• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Tindak Pidana

Ada beberapa macam istilah tindak pidana yang seringkali dipergunakan dalam buku-buku yang dikarang oleh para pakar hukum pidana Indonesia sejak zaman dahulu sampai sekarang. Pada dasarnya semua istilah itu merupakan terjemahan dari bahasa Belanda:

“strafbaar feit”, sebagai berikut:16 1. Delik (delict)

2. Peristiwa pidana (E. Utrecht) 3. Perbuatan pidana (Moeljatno)

4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum 5. Hal yang diancam dengan hukum

6. Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum 7. Tindak pidana (Sudarto dan diikuti sampai sekarang)

Mengenai pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana telah memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut :17 a. Simons:

Tindak pidana adalah “kelakuan/handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dana yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.”

b. Pompe:

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu :

16 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm. 69.

17 Ibid. Hlm. 70-71.

(2)

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan hukum;

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feit yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

c. Vos:

Tindak pidana adalah “Suatu kelakukan manusia diancam pidana oleh peraturan undang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.”

d. Van Hamel:

Tindak pidana adalah “kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet (undang-undang-pen), yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana, dan dilakukan dengan kesalahan.”

e. Wirjono Prodjodikoro:

Tindak pidana adalah “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.”

Pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yaitu Perbuatan pidana (tindak pidana-pen.) adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.”18

Moeljatno merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan (manusia);

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil);

3. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).19

18 Ibid. hlm. 70.

19 Ibid. hlm. 72

(3)

2. Tindak Pidana Narkotika

Pengertian narkotika berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang cukup terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata Narkoties, sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Zaman dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.

Penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat.

Cakupan yang lebih luas tersebut selain didasarkan pada faktor-faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Salah satu materi baru yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, mengenai bagaimana penggolongan dimaksud dari masing-masing golongan tersebut, telah dirumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Narkotika.

a) Narkotika Golongan I

Dalam ketentuan ini yang dimaksud narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

b) Narkotika Golongan II

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

(4)

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c) Narkotika Golongan III

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus.

Sebagaimana tindak pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok sekaligus, pada umumnya hukuman badan dan pidana denda. Hukuman badan berupa pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara. Tujuannya agar pemidanaan itu memberatkan pelakunya supaya kejahatan dapat ditanggulangi di masyarakat, karena tindak pidana narkotika sangat membahayakan kepentingan bangsa dan Negara.20

Tindak pidana narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam undang-undang narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disanksikan lagi bahwa semua tindak pidana didalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan- kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.21

Penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepetingan- kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri

20 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2004, hlm. 93.

21 Ibid., hlm 87.

(5)

Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.22 Penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif, moralistik, abolisionistik dan juga kerjasama internasional. Penanggulangan secara preventif maksudnya usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dalam keluarga, orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang bahaya narkotika. Selain itu juga dapat dengan cara mengobati korban, mengasingkan korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan terhadap eks pecandu narkotika.

3. Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim adalah pejabat pengadilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 angka (8) KUHAP).

Oleh karena itu, fungsi seorang hakim adalah seseorang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan atau mengadili setiap perkara yang dilimpahkan kepada pengadilan. Berdasarkan ketentuan di atas maka tugas seorang hakim adalah:

1. Menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya;

2. Memeriksa setiap perkara yang diajukan kepadanya;

3. Mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Seorang hakim dalam sistem kehidupan masyarakat dewasa ini berkedudukan sebagai penyelesaian setiap konflik yang timbul sepanjang konflik itu diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Melalui hakim, kehidupan manusia yang bermasyarakat hendak dibangun di atas nilai-nilai kemanusian. Oleh sebab itu, dalam melakukan tugasnya seorang hakim tidak boleh berpihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan, serta nilai-nilai kemanusian.23

22 Soedjono Dirjosisworo. Hukum Narkotika di Indonesia, Bandung .PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hlm.

23 Wahyu Affandi, Hakim dan Penegakan Hukum, Bandung , Alumni, 1984, hlm. 35.

(6)

Praktik peradilan pidana pada putusan hakim sebelum pertimbangan-pertimbangan yuridis dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan. Sistem yaang dianut di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan. Yang dipimpin oleh hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya.24

Pihak pengadilan dalam rangka penegak hukum pidana, hakim dapat menjatuhkan pidana tidak boleh terlepas dari serangkaian politik kriminal dalam arti keseluruhannya, yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pidana yang dijatuhkan oleh hakim mempunyai dua tujuan yaitu pertama untuk menakut- nakuti orang lain, agar supaya mereka tidak melakukan kejahatan, dan kedua untuk memberikan pelajaran kepada si terhukum agar tidak melakukan kejahatan lagi.25

Pedoman pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan pemidanaannya, setelah terbukti bahwa tertuduh telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Dalam daftar tersebut dimuat hal-hal bersifat subjektif yang menyangkut hal-hal yang diluar pembuat. Dengan memperhatikan butir-butir tersebut diharapkan penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih dipahami mengapa pidananya seperti yang dijatuhkan itu.26

Kebebasan hakim menjatuhkan putusan dalam proses peradilan pidana terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Nomor 48 Tahun

24 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2001, hlm. 97.

25 Barda Nawawi Arief, Op.Cit. hlm. 2.

26 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998, hlm 67.

(7)

2009 tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan:

“Ayat (1): Dalam menjatuhkan tugas dan fungsinya, hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.

Ayat (2): Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD Kesatuan RI Tahun 1945.”

Isi pasal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 5 ayat (1) UU No.

48 Tahun 2009 tentang Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Hakim dalam kedudukannya yang bebas diharuskan untuk tidak memihak (impartial judge). Sebagai hakim yang tidak memihak dalam menjalankan profesi, mengandung makna hakim harus selalu menjamin pemenuhan perlakuan sesuai hak-hak asasi manusia khususnya bagi tersangka atau terdakwa. Hal demikian telah menjadi kewajiban hakim untuk mewujudkan persamaan kedudukan di depan hukum bagi setiap warga negara (equality before the law).

Suatu putusan pidana sedapat mungkin harus bersifat futuristic.

Artinya menggambarkan apa yang diperoleh darinya. Keputusan pidana selain merupakan pemidanaan tetapi juga menjadi dasar untuk memasyarakatkan kembali si terpidana agar dapat diharapkan baginya untuk tidak melakukan kejahatan lagi di kemudian hari sehingga bahaya terhadap masyarakat dapat dihindari. Salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan berat atau ringannya pidana yang diberikan kepada seseorang terdakwa selalu didasarkan kepada asas keseimbangan antara kesalahan dengan perbuatan melawan hukum.

Dalam putusan hakim harus disebutkan juga alasan bahwa pidana yang dijatuhkan adalah sesuai dengan sifat dari perbuatan, keadaan meliputi perbuatan itu, keadaan pribadi terdakwa. Dengan demikian putusan

(8)

pidana tersebut telah mencerminkan sifat futuristik dari pemidanaan itu.27

Sebelum hakim memutuskan perkara terlebih dahulu ada serangkaian keputusan yang harus dilakukan, yaitu.28

a. Keputusan mengenai perkaranya yaitu apakah perbuatan terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya;

b. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah dan dapat dipidana;

c. Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana.

Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, hakim membuat pertimbangan- pertimbangan. Dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang bersifat non-yudiris.

1. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:

a. Dakwaan jaksa penuntut umum;

b. Keterangan saksi;

c. Keterangan terdakwa;

d. Barang-barang bukti;

e. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Narkotika.

2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis

27 Soedjono, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 1995, hlm.41.

28 Sudarto, Op.Cit. hlm. 78.

(9)

Selain pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yang bersifat non yuridis yaitu:

a. Akibat perbuatan terdakwa;

b. Kondisi diri terdakwa.29

Suatu putusan hakim akan bermutu, hal ini tergantung pada tujuh hal, yakni:30

1. Pengetahuan hakim yang mencakup tentang pemahaman konsep keadilan dan kebenaran;

2. Integritas hakim yang meliputi nilai-nilai kejujuran dan harus dapat dipercaya;

3. Independensi kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh dari pihak-pihak berperkara maupun tekanan publik;

4. Tatanan politik, tatanan sosial, hukum sebagai alat kekuasaan maka hukum sebagai persyaratan tatanan politik dan hukum mempunyai kekuatan moral;

5. Fasilitas di lingkungan badan peradilan;

6. Sistem kerja yang berkaitan dengan sistem manajemen lainnya termasuk fungsi pengawasan dari masyarakat untuk menghindari hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan di daerah;

7. Kondisi aturan hukum di dalam aturan hukum formil dan materiil masih mengandung kelemahan.

Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, mumpuni, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan (the way test) berupa.31

1. Benarkah putusan ini?;

2. Jujurkah dalam mengambil putusan ini?;

3. Adilkah bagi pihak-pihak terkait dalam putusan ini?;

4. Bermanfaatkah putusan ini?.

29 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya, Bina Ilmu, 2007, hlm. 63.

30 Wahyu Affandi , Op.Cit, hlm. 89.

31 Lilik Mulyadi, Op.Cit. hlm. 136.

(10)

Praktiknya walaupun telah bertitik tolak dari sifat/sikap seseorang hakim yang baik, kerangka landasan berfikir/bertindak dan melalui empat buah titik pertanyaan tersebut di atas, maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruan, kekhilafan (rechterlijk dwaling), rasa rutinitas, kekurang hati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek- aspek tertentu yang luput dan kerap tidak diperhatikan hakim dalam membuat keputusan.32

4. Tujuan Pemidanaan

Pidana pada hakikatnya merupakan pemberian hukuman atau sanksi bagi pelanggar. Mengenai pemidanaan, maka ada beberapa teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya, yaitu.33

1. Teori Absolut (Teori Pembalasan/Retrubitif)

Menurut teori absolut, dijatuhkannya pidana pada orang yang melakukan kejahatan adalah sebagai konsekuensi logis dari dilakukannya kejahatan. Jadi siapa yang melakukan kejahatan, harus dibalas pula dengan penjatuhan penderitaan pada orang itu.

Dengan demikian, adanya pidana itu didasarkan pada alam pikiran untuk “pembalasan”. Oleh karena itu teori ini dikenal pula dengan nama “Teori Pembalasan”.

2. Teori Relatif (Teori Tujuan/Utilitarian)

Menurut teori ini, “tujuan dari pidana itu terletak pada tujuan pidana itu sendiri”. Oleh sebab itu teori ini disebut juga dengan

“Teori Tujuan”. Selanjutnya dijelaskan oleh teori tersebut, tujuan dari pidana itu untuk: “perlindungan masyarakat atau memberantas kejahatan”. Jadi menurut teori ini, pidana itu mempunyai tujuan- tujuan tertentu, tidak semata-mata untuk pembalasan.

32 Soerjono Soekanto, Op.Cit. hlm. 125.

33

(11)

Untuk mencapai tujuan dari pidana tersebut, yaitu mencegah terjadinya kejahatan, maka teori tujuan ini mempunyai beberapa teori, diantaranya :

a. Teori Prevensi Umum (Generale Preventie)

Menurut teori ini, tujuan pidana itu adalah untuk pencegahan yang ditujukan pada masyarakat umum, agar tidak melakukan kejahatan, yaitu : dengan ditentukan pidana pada perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang.

b. Teori Prevensi Khusus (Speciale Preventie)

Menurut teori ini, tujuan pidana adalah “untuk mencegah si penjahat mengulangi lagi kejahatan”.

3. Teori Gabungan

Ide dasar teori gabungan ini, pada jalan pikiran bahwa pidana itu hendaknya merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan keadaan si pembuatnya. Aliran gabungan ini berusaha untuk memuaskan semua penganut teori pembalasan maupun tujuan. Untuk perbuatan yang jahat, keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon, yaitu dengan dijatuhi pidana penjara terhadap penjahat, namun teori tujuanpun pendapatnya diikuti, yaitu terhadap penjahat/narapidana diadakan pembinaan, agar sekeluarnya dari penjara tidak melakukan tindak pidana lagi.

4. Teori Integratif

Teori integratif ini diperkenalkan oleh Prof. Dr. Muladi, guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Menurut Muladi: dewasa ini masalah pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari usaha untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak-hak asasi manusia, serta menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional. Untuk ini diperlukan pendekatan multidimensional yang bersifat mendasar terhadap dampak pemidanaan, baik yang menyangkut dampak yang bersifat

(12)

individual maupun dampak yang bersifat sosial. Pendekatan semacam ini mengakibatkan adanya keharusan untuk memilih teori integratif tentang tujuan pemidanaan, yang dapat memenuhi fungsinya dalam rangka mengatasi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh tindak pidana (individual and social damages).

Berdasarkan alasan-alasan sosiologis, ideologis dan yuridis, Muladi menyatakan sebagai berikut:

“Dengan demikian, maka tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial (individual and social damages) yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal ini terdiri dari seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi, dengan catatan, bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat sifatnya kasuitis”.

Perangkat tujuan pemidanaan yang dimaksud di atas adalah: (1) pencegahan (umum dan khusus); (2) perlindungan masyarakat; (3) memelihara solidaritas masyarakat; (4) pengimbalan/pengimbangan.

5. Putusan Pengadilan

Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan.34 Suatu proses pemeriksaan perkara terakhir dengan putusan akhir atau vonis, Dalam putusan itu hakim menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan dalam putusannya. Putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP, adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut acara yang diatur dalam undang- undang.35

Berdasarkan perumusan tersebut maka pengertian “Pernyataan hakim” mengandung arti bahwa hakim telah menemukan hukumnya yang menjadi dasar pemidanaan, bebas, atau lepas dari segala tuntutan.

34 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 129.

35 Kadri Husin & Budi Rizki, Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Bandar Lampung , Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2012, hlm. 127

(13)

Jadi ini putusan adalah perwujudan dari telah ditemukan hukumnya oleh hakim.36

Putusan hakim harus berdasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan. Oleh karena itu, dalam merumuskan keputusannya hakim harus mengadakan musyawarah terlebih dahulu, dalam hal pemeriksaan dilakukan dengan hakim majelis, maka musyawarah tersebut harus pula berdasarkan apa yang didakwakan dan apa yang telah dapat dibuktikan. Jadi bukan musyawarah untuk mufakat sekedar untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan didasarkan pada alasan-alasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan dalam putusannya. Dan juga harus dipenuhi beberapa syarat formalitas dari suatu putusan hakim.37

Yurisprudensi adalah putusan hakim atau putusan pengadilan.

Pengadilan adalah lembaga yang melaksanakan atau menegakkan hukum secara konkrit berkenaan dengan adanya tuntutan hak. Berarti, putusan pengadilan merupakan produk yudikatif yang menurut Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 ditentukan sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian putusan hakim atau putusan pengadilan adalah hukum yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan secara phisik.38

Yurisprudensi dibedakan menjadi dua, yaitu :39

a. Yurisprudensi tetap, keputusan hakim yang digunakan sebagai dasar oleh hakim lain yang merupakan rangkaian keputusan yang serupa;

b. Yurisprudensi tidak tetap, keputusan hakim yang digunakan oleh hakim lain sebagai pedoman karena sependapat.

Putusan hakim (vonis) didalamnya terdapat dua bagian, yaitu :40

36 Ibid, hlm. 127.

37 Hartono, Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 196-203.

38 Wahyu Sasongko, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Bandar Lampung , Universitas Lampung, 2011, hlm. 32.

39 Ibid.

40 Ibid.

(14)

a. Ratio decidendi, yaitu alasan-alasan yang berkaitan langsung atau yuridis relevant yang dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan. Di dalam hal ini, hakim menguraikan fakta- fakta material (material facts) yang terungkap atau terbukti di persidangan, sehingga hakim menggunakannya sebagai alasan atau pertimbangan hukum (yuridis) untuk memutus.

b. Obiter dictum, yaitu suatu ucapan atau sesuatu yang dikemukakan secara sepintas dan tidak berkaitan langsung atau yuridis irrelevant.

Dengan demikian, tidak memiliki dasar dan kekuatan mengikat untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Memang, hakikatnya teori pemidanaan tersebut ditransformasikan melalui kebijakan pidana (criminal policy) pada kebijakan legislatif.

6. Tindakan Rehabilitasi

Dengan adanya ketentuan bahwa hakim yang memeriksa perkara terhadap pecandu narkotika dapat menjatuhkan putusan (vonnis) rehabilitasi sebagaimana dirumusan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, secara implisit telah merubah paradigma bahwa pecandu narkotika tidaklah selalu merupakan pelaku tindak pidana, tetapi merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya sendiri. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan Narkotika, Korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalalm Lembaga Rehabilitasi Medi dan Rehabilitasi Sosial juga ditegaskan mengenai dasar pertimbangan atau acuan hakim dalam menjatuhkan sanksi rehabilitasi. Hal tersebut diatur di dalam angka 3 huruf a diatur bahwa. 41

Dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilaksanakan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim harus

41 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Angka 3 huruf a.

(15)

menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya.

Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial.

Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 01/PB/MA/III/2014-03 Tahun 2014-11/Tahun 2014-PER-005/A/JA/03/2014-1 Tahun 2014 PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Dalam Lembaga Rehabilitasi yang bertujuan untuk mewujudkan koordinasi dan kerjasama secara optimal penyelesaian permasalahan narkotika dalam rangka menuntunkan jumlah pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika melalui program pengobatan, perawatan, dan pemulihan dalam penanganan pecandunarkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka, terdakwa atau narapidana, dengan tetap melaksanakan pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat setidaknya 2 (dua) jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa:42

42 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1 angka

16.LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062.

(16)

Rehabilitasi sebagai tujuan utama dari jenis sanksi tindakan memiliki keistimewaan dari segi proses resosialisasi pelaku, sehingga diharapkan dapat memulihkan kualitas sosial dan moral seseorang agar dapat berintergrasi lagi dalam masyarakat.43

43 Ong Ohoitimur, Teori Etika Tentang Hukuman Legal, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm 41.

(17)

B. Hasil Penelitian

1. Penerapan Hukum Pidana Materil terhadap Penyalahgunaan Narkotika dalam Putusan No. 14 /Pid.B/2014/PN Bkl

1.1 Posisi Kasus

Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Bangkalan Nomor 14/Pid.B/2014/PN.Bkl. Pada putusan tersebut hakim memberi putusan kepada terdakwa dengan putusan pidana penjara selama 6 (enam) bulan karena terdakwa terbukti melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I untuk diri sendiri sesuai pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Kronologi kasus tersebut ialah pada awalnya terdakwa didakwa dengan 2 (dua) dakwaan, dakwaan pertama ialah dakwaan primair Pasal 112 ayat (1) dan kedua ialah dakwaan subsidair Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Dakwaan tersebut didakwakan pada terdakwa mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan.44 Akan tetapi pada proses pemeriksaan persidangan majelis hakim memutuskan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pada dakwaan primair Pasal 112 ayat (1), namun terbukti melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan subsidair Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Terdakwa yang bernama MOH. SOFYAN Bin BULADIN telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah sesuai dakwaan subsidair Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika mengenai penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri dan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”. Sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) bulan. Putusan ini menimbulkan konflik norma, dimana terdakwa merupakan seorang korban dari kejahatan narkotika atau korban penyalahgunaan narkotika khususnya

44 Putusan Nomor 14/Pid.B/2014/PN. Bkl.

(18)

golongan I. Itu karena dalam salah satu pertimbangan hakim disebutkan bahwa terdakwa merupakan korban dalam menyalahgunakan narkotika. Keterangan tersebut dikuatkan juga dengan rekomendasi dari RS Jiwa Menur Surabaya Nomor 05/KM/I/2014 tanggal 16 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Fattyawan Kintono, Sp.KJ menerangkan

“pada pemeriksaan saat ini kami dapatkan seorang dengan riwayat pengguna aktif napza (pecandu jenis Amfetamin : sabu) dengan keadaan depresi dan gelisah dengan saran”: Psikoedukasi keluarga; Rehabilitasi mental dan sosial.

1.2 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Primair:

Terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN pada hari sabtu tanggal 09 Nopember 2013 sekitar jam 22.30 wib atau setidak- tidaknya pada waktu lain dalam bulan Nopember 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat Jl. Desa KarangGayam Kec. Blega kab. Bangkalan atau setidak-tidaknya di tempat lain dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan, tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu- sabu dengan berat bersih kurang lebih 0,059 gram, perbuatan yang mana terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Bahwa berawal dari semakin maraknya peredaran narkoba di wilayah Kab. Bangkalan, lalu dengan melakukan kerjasama bersama elemen masyarakat guna pencegahan meluasnya peredaran narkoba beberapa hari kemudian Reskim Unit Narkoba Polres Bangkalan mendapat laporan dari masyarakat kecamatan Blega jika di Jl. Desa Karang Gayam Kecamatan Blega sering dijadikan jalur keluar - masuknya transaksi narkoba, selanjutnya untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan dipimpin Kasat narkoba AKP Susanto bersama-sama dengan beberapa anggotanya diantaranya saksi Davit Ulung

(19)

dan Moh. Syafek pada hari Sabtu tanggal 09 Nopember 2013 melakukan penyanggongan ditempat yang dimaksud dengan cara menghentikan, memeriksa dan menggeledah setiap pengendara bermotor yang lalu-lalang melintas di Jl. Desa Karang gayam namun tidak menemukan apa-apa. Beberapa saat kemudian sekitar sekitar jam 22.30 wib saksi Davit Ulung dan Moh. Syafek menghentikan laju sepeda motor Honda Revo warna hitam silver nopol M-6798-AE yang dikendarai terdakwa. Saat dilakukan pemeriksaan dengan penggeledahan badan dan pakaian saksi Davit Ulung dan Moh. Syafek menemukan didalam saku baju terdakwa berupa 1 kantong plastik klip kecil yang ternyata berisi narkotika jenis sabu.

b. Bahwa dari hasil temuan tersebut terdakwa mengakuinya jika sabu tersebut milik terdakwa yang dibelinya seharga Rp.

100.000,- dari seseorang bernama Holip yang sekarang DPO.

c. Bahwa terdakwa selama memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman yaitu Narkotika jenis sabu-sabu tersebut tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Lab. Kriminalistik No. 7337/ NNF/2013 tanggal 19 Nopember 2013 dengan kesimpulan barang bukti dengan No.

8888/2013/NNF berupa kristal warna putih tersebut adalah benar didapatkan kristal Metamfetamina terdaftar dalam golongan I (satu) Nomor urut 61 Lampiran UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sedangkan berdasarkan hasil Lab.

Klinik Paviliun RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU Kab. Bangkalan dengan No. Lab. 255/XII/Lab/2013 tanggal 01 Desember 2013 dengan hasil pemeriksaan POSITIF dan berkesimpulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining diatas, maka yang bersangkutan saat ini mengkonsumsi/menggunakan narkotika, psikotropika golongan Methamphetamine .

(20)

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009.

Atau

Subsidiair :

Terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN pada hari sabtu tanggal 09 Nopember 2013 sekitar jam 22.30 wib atau setidak- tidaknya pada waktu lain dalam bulan Nopember 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat Jl. Desa KarangGayam Kec. Blega kab. Bangkalan atau setidak-tidaknya di tempat lain dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Bangkalan adalah sebagai seorang Penyalah Guna Narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu dengan berat bersih kurang lebih 0,059 gram, perbuatan yang mana terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Bahwa awalnya terdakwa pernah diajak oleh Abdul (DPO) untuk mengkonsumsi sabu dirumah bandar Holip (DPO) karena selain menjual sabu Holip juga menyediakan tempat khusus untuk mengkonsumsi sabunya. Selanjutnya dari seringnya terdakwa mengkomsumsi sabu, lalu pada pada hari sabtu tanggal 09 Nopember 2013 sekitar jam 22.00 wib terdakwa bertemu dengan Abdul dan dari pertemuan tersebut lalu Abdul menyuruh terdakwa untuk membeli sabu ke bandar Holip seharga Rp. 100.000, yang mana nantinya setelah sabu- sabu tersebut sudah didapatnya maka sabu-sabu tersebut oleh terdakwa, Abdul dan Roni akan dikonsumsi secara bersama- sama dirumahnya Abdul. Mendengar ajakan tersebut lalu terdakwa menyetujuinya mengingat karena setelah selesai mengkonsumsi sabu terdakwa biasanya merasakan kondisi badannya terasa segar dan tidak mengantuk akibat efek dari mengkonsumsi sabu. Kemudian dengan mengendarai sepeda motor Honda Revo warna hitam silver nopol M-6798- AE

(21)

milik Roni terdakwa berangkat sendirian menuju rumah Bandar Holip untuk membeli sabu. Tidak lama kemudian setelah sabu- sabu tersebut didapatnya lalu terdakwa menyimpannya didalam saku baju terdakwa selanjutnya terdakwa pulang. Kemudian sesampainya di jalan Desa KarangGayam Kec. Blega sekitar jam 22.30 wib laju sepeda motor terdakwa dihentikan oleh beberapa petugas yang sedang melakukan patroli.

b. Bahwa saat laju sepeda motornya dihentikan, beberapa petugas diantaranya saksi Davit Ulung dan Moh. Syafek menghampiri terdakwa lalu melakukan pemeriksaan, saat dilakukan pemeriksaan dan penggeledahan badan saksi Davit Ulung dan Moh. Syafek menemukan didalam saku baju terdakwa berupa 1 kantong plastik klip kecil yang ternyata berisi narkotika jenis sabu, selanjutnya terdakwa ditangkap dan dibawa ke Polres bangkalan.

c. Bahwa saat dilakukan interogasi terhadap terdakwa mengakuinya jika sabu-sabu yang dibawa terdakwa dibelinya seharga Rp. 100.000,- dari seseorang bernama Holip yang sekarang berstatus DPO dan sabu-sabu tersebut rencananya akan dikonsumsi oleh terdakwa bersama dengan Abdul (DPO) dan Roni.

d. Bahwa seringnya terdakwa mengkonsumsi narkotika jenis sabu sejak sekitar sebulan yang lalu hingga sekarang dengan hasil kondisi badan terasa segar dan tidak mengantuk akibat efek dari setiap mengkonsumsi sabu yang mana apabila penggunaannya dilakukan secara aktif tanpa ada alasan medis atau tanpa pantauan dari pihak medis maka akan merusak kesehatan, sebagaimana hasil pemeriksaan psikis terhadap terdakwa dari RS Jiwa Menur Surabaya No. 05/KM/I/2014 tanggal 16 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh dokter dr. Fattyawan Kintono, Sp.KJ menerangkan pada pemeriksaan saat ini kami dapatkan seorang dengan

(22)

riwayat pengguna aktif napza (pecandu jenis Amfetamin : sabu) dengan keadaan depresi dan gelisah dengan saran:

‐ Psikoedukasi keluarga;

‐ Rehabilitasi mental dan social.

e. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Lab. Kriminalistik No.

7337/ NNF/2013 tanggal 19 Nopember 2013 dengan kesimpulan barang bukti dengan No. 8888/2013/NNF berupa kristal warna putih tersebut adalah benar didapatkan kristal Metamfetamina terdaftar dalam golongan I (satu) Nomor urut 61 Lampiran UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sedangkan berdasarkan hasil Lab. Klinik Paviliun RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU Kab. Bangkalan dengan No. Lab. 255/XII/Lab/2013 tanggal 01 Desember 2013 dengan hasil pemeriksaan POSITIF dan berkesimpulan ? berdasarkan hasil pemeriksaan skrining diatas, maka yang bersangkutan saat ini mengkonsumsi / menggunakan narkotika, psikotropika golongan Methamphetamine. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009.

1.3 Tuntutan Penutut Umum

Tuntutan penuntut umum yang dibacakan pada persidangan tanggal 21 Januari 2014 tentang penetapan hari sidang, dengan fakta-fakta yang terungkap dipemeriksaan secara berturut-turut berupa keterangan saksi-saksi, petunjuk dan keterangan terdakwa maka penuntut umum yang pada pokoknya menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memustuskan:

a. Menyatakan terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN bersalah melakukan tindak pidana ” PENYALAH GUNA NARKOTIKA GOLONGAN I BUKAN TANAMAN ” sebagaimana diatur dalam DAKWAAN Subsidair Pasal 127 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2009;

(23)

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN dengan pidana penjara selama : 7 (tujuh) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan;

c. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) kantong plastik klip kecil yang isi sabu berat bersih 0,059 gram dirampas untuk dimusnahkan, 1 (satu) unit sepeda motor Honda Revo warna hitam silver nopol M-6798-AE dikembalikan kepada Terdakwa;

d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);

1.4 Pertimbangan Hakim

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan subsidaritas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan primair sebagaimana diatur dalam Pasal 112 ayat (1) UU RI NO.35 Tahun 2009, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Tanpa hak atau melawan hukum;

3. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman ;

Menimbang bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Ad. 1 Setiap orang;

a. Menimbang, Bahwa yang dimaksud setiap orang menunjuk kepada manusia sebagai subyek hukum pidana yaitu orang yang mampu bertanggung jawab dan dapat dipertanggung- jawabkan secara hukum atas perbuatan yang telah dilakukannya;

b. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan pelaku yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara ini adalah Terdakwa yang bernama MOH. SOFYAN Bin BULADIN dan

(24)

setelah diperiksa identitas Terdakwa tersebut oleh Majelis Hakim dipersidangan, ternyata telah sesuai dengan identitas Terdakwa sebagaimana termuat dalam surat dakwaan Penuntut Umum:

a. Menimbang, bahwa namun demikian untuk menentukan apakah Terdakwa terbukti atau tidaknya melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya tersebut, hal mana tergantung dari unsur-unsur lain dari pasal yang didakwakan kepada Terdakwa sebagaimana yang akan dipertimbangkan lebih lanjut dibawah ini;

b. Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat setiap orang dalam hal ini telah terpenuhi; Ad.2 Tanpa hak atau melawan hukum ;

Ad.2 Tanpa hak atau melawan hukum ;

a. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur ini adalah perbuatan yang dilakukan tanpa izin yang berwenang dan perbuatan tersebut dilarang atau bertentangan dengan hukum yang berlaku ;

b. Menimbang, bahwa bertitik tolak dari pertimbangan tersebut diatas dan didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam dipersidangan dari keterangan saksi-saksi, bukti surat dan keterangan Terdakwa dihubungkan pula dengan barang bukti yang ternyata saling bersesuaian terungkap fakta pada hari Sabtu, tanggal 09 Nopember 2013 pukul 22.00 wib terdakwa disuruh teman terdakwa bernama Abdul untuk membeli sabu sebesar Rp.

100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo No.Pol- M 6798 AE milik Roni ke rumah Holip di Jl. Ds. Karang Gayam, Kec. Blega, Kab. Bangkalan, setelah mendapat sabu tersebut terdakwa pulang dalam perjalanan terdakwa diberhentikan oleh petugas berpakaian

(25)

preman langsung mengggeledah badan terdakwa dan ditemukan satu kantong plastik klip kecil berisi sabu;

c. Menimbang, bahwa penangkapan tersebut bermula ketika pada hari Sabtu, tanggal 09 Nopember 2013 pukul 22.00 wib terdakwa disuruh teman terdakwa bernama Abdul untuk membeli sabu sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo No.Pol- M 6798 AE milik Roni ke rumah Holip di Jl. Ds. Karang Gayam, Kec. Blega, Kab.

Bangkalan, setelah mendapat sabu tersebut terdakwa pulang dalam perjalanan terdakwa diberhentikan oleh petugas Polisi langsung mengggeledah badan terdakwa dan ditemukan satu kantong plastik klip kecil berisi sabu;

d. Menimbang, bahwa Kristal putih yang ditemukan oleh anggota kepolisian, terdakwa adalah benar didapatkan kristal Metamfetamina terdaftar dalam golongan I (satu) Nomor urut 61 Lampiran UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Lab. Kriminalistik No.

7337/NNF/2013 tanggal 19 Nopember 2013 ; Menimbang, bahwa dari hasil pemeriksaan skrining yang dilakukan oleh dr.

Dwi Lily L, Sp.PK, dokter pada RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan tanggal 19 Nopember 2013, Terdakwa positif mengkonsumsi/ menggunakan Psikotropika golongan Metamphetamine (MET) dihubungkan dengan keterangan yang saksi bahwa hasil tes urine terdakwa dari laboratorium positif, dan keterangan Terdakwa menyatakan bahwa terdakwa telah memakai sabu sudah 3 (tiga) tahun lamanya;

e. Menimbang, bahwa penggunaan narkotika jenis sabu yang dilakukan oleh Terdakwa tidak secara sah dan tanpa izin dari instansi yang berwenang oleh karenanya terdakwa tidak berhak atau tanpa hak menggunakan narkotika jenis sabu tersebut;

(26)

f. Menimbang, Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat untuk ini unsur ini telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa ;

Ad.3 Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman ;

a. Menimbang, bahwa oleh karena unsur ketiga merupakan unsur yang bersifat alternatif maka unsur ini dapat dikatakan terpenuhi apabila perilaku yang dituduhkan kepada terdakwa terbukti memenuhi salah satu sub unsur yang dimaksud tersebut;

b. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi, bukti surat dan keterangan terdakwa dihubungkan pula dengan barang bukti yang ternyata saling bersesuaian terungkap bahwa pada saat dilakukan penggeledahan pada hari Sabtu, tanggal 09 Nopember 2013 pukul 22.00 wib terdakwa disuruh teman terdakwa bernama Abdul untuk membeli sabu sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo No.Pol- M 6798 AE milik Roni ke rumah Holip di Jl. Ds. Karang Gayam, Kec. Blega, Kab. Bangkalan, setelah mendapat sabu tersebut terdakwa pulang dalam perjalanan terdakwa diberhentikan oleh petugas Polisi langsung mengggeledah badan terdakwa dan ditemukan satu kantong plastik klip kecil berisi sabu;

c. Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut diatas maka sudah seharusnya mempertimbangkan keberadaan barang bukti yang ada pada diri Terdakwa terhadap kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya haruslah dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam Undang- Undang tersebut;

d. Menimbang, bahwa dari uraian fakta tersebut diatas maka dilihat dari narkotika jenis sabu yang ditemukan di kantong baju terdakwa tersebut merupakan suruhan dari temannya Abdul

(27)

untuk membeli sabu tersebut yang akan dikonsumsi oleh Terdakwa, karena itu untuk menggunakan atau memakai narkotika tentu saja Terdakwa harus menguasai atau memiliki narkotika tersebut, namun kepemilikan dan penguasaan narkotika tersebut semata-mata untuk digunakan oleh Terdakwa itu sendiri;

e. Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur Ad.3. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman tidak terpenuhi oleh perbuatan terdakwa;

f. Menimbang, bahwa oleh karena salah unsur dari Pasal112 ayat (1) UU RI NO.35 Tahun 2009 sebagaimana yang telah dipertimbangkan diatas tidak terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa, maka Terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair dan Terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan primair tersebut;

g. Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan subsidair sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut :

Ad.1 Unsur Setiap orang :

a. Menimbang, Bahwa oleh karena unsur setiap orang ini sebagaimana telah dipertimbangkan dalam dakwaan Primair diatas dan telah dinyatakan telah terpenuhi oleh terdakwa, maka dengan ini tidak mengurangi makna putusan ini dan untuk mempersingkat uraiannya maka uraian dan pertimbangan

(28)

unsur “Setiap orang” dalam dakwaan Primair diatas diambil alih dan dipertimbangkan dalam uraian ini, maka unsur ini telah terbukti secara sah menurut hukum ;

Ad.2.Unsur Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri :

a. Menimbang, bahwa pengertian Penyalah Guna menurut Pasal 1butir 15 undang-undang No.35 Tahun 2009 adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum ; b. Menimbang, bahwa bertitik tolak dari pengertian tersebut dari

fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan saksi-saksi, bukti surat dan keterangan terdakwa serta dihubungkan pula dengan barang bukti yang kesemuanya saling bersesuain maka terungkap bahwa pada hari Sabtu, tanggal 09 Nopember 2013 pukul 22.00 wib terdakwa disuruh teman terdakwa bernama Abdul untuk membeli sabu sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo No.Pol- M 6798 AE milik Roni ke rumah Holip di Jl. Ds. Karang Gayam, Kec. Blega, Kab.

Bangkalan, setelah mendapat sabu tersebut terdakwa pulang yang akan dipakai sendiri, kemudian dilakukan penggeledahan dan penangkapan oleh petugas kepolisian telah ditemukan sabu dikantong baju terdakwa, dan berdasarkan keterangan terdakwa bahwa sabu tersebut merupakan sabu yang akan dikonsumsi oleh terdakwa dan setelah dilakukan pemeriksaan test narkoba dari diri terdakwa sesaat setelah dilakukan penangkapan,ternyata Terdakwa positif mengkonsumsi/

menggunakan Psikotropika golongan Metamphetamine (MET hasil pemeriksaan skrining yang dilakukan oleh dr. Dwi Lily L, Sp.PK, dokter pada RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan tanggal 19 Nopember 2013, Terdakwa positif mengkonsumsi/menggunakan Psikotropika golongan Metamphetamine (MET);

(29)

c. Menimbang, bahwa berdasarkan Lab. Kriminalistik No. 7337/

NNF/2013 tanggal 19 Nopember 2013, Kristal putih yang ditemukan oleh anggota kepolisian di kantong baju milik terdakwa adalah benar didapatkan kristal Metamfetamina terdaftar dalam golongan I (satu) Nomor urut 61 Lampiran UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang penggunaanya harus melalui izin dari pihak yang berwenang ;

d. Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka jelas bahwa Kristal putih yang ditemukan dikantong baju yang merupakan adalah Narkotika jenis kristal Metamfetamina yang terdaftar dalam golongan I (satu) nomor urut 61, telah disalahgunakan oleh Terdakwa dengan cara dikonsumsi untuk dirinya sendiri meskipun penggunaannya tanpa adanya surat izin dari pihak yang berwenang baik itu berupa resep dokter ataupun surat-surat lain yang mengijinkan Terdakwa untuk menggunakan / mengkonsumsi narkotika jenis sabu-sabu, oleh karena itu Terdakwa tidak berhak atau tanpa hak menggunakan narkotika tersebut ;

e. Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka unsur Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri inipun menurut Majelis Hakim juga telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa;

f. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsidair;

g. Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsidair tersebut ;

(30)

h. Menimbang, bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya;

i. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;

j. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah akan tetapi dengan memperhatikan fakta-fakta dipersidangan Terdakwa hanyalah korban dalam menyalahgunakan narkotika maka putusan yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana tujuan pemidanaan yang harus bersifat preventif, korektif dan edukatif;

k. Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penahanan yang sah, maka masa penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

l. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

m. Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan berupa :

‐ 1 (satu) kantong plastik klip kecil yang berisi narkotika jenis sabu ;

‐ Terhadap barang bukti telah disita secara sah menurut hukum dan dipersidangan terungkap diperoleh secara tidak sah dan melawan hukum serta dipergunakan untuk melakukan kejahatan Penyalahgunaan Narkotika, maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dirampas untuk dimusnahkan ;

(31)

‐ (satu) unit sepeda motor Honda Revo warna hitam silver nopol M-6798-AE ;

‐ Terhadap barang bukti ini telah disita secara sah menurut hukum dan dipersidangan terungkap fakta bahwa barang bukti ini, maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dikembalikan kepada Terdakwa ;

n. Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

Hal-hal yang memberatkan:

‐ Perbuatan terdakwa telah menyalahgunaan Narkotika ; Hal-hal yang meringankan :

‐ Terdakwa belum pernah dihukum ;

‐ Terdakwa berterus terang dan mengakui perbuatannya sehingga memperlancar persidangan ;

‐ Terdakwa bersikap sopan di persidangan;

‐ Terdakwa masih terlalu muda ;

‐ Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya ;

o. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi maka haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara;

Memperhatikan, Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang- undangan lain yang bersangkutan ;

1.5 Amar Putusan

MENGADILI

a) Menyatakan Terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair ;

b) Membebaskan terdakwa dari dakwaan Primair tersebut;

(32)

c) Menyatakan Terdakwa MOH. SOFYAN Bin BULADIN tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri ” ;

d) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 6 (enam ) bulan ;

e) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

f) Menetapkan Terdakwa tetap berada tahanan ;

g) Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) kantong plastik klip kecil yang berisi narkotika jenis sabu dirampas untuk dimusnahkan, 1 (satu) unit sepeda motor Honda Revo warna hitam silver nopol M-6798-AE dikembalikan kepada Terdakwa;

h) Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) ;

2. Penerapan Hukum Pidana Materil terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dalam Putusan No.

7/Pid.Sus/2017/PN Tapaktuan 1.1 Posisi Kasus

Pada putusan tersebut hakim memberi putusan kepada terdakwa dengan putusan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan karena terdakwa terbukti melakukan penyalahgunaan narkotika golongan I untuk diri sendiri sesuai pasal 127 ayat (1) UU Narkotika sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif ketiga, kemudian memerintahkan terdakwa menjalani perawatan atau pengobatan melalui rehabilitasi medis dan sosial di BNNP Aceh selama masa pidana yang belum dijalani oleh terdakwa, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,

(33)

memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.

Kronologi kasus berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dimana pada hari selasa tanggal 18 Oktober 2016 Terdakwa RAMANSYAH ALIAS AGAM Bin YAHYA G berjumpa dengan Saksi Muljan dan membeli narkotika golongan I jenis sabu yang akan digunakan oleh terdakwa, dan berdasarkan Surat Hasil Pemeriksaan Urine Nomor B/SHPU/19/2016/KES tanggal 20 Oktober 2016 yang ditandatangani oleh Erpriandi, AMK dengan kesimpulan hasil tes urine yang diperiksa milik Terdakwa atas nama RAHMANSYAH ALIAS AGAM Bin Alm YAHYA G adalah Positif mengandung zat narkoba jenis Metamfetamina dan terdaftar dalam Golongan I (satu) nomor urut 61 Lampiran I Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Bahwa terdakwa dalam menggunakan Narkotika Golongan I jenis sabu-sabu tersebut tidak ada izin dari pejabat berwenang, unsur “penyalahguna narkotika golongan I bagi diri sendiri” sudah terpenuhi maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Akan tetapi dalam pertimbangan hakim, menimbang bahwa berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Tim Asemen Terpadu dari Badan Narkotika Nasional Kabupaten Aceh Selatan, tanggal 30 Januari 2017, telah melakukan rapat pelaksanaan asemen terhadap berkas atas nama Ramansyah Alias Agam Bin (Alm) Yahya G Hasil TAT No B/35/I/ka/rh.00/2017/BNNK-ASEL, dengan kesimpulan klien menjalani rawat jalan ke BNNP Aceh Selama 8 delapan kali pertemuan, maka setelah majelis hakim mempelajari bukti tersebut berdasarkan Pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Jo Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tanggal 7 April 2010, maka permohonan tersebut di kabulkan dan majelis hakim menyatakan terdakwa RAMANSYAH ALIAS

(34)

AGAM Bin Alm YAHYA G haruslah diberikan tindakan hukum berupa rehabilitasi.

1.2 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan Alternatif

Kesatu :

Terdakwa RAMANSYAH ALIAS AGAM BIN ALM.

YAHYA G pada hari selasa tanggal 18 bulan Oktober tahun 2016 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2016 sekira pukul 21.30 Wib, bertempat di Jalan T. Cut Ali Gampong Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tapaktuan untuk mengadili, tanpa hak melawan hukum menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu, Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut :

a. Bahwa bermula pada hari selasa tanggal 18 Oktober 2016 sekira pukul 21.00 Wib bertempat di jalan induk Desa Jambo Apha Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan terdakwa RAMANSYAH BIN M. YAHYA G membeli narkotika Golongan I jenis sabu-sabu dari saksi MULJAN RAHMAN BIN ALI HANAFIAH (terdakwa dalam perkara terpisah) sebanyak 1 (satu) bungkus/paket kecil. Terdakwa RAMANSYAH membeli narkotika jenis sabu - sabu tersebut seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan pecahan Rp.

50.000 (lima puluh ribu) sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah terdakwa membeli paket sabu-sabu, terdakwa langsung pergi ke bengkel milik terdakwa yang berada di Jalan T. Cut Ali Gampong Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Sesampai terdakwa dibengkel kemudian terdakwa membuat seperangkat alat hisap (bong) menggunakan botol air mineral merk Aqua. Ketika terdakwa selesai membuat

(35)

alat hisap (bong), tibatiba ada yang mengetuk pintu bengkel lalu terdakwa meletakkan alat hisap (bong) tersebut dibawah meja. Pada saat terdakwa membuka pintu bengkel ternyata mengetuk pintu adalah dari pihak kepolisian dari Resor Aceh Selatan yaitu saksi ISKANDAR, saksi REZA PAHLEPHI dan saksi VICKY ADRIANTAMA. Setelah itu para saksi langsung menanyai terdakwa dan melakukan penggeledahan atas badan serta bengkel milik terdakwa ;

b. Bahwa dari penggeledahan tersebut di dapati barang bukti berupa 1 (satu) paket/bungkusan dari plastik bening diduga Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu yang ditemukan dari saku depan sebelah kiri celana terdakwa dan seperangkat alat yang dipakai untuk menggunakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu (bong) yang dibuat dari botol minum air mineral merk Aqua dibawah meja ;

c. Bahwa terdakwa sudah 2 (dua) kali membeli Narkotika jenis sabu -sabu dari saksi MULJAN, yakni pada hari sabtu tanggal 15 Oktober 2016 serta tanggal 18 Oktober 2016 ;

d. Bahwa terdakwa menggunakan narkotika jenis sabu-sabu tersebut dengan cara membuat alat hisap (bong) lalu terdakwa mengeluarkan narkotika jenis sabu-sabu dari plastik bening dan memasukkannya kedalam tabung kaca yang terdapat pipet pada ujungnya. Kemudain terdakwa membakar bagian bawah tabung dengan menggunakan korek api sehingga keluar asap dari ujung pipet tersebut lalu terdakwa menghirupnya. Dalam penggunaan narkotika jenis sabu-sabu terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang untuk menggunakannya ;

e. Bahwa berdasarkan Surat Hasil Pemeriksaan Urine Nomor : B/SHPU/19/2016/KES tanggal 20 Oktober 2016 yang dibuat dan ditanda tangani oleh ERPRIADI, AMK Kaur Kes Poliklinik Polres Aceh Selatan yang menerangkan bahawa

(36)

terhadap diri terdakwa POSITIF mengandung zat Narkoba jenis metamfetamina ;

f. Bahwa perbuatan terdakwa tersebut di dukung dengan adanya Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika No.LAB: 12641/NNF/2016 tanggal 18 nov 2016 yang dibuat dan di tanda tangani oleh Zulni Erma, Delina Naiborhu, S.Si, Apt yang pada kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti yang di analisis milik terdakwa atas nama RAMANSYAH Bin M.YAHYA G (Alm) adalah positif methamphetamina dan terdaftar dalam golongan I (satu) nomor urut 61 lampiran I UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

g. Bahwa berdasarkan Berita Acara Penimbangan Barang Bukti pada hari kamis tanggal 20 Oktober 2016 pukul 10.00 Wib telah dilakukan penimbangan oleh SYARWANI, SH pegawai Kantor Cabang Syariah Pegadaian Tapaktuan dengan hasil penimbangan bahwa 1 (satu) bungkus Kristal putih yang dibungkus dengan plastik bening dengan berat brutto 0,04 (nol koma nol empat) gram dan bersifat mencair.

h. Bahwa perbuatan terdakwa membeli Narkotika golongan I bukan tanaman jenis shabu-shabu tidak ada izin dari pejabat atau instansi yang berwenang.

Perbuatan terdakwa melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 114 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Kedua

Terdakwa RAMANSYAH ALIAS AGAM BIN ALM.

YAHYA G pada hari selasa tanggal 18 bulan Oktober tahun 2016 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2016 sekira pukul 21.30 Wib, bertempat di Jalan T. Cut Ali Gampong Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, atau setidak-tidaknya ditempat lain yang masih dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tapaktuan untuk mengadili, tanpa hak melawan

(37)

hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau meyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis sabu - sabu, Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara sebagai berikut : a. Bahwa bermula pada hari selasa tanggal 18 Oktober 2016

sekira pukul 21.00 Wib bertempat di jalan induk Desa Jambo Apha Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan terdakwa RAMANSYAH BIN M. YAHYA G membeli narkotika Golongan I jenis sabu-sabu dari saksi MULJAN RAHMAN BIN ALI HANAFIAH (terdakwa dalam perkara terpisah) sebanyak 1 (satu) bungkus/paket kecil. Terdakwa RAMANSYAH membeli narkotika jenis sabu - sabu tersebut seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dengan pecahan Rp.

50.000 (lima puluh ribu) sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah terdakwa membeli paket sabu-sabu, terdakwa langsung pergi ke bengkel milik terdakwa yang berada di Jalan T. Cut Ali Gampong Lhok Bengkuang Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan. Sesampai terdakwa dibengkel kemudian terdakwa membuat seperangkat alat hisap (bong) menggunakan botol air mineral merk Aqua. Ketika terdakwa selesai membuat alat hisap (bong), tibatiba ada yang mengetuk pintu bengkel lalu terdakwa meletakkan alat hisap (bong) tersebut dibawah meja. Pada saat terdakwa membuka pintu bengkel ternyata mengetuk pintu adalah dari pihak kepolisian dari Resor Aceh Selatan yaitu saksi ISKANDAR, saksi REZA PAHLEPHI dan saksi VICKY ADRIANTAMA. Setelah itu para saksi langsung menanyai terdakwa dan melakukan penggeledahan atas badan serta bengkel milik terdakwa ;

b. Bahwa dari penggeledahan tersebut di dapati barang bukti berupa 1 (satu) paket/bungkusan dari plastik bening diduga Narkotika Golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu yang ditemukan dari saku depan sebelah kiri celana terdakwa dan seperangkat alat yang dipakai untuk menggunakan Narkotika

(38)

Golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu (bong) yang dibuat dari botol minum air mineral merk Aqua dibawah meja ;

c. Bahwa terdakwa sudah 2 (dua) kali membeli Narkotika jenis sabu-sabu dari saksi MULJAN, yakni pada hari sabtu tanggal 15 Oktober 2016 serta tanggal 18 Oktober 2016 ;

d. Bahwa terdakwa menggunakan narkotika jenis sabu-sabu tersebut dengan cara membuat alat hisap (bong) lalu terdakwa mengeluarkan narkotika jenis sabu-sabu dari plastik bening dan memasukkannya kedalam tabung kaca yang terdapat pipet pada ujungnya. Kemudain terdakwa membakar bagian bawah tabung dengan menggunakan korek api sehingga keluar asap dari ujung pipet tersebut lalu terdakwa menghirupnya. Dalam penggunaan narkotika jenis sabu-sabu terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang untuk menggunakannya ;

e. Bahwa berdasarkan Surat Hasil Pemeriksaan Urine Nomor : B/SHPU/19/2016/KES tanggal 20 Oktober 2016 yang dibuat dan ditanda tangani oleh ERPRIADI, AMK Kaur Kes Poliklinik Polres Aceh Selatan yang menerangkan bahawa terhadap diri terdakwa POSITIF mengan dung zat Narkoba jenis metamfetamina ;

f. Bahwa perbuatan terdakwa tersebut di dukung dengan adanya Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Narkotika No.LAB: 12641/NNF/2016 tanggal 18 nov 2016 yang dibuat dan di tanda tangani oleh Zulni Erma, Deli na Naiborhu, S.Si, Apt yang pada kesimpulannya menyatakan bahwa barang bukti yang di analisis milik terdakwa atas nama RAMANSYAH Bin M.YAHYA G (Alm) adalah positif methamphetamina dan terdaftar dalam golongan I (satu) nomor urut 61 lampiran I UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika ;

g. Bahwa berdasarkan Berita Acara Penimbangan Barang Bukti pada hari kamis tanggal 20 Oktober 2016 pukul 10.00 Wib

Referensi

Dokumen terkait

terhadap hasil heading kaki sejajar dan 4) untuk mengetahu hasil yang signifikan, antara kelentukan togok, kekuatan otot leher dan kekuatan otot perut terhadap hasil heading

Five of them ( single letters can replace words, single digits can replace words, a single letter or digit can replace a syllable, combinations, and abbreviations ) were the

In this instance, the optimal control design to improve the time response of dc voltage on load change based on linear quadratic regulator with integral action is proposed whereby

Oleh karena itu berdasarkan hal yang tertera di atas maka penulis menarik kesimpulan untuk mengambil masalah keperawatan dengan harga diri rendah pada Sdr.P di ruang

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426

Subject of this study was collected in two group, for the surveillance cases, sample was collected from Denpasar Selatan I Primary Health Care Center.. While for

Jadi rerata empirik < rerata hipotetik yang berarti pada umumnya subyek penelitian mempunyai perilaku delinkuensi yang sedang, dalam arti bahwa dari jumlah subjek

- Jawaban dibuktikan dengan dokumen rapat kelulusan seperti undangan, daftar hadir, notula rapat) yang dihadiri oleh guru kelas, guru mata pelajaran,