PROFIL RESPON DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA
PADA PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI HLT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh : Bayu Eka Putra
0905922
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROFIL RESPON DAN
PEMAHAMAN KONSEP SISWA
PADA PEMBELAJARAN FISIKA
BERORIENTASI HLT
Oleh
Bayu Eka Putra
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
© Bayu Eka Putra 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PROFIL RESPON DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA
PADA PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI HLT
Oleh Bayu Eka Putra
NIM. 0905922
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I,
Ridwan Efendi, S.Pd, M.Pd. NIP. 19770110200801001
Pembimbing II,
Agus Fany Chandra, S.Pd, M.Pd. NIP. 198108122005011003
Mengetahui, Ketua Jurusan
Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI HLT UNTUK
MENGANALISIS PROFIL RESPON DAN PEMAHAMAN KONSEP
SISWA
B.E. Putra,
R. Efendi
1, A.F. Chandra
3Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
bayujidat@yahoo.com, readonee@yahoo.com, agus.fany@gmail.com
ABSTRAK
PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI HLT UNTUK MENGANALISIS PROFIL RESPON DAN PEMAHAMAN KONSEP
SISWA
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di kelas pada kegiatan studi pendahuluan yang dilakukan disalah satu SMP di Kota Bandung diperoleh bahwa terdapat masalah pada saat proses pembelajaran yaitu siswa kurang terfasilitasi dalam menerima materi atau konsep essensial pada materi gaya yang diajarkan. Masalah tersebut memunculkan kesulitan-kesulitan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu pemahaman konsep siswa yang kurang dan tahap pola pikir siswa yang beragam dalam menerima materi yang disampaikan. Dalam merencanakan suatu pembelajaran, guru sebaiknya dapat memprediksikan respon siswa apa saja yang mungkin muncul, sehingga guru dapat memberikan tindakan yang sesuai dan dapat mengatasi kesulitan belajar setiap siswa. Oleh karena itu untuk mempersiapkan prediksi respon siswa dalam pembelajaran perlu adanya suatu hypothetical learning trajectory (HLT) yang tepat. Dalam penelitian ini dilakukan pembelajaran fisika menggunakan perencanaan pembelajaran yang berorientasi pada HLT untuk menganalisis profil respon dan pemahaman konsep siswa, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar observasi dan tes pemahaman konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar respon-respon yang muncul sudah sesuai dengan prediksi yang telah ditentukan pada hypothetical learning trajectory (HLT) sehingga sesuai dengan alur yang telah dirancang sebelumnya dan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dari respon-respon yang muncul pada tiap sub materi, siswa cenderung berada pada tahap berpikir operasional konkrit. Penentuan yang tepat dalam memprediksi respon siswa juga berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa. Profil pemahaman konsep siswa yang diperoleh juga menunjukkan nilai yang baik. Dengan demikian dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika yang berorientasi hypothetical learning trajectory (HLT) telah membantu sebagian siswa keluar dari kesulitan khususnya pemahaman konsep siswa tentang gaya dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
Kata kunci : Hypothetical Learning Trajectory(HLT), Pemahaman konsep siswa.
1, 3
ABSTRACT
HLT PHYSICS ORIENTED LEARNING TO ANALYZE PROFILE RESPONSE AND CONCEPTUAL UNDERSTANDING OF
STUDENTS
Based on interviews and direct observation in the classroom on a preliminary study conducted activities in a junior high school in Bandung gained that there is a problem during the learning process that students are less facilitated in receiving the material or essential concepts in the style of the material being taught. These problems led to the difficulties of students in the learning process, namely the lack of conceptual understanding of the student and phase diverse student mindset in receiving the material presented. In planning a lesson, the teacher should be able to predict the response of any students that may arise, so that teachers can provide appropriate measures to overcome difficulties and learn each student. Therefore, to prepare students in the learning predictive response needs to be a hypothetical learning trajectory (HLT) is appropriate. In this research, using a physics lesson planning HLT-oriented learning to analyze the profile responses and conceptual understanding of student, the method used in this research is descriptive method. Data collected through observation sheets and test understanding of the concept. The results showed that most of the responses that appear are in accordance with the predictions that have been determined on the hypothetical learning trajectory (HLT) to fit the grooves that had been previously designed and students can achieve the learning objectives. From the responses that appear on each sub material, students tend to be at the stage of concrete operational thinking. Determination of precise in predicting students’ responses also affect the students’ conceptual understanding. Students’ understanding of the concept of profiles obtained also showed a good value. Thus the results of the data analysis it can be concluded that the learning-oriented physics hypothetical learning trajectory (HLT) has helped some students out of trouble, especially conceptual understanding of student learning styles and goals that have been set can be achieved.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
1. Pengertian Hypothetical Trajectory (HLT) ... 9
2. Komponen Hypothetical Trajectory (HLT) ... 10
B. Karakteristik Pola Berpikir Piaget ... 12
C. Pemahaman Konsep Belajar Siswa ... 15
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 20
B. Desain Penelitian ... 20
C. Metode Penelitian ... 21
D. Definisi Operasional ... 23
E. Instrumen Penelitian ... 25
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 26
G. Teknik Pengumpulan Data ... 27
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 27
I. Prosedur Penelitian ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyusunan HLT ... 35
1. Hasil ... 35
2. Pembahasan ... 42
B. Profil Respon Siswa ... 47
1. Hasil Penelitian ... 47
b. Identifikasi Jenis Respon Siswa ... 54
2. Pembahasan ... 62
a. Implementasi HLT ... 62
b. Identifikasi Jenis Respon Siswa ... 67
C. Pemahaman Konsep Siswa ... 70
1. Hasil Penelitian ... 70
2. Pembahasan ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Hasil Validitas Butir Soal ... 26
3.2. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 29
3.3. Kategori Nilai Daya Pembeda ... 29
3.4. Kriteria Interpretasi Validitas Butir Soal ... 31
3.5. Interpretasi Reliabilitas Tes ... 32
4.1. Prediksi Respon Siswa dan Batuan Guru Pada Pertemuan ke-1 ... 35
4.2. Prediksi Respon Siswa dan Batuan Guru Pada Pertemuan ke-2 ... 40
4.3. Rancangan Pembelajaran... 43
4.4. Aktivitas atau Kegiatan Siswa Pada Pertemuan ke-1 ... 44
4.5. Aktivitas atau Kegiatan Siswa Pada Pertemuan ke-2 ... 46
4.6. Kesesuaian Prediksi Respon dengan Respon yang Muncul Pada Saat Pelaksanaan ... 47
4.7. Jumlah Prediksi Respon dan Respon yang Muncul ... 54
4.8. Kriteria Kelulusan Belajar Siswa ... 71
4.9. Hasil Belajar Siswa Ditinjau dari Standar KKM ... 71
4.10. Skor tes Akhir Pemahaman Konsep Siswa ... 72
DAFTAR GAMBAR
3.1. Desain Penelitian ... 21
3.2. Prosedur Penelitian... 32
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembelajaran merupakan proses belajar mengajar untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002:159).
Menurut Sudjana (1992:6), pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan
siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar mengajar. Dari pengertian tersebut,
maka dapat diartikan bahwa pembelajaran adalah proses belajar mengajar untuk
mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tidak lepas dari
hubungan timbal balik atau interaksi antara guru dan siswa selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung.
Di dalam dunia pendidikan terdapat beberapa kesulitan yang sering muncul
sehingga menjadi masalah dalam dunia pendidikan. Masalah pendidikan
merupakan masalah yang melibatkan banyak faktor, salah satunya adalah masalah
dalam proses pembelajaran yang dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan
zaman, khususnya dalam mata pelajaran fisika. Fisika yang merupakan studi dasar
dalam penerapan ilmu-ilmu teknologi, dianggap sulit oleh banyak siswa karena
mereka menganggap fisika adalah mata pelajaran yang kurang menarik dan terlalu
banyak menggunakan rumus matematik. Hal tersebutlah yang menyebabkan siswa
kurang semangat dalam mempelajari ilmu fisika, sehingga siswa mengalami
kesulitan belajar yang ditandai dengan hasil prestasi belajar yang rendah dibawah
batas kelulusan. Kesulitan yang dialami setiap siswa selalu berbeda-beda, ada
siswa yang mengalami kesulitan dalam hal kognitif, afektif, psikomotor ataupun
kesulitan-kesulitan belajar lainnya. Seperti yang diungkapkan Sunarta (1985 : 7)
bahwa :
2
Menurut Berg (Sholihah, 2009) mengemukakan bahwa “rendahnya prestasi
belajar fisika disebabkan tidak dipahaminya konsep-konsep fisika secara benar
yang disebabkan oleh ketidakmampuan siswa untuk memahami sepenuhnya
konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum fisika dalam memecahkan
masalah”. Pemahaman konsep menurut Rosser (Sumantri, 2010) adalah “suatu
konsep abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian- kejadian, atau
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.” Pemahaman konsep
adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti dari
konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Sehingga tujuan Depdiknas tentang
pendidikan IPA dapat tercapai yang mana mata pelajaran fisika terdapat
didalamnya. Depdiknas (2003) menyatakan bahwa pendidikan IPA diarahkan
untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh “pemahaman” yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh
karena itu fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada
siswa agar siswa mampu “memahami” alam sekitar secara ilmiah.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di kelas pada kegiatan
studi pendahuluan yang dilakukan disalah satu SMP di Kota Bandung dalam mata
pelajaran Fisika, menunjukkan bahwa secara umum pembelajaran Fisika di kelas
masih bersifat informatif, sehingga suasana kelas menjadi pasif. Siswa yang
memperhatikan penjelasan guru hanya 30 menit di awal pembelajaran, selebihnya
banyak siswa yang melakukan aktivitas lain, misalnya tidur dan mengobrol
dengan teman sebangkunya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru yang
bersangkutan pada pelajaran fisika semester ganjil tahun 2012-2013, siswa
mengalami kesulitan belajar pada beberapa materi, salah satunya yaitu materi
Gaya. Pada materi gaya siswa mengalami kesulitan untuk memahami pengertian
gaya, mengklasifikasikan jenis-jenis gaya berdasarkan interaksinya, resultan gaya,
dan membedakan massa dan berat benda. Berdasarkan hasil wawancara kepada
siswa terkait pembelajaran Fisika, banyak dari siswa yang mengatakan bahwa
pembelajaran Fisika tidak menarik, “sulit”, hanya terfokus pada materi di kelas
saja dan mengeluhkan jarangnya melakukan eksperimen di laboratorium.
3
tidak antusias dalam proses pembelajaran dikelas. Pada penyampaian submateri
pengertian gaya, siswa mengalami kesulitan untuk menemukan analogi yang tepat
dalam menggambar-kan konsep gaya dan kesulitan dalam menjabarkan pengertian
gaya secara tepat, karena siswa hanya mendapatkan materi melalui metode
ceramah tanpa diberikan analogi maupun contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya pada submateri mengklasifikasikan gaya berdasarkan interaksinya,
siswa sulit untuk menemukan analogi yang tepat dalam menggambarkan
jenis-jenis gaya berdasarkan interaksinya, hal ini mengakibatkan siswa kurang dapat
memahami submateri tersebut. Selanjutnya pada submateri resultan gaya, siswa
sulit untuk menggambarkan diagram gaya dan mejumlahkan dua buah gaya yang
searah atau berlawanan, yang menyebabkan siswa kesulitan dalam menghitung
dan menentukan besar dan arah dari gaya-gaya yang terjadi. Dan pada submateri
membedakan berat dan massa benda yang kebanyakan siswa mengalami
miskonsepsi (menganggap sama antara berat dan massa), siswa tidak melakukan
eksperimen, yang menyebakan siswa tidak terlalu paham mengenai perbedaan
massa dan berat benda. Maka dapat disimpulkan siswa kurang terfasilitasi dalam
menerima materi essensial pada materi gaya yang diajarkan. Ternyata hal ini
berdampak buruk terhadap nilai rata-rata ulangan harian siswa, terlihat dari
persentase siswa kelas VIII yang memperoleh nilai UTS mata pelajaran Fisika
pada semester ganjil tahun 2012-2013 yang mencapai nilai kriteria ketuntasan
minimum ditetapkan yaitu 75 hanya 15 % dari jumlah siswa dan nilai rata-ratanya
hanya berada pada skor 59 (skala 100). Dengan kata lain, masalah tersebut
memunculkan kesulitan-kesulitan siswa dalam proses pembelajaran yang telah
dipaparkan sebelumnya, yaitu pemahaman konsep siswa yang kurang dan tahap
pola pikir siswa yang beragam dalam menerima materi yang disampaikan.
Untuk dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi, guru harus
dapat merancang perencanaan yang sangat matang agar dapat tercipta kegiatan
belajar fisika yang menyenangkan dan dapat dipahami oleh siswa. Melihat
pentingnya peran guru pada pemahaman konsep belajar siswa, guru harus
memperhatikan suatu perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran harus
4
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan mengenai prinsip-prinsip
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), poin 2 adalah mendorong
partisipasi aktif peserta didik, bahwa proses pembelajaran dirancang dengan
berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas,
inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) seharusnya disusun dengan sungguh-sungguh dan
memperhatikan banyak hal, baik dalam hal materi pokok maupun keadaan siswa
yang akan menerima materi pelajaran. Segala aspek kebutuhan siswa harus
menjadi landasan seorang guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran akan berbeda untuk setiap mata pelajaran dan siswa
yang diajar. Hal ini disebabkan oleh metode yang akan digunakan dalam
pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran pada mata pelajaran tersebut. Setiap siswa memiliki perkembangan
individu dalam aspek kognitif yang berbeda-beda untuk memperoleh pengetahuan
dan cara belajarnya. Menurut Piaget, tahap-tahap perkembangan kognitif
dikelompokkan menjadi empat tahap, yaitu : tahap sensori, tahap pra-operasi,
tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Urutan tahapan
perkembangan kognitif anak tidak dapat ditukar atau dibalik, hanya saja ada
beberapa anak yang melewati tahapan itu lebih cepat daripada anak yang lainnya,
hal ini dapat terjadi dikarenakan oleh keadaan lingkungan maupun kebudayaan
yang merangsang kemampuan berpikir mereka.
Namun pada kenyataannya merencanakan suatu pembelajaran yang ideal,
berkualitas dan dapat dipahami itu tidaklah mudah. Oleh karena itu, untuk
mengatasi hal tersebut sebaiknya guru dapat memprediksikan respon apa saja
5
yang sesuai dan dapat mengatasi kesulitan belajar setiap siswa. Seperti yang
diungkapkan Ariyadi (2009: 373-374) bahwa:
Seharusnya guru menyiapkan hipotesis alternatif strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa sehingga proses pembelajaran cenderung kurang bersifat
open ended. Hal ini karena adanya hipotesis alternatif strategi pemecahan masalah yang digunakan siswa akan membantu guru dalam menentukan strategi penanganan terhadap kemungkinan kesulitan yang dihadapi siswa.
Dalam jurnalnya Simon (1995) pertama kali memperkenalkan Hypothetical
Learning Trajectory (HLT) untuk mengkarakterisasi sifat refleksif dari rancangan
pembelajaran dan pertimbangan kesulitan belajar siswa di kelas. Menurut Simon
(Shahibul, 2011) HLT ini disusun berdasarkan tiga komponen yaitu, tujuan
pembelajaran secara langsung; aktivitas pembelajaran; dan hipotesis pembelajaran
tentang prediksi pemikiran atau respon siswa. Shahibul (2011) melanjutkan
bahwa, suatu HLTini dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
dengan jalan yang lebih baik. Kemudian Klaassen (1995) telah mengadopsi
konsep skenario HLT tersebut dalam penelitiannya yang berfokus pada interaksi
proses belajar dan mengajar.
HLT merupakan suatu rute atau lintasan belajar yang disediakan oleh guru
yang didasari pada pemikiran untuk memilih disain pembelajaran khusus,
sehingga hasil belajar terbaik akan sangat mungkin dapat dicapai. Pentingnya
peran HLT dapat dianalogikan dengan perencanaan rute perjalanan. Jika kita
memahami rute-rute untuk menuju tujuan kita maka kita dapat memilih rute yang
baik. Selain itu juga, kita dapat menyelesaikan permasalahan yang hadapi dalam
perjalanan. Beberapa penelitian mengenai HLT telah juga telah dilakukan pada
bidang matematika, diantaranya Ayunika (2011) menggunakan HLT untuk
meningkatkan pemahaman konsep. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan
bahwa dengan bantuan HLT dapat membangun pemahaman siswa mengenai
konsep-konsep matematis. Selain itu Risnanosanti (2012) menggunakan HLT
untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
SMA. Penelitiannya tersebut menghasilkan bahan ajar yang dapat
6
Penelitian yang serupa dilakukan oleh Ariyadi Wijaya (2009). Ariyadi
menyimpulkan ternyata HLT dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam
memahami konsep yang dipelajari pada pelajaran matematika.
Melihat pola pikir dari HLT, penulis tertarik untuk megadopsi ide pokok
dari HLT tersebut. HLT banyak diterapkan dalam penelitian di bidang
Matematika. Namun ide pokok dari HLT juga dapat diterapkan dalam bidang lain
termasuk Fisika. HLT dapat dijadikan sebagai referensi pelaksanaan pembelajaran
sekaligus sebagai tindakan terhadap kemungkinan masalah yang dihadapi siswa
dalam proses belajar. Posisi penelitian yang dilakukan di sini berada pada
bagaimana menyusun Hypothetical Learning Trajectory (HLT) sebagai awal
dalam menentukan alur pembelajaran yang terbaik untuk ke depannya atau
dengan kata lain, posisi HLT yang dibahas pada penelitian ini berada pada tahap
preliminary study (persiapan/pendahuluan pembelajaran) berdasarkan metode
design research. HLT yang telah dibuat kemudian dimasukkan kedalam poin
kegiatan pembelajaran pada RPP, tanpa keluar dari peraturan penyusunan RPP
yang sudah ditetapkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui
bagaimana pembelajaran Fisika apabila didesain berorientasi HLT. Adapun judul
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah “Profil Respon dan
Pemahaman Konsep Siswa pada Pembelajaran Fisika Berorientasi HLT”.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi permasalahan
yang akan diteliti adalah kesulitan belajar siswa dalam materi gaya disebabkan
adanya perbedaan kemampuan berpikir sehingga memunculkan respon siswa yang
beragam dan pemahaman konsep siswa yang kurang sehingga mengakibatkan
rendahnya hasil belajar siswa.
Dari identifikasi masalah diatas, maka batasan masalah dalam penelitian ini
adalah mengidentifikasi profil respon dan profil pemahaman konsep siswa.
Respon siswa yang dimaksud adalah jawaban siswa yang muncul pada
7
respon siswa yang muncul akan diidentifikasi berdasarkan kemampuan berpikir
menurut Piaget. Sedangkan untuk profil pemahaman konsep siswa, pemahaman
konsep yang digunakan berdasarkan revisi taksonomi Bloom, menurut Anderson.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka secara operasional, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil respon dan pemahaman konsep
siswa pada pembelajaran fisika berorientasi HLT?”
Adapun beberapa pertanyaan yang harus dijawab dari hasil penelitian ini,
yaitu:
1. Bagaimana profil respon siswa pada pembelajaran fisika berorientasi
HLT?
2. Bagaimana profil pemahaman konsep siswa setelah diterapkannya
pembelajaran fisika berorientasi HLT?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis profil respon dan
pemahaman konsep belajar siswa dalam pembelajaran fisika berorientasi HLT.
Selain itu, dari hasil penelitiannya penulis dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang telah disusun, yaitu:
1. menganalisis profil respon yang terjadi dalam pembelajaran fisika
berorientasi HLT,
2. menganalisis profil pemahaman konsep siswa setelah diterapkannya
pembelajaran fisika berorientasi HLT
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat atau signifikansi
dari segi teori untuk para pengajar atau guru fisika. Bagi para guru fisika,
diharapkan dapat menjadi ide baru dan rekomendasi yang dapat meningkatkan
pemahaman para guru mengenai prinsip dasar dalam merancang pelaksanaan
8
dilakukan di kelas, sebaiknya guru memprediksikan respon-respon siswa yang
akan muncul dari beragam macam pola berpikir siswa tersebut yang sebelumnya
dianalisis berdasarkan masalah pada tiap materi esensial untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Tahap-tahap tersebut sesuai dengan pola pikir
pada HLT.
F. Struktur Organisasi Skripsi
Skripsi ini terdiri dari lima Bab. Kelima Bab tersebut disusun secara
berurutan dari Bab I sampai Bab V. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri
dari enam sub bab yaitu latar belakang, identifikasi masalah penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan
skripsi. Bab II merupakan kajian pustaka, terdiri dari tiga sub bab, yaitu HLT,
penyusunan HLT pada materi gaya, karakteristik pola berpikir respon siswa, dan
pemahaman konsep belajar siswa. Bab III merupakan metodelogi penelitian yang
terdiri dari delapan sub bab, yaitu lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian,
metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses
pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan
analisis data, dan prosedur penelitian. Bab IV merupakan hasil penelitian dan
pembahasan, terdiri dari dua sub bab yaitu hasil penelitian dan pembahasan.
Dalam hasil penelitian dijabarkan menjadi implementasi desain HLT dalam
pembelajaran, karakteristik respon siswa berdasarkan pola pikir menurut teori
Piaget dan tentang pemahaman konsep. Bab terakhir yaitu Bab V merupakan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
Sekolah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah salah satu Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kota Bandung. Pemilihan sekolah tersebut
menjadi lokasi penelitian dikarenakan peneliti pernah melakukan studi
pendahuluan disekolah tersebut untuk mengetahui karakteristik pola
pembelajaran di sekolah tersebut. Selain itu, adanya kesesuaian materi dan
waktu penelitian yang telah direncanakan dengan materi dan waktu
pembelajaran yang telah ditetapkan oleh salah satu guru mata pelajaran fisika
di sekolah tersebut.
Untuk subyek pada penelitian ini adalah seluruh siswa disalah satu kelas
VIII yang berjumlah 42 siswa. Pengambilan kelompok dilakukan secara acak
dengan mengambil satu kelompok, dalam hal ini adalah satu kelas yang
homogen.
B. Desain Penelitian
Untuk desain penelitian diawali dengan mengidentifikasi kesulitan belajar
siswa dalam memahami materi yang diajarkan selanjutnya tahap rancangan
perencanaan yang berbasis hypothetical learning trajectory. Setelah
dilakukan pengidentifikasian masalah dan penyusunan perangkat
pembelajaran, dilakukanlah implementasi pada pelaksanaan pembelajaran
yang menggunakan HLT. Selanjutnya tahap akhir siswa diberi tes untuk
melihat pemahaman konsep siswa. Dan untuk mengetahui keberhasilan
prediksi respon pada pelaksanaan pembelajaran dapat dianalisis
menggunakan transkrip video pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat
21
Gambar 3.1 Desain Penelitian
C. Metode Penelitian
Seperti yang telah diungkapkan dalam Bab I bahwa tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui profil respon dan pemahaman konsep siswa
dalam pembelajaran berbasis HLT. Untuk mewujudkan tujuan dari penelitian
ini hal yang harus dilakukan adalah memperoleh gambaran tentang hubungan
dan perbandingan kesesuaian antara desain prediksi dan respon siswa yang
muncul pada implementasi pembelajaran fisika yang direncanakan berbasis
HLT dan melihat hubungannya dengan tingkat pemahaman konsep belajar
siswa. Oleh sebab itu dibutuhkan metode deskriptif untuk memperoleh
gambaran-gambaran tersebut. Sukmadinata (Erna: 2008) mengemukakan
mengenai penelitian deskriptif sebagai berikut.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Feomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.
Studi Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
Implementasi
Tes
22
Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang
dikemukakan Furchan (Erna: 2008) bahwa (1) penelitian deskriptif cenderung
menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara
teratur-ketat, mengutamakan objektivitas, dan dilakukan secara cermat; (2)
tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan; dan (3) tidak
adanya uji hipotesis. Selain itu, penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Penelitian deskriptif merupakan penelitian kuantitatif dengan tujuan
untuk mendeskripsikan variabel-variabel utama subjek studi yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian.
2. Pada penelitian deskriptif murni tidak dibutuhkan kelompok kontrol
sebagai pembanding karena yang dicari adalah prevalensi fenomena
tertentu, atau untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal yang
berkaitan dengan masalah.
3. Terdapatnya hubungan sebab-akibat hanya merupakan perkiraan yang
didasarkan atas tabel silang yang disajikan.
4. Hasil penelitian hanya disajikan sesuai dengan data yang diperoleh
tanpa dilakukan analisis yang mendalam. Penyajian data hasil
penelitian dapat berupa tabel distribusi frekuensi, tabel silang dan
grafik.
5. Penelitian deskriptif merupakan penelitian pendahuluan dan
digunakan bersama-sama dengan hampir semua jenis penelitian,
misalnya untuk menentukan kriteria subjek studi.
6. Pengumpulan data dilakukan dalam satu saat atau satu periode tertentu
dan setiap subjek studi selama penelitian hanya diamati satu kali.
7. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan cross sectional
berupa sampling survei atau data sekunder dari rekam medis.
8. Penelitian deskriptif dapat dilakukan pada wilayah terbatas.
Penelitian dengan metode deskriptif mempunyai langkah penting seperti
23
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk
dipecahkan melalui metode deskriptif.
2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau
hipotesis penelitian.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam
hal ini menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan
instrumen, mengumpulkan data, dan menganalisis data.
7. Mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik statistika yang relevan.
8. Membuat laporan penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka
melalui metode deskriptif ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan
penelitian bagaimana profil respond an pemahaman konsep siswa berbasis
hypothetical learning trajectory (HLT).
D. Definisi Operasional
1. Hypothetical Learning Trajector
HLT merupakan suatu rute atau trayek belajar yang disediakan oleh
guru yang didasari pada pemikiran untuk memilih disain pembelajaran
khusus, sehingga hasil belajar terbaik akan sangat mungkin tercapai. HLT
terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: 1) Tujuan pembelajaran (learning
goals) merupakan komponen pertama yang mengindikasikan perlunya
perumusan tujuan pembelajaran sebagai bentuk hasil yang akan kita tuju
atau capai setelah proses pembelajaran; 2) Kegiatan pembelajaran
(learning activities) yaitu komponen yang disusun berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan, sehingga kegiatan pembelajaran
(learning activities) sebagai jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran
24
learning process) adalah suatu komponen yang berguna untuk merancang
tindakan ataupun strategi alternatif untuk mengatasi berbagai masalah
yang mungkin dihadapi siswa dalam proses pembelajaran. Hipotesis ini
disusun berdasarkan pemahaman dan pola berpikir siswa.
Respon siswa yang dimaksud adalah respon siswa yang muncul dalam
kegiatan pembelajaran fisika mengenai materi gaya. Respon yang muncul
saat pembelajaran terdiri dari dua jenis, yaitu sesuai prediksi dan di luar
prediksi. Setiap siswa memiliki beragam karakteristik pola berpikir, yang
menyebabkan munculnya respon yang beragam pula. Maka selanjutnya
karakteristik respon siswa yang muncul akan diidentifikasi berdasarkan
kemampuan berpikir menurut Piaget. Pola berpikir menurut Piaget terbagi
menjadi empat tahapan, yaitu tahap sensori motori, tahap pra operasional,
tahap operasional konkrit, dan tahap operasinal formal.
Analisis respon siswa yang muncul pada pembelajaran diukur dengan
menggunakan tabel crosscheck antara respon siswa yang muncul pada saat
implementasi dengan prediksi respon yang disusun pada HLT. Respon
siswa yang muncul dapat dilihat dari video pembelajaran yang kemudian
diubah menjadi bentuk transkip video. Dari transkip video tersebut dapat
terlihat prediksi respon yang telah diprediksikan akan muncul atau tidak.
2. Pemahaman Konsep
Dari beberapa penjelasan mengenai pemahaman konsep, maka dapat
disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan untuk
memahami arti dari konsep, situasi, fakta yang diketahuinya, menangkap
dan menguasai lebih dalam lagi sejumlah fakta yang mempunyai
keterkaitan dengan makna tertentu. Berdasarkan revisi taksonomi Bloom
pemahaman konsep dibagi menjadi dua dimensi. Pada dimensi proses
kognitif dikategorikan ke dalam jenjang kognitif C2, yaitu
“understanding”. Anderson dan Krathwohl (dalam Aksela 2005) membagi menjadi tujuh kategori proses kognitif understanding
25
(exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas
(summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan
(comparing), dan menjelaskan (explaining). Instrumen yang akan
digunakan adalah tes pilihan ganda yang mencakup unsur di atas. Untuk
profil pemahaman konsep belajar siswa akan disajikan dalam bentuk skor
dan presentasi kelulusan hasil belajar siswa yang diambil dari tes
pemahaman konsep.
E. Instrumen Penelitian
Data yang dikumpulkan terdiri dari data video pelaksanaan pembelajaran
dan keterlaksanaan pembelajaran serta data kemampuan pemahaman konsep
belajar siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Video Pembelajaran
Video pembelajaran digunakan sebagai instrumen dalam menganalisis
data. Pengambilan video dilakukan selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Pada penelitian ini, penulis menggunakan sebuah alat
perekam untuk mengumpulkan data berupa video ini. Alat perekam
diposisikan agar dapat berpindah-pindah tempat untuk merekam kegiatan
siswa lebih dekat dan jelas. Hal tersebut dilakukan penulis selama
penelitian berlangsung, yaitu terdiri dari dua pertemuan untuk kegiatan
pembelajaran di kelas. Video pembelajaran akan dibuat menjadi transkrip
video. Transkip video pembelajaran digunakan untuk membantu
mendeskripsikan implementasi pembelajaran fisika yang disusun penulis
dengan berbasis hypothetical learning trajectory.
2. Soal Tes Pemahaman Konsep Siswa
Soal tes pemahaman konsep siswa yang digunakan berupa tes pilihan
ganda. Tes pemahaman konsep yang digunakan pada pembelajaran
bermaterikan gaya untuk kelas VIII. Instrumen ini kemudian diujikan
kepada siswa saat akhir pembelajaran atau penelitian. Dari hasil tes ini
26
siswa yang menjawab betul maupun salah pada tiap butir soal untuk
mengetahui bahwa kesulitan belajar siswa telah dapat diatasi setelah
diterapkannya pembelajaran yang dirancang dengan kerangka berpikir
HLT.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Dari hasil uji coba instrumen kemudian dilakukan analisis untuk
mengetahui kriteria butir soal apakah layak atau tidak untuk digunakan.
Analisis instrumen tersebut mencakup validitas butir soal, reliabilitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran soal.
1. Validitas Butir Soal
Analisis validitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda dilakukan
pada setiap butir soal menggunakan software Microsoft Excel. Berikut
hasil pengolahan datanya :
Tabel 3.1 Hasil Validitas Butir Soal
2. Reliabilitas
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan
software Microsoft Excel dan hasil pengolahan tersebut kemudian
No Soal
Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda
Keterangan Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria
27
dimasukan kedalam rumus untuk mencari reliabilitas soal, diperoleh
reliabilitas tes ini adalah 0,6 dengan kriteria sedang.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan yaitu data kuantitatif yang
diperoleh berupa data hasil tes tertulis untuk mengetahui pemahaman konsep
siswa. Selain itu penulis juga mengambil data non tes yang berupa analisis
video pelaksanaan pembelajaran berupa transkrip video.
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian ini ada beberapa data yang harus diolah dan dianalisis.
Data-data tersebut adalah video pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan
pemahaman konsep siswa berupa tes pilihan ganda.
1. Video Pembelajaran
Pada saat melakukan penelitian, proses kegiatan pembelajaran akan di
rekam mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Dari
video tersebut dapat dilihat proses pembelajaran serta aktivitas siswa
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Video tersebut akan dianalisis
untuk melihat setiap respon siswa saat guru memberikan permasalahan.
Penulis akan menganalisis prediksi respon siswa yang muncul pada saat
pelaksanaan pembelajaran, serta respon siswa yang muncul diluar prediksi
respon. Respon yang muncul kemudian akan dianalisis berdasarkan teori
berpikir Piaget. Hasil analisis tersebut akan dideskripsikan untuk
mengetahui profil respon dan pemahaman konsep siswa pada
pembelajaran fisika berbasis hypothetical learning trajectory.
2. Tes Pemahaman Konsep Siswa
Tes pilihan ganda digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep
siswa pada ranah kognitif. Penyusunan instrumen ini didasarkan pada
indikator hasil belajar yang hendak dicapai. Setelah dibuat instrumen
28
validitas dan reliabilitas instrumen tersebut telah valid dan reliabel. Uji
instrumen ini dilakukan pada kelas yang sudah mempelajari materi pada
penelitian dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelas
sampel. Data hasil uji coba selanjutnya dianalisis. Analisis ini meliputi uji
validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda dan uji tingkat kesukaran.
Setelah data uji instrumen valid maka instrumen soal tersebut dapat
dijadikan sebagai tes akhir dalam penelitian yang akan dilakukan. Setelah
diperoleh hasil skor tes akhir kemudian penulis akan menganalisis apakah
sudah terselesaikan kesulitan siswa pada materi-materi tersebut.
a. Uji Coba Instrumen
Sebelum soal test digunakan pada kelas yang dijadikan sampel
penelitian, terlebih dahulu soal ini diujicobakan di kelas lain yang
bukan merupakan sampel penelitian. Analisis soal yang digunakan
meliputi uji tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, uji
validitas butir soal, dan uji reliabilitas.
1) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran suatu butir soal merupakan proporsi dari
keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sukar. Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Interpretasi dari nilai indeks kesukaran yang diperoleh adalah
29
Tabel 3.2 Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nilai P Kriteria
0.00 – 0.30 Sukar
0.30 – 0.70 Sedang
0.70 – 1.00 Mudah
(Suharsimi Arikunto, 2008: 210)
2) Daya Pembeda Butir Soal
Suharsimi Arikunto (2009:211) dalam bukunya menuliskan
bahwa daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk
membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda,
digunakan rumus:
DP= indeks daya pembeda butir soal.
JA = banyaknya peserta kelompok atas.
JB = banyaknya peserta kelompok bawah.
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar.
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal
itu dengan benar.
Sedangkan interpretasi nilai daya pembeda adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.3 Kategori Nilai Daya Pembeda
Nilai DP Kategori
Negatif – 0.00 Tidak baik
0.00 – 0.20 Jelek (poor)
30
Scarvia B. Anderson dalam buku Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan Edisi Revisi yang ditulis Suharsimi Arikunto
(2009:65) menyebutkan A test is valid if it measures what it
purpose to measure. Yang apabila diartikan adalah sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak
diukur (Suharsimi Arikunto, 2009: 65). Validitas berhubungan
dengan ketepatan atau kesahihan instrumen yaitu kesesuaian
tujuan dengan alat ukur yang digunakan. Sebuah tes dikatakan
memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriteria dalam arti
memiliki kesejajaran antara hasil tes dengan kriteria. Teknik
untuk mengetahui kesejajaran tersebut salah satunya dengan
menggunakan rumus γpbi atau rumus korelasi poin biseral
(Suharsimi Arikunto, 2008: 72), yaitu:
q
γpbi = koefisien korelasi biseral.
Mp = rata-rata skor dari subjek yang menjawab betul untuk
butir soal yang dicari validitasnya.
31
Sedangkan interpretasi besarnya koefisien korelasi rxy adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kriteria Interpretasi Validitas Butir Soal
Koefisien Korelasi Kriteria
Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-dasar Evalusai
Pendidikan (2009:86) mengatakan bahwa reliabilitas
berhubungan dengan masalah kepercayaan atau suatu tes
dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
terbetu memberikan hasil yang tetap dan bila hasilnya
berubah-ubah maka perberubah-ubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti.
Maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas merupakan ukuran
sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor
yang konsisten. Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan
untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan
rumus K-R 20 dengan persamaan (Suharsimi Arikunto, 2008:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
32
Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = banyaknya item
S = standar deviasi dari tes
Sedangkan interpretasi besar koefisien korelasi adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Reliabilitas Tes
Koefisien Korelasi Kriteria
0.00 – 0.200 Sangat rendah
0.201 – 0.400 Rendah
0.401 – 0.600 Sedang
0.601 – 0.800 Tinggi
0.801 – 1.00 Sangat tinggi
b. Skor Tes Akhir
Peningkatan pemahaman konsep siswa setelah
diimplementasikannya strategi pembelajaran yang dikembangkan
melalui hypothetical learning trajectory dihitung dengan menghitung
skor atau nilai rata-rata dari soal (tes) yang diberikan diakhir
pembelajaran
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan penelitian:
a. Melakukan studi pendahuluan melalui telaah pustaka dan studi
lapangan.
b. Merumuskan masalah hasil studi pendahuluan.
c. Melakukan studi literatur dan studi kurikulum untuk mencari
alternatif solusi permasalahan.
2. Tahap perencanaan dan penyusunan instrumen
33
b. Merancang RPP pembelajaran yang dikembangkan melalui
perangkat rancangan pembelajaran hypothetical learning trajectory.
c. Menyusun instrumen penelitian, seperti instrumen tes ranah kognitif
siswa berupa soal.
d. Judgement instrumen penelitian oleh pakar.
e. Revisi instrumen.
f. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
g. Mengolah data hasil uji coba instrumen dan menentukan soal yang
akan digunakan dalam pengambilan data.
3. Tahap pelaksanaan penelitian:
a. Melaksanakan pembelajaran sesuai perencanaan yang telah disusun.
(pada kegitan ini dilakukan pengambilan video pelaksanaan
pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2)
b. Melaksanakan Tes Akhir
4. Tahapan akhir penelitian:
a. Pengolahan data
b. Analisis data
c. Kesimpulan dan saran
Alur dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk bagan pada gambar 3.2
berikut ini.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan di salah satu SMP
Negeri di Kota Bandung pada kelas VIII semester 1 mengenai profil respon dan
pemahaman konsep siswa pada pembelajaran fisika berorientasi hypothetical
learning trajectory (HLT) diperoleh hasil bahwa pembelajaran fisika yang telah
dirancang menghasilkan pembelajaran yang baik dan nilai kognitif pemahaman
konsep siswa yang baik pula. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa:
1. Dengan strategi pembelajaran fisika yang disusun berorientasi
hypothetical learning trajectory penulis sebelumnya memprediksi
respon siswa dan bantuan yang harus diberikan. Pada saat
implementasi, sebagian besar respon-respon yang muncul sudah
sesuai dengan prediksi yang telah ditentukan. Dari respon-respon yang
muncul tersebut, penulis kemudian memberikan bantuan yang tepat
sesuai dengan prediksi respon sehingga siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Selanjutnya respon-respon yang muncul dikategorikan
berdasarkan teori pola berpikir Piaget. Dari respon-respon yang
muncul pada tiap sub materi, siswa cenderung pada tahap berpikir
operasional konkrit.
2. Profil pemahaman konsep belajar siswa setelah diterapkannya
pembelajaran fisika berorientasi hypothetical learning trajectory
(HLT) didapat rata-rata skor skor tes akhir pemahaman konsep siswa
yang didapat adalah 84,92 dari nilai maksimum 100. Dengan
persentase kelulusan sebesar 69% dari jumlah keseluruhan siswa. Dan
pada materi tertentu siswa sudah tidak mengalami kesulitan belajar,
walaupun ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan
belajar. Hasil tes akhir belajar siswa pada aspek pemahaman konsep
80
studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan
demikian pembelajaran fisika berbasis hypothetical learning
trajectory telah membantu sebagian siswa keluar dari kesulitan
khususnya pemahaman konsep siswa tentang gaya.
B. Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Penelitian mengenai pembelajaran fisika berorientasi hypothetical
learning trajectory ini sebaiknya dilakukan berkali-kali atau berulang.
Hal tersebut dilakukan agar pendidik dapat merevisi dan menemukan
pola rancangan pembelajaran yang paling efektif dan terbaik
berdasarkan perbaikan dari rancangan pembelajaran sebelumnya yang
memiliki kekurangan.
2. Lebih baik dilakukan tes diagnostik sub materi untuk mengetahui
kesulitan belajar siswa secara lebih jelas yang kemudian dijadikan dasar
Daftar Pustaka
Anderson, L.W., dan Kratwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing; A revision of Bloom’s Taxonomyof Education
Objectives. New York: Addison Wesley LonmanInc.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ayunika, Elisabet. (2011). Pengembangan Hipotesis Trayektori Pembelajaran
Untuk Konsep Pecahan. Artikel dari Pendidikan Matematika
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Bakker, A. (2004). “Design research in statistics education : On Symbolizing
and computer tools”. Disertasi pada Utrecht University : Freudenthal Institute.
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Evans, R. L. (1973). Jean Piaget : The Man And His Ideas. E.P. Dutton & Co., Inc. New York.
Rosser, (Sumantri, 2010).
www//id.shvoong.com/sociascience/education/2264151-definisi-pemahaman-konsep-dalam-pembelajaran.
Sholihah, N. (2009). Remidiasi Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Mekanika
Dengan Model Fikir Pada Siswa Kelas X Madrasah Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun Ajaran 2008-2009. Skripsi pada program studi pendidikan fisika UIN Kalijaga.
Simon, M. & Tzur, R. (2004). Explicating the Role of Mathematical Tasks in Conceptual Learning: An Elaboration of the Hypothetical Learning Trajectory. Mathematical Thinking and Learning, 6, 91-104
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Wijaya, Ariyadi. (2010). Hypothetical Learning Trajectory dan Peningkatan
Pemahaman Konsep Pengukuran Panjang. Skripsi Pada Jurusan