• Tidak ada hasil yang ditemukan

Westernisasi Dan Pengaruhnya Dalam Memodernsasi Peran Wanita Jepang Seiyouka To Nihonjosei Ni Taishite Kindaika No Eikyou

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Westernisasi Dan Pengaruhnya Dalam Memodernsasi Peran Wanita Jepang Seiyouka To Nihonjosei Ni Taishite Kindaika No Eikyou"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

4.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia dari generasi ke generasi mengalami perubahan. Kebudayaan, peradaban, adat istiadat dan tradisi, serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pun berubah. Nilai-nilai dan pandangan lama yang bersifat tradisional, yang berlaku dalam masyarakat pada masa lalu, di zaman sekarang ini telah mengalami pergeseran. Adat istiadat dan tradisi yang dulu mengikat masyarakat, telah mengalami perubahan, dan pelaksanaannya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan berkembangnya paham-paham kebebasan, manusia secara individu dapat lebih bebas dalam memilih dan memutuskan sendiri kehidupannya.

(2)

dan lain-lain. Untuk mengatasi ketertinggalan itu, Jepang kemudian mengadakan restorasi besar-besaran, yang dinamakan Restorasi Meiji.

Tujuan Restorasi Meiji salah satunya adalah mengejar ketertinggalan bangsa Jepang dari bangsa Eropa. Bangsa Jepang mengejar ketertinggalannya tersebut dengan melakukan modernisasi pada berbagai sektor kehidupan. Upaya modernisasi bangsa Jepang salah satunya dilakukan dengan mengadopsi pemikiran, nilai, budaya dan ilmu pengetahuan dari Barat. Modernisasi dan pengadopsian segala hal berbau barat yang merupakan dampak dari restorasi Meiji itu tidak hanya memberikan pengaruh positif saja, tapi juga pengaruh negatif. Salah satu pengaruh negatif tersebut berupa sikap pemujaan terhadap Barat yang berlebihan, yang disebut dengan westernisasi. Sikap ini mulai tumbuh semenjak zaman Meiji dan semakin berkembang pada zaman Taisho. Selain itu, proses modernisasi juga menyebabkan munculnya berbagai perubahan keadaan sosial budaya masyarakat Jepang.

(3)

Peran wanita Jepang mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Gender memang merupakan prinsip penting dalam stratifikasi sejarah Jepang, namun di bawah pemerintahan feodal Tokugawa (1600-1868), status wanita mengalami

kemunduran. Pada saat itu diberlakukan sistem Ie (家) yang merupakan sistem yg sangat penting dan dijunjung tinggi, sebagai pilar utama harmonisasi Jepang. Kehidupan wanita harus tunduk pada sistem patrilineal dan ideologi patriarki yang didukung oleh pemerintah sebagai bagian dari usaha pengendalian sosial. Dalam sistem ie kedudukan wanita sangat rendah. Mereka tidak memiliki hak apapun, tugas mereka hanya mengurus rumah tangga dan anak dan semua hal yang dilakukan untuk mendukung suami.

Pada tahun 1868, Jepang telah memasuki era baru ketika pemerintahan Meiji menggantikan pemerintahan Tokugawa yang telah berkuasa selama 260 tahun. Dengan ini maka perlahan-lahan berakhirlah feodalisme digantikan oleh sistem kapitalis dan arus modernisasi. Diumumkannya Konstitusi Meiji pada tahun 1889 dan hukum perdata pada tahun 1898 membuat kepatuhan wanita kepada kepala rumah tangga, dan lelaki secara umum, diberi justifikasi secara legal. Wanita mulai dihargai dalam kelas sosial dimana ia berada. Pada saat itu sejumlah besar perempuan sudah bisa bekerja diluar rumah seperti di pabrik sutra, tekstil dan tenun untuk membantu ekonomi keluarga.

Setelah perang Dunia II berakhir, berlaku Undang-Undang Dasar yang diresmikan pada tahun 1946. Undang-undang ini secara jelas mengakui persamaan derajat diantara pria dan wanita. Hak-hak wanita pun mulai

(4)

merupakan hasil pekerjaan pemerintahan pendudukan Sekutu periode pendudukan militer, suatu hal yang diketahui dipaksakan terhadap Jepang karena bertentangan dengan adat istiadat negara. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan dalam posisi internasional Jepang. Dalam undang-undang ini mulai dimasukkan paham demokrasi sehingga hak-hak manusia sebagai warga negara lebih diperhatikan dan dijamin.

Eksistensinya ie menguat setelah Restorasi Meiji dan hancur setelah Perang Dunia II. Ie hancur memudar seiring berkembangnya westernisasi dan peralihan masyarakat Jepang dari masyarakat agraris dan feodalis ke masyarakat industri sejak tahun 1945. Sistem keluarga ie perlahan-lahan mulai menghilang seiring dengan berkembangnya sistem keluarga kaku kazoku (keluarga inti), yaitu pasangan yang telah menikah meninggalkan rumah dan membentuk keluarganya sendiri. Keluarga inti ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Namun meskipun demikian, nilai-nilai keluarga yang terdapat dalam sistem ie tidak sepenuhnya ditinggalkan, keluarga masih merupakan suatu ikatan yang penting.

Hukum Sipil tentang „Keluarga dan Warisan‟ di Jepang pun berubah

(5)

telah memberikan kaum wanita jaminan persamaan hak dengan kaum pria di lingkungan kehidupan keluarga.

Dalam hukum yang baru juga, izin kepala keluarga bagi pernikahan tidak lagi diperlukan, sehingga wewenang orang tua dalam permasalahan ini hanya diakui sejauh orang tua masih merupakan wali dari anak-anaknya yang belum akil baliq. Hal ini tentu saja menjadi kabar gembira bagi kaum wanita karena mereka tidak lagi perlu menikah karena perjodohan yang lebih sering dipaksakan secara sepihak. Wanita Jepang bebas memilih pasangan hidupnya berdasarkan keinginannya sendiri.

Mengenai dasar-dasar bagi perceraian, jelas dewasa ini hukum memberikan dasar persamaan yang sempurna baik bagi pria maupun wanita. Namun permasalahan pokok dari hukum perceraian adalah perlindungan kaum wanita dan jaminan akan kesejahteraan anak. Setelah runtuhnya sistem ie, wanita memiliki hak atas kompensasi perceraian dan pembagian harta keluarga. Hak warisan bagi seorang anak perempuan yang telah menikah juga mendapat pengakuan.

(6)

pengelolaan rumah tangga, melainkan juga atas merawat anak, mengurus pendidikan anak dan sekaligus menjadi penopang ekonomi keluarga.

Westernisasi telah memberikan pengaruh besar pada wanita Jepang. Pikiran mereka menjadi terbuka terutama dalam hal pandangan terhadap masalah pernikahan, rumah tangga, pekerjaan dan pendidikan. Sarah Chaplin dalam buku Shoma Munshi: Images of the „Modern Woman‟ in Asia, mengatakan bahwa hal

baru yang muncul dimasa westernisasi ini adalah wanita „modern‟, atau ダン

ー (modan gaaru), sebuah kata baru yang muncul di tahun 1920 dan disingkat (moga) yaitu kegiatan meniru dari Barat yang menjadi tetap. Moga

melambangkan cara hidup kosmopolitan/internasional, dan menurut kamus Akira Miura di „ „English‟ in Japanese,‟ berarti „gadis muda di tahun 1920-an yang

menggunakan rambut pendek, high heels, dan rok panjang‟ (Miura dalam Munshi 2001:56). Gambaran dangkal ini mengingkari pengaruh yang sangat dalam pada wanita Jepang dalam kehidupan sosial, dan melemahkan pengaruh kuat pada gambaran diri Jepang sendiri. Menurut Darrel William Davis : „Moga adalah sebuah simbol kebebasan modern dari pemberontakan melawan sistem patriarki ... Dia adalah gambaran perdebatan hebat di jalanan Tokyo, sebagai perwujudan jujur dari seksualitas feminin,‟ dan Darrel menentang itu „dalam konteks Jepang,

dia/moga ditandai sebagai „kemajuan‟ akibat westernisasi dari Jepang lama. (Davis dalam Munshi 2001:56).

(7)

setelah Restorasi Meiji di tahun 1868, ketika Jepang membuka hubungan perdagangan dengan Barat setelah dua abad mengisolasi diri dari dunia luar. Tanda ketiga adalah di tahun 1970 sampai 1980-an, saat ketika industri teknik mesin Jepang bangkit dalam ekonomi pasar global.

Jepang merupakan salah satu negara maju dalam bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat Jepang bangkit dari titik terendah setelah kalah total di Perang Dunia II yang berakibat sangat luar biasa dan mampu mengubah negara mereka menjadi salah satu negara pemimpin industri di dunia. Di abad ke 18 Jepang membuka diri dan mengadakan restorasi besar-besaran yang dinamakan Restorasi Meiji. Jepang tidak hanya membuka dirinya untuk pengaruh Barat, namun juga meniru banyak hal dari Barat. Mulai dari sistem pemerintahan, hukum, ilmu pengetahuan, teknologi dan juga ideologi. Hal inilah yang membuat westernisasi berkembang secara luas di Jepang. Westernisasi telah mempengaruhi Jepang dalam banyak hal, termasuk memodernisasi peran wanita Jepang.

(8)

yang ada di negara-negara Barat. Wanita Jepang berjuang untuk mendapatkan kesetaraan hak dengan pria dalam lingkungan rumah tangga, pendidikan dan pekerjaan.

Berdasarkan pada uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang fenomena westernisasi dan bagaimana pengaruhnya bagi kaum wanita di Jepang dengan judul “ Westernisasi dan Pengaruhnya dalam Memodernisasi Peran

Wanita Jepang”.

4.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah pengadopsian segala hal berbau Barat yang terjadi di Jepang pada sekitar akhir abad ke-18, yang disebut dengan istilah „westernisasi‟ serta pengaruhnya dalam memodernisasi peran wanita

Jepang dalam lingkungan rumah tangga, pekerjaan dan pendidikan. Untuk memperlancar jalannya penelitian ini, ada beberapa pertanyaan penelitian yang ingin penulis cari jawabannya, yaitu antara lain :

1. Bagaimana sejarah westernisasi yang terjadi di masa Meiji dan setelah Perang Dunia II.

2. Bagaimana peran wanita Jepang sebelum dan sesudah Restorasi Meiji. 3. Bagaimana peran wanita Jepang sesudah Perang Dunia II.

4.3 Ruang Lingkup Pembahasan

(9)

Restorasi Meiji sampai sesudah Perang Dunia II dalam lingkungan rumah tangga, pekerjaan dan pendidikan.

Namun penulis menganggap diperlukan pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan selanjutnya. Hal tersebut dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh dari topik penelitian.

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahannya, yaitu :

1. Tahun 1946 diambil sebagai batasan karena pada tahun ini mulai berlaku Undang-Undang Baru (yang mendapat pengaruh dari Amerika) yang menggantikan Undang-Undang Meiji.

2. Wanita Jepang yang menjadi objek dalam penulisan skripsi ini dibatasi hanya pada :

─ Wanita yang lahir di zaman Edo dan sebelum tahun 1935 yang

dibesarkan dibawah nilai-nilai sebelum Perang Dunia II (sebagai latar belakang).

─ Wanita yang lahir antara tahun 1946 dan 1955 atau kelompok

wanita yang menjadi generasi pertama setelah Perang Dunia II. Wanita-wanita ini dalam kehidupannya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai setelah perang dan menjadi saksi dari masa transisi antara nilai peranan tradisional wanita dengan golongan wanita liberal dari zaman industri.

(10)

Penulis tidak akan membahas pengaruh westernisasi dalam sistem pemerintahan, hukum dan ekonomi di negara Jepang secara mendalam. Sistem pendidikan yang dibahas di proposal skripsi ini pun hanya akan terfokus pada perubahan sistem pendidikan bagi wanita Jepang.

4.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

a. Tinjauan Pustaka

Menganalisa data pada umumnya ataupun isi dari suatu kebudayaan masyarakat tertentu, sebaiknya kita mengetahui dahulu “unsur-unsur kebudayaan universal” (cultural universal). Kebudayaan universal adalah unsur-unsur yang

ada dalam semua kebudayaan diseluruh dunia, baik yang kecil maupun yang bersahaja, terisolasi maupun yang besar dan kompleks dengan sesuatu jaringan hubungan yang luas. Menurut C. Kluckhon, unsur-unsur kebudayaan universal dalam kebudayaan di dunia ini ada tujuh, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) mata pencaharian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6) religi, (7) kesenian (Koentjaraningrat 1976:203-204)

(11)

Seorang pakar sosiologi keluarga, William J. Goode dalam artikel Etty Nurhayati Anwar: “Eksistensi kaku kazoku dan ie dalam masyarakat Jepang dewasa ini” menyatakan bahwa : “Keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial,

disamping agama, yang secara resmi telah berkembang di semua masyarakat”. Keluarga merupakan bentuk masyarakat yang terkecil, dan merupakan tempat awal pembentukan sifat dan karakter seorang manusia. Sejak dilahirkan seorang individu diasuh, dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan menjadi bagian dari masyarakat.

Menurut Cie Nakane, sistem ie mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat Jepang, seperti kehidupan sehari-hari, pernikahan, kepercayaan, cara berpikir bahkan semua aktivitas pekerjaan, sangat terikat dan tidak bisa dipisahkan dari struktur ie. Sejak zaman Edo sampai akhir Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep ie, bahkan sistem ini mendapat pengakuan secara hukum dalam Kode Hukum Sipil Meiji. Hukum pada waktu itu menetapkan bahwa kedudukan seorang wanita dalam sistem ie adalah mengabdi dengan setia kepada kepala rumah tangganya seumur hidup. Wanita tunduk kepada ayahnya, kemudian suaminya, dan pada hari tuanya kepada anak laki-lakinya yang menduduki posisi kepala keluarga. Seorang istri tidak dapat bertindak tanpa persetujuan suaminya.

(12)

adalah mengabdi dengan setia kepada kepala rumah tangganya seumur hidup. Namun seiring dengan perubahan zaman dan westernisasi yang terjadi di Jepang, Kode Hukum Sipil berubah mengikuti pengaruh Barat. Tradisi sistem keluarga ie perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda Jepang. Kaum wanita dalam Hukum Sipil yang baru mendapatkan penghormatan hak perorangan serta persamaan hak diantara jenis kelamin. Izin kepala keluarga bagi pernikahan tidak lagi diperlukan, sehingga wewenang orangtua dalam permasalahan ini hanya diakui sejauh orang tua masih merupakan wali dari anak-anaknya yang belum akil baliq. Ini memungkinkan wanita Jepang menikah atas keinginannya sendiri, tidak lagi menikah karena perjodohan dari orang tuanya. Hukum perceraian juga memberi perlindungan kaum wanita dan jaminan akan kesejahteraan anak.

Westernisasi juga telah merubah pola pikir wanita untuk dapat bekerja dan mendapatkan pendidikan. Perkembangan kapitalisme Jepang mendorong banyak wanita untuk meninggalkan rumah, menuntut ilmu sampai ke perguruan tinggi dan memasuki pasaran tenaga kerja. Ini memberikan indikasi bahwa para istri tidak hanya memikul tanggung-jawab atas pengelolaan rumah tangga, melainkan juga atas merawat anak, mengurus pendidikan anak dan sekaligus menjadi penopang ekonomi keluarga.

b. Kerangka Teori

(13)

Dalam penelitian ini digunakan teori pendekatan fenomenologis. Pendekatan tersebut menekankan rasionalitas dan realitas budaya yang ada serta berusaha memahami budaya dari sudut pandang pelaku budaya tersebut. Peneliti dalam pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kait-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (Moleong 1994: 8).

Salah satu pengaruh Restorasi Meiji adalah sikap pemujaan terhadap Barat yang berlebihan, yang disebut dengan westernisasi. Sikap ini mulai tumbuh semenjak zaman Meiji dan semakin berkembang pada zaman Taisho. Westernisasi banyak memberi pengaruh dan memodernisasi Jepang dalam berbagai bidang kehidupan. Modernisasi menurut pakar Wilbert E Moore, adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara Barat yang stabil.

Modernisasi bermula dengan proses diferensiasi struktural, yang mencakup evolusi dari struktur-struktur berfungsi ganda menjadi struktur-struktur berperanan khusus. Dalam arti formal, diferensiasi struktur dapat didefenisikan sebagai “suatu proses pembedaan suatu peranan atau organisasi sosial menjadi

(14)

Dengan demikian, pendekatan fenomenologis digunakan untuk menafsirkan pengaruh fenomena atau gejala yang ditemukan dalam westernisasi pada masyarakat Jepang. Penelitian juga dilihat dari persfektif serta waktu terjadinya fenomena-fenomena yang diselidiki. Fenomena yang terjadi pada objek penelitian ini memiliki aspek historis atau sejarah di dalamnya. Salah satu faktor pengaruh

fenomena westernisasi ini adalah munculnya Wanita Modern atau ダン ー (modan gaaru). Moga melambangkan cara hidup kosmopolitan/internasional dan merupakan tanda emansipasi wanita. Sifat wanita berubah dari yang lebih tradisionil menjadi lebih modern. Moga melepaskan cara berpikir dan berperasaan yang telah berpuluh-puluh tahun serta berabad umurnya. Cara berpikir ini sebenarnya adalah milik orang-orang Eropa, Amerika atau orang Barat yang ditiru oleh orang Jepang.

4.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi ini “Westernisasi dan pengaruhnya dalam

memodernisasi peran wanita Jepang”, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan dan memberikan informasi mengenai westernisasi yang terjadi di masa Meiji dan setelah Perang Dunia II.

2. Menjelaskan pengaruh westernisasi terhadap peran wanita Jepang sebelum dan setelah Restorasi Meiji.

(15)

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak tertentu baik penulis maupun pembaca, diantaranya:

1. Untuk peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang westernisasi dan pengaruhnya dalam memodernisasi peran wanita Jepang.

2. Untuk pelajar-pelajar bahasa Jepang pada khususnya dan masyarakat pada umumnya diharapkan dapat menambah informasi tentang kebudayaan Jepang yang berhubungan dengan westernisasi yang terjadi di Jepang. 3. Untuk pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagai bagian

perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya.

4.6 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur yang dipergunakan untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian. Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.

(16)

menggambarkan dan langsung menganalisa permasalahan dengan memusatkan pada buku-buku yang dibaca sebagai referensi.

Referensi

Dokumen terkait

PENGGUNAAN PARTIKEL “TO” DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG NIHONGO NO BUNSHOU NI OKERU “TO” NO JOSHI NO SHIYOU..

Dalam bahasa jepang istilah partikel atau kata bantu dikenal dengan

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang diberi judul “ Interferensi Gairaigo Terhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang Dalam Majalah Nipponia”9. Skripsi ini disusun

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Ilmu Budaya

Penggunaan verba tetsudau dan tasukeru juga mengacu pada maksud yang sama, memiliki makna dan nuansa yang dapat berbeda jika digunakan dalam komunikasi bahasa

Skripsi Program Studi Sastra Jepang Universitas Komputer Indonesia Bandung, Fakultas Sastra : Tidak Dipublikasikan.. Kushartanti, Untung

Pemilihan umum di Jepang ini menjadi menarik untuk dibahas karena pada dasarnya Jepang adalah negara yang dikepalai oleh seorang kaisar, namun dalam pelaksanaannya, sistem

KESIMPULAN Jaringan perdagangan yang menghubungkan belahan timur dan barat dunia yaitu disebut sebagai jalur rempah-rempah, yang membentang dari partai barat Kepulauan Jepang