• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA S K R I P S I"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN

SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Emiliana Roma NIM: 151124001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

i

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN

SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Emiliana Roma NIM: 151124001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(3)

ii S K R I P S I

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN

SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA

Oleh:

Emiliana Roma NIM: 151124001

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

Dr. Bernardus Agus Rukiyanto,SJ Tanggal 28 Juni 2019

(4)

iii S K R I P S I

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN

SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA

Dipersiapkan dan ditulis oleh

Emiliana Roma NIM: 151124001

Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 11 Juli 2019

dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua : Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, SJ ...

Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. ...

Anggota : 1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, SJ ...

2. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. ...

3. Mario Tomi Subardjo, SJ S.S.,M.Hum., L.S.L. ...

Yogyakarta, 11 Juli 2019

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kongregasi Suster-Suster Fransiskan Santo Georgius Martir (FSGM) yang telah menerima saya dalam persaudaraan para suster FSGM Provinsi St.

Yusuf Pringsewu Indonesia.

Sr. M. Aquina FSGM dan para suster yang selalu mendamping, dan memberi kesempatan kepada saya untuk mengembangkan diri dalam tugas perutusan dan

persaudaraan FSGM.

Keluarga dan semua orang yang mendukung panggilan saya, serta semua sahabat yang dengan setia membantu dan menemani saya dalam menjalani panggilan

hidup ini.

(6)

v MOTTO

“Tuhan adalah setia.”

(2 Tes 3:3a)

“Di mana ada kemiskinan bersama suka-cita di situ tidak ada ketamakan dan kesombongan.”

(Petuah St. Fransiskus Asisi)

“Cinta akan kemiskinan, gembira dalam berkarya, dan setia dalam doa.”

(Mdr M. Anselma Bopp)

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layak karya ilmiah.

Yogyakarta, 11 Juli 2019 Penulis

Emiliana Roma

(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Emiliana Roma

NIM : 151124001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis berjudul:

PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA.

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dan membentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 11 Juli 2019 Yang menyatakan

(Emiliana Roma)

(9)

viii ABSTRAK

Judul Skripsi ini adalah PENGARUH PENGHAYATAN KAUL

KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER

FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA. Menulis skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis dan juga Kongregasi terhadap kehidupan religius di zaman ini dalam menghayati kaul kemiskinan dan persaudaraan. Dilihat dari realitas yang ada bahwa suster-suster yang telah mengikrarkan kaul berusaha setiap hari untuk menghayati kaul yang tentunya sejalan dengan spiritualitas Ibu Pendiri. Di zaman yang modern ini ada kecenderungan bahwa dalam menghayati kaul kemiskinan dan persaudaraan hanyalah sebagai peraturan bukan atas kesadaran yang harus dimiliki oleh kaum religius.

Berdasarkan keprihatinan di atas, maka skripsi ini dibuat dengan maksud untuk semakin membantu kaum religius khususnya suster-suster FSGM di wilayah Jawa dalam usaha menghayati dan mewujudkannya. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, penulis menggunakan metode analisis deskriptif berdasarkan pengalaman hidup bersama dalam komunitas, wawancara dan penyebaran angket kuesioner. Penulis juga menggunakan studi pustaka agar memperoleh gagasan- gagasan yang mendukung dalam penghayatan kaul kemiskinan dan persaudaraan yang sesuai dengan spiritualitas FSGM. Dari penelitian terhadap suster-suster FSGM di wilayah Jawa baik suster yunior, medior dan senior, penulis menemukan bahwa suster-suster masih membutuhkan pembinaan lanjutan dalam komunitas supaya dapat membantu mereka dalam penghayatan kaul kemiskinan dan persaudaraan .

Berdasarkan hasil tersebut, maka penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi.

Penulis berpendapat bahwa kegiatan rekoleksi dapat membantu suster-suster FSGM dalam usaha menghayati kaul kemiskinan dan persaudaraan. Dengan satu harapan bahwa setelah mengikuti rekoleksi kehidupan suster-suster dalam menghayati dan mewujudkan kemiskinan dapat berubah dan berbuah nyata dalan semangat kemiskinan dan persaudaraan di zaman yang penuh dengan tantangan baik yang datang dari dalam maupun dari luar diri sendiri.

(10)

ix ABSTRACT

The title of this undergraduate thesis is THE INFLUENCE OF THE VOW OF POVERTY IN THE SISTERHOOD OF FRANCISCAN SISTERS OF SAINT GEORGY MARTYR IN JAVA AREA. The writer of this undergraduate thesis starts from the concerns of the writer and also of the Congregation on religious life in this era in living the vow of poverty and sisterhood. It is seen from the reality that the sisters who have made vows try to live the vows every day which are certainly in line with the spirituality of the foundresr. In this modern age, there is a tendency that in living the vow of poverty and sisterhood only as a rule not for the awareness that must be possessed by religious people.

Based on the above concerns, this undergraduate thesis was made with the intention of further assisting the religious especially the FSGM sisters in the Java region in effort to live up to it and to make it happen. This research is a descriptive qualitative, the writer applies descriptive analysis method based on experiences of living together in communities, interviews, and questionnaires. The writer also uses literature to obtain ideas that support the living of poverty and sisterhood in accordance with the spirituality of FSGM. From the research on FSGM Sisters in Java area both junior sisters, mediators and seniors the writer found that the Sisters still need on going formation in the community to help them in living the vow of poverty and sisterhood.

Based on the result of the research the writer proposes recollection. The writer argues that recollection can help FSGM sisters in effort to live up to the vow of poverty and sisterhood. Hopefully after attending the recollection, the sisters' life in living and manifesting poverty can change and bear fruit in the spirit of poverty and sisterhood in an era full of challenges both coming from within and from outside ourselves.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan puji syukur atas kehadiran Tuhan yang Maha Kuasa melalui rahmat dan kasih-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FSGM DI WILAYAH JAWA.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberi masukan bagi kaum religius mengenai pentingnya penghayatan kaul kemiskinan demi membangun hidup persaudaraan antar sesama kaum religius dalam Kongregasi. Skripsi ini juga sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Program Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik.

Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta keterlibatan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan limpah terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis selama menjalankan proses perkuliahan di kampus dan juga sebagai dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan penuh kesabaran, ketulusan dan kesetiaan mendampingi dan membimbing penulis hingga akhir menulis skripsi.

(12)

xi

2. Drs. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang setia mendampingi penulis dari awal studi di Kampus PAK.

3. Mario Tomi Subardjo, SJ, S.S., M.Hum., L.S.L selaku dosen penguji III yang telah meluangkan waktu dalam mendampingi penulis pada saat ujian berlangsung.

4. Para Romo dan segenap staf dosen Prodi PAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma, yang telah mendukung penulis selama menjalani perkuliahan dengan pengetahuan, ketrampilan, dan spiritualitas sebagai pewarta.

5. Segenap staf sekretariat dan perpustakaan Prodi PAK, dan segenap karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

6. Sr. M. Aquina, FSGM dan para Dewan Provinsi St. Yusuf Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

7. Sr. M. Anita, FSGM dan para suster di Komunitas St. Maria Yogyakarta atas doa, dukungan, penghiburan, kekuatan, motivasi, dan persaudaraan yang penulis alami selama tinggal di komunitas ini. Penulis merasakan kasih dan persaudaraan dalam cinta yang diberikan oleh komunitas terutama selama menyelesaikan skripsi ini.

(13)

xii

8. Pemimpin Komunitas dan para suster FSGM di Komunitas Kampung Ambon, Dalem, dan Baturetno yang telah memperkenankan penulis untuk mengadakan penelitian di Komunitas dan juga yang telah mendukung penulis melalui doa, perhatian dan semangat.

9. Para suster FSGM yang bersedia untuk menjadi nara sumber penelitian ini.

10. Para suster dalam persaudaraan FSGM dan teman angkatan yang selalu memberikan doa serta dukungan dengan caranya masing-masing.

11. Teman-teman angkatan 2015, atas bantuan, dukungan dan perhatian serta segala bentuk kerja sama yang baik selama berproses belajar dan penulisan skripsi.

Para sahabat dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini mau bersimpati dan berempati terutama dalam proses penulisan sampai penyelesaian skripis ini.

Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Maka dengan sangat penulis mengharapkan usulan, saran, kritikan dari para pembaca, agar isi dari skripsi ini akan menjadi lebih baik dan berguna bagi banyak orang.

Yogyakarta 11 Juli 2019 Penulis

Emiliana Roma

(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

Moto ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian 5

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II MAKNA KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR ... 8

A. Landasan Kaul Kemiskinan ... 8

B. Pengertian Kaul Kemiskinan ... 8

1. Kemiskinan Injili ... 11

2. Miskin dalam Roh ... 12

3. Miskin akan harta ... 13

C. Makna Kaul Kemiskinan ... 14

(15)

xiv

1. Secara umum ... 14

a. Yesus satu-satunya yang bernilai ... 15

b. Kemiskinan memperkaya orang lain ... 16

c. Semangat murah hati ... 17

d. Memberi kesaksian zaman ini ... 18

2. Menurut tarekat FSGM ... 19

a. Menjadi kemiskinan Injili ... 20

b. Hubungan harta benda ... 20

c. Mengalami hidup orang miskin ... 21

D. Tantangan Kaul Kemiskinan di Zaman Sekarang ... 21

1. Tantangan dari diri sendiri ... 22

a. Nafsu akan harta benda ... 22

b. Kemalasan ... 22

c. Kelekatan tidak teratur ... 22

d. Egoisme ... 23

2. Tantangan dari luar diri ... 23

a. Kemajuan teknologi ... 23

b. Budaya instan ... 24

c. Budaya konsumeristik ... 24

d. Budaya materialisme ... 24

e. Budaya relativisme ... 25

f. Godaan roh jahat ... 25

3. Menyikapi tantangan kaul kemiskinan ... 26

a. Persatuan pribadi dengan Tuhan ... 26

b. Membangun semangat lepas bebas ... 27

c. Kemampuan berdiskresi ... 27

d. Sikap tegas terhadap godaan ... 28

e. Mendalami makna kaul ... 28

E. Hidup Persaudaraan dalam Komunitas ... 28

1. Faktor-faktor pemersatu dalam persaudaraan ... 29

(16)

xv

a. Kehadiran Kristus ... 29

b. Bersama-sama menyatu dengan Kristus ... 30

c. Kekuatan anggota-anggotanya ... 30

d. Otoritas dan struktur hidup ... 31

2. Dimensi hidup bersama ... 31

a. Dimensi liturgis ... 31

b. Dimensi profetis ... 31

c. Dimensi apostolik ... 32

3. Nilai hidup bersama ... 33

a. Demi kepentingan pribadi masing-masing ... 33

b. Hidup bersama membangun tarekat ... 33 35

c. Cinta persaudaraan ... 34 35

d. Persaudaraan dalam perbedaan ... 35 36

e. Komunitas sebagai saksi Injili ... 36 37

F. Persaudaraan dalam Tarekat FSGM ... 36

G. Rangkuman ... 39

BAB III GAMBARAN PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FSGM DI WILAYAH JAWA ... 42

A. Gambaran Umum Kongregasi FSGM ... 42

1. Sejarah Berdirinya Kongregasi FSGM ... 43

a. Provinsi St. Yusuf Pringsewu Lampung ... 44

b. Komunitas St. Fransiskus Kampung Ambon ... 47

c. Komunitas St. Fransiskus Dalem ... 49

d. Komunitas St. Maria Yogyakarta ... 50

e. Komunitas St. Fransiskus Baturetno ... 51

B. Pengaruh Penghayatan Kaul Kemiskinan dalam Persaudaraan FSGM di Wilayah Jawa ... 54

1. Rencana penelitian ... 54

a. Tujuan penelitian ... 54

b. Jenis penelitian ... 54

(17)

xvi

c. Desain penelitian ... 55

d. Instrumen penelitian ... 55

e. Responden penelitian ... 56

f. Tempat dan waktu ... 57

g. Variabel penelitian ... 57

h. Kisi-kisi penelitian ... 58

2. Laporan dan hasil penelitian ... 60

3. Kesimpulan penelitian ... 90

4. Keterbatasan penelitian ... 93

5. Evaluasi ... 93

6. Refleksi kateketis ... 96

BAB IV USULAN PROGRAM SEBAGAI USAHA PENGHAYATAN KAUL KEMISKIAN DALAM PERSAUDARAAN ... 98

A. Latar Belakang Program ... 98

1. Pengertian program ... 99

2. Tujuan program ... 100

3. Alasan pemilihan program ... 100

B. Rekoleksi Sebagai Upaya Meningkatkan Penghayatan Kaul Kemikinan dalam Persaudaraan FSGM ... 101

1. Pengertian rekoleksi ... 101

2. Tujuan rekoleksi ... 101

3. Relevansi rekoleksi ... 102

C. Gambaran Umum Program ... 102

1. Tema ... 103

2. Bentuk kegiatan ... 104

3. Waktu ... 104

4. Tempat ... 104

5. Pendamping ... 105

6. Matriks kegiatan rekoleksi ... 106

7. Contoh persiapan rekoleksi ... 108

(18)

xvii

a. Idntitas rekoleksi ... 108

b. Pemikiran dasar ... 110

c. Langkah-langkah pelaksanaan rekoleksi ... 111

BAB V PENUTUP ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 125

DAFTARA PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)

LAMPIRAN 2: Surat Ijin Penelitian ... (2)

LAMPIRAN 3: Surat Ijin Penelitian ... (3)

LAMPIRAN 4: Surat Ijin Penelitian ... (4)

LAMPIRAN 5: Lembaran Kuesioner Penelitian ... (5)

LAMPIRAN 6: Hasil Kuesioner ... (6)

LAMPIRAN 6: Rekapitulasi Jawaban Kuesioner ... (9)

(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Semua singkatan dalam skipsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci sesuai daftar singkatan dalam Perjanjian Baru dan Alkitab Deuterokanonika yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang penyelenggaraan katekese masa kini, 16 Oktober 1979

EG : Evangeli Gaudium. Suka cita Injili, anjuran Apostolik karya Paus Fransiskus, 24 November 2013

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi pastoral tentang Gereja dewasa ini, 7 Desember 1965

KHK : Kitab Hukum Kanonik, Susunan peraturan kanonik untuk Gereja Latin dalam Gereja Katolik dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang pembaharuan dan penyesuaian hidup religius, 28 Oktober 1965

SC : Socrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi suci, 4 Desember 1963

(20)

xix

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang hidup bakti bagi religius, 25 Maret 1996

C. Daftar Singkatan lain AD : Anggaran Dasar

Al : Alinea

Angtibul : Anggaran Dasar tanpa Bula Ang OrReg : Anggaran Dasar Ordo Regular Art : Artikel

Bdk : Bandingkan

BK : Bimbingan Konseling BKIA : Balai Kesehatan Ibu Anak FSGM : Fansiskan Santo Georgius Martir

Hal : Halaman

Konst : Konstitusi

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Lih : lihat

M. : Maria

Mdr : Muder

Mgr : Monsignor

PAK : Pendidikan Agama Katolik

Pr : Projo

Pth : Petuah

(21)

xx Ptr : Pater

Prodi : Program Studi RB : Rumah Bersalin

SCJ : Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Jesus SJ : Serikat Jesus

Sr : Suster

St : Santo/Santa

TK : Taman Kanak-kanak

USD : Universitas Sanata Dharma YDPM : Yayasan Dana Papa Miskin

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Melalui hidup membiara, kaum religius semakin menemukan dimensi rohani dalam hidupnya. Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh.

Penyerahan diri penuh kepada Tuhan itu secara formal gerejani diwujudkan dalam bentuk tiga kaul, yaitu kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Dengan kaul keperawanan seorang religius menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan yang paling berharga bagi hidupnya. Dengan kaul kemiskinan, seorang religius menjadikan Tuhan satu- satunya yang bernilai bagi hidupnya, sedangkan yang lain dianggap tidak bernilai.

Maka kaum religius perlu mengembangkan sikap lepas bebas terhadap barang, fasilitas, dan bahkan orang. Kaul ketaatan, seorang religius ingin menaati kehendak Tuhan karena kehendak Tuhan yang diyakini sebagai yang paling utama dan paling baik. Secara nyata ketaatan ini diwujudkan dengan ketaatan kepada pimpinan yang disadari sebagai wakil Tuhan dalam tarekat religius (Suparno, 2016:30-31).

Perubahan zaman dan kemajuan teknologi mempunyai pengaruh dalam penghayatan kaul kemiskinan. Dunia sekarang semakin kaya, semakin lengkap, dan semakin menyediakan kemudahan untuk hidup (Suparno, 2016:116).

(23)

Kemajuan teknologi khususnya teknologi informasi telah menyediakan fasilitas yang serba mengenakan hidup manusia. Budaya konsumeristis, budaya instan, budaya hedonisme, semuanya mempunyai pengaruh dan merupakan tantangan terhadap hidup berkaul (Suparno, 2016:36).

Dewasa ini, tidak sedikit seorang religius kurang mampu menghayati kaul kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan gaya hidup miskin yang seharusnya menjadi bagian dari pilihan kurang dihayati dengan baik. Kenyataan ini sangat memprihatinkan dan menyedihkan dalam kehidupan membiara saat ini.

Masing-masing anggota sepertinya berusaha untuk menjadi terbaik dan terkenal dengan gaya, kemampuan dan kepintaran yang dimilikinya sehingga tidak mampu lagi melihat siapa dirinya dan untuk apa masuk dalam biara. Arti dan makna dari kaul kemiskinan itu memang sudah bukan bagian dari kehidupan seorang religius, sehingga penghayatan dalam kaul kemiskinan kurang tampak. Mereka bekerja hanya untuk mencari nama dan kedudukan, sulit sekali untuk melepaskan tempat tugas yang lama dan memulai ditempat tugas yang baru, kalau tidak berhasil maka yang disalahkan adalah para pemimpin.

Menurut ibu pendiri FSGM, Muder M. Anselma Bopp, hidup miskin bukan karena terpaksa, melainkan karena morivasi-motivasi religius, yaitu penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan dengan hidup sangat miskin dibandingkan dengan hampir semua orang. Hidup miskin berarti sederhana, bersahaja dalam sikap, dalam kata-kata, dan dalam pakaian. Kesederhanaan dan kerendahan hati tidak terpisahkan dengan orang miskin. Sikap sopan, rama dan menarik adalah hiasan terindah dari kemiskinan demi Tuhan. Muder Anselma

(24)

Bopp juga menekankan, Kemiskinan menuntun cinta akan kerapian dan hidup hemat (Kongregasi, 2014:30-38).

Zaman yang banyak tantangan ini jelas, hidup membiara bagi banyak orang muda tidak menarik lagi karena mereka lebih dipengaruhi budaya ingin hidup enak dan menikmati hidup ini dengan segala keenakannya. Maka, tidak mengherankan bahwa jumlah orang muda yang menanggapi panggilan hidup membiara terus berkurang, terutama di daerah yang kehidupannya makmur dan serba kecukupan. Suasana ini menjadi tantangan tersendiri, minimal menjadi pertanyaan “apakah seorang religius akan setia dengan panggilan atau mencari kenikmatan dunia ini”. Dalam suasan seperti ini dituntut semangat yang lebih besar, semangat lepas bebas, semangat melawan arus dunia (Suparno, 2016:13- 14).

Kaul kemiskinan menjadi sorotan penulis sebagai suatu keprihatinan, dengan adanya tantangan di zaman ini. Akhir-akhir ini semangat kemiskinan menjadi sesuatu yang kurang menjadi kekuatan dan dayak tarik. Kemiskinan juga dapat menjadi sikap batin, yaitu lebih percaya kepada Allah, kepada penyelenggara ilahi dan bukan berpegang pada barang atau orang lain (Luk 10: 1- 12; Mat 10: 5-15). Para murid dalam tugasnya dilarang membawa bekal yang berlebihan, tetapi lebih bergantung kepada Tuhan yang mengutus. Dalam praktenya, kaum religius boleh saja mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam perutusan, seperti persiapan studi, kendaraan peralatan, dan lain-lain, tetapi hal itu bukan yang utama. Yang utama sebagai sikap batin adalah percaya Allah yang mengutus akan memberikan sesuatu yang diperlukan (Suparno, 2007:97).

(25)

Hidup miskin dan sederhana tidak berarti menolak barang-barang duniawi atau bersikap acuh tak acuh terhadap harta benda dan uang. Dengan hidup miskin kaum religius tetap memberi tempat kepada barang-barang duniawi, namun tidak mengikat diri pada barang-barang duniawi tersebut. Dengan bersikap lepas bebas terhadap harta benda dan uang, orang menyatakan nilai relatif dari harta benda dan uang yang sering menghalangi orang untuk mengabdi Allah dengan sepenuh hati (Mat 6:19-24). Mengolah dan menggunakan benda dengan semestinya menjadi bagian dari rencana Allah, memuliakan Allah dan menyempurnakan pencipta (Konst 118).

Menurut pengalaman penulis para suster FSGM di wilayah Jawa sudah menghayati kaul kemiskinan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan konstitusi FSGM. Namun penghayatan perlu ditingkatkan karena masih ada yang menghayati secara personal yang artinya demi mencari kesempurnaan pribadi bukan untuk persaudaraan. Komunitas FSGM di wilayah Jawa terdiri dari komunitas Kampung Ambon Jakarta, komunitas St. Maria Yogyakarta, komunitas St. Fransisikus Dalem, komunitas St. Fransiskus Baturetno. Setiap suster memiliki latar belakang yang berbeda, baik asal, usia, dan juga pengalaman hidup dan pengalaman karya. Para suster FSGM di wilayah Jawa terdiri dari berbagai jenjang, misalnya ada suster yunior, medior, senior dan lanjut usia. Situasi ini turut membentuk penghayatan kaul kemiskinan contohnya bagi para suster yang sakit dan lanjut usia, penghayatan kaul lebih terarah pada penerimaan kenyataan menjadi tua dan sakit.

(26)

Dengan melihat kenyataan ini penulis tergerak hati untuk menulis skripsi dengan judul “PENGARUH PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FRANSISKAN SANTO GEORGIUS MARTIR DI WILAYAH JAWA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa makna kaul kemiskinan dan persaudaraan menurut FSGM

2. Seberapa besar pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan suster-suster FSGM

3. Upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan suster-suster FSGM.

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan makna kaul kemiskinan dan persaudaraan suster FSGM

2. Mengetahui sejauh mana pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan suster FSGM

3. Untuk menemukan upaya yang dapat dilakukan, untuk menghayati kaul kemiskinan dalam persaudaraan FSGM.

D. Manfaat Penulisan:

1. Memberikan sumbangan bagi para suster FSGM agar semakin memahami, menghayati dan menghidupi kaul kemiskinan dalam persaudaraan setiap hari.

(27)

2. Sebagai masukan bagi para suster FSGM, untuk belajar hidup apa adanya sebagai keluarga dan komunitas.

3. Memberi masukan-masukan bagi para suster FSGM dalam melaksanakan program pendampingan bina lanjut kongregasi FSGM.

4. Bagi penulis menjadi masukan dan kekuatan untuk lebih mampu menghayati kaul kemiskinan secara lebih baik dan sungguh-sungguh.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai dalam skripsi ini analisi deskriptif berdasarkan pengalaman hidup bersama dalam komunitas, wawancara, dan penyebaran angket kuesioner. Penulis akan menggambarkan mengenai kaul kemiskinan dan persaudaraan serta menganalisis berdasarkan data melalui kuesioner yang ditujukan kepada para suster FSGM di wilayah Jawa.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang dipilih oleh penulis ini: pengaruh penghayatan kaul kemiskinan dalam persaudaraan FSGM di wilayah Jawa. Secara garis besar skripsi ini, dibagi dalam lima bab yang diuraikan sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematik penulisan.

Bab II menguraikan tentang kaul kemiskinan dan persaudaraan berdasarkan beberapa sumber, yang terbagi dalam enam bagian yaitu dasar kaul

(28)

kemiskinan, pengertian kaul kemiskinan makna kaul kemiskinan menurut para ahli dan menurut tarekat FSGM, tantangan kaul kemiskinan di zaman sekarang, mengatasi tantangan kaul kemiskinan, dan hidup bersama dalam cinta kasih.

Bab III menguraikan tentang gambaran penghayatan kaul kemiskinan dalam persaudaraan suster-suster FSGM di wilayah Jawa yang meliputi, gambaran umum kongregasi FSGM, sejarah kongregasi FSGM, sejarah provinsi St. Yusuf Pringsewu, komunitas Kampung Ambon, komunitas St. Fransiskus Dalem, komunitas St. Maria Yogyakata, komunitas St. Fransiskus Baturetno, rencana penelitian, metode penelitian, waktu dan tempat penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, variabel penelitian, laporan hasil penelitian, dan kesimpulan.

Bab 1V menyampaikan usulan program untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan suster-suster FSGM di wilayah Jawa.

Bab V berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

(29)

BAB II

MAKNA KAUL KEMISKINAN

DALAM PERSAUDARAAN SUSTER-SUSTER FSGM

Bab pertama telah menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan skripsi. Bab ini akan membahas tentang landasan kaul kemiskinan, pengertian kaul kemiskinan, makna kaul kemiskinan, tantangan kaul kemiskinan di zaman modren, mengatasi tantangan kaul kemiskinan, dan hidup bersama dalam cinta kasih.

A. Landasan Kaul Kemiskinan

Dasar kaul kemiskinan adalah orang terpikat oleh Kristus, sehingga semuanya dianggap sampah (Flp 3:7-14). Dengan kaul kemiskinan, seseorang meniru kemiskinan Yesus. Yesus yang adalah Allah sudah mengosongkan diri- Nya dan menjadi miskin (Flp 2:6-7). Maka kemiskinan kaum religius adalah meniru Yesus yang menjadi miskin, mengambil bagian dalam kemiskinan Yesus (Kanon 600; VC 13; PC 12).

B. Pengertian Kaul Kemiskinan

Menurut Darminta (1975:55), dengan kaul kemiskinan, kaum religius sungguh-sungguh berkeinginan untuk mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar kepada barang-barang. Dengan demikian barang diletakkan dalam tempatnya dalam kerangka hidup manusia, yang harus bergaul

(30)

dengan Allah. Maka kaum religius ingin mengungkapkan makna dan nilai benda itu dalam rangka keseluruhan dan dasar hidup manusia. Dengan pengungkapan itu kaum religius melihat barang itu dalam arti dan nilai yang dalam, sebagai sarana untuk bertemu dengan Allah.

Kemiskinan lahir dari penghayatan akan kemiskinan Kristus yang walaupun Ilahi tetapi melepaskan keIlahinya dan mengosongkan diri (Flp 2:7).

Kemiskinan itu mengubah cara kaum religius membawa diri berhadapan dengan segala sesuatu, semua orang, dan Allah sendiri, sambil menuntut sikap mengosongkan diri atau menolak barang-barang material, melayani sesama secara timbal balik, sikap percaya dan bersyukur kepada Allah (Syukur, 2006: xxi).

Anggaran dasar tanpa bulla pasal IX (AngBul IX), mengatakan bahwa : Saudara semuanya harus berusaha mengikuti kerendahan dan kemiskinan Tuhan kita Yesus Kristus; hendaklah mereka ingat bahwa dari segalanya di dunia ini tidak ada yang perlu dimiliki, kecuali seperti kata rasul “makan dan pakian, dan cukuplah itu”. Mereka harus bersukacita apabila mereka hidup di tengah orang-orang jelata dan dipandang hina, orang miskin dan lemah, sakit dan orang kusta serta pengemis di pinggir jalan. Bila perlu mereka hendaknya pergi meminta sedekah. Janganlah mereka merasa malu tetapi lebih baik mereka ingat, bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup dan yang maha kuasa, membuat wajah-Nya bagaikan batu yang terkeras dan tidak pernah merasa malu; Ia menjadi miskin dan penumpang serta hidup dari sedekah, baik Dia sendiri maupun Santa Perawan Maria serta murid-murid-Nya (Ladjar, 1988:102).

Kemiskinan tidak berarti, bahwa tidak memiliki apa-apa lagi, tetapi segala miliknya, termasuk waktu, kecakapan dan seluruh kepribadian dibagikan bagi orang lain. Seluruh hidup untuk orang lain (Jacobs, 1987:32).

Kitab Hukum Kanonik kan 600 menjelaskan tentang kaul kemiskinan yakni:

Dengan nasihat injili kemiskinan orang meniru Kristus (Imitiatio Christi) yang meliputi kaya menjadi miskin demi kita. Nasihat injili kemiskinan berarti hidup miskin dalam kenyataan dan dalam semangat, hidup kerja

(31)

dalam kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi; disamping itu membawa serta ketergantungan dan pembatasan dalam hal penggunaan serta penentuan harta benda menurut peraturan hukum masing-

masing tarekat.

Dari pernyataan di atas ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh kaum religius. Motivasi dari kaul kemiskinan adalah mengikuti jejak Kristus yang meskipun kaya namun bersedia menjadi miskin demi keselamatan umat manusia (bdk. 2Kor 8:9). Kaul kemiskinan mewajibkan untuk hidup miskin baik dalam kenyataan maupun dalam semangat (bdk. Mat 5:3;19:21). Kaul kemiskinan mewajibkan untuk bekerja dalam kesederhanaan. Menjauhkan diri dari kekayaan duniawi (bdk.Mat 6:19-21). Kaul kemiskinan membawa serta ketergantungan dan keterbatasan dalam hal penggunaan serta penentuan harta benda (bdk. Luk 12:13- 21).

Kaul kemiskinan adalah pelepasan sukarela hak atas milik atau penggunaan milik. Semua harta milik menjadi milik kongregasi atau tarekat.

Keutamaan kemiskinan adalah keutamaan injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana. Kemiskinan dalam hidup membiara adalah ingin meniru hidup Yesus yang memang miskin dan sederhana. Kerena begitu terpikat dengan panggilan Tuhan, semua hal yang lain dianggap tidak penting/sampah (Fil 3:7-14). Karena ingin sungguh menyatu dengan Tuhan Yesus, harta kekayaan di dunia tidak dianggap penting. Diutamakan adalah Yesus, dan Yesus yang diikuti adalah Yesus yang mengosongkan diri dengan manusia. Semuanya itu Dia kerjakan agar semua memperoleh kekayaan dari kemiskinan-Nya (2Kor 8:9). Kaul kemiskinan merupakan semangat untuk menjadi lepas bebas dari segala barang duniawi. Berani meningalkan segala-

(32)

galanya demi Kristus (Mat 6:24-43, Luk 18:29-30). Itulah kesulitan yang dialami oleh orang muda yang kaya yang ingin mengikuti Yesus (Mat 19:16-26). Dia tidak rela meninggalkan hartanya yang banyak untuk mengikuti panggilan Tuhan.

Kemiskinan juga dapat menjadi sikap batin, yaitu lebih percaya kepada penyelenggaraan Ilahi dan bukan berpegang pada barang atau orang lain (Luk 10:1-12, Mat 10:5-15). Para murid dalam perutusannya dilarang membawa bekal tetapi lebih bergantung pada Tuhan yang mengutus (Suparno, 2007:95-97).

1. Kemiskinan Injili

Kemiskinan Injili yang ditawarkan oleh Yesus sulit untuk dipahami dan dimengerti makna dan nilainya. Makna dan nilai di sini dijalankan sebagai ungkapan iman terhadap Allah, karena Allah sendiri merupakan satu-satunya tempat tumpuan seseorang. Iman yang dimilikinya mendorong orang bersedia dan rela untuk meninggalkan segala sesuatu demi mencapai Kerajaan Allah (Ladjar, 1983:43-47).

Dalam kemiskinan Injili ini yang menjadi contoh adalah para rasul, setelah bertemu dengan Yesus dan terpikat oleh-Nya. Bahkan lebih kuat lagi mereka dicekam, seperti dialami oleh rasul Paulus. Bagi mereka tidak ada pilihan lain selain meninggalkan segalanya dan pergi mengikuti Yesus.

Kemiskinan Injili berarti terutama sekali mendasarkan paham kehidupan bukan di dunia ini, bukan atas kekayaan, bukan atas kepuasan, bukan atas kesenangan, bukan atas apa adanya atau atas apa yang ia berikan kepada kita, bukan atas kerajaan dunia ini; tetapi mendasarkan pada “Kerajaan Surga” dalam

(33)

mencari dan memiliki Allah, dalam memperoleh kebebasan roh dari ikatan dan godaan yang terus menerus yakni kekayaan; haruslah didasarkan pada kemampuan untuk menjaga harta kekayaan duniawi pada tempatnya, yakni kegunaannya, roti yang perlu untuk eksistensi sementara, suatu perantara, maksudnya agar pekerjaan dan tujuan hasil-hasil ekonomi demi perbaikan hidup, demi kepentingan umum dan cinta kasih (Telaumbanua, 1995:129-130).

Hidup dalam kemiskinan Injili berati hidup mengikuti kerendahan dan kemiskinan Tuhan Yesus Kristus. Dia sekalipun kaya melampau segalanya, mau memiliki kemiskinan di dunia ini bersama Bundanya perawan yang amat berbahagia, dan Dia telah mengosongkan diri-Nya sendiri (Ang OrReg. Art.21, Flp 2,7).

2. Miskin dalam Roh

Berbahagialah yang miskin dalam roh (Mat 5:3). Miskin dalam roh adalah orang yang tidak cemburu dan tidak tersinggung karena kata-kata yang menghina diri mereka atau karena segala sesuatu yang lain yang ditujukan kepada mereka.

Mereka membenci diri mereka sendiri (Luk14:26) dan mengasihi orang yang menganiaya mereka (Mat 5:39; bdk Pth XIV).

Dalam konteks Khotbah di bukit (Mat 5:7) orang miskin dalam roh (Mat 5:3) adalah orang yang bersemangat miskin dalam cara hidup, kepribadian sungguh miskin secara hakiki, percaya pada Tuhan (Keb 3:12), menjadikan Allah sandaran satu-satunya dalam hidupnya. Orang yang sungguh miskin adalah dia yang bebas dari setiap bentuk rasa, mampu berkata cukup pada diri sendiri dan bebas dari setiap jaminan palsu. Miskin dalam roh tidak lahir sendiri, tetapi

(34)

terbentuk melalui penerimaan nilai-nilai kerajaan Allah dan mesti dibayar dengan pengurbanan dan penyangkalan diri terus-menerus.

Kemiskinan yang membebaskan sangat membantu para religius menjadi dewasa, penuh keseimbangan, tahu menentukan pilihan-pilihan dalam terang iman, serta percaya pada pertolongan Tuhan (Mat 28:20). Kemiskinan mengungkapkan sesuatu kenyataan yang hakiki pada manusia bahwa dirinya sungguh tergantung sepenuhnya pada Allah. Miskin disini bukan tentang barang atau harta tetapi ketergantungan pada Allah dan menaruh seluruh harapan pada Allah yang menjadi sumber kekuatan dan penghiburan. Manusia selalu memerlukan Allah karena Dialah sang sumber pencipta ada asal segalanya.

Dalam kemiskinan Roh, manusia belajar untuk menerima dirinya sebagai seorang yang tidak menjadi miliknya sendiri (Ladjar, 1983:53).

3. Miskin akan Harta

Dengan kaul kemiskinan para religius melepaskan hak untuk memiliki harta kekayaan dalam kongregasi, hanya mempunyai hak pakai dengan izin kongregasi. Semua barang dan uang yang diterima setelah kaul kekal adalah menjadi milik kongregasi dan harus diserahkan kepada kongregasi (Konst. 122).

Meninggalkan harta milik adalah suatu tindakan iman dan cinta kasih karena itu akan memperoleh seratus kali lipat (Mrk 10:29). Hidup tidak terikat oleh harta duniawi mempermudah orang untuk mengarahkan seluruh hidupnya hanya untuk Tuhan. Kemiskinan menjadi sarana untuk membebaskan diri dari hak milik, kekuasaan, dan jabatan. Dengan hidup miskin, seluruh kebutuhan manusia dapat

(35)

diatur dan dipenuhi demi perkembangan hidup dan mendukung panggilan sebab penghayatan kemiskinan secara benar justru akan membawa hidup bebas dan terarah. Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan para religius mengandalkan diri seutuhnya pada Tuhan bukan pada harta duniawi atau kekuasaan yang mengakibatkan orang menjadi lupa akan Tuhan (Ladjar, 1983:50).

Di dalam kehidupan religius, Suparno (2004:37-38) mengingatkan beberapa aturan pokok dari penghayatan kaul kemiskinan yang menyangkut harta benda antara lain:

a. Semua uang dan harta yang diperoleh atau diterima oleh anggota dari luar harus diserahkan kepada Tarekat atau komunitas.

b. Anggota yang membutuhkan sesuatu, entah harta atau uang, akan minta kepada pimpinan komunitas atau Tarekat.

c. Harta Tarekat adalah milik bersama yang harus digunakan bersama dan dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada milik pribadi.

d. Anggota sebaiknya hanya meminta dan menggunakan barang atau harta sejauh diperlukan untuk hidup dan karyanya, dan tidak menumpuk untuk dirinya sendiri. Inilah semangat lepas bebas pada harta sebagai wujud hidup sederhana dan hidup dalam kemiskinan.

C. Makna Kaul Kemiskinan

1. Makna Kaul Kemiskinan Secara Umum

Setiap kaul yang telah diikrarkan oleh kaum religius memiliki suatu makna, yang mengajak setiap anggota dengan tekun dan setia untuk menghidupi

(36)

di dalam seluruh hidupnya. Kaul kemiskinan adalah sarana dalam menjalin kesatuan dengan orang-orang miskin. Suatu sarana bagi kaum religius untuk menghayati kemiskinan sehingga seluruh hidupnya mampu melihat segala pengalaman yang dialaminya sebagai suatu berkat, dan terlebih mampu mensyukuri atas apa yang pernah dialami dan diperoleh secara cuma-cuma. Sabda Yesus menjadi inspirasi dan meneguhkan “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahanya sendiri” (Luk 6:3).

a. Yesus Satu-satunya yang Bernilai

Dasar kaul kemiskinan adalah terpikat oleh Yesus Kristus, sehingga semuanya dianggap sampah (Flp.3:7-14). Yesus adalah satu-satunya pegangan dan yang lain tidak penting, hanya berpegang pada Yesus dan lepas bebas terhadap hal-hal lain. Contoh yang jelas adalah para Rasul. Mereka betemu dengan Yesus dan terpikat oleh-Nya. Bahkan lebih kuat lagi mereka dicengkam, seperti yang dialami Rasul Paulus. Rasul Paulus menggambarkan dengan cara yang amat mengesankan. “Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Yesus Kristus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Pertemuan itu mengubah seluruh diri dan arah hidup Paulus. Kristus menjadi baginya satu- satunya nilai yang harus dikejarnya. Karena itu ditingalkan semua hal lain yang tadinya dibanggakannya. Dari pengalaman Paulus itu nampak bahwa kemiskinan dalam arti melepaskan semua hal yang tadinya dianggap sebagai harta kekayaan, juga merupaka syarat untuk pertemuan dengan Kristus (Ladjar, 1983:45).

(37)

Kemiskinan religius selalu dilihat dalam rangka tuntutan umum untuk mengikuti Kristus. Kristus yang memanggil dan menangkap manusia untuk mengikutin-Nya adalah Kristus yang sendiri “tidak mempunyai tempat tinggal untuk meletak kepala-Nya” (Mat 8:20; Luk 9:58). Ia yang kaya tetapi menjadi miskin supaya manusia menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya itu (2Kor 8:9).

Ia tidak menanggap kesetaraan-Nya dengan Allah “sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengososngkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi manusia” (Flp 2:6-7). Orang religius mengikuti Kristus yang miskin, rendah hati dan tersalib, dengan mengikuti jalan yang dipilih-Nya (Ladjar, 1983:46).

Kemiskinan bagi Fransisikus Asisi adalah buah cinta kasih. Lebih dari seumpama jalan untuk mencintai secara sempurna, melainkan suatu konsekwensi cinta karena sudah memberi diri. Kemiskinan adalah misteri kehadiran Kristus dalam diri orang miskin, Kristus yang berkarya dalam mereka yang membuat dirinya miskin (Telaumbanua, 1995:91).

b. Kemiskinan Memperkaya Orang Lain

Tuhan Yesus adalah anak Allah yang menjadi manusia miskin, untuk memperkaya manusia, untuk menyelamatkan manusia (2Kor. 8:9). Yesus menjadi manusia yang miskin agar dapat membantu manusia kembali kepada Allah. Oleh karena itu kemiskinan kaum religius adalah meniru kemiskinan Yesus, maka dengan kaul kemiskinan kaum religius juga ingin membantu keselamatan orang lain (Suparno, 2016:101).

(38)

Bapa Suci Yohanes Paulus II (VC 90) mengajak kaum religius untuk memberikan kesaksian injili dengan bersikap mengutamakan cinta kasih terhadap kaum miskin. Suparno juga menegaskan bahwa penghayatan kaul kemiskinan di jaman ini tidak cukup hanya hidup sederhana, hidup miskin, serta hidup tanpa milik karena dunia zaman ini masih terjadi ketidakadilan, penindasan, kemiskinan struktural dan perlakuan tidak adil terhadap sekelompok masyarakat. Melihat situasi itu, kaum religius dipanggil untuk ikut bertindak dan memperbaharui situasi dengan berjuang bagi keadilan (Suparno, 2007:161).

c. Semangat Murah Hati

Suparno ( 2016:102), mengatakan sikap murah hati itu lahir dari kesadaran diri bahwa semua yang dimiliki berasal dari Tuhan, entah bakat, kemampuan, ketrampilan, kekayaan, merupakan anugerah dari Tuhan secara cuma-cuma yang harus dikembangkan dan dibagikan kepada sesama secara cuma-cuma pula. (Mat 10:8). Sikap murah hati berarti rela memberi dan berbagi kepada orang lain.

Maslim (2004:91) menegaskan bahwa sejak manusia menerima segala sesuatu dari Allah secara radikal dan penuh, pada saat itulah segala sesuatu yang ada padanya siap menjadi pemberian kepada sesama.

Semangat murah hati sangat bertentangan dengan gaya hidup materialisme yang haus akan harta milik, tanpa mengindahkan keperluan-keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah dan tanpa kepedulian mana pun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam. Situasi inilah yang

(39)

memotivasi para religius untuk terlibat aktif dalam meningkatkan solidaritas dan cinta kasih kepada kaum miskin (VC 89).

Kasih sejati selalu kontemplatif, dan memungkinkan kita untuk melayani orang lain bukan karena kebutuhan atau kesombongan, melainkan karena ia bagus melampaui penampilannya: “cinta yang membuat kita merasakan orang lain menyenangkan mendorong kita memberikan sesuatu kepadanya secara cuma- Cuma.” Orang miskin bilamana dicintai, dihargai sebagai yang sangat bernilai.

Inilah yang membuat pemihakan sejati kepada orang-orang miskin (EG. 199).

d. Memberi Kesaksian Zaman Ini

Dengan kaul kemiskinan kaum religius menjadi saksi zaman ini. Di tengah banyak nagara maju dan kaya, ternyata masih ada negara dan orang-orang yang hidup miskin, kekurangan dalam kehidupan sehari-hari. Kaul memberikan kesaksian bahwa kaum religius solider dengan mereka. Menjadi saksi bagi dunia bahwa masih ada banyak orang yang hidup miskin dan kekurangan (Suparno, 2016:107)

Dikatakan dalam dokumen gereja, Dekrit Tentang Pembaharuan Dan Penyesuaian Hidup Religius yang disebut Perfectae Caritatis no.13 sebagai berikut:

Dengan mengindahkan keanekaan situasi setempat, para religius hendaknya memberikan kesaksian bersama tentang kemiskinan. Dengan sukarela menyumbangkan sesuatu dari harta milik mereka untuk ikut memenuhi kebutuhan gereja lainnya dan ikut menanggung keperluan hidup kaum miskin, yang layak dicintai oleh semua religius (PC. 13).

(40)

2. Menurut Tarekat FSGM

Suster-suster Fransiskan Santo Georgius Martir (FSGM) termasuk dalam Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus dari Asisi, untuk mengikuti Kristus yang murni, miskin dan taat dan bermaksud mengikuti Kristus dengan hidup dalam kesatuan persaudaraan. Dalam Anggaran Dasar dan Konstitusi para suster FSGM, maklumat yang disampaikan oleh (Yohanes Paulus II, 1982:5) mengatakan

“Dengan berpegang pada teladan St. Fransiskus dari Asisi, para anggota Ordo Ketiga Reguler berusaha mengikuti Kristus dengan hidup dalam persekutuan sebagai saudara, berkaul secara resmi untuk menepati nasihat injil ketaatan, kemiskinan dan kemurnia, serta membaktikan diri pada berbagai jenis dan kerasulan”. Agar mewujudkan cita-cita hidup mereka, maka mereka tekun menjalankan kebiasaan berdoa, membina cintakasih yang sejati diantara mereka serta menjalankan pertobatan yang benar dan pengikaran diri secara kristen.

Para suster FSGM sebagai salah satu dari kongregasi Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus berusaha untuk mengikuti dan menghidupi semangat hidup Tuhan Yesus Kristus yang ditandai oleh kemiskinan, kerendahan hati dan kesederhanaan. Ia yang karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya karena kemiskinan-Nya (2Kor 8:9). Yesus menaruh perhatian pada fakir miskin, orang lemah dan orang sakit serta hidup diantara mereka sebagai sahabat dan saudara. Semangat Yesus inilah yang menggerakan hati Muder M. Anselma Bopp, pendiri kongregasi FSGM untuk membuka karya sosial dan juga berbagai karya-karya lainnya (Konst 115).

(41)

a. Menjadi Kemiskinan Injili

Konstitusi kongregasi suster-suster FSGM (Konst 116) menegaskan bahwa sebagai Fransiskan dipanggil menjadi saksi kemiskinan injili, juga pada zaman sekarang. Menurut St Fransiskus, kemiskinan dan kerendahan hati tak terceraikan. Orang yang miskin dalam roh mengikuti teladan Kristus melepaskan secara bebas kehendak sendiri dan menundukan diri secara utuh kepada kehendak Allah (1Ptr 5:6). Menjadi pelayan dan penolong sesama dan merendahkan diri secara sukarela (Luk 22:27).

b. Hubungan Harta Benda

Anggaran Dasar Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus (Art 21b) dikatakan Bahwa: “Hendaklah mereka ingat bahwa dari segalanya di dunia ini, tidak ada yang perlu kita miliki kecuali seperti kata Rasul- makanan dan pakaian, cukuplah itu untuk kita...

Dengan kata-kata yang diambil dari AngTBul, AngOrReg mengingatkan bahwa Kristus mesti menjadi kriteria normatif dari hidup dalam kemiskinan, juga dalam hubungan dengan barang duniawi. Hidup dalam kemiskinan, dengan kesatuan pada hidup Kristus yang miskin dan yang tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Mat 8:20) mempunyai konsekuensi dalam hidup sosial. Karena dipanggil untuk menghayati kemiskinan Kristus dan Gereja seturut teladan para rasul (Syukur, 2006:127-128).

Dalam konstitusi Suster-suster FSGM (Konst 117-118) dikatakan bahwa:

Dengan mengamalkan kemiskinan para suster menghargai dunia dan kekayaan. Bergembira atasnya, mengakui nilai-nilainya serta memuji

(42)

Tuhan dalam dan atas keagungan-Nya kepada manusia sebagai anugerah dan tugas (Bdk. Kej 1:28). Dengan rasa hormat dan terimakasih menerima barang-barang duniawi untuk dimanfaatkan demi pelaksanaan tugas, mengolah dan menggunakan benda dengan semestinya menjadi bagian dari rencana Allah, memuliakan Allah dan menyempurnakan pencipta.

c. Mengalami Hidup Orang Miskin

Selaras dengan Tradisi gerakan fransiskan akan pertobatan, saudara- saudari dididik untuk merasakan bahwa kegembiraan, harapan, kesedihan, dan kecemasan orang-orang zaman sekarang terutama kaum miskin merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus (GS 92).

Dengan mendengar jeritan orang miskin yang menderita, saudara-saudari menjadi sesama bagi mereka dan melayani mereka dengan terus melaksanakan Karya kasih (Syukur, 2006:130).

Dalam konstitusi dan peraturan hidup suster FSGM dikatakan bahwa: Siap melayani siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Sebab inilah sikap orang miskin yang sejati, yang tidak menahan sesuatu pun dari dirinya bagi diri sendiri, tetapi mengembalikan semuanya kepada Tuhan. Sebagai pengikut Kristus yang sejati hadir bagi para miskin dan orang sakit, mereka yang gagal dalam hidup dan putus asa, yang diasingkan dari masyarakat dan tertindas (Konst 120).

D. Tantangan Kaul Kemiskinan di Zaman Modern

Menghayati kaul kemiskinan membutuhkan perjuangan karena banyaknya tantangan yang ditemui dalam hidup ini, baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri. Berikut ini penulis akan menjelaskan beberapa tantangan kaul kemiskinan berdasarkan acuan beberapa sumber.

(43)

1. Tantangan dari Diri Sendiri a. Nafsu akan Harta Benda

Tantangan untuk menghayati kaul kemiskinanna di zaman ini adalah orang haus akan harta benda yang hanya memuaskan diri sesaat. Orang ini biasanya membeli barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan tetapi hanya karena senang dan tidak memikirkan orang lain yang lebih membutuhkan (VC 89).

b. Kemalasan

Malas berarti orang yang tidak mempunyai semangat untuk melakukan sesuatu didalam hidupnya, tidak memiliki gairah hidup dan tidak mau mengerjakan yang menjadi tugasnya. Orang yang malas bekerja berarti melanggar kaul kemiskinan di mana seharusnya bekerja rajin dan bersemangat sebagai tanda hidup sederhana dalam mengikuti Tuhan. Kemalasan jelas akan berdampak pada tingkah laku misalnya tidak optimal dalam mengembangkan hidupnya dan tidak optimal dalam menjalankan tugas perutusan. Kemalasan akhirnya bisa menjadi jalan masuk setan untuk menggodanya agar tidak setia pada hidup membiara (Suparno, 2016:54-55).

c. Kelekatan Tidak Teratur

Kelekatan yang tidak teratur yang sulit dilepaskan, sehingga tidak lepas bebas dalam mengikuti Yesus. Kelekatan dapat terjadi pada beberapa hal seperti:

barang, tempat, pekerjaan, orang atau kebiasaan jelek. Kelekatan ini mengganggu dalam menghayati kaul kemiskinan secara tulus dan gembira. Masing-masing mempunyai kelekatan tersendiri, maka tidak usah iri dengan kelekatan orang lain.

(44)

Yang perlu diusahakan adalah bagaimana melepaskan diri dari kelekatan yang tidak teratur dalam diri sendiri (Suparno, 2016:63).

d. Sikap Egoisme

Sikap egoisme, dimana orang hanya memikirkan kebutuhan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain di sekitarnya. Orang yang egois, tidak murah hati, akan sulit menghayati kaul kemiskinan, di mana diajak untuk memperhatikan kebutuhan orang lain terutama mereka yang kecil dan tersingkir. Banyak anggota akan menderita, sakit hati dan tidak bahagia bila dipimpin oleh orang egois dan kikir seperti ini (Suparno, 2016:73).

1. Tantangan dari Luar Diri a. Kemajuan Teknologi

Teknologi modern memunculkan berbagai peralatan gadget, HP, internet, web dan alat komunikasi modern lainya. Akibat dari kemajuan teknologi ini maka meluapnya berbagai informasi. Informasi Ada yang baik dan berguna bagi kehidupan dan karya pelayanan namun ada juga informasi yang tidak baik misalnya pornografi, ajaran sesat, ajaran relatifisme dan ajaran tidak bermoral.

Meluapnya informasi yang bermacam-macam ini kalau tidak dikritisi dapat terpengaruh dengan informasi yang tidak baik yang dapat menghambat atau melemah dalam penghayatan kaul (Suparno, 2016:80).

(45)

b. Budaya Instan

Budaya instan dimana orang selalu ingin cepat berhasil, serba mau cepat.

Budaya serba mau cepat, memang ada gunanya karena memacu untuk menangani persoalan hidup dengan cepat. Kalau memang persoalan itu dapat ditangani cepat kiranya baik dilakukan dengan cepat tanpa mengulur-ulur waktu. Maka orang tidak mau bermalas-malas menanti. Namun budaya instan dapat menjadi hambatan kaul, karena tidak semua persoalan dan perkara dalam hidup membiara dapat diselesaikan dengan cepat. Bahkan banyak kasus di mana dituntut waktu yang lama dan juga daya tahan yang kuat. Kalau tidak hati-hati maka budaya instan akan menjadi tidak tahan terhadap persoalan yang memakan waktu lama yang menuntut kesabaran dalam hidup. Budaya instan juga menyebabkan orang tidak mendalam menyelesaikan persoalan (Suparno, 2016:83).

c. Budaya Konsumeristik

Budaya konsumeristik merupakan budaya orang yang selalu ingin mengkomsumsi dan mempunyai barang apa pun yang sering tidak ada gunanya dalam kehidupannya. Orang suka membeli barang dan fasilitas yang mewah dan mahal, meskipun barang itu belum pasti ada manfaatnya. Kadang barang itu hanya disimpan di almari tanpa digunakan (Suparno, 2016:85-86).

d. Budaya Materialisme

Budaya materialisme mengungkapkan sikap menusia yang haus akan harta benda, lebih suka mengumpul dan menumpuk harta milik, tanpa mengindahkan

(46)

orang lain dan tidak peduli pada keseimbangan sumber daya alam (VC. 89).

Perilaku seperti ini menjadikan manusia terus bergantung dan mencari kebutuhannya, kadang kebutuhannya yang paling mendasar dilupakan atau pun kalau ingat tidak peduli. Jelas budaya ini sangat bertentangan dengan penghayatan kaul kemiskinan, yang diharapkan untuk menggunakan harta kekayaan secukupnya sesuai dengan kebutuhan agar dapat menyisikan bagi sesama yang lebih membutuhkan (Mangunhardjana, 1997:120).

e. Budaya Relativisme

Budaya relativisme adalah budaya dimana orang merelatifkan segala sesuatu, termasuk imanya akan Allah. Orang seperti ini menanggap semua hal tidak ada yang mutlak, semuanya relatif. Tidak ada nilai mutlak dalam hidupnya.

Karena semuanya relatif, kelebihan orang seperti ini adalah tidak mempertahankan pendapat atau keyakinan, karena semuanya relatif.

Kekurangannya adalah dalam penghayatan iman, juga penghayatan kaul tidak serius dan cenderung seenaknya karena imannya bukanlah sesuatu yang mutlak bagi hidupnya. Gejala yang dapat dilihat adalah orang tidak memiliki prinsip yang tegas. Budaya relativisme dapat juga membuat orang tidak berani membuat komitmen kekal (Suparno, 2016:90-91).

f. Godaan Roh Jahat

Godaan roh jahat adalah suatu tarikan dari luar yang membuat seseorang ikut sehingga tidak menghayati kaulnya dengan sungguh-sungguh. Godaan roh

(47)

jahat ini biasanya bukan berupa “roh”, tetapi lebih ketertarikan orang pada sesuatu yang bertentangan dengan penghayatan kaul atau yang awalnya kelihatan baik tetapi pelan-pelan menjerumuskan orang itu dalam tindakan yang berlawanan dengan hidup berkaul. Godaan itu menggoda lewat kelemahan maka perlu hati- hati dengan kelemahan sehingga tidak jatuh. Kalau lemah dalam penhayatan kaul kemiskinan akan digoda di sekitar harta, kekasaan atau kedudukan (Suparno, 2016:103-105).

2. Menyikapi Tantangan Kaul Kemiskinan a. Persatuan Pribadi dengan Tuhan

Kaum religius dipanggil oleh Tuhan untuk bersatu dengan Yesus dan untuk digunakan oleh Yesus dalam karya keselamatan-Nya. Menghadapi berbagai persolan atau tantangan dalam hidup terutama yang datang dari diri sendiri, kita perlu memupuk kesatuan dengan Tuhan secara pribadi. Kesatuan dengan Tuhan memberikan kekuatan dan daya tahan yang besar dalam menghadapi tantangan.

Salah satu membangun relasi yang dekat dengan Tuhan adalah perlu rajin berdoa, meditasi, kontemplasi dan bersemadi. Selain itu juga kita dapat menimba dari sakramen-sakramen yang rutin diterima setiap hari misalnya sakramen Ekaristi yang memberikan kekuatan dan kelegaan dalam hidup karena kita bersatu erat dengan Yesus (Suparno, 2016:152).

(48)

b. Membangun Semangat Lepas Bebas

Semangat lepas bebas terhadap keinginan yang tidak teratur perlu dikembangkan, sehingga keputusan selalu dipikirkan dengan matang. Dalam semangat lepas bebas hanya Tuhan yang diutamakan sedangkan yang lain tidak dianggap penting. Seperti Paulus, sejak bertemu Yesus semuanya dianggap sampah, tidak berati lagi. Dalam banyak tantangan, terutama yang mengajak kita mencari kepuasan diri, sangat penting mengembangkan semangat lepas bebas hanya untuk Tuhan, seperti dalam doa-doa FSGM “Semua untuk kemuliaan Tuhan”. Semangat lepas bebas dapat dilatih dengan bertindak melawan keinginan yang tidak teratur dan mencari kesenangan sendiri (Suparno, 2016:155).

c. Kemampuan Berdiskresi

Dengan adanya banyak tantangan yang datang dari diri sendiri atau dari luar, kiranya sangat penting mengembangkan kemapuan berdiskresi.

Mengembangkan kemampuan mempertimbangkan setiap persoalan dan tantangan dengan matang, kritis, mendalam dan tenang sehingga dapat mengambil keputusan secara benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Unsur penting dalam discerment adalah unsur mempertimbangkan dan unsur Tuhan. Maka perlu mempertimbangkan secara lengkap dan matang tantangan atau tawaran yang dihadapi dengan mempertimbangkan semua segi yang terkait. Selanjutnya mengajukan hasil pertimbangan kepada Tuhan untuk mendeteksi apakah keputusan itu membahagian dan mendamaikan hidup (Suparno, 2016:156).

(49)

d. Sikap Tegas Terhadap Godaan

Sikap yang sangat penting dikembangkan dan dilatih dalam menghadapi banyak tantangan dan tawaran adalah sikap tegas terhadap godaan, tegas terhadap hal-hal yang tidak baik. Ketegasan terhadap godaan juga perlu dilatih dalam kehidupna sehari-hari, termasuk mulai dari yang kecil-kecil sampai dengan hal yang lebih besar (Suparno, 2016:157).

e. Mendalami Makna Kaul

Hidup berkaul selalu mengalami perkembangan. Meski inti dan semangat dasar hidup berkaul itu tetap, tetapi ungkapan dan bentuknya berkembang sesuai dengan zamannya. Maka sangat penting bila selalu memperbaharui pengertian dan penghayatan kaul dengan membaca buku-buku tentang hidup berkaul. Setiap ada dokumen baru tentang hidup membiara perlu dipelajari untuk menimba semangat dan penghyatan kaul. Dengan demikian kaum religius tidak ketinggalan zaman dan dapat selalu maju dan segar ( Suparno, 2016:158).

2. Hidup Persaudaraan dalam Komunitas

Persaudaraan adalah suatu cita-cita kehidupan yang hendak diwujudkan oleh semua terekat hidup bakti. Pemahaman ini terdapat dalam Dokumen dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian hidup Religius yakni Perfectae Caritatis yang cara khusus berbicara mengenai “Hidup Bersama”. Berikut ini kutipan dari dokumen tersebut: Menurut teladan Gereja Perdana, ketika golongan kaum beriman hidup sehati dan sejiwa (Kis 4:32) hendaknya kehidupan bersama

(50)

bertekun dalam ajaran injil, dalam liturgi suci dan terutama dalam pelayanan Ekaristi, dalam doa serta persekutuan semangat yang sama (PC 15).

Dalam Kitab Hukum Kanonik Kan. 602 juga berbicara mengenai Persaudaraan, dengan kutipannya sebagai berikut:

Hidup persaudaraan yang menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam satu keluarga khususnya dalam Kristus. Hendaknya hidup persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari perdamaian menyeluruh dalam Kristus (Kan 602).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa ciri dari masing-masing tarekat adalah hidup dalam persaudaraan, seluruh anggota disatukan dalam keluarga yang bersumber pada Kristus sendiri. Persatuan persaudaraan berakar dan berdasar dalam cinta kasih.

1. Faktor-faktor Pemersatu dalam Persaudaraan a. Kehadiran Kristus

Kristus yang merupakan titik perjumpaan dan ikatan, yang mempersatukan anggota-anggota komunitas. Hidup bersama tumbuh dan berkembang dalam komunio pada misteri Paskah, sebuah komunitas menjadi religius, bila persaudaraan dan persahabatan, yang mengikat anggota-anggotanya, diresapi oleh kehadiran Kristus, sebab cinta sejati menghadirkan Kristus (LG 49,1;50,3).

Kehadiran Yesus terjadi dalam liturgi, Ekaristi, Kitab Suci dan doa (SC 7) .

(51)

b. Sama-sama Menyatu dengan Kristus

Kita masing-masing sama-sama disatukan pada pokok hidup sejati, yaitu Yesus. Kita sama-sama dihidupkan dan disemangati oleh sumber yang sama, yaitu Yesus. Tanpa kesatuan dengan Kristus kita akan kering dan tidak dapat disatukan dalam hidup bersama. Itulah sebabnya dalam hidup rohani, hidup doa bagi yang berkaul menjadi penting sebagai dasar persaudaraan sejati (Suparno, 2016:171).

Setiap anggota harus membangun relasi yang akrap denga pribadi Yesus.

Hal ini dilakukan dengan membangun hidup doa dan hidup rohani yang teratur.

Semakin dekat dengan Yesus, semakin dibimbing untuk mau bersaudara dengan yang lain. Dalam membangun relasi atau kesatuan dengan Yesus yang perlu dikembangkan adalah kesadaran dan keinginan untuk melaksanakan kehendak Tuhan yaitu hidup dalam semangat saling mencintai satu dengan yang lain (Suparno, 20016:171).

c. Kekuatan Anggota-Anggotanya

Secara dinamis yang memberikan kehidupan dan kekuatan baik kepada tiap-tiap anggota maupun komunitas ialah tiap-tiap anggota sendiri. Dinamika ini merupakan hasil lebih dari sumbangan personal dari masing-masing dari pada kenyataan maupun struktur yuridis. Pemberian diri menyiapkan menerima orang lain. Penghayatan nasehat-nasehat injili semakin membuat terasanya ikatan dengan orang lain (PC 12). Hidup bersama tidak hanya dilihat sebagai sarana asketis belaka, tetapi merupakan ungkapan hidup mistik atau hidup dalam kesatuan dengan Tuhan (Darminta, 1981:38-39).

(52)

d. Otoritas dan Struktur Hidup

Hidup bersama menuntut adanya otoritas untuk mengatur karya dan kelompok, tetapi lebih-lebih untuk memastikan kehadiran Tuhan dalam suatu bentuk yang lebih pasti dan tetap. Selanjutnya sejalan dengan pengaturan hidup bersama dalam hal-hal yang fundamental, maka diperlukan adanya suatu disiplin hidup yang mengatur seluruh hidup bersama dalam garis besarnya (Darminta, 1981:39).

2. Dimensi Hidup Bersama a. Dimensi Liturgis

Atas dasar kekuatan kaul seorang religius masuk untuk ikut ambil bagian dalam suatu komunitas imami dan liturgis, yaitu komunitas terdiri dari manusia pendoa. Dengan begitu nampaklah aspek sosial dan persaudaraan dari doa, sejauh dia berdoa dalam komunio rohani dengan saudara-saudara sekomunitas dan dalam ukuran tertentu juga dalam persatuan dengan mereka, yang terungkap secara lahiriah dengan berkumpul bersama, seperti teladan orang-orang kristiani zaman dulu (Darminta, 1981:39).

b. Dimensi Profetis

Dimensi profetis dan kesaksian, yang diharapkan oleh Gereja dengan praktek dan penghayatan nasehat-nasehat injili, Hidup religius bercirikan sosial dan komuniter. Gereja memerlukan suatu kesaksian komuniter, yang mengungkapkan kekuatan pemersatu dan perpaduan, kepada dunia dalam

Gambar

Tabel III
Tabel dan diagram lingkaran di atas berdasarkan hasil penelitian terhadap  41 suster, mendapat  respon  sebanyak 34 suster (83%) menyatakan sangat  setuju,  dan 7 suster (17%) mengatakan setuju
Tabel dan diagram di atas berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap 41  suster, mendapat respon sebanyak 19 suster (46%) menyatakan sangat setuju,  sebanyak 22 suster(54%) menyatakan setuju
Tabel dan diagram di atas berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap 41  suster,  mendapat  respon  sebanyak  29  suster  (71%)  menyatakan  sangat  setuju,  sebanyak 12 suster (29%) menyatakan setuju
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 72 orang siswi SMA Negeri 8 Kendari, menunjukkan bahwa proporsi responden yang memiliki perilaku penggunaan pembalut

Uji penyalaan ini dilakukan dengan cara membakar briket untuk mengetahui berapa lama waktu briket untuk menyala dan lamanya waktu pembakaran briket dari awal penyalaan sampai

(7) Sctiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau mcnggunakan idenlitas diri palsu untuk mendukung bakal pasangan calon perseorangan Kepala Daerah dan W a

Buku saku ini disusun secara ringkas agar pembaca dapat memahami dengan baik, buku saku merupakan pemanfaatan secara teoritis sebagai referensi yang memuat tentang: a)

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu pengaturan atas eksploitasi sumber daya perikanan di wilayah laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh kapal asing menurut