• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri Chapter III V"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BORONGAN PEKERJAAN DIBIDANG JASA BACA METER

ANTARA PT. PLN (PERSERO) CABANG SIGLI DENGAN PT. MULTI GUNA PUTRA ACEH MANDIRI

A. Wanprestasi Menurut Hukum Perikatan Yang Berlaku Di Indonesia

Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk.Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.62

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”.Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi pendapat tentang pengertian mengenai wanprestasi tersebut.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.Barangkali dalam Bahasa Indonesia

(2)

dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.”63

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa apabila debitur “karena kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena debitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena salahnya.64

Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.65

Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunyaatau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.66

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi.Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari

63R. Wirjono Prodjodikoro, ,Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1999, hal.17. 64R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keempat, Pembimbing Masa, Jakarta, 1979,

hal.59.

65

Radityowisnu, http://radityowisnu.blogspot.com/2012/06/wanprestasi-dan-ganti-rugi.html, diakses pada tanggal 06 April 2016, pukul 20.34 WIB.

(3)

wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang dikatakan melakukan wanprestasi bilamana “tidak memberikan prestasi sama sekali, terlambat memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang telah ditetapkan dalam pejanjian”. Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena dapat dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin, karena penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk mengetahui tibanya waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau melaksanakan suatu perjanjian yang telah disepakati.

Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian.Prestasi merupakan isi dari suatu perjanjian, apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.

Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban (debitur) tersebut.Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban (wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan alasan tersebut, yaitu antara lain;

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.

(4)

dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.67

Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian.68 Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya kerugian tersebut.69Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain) dan “dapat menduga” (akan timbulnya kerugian).70

2. Karena keadaan memaksa (overmach/ force majure) , diluar kemampuan debitur,debitur tidak bersalah.

Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana

67J. Satrio,Hukum Perikatan, Alumni,Bandung, 1999, hal. 90. 68

J. Satrio,Op. Cit., hal. 91.

(5)

tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.71Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu.72 Dalam hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.73

Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas.Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian total.Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap.74Unsur – unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa, yaitu antara lain;

a. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.

71 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua, Citra AdityaBakti,

Bandung,1990, hal. 27.

72

Ibid, hal. 31.

(6)

b. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.

c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.75

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Dasar hukum wanprestasi yaitu: Pasal 1238 KUHPerdata: “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi, yaitu antara lain:

(7)

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.76

Subekti, mengatakan bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu, antara lain; a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

Dalam bentuk kelalaian ini, jelas pihak debitur menyatakan bahwa ia tidak mau melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dijanjikannya. Pernyataan ini dapat dilakukan secara tegas dalam suatu surat atau percakapan secara langsung, atau dapat juga disimpulkan dari perbuatannya yang menolak melaksanakan kewajibannya, dengan demikian maka debitur segera dapat dinyatakan dalam keadaan lalai dan dapat dituntut ganti rugi tanpa perlu memerlukan peneguran terlebih dahulu.77

76J. Satrio,Op. Cit., hal.84.

(8)

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;

Dalam bentuk kelalaian ini, pihak debitur melaksanakan prestasi yang dijanjikan namun pelaksanaan tersebut tidaklah seperti apa yang diperjanjikan. Jadi disini debitur melaksanakan prestasinya dengan itikad baik, karena debitur tidak ada kesungguhan melaksanakan kewajibannya secara sempurna.Oleh karena itu dalam bentuk kelalaian yang demikian, pihak kreditur tidak perlu lagi melakukan teguran kelalaian kepada debitur, karena dalam hal ini tanpa adanya peneguran debitur sudah berada dalam keadaan lalai.78

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

Sering kali dalam suatu perjanjian tidak ditentukan secara pasti kapan debitur harus melaksanakan kewajiban, dalam hal ini kreditur belum mengetahui dengan pasti kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan lalai.Oleh karena itu debitur perlu diberikan jangka waktu untuk melaksanakan kewajiban tersebut.Hal tersebut dilakukan oleh pihak kreditur dengan melakukan teguran sekaligus menentukan jangka waktu yang pantas dalam teguran tersebut, agar debitur melaksanakan kewajibannya.79

Adakalanya dalam suatu perjanjian sudah mengandung ketentuan waktu, dimana dalam jangka waktu tersebut seorang debitur harus melaksanakan

(9)

kewajibannya, ketentuan waktu tersebut bersifat mutlak dan tidak dapat diperpanjang lagi.Hal ini sering disebut dengan istilah perjanjian tersebut mengandung suatu fatal termijn, artinya batas waktu terakhir yang tidak boleh ditunda lagi. Dalam hal yang demikan, dengan lewatnya waktu yang sudah ditentukan maka debitur telah melakukan wanpresatasi, dan dapat dinyatakan bahwa ia dalam keadaan lalai atas dasar perjanjian itu sendiri. Keadaan lalai tersebut timbul tanpa perlu adanya teguran dari pihak kreditur.80

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatuperjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.81

Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya tetapi kadang-kadang tidak.Banyak perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu pemenuhan prestasinya memang dapat segera ditagih.Tetapi pembeli juga tidak dapat menuntut pengganti kerugian apabila penjual tidak segera mengirim barangnya ke rumah pembeli.Ini diperlukan tenggang waktu yang layak dan ini diperbolehkan dalam praktik.Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu hari bahkan lebih.

Jalan keluar untuk mendapatkan kapan debitur itu wanprestasi, undang-undang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai (ingebrekestelling,

(10)

sommasi).Fungsi pernyataan lalai ialah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapan saat terjadinya wanprestasi.

Menurut Pasal 1238 KUHPerdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut Pasal 1238 KUHPerdata adalah:

1. Surat perintah.

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”

2. Akta

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta Notaris. 3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.

(11)

mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.

Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.

Pasal 1235 KUHPerdata: “dalam tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban si berhutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak keluarga yang baik, sampai pada saat penyerahan.”

Penyerahan menurut Pasal 1235 KUHPerdata dapat berupa penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis.

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan ada unsur kelalaian dan salah, maka ada akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa debitur, sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata, juga diatur pada Pasal 1237 KUHPerdata.

(12)

Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata berupa ganti rugi dalam arti:

1. Sebagai pengganti dari kewajiban prestasi perikatannya.

2. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya atau disertai ganti rugi atas dasar cacat tersembunyi.

3. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita kreditur.

4. Tuntutan keduanya sekaligus baik kewajiban prestasi pokok maupun ganti rugi keterlambatannya.

Pasal 1237 KUHPerdata: “dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. maka sejak debitur lalai, maka resiko atas obyek perikatan menjadi tanggungan debitur.”

Pasal 1243 KUH Perdata, mengatakan “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

(13)

1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan, dan biaya lainnya.

2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik salah satu pihak akibat kelalaian pihak lain, misalnnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan, ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi, sehingga merusakkan perabot rumah tangga.

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya.82

Ganti kerugian harus berupa uang, bukan barang, kecuali jika diperjanjikan lain. Dalam ganti kerugian itu tidak selalu ketiga unsur tersebut harus ada. Yang ada itu mungkin hanya kerugian yang sesungguhnya, atau mungkin kerugian sesungguhnya ditambah dengan ongkos atau biaya.83

Untuk melindungi debitur dari tuntutan sewenang-wenang pihak kreditur, undang-undang memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang harus dibayar oleh debitur sebagai akibat dari kelalaiannya (wanprestasi). Kerugian yang harus dibayar oleh debitur hanya meliputi;

1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan. Dapat diduga itu tidak hanya mengenai kemungkinan timbulnya kerugian. Jika jumlah kerugian melampaui batas yang dapat diduga, kelebihan yang melampaui batas dugaan

82

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia Cetakan Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 208.

(14)

itu tidak boleh dibebankan kepada debitur, kecuali jika debitur ternyata telah melakukan tipu daya. Hal, ini seperti yang diatur dalam Pasal 1247 KUH Perdata.

2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian) debitur, seperti yang ditentukan dalam Pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat “akibat langsung” dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung ialah akibat yang menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau dapat diduga akan terjadi. Dengan timbulnya wanprestasi, debitur selaku manusia normal dapat menduga akan merugikan kreditur. Teori ini diikuti dalam praktek peradilan.84

3. Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah hutang, seperti yang ditentukan dalam Pasal 1250 KUH Perdata. Besarnya bunga didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut yurisprudensi, Pasal 1250 KUH Perdata tidak dapat diberlakukan terhadap perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum.85

Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir interest”, sebagai hukuman bagi debitur.86Moratoir berasal dari kata “mora” bahasa Latin yang berarti lalai.Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut

semata-84Ibid.hal. 208. 85

Sri Soedewi, Hukum Perutangan, Terjemehan, Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1974, hal. 36.

(15)

mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut.87

Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:

1. Conditio Sine qua Non (Von Buri), Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A;

2. Adequated Veroorzaking (Von Kries), Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).

Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.88

Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu,

87Akhmadi, Miru dan Saka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008.

88Nindyo Pramono,Hukum Komersil, Cetakan Pertama, Pusat Penerbitan UT,Jakarta, 2003,

(16)

kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendannya telah diatur di dalam pasal 1131 KUH Perdata.

Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu undang-undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut berlaku demi hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).89

Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dipungkiri oleh si berutang.90

Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.91

89Akhmadi Miru dan Saka Pati,Loc.Cit. 90

R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh Enam. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hal. 147.

(17)

Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut:

1. Overmacht;

2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan 3. Kelalaian kreditur.92

Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut apa-apa dari debitur tersebut. Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:

1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;

2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUH Perdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).93

92Ibid.hal. 45. 93

(18)

3. Pembatalan perjanjian

Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.94

4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi; dan 5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.95

Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.

B. Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli

Perjanjian pemborongan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang terlibat didalamnya. Dengan kata lain pihak pengguna jasa dan pihak yang menyediakan jasa harus mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam perjanjian pemborongan ini. Apabila pihak penyedia jasa wanprestasi dalam

94Subekti,Op. Cit.,hal. 148.

(19)

melaksanakan pekerjaan ini, maka sebagai akibat dari wanprestasi tersebut pihak penyedia jasa dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum didalam perjanjian pemborongan.

Pekerjaan suatu proyek yang direncanakan dalam perjanjian pemborongan tentu tidak akan selamanya dapat terwujud seperti yang diharapkan. Tentunya, ada banyak faktor yang menyebabkan perjanjian pemborongan tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam pekerjaan, yaitu faktor yang disebabkan oleh manusia, dan faktor yang bukan disebabkan oleh manusia (force majeure).

Faktor yang disebabkan manusia, yaitu wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa, wanprestasi ini terjadi karena pihak penyedia jasa tidak melakukan pekerjaannya seperti yang telah diperjanjikan, atau terlambat dalam menyerahkan pekerjaan tersebut kepada pengguna jasa ataupun sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan tersebut. Sedangkan faktor yang bukan disebabkan oleh manusia, biasanya disebut dengan force majeure atau bisa juga disebut dengan faktor yang disebabkan oleh kejadian diluar kemampuan manusia. Kejadian ini, biasanya berupa :

1. Bencana alam (yang dinyatakan oleh pemerintah setempat), yaitu gempa bumi, angin topan, tanah longsor, banjir, kebakaran, dan lain-lain.

2. Peperangan, pemberontakan, kerusuhan masal, dan lain-lain.

(20)

Berkaitan, denganforce majureatau kejadian diluar kemampuan manusia ini, ada diatur didalam kontrak pada Pasal 20, yang berbunyi: “yang dimaksud dengan keadaan memaksadalam PERJANJIAN ini adalah suatu keadaan tidak dapat dilaksanakannya PERJANJIAN ini sebagai akibat langsung dari semua kejadian di luar kemampuan PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA untuk mengatasinya, seperti;

a. Kejadian atau peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari hal-hal di luar kemampuan PIHAK yang bersangkutan, yang tidak terduga, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak diketahui penyebabnya;

b. Kerusuhan, huru-hara, pemberontakan, peperangan, embargo, blokade;

c. Peraturan-peraturan Pemerintah yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan PERJANJIAN ini;

d. Bencana alam yang berakibat langsung terhadap peralatan PIHAK PERTAMA, termasuk akibat tersambar petir, banjir, kebakaran, gempa bumi dan lain-lain.

(21)

Namun, dalam kasus ini wanprestasi terjadi karena upah kerja yang seharusnya dibayarkan oleh PT. PLN (Persero) Cabang Sigli tidak dibayarkan sampai pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan perjanjian oleh PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab tidak dibayarkannya upah kerja untuk pekerjaan borongan baca meter ini, karena dana untuk pembayaran pekerjaan borongan baca meter tersebut, telah digunakan untuk keperluan atau pekerjaan lain, yaitu pemborongan pekerjaan pembangunan instalasi listrik di daerah Aceh Tamiang.

Dari penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa pihak PT. PLN (Persero) Cabang Sigli telah lalai dan tidak memiliki itikad baik dalam menjalankan kewajibannya.Karena, seharusnya PT. PLN (Persero) Cabang Sigli harus membayar upah hasil kerja untuk PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri sesuai dengan perjanjian yang ada terlebih dahulu.

C. Pengaturan Wanprestasi Dalam Kontrak Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli

Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.96

96R. Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan Kesebelas, Penerbit: Intermasa, Jakarta, 1987,

(22)

Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban sebagaimana yang telah diatur di dalam kontrak perjanjian oleh pihak-pihak yang bersangkutan.Wanprestasi menimbulkan akibat, yaitu penuntutan hak oleh pihak yang dirugikan. Pihak yang melakukan wanprestasi harus bertanggung jawab untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak yang merasa telah dirampas haknya. Hal ini diatur didalam Pasal 1236 dan 1239 KUH Perdata.

Pasal 1432 KUH Perdata, mengatakan; wanprestasi, yaitu sebagai berikut; “ penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Debitur dinyatakan lalai, yaitu antara lain;

1. Tidak memenuhi prestasi,

2. Terlambat memenuhi prestasi, dan

3. Melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Subekti, mengatakan bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu antara lain; 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;

(23)

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.97

Akibat hukum bagi debitur yang lalai atau melakukan wanprestasi ada empat macam, yaitu :

1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi.

2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian. 3. Peralihan resiko.

4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.98

Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim.Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.99

Dalam praktik penyusunan kontrak sering kali dimasukkan klusul yang isinya sebagaimana tersebut diatas, misalnya fatale termijn, sehingga dengan tidak dipenuhinya salah satu kewajiban debitur dalam kontrak, secara otomatis telah terjadi wanprestasi.

Biasanya untuk menindaklanjuti kondisi ini dicantumkan juga klausul pemutusan kontrak sebagai salah satu bentuk sanksi yang ditempuh pihak

97

Ibid.hal. 45.

(24)

kreditur.Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur yang dirugikan sebagai akibat kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya, hal ini sebagimana diatur dalam Pasal 1267 KUH Perdata yang mengatakan bahwa Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain untuk memenuhi kontrak, jika hal itu masih dapat dilakukan atau menuntut pembatalan persetujuan dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. Hak kreditur tersebut dapat secara mandiri diajukan maupun dikombinasikan dengan gugatan lain, meliputi:

1. Pemenuhan (nakoming), 2. Ganti kerugian,

3. Pembubaran, pemutusan atau pembatalan (ontbinding),100 4. Pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap,

5. Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap,

Pihak yang lalai dan melakukan wanprestasi dapat digugat didepan hakim. Tentang wanprestasi ini harus dinyatakan dahulu secara tertulis, yaitu dengan memperingatan pihak tersebut, bahwa pihak yang lain menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu pendek.

Dalam kontrak perjanjian antara PT, PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri tidak ada mengatur mengenai wanprestasi secara

100D.Saragih menerjemahkan “Onbinding” dalam suatu substansial dari buku J.H.Niewenhuis,

(25)
(26)

BAB IV

PENYELESAIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK YANG MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BORONGAN

PEKERJAAN DIBIDANG JASA BACA METER ANTARA PT. PLN (PERSERO) CABANG SIGLI DENGAN PT. MULTI GUNA PUTRA

ACEH MANDIRI

A. Kronologis Permasalahan Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

Pelaksanaan perjanjian kerjasama dibidang jasa borongan baca meter ini, diberikan oleh PT. (PLN) Persero Cabang Sigli kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.dengan cara penunjukan secara langsung tanpa adanya pengadaan terlebih dahulu. PT. PLN (Persero) Cabang Sigli pada tanggal 12 November 2008.mengirimkan surat undangan nomor 012.SU/610/PAN-AO&TU/SGL/2008, kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri untuk menghadiri rapat mengenai penunjukan langsung dan penawaran harga untuk pekerjaan jasa borongan baca meter tersebut.

Setelah semua persyaratan dipenuhi, berdasarkan surat perintah kerja nomor 012.PJ/610/AO-TU/SGL/2008 dibuatlah kontrak kerja pada tanggal 01 Desember 2008 antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri di Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Sigli. Dalam perjanjian, para pihak yang melaksanakan pekerjaan, yaitu antara lain:

(27)

Notaris Haryanto, SH di Jakarta Nomor 43 tanggal 26 Oktober 2001, berkedudukan di Jalan Trunojoyo Blok M-1/135 Kebayoran Baru, Jakarta 12160, yang dalam hal ini diwakili oleh Nahwaluddin selaku Manajer PT. PLN (Persero) Nomor : 0812.K/426/DIR/2008 tanggal 08 Mei 2008, yang beralamat di Jalan Tgk. Chik Ditiro, No. 3, Sigli, dengan demikian sah bertindak untuk dan atas PT. PLN (Persero), yang selanjutnya dalam PERJANJIAN ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Sabaruddin Salam, SH Nomor 42 tanggal 05 Agustus 2008 dengan pengesahan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : C-27512 HT .01.01.TH. 2005 tanggal 06 Oktober 2005 yang dalam hal ini diwakili oleh ZAKKI MUAMMAR selaku Direktur Utama, yang beralamat di Jalan Sri Ratu Safiatuddin No. 9, Kelurahan Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, dengan demikian sah bertindak untuk dan atas PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri selanjutnya dalam PERJANJIAN ini disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak sepakat mengadakan PERJANJIAN Pemborongan PekerjaanOutsourcingBaca Meter Tarif Tunggal di PT. PLN (Persero) Cabang Sigli, untuk selanjutnya disebut PERJANJIAN, berdasarkan:

(28)

2. Surat dari General Manajer PT. PLN (Persero) Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam No.187/545/W.NAD/2008, tanggal 29 Januari 2008.

3. Surat Penawaran Harga dari PIHAK KEDUA No. 001/MGP-SGL/XI/2008, tanggal 18 November 2008.

4. Surat Keputusan Manajer PT. PLN (Persero) Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam Cabang Sigli No. 012.K/610/SGL/2008, tanggal 28 November 2008.

Kemudian, setelah kontrak dibuat maka kedua belah pihak harus menandatangani kontrak tersebut sebagai tanda bahwa perjanjian tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak dan penandatanganan kontrak dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah diterbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan setelah penyedia barang/jasa yang ditunjuk menyerahkan jaminan pelaksanaan dengan ketentuan:

1. Nilai jaminan pelaksanaan dengan jaminan bank 5% (Lima Persen) dari nilai kontrak dan sudah termasuk PPN.

2. Masa berlakunya jaminan pelaksanaan sekurang-kurangnya sejak tanggal penandatangan kontrak sampai 30 (Tiga Puluh) hari setelah tanggal masa pemeliharaan berakhir berdasarkan kontrak.

(29)

Setelah melakukan penandatangan, maka pelaksanaan perjanjian pemborongan yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak , dimana pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri telah sepakat dengan PT. PLN (Persero) Cabang Sigli untuk melaksanakan pekerjaan borongan baca meter di Kota Sigli. Pembacaan kWh meter ini, dimulai tanggal 15 (lima belas) dan batas akhir pembacaan kWh meter adalah tanggal 25 (dua puluh lima) setiap bulan, atau ditentukan kemudian oleh PIHAK PERTAMA/ yang mewakili.

Perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak telah berlangsung selama 4 (empat) periode, yaitu sebagai berikut;

1. Kontrak pertama, No. 012.PJ/610/AO-TU/SGL/2008 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 582.120.000,- berlangsung mulai tanggal 1 Desember 2008 sampai dengan 31 Maret 2009.

2. Kontrak kedua, No. 07.PJ/610/AO-TU/SGL/2009 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 1.486.170.000,- berlangsung mulai tanggal 3 April 2009 sampai dengan 31 Desember 2009.

3. Kontrak ketiga, No. 040.SPP/610/AO-NIAGA&PP/SGL/2010 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 2.760.000.000’- berlangsung mulai tanggal 31 Desember 2010 sampai dengan 30 Desember 2011.

(30)

perubahan yaitu No. 130.PJ-AMD/610/TREN-YANAD/SGL/2012 tanggal 1 Juni 2012 dan No. 268.PJ-AMD/610/TREN-YANAD/SGL/2012 tanggal 1 September 2012.

Semua pekerjaan ini, dilaksanakan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh kedua belah pihak didalam kontrak perjanjian. Pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri telah melakukan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diatur didalam kontrak perjanjian dengan baik dan benar tanpa ada melakukan kesalahan sedikitpun. Namun pada kenyataannya hak menerima upah dari hasil kerja untuk PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri tidak diberikan oleh pihak PT. PLN (Persero) Cabang Sigli.PT. PLN (Persero) Cabang Sigli sampai dengan habisnya masa kontrak yang terakhir, belum juga melunaskan sisa pembayaran upah kerja tersebut sampai dengan saat ini.

Mengenai berapa jumlah sisa pembayaran yang belum dilunasi oleh pihak PT. PLN (PERSERO) Cabang Sigli kepada pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, kedua belah pihak tidak dapat memastikan jumlahnya secara rinci. Karena, semua pegawai dari pihak PT. PLN yang dulunya bertugas mengawasi kegiatan borongan pekerjaan dibidang jasa baca meter ini, sudah tidak bekerja lagi.Sehingga pegawai pengganti atau pegawai yang baru tidak mengetahui permasalahan yang terjadi sebelumnya.

(31)

Perjanjian bersifat obligatoir, yaitu melahirkan kewajiban-kewajiban bagi para pihak. Perjanjian merupakan sarana utama bagi para pihak untuk menciptakan sendiri aturan-aturan hukum yang akan mengatur tindakan para pihak dikemudian hari. Hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian ditentukan oleh kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh mereka.

Faktor-faktor atau dikenal dengan otonomi para pihak (partif otonomic) merupakan faktor penentu utama atau primer dalam menentukan isi dari perjanjian, yang artinya sifat dan luasnya hak dan kewajiban para pihak yang melakukan perjanjian dilihat dari apa yang disepakati mereka. Sebagai faktor penentu, faktor otonom menempati hirarki atau urutan untuk menentukan daya mengikatnya perjanjian.

Pasal 1340 KUH Perdata mengatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang mengikatkan diri saja, dan perjanjian tersebut tidak dapat merugikan pihak ketiga dan juga perjanjian tersebut tidak dapat menguntungkan pihak ketiga, kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.

(32)

ditarik kembali jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang diatur dalam undang-undang.Perjanjian juga harus dijalankan denganberlandaskan kepada itikad baik. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Pasal 1339 KUH Perdata, mengatakan bahwa persetujuan tidak hanya mengikat secara tegas apa yang diatur dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu dalam perjanjian tersebut yang berkaitan dengan keadilan, kebiasaan dan undang-undang. Dalam Pasal 1347 KUH Perdata, mengatakan bahwa syarat-syarat yang selalu diperjanjikan berdasarkan kebiasaan, harus dianggap telah termasuk didalam perjanjian, walaupun didalam perjanjian tidak dinyatakan dengan tegas.

Dalam kehidupan yang namanya perselisihan itu sudah sering terjadi, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan yang melibatkan banyak pihak. Jika, dikaitkan dengan pekerjaan biasanya perselisihan terjadi dikarenakan salah satu pihak tidak mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sesuai dengan yang tertulis didalam surat perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Dalam praktek, pada umumnya proses penyelesaian wanprestasi dilakukan biasanya melalui cara sebagai berikut:

1. Memberikan teguran secara lisan.

(33)

4. Memutuskan kontrak perjanjian.

Dalam suatu perjanjian terletak adanya kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang telah diperjanjikan, dan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi tersebut, maka pihak tersebut dianggap melakukan kelalaian atau dalam istilah hukumnya dikenal dengan wanprestasi.

Dalam hal penyelesaian perselisihan, biasanya pihak yang berselisih lebih menggunakan cara musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara kedua belah pihak baik perselisihan dari segi teknis maupun perselisihan dari segi yuridis. Apabila dalam menyelesaikan kedua perselisihan ini, lebih diutamakan dengan cara musyawarah, maka tidak ada perbedaan dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam perjanjian. Namun, ada beberapa perjanjian yang memisahkan perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis.Sehingga perselisihan tersebut sampai diselesaikan pada Pengadilan Negeri setempat, dimana perjanjian itu dibuat.

(34)

kesepakatan dalam musyawarah dan mufakat, maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikan Sengketa tersebut melalui Pengadilan Negeri Sigli”.

Dalam praktek perjanjian kerjasama pemborongan baca meter antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, ternyata tidak ada pemisahan antara perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis. Dikarenakan, apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka perselisihan ini diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun, jika dengan jalan musyawarah tidak tercapai kata sepakat maka barulah dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari seorang wakil pihak pertama dan seorang wakil dari pihak kedua, kemudian mengangkat seorang ahli yang pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya penyelesaian perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila melalui cara tersebut diatas tidak dicapai penyelesaian. Keputusan panitia Arbitrase ini mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan akan dipikul secara bersama-sama.

(35)

Walaupun penyelesaian secara musyawarah sering digunakan, namun ada satu hal yang sulit untuk mewujudkan tercapainya musyawarah dalam suatu perselisihan. Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya sulit untuk mendengarkan dan menerima pendapat dari pihak lain, sehingga mengganggap gampang hal-hal yang kelihatannya mudah. Justru hal-hal yang dianggap mudah oleh salah satu pihak, malah dianggap hal yang sangat materiil dan sangat susah oleh pihak yang lainnya. Selain itu hal-hal seperti ini, apabila tidak segera diselesaikan akan berakibat fatal, sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan dan kemungkinan tidak akan bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah.

Dalam kontrak perjanjian pada Pasal 25 ayat (1), dinyatakan bahwa “apabila terjadi perselisihan pendapat (sengketa) dalam pelaksanaan PERJANJIAN ini, para PIHAK bersepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat”.Maka oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini, dengan jalan musyawarah dan mufakat.Namun, kenyataannya sampai pada saat ini permasalahan tersebut belum juga terselesaikan dan pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri sampai dengan saat ini belum menerima haknya sesuai dengan perjanjian yang ada.

C. Pertanggungjawaban Pihak Yang Melakukan Wanprestasi Dalam

Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli

(36)

tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.101Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.102

Purbacaraka berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.103

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum 101Naufal Muttaqien, Mengenal Arti Kata “Tanggung Jawab”,

http://www.kompasiana.com/nopalmtq/mengenal-arti-kata-tanggung jawab_ 5529e68b6ea834257 2552d24, diakses tanggal 15 Agustus 2016, pukul 20.20 WIB.

102

Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Pasca Sarjana, Medan, 2008, hal. 4

(37)

memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.104

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:105

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Maka model tanggung jawab hukum , yaitu antara lain sebagai berikut:106 a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)

sebagaimanapun terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: “tiap-tiap

104Komariah, SH, Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang,

Malang, 2001, hal. 12.

105 Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979 , hal. 53.

106

(38)

perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang, atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.107

Tanggung jawab hukum yang dilaksanakan dalam pelanggaran perbuatan melawan hukum yaitu dengan mengganti kerugian yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Tanggung jawab hukum ini dilaksanakan setelah melalui proses peradilan dan dengan ketentuan oleh hakim, perumusan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib.

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian sebagaimana terdapat dalam pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

107

(39)

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

(1) seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugain yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya;

(2) orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua dan wali;

(3) majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya;

(40)

(5) tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orangtua, wali, guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab.

Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasti.Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubugan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada hukum.108

Berikut ini adalah macam-macam dari tanggung jawab, yaitu antara lain sebagai berikut:109

a) Tanggung jawab dan Individu

Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggungjawab.Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Oleh karenanya, istilah tanggungjawab pribadi atau tanggungjawab sendiri sebenarnya “mubajir”.Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa

108Djojodirdjo, M.A. Moegni,op.cit, hal. 55

(41)

setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan.

Friedrich August von Hayek mengatakan, Semua bentuk dari apa yang disebut dengan tanggungjawab kolektif mengacu pada tanggungjawab individu. Istilah tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk menutup-nutupi tanggungjawab itu sendiri.Dalam tanggungjawab politis sebuah masalah jelas bagi setiap pendelegasian kewenangan (tanggungjawab).Pihak yang disebut penanggungjawab tidak menanggung secara penuh akibat dari keputusan mereka.Risiko mereka yang paling besar adalah dibatalkan pemilihannya atau pensiun dini.Sementara sisanya harus ditanggung si pembayar pajak.Karena itulah para penganut liberal menekankan pada subsidaritas, pada keputusan-keputusan yang sedapat mungkin ditentukan di kalangan rakyat yang notabene harus menanggung akibat dari keputusan tersebut.

b) Tanggung jawab dan kebebasan

(42)

membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi suatu masyarakat liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambilalih tanggungjawab.Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau negara.Kebebasan berarti tanggungjawab; Itulah sebabnya mengapa kebanyakan manusia takut terhadapnya.

George Bernard Shaw mengatakan, Persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap masyarakat bebas baru mungkin terjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang manusia baru akan dapat menerapkan seluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika ia sendiri harus menanggung akibat dari perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupun kerugian. Justru di sinilah gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosialis: secara resmi memang semua bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.

c) Tanggungjawab sosial

(43)

pribadi dan sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.

Untuk mengimbangi “tanggungjawab sosial” tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari Lembaga Federal untuk Pekerjaan sampai asuransi dana pensiun yang dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan.Karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela. Orang yang terlibat dalam organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain.Semboyan umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.

Carl Horber mengatkan, Pada akhirnya tidak ada yang bertanggungjawab atas dampak-dampak dari penagaruh politik terhadap keamanan sosial.Akibatnya ditanggung oleh pembayar pajak dan penerima jasa.

d) Tanggung jawab terhadap orang lain

(44)

khususnya menyangkut manusia yang karena berbagai alasan tidak mampu atau tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh. Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak. Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar lingkungan keluarga. Bentuknya bisa beranekaragam. Yang penting adalah prinsip sukarela pada kedua belah pihak. Pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya sendiri tidak boleh digantikan dengan perwalian.

e) Tanggungjawab dan risiko

Dalam masyarakat modern orang berhadapan dengan berbagai risiko.Risiko itu bisa membuat orang sakit dan membutuhkan penanganan medis yang sangat mahal.Atau membuat orang kehilangan pekerjaan dan bahkan harta bendanya. Ada berbagai cara untuk mengamankan dari risiko tersebut, misalnya dengan asuransi. Untuk itu tidak diperlukan organisasi pemerintah, melainkan hanya tindakan setiap individu yang penuh tanggungjawab dan bijaksana.110

Pada kontrak perjanjian kerjasama antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, mengenai tanggungjawab diatur dalam Pasal 15, yaitu;

(45)

(1) Masing-masing pihak bertanggung jawab atas semua kerugian, kerusakan, atau resiko yang timbul terhadap pihak lain, sebagai akibat kesalahan dan kelalaian masing-masing pihak.

(2) Pihak kedua bertanggung jawab terhadap semua material, peralatan kerja, perlengkapan kerja, fasilitas atau sarana pendukung lain serta pekerja yang digunakannya dalam melaksanakan pekerjaan didalam perjanjian ini.

(3) Pihak pertama bebas dari segala tuntutan yang timbul sebagai akibat tuntutan dari karyawan, tenaga kerja, mitra kerja atau pihak lain yang mempunyai hubungan kerja dengan pihak kedua dalam pelaksanaan perjanjian ini.

(4) Apabila dalam perjanjian ini salah satu pihak menggunakan, atau menerapkan hak milik intelektual pihak lain, maka pihak tersebut bertanggung jawab terhadap penggunaan hak milik intelektual tersebut serta membebaskan pihak yang lain dari segala kerugian dan atau akibat hukum lain yang mungkin timbul sebagai akibat tuntutan dari pemilik hak intelektual yang bersangkutan. Pertanggungjawaban terhadap wanprestasi, dapat juga dituntut secara

pidana, jika apa yang diatur di dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terjadi. Adapun bunyi dari pasal 378 KUHP ini, yaitu sebagai berikut:

(46)

Berdasarkan bunyi pasal di atas, ada beberapa unsur yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu antara lain;

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum; 2. Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya

memberi hutang maupun menghapuskan piutang;

3. Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan).

Kesimpulan dari pasal ini, yaitu wanprestasi dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana apabila perjanjian antara kedua belah pihak dibuat dengan menggunakan keterangan yang palsu dan disertai dengan segala macam kebohongan yang berniat untuk menguntungkan diri sendiri dan perbuatannya tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain.

Selain pasal yang diatas wanprestasi dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana apabila telah terjadi tindak pidana seperti yang ada dalam Pasal 372 KUHP. Pasal 372 KUHP ini, mengatakan “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki bahan sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan Pidana Penjara paling lama empat tahun atau Pidana Denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

(47)

secara pidana.Namun berkaitan dengan penuntutan, pihak yang merasa dirugikan harus memberikan bukti yang akurat agar permasalahan ini dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana. Setelah semua bukti terkumpul, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan secara pidana kepada pihak yang melakukan wanprestasi dengan cara membuat laporan kepada pihak yang berwajib, yaitu pihak kepolisian daerah setempat dimana tindak pidana terjadi.

Meskipun didalam kontrak mengatur mengenai tanggung jawab dan ganti rugi, namun sampai saat ini walaupun pekerjaan tersebut telah selesai, pihak PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli belum juga melunasi atau membayar upah kerja kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.Karena, apabila dipertanyakan mengenai perihalpembayaran tersebut, PT. PLN (Persero) Cabang Sigli selalu memberikan jawaban yang menggantung kepada pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.

(48)
(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan perjanjian kerjasama dibidang jasa borongan baca meter ini, diberikan oleh PT. (PLN) Persero Cabang Sigli kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri. dengan cara penunjukan secara langsung tanpa adanya pengadaan terlebih dahulu. PT. PLN (Persero) Cabang Sigli pada tanggal 12 November 2008. Setelah semua persyaratan dipenuhi, berdasarkan surat perintah kerja nomor 012.PJ/610/AO-TU/SGL/2008 dibuatlah kontrak kerja pada tanggal 01 Desember 2008 antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri di Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Sigli. Setelah melakukan penandatangan, maka pelaksanaan perjanjian pemborongan yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak , dimana pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri telah sepakat dengan PT. PLN (Persero) Cabang Sigli untuk melaksanakan pekerjaan borongan baca meter di Kota Sigli. Pembacaan kWh meter ini, dimulai tanggal 15 (lima belas) dan batas akhir pembacaan kWh meter adalah tanggal 25 (dua puluh lima) setiap bulan, atau ditentukan kemudian oleh PIHAK PERTAMA/ yang mewakili.

(50)

pekerjaan borongan baca meter tersebut, telah digunakan untuk keperluan atau pekerjaan lain, yaitu pemborongan pekerjaan darurat pembangunan instalasi listrik di daerah Aceh Tamiang.

3. Pertanggungjawaban dari pihak PT. PLN (Persero) Cabang Sigli terhadap wanprestasi yang dilakukannya tersebut, sampai saat ini belum ada. Namunwalaupun demikian, pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri tetap memberikan kesempatan untuk pihak PT. PLN (PERSERO) Cabang Sigli untuk membayar upah kerja yang telah tercantum di dalam kontrak perjanjian borongan baca meter tersebut.

B. Saran

1. Perlu adanya penjelasan mengenai hak dan kewajiban untuk para pihak. Sehingga perjanjian ini dapat berjalan dengan seimbang dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta agar tidak menimbulkan perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan atau perbuatan yang dapat merugikan salah satu pihak.

2. Seharusnya PT. PLN (Persero) Cabang Sigli, terlebih dahulu menjalankan kewajibannya untuk membayar upah kerja kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri dan PT. PLN (Persero) Cabang Sigli harus menyiapkan anggaran yang lain, apabila ada membuat perjanjian baru dengan Pihak Ketiga. Sehingga perjanjian baru tersebut tidak mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.

(51)

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan ini ialah perkembangan biasa dan berasaskan logik akal kerana suku kata terbina daripada sebutan (suara), perkataan terbina daripada suku kata, dan

Pada mesin diesel ada tenggang waktu antara sejak dimulainya penginjeksian solar (periode injek- si), kemudian meningkatnya tekanan dan tempe- ratur sampai batas tertentu

Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian Bisma (2010) yang menunjukkan bahwa Provinsi NTB selama periode TA 2003 – 2007 memiliki kemandirian keuangan sangat

Promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) yang besar peranannya.Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas tentang kegiatan-kegiatan yang

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa konsentrasi air rebusan daun Bina- hong yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Salmo- nella typhi

Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis data terbukti secara parsial bahwa ada pengaruh Green Marketing secara positif dan signifikan antara variabel keputusan pembelian mobil

Penggunaan kompos cair pada sistem budidaya hidroponik ini konsentrasi larutan hara harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.. Penelitian ini bertujuan mengetahui

Results of the analysis of genetic distance showed that kuantan and pesisir cattle might be grouped into Bos indicus because it had a genetic distance of 0.000 in