita Acara Perbaikan Proposal Penelitian ...98
9 Lembar Perbaikan Seminar Proposal Penelitian ...99
10 Persetujuan Penelitian ...100
11 Penerbitan Surat Izin Penelitian ...101
12 Surat Izin Mengadakan Penelitian ...102
74
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Bowo. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Prasarana Dasar Permukiman yang Bertumpu pada Swadaya Masyarakat di Kota Magelang. Tesis. Semarang: Program pascasarjana magister teknik pembangunan wilayah dan kota. Universitas Diponegoro.
Bryant corolie dan Louise. G. White (198). Manajemen pembangunan (alih bahasa
Riyanto. L), Jakarta : LP3ES.
Budihardjo, Eko. 1994. Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan, Perkotaan. Cetakan ketiga. Bandung: Gadjah mada University press.
Http://Bantuan-Stimulan-Pembangunan-Perumahan-Swadaya-Bsps. Tanggal diakses 3 Mei 2013/11.11 wib.
http:// Perumahan-Swadaya- Sosialisasikan-Program- Tanggal Diakses 19 Mei 2013/22.14 wib.
http://Pengentasan Kemiskinan di Desa Tanggal Diakses 21 Juni/ 2013/ 21.59 Wib.
Http://Program-Pembangunan-perdesaan-yang-Harus-Dilakukan-dalamPerencanaan-Pembangunan-Pemrdesaan/ Tanggal Diakses 21 Juni 2013/ 22.25 Wib.
Kartono, Kartini.1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV. Mandar Jaya.
Koestofer ,dkk. 1995. Perspektif Lingkungan Desa Kota. Jakarta: Ui Press.
Murniati, Heri. 2010. Subsidi Kpr-Rsh pada Perumahan Bumi Sudiang Permai, Makassar. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro.
Nugroho, Nanang Pujo (2010). Dinamika Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Nurhaida, H.S. 2003. Studi Implementasi Program Penataan Permukiman Kumuh di Kelurahan Mojosongo. Tesis. Surakarta: Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Panudju, B. 1999. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Bandung: PT. Alumni.
Peraturan Menteri Pembangunan Perumahan No.5/PERMEN/M/2007 tentang Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 08/Permen/M/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Stimulan Untuk Perumahan Swadaya Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Melalui Lembaga Keuangan Mikro/ Lembaga Keuangan Non Bank.
Pinem, Mbina. 2010. Geografi Permukiman. Diktat. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Negeri Medan.
Yudohusodo, Siswono, dkk. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Sugiharto, 2010. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah. Medan: USU press
Surat sekertariat daerah Pemprovsu no 648/1764/2012 tentang Kriteria yang Berhak Mendapat Bantuan Bedah Rumah.
Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
UU RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman .
UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang persyaratan rumah sehat.
UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses, (Edisi Revisi),Yogyakarta: Media Pressindo.
Wursanto, 1987. Pokok-pokok Perencanaan. Yogyakarta: Kanisius.
Yunus, Hadi.S. 1987. Geografi Perumahan dan beberapa Permasalahan Permukiman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kegiatan Pembangunan nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan internasional yang lazim disebut dengan Global Governance. Peranan
pemerintah dalam kegiatan perencanaan dan implementasi program-program
pembangunan adalah memacu pertumbuhan dalam negara, yang tercermin dalam
posisinya, antara lain pertama, sebagai pelaksana kebijaksanaan ekonomi; kedua,
sebagai konsumen, produsen, sekaligus investor; ketiga, sebagai pengelola
perusahaan (negara); dan keempat, sebagai pengatur masyarakat/ regulator,(Usman
,1985).
Pada hakikatnya pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu
masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan
keragaman kebutuhan dasar individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada
didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih
baik secara material maupun spiritual. Pembangunan yang didominasi oleh
pemikiran yang cenderung memandang proses pembangunan sebagai serangkaian
tahapan yang berurutan, yang pasti akan dialami oleh setiap negara yang disepakati
dan menjadi komitmen.
Masalah kualitas perumahan menjadi masalah di negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi juga terjadi di negara maju. Indonesia sebagai salah satu negara
yang berkembang tidak lepas dari masalah perumahan dan lingkungannya.Oleh
perdesaan, permasalahan yang ditimbulkannya pun mempunyai realisasi yang
berbeda pula.
Pembangunan desa dan masyarakat pedesaan terus didorong melalui peningkatan koordinasi dan peningkatan pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat sehingga mempercepat peningkatan perkembangan desa swadaya dan desa swakarsa menuju desa swasembada.(Ketetapan MPR II/MPR, 1998)
Pada kenyataannya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan
tersebut bukanlah hal yang mudah. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan
rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan
tentang fungsi rumah itu sendiri. Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya
rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni melalui program Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (Bsps) tahun 2012.
Masalah permukiman dipelajari dalam ilmu Geografi yang berwujud sebagai
study Geografi permukiman. Permukiman dalam arti sempit adalah rumah atau
tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal, sedangkan dalam arti luas adalah
perihal tempat tinggal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal.
Perhatian study Geografi permukiman secara kontinum eksistensinya dapat
digolongkan menjadi permukiman perkotaan atau (Rurban settlement), dan
permukiman perdesaan/Rural Settlement (Yunus, 1987)
Pada suatu artificial senttlement skala mikro, sorotan utamanya adalah pada
housing (Rumah). Komponen-komponen yang disoroti meliputi bangunan-bangunan
rumah yang digunakan untuk berlindung dari ancaman dari lingkungannya . Rumah
yaitu lingkungan sosio- cultural-fisik alami bangunan yang ada, baik secara
3
multidimensional, maka ia dipandang sebagai suatu proses yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan
institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan masalah kemiskinan.
Rumah merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai tempat tinggal dan menetap. Rumah sebagai kebutuhan pokok manusia, tidak hanya sebatas rumah sebagai bangunan tempat tinggal saja. Keberadaan rumah dapat berdimensi sosial, ekonomi, maupun budaya. Rumah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya karena pada hakekatnya rumah merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi. Dalam proses ini, individu diperkenalkan pada nilai dan adat kebiasaan yang berlaku (Siswono, 1991)
Kebutuhan manusia terhadap rumah berjenjang sesuai dengan tingkat
penghasilannya, yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis (tempat berlindung, tempat istirahat dll)
2. Rasa aman (beribadah, menyimpan barang dll)
3. Kebutuhan Sosial (sebagai sarana berinteraksi sosial)
4. Harga diri, kehormatan dan ego
5. Aktualisasi diri (Budiardjo, 1994)
Pemenuhan kebutuhan akan perumahan oleh masyarakat berpenghasilan
rendah sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, dan kita ketahui bahwa
pembangunan perumahan tidaklah dengan biaya yang sedikit, sehingga mereka tidak
mampu melakukannya sendiri, mengingat masyarakat berpenghasilan rendah yang
ada di kecamatan parbuluan adalah masyarakat yang mayoritas petani lebih
mengutamakan kebutuhan akan pangan jika dibandingkan dengan kebutuhan akan
Masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat yang
mengalami tekanan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang cukup lama dan dapat
menimbulkan budaya miskin”. Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB)
masyarakat berpenghasilan rendah adalah masyarakat yang tidak memiliki akses
dalam menentukan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka; secara sosial
mereka tersingkir dari institusi masyarakat; rendahnya kualitas hidup; buruknya etos
kerja dan pola pikir mereka serta lemahnya akses mereka terhadap aset lingkungan
seperti air bersih dan listrik. Menurut Permenpera No. 5/PERMEN/M/2007
masyarakat berpenghasilan rendah 2 adalah masyarakat dengan penghasilan dibawah
dua juta lima ratus ribu rupiah per bulan (Lewis dalam Budihardjo, 1991).
Memenuhi kebutuhan rumah yang dilakukan Pemerintah adalah dalam
rangka peningkatkan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sebagai kebutuhan dasar
manusia rumah merupakan syarat untuk memperoleh kesejahteraan. Bahkan suatu
tolak ukur kesejahteraan sebagaimana dituangkan dalam UU Nomor 4 tahun 1992
tentang “Perumahan dan Permukiman” bahwa rumah sebagai kebutuhan dasar
manusia, dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan juga berfungsi sebagai sarana
pembinaan keluarga, maka kebutuhan perumahan merupakan suatu kebutuhan yang
harus dipenuhi. Sudah menjadi kewajiban negara dalam rangka mensejahterakan
warganya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memenuhi
kebutuhan akan perumahannya.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.8/PERMEN/M/2006,
menyatakan “Perumahan swadaya diartikan sebagai rumah atau perumahan yang di
5
individu. Konsep perumahan swadaya lebih menekankan pada peningkatan
pembangunan dan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan”.
Menurut pendapat akhir Presiden terhadap RUU tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman dalam Rapat Paripurna DPR RI tahun 2010 di Gedung
Nusantara II DPR RI, Jakarta. “Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman secara keseluruhan mencerminkan adanya keberpihakan yang kuat
sekaligus memberikan kepastian bermukim terhadap masyarakat berpenghasilan
rendah,”. Bedah rumah masyarakat berpenghasilan rendah merupakan program
unggulan dalam Masterplan Percepatan Pengurangan dan Pengentasan Kemiskinan
(MP3KI), yang anggarannya masuk dalam pos belanja bantuan Kemenpera.
Sebanyak 18 Desa dari 8 Kecamatan di Kabupaten Dairi memperoleh dana
masing-masing Rp 250 juta dari APBN.
Realisasi bantuan bedah rumah dari kementerian perumahan rakyat sangat
menyentuh kebutuhan rakyat miskin yang ada di Kecamatan Parbuluan. Kediaman
sejumlah keluarga marginal bakal lebih layak dibanding kondisi sebelumnya, sebab
mengandalkan uang sendiri, perbaikan dirasa hal yang berat. Pemerintah Pusat
melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) memberikan Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya untuk tahun 2012 – 2013 ke Kabupaten Dairi sebesar
Rp 37,5 miliar yang di dalamnya termasuk Kecamatan Parbuluan. Dana untuk BSPS
atau dikenal bedah rumah itu diberikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR). Sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik) terdapat 15 ribu rumah tidak layak
huni di Dairi, Karena itu pemerintah menganggarkan biaya Rp 6 juta per rumah
Kondisi perumahan yang tidak layak huni masih dijumpai di Kecamatan Parbuluan,
pada tahun 2012 tercatat 559 unit rumah yang tidak layak huni yang tersebar di 11 desa, hal
ini didukung dengan adanya rumah yang lantainya masih terbuat dari tanah, dinding rumah
yang sudah lapuk/ rusak, tidak memiliki MCK, dan masih ada rumah panggung yang terlihat
tidak kokoh lagi. Kondidi perumahan yang terlihat di Kecamatan Parbuluan layak mendapat
perhatian dan bantuan dari pemerintah melalui program bantuan stimulam perumahan
swadaya (BSPS) untuk membantu masyarakat dengan latar belakang masyarakat
berpenghasilan rendah. Bagi masyarakat kecamatan Parbuluan BSPS menjadi
program yang sangat menyentuh kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah yang
ada di Kecamatan Parbuluan dan pemerintah juga berharap dengan adanya program
ini benar-benar memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan kondisi
perumahan masyarakat. Adapun kondisi fisik perumahan yang menjadi sasaran
program BSPS sekaligus dinilai tidak mampu memperbaiki atau memenuhi
kebutuhan perumahannya adalah berupa rumah yang lantainya terbuat dari tanah,
atapnya bocor, jendela yang tidak memiliki ventilasi yang cukup memadai, tidak
memiliki MCK, serta dinding rumah yang rusak. Dengan demikian Kecamatan
Parbuluan layak menjadi sasaran program BSPS.
Pada umumnya masyarakat sangat peka terhadap program bantuan
pemerintah dan mereka berusaha untuk menjadi sasaran bantuan tersebut. Demikian
halnya usaha pembangunan rumah layak huni di Kecamatan Parbuluan melalui
program seperti ini memang sangat baik dan sangat mulia kelihatannya. Dengan
program ini masyarakat dengan latar belakang berpenghasilan rendah mendapat
bantuan untuk perbaikan kondisi rumah. Program bantuan stimulan perumahan
swadaya tentu membawa dampak perubahan kondisi fisik perumahan bagi
7
bantuan stimulan perumahan swadaya. Akan tetapi program ini tidak sepenuhnya
memberikan dampak yang positif bagi mereka yang menerima bantuan tersebut. Jika
dampak positif dari program ini membawa perubahan kondisi fisik perumahan dari
tidak layak huni menjadi layak huni, namun dijumpai beberapa kendala atau bahkan
menjadi masalah bagi masyarakat penerima bantuan stimulan perumahan swadaya.
Mengingat dana atau biaya untuk pembangunan/ perbaikan rumah memerlukan biaya
yang besar, selain itu kerusakan kondisi fisik perumahan masyarakat tidaklah sama
sehingga bentuk perbaikannya juga akan berbeda. Masyarakat mengakui jika hanya
mengandalkan dana tersebut tidak cukup untuk pembangunan ataupun perbaikan
rumah mereka, sehingga masyarakat justru harus berusaha keras untuk mencari biaya
tambahan untuk menambah biaya yang dari pemerintah tersebut. Dalam kondisi
perekonomian lemah yang ada pada masyarakat tentu bukan hal yang mudah bahkan
menjadi ketegangan dan berat untuk mereka atasi.
Masalah keterbatasan dana yang dialami oleh masyarakat penerima dana
BSPS tidak sepenuhnya adalah kekurangan dari pemerintah, per lu diingat bahwa
dana BSPS hanyalah sebagai rangsangan kepada masyarakat, seharusnya
masyarakat penerima dana BSPS diutamakan masyarakat yang memiliki dana
simpanan atau tabungan yang telah diperuntukkan untuk pembangunan perumahan
mereka, dan ini juga menjadi kriteria penerima bantuan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yang tertuang dalam peraturan menteri perumahan rakyat nomor 06
tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan bantuan stimulan perumahan swadaya
yaitu didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau meningkatkan
kualitas rumah yang dibuktikan dengan: memiliki tabungan bahan bangunan, telah
yang dapat dijadikan dana tambahan BSPS, dan memiliki tabungan uang yang dapat
dijadikan dana tambahan BSPS. Hal inilah yang menjadi kendala yang dijumpai di
lapangan, masyarakat penerima BSPS secara umum tidak memiliki tabungan atau
dengan kata lain tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan, ini juga menjadi hal
yang sangat sulit diterapkan oleh pemerintah setempat ketika akan mendata
masyarakat penerima dana BSPS. Hal ini disebabkan masyarakat yang tidak
memiliki dana simpanan atau tabungan merasa diasingkan dan mereka menuntut
kepada perangkat desa karena merasa mereka lebih layak untuk dibantu. Setelah
menjalani proses sudah dipastikan masyarakat yang menerima dana BSPS akan
terkendala mencari dana tambahan yang pada akhirnya bermuara pada hutang.
Penelitian ini mengkaji bagaimana sebenarnya dampak program bantuan
stimulan perumahan swadaya terhadap kehidupan masyarakat dalam rangka
meningkatkan kualitas perumahan, yang dalam hal ini adalah masyarakat penerima
bantuan stimulan perumahan swadaya. Peneliti juga ingin mengkaji bagaimana
masyarakat mengatasi masalah yang dihadapi khususnya keterbatasan dan
kurangnya dana untuk perbaikan dan peningkatan kualitas perumahan di Kecamatan
parbuluan Kabupaten Dairi, mengapa terlihat adanya kesenjangan perubahan
kondisi fisik perumahan dengan jumlah (nominal) dana bantuan yang sama ( 6 juta ).
Adapun perbedaan yang dijumpai di lapangan adalah adanya rumah yang hanya
direnovasi sebahagian, (bagian atap saja, bagian lantai saja, atau MCK saja)
sementara itu ada juga perubahan kondisi fisik perumahan yang signifikan yaitu
terlihat beberapa rumah menjadi semi permanen, dan permanen.
Kesenjangan perubahan kondisi fisik perumahan setelah adanya program
9
lingkungan. Perbedaan geografis daerah akan berpengaruh terhadap dampak
program ini. Dalam hal ini sumber daya alam dan sumber daya manusia tentu akan
menjadi faktor yang sangat berperan mempengaruhi dampak program BSPS.
Ketersediaan sumber daya alam seperti pasir, batu, kayu tentu akan memberikan
keringanan bagi masyarakat demikian halnya sistem sosial dan kekerabatan dalam
proses pengerjaan/ pembangunan juga akan berpengaruh. Dengan demikian
penelitian ini akan mengkaji dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya
terhadap kondisi sosial di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dituliskan di atas, maka
masalah yang dapat diidentifikasikan dala m penelitian ini adalah : Dampak program
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya terhadap kondisi fisik perumahan di
Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012, Perubahan kondisi sosial
masyarakat penerima Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya setelah adanya
program BSPS, peran pemerintah untuk mensejahterahkan masyarakat
berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan akan perumahan, Perbedaan
kondisi fisik dan non fisik terhadap pelaksanaan pembangunan perumaha
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah penelitian, maka permasalahan penelitian
yang diidentifikasi tersebut perlu dibatasi agar penelitian ini lebih terarah. Berpegang
pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka permasalahan pada
penelitian ini dibatasi pada dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya
terhadap kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun
D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dituliskan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap
kondisi perumahan di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012?
2. Bagaimana dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya terhadap
kehidupan masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun 2012?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dirancangkan, maka tujuan penelitian
yang diharapkan adalah :
1. Untuk mengetahui dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya
terhadap kondisi perumahan di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi tahun
2012.
2. Untuk mengetahui dampak program bantuan stimulan perumahan swadaya
terhadap kehidupan masyarakat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi setelah
adanya program BSPS.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan rujukan
bacaan dan wacana baru untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan dampak
program bantuan stimulan perumahan swadaya di Kecamatan Parbuluan Kabupaten
Dairi. Secara rinci hasil penelitian diharapkan manfaat sebgai berikut :
1. Memberikan informasi tentang dampak program bantuan stimulan perumahan
swadaya terhadap kondisi perumahan di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi
11
2.
Memberikan informasi tentang kehidupan masyarakat penerima Bantuan StimulanPerumahan Swadaya di Kecamatan Parbuluan setelah adanya program BSPS.
3. Sebagai bahan masukan untuk pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam
penigkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi
kebutuhan akan perumahan.
4. Sebagai bahan bandingan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian lanjutan
atau sejenisnya.
5. Menambah wawasan peneliti tentang dampak program Bantuan Stimulan
45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data-data hasil penelitian yang telah diperoleh di
lapangan melalui alat pengumpul data primer berupa angket. Pemaparan data hasil
penelitian ini pada dasarnya berusaha mencari dan mengetahui bagaimana dampak
program bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) terhadap kondisi sosial dan
perumahan di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi tahun 2012 yang terdiri dari 114
responden yang tersebar di 3 Desa daerah penelitian yang meliputi Desa Bangun, Desa
Parbuluan IV, dan Desa Parbuluan V.
1. Identitas Responden
a. Umur Responden
Komposisi umur masyarakat penerima dana BSPS di Kecamatan Parbuluan dapat dilihat
pada tabel 8.
46
Dari tabel 8 terlihat bahwa masyarakat penerima dana BSPS di Kecamatan Parbuluan
tergolong dalam masyarakat yang produktif, dengan demikian swadaya masyarakat juga
tergolong tinggi . Suhardjo dan Patong dalam Simanjuntak. B, (1986) menyatakan
bahwa umur produktif manusia berkisar 15-45 tahun, komposisi usia demikian cukup
baik jika dilihat dari kapasitas kerja mereka dan diharapkan akan lebih dinamis dalam
mengikuti kegiatan pembangunan serta mempunyai kemampuan berusaha yang lebih
baik sebagai mana upaya untuk meningkatkan pendapatan.
b. Status Kepemilikan Rumah
Status kepemilikan rumah penerima dana bantuan stimulan perumahan swadaya
(BSPS) di Desa Parbuluan IV, Desa Parbuluan V, dan Desa Bangun Kecamatan
Parbuluan adalah 100 % milik sendiri. (Sumber Kantor Camat Tahun 2012). Status
kepemilikan rumah adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat
penerima BSPS yaitu milik sendiri. Rumah dengan status milik sendiri akan lebih
memotivasi dan lebih peduli akan kualitas perumahan karena akan dihuni dalam jangka
yang panjang atau bahkan sampai akhir hidupnya.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan masyarakat penerima BSPS masih tergolong rendah terlihat
bahwa banyak yang berpendidikan dasar saja (SD-SMP) sehingga masyarakat tidak
mampu untuk bersaing dalam lapangan pekerjaan dan hanya bisa bekerja di sektor
informal dibidang pertanian. Untuk mengetahui tingkat pendidikan penerima BSPS
Tabel 9. Disribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Tingkat
Pendidikan Desa Bangun
Desa
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
d. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat penerima BSPS, hasilnya
dapat dilihat pada tabel 10 .
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa bahwa masyarakat penerima BSPS di Kecamatan
Parbuluan pekerjaannya mayoritas sebagai petani, hal ini dipengaruhi tingkat pendidikan
yang masih rendah sehingga tidak mampu bersaing untuk dunia pekerjaan serta
didukung oleh kondisi fisik tanah yang subur yang cocok dijadikan lahan pertanian.
e. Jumlah Anak
Anak merupakan tanggung jawab bagi setiap orang tua. Banyaknya jumlah anak
48
biaya hidup, semakin banyak anak maka semakin banyak juga biaya yang diperlukan.
Untuk mengetahui jumlah anak yang dimiliki oleh para penerima BSPS di Kecamatan
Parbuluan, hasilnya dapat dilihat pada tabel 11, yang menunjukkan bahwa di kecamatan
parbuluan tepatnya di 3 desa yang menjadi objek penelitian angka kelahiran masih
tinggi, budaya yang menyatakan banyak anak banyak rejeki masih melekat, walaupun
sebenarnya banyak anak banyak kebutuhan juga.
Tabel 11. Jumlah Anak Masyarakat Penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
2. Gambaran Umum Pelaksanaan Program BSPS di Kecamatan Parbuluan
a. Pengetahuan Responden terhadap Syarat Syarat Penerima BSPS
Setiap penerima BSPS harus mengetahui syarat- syarat penerima BSPS hal ini
tentu sangat penting untuk menunjang kelancaran pembangunan perumahan. Seluruh
masyarakat penerima BSPS telah mengikuti sosialisasi tentang syarat-syarat penerima
BSPS yang dilakukan di tiap desa yang diatur oleh setiap kepala desa beserta stafnya
sesuai dengan syarat-syarat penerima BSPS.
b. BSPS sebagai Stimulan terhadap Masyarakat untuk Membangun Rumah.
Program BSPS yang dilaksanakan di kecamatan parbuluan diharapkan mampu
untuk membangun atau memperbaiki kondisi perumahan dari kondisi yang tidak layak
huni menjadi layak huni. Pada dasarnya kondisi perekonomian yang lemah menjadi
alasan yang kuat bagi mereka untuk tidak terfikirkan membangun rumah walaupun
kondisinya sudah tidak nyaman. Masyarakat tentu lebih mengutamakan kebutuhan akan
pangan, dan kebutuhan anak seperti kebutuhan sekolah dan yang lainnya, namun adanya
program BSPS ternyata sangat memotivasi masyarakat untuk membangun dan
memperbaiki rumah mereka, dan seluruh masyarakat penerima bantuan stimulan
perumahan swadaya mengakui alasan membangun dan memperbaiki rumah adalah
karena adanya program BSPS.
c. Bentuk Bantuan yang Diterima oleh Responden
Bentuk bantuan yang telah dirancang oleh pemerintah adalah bantuan dengan
nominal Rp. 6 juta. Dengan demikian masyarakat diberi kebebasan untuk merenovasi
bagian rumah yang dianggap perlu untuk direnovasi, dalam hal ini yang diutamakan
adalah bagian rumah yang sudah mengalami kerusakan yang lebih parah. Untuk
mengetahui bentuk bantuan yang diterima oleh masyarakat penerima BSPS dapat dilihat
pada tabel 12
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Bantuan yang Diterima di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Bantuan yang
50
Tabel 12 menunjukkan bahwa bentuk bantuan yang diterima oleh masyarakat
berbeda-beda yang disebabkan oleh adanya peraturan baru yang diterapkan oleh
pemerintah, khususnya pemerintah setelah adanya pertimbangan bahwa bantuan dalam
bentuk uang tunai dinilai kurang tepat karena hasilnya tidak maksimal yang disebabkan
adanya pengalihan dana BSPS untuk keperluan yang lainnya melihat keadaan tersebut
pemerintah mengalihkan bantuan dalam bentuk bahan bangunan.
d. Sumber bahan material
Salah satu kemudahan yang dirasakan oleh masyarakat penerima BSPS adalah
memperoleh bahan material. Masyarakat dibantu oleh tim pemberdaya masyarakat
(TPM) yang telah dihunjuk oleh pemerintah pada tiap-tiap daerah sehingga masyarakat
tidak membeli sendiri ke toko bangunan.
Contoh daftar bahan bangunan yang telah diajukan sesuai kebutuhan masyarakat
penerima BSPS kepada TPM dalam dua tahap pencairan dengan jumlah
Rp.3.000.000,00 seperti terlihat pada tabel 13 dan tabel 14.
Tabel 13. Pencairan Dana BSPS Tahap I Dalam Bentuk Bahan Bangunan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Jenis material Volume Satuan Harga satuan Jumlah (Rp)
Tabel 14. Pencairan Dana BSPS Tahap II Dalam Bentuk Bahan Bangunan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Jenis material Volume Satuan Harga satuan Jumlah (Rp)
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
e. Bentuk Renovasi yang Dilakukan Masyarakat Penerima BSPS
Bentuk renovasi yang dilakukan oleh masyarakat penerima BSPS dapat dilihat
pada tabel 15.
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Renovasi di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
Sumber : Data Primer Olahan, 2014.
Dari tabel dapat dilihat bahwa BSPS sangat merangsang masyarakat dalam perbaikan
rumahnya hal ini terlihat bahwa presentase renovasi total lebih tinggi dengan demikian
kualitas perumahan juga akan lebih tinggi.
f. Proses Pengerjaan Bangunan
Proses pengerjaan bangunan perumahan yang disarankan oleh pemerintah adalah
52
Perangkat desa juga diharapkan bisa mengarahkan masyarakat dengan cara membentuk
kelompok untuk bergotong royong, namun proses pengerjaan bangunan yang dilakukan
oleh masyarakat penerima BSPS berbeda-beda, seperti yang terlihat pada tabel 16.
Tabel 16. Proses Pengerjaan Bangunan yang Dikerjakan oleh Masyarakat di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Proses
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
Dari tabel 16 dapat dilihat penggunaan jasa ahli bangunan lebih tinggi dari pada
gotong royong hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu kurangnya kepercayaan kualitas
bangunan jika tidak dikerjakan oleh ahli, masyarakat merasa lebih lama jika melakukan
pembangunan melalui gotong royong walaupun sebenarnya system gotong royong
adalah system yang disarankan oleh pemerintah untuk mengurangi biaya pengeluaran
dari masyarakat, karena dengan menggunakan jasa ahli bangunan maka masyarakat
harus mehgeluarkan biaya lagi.
g. Waktu yang Dibutuhkan untuk Pengerjaan Bangunan
Untuk mengetahui waktu yang dihabiskan untuk proses pembanguan rumah
masyarakat di kecamatann Parbuluan dapat dilihat pada tabel 17. Pada tabel 17 terlihat
bahwa tidak ada pembangunan rumah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yaitu 100 hari setelah serah terima bantuan telah ditandatangani oleh
Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pengerjaan Bangunan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No
Sumber : Data Primer Olahan, 2014.
h. Penerima BSPS yang Memanfaatkan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) yang terdapat di Kecamatan Parbuluan dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Sumber Daya Alam Berupa Pasir di Desa Bangun Tahun 2014.
54
Sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menunjang pembagunan
perumahan adalah sumber daya alam berupa pasir, batu, dan kayu. Sumber daya alam
Kayu pada umumnya ada di 3 daerah penelitian, sementara sumber daya alam berupa
pasir dan batu ditemukan di dua daerah penelitian yaitu desa Parbuluan IV, dan Desa
Parbuluan V. Jumlah masyarakat penerima dana BSPS yang memanfaatkan sumber daya
alam di Kecamatan Parbuluan dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Sumber Daya Alam di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
Dari tabel 18 diatas dari 114 responden menunjukkan bahwa sumber daya alam
berupa kayu adalah sumber daya alam yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat
dengan demikian masyarakat tidak perlu membeli dari toko bangunan hal ini juga akan
mengurangi biaya masyarakat. Sementara untuk sumber daya alam berupa pasir dan batu
masyarakat masih mengeluarkan biaya karena keberadaan sumber daya alam tersebut
tidak dikelola oleh masyarakat setempat melainkan orang lain. Jika ada beberapa
orangyang bisa menikmatinya adalah karena alasan tertentu yaitu masih memiliki ikatan
keluarga dengan pihak pengelola, masyarakat yang masih tuan tanah, atau masyarakat
i. Tanggapan Masyarakat terhadap BSPS.
Tanggapan masyarakat terhadap dana BSPS adalah baik, bagi masyarakat
pemerintah telah membantu masyarakat melalui dana BSPS untuk perbaikan dan
pembangunan rumah mereka. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap dana
BSPS dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Distribusi Responden Menurut Tanggapan terhadap Program BSPS di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Tanggapan
Sumber : Data Primer Olahan, 2014.
Dari tabel 19 terlihat bahwa BSPS berhasil memotivasi masyarakat untuk
membangun/ memperbaiki kondisi perumahan, karena sebelum adanya program BSPS
masyarakat tidak terfikir untuk membangun/ memperbaiki rumah mereka, akan tetapi
walaupun dan bantuan 6 juta tidak cukup untuk pembangunan dan perbaikan perumahan
masyarakat mengakui BSPS adalah perangsang untuk membangun.
3. Keadaan Ekonomi Responden
a. Jumlah Penghasilan Utama.
Masyarakat penerima dana BSPS di Kecamatan Parbuluan adalah masyarakat
yang berpenghasilan rendah terbukti dari tingkat penghasilan masih rendah. Untuk
56
Tabel 20. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Utama Tiap Bulan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
Dari tabel 20 terlihat bahwa bahwa pendapatan masyarakat penerima dana BSPS
masih sangat rendah sehingga layak menjadi sasaran program BSPS.
b. Tabungan Masyarakat Penerima BSPS
Tabel 21 menunjukan bahwa Sebagian besar penerima BSPS tidak memiliki
dana simpanan atau tabungan, hal inilah yang menjadi kelemahan penerapan program
BSPS karena pada dasarnya masyarakat yang menjadi sasaran BSPS adalah masyarakat
yang sudah memiliki tabungan atau asset yang dapat digunakan sebagai dana tambahan
untuk biaya pembangunan sehingga keadaan ini juga yang memicu terjadinya beban
hutang yang harus ditanggung oleh masyarakat penerima BSPS.
Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Tabungan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Ada tidaknya
4. Masalah Dalam Pelaksanaan Program BSPS
a. Jenis Masalah
Pelaksanaan program BSPS pada dasarnya disambut baik oleh masyarakat
kecamatan Parbuluan. Namun pada pelaksanaanya kurangnya dana menjadi kendala
yang berat bagi masyarakat, karena dana BSPS tidak cukup untuk perbaikan dan
pembangunan rumah mereka. Seluruh masyarakat penerima dana BSPS di Parbuluan IV,
Parbuluan V, dan Desa Bangun, mengakui keterbatasan dana merupakan kendala yang
paling utama.
b. Cara Mengatasi Masalah
Masalah keterbatasan dana yang dihadapi oleh masyarakat penerima BSPS tidak
dibiarkan begitu saja. Masyarakat berusaha keras untuk mengatasi masalah tersebut, cara
yang ditempuh oleh masyarakat adalah dengan mencari pinjaman baik kepada saudara,
tetangga atau warga setempat, atau bahkan berutang pada toko bangunan.
Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Cara mengatasi Kekurangan Dana di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Cara mengatasi kekurangan dana
58
Dari tabl terlihat bahwa masyarakat pada umumnya berhutang kepada keluarga
hal ini juga untuk mengurangi resiko baik dalam hal jaminan atau bunga pinjaman yang
bisa dibicarakan secara kekeluargaan sebab jika meminjam kepada orang lain akan
terbebani dalam hal bunga atau jaminan. Masyarakat juga tidak melakukan pinjaman ke
Bank hal ini dikarenakan masyarakat tidak terlalu paham dengan prosedur yang
dianggap masih rumit dengan persyaratan-persyaratan dari pihak bank.
5. Dampak Sosial Program BSPS terhadap Responden
a.Kondisi Perumahan
Secara umum kondisi perumahan masyarakat jauh lebih baik dari kondisi
sebelumnya. Adanya peningkatan kualitas rumah dari kondisi tidak layak huni menjadi
layak huni menunjukkan keberhasilan dari program BSPS yang telah diterapkan oleh
pemerintah. Layak tidaknya kondisi perumahan masyarakat penerima BSPS hasilnya
dapat dilihat pada tabel 23.
Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Sesuai Tidaknya Kondisi Perumahan Setelah Program BSPS di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Kondisi setelah program BSPS
Gambar 8. Kondisi Fisik Rumah Mulai Dari 0% - 100 % dengan Status Layak Huni di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
Gambar 9. Kondisi Fisik Rumah Mulai Dari 0% - 100 % dengan Status Tidak Layak Huni di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
b. Dana Tambahan BSPS
Tambahan dana yang dikeluarkan masyarakat dapat dilihat pada tabel 24. Pada
tabel terlihat dari 114 responden menunjukkan bahwa besarnya tambahan biaya
tergantung pada bentuk renovasi yang dilakukan oleh masyarakat penerima BSPS.
Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Dana Tambahan di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Dana tambahan yang dikeluarkan
60
c. Jaminan atas Pinjaman
Mengatasi kekurangan dana dengan cara meminjam bagi sebahagian masyarakat
harus memberikan jaminan utang masyarakat. Adapun jaminan yang diberikan oleh
masyarakat adalah berupa tanah, rumah, dan hasil panen yang akan dipanen. Untuk
mengetahui jaminan pinjaman yang diberikan masyarakat, dapat dilihat pada tabel 25.
Tabel 25. Distribusi Responden Berdasarkan Jaminan atas Pinjaman/ Hutang di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Jaminan atas
Sumber : Data Primer Olahan, 2014
Dari data tabel 25 di atas terlihat bahwa sebagian besar masyarakat meminjam
tanpa ada jaminan, hal ini menunjukkan bahwa kekerabatan dan kepercayaan terhadap
masyarakat masih ada karena masyarakat yang meminjam tanpa jaminan pada umumnya
karena meminjam pada saudara atau famili, sementara yang menggunakan jaminan
adalah karena masyarakat meminjam pada masyarakat tanpa ada ikatan keluarga yang
dekat.
e. Beban Hutang.
Beban hutang merupakan dampak dari program BSPS. Beban hutang masyarakat
Tabel 26. Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidaknya Beban Hutang di Kecamatan Parbuluan Tahun 2012.
No Beban hutang Desa
Sumber : Data Primer Setelah, 2014
Dari tabel 26 menunjukkan bahwa beban hutang harus ditanggung oleh masyarakat
sebagai akibat dana BSPS senilai 6 juta tidak cukup untuk biaya perbaikan dan
pembangunan rumah. Dengan demikian dampak dari program BSPS selain membawa
perubahan dalam peningkatan kualitas rumah ternyata juga membawa beban hutang
terhadap kehidupan masyarakat.
B. Pembahasan
1. Dampak BSPS Terhadap Kondisi Perumahan di Kecamatan Parbuluan.
a. Kondisi Fisik Rumah
Peningkatan kualitas perumahan di Kecamatan Parbuluan merupakan dampak
dari pelaksanaan program BSPS yang secara umum berjalan dengan baik, hal ini terlihat
dari perubahan status perumahan masyarakat dari status tidak layak huni menjadi layak
huni. Peningkatan kualitas rumah dari tidak layak huni menjadi layak huni sebanyak
90,35% yang meliputi renovasi dinding, atap, lantai dan MCK, sementara rumah
dengan status tidak layak huni adalah rumah yang belum memenuhi kriteria rumah layak
huni Sebanyak 9,64%. Adanya rumah yang tidak layak huni yang ditempati oleh
masyarakat penerima dana BSPS pasca program BSPS 2012 adalah masyarakat dengan
62
tambahan untuk biaya perbaikan dan pembangunan rumah, masih terlihat kondisi rumah
yang dalam keadaan rusak. Secara umum kondisi rumah yang tidak layak huni adalah
kerusakan di bagian MCK 47,82 %, untuk bagian lantai yang masih rusak 30,43%,
bagian dinding 13,04%, dan untuk bagian atap yang masih rusak 8,69% dengan kata lain
masyarakat lebih mendahulukan perbaikan atap, dinding, sementara untuk lantai dan
MCK masih dibelakangkan. Perbedaan status rumah adalah gambaran perbedaan
swadaya masyarakat, semakin tinggi kualitas rumah yang dibangun oleh masyarakat
semakin tinggi pula swadaya masyarakat.
b. Bentuk Bantuan yang Diterima oleh Responden
Pemerintah telah menetapkan jumlah bantuan yang akan diberikan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun atau merenovasi perumahan
mereka dengan nominal enam juta rupiah. Pencairan dana dilakukan dalam 2 tahap,
dengan perhitungan 50 % tahap I dan 50 % tahap kedua. Adapun pencairan tahap kedua
jika dana pertama telah direalisasikan dengan baik yang dibuktikan dengan laporan
survey dari tim pemberdaya masyarakat (TPM) yang telah ditentukan pada tiap-tiap
daerah, selain pencairan dana yang bertahap penyaluran bantuan juga tidak serentak di
Kecamatan Parbuluan. Hal ini disebabkan masyarakat harus menyiapkan beberapa
berkas atau administrasi sehingga masyarakat yang cepat melengkapi berkas dan
persyaratan akan lebih dahulu menerimanya, namun beberapa masyarakat juga ada yang
terlambat mengurus berkas sehingga pencairan juga harus ditunda.Pada awalnya
pemerintah menyerahkan bantuan dalam bentuk uang tunai 50 % atau senilai tiga juta
rupiah, namun pencairan dana pertama dengan bentuk uang sebesar tiga juta rupiah
fungsikan oleh penerima pada akhirnya bisa mengakibatkan ketidak berhasilan
program ini sehingga pemerintah kembali mempertimbangkan bentuk bantuan yang
akan diberikan kepada masyarakat yang belum mengambil dana, dengan kata lain
masyarakat yang telah lebih dahulu menerima bantuan dalam bentuk uang tunai telah
memberikan pembelajaran serta pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil
langkah selanjutnya. Dengan kondisi ini pemerintah mengubah bentuk bantuan yang
akan diberikan kepada masyarakat tidak dengan uang tunai lagi tetapi dalam bentuk
bahan material bangunan, sehingga masyarakat yang terlambat mengurus berkas ternya
bernilai positif juga dimana dana BSPS digunakan dengan tepat (100 % dalam bentuk
material bangunan). Dalam hal ini TPM berpartisipasi aktif untuk membantu
masyarakat, dengan menetapkan satu toko bangunan yang dijadikan sebagai penyalur
material sementara masyarakat hanya memberikan daftar bahan bangunan yang mereka
butuhkan.
c. Bentuk Renovasi yang Dilakukan Masyarakat Penerima BSPS
Bentuk renovasi yang dilakukan oleh masyarakat tentu akan berbeda-beda hal ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah faktor ekonomi, serta kondisi fisik
rumah, karena tingkat kerusakan juga berbeda-beda. Beberapa masyarakat hanya
merenovasi atap, dinding, lantai, dan MCK yang mereka anggap yang lebih penting dan
perlu diperbaiki, hal ini juga dipengaruhi dengan kesanggupan dana masyarakat.
Sementara itu ada juga masyarakat yang melakukan renovasi total rumah mereka,
bahkan sampai pada bentuk permanen. Ada dua sisi pada masyarakat yang melakukan
renovasi total, pertama dana yang bisa dikelola lebih banyak / ekonominya lebih baik,
64
mereka berani meminjam / mencari dana tambahan yang lebih besar. Dari bentuk
renovasi yang dilakukan oleh masyarakat sebanyak 31,57 % adalah renovasi total
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa BSPS sangat memotivasi masyarakat untuk
memperbaiki/membangun rumah, hal ini terlihat dari swadaya masyarakat yang besar
terhadap program yang diterapkan oleh pemerintah, sementara masyarakat yang tidak
renovasi total lebih memilih untuk memperbaiki komponen rumah di bagian atap dan
dinding dengan alasan jika rumah bocor kenyamanan penghuni akan lebih terganggu
mengingat bahwa curah hujan di Kecamatan Parbuluan tergolong tinggi setiap tahunnya.
Selain itu Kecamatan Parbuluan yang berada di dataran tinggi menyebabkan cuaca
dingin keadaan ini menjadi alasan bagi masyarakat untuk memperbaiki dinding karena
dinding rumah yang rusak akan menyebabkan penghuni rumah kedinginan akibat angin
yang masuk melalui celah-celah dinding kususnya di malam hari sehingga akan
mengganggu waktu istrahat. Sementara itu komponen rumah seperti lantai dan MCK
tidak terlalu diprioritaskan oleh masyarakat dengan alasan lantai tanah atau lantai semen
yang rusak tidak terlalu bahaya jika dibandingkan dengan atap bocor dan untuk MCK
masyarakat bisa mengatasinya dengan menggunakan kama mandi umum atau lahan di
belakang rumah mereka.
d. Proses pengerjaan Bangunan
Proses pengerjaan bangunan yang disarankan oleh pemerintah adalah dengan
cara gotong royong, hal ini juga dimaksudkan untuk menekan biaya pengeluaran
masyarakat. dan perangkat desa telah mengatur pembagian kelompok yang sekaligus
untuk mereka bergotong royong. Selain mengurangi biaya pengeluaran tradisi bergotong
sistem kekerabatan sosial. Namun yang menjadi kelemahan bergotong royong adalah
waktu untuk pengerjaan akan cenderung lebih lama jika dibandingkan dengan
pengerjaan dengan ahli bangunan. Inilah yang menjadi pertimbangan bagi masyarakat
penerima BSPS, selain itu beberapa masyarakat juga lebih memilih untuk menggunakan
jasa ahli bangunan dengan asumsi hasilnya jauh lebih memuaskan, walaupun dengan
memakai jasa ahli bangunan masyarakat harus menambah biaya lagi hal ini terlihat
bahwa 63,15% masyarakat lebih memilih untuk menggunakan jasa ahli bangunan
dengan demikian dapat juga dilihat bahwa nilai gotong royong di Kecamatan Parbuluan
sudah mulai luntur.
e. Waktu yang Dibutuhkan untuk Pengerjaan Bangunan
Waktu pengerjaan rumah juga menjadi salah satu ketentuan yang harus dipatuhi
oleh masyarakat penerima BSPS, sesuai dengan keputusan pejabat pembuat komitmen
penyediaan rumah swadaya di wilayah sumatera tentang penetapan penerima dana BSPS
tahun anggaran 2012 di kabupaten Dairi, harus menyelesaikan peningkatan kualitas
perumahan dengan jangka waktu 105 hari terhitung sejak pengambilan dana pada buku
tabungan dari Bank. Penetapan waktu pengerjaan bangunan juga salah satu cara
pemerintah untuk memotivasi masyarakat agar lebih serius dalam pembangunan yang
sedang dilakukan, jika masyarakat tidak memenuhi waktu yang telah ditentukan akan
dikenakan sanksi berupa denda. Penetapan peraturan tentang waktu pengerjaan
bangunan di Kecamatan Parbuluan bisa terlaksana dengan baik, hal ini dibuktikan
dengan pengerjaan bangunan tidak melebihi batas waktu yaitu 105 hari, masyarakat
penerima BSPS bisa menyelesaikan bangunan rumah tidak lebih dari 3 bulan. Lamanya
66
volume bangunan yang dikerjakan ternyata tenaga yang mengerjakan juga menjadi
sangat penting, rumah yang dikerjakan oleh ahli bangunan sebanyak 63,15% di
Kecamatan Parbuluan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu selama 30 hari
sementara itu bangunan yang dikerjakan oleh sistem gotong royong lebih membutuhkan
banyak waktu yaitu 60 hari.
2. Dampak BSPS terhadap Kondisi Kehidupan Masyarakat.
a. Beban Hutang.
Beban hutang harus ditanggung oleh masyarakat penerima BSPS di Kecamatan
Parbuluan, masyarakat dengan latar belakang berpenghasilan rendah dan pada umumnya
tidak memiliki tabungan harus mencari dana tambahan dengan cara berhutang. Hal ini
sudah menjadi konsekuensi yang harus diterima dan masyarakat juga mengakui mereka
sudah iklas dengan hal itu. Jika peningkatan kualitas rumah sudah mereka dapatkan
maka beban hutang adalah hal yang tidak bisa mereka hindari, dengan demikian BSPS
membawa dampak terhadap kondisi perumahan dan membawa dampak terhadap kondisi
kehidupan masyarakat di Kecamatan Parbuluan. Beban hutang yang harus ditanggung
oleh masyarakat adalah sebagai akibat dari kelemahan penerapan peraturan/ syarat
penerima dana BSPS, yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang telah
memiliki tabungan atau aset lain yang dapat dijadikan sebagai sumber dana tambahan
tapi pada kenyataannya sebanyak 76,31% masyarakat penerima BSPS tidak memiliki
tabungan sehingga untuk mencari dana tambahan pembangunan rumah mereka adalah
dengan cara meminjam/hutang. Sementara itu 23,68% masyarakat yang memiliki
tabungan sekalipun ternyata harus menanggung hutang juga hal ini dikarenakan
terlihat bahwa 97,36 masyarakat adalah berhutang, sementara masyarakat sebanyak
2,63% yang tidak menanggung hutang adalah masyarakat yang dibantu oleh keluarga
dengan sukarela misalnya bantuan dari anak-anak mereka yang sudah bekerja dan
masyarakat yang hanya sedikit merenovasi bagian rumah, misalnya dinding saja,atau
atap saja.
Rendahnya pendidikan masyarakat penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan
juga menjadi salah satu alasan untuk masyarakat kurang memahami program BSPS.
Kurangnya pemahaman akan program pemerintah ini yang beranggapan bahwa bantuan
pemerintah ditujukan bagi seluruh masyarakat miskin/ kurang mampu, sehingga
masyarakat berusaha untuk menjadi sasaran penerima bantuan tanpa memikirkan akibat
yang harus mereka tanggung.
b. Dana Tambahan BSPS.
Dana tambahan merupakan dana yang harus dikeluarkan setiap masyarakat
dengan kata lain dana diluar dari BSPS. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab bagi
seluruh masyarakat penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan mengingat dana dari
pemerintah hanya sebagai stimulan. Dana tambahan yang dikeluarkan oleh masyarakat
berbeda-beda hal ini disebabkan bentuk bangunan dan renovasi yang dilakukan oleh
masyarakat juga berbeda-beda, semakin besar renovasi yang dikerjakan maka semakin
besar pula dana tambahan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat, selain itu masyaakat
yang menggunakan jasa ahli untuk pengerjaan bangunan tentu akan menambah biaya
yang lebih jika dibandingkan dengan masyarakat yang bergotong royong. Penambahan
dana oleh masyarakat maksimal sampai 15 juta tentu bukan hal yang mudah mengingat
68
penghasilan dibawah 1 juta. Adanya penambahan dana yang dilakukan oleh masyarakat
mengharuskan masyarakat untuk meningkatkan intensitas bekerja. Intensitas kerja
masyarakat semakin meningkat, hal ini juga sebagai bukti bahwa swadaya masyarakat
juga tinggi, dan seluruh masyarakat penerima BSPS melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan pendapatan. Menjadi buruh juga salah satu cara masyarakat untuk
mendapatkan uang untuk mentupi pinjaman sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan.
c. Jumlah Penghasilan Utama.
Pendapatan merupakan balas jasa yang diterima seseorang setelah melakukan
suatu kegiatan tertentu. Dari berbagai jenis aktifitas manusia yang dilakukan apalagi
bernilai ekonomi tentunya mengharapkan imbalan dari apa yang dilakukannya. Hal ini
merupakan salah satu indikator dalam menentukan sejauh mana tingkat perekonomian
para Penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan, semakin tinggi jumlah pendapatan
kesejahteraan keluarga juga akan lebih meningkat. Jumlah penghasilan utama atau
pendapatan masyarakat penerima dana BSPS di Kecamatan Parbuluan masih tergolong
rendah sebanyak 63,15% masyarkat penerima BSPS adalah dengan penghasilan dibawah
1 juta inilah yang menjadi alasan bahwa masyarakat di Kecamatan Parbuluan layak
menjadi sasaran program BSPS. Rendahnya pendapatan masyarakat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan yang rendah yang membuat masyarakat tidak bisa bersaing untuk
mendapatkan pekerjaan dan hanya bisa bekerja di sektor pertanian bahkan hanya bisa
mengelola ladang dengan keahlian yang rendah juga. Hal inilah yang menjadi alasan
d. Ada Tidaknya Tabungan Masyarakat Penerima BSPS.
Perumahan swadaya diartikan sebagai rumah atau perumahan yang di bangun
atas prakarsa dan upaya masyarakat baik secara berkelompok maupun secara individu.
Konsep perumahan swadaya lebih menekankan pada peningkatan pembangunan dan
pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberian stimulan untuk perumahan
swadaya dimaksudkan untuk mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
untuk membangun atau memperbaiki perumahan agar dapat menempati rumah dan
lingkungan yang layak huni. Dengan demikian masyarakat harus lebih berupaya untuk
perbaikan atau pembangunan perumahan, dengan kata lain masyarakat harus lebih aktif
dengan stimulan yang diberikan oleh pemerintah.
Untuk menunjang pembangunan yang bertumpu pada swadaya masyarakat
diharapkan telah memiliki dana simpanan atau tabungan yang telah dipersiapkan untuk
perbaikan atau pembangunan rumah. Dengan demikian program BSPS akan berjalan
lebih lancar. Hal ini juga menjadi kriteria penerima bantun BSPS yang telah ditetapkan
pemerintah yaitu didahulukan yang telah memiliki rencana membangun atau
meningkatkan kualitas rumah yang dibuktikan dengan: memiliki tabungan bahan
bangunan, telah mulai membangun rumah sebelum mendapatkan bantuan stimulan,
memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan BSPS dan memiliki tabungan
uang yang dapat dijadikan dana tambahan BSPS dan ternyata 76,31% masyarakat
penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan dengan latar belakang berpenghasilan rendah
tidak memiliki tabungan, hal ini disebabkan pendapatan yang diperoleh sangat sedikit
masyarakat juga mengakui pendapatan yang tidak menetap sangat tidak memungkinkan
70
sehari-hari. Tidak adanya tabungan masyarakat menjadi kelemahan pelaksanaan
pembangunan bahkan pemicu adanya hutang masyarakat. Pemerintah setempat
mengakui kesulitan untuk menerapkan hal ini, banyak masyarakat tidak terima dengan
hal itu, mereka justru menuntut bahwa mereka yang tidak memiliki tabungan adalah
masyarakat berpenghasilan rendah serta menjadi alasan untuk ditolong sehingga
pemerintah akhirnya mengikutsertakan masyarakat yang tidak memiliki tabungan,
dengan syarat bahwa masyarakat telah bersedia mencari biaya tambahan dengan usaha
mereka sendiri.
e. Masalah dalam Pelaksanaan Program BSPS.
Permasalahan yang paling mendasar dalam pelaksanaan program BSPS di
Kecamatan Parbuluan adalah dalam hal kekurangan dana. Dana bantuan dengan nominal
enam juta rupiah bukanlah dana yang cukup untuk pembangunan sebuah rumah. Jumlah
dana yang diberikan oleh pemerintah tentu tidak cukup, sehingga kekurangan dana
menjadi masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat penerima BSPS di Kecamatan
Parbuluan. Adanya masalah kekurangan dana yang dihadapi oleh masyarakat adalah
sebagai konsekuensi tabungan yang tidak dimiliki oleh masyarakat penerima BSPS.
f. Cara Mengatasi Masalah.
Cara yang ditempuh untuk mengatasi masalah kekurangan dana yang dialami
oleh masyarakat penerima BSPS di Kecamatan Parbuluan adalah dengan cara mencari
pinjaman sebagai dana tambahan, jika tidak maka pembangunan rumah mereka tidak
akan tercapai atau dalam kondisi yang tanggung. Pinjaman yang dilakukan oleh
msyarakat secara umum adalah kepada saudara, tetangga, dan ada juga yang utang
dari saudara dengan demikian masyarakat masih terbantu berbeda halnya dengan
masyarakat yang meminjam pada warga setempat atau berhutang bahan pada toko
bangunan pada umumnya mereka harus memberikan jaminan atas pinjaman tersebut
g. Jaminan atas Pinjaman
Mengatasi kekurangan dana dengan cara meminjam bagi sebahagian masyarakat
harus memberikan jaminan hutang masyarakat. Adapun jaminan yang diberikan oleh
masyarakat adalah berupa tanah, rumah, dan hasil panen dari ladang mereka, jika
mereka tidak menepati waktu pengembalian maka tanah, rumah atau jaminan lainnya
yang akan berpindah kepada orang yang telah memberikan pinjaman. Sebanyak 42,9 %
masyarakat memberikan jaminan atas pinjaman itu artinya sebanyak 42,9% masyarakat
beresiko kehilangan tanah, rumah dan hasil panen apabila tidak bisa mengembalikan
pinjaman tersebut. Pada umumnya pengadaan jaminan adalah bagi masyarakat yang
meminjam pada tetangga, atau hutang pada toko akan tetapi jika pinjaman adalah pada
saudara pada umumnya mereka tidak memberikan jaminan tetapi dengan modal
kepercayaan dan kekeluargaan.
h. Masyarakat yang Memanfaatkan Sumber Daya Alam.
Sumber daya alam adalah segala bentuk kekayaan alam yang tersedia di alam
yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber
daya alam yang tersedia di Kecamatan Parbuluan yang dapat digunakan sebagai bahan
material bangunan adalah batu, pasir, dan kayu. Sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa harus membeli adalah kayu. Masyarakat
Kecamatan Parbuluan yang mayoritas adalah petani yaitu sebanyak 50 % pada