BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
− Shaker Incubator VS-8480SN Vision
− Sentrifuge VS-6000CFI Vision
− Oven UN 55 Plus Memmert
− Spektrofotometer UV Mini 1240 Shimadzu
− Autoclave No. 25X Will American
− Neraca analitik AB204-S Mettler Toledo
− Hotplate PC-400D Corning
− Cawan petri Pyrex
− Erlenmeyer 250 ml Pyrex
− Vortex
− pH meter Milwauke
− Labu takar 5 ml MBL
− Bunsen − Pipet serologi − Mikropipet
− Pipet volum 1 ml Fisher brand
3.1.2 Bahan
− Tanah TPA Sampah(s)
− Nutrien agar(s) Merck
− Agar-agar(s) Swallow
− Aquades(l)
− Buffer Pospat pH 6,0(aq)
− Buffer Pospat pH 6,5(aq)
− Buffer Pospat pH 7,0(aq)
− Buffer Pospat pH 7,5(aq)
− Buffer Pospat pH 8,0(aq)
− Alkohol 70%(aq)
− DNS(s) Sigma
− Maltosa monohidrat(s) Merck
− Larutan iodin(aq)
− KH2PO4(s) Merck
− MgSO4.2H2O(s) Merck
− Starch(s) Merck
− Pepton(s) Merck
− NaCl(s) Merck
3.2 Metodologi Penelitian
3.2.1 Pengambilan Sampel Tanah
3.2.2 Isolasi Bakteri dari Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sebanyak 10 gram sampel tanah dimasukkan kedalam 90 ml larutan NaCl fisiologi (0.85%). Kemudian dikocok diatas shaker selama ± 2 jam. Setelah itu dibuat pengenceran sampai 107. Sebanyak masing-masing 1 mL dari pengenceran 104 sampai 106 dipipet kedalam cawan petri (masing-masing duplo). Kemudian media PCA dituang sebanyak 12-15 ml pada masing cawan dan dihomogenkan. Setelah memadat diinkubasi pada suhu 30℃ selama 24 – 48 jam. Lalu diamati koloni yang tumbuh. Koloni/biakan yang menunjukkan perbedaan (warna, tepian, dan sebagainya) diinokulasikan kemedia agar miring dan diinkubasi pada suhu 30℃ selama 24 – 48 jam. Selanjutnya biakan murni tersebut diuji kemampuannya dalam menghasilkan enzim amilase secara kualitatif.
3.2.3 Uji Diameter Zona Bening Hasil Hidrolisis Pati
Isolat bakteri disuspensikan dalam larutan NaCl fisiologis sampaikekeruhannya sama dengan kekeruhan Larutan Mac Farland 0,5 standart yangsetara dengan 108 CFU. Dari tiap suspensi bakteri diambil 5 µ l suspensi denganmenggunakan mikropipet, lalu diteteskan dengan tepat pada bagian tengah cawanpetri yang sudah berisi media agar pati yang disterilkan. Kultur diinkubasi selama 72 jam pada suhu 30℃. Tiap isolat bakteri yang tumbuh pada media pati tersebutditetesi dengan larutan iodin untuk melihat kemampuan daya amilolitiknya. Isolatyang menghasilkan enzim amilase menghasilkan zona bening pada agar di sekitarkoloninya jika ditetesi dengan larutan iodin. Lebar zona bening yang terbentukdiukur dengan menggunakan jangka sorong (Hartuti, 2006). Isolat terbesarzona beningnnya selanjutnya digunakan dalam penelitian ini untuk pengujianparameter aktifitas enzim amilase kasar.
3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Maltosa
dididihkan selama 5 menit. Campurandidinginkan dengan air mengalir selama 15 menit,ditambah aquades sebanyak 20 mL, divortex.Campuran lalu diukur absorbansinya pada panjanggelombang 540 nm. Dari tiap hasil absorbansimasing-masing larutan glukosa dengan konsentrasiyang berbeda tersebut dibuat garis regresi yangmenunjukkan hubungan linier antara absorbansi dankadar maltosa. Aktivitas enzim amilase yang akandiuji diplotkan ke kurva standar maltosa agar dapatdiketahui berapa konsentrasi glukosa yang diperolehdari hasil hidrolisis (Miller, 1959).
3.2.5 Optimasi Produksi Enzim Amilase
Pada sejumlah labu erlenmeyer yang diperlukan dan telah diisi media fermentasi masing-masing 100 ml, diinokulasikan 10 ml inokulum. Kondisi optimum ditentukan dengan memvariasikan pH, suhu, dan waktu inkubasi. Variasi pH yang dilakukan adalah 6,0 ; 6,5 ; 7,0 ; 7,5 ; dan 8,0. Variasi suhu inkubasi yang dilakukan 25℃, 30℃, 35℃, 40℃,��� 45℃. Waktu inkubasi dilakukan selama 60 jam dengan interval pengamatan 12, 24, 36, 48, dan 60 jam. Fermentasi dilakukan pada kondisi optimasi diatas dengan kecepatan pengocokan 100 rpm.
3.2.6 Produksi Enzim Amilase
Satu ose kultur bakteri amilolitik dari stok kultur yang berumur 1 haridimasukkan ke dalam media cair steril untuk perangsang pembentukan amilase.Media cair terbuat dari (gram per liter larutan) 6 peptone, 0,5 KCl, 0,5 MgSO4.7H2O, 1 pati. Larutan kemudian disterilisasi. Media yang mengandungkultur bakteri diinkubasi pada kondisi optimum hasil optimasi pada shakerwaterbathdengan kecepatan 150 rpm (Ajayi, 2007).
3.2.7 Ekstraksi Enzim Amilase dari Kultur Cair Bakteri
3.2.8 Pengukuran Aktifitas Enzim Amilase Kasar
Aktivitas enzim amilase dideterminasi lewat metode DNS denganmenggunakan pati sebagai substrat (Bernfeld, 1951; Bailey, 1988). Supernatandari kultur enzim amilase kasar digunakan sebagai sampel enzim. Aktivitas enzimamilase dihitung berdasarkan data kadar glukosa relatif sebagai mg glukosa yangdihasilkan oleh 1 ml filtrat kasar amilase. Satu Unit aktifitas enzim didefenisikansebagai banyaknya
μmol glukosa yang dihasilkan dari hidrolisa pati oleh 1 mlekstrak kasar enzim amilase selama masa inkubasi. Untuk melihat besarnya satuunit aktifitas enzim tersebut digunakan rumus:
���������� − �������= [�������] × �� �� ×� × �
keterangan :
[maltosa] = konsentrasi atau kadar maltosa (ppm) FP = faktor pengenceran
3.3 Bagan Penelitian
3.3.1 Isolasi Bakteri Amilolitik Tanah TPA Terjun
Sampel tanah TPA Terjun
ditimbang sebanyak 10 gram
dimasukkan dalam 90 ml larutan fisiologis dikocok diatas shaker selama ± 2 jam
dilakukan pengenceran sebanyak 7 kali hingga larutan 107
Larutan hasil pengenceran
dipipet larutan pengenceran 104, 105, dan 106 masing-masing 1 ml dimasukkan kedalam cawan petri berisi 15 ml media NA
diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam
Kultur campuran bakteri isolat tanah TPA
tiap isolat berbeda diambil satu ose
digores pada media agar selektif amilase (agar + pati) diinkubasi 24 jam pada suhu 30oC
Kultur murni bakteri amilolitik tanah TPA
ditetesi larutan iodin
diamati zona bening yang terbentuk pada media
3.3.2 Uji Diameter Zona Bening Hasil Hidrolisis Pati Tiap isolat tunggal
diambil dengan ose
dimasukkan dalam larutan fisiologis divortex
disamakan keruhnya dengan larutan Mac Farland 108
Hasil pengenceran
dipipet 5 mikroliter
dimasukkan dalam media agar + pati 1% diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC
Isolat bakteri tumbuh
ditetesi larutan iodin
Zona bening
3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Maltosa
Dibuat larutan stok maltosa 1000 ppm sebanyak 100 ml
Diencerkan menjadi berbagai konsentrasidari 0 - 600 ppm
Tiap konsentrasi dibuat dalam tabung reaksi berbeda masing-masing 1 ml
tiap tabung ditambah reagen DNS 2 ml divorteks
didiinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang dididihkan selama 5 menit
didinginkan dengan air mengalir selama 15 menit ditambah aquades sebanyak 20 ml
divortex
diabsorbansi pada panjang gelombang 540 nm dengan spektrofotometer
3.3.4 Optimasi Produksi Enzim Amilase Blanko
ditambahkan aquades
dihomogenisasi
diinkubasi suhu ruang selama 10 menit
ditambahkan 1 ml DNS
dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit
didinginkan dengan air keran selama 20 menit
diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm
Sampel
dihomogenisasi
diinkubasi suhu ruang selama 10 menit
ditambahkan 1 ml enzim
dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit
didinginkan dengan air keran selama 20 menit
diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm
Kontrol
dihomogenisasi
diinkubasi suhu ruang selama 10 menit
ditambahkan 1 ml DNS
dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit
didinginkan dengan air keran selama 20 menit
diukur absorbansi panjang gelombang 550 nm ditambahkan 1 ml
pati 1%
ditambahkan 1 ml pati 1%
ditambahkan 1 ml pati 1%
3.3.5 Produksi dan Ekstraksi Enzim Amilase
Isolat bakteri amiolitik
diambil satu ose
dilarutkan dalam media cair penghasil amilase steril
diinkubasi pada kondisi optimum hasil optimasi pada shakerincubator
dengan kecepatan 150 rpm
Kultur bakteri penghasil enzim amilase
disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4
Supernatan mengandung ekstrak dari enzim amilase kasar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Isolasi dan Bakteri Terseleksi
Isolasi bakteri dilakukan pada tiga sampel tanah tempat pembuangan akhir
sampah Terjun Medan. Dari hasil isolasi
tersebut, diperoleh sebanyak total 24 isolat
bakteri. Dari 24 isolat bakteri tersebut diperoleh
12 isolat bakteri yang memiliki zona amilolitik.
Aktivitas amilolitik ditunjukkan dengan
terbentuknya zona bening pada media
agar-agar ketika diteteskan dengan larutan iodin.
Gambar 4.1. Zona bening yang terbentuk disekitar isolat
Tabel 4.1 Indeks Amilolitik Isolat TPA Sampah Terjun, Medan Kode
Isolat
Diameter Koloni (cm)
Diameter Zona Bening (cm)
Indeks Amilolitik (cm)
FM 10 0,40 0,60 0,50
FM 142 0,20 1,50 2,00
FM 301 3,00 3,00 0,00
FM 04 5,50 5,50 0,00
FM 133 0.30 1,90 5,30
FM 3021 4,00 4,00 0,00
FM 134 0,60 2,00 2,30
FM 1441 0,60 1,90 2,17
FM 132 0,40 1,60 3,00
FM 3022 7,00 7,00 0,00
FM 09 0,60 1,20 1,00
Dari 12 isolat bakteri yang memiliki indeks amilolitik dipilih secara acak tiga isolat untuk produksi amilase. Pemilihan isolat berdasarkan luas zona bening yang paling besar dan indeks amolitik paling tinggi. Isolat yang dipilih adalah FM 133, FM 134, dan FM 3022.
4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi
Pengamatan morfologi meliputi bentuk, tepi, elevasi dan warna.
Tabel. 4.2. Morfologi isolat terpilih
Isolat Bentuk Tepi Elevasi Warna
Gambar 4.2 Isolat FM 133
4.1.3 Kurva Standar Maltosa
Pada pemeriksaan aktivitas enzim dilakukan pengukuran kadar maltosa untuk pembuatan kurva standar dengan menggunakan pati sebagai substrat. Dari pengukuran secara spektrofotometri diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 4.3 Nilai absorbansi larutan standar maltosa Konsentrasi (C) (ppm) Absorbansi
0 0,004
100 0,076
200 0,100
300 0,121
400 0,151
500 0,180
Gambar 4.3. Kurva standar maltosa
Dari gambar 4.3. diperoleh persamaan matematis �= (�+0,026 )
0,0003 , dimana � adalah konsentrasi maltosa dan � merupakan nilai absorbansi dari maltosa pada
panjang i produksi enzim amilase dilakukan terhadap tiga isolat terpilih untuk mendapatkan kondisi terbaik dalam memproduksi enzim dari masing-masing isolat. Kondisi optimum yang ditentukan pada optimasi produksi enzim amilase ini meliputi waktu inkubasi, pH inkubasi, dan suhu inkubasi. Kondisi optimum untuk menghasilkan enzim amilase masing-masing isolat berbeda-beda.
y = 0,000x + 0,026
4.1.4.1Kondisi Optimum Isolat FM 133
Tabel 4.4. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133
Variasi pH Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada pH inkubasi dengan besar aktivitas adalah 677,66 unit/ml. Variasi pH inkubasi dilakukan pada suhu 30℃ dan selama waktu inkubasi 24 jam.
Tabel 4.5. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133
Variasi Suhu (℃)
Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada suhu inkubasi dengan besar aktivitas adalah 778,03 unit/ml. Variasi suhu inkubasi dilakukan pada pH 7 dan selama waktu inkubasi 60 jam.
Tabel 4.6. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 133
Variasi waktu (jam)
Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Aktivitas Amilase (Unit/ml)
12 0,1828 523 725,30
48 0,1703 481 667,48
60 0,1631 457 634,18
Isolat FM 133 memiliki aktivitas amilase terbesar pada waktu inkubasi 12 jam dengan besar aktivitas adalah 725,30 unit/ml. Variasi waktu inkubasi dilakukan pada suhu 30℃ dan pH 7. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 133 adalah pada pH inkubasi 6 selama 12 jam dengan suhu inkubasi 40℃.
4.1.4.2Kondisi Optimum Isolat FM 134
Tabel 4.7. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134
Variasi pH Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Aktivitas amilase terbesar diperoleh pada pH inkubasi 8,0 dengan aktivitas sebesar 766,47 unit/ml.
Tabel 4.8. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134
Variasi Suhu (℃)
Aktivitas amilase terbesar diperoleh pada suhu inkubasi 40℃ dengan aktivitas sebesar 577,74 unit/ml.
Tabel 4.9. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 134
Variasi waktu (jam)
Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Setelah diinkubasi selama 60 jam, isolat FM 134 menghasilkan enzim amilase kasar dengan aktivitas tertinggi dengan besar aktivitas adalah 783,58 unit/ml. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 134 adalah pada pH inkubasi 8 selama 60 jam dengan suhu inkubasi 40℃.
4.1.4.3Kondisi Optimum Isolat FM 3022
Tabel 4.10. Pengaruh pH inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022
Untuk isolat FM 3022 pH inkubasi 6,0 menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 352,01 unit/ml.
Tabel 4.11. Pengaruh suhu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022
Variasi Suhu (℃)
Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Untuk isolat FM 3022 suhu inkubasi 40℃ menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 647,59 unit/ml.
Tabel 4.12. Pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim amilase dari isolat FM 3022
Variasi waktu (jam)
Absorbansi Konsentrasi Maltosa [C] (ppm)
Untuk isolat FM 3022 waktu inkubasi selama 36 jam menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas terbesar yaitu 726,23 unit/ml. Maka diperoleh kondisi optimum produksi enzim amilase untuk isolat FM 133 adalah pada pH inkubasi 6 selama 36 jam dengan suhu inkubasi 40℃.
4.1.5 Produksi Enzim Amilase
kondisi optimum yang telah didapatkan. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan pemisahan enzim amilase dari komponen media fermentasi untuk memperoleh ekstrak kasar enzim. Pemisahan ini dilakukan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4℃.
Tabel 4.13. Produksi Enzim Amilase Menggunakan Kondisi Optimum Kode Isolat Absorbansi Konsentrasi
Maltosa [C] (ppm)
Aktiviitas Amilase (Unit/ml)
FM 133 0,1718 564 782,66
FM 134 0,2039 593 822,90
FM 3022 0,1931 557 772,95
4.2 Pembahasan
Dari 24 isolat bakteri yang berhasil diisolasi, terdapat 12 isolat yang memiliki
aktifitas α-amilase. Isolat yang menghasilkan amilase ektraseluler terlihat dari pembentukan zona bening disekitar koloni bakteri. Pembentukan zona bening menunjukkan bahwa pati yang terdapat didalam media dihidrolisis oleh enzim
amilase menjadi senyawa yang sederhana seperti maltosa, dekstrin, dan glukosa (Winarno, 1983). Untuk memperjelas adanya zona bening, media pati padat yang telah ditumbuhi bakteri ditetesi larutan iodium. Daerah diluar zona bening akan berwarna biru setelah diiberi larutan ini, warna biru yang terbentuk karena larutan ini bereaksi dengan pati yang tidak dihidrolisis. Zona bening tidak ikut terwarnai karena pada zona tersebut pati sudah terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti disakarida atau monosakarida. Enzim amilase ekstraseluler yaitu enzim yang dikeluarkan dan menghidrolisis makromolekul seperti pati yang ada dilingkungan luar sel, kemudian hasil hidrolisis diserap kembali kedalam sel (Crueger & Crueger dalam Tresnawati, 2004).
Gambar 4.4. Zona bening dari tiga isolat yang terpilih
dengan semakin lebar zona bening tetapi besarnya aktivitas enzim amilase yang berperan merombak pati dalam medium padat tidak dapat diketahui. Indeks amilolitik merupakan seleksi awal secara kualitatif untuk menentukan adanya aktivitas enzim amilase (Kurniasih, 2012).
4.2.2 Optimasi Produksi Enzim Amilase
Produksi enzim suatu mikroba sangat bergantung pada pertumbuhan bakteri itu sendiri. Dimana bakteri memerlukan enzim untuk kehidupannya, enzim diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme tersebut. Hal ini menunjukkan suatu hubungan, dimana faktor yang mempengaruhi produksi enzim pada mikroba beberapa sama dengan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut, diantaranya : suhu, lama inkubasi, pH awal, jumlah inokulum dan faktor yang berpengaruh lainnya (Pandey et al., dalam Fitriani dkk., 2013).
Suhu optimum produksi enzim baik isolat FM 133, FM 134, maupun FM 3022 terdapat pada suhu 40℃. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aktivitas enzim amilase kasar optimum pada suhu 40℃. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriani, A, 2013 bahwa suhu optimum untuk memproduksi enzim amilase dari Bacillus subtilis isolat kawah gunung adalah 40℃. Fitriani, 2013 juga menyatakan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Gibson dan Gordon, 1974 dalam Drofftner & Yamamoto, 1985) yang menyatakan bahwa
Bacillus subtilis dapat hidup direntang suhu 5℃ hingga 55℃.
703,10
Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Suhu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih
Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroba digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu psikrofil tumbuh pada suhu −5−20℃, mesofil tumbuh pada suhu 20−45℃, termofil pada suhu 45−65℃, termofil ekstrim pada suhu 65−85℃, dan hipertermofil suhu 85−100℃ (Soeka, Y., dkk, 2011). Karakteristik mikroba menentukan karakteristik enzim yang dihasilkan. Misalnya mikroba yang bersifat mesofil akan menghasilkan enzim yang bersifat mesofil pula.
Dari ketiga isolat terpilih, aktivitas enzim meningkat dari suhu 25℃ dan aktivitas tertinggi dicapai pada suhu 40℃. Tetapi pada suhu setelah 40℃ terlihat aktivitas enzim mulai menurun. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Pada umumnya setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas akan meningkat dengan bertambahnya suhu. Tetapi setelah suhu optimum tercapai kenaikan suhu akan menyebabkan aktivitas enzim menurun karena denaturasi protein. Penelitian yang dilakukan oleh Pujoyuwono et al. (1997) menyatakan bahwa suhu optimum enzim amilase sekitar 25−30℃. Menurut Burhan et al. (2003), pengaruh suhu terhadap aktivitas produksi amilase berhubungan dengan pertumbuhan organisme. Rentang suhu yang besar (35−80℃) merupakan suhu
optimum untuk pertumbuhan dan produksi enzim α-amilase pada bakteri (Kurniasih, 2012).
Dari perlakuan suhu 30℃ selama masa inkubasi 24 jam, hasil karakterisasi terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat FM 133 dan FM 3022 tertinggi pada pH 6. Dan semakin menurun sampai pH 8. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malle et al. 2012 bahwa amilase yang diperoleh memiliki pH optimum pada pH 6,5. Pada pH rendah (4,0) aktivitas amilase juga rendah dan meningkat pada aktivitas maksimumnya pada pH 6,5. Namun, aktivtas tiba-tiba mengalami penurunan pada pH 8,0. Menurut Bozic, N, et al. (2010) dalam Nangin, et al. (2012) Enzim APPM dari isolat Bacillus licheniformis ATCC 9945a memiliki aktivitas tertinggi pada pH 6,5. Sedangkan hasil penelitian lain melaporkan bahwa isolat Streptomyces sp. E-2248 menghasilkan enzim APPM dengan pH optimal pada pH 6 dan memiliki kestabilan yang baik pada pH 5-6.
Gambar 4.6. Grafik Pengaruh pH Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih
Sebaliknya isolat FM 134 memiliki aktivitas yang terus meningkat dari pH 6 dan memiliki aktivitas maksimum pada pH 8. Isolat yang bersifat basa juga diperoleh oleh Kurniasih (2012) dimana hasil karakteristiknya terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat TA 52 tertinggi pada pH 9. Hagihara et al. (2001) menyatakan bahwa amilase dari isolat Bacillus sp. KSM-K38 memiliki rentang pH optimumnya 8-9,5 (Kurniasih, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa amilase dari isolat FM 134 merupakan amilase alkali.
677,66 536,57 611,05 595,32 652,68
666,56 680,90 705,41
Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag (fase lamban atau lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase), fase stationer (fase statis atau stationary phase) dan fase penurunan populasi (decline). Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru.
Ket : a = fase lag
b = fase eksponensial c = fase stasioner
d = fase kematian populasi
Gambar 4.8. Kurva Pertumbuhan Bakteri (Sumber: Madigan dkk., 1991)
terus mengalami peningkatan aktivitas enzim dari awal inkubasi hingga akhir inkubasi. Sesuai dengan kurva pertumbuhan bakteri maka isolat FM 134 telah memasuki fase eksponensial pada jam ke-12 inkubasi dan fase stasioner pada jam ke-60. Karena pengamatan pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim hanya dilakukan hingga jam ke-60, maka tidak ditemukan fase kematian populasi pada isolat FM 134. Berbeda dengan dua isolat sebelumnya, isolat FM 3022 memiliki fase pertumbuhan yang lengkap. Dimana pada awal inkubasi hingga jam ke-24 merupakan fase lag. Hal ini ditandai dengan aktivitas enzim yang lambat. Dari jam ke-24 hingga jam ke-36 isolat FM 3022 mengalami fase eksponensial dengan kenaikan aktivitas yang sangat besar. Pada jam ke-36 isolat FM 3022 memiliki aktivitas enzim optimum menandakan fase ini merupakan fase stasioner. Dari jam ke-36 hingga jam ke-60 aktivitas enzim terus mengalami penurunan menandakan isolat mulai mengalami fase kematian populasi.
Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih
Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produklimbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akanmendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatanpertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periodeyang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunanpopulasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasiselnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara
725,30 710,50
abnormal, ataumengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. (Madigan, 1991). Hal ini didukung oleh Ashger et al. (2007) yang
melaporkan bahwa aktivitas α-amilase B. subtilis JS-2004 terjadi pada jam ke-48 setelah inkubasi atau pada saat sel mengalami fase stasioner. Selain itu Purnama
dan Mubarik (2002) menyatakan bahwa aktivitas α-amilase Enterobacter sp. tertinggi pada fase stasioner. Umumnya enzim dihasilkan dalam jumlah yang sedikit pada fase pertumbuhan, tetapi terakumulasi dalam jumlah besar selama fase stasioner (Kurniasih, 2012).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Isolasi bakteri dari tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan menghasilkan 24 isolat. Melalui uji kualitatif, 12 isolat memiliki aktivitas amilase. Dari 12 isolat amilolitik potensial dipilih tiga isolat yaitu FM 133, FM 134, dan FM 3022 untuk optimasi produksi enzim amilase berdasarkan luas zona bening dan indeks amilolitik tertinggi
2. Hasil pengamatan morfologi ketiga isolat terpilih memiliki bentuk irreguler, tepi undulate untuk isolat FM 133 dan entire untuk isolat FM 134 dan FM 3022, elevasi raised untuk isolat FM 133, FM 134 dan flat untuk FM 3022 3. Isolat FM 133 memiliki kondisi optimum produksi amilase pada pH 6 selama
12 jam waktu inkubasi. Isolat FM 134 memproduksi enzim optimum pada kondisi pH 8 dengan waktu inkubasi 60 jam. Sedangkan isolat FM 3022 pada pH 6 dengan waktu inkubasi 36 jam. Untuk ketiga isolat, kondisi optimum untuk produksi enzim amilase diperoleh pada suhu inkubasi 40℃
4. Enzim yang dihasilkan dari isolat FM 133, 134, dan 3022 memiliki aktivitas secara berturut-turut sebesar 782,66 U/ml, 822,90 U/ml, dan772,95 U/ml.
5.2 Saran