INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN
KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA
NIPPONIA NO ZASSHI NI NIHON GO NO BUNSEKI NI
TAISHITE GAIRAIGO NO INTERFERENSI ATTA
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh :
HONESTY TEUNOMVIRA
NIM : 010722009
Pembimbing :
Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum NIP. 131763365
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
Disetujui oleh Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi,
Drs. Hamzon Situmorang MS, PhD NIP. 131422712
PENGESAHAN Diterima Oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk
Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Pada : Pukul 14.00 Tanggal : 31 Maret 2008 Hari : Senin
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Drs. Syaifuddin M.A Ph.D NIP.
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang diberi judul “ Interferensi Gairaigo Terhadap Pemakaian Kalimat Bahasa Jepang Dalam Majalah Nipponia”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelas Sarjana Sastra, Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera
Utara.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan dan do’a kepada penulis. Oieh
sebab itu pada kesempatan ini , penulis dengan tulus dan ikhlas ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan
kepada :
1. Bapak Drs. Syaifudin, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara
2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.Hum , selaku Ketua Jurusan Program
Studi Sastra Jepang, Universitas Sumatera
3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang
telah mendidik penulis di perkuliahan dari semester I s/d semester akhir
dan bersedia menjadi pembimbing penulis, yang telah banyak memberikan
arahan, masukan dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi
4. Bapak Drs. M. Pujiono, S.S M.Hum, yang telah mendidik penulis selama
perkuliahan dari semester I s/d semester akhir dan telah banyak
meluangkan waktunya untu bersedia menjadi dosen penguji yang banyak
memberikan arahan, masukan dan kritik yang membangun dalam
penyusunan skripsi ini
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Sastra, khususnya Program
Studi Sastra Jepang, Unviersitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan
memberikan ilmu kepada penulis selama di perkuliahan
6. Ibunda tercinta Harlini dan Ayahanda Asri Anwar, yang telah banyak
memberikan dukungan moril maupun materi kepada penulis. Maafkan
Ananda mu ini yang telah begitu banyak menyusahkan dan belum bisa
membahagiakan. InsyaAllah dengan selesaikanya skripsi ini, menjadi obat
mujarab dan titik tolak untuk melangkan lebih baik lagi…Amiiin…
7. Untuk Suamiku tercinta Ir. Sukotjo Slamet Widodo,M.M ,yang telah
memberikan dukungan dan kepercayaan hingga selesainya skripsi ini
8. Untuk Adik2ku tercinta Harry Julianto dan Desiana , Haras Tri Adhitia
dan Ayu Trisna.. terima kasih atas dukungan, perhatian dan do’a serta
kasih sayang yang selalu diberikan
9. Teman-teman penulis, Nana ( teman seperjuangan ), Wira, dan lainnya
yang tak dapat disebutkan satu persatu disini
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi yang
penulis sajikan ini sangat jauh dari sempurna, karena masih terdapat banyak
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, sekali lagi penulis mengucapkan terima aksih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan semuanya satu per satu.
Dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama
bagi penulis sendiri.
Demikianlah ucapan terima kasih ini penulis sampaikan. Semoga Allah
SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, Amiin.
Medan, 2008
Penulis,
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ……….. iv
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1.Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2.Perumusan Masalah ………... 4
1.3.Ruang Lingkup Pembahasan……….. 5
1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ……….. 6
1.4.1.Tinjauan Pustaka ……… 6
1.4.2. Kerangka Teori ………. 8
1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 11
1.6.Metode Penelitian ………. 11
BAB II. DEFENISI DAN SEJARAH SINGKAT MASUKNYA GAIRAIGO DI JEPANG ……….. 14
2.1. Sejarah Singkat Masuknya Gairaigo di Jepang ………... 14
2.2. Defenisi Gairaigo ………. 16
2.2.1. Karakteristik Gairaigo ……… 16
2.2.2. Penulisan Gairaigo ……….. 21
2.2.3. Kriteria Gairaigo………. 22
2.3. Defenisi Interferensi Gairaigo ………. 22
BAB III. INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA
3.1. Pemakaian Gairaigo dalam kalimat Bahasa Jepang ………. 26
3.1.1. Interferensi Leksikon ……….. 27
3.1.2. Interferensi Gramatikal ………..
3.2. Pemakaian Gairaigo dalam Frase Bahasa Jepang ……….
3.3. Penyebab Interferensi ………....
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………. 4.1. Kesimpulan ………..
4.2. Saran ………
DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing ?
Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau
jangan-jangan, ia akan mengungkap lafal bahasa asing itu dengan logika dan gramatikal
bahasa Ibunya?!
Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu perasaan , peran,
maupun pendapat yang dalam prakteknya dapat disampaikan secara lisan maupun
tulisan. Kemampuan dalam menguasai suatu bahasa merupakan salah satu syarat
agar dapat saling tukar menukar informasi, juga untuk lebih memperlancar
hubungan komunikasi dalam pergaulan, baik pergaulan antar pribadi, maupun
pergaulan antar bangsa, sebagai anggota masyarakat bahasa.
Bahasa sebagai alat ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat
penting bagi perkembangannya. Oleh karena itu diperlukan penguasaan bahasa
untuk mempelajari, menerapkan, dan mentransfer ilmu pengetahuan.
Tajuddin (2003) mengemukakan bahwa kadar kualitas penguasaan bahasa
tergantung pada dua faktor,yaitu :1) sejauh mana kadar kualitas kemampuan
penguasaan bahasa si penutur dalam mengungkapkan gagasan atau pikirannya, 2)
sejauh mana kadar kualitas pikiran/gagasan yang hendak diungkapkannya. Kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi.
Bahasa Jepang sebagai salah satu bahasa asing yang sangat diminati oleh
dipelajari, sehingga dari tahun ke tahun jumlah pembelajar bahasa Jepang
semakin meningkat.
Dilihat dari aspek kebahasaannya, bahasa Jepang memiliki karakteristik
tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang dipakainya, kosa kata, sistem
pengucapan, gramatika dan ragam bahasanya.
Apabila melihat huruf yang dipakai untuk menuliskan bahasa Jepang, kita
akan tahu bahwa bahasa Jepang memiliki sistem penulisan yang sangat kompleks,
karena menggunakan empat perangkat huruf, yakni Kanji, Kana yang terdiri atas
Hiragana dan Katakana, serta Romaji ( Iwabuchi, 1989 : 180 )
Keunikan lainnya adalah adanya perbedaan struktur kosakata bahasa
Jepang dengan struktur kosakata bahasa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh
Soepardjo (1997) bahwa struktur kosakata bahasa Jepang memiliki perbedaan
yang sangat mencolok dengan struktur kosakata bahasa Indonesia. Perbedaan
tersebut erat kaitannya dengan proses pembentukan kata kedua bahasa dan
perbedaan pola pikir masyarakat bahasa kedua bahasa tersebut.
Perbedaan lain yang dikatakan oleh Lehman ( 1997 : 86 ) adalah
perbedaan tersebut bukan hanya dari segi tata bahasa saja, tapi juga dari segi
bentuk dan susunannya.
Belakangan ini dampak yang paling kentara dari semangat mondial atau
keterbukaan adalah tergila-gilanya orang pada dunia informasi. Seolah informasi
sudah menjadi “berhala” baru, sehingga seperti tiada hari tanpa informasi. Tak
sulit dibantah, hampir setiap hari media massa kita menawarkan sejumlah produk
internet. Siapapun tahu, via produk tersebut, dalam sekejap dunia berada dalam
genggaman tangan.
Akibat dari hal diatas, apreasiasi orang terhadap penguasaan bahasa asing
–terutama bahasa Inggris dan bahasa Jepang, makin meningkat. Sebab mau tak
mau, untuk menggenggam dunia seperti ini dibutuhkan penguasaan bahasa asing
yang baik.
Peningkatan apresiasi ini, pada akhirnya turut pula melahirkan
mereka-mereka yang mahir sekaligus dalam 2 (dua) bahasa ( bilingual ) atau lebih (
multilingual ). Dalam konteks ini, akibat lebih jauh maka munculah transfer
negatif atau interferensi. Yakni adanya proses transfer dari satu bahasa ke bahasa
lain dalam diri seseorang atau kelompok.
Sejumlah pakar sosiolinguistik mengungkapkan, pada dasarnya
interferensi adalah pengacauan bahasa yang terjadi dalam diri orang yang
bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa – bahasa
yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling mempengaruhi,
saling mengubah dan saling mengganggu.
Interferensi dapat terjadi karena adanya kontak di antara bahasa-bahasa
yang dikuasai oleh penutur bilingual. Dalam peristiwa kontak bahasa , bahasa
yang satu akan mempengaruhi bahasa yang lain. Manakala pengaruh dimaksud
menimbulkan penyimpangan, penyimpangan inilah yang disebut interferensi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat, maka semakin banyak pula digunakan bahasa-bahasa asing atau
kata-kata serapan , selanjutnya disebut dengan Gairaigo , dalam kehidupan
banyak menemukan istilah-istilah asing ini yang ditulis dengan menggunakan
huruf Katakana dalam kalimat bahasa Jepang, yang terdapat dalam
majalah-majalah Jepang, khususnya majalah-majalah Nipponia.
Dapat dilihat bahwa kata-kata yang diserap dari bahasa asing tersebut
kadang penulisan dan pengucapannya tidak sesuai dengan bahasa aslinya. Bahkan
kontruksi kalimatnya pun mengalami perubahan.
Hal ini disebabkan karena perbedaan pengucapan sehingga penulisannya
pun harus disesuaikan dengan pengucapan orang Jepang itu sendiri, dan letak
susunan kata harus disesuaikan dengan kaidah baku kalimat bahasa Jepang. Hal
inilah yang menjadi titik tolak bagi penulis untuk mengetahui sejauh mana
interferensi Gairaigo dalam penggunaan kalimat bahasa Jepang saat ini.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas
dalam penyimpangan atau interferensi ini, terutama hubungannya dengan bahasa
Jepang yang di interferensi oleh Gairaigo, baik dalam semua kontruksi kalimat
dan sejauh mana Gairaigo itu mempengaruhi maknanya.
Pengacauan atau kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada semua
komponen kebahasaan. Ini berarti bahwa interferensi dapat terjadi dalam bidang
fonologi, semantik, sintaksis, morfologi dan bidang linguistik lainnya.
Atas pelbagai pertimbangan teoritis dan praktis, maka penulis memilih
1. Sejauh mana interferensi unsur-unsur bahasa asing masuk ke dalam
pemakaian kalimat bahasa Jepang
2. Gairaigo apa saja yang ada dalam Nipponia dilihat dari struktur
sintaksisnya
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya
pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan permasalahan yang akan
dikemukakan.
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah
pemakaian Gairaigo yang tercantum dalam majalah NIPPONIA berbahasa Jepang
dari berbagai edisi, dengan menitikberatkan pada pembahasan Gairaigo dalam
tataran struktur sintaksis. Pembahasan diarahkan pada penjelasan mengenai fungsi
dari Gairaigo dalam kalimat, keterkaitan Gairago dalam struktur frase, yang
sekaligus melihat posisi Gairaigo tersebut berdasarkan hukum DM-MD.
Sebelum penjelasan inti, penulis juga memaparkan bahwasannya bahasa
Jepang dewasa ini, khususnya Gairaigo, banyak digunakan dalam berbagai bahasa
dunia dikarenakan berbagai hal. Dari pemaparan tersebut dapat terlihat bahwa
Gairaigo itu dalam tataran sintaksisnya bisa dijadikan berbagai fungsi dalam
kalimat. Dan juga bisa berubah fungsi yang memiliki konstruksi bahasa Jepang –
bahasa Inggris, bahasa Inggris – bahasa Jepang, atau bahkan bahasa Inggris –
Dengan demikian dirasakan cukup bervariatif Gairaigo ini dalam
mempengaruhi interferensi bahasa Jepang . Oleh karena itu, penulis ingin
membahas hal tersebut dalam skripsi ini.
Sebagai data pendukung penulisan, dalam skripsi ini juga akan dipaparkan
mengenai sejarah Gairaigo, karakteristik dan penulisan serta karakter Gairaigo,
tanggapan masyarakat Jepang terhadap Gairaigo itu sendiri, dan beberapa contoh
Gairaigo dari beberapa Negara.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1.Tinjauan Pustaka
Bahasa dapat dinyatakan dengan dua cara, yakni lisan dan tulisan. Ragam
lisan lebih dahulu dikenal sejak zaman prasejarah daripada ragam tulisan. Seperti
diketahui bahwa Cina memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan
budaya Jepang.
Dalam sejarah kesusastraan Jepang, pengaruh tersebut dapat dilihat dari
ditemukannya Manyogana , yaitu tulisan huruf Cina dengan struktur tulisan
bahasa Cina. Kemudian pada abad ke-8. lahirlah huruf Jepang yang disebut
dengan Katakana dan Hiragana.
Huruf yang pertama dibuat adalah huruf Katakana, merupakan huruf yang
dikarang oleh Kibinomakibi dan diambil dari bagian-bagian huruf Kanji. Huruf
ini hanya dipergunakan untuk menuliskan bahasa-bahasa yang berasal dari bahasa
asing, bahasa tiruan dari bunyi alam, suara binatang, dan yang merupakan istilah
Nashihin ( 2003 ) mengemukakan terdapat beberapa cara untuk membentuk
kosakata-kosakata baru dalam bahasa Jepang, diantaranya melalui proses :
1. Afiksasi, suatu proses sangat umum dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang melalui proses afiksasi, yakni melalui prefiksasi dan
sufiksasi. Ini merupakann proses-poses dimana sufiks atau prefiks sebagai
suatu morfem diinfleksikan ke sebuah bentuk dasar.
2. Penggabungan, penggabungan dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan satu ragam cara. Sebagai contoh, komposisi-komposisi dari
penggabungan bisa saja menrupakan kata asli, Sino-Jepang ( berasal dari
cina ) atau kombinasi dari kata-kata yang aslinya berbeda
3. Reduplikasi, suatu proses dimana sebagian dari sebuah kata atau
keseluruhan kata diulangi untuk menciptakan suatu kata baru. Dua contoh
dari Reduplikasi dalam bahasa Jepang yaitu mimetik dan reduplikasi
semu ( renyookei )
4. Serapan, yakni sebagai suatu proses terakhir dalam pembentukan kata-kata dalam bahasa Jepang adalah serapan ( pinjaman ). Semua kata-kata-kata-kata
serapan, termasuk gabungan-gabungan Sino-Jepang, ada pada kelompok
ini.
Gairaigo sebagai salah satu kosakata bahasa Jepang termasuk ke dalam
bentuk kosa kata serapan. Prosentase Gairaigo dalam kosakata bahasa Jepang
semakin hari semakin meningkat. Diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu
pengetahuan. Sehingga menjadi kosakata yang penting untuk mengetahui
kehidupan orang Jepang secara umum.
1.4.2. Kerangka Teori
Secara leksikal, interferensi berarti gangguan (Echols dan Shadily, 1996).
Secara definitif, interferensi merupakan kesulitan atau hambatan yang muncul
dalam proses penguasaan bahasa kedua atau bahasa yang dipelajari dalam
kebiasaan pemakaian bahasa pertama atau bahasa ibu (Lado, 1960; Valdman,
1996 via Abdulhayi, 1985).
Secara teoritis, masuknya unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
yang lain mewujud ke dalam dua kelompok. Kedua kelompok itu adalah
kelompok leksikon dan kelompok gramatika ( Poedjosoedarmo:1979 ). Wujud
leksikon lebih dominan , baik yang dimasukkan secara sadar , maupun yang
masuk dengan sendirinya.
Masuknya unsur-unsur satu bahasa ke bahasa lain yang terjadi secara sadar
disebut dengan istilah interferensi aktif, sedangkan yang masuk tanpa disadari
disebut dengan istilah interferensipasif ( Poedjosoedarmo:1983 ).
Salah satu hasil penelitian Bawa ( 1993 ) yang meneliti masuknya
unsur-unsur bahasa Inggris dan bahasa Sansekerta ke dalam pemakaian bahasa
Indonesia ragam formal para pejabat di Bali menunjukan kecendrungan
interferensi aktif, yakni unsur-unsur bahasa Inggris dan bahasa Sanksekerta ke
dalam pemakaian bahasa Indonesia yang dilakukan dengan sengaja. Sedangkan
interferensi pasif biasanya masuk dan digunakan tanpa disadari oleh pemakai
Sejumlah pakar sosiolinguistik mengatakan, proses terjadinya interferensi
sejalan dengan proses difusi ( penyebaran ) dalam kebudayaan. Oleh karena itu
gejala interferensi dapat dilihat melalui 2 (dua) tatakan yang saling melengkapi.
Yakni, pertama, tataran psikologis, yang berkaitan dengan perilaku seseorang
dalam berbahasa, sebagai dampak adanya aspek nonlinguistik. Dan kedua, tataran
politis yang bertalian dengan sistem kebahasaan itu sendiri. Maksud dari tataran
politis adalah
Para linguis menamakan gejala kekacauan pemakaian tata bahasa dengan
istilah interferensi. Secara umum, gejala ini terjadi pada aspek unsur kata dan
frase. Interferensi terjadi paling banyak pada tataran bunyi, tataran morfologi ,
tataran sintaksis dan yang terakhir adalah tataran leksikal( Weinreicht, 1970 : 12 ).
Istilah interferensi ini berkaitan dengan istilah identifikasi antar bahasa.
Konsep ini, yang dikenal juga dengan istilah transfer negatif, merupakan gejala
yang terjadi jika unsur-unsur bahasa sumber (BSu) berbeda dengan bahasa sasaran
(BSa), dan ini dapat menimbulkan kesulitan sekaligus kesalahan pada BSa (
Corder 1973; Weinreich, 1964; Littlewood, 1995 ).
Hamers dan Blanc (1993) mendefinisikan gejala interferensi ini sebagai
"which the learner unconsciously and inapproprately tranfer elements or rules
from the first to the second languange" (h. 268).
Batasan yang lain dikemukakan oleh Hartman dan Stork (1972) dalam
Alwasilah (1989), bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa
atau dialek. Selain dapat terjadi dalam wilayah bunyi dan kata, interferensi dapat
baik dalam ucapan maupun tulisan terutama tatkala seseorang sedang mempelajari
bahasa kedua.
Sementara itu, Samsuri (1983) menyebut interferensi sebagai gangguan,
artinya ketika menggunakan unsur satu bahasa penutur kemudian memasukkan
unsur dari bahasa lain sehingga mengganggu struktur bahasa yang sedang
digunakan.
Weinreich ( 1970:1 ) mengatakan bahwa dua bahasa atau lebih berkontak
jika bahasa-bahasa itu dipakai secara bergantian oleh orang yang sama. Keadaan
penutur bahasa yang bilingual / multilingual memungkinkan penyimpangan /
kesalahan berbahasa yang merupakan gejala interferensi. Menurutnya, interferensi
terjadi paling banyak pada tataran bunyi, kemudian tataran morfologi dan
sintaksis serta leksikal.
Sedangkan menurut Kridalaksana ( 1983:66) interferensi ialah
penggunaan unsur bahasa lain oleh bahahasawan yang bilingual secara individual
dalam suatu bahasa,ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara .
Jadi, dari beberapa pengertian interferensi diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa interferensi berarti :
1. Penerapan dua buah unsur bahasa dalam satu kondisi kebahasaan yang
mengakibatkan pengacauan pada struktur bahasa yang sedang digunakan.
2. Penyimpangan yang terjadi karena bahasa yang satu mempengaruhi
bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa-bahasa asing yang mempengaruhi
bahasa Jepang. Pengaruh dimaksud biasanya dapat dijumpai dalam hal
3. Interferensi dianggap sebagai fenomena tutur yang hanya terjadi pada
penutur bilingual dan/atau multilingual, dan peristiwanya dianggap
sebagai penyimpangan. Interferensi dalam skripsi ini difokuskan pada
penyimpangan yang terjadi akibat masuknya unsur atau kaidah bahasa
asing ke dalam unsur atau kaidah kalimat bahasa Jepang.
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan sejauh mana Interferensi unsur-unsur bahasa asing (
Gairaigo) ke dalam pemakaian kalimat Bahasa Jepang
2. Mempelajari faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
interferensi tersebut
1.6. Metode Penelitian
Penelitian (riset) adalah penggunaan metode ilmiah yang bersifat formal
dan sistematis untuk mempelajari masalah. (Sumanto ; 1990 : 4). Pada umumnya
penelitian menempuh strategi dan langkah yang hampir sama. Langkah-langkah
itu terdiri dari pembuatan statement masalah, pengumpulan data, analisis data, dan
penarikan kesimpulan.
Sebagai objek studi, bahasa bersifat multidispliner. Artinya, bahasa dapat
dianalisis dan dipakai dari berbagai disiplin ilmu. Studi bahasa dapat dilakukan
dengan melihat strukturnya semata-mata, melihat kaitannya dengan kebudayaan
kaitannya dengan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, penulis menggunakan
metode sosiolinguistik dan komunikatif sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini.
Sosiolinguistik termasuk disiplin ilmu yang paling muda dalam jajaran
disiplin ilmu linguistik. Namun demikian tidak berarti bahwa telaah bahasa dalam
hubungannya dengan masyarakat juga masih muda. Jauh sebelumnya sudah sering
dilakukan studi umum tentang hubungan kata, arti dan budaya. Dari perluasan
studi inilah, sosiolinguistik dibangun.
Sosiolinguistik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari dan membahas
aspek-aspek kemasyarakan bahasa, khususnya perbedaan yang terdapat dalam
bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan.
Fishman (1972) mengatakan bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu yang
membahas hubungan antar pemakai bahasa dan perilaku sosial. Selain itu,
sosiolinguistik juga mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan
kebudayaan. Dari deskripsi ini terlihat bahwa sosiolinguistik mengkaji pemakaian
bahasa sebagai gejala sosial.
Pada penulisan ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini berfungsi
sebagai alat pengumpul data utama, dimana pembuktian hipotesis dilakukan logis
dan rasional melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum yang diterima
kebenarannya, baik yang menolak maupun yang mendukung hipotesis tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini, data-data yang terkumpul bersumber dari
buku-buku, jurnal, majalah, dan juga artikel internet. Dan yang menjadi sumber
Majalah Nipponia versi bahasa Jepang. Setelah data-data terkumpul maka
dilakukan proses penyusunan data yakni proses pengorganisasian dan pengurutan
data ke dalam pola dan kategori, sehingga dapat ditentukan tema. Kemudian data
disusun dalam satuan-satuan untuk dikategorisasikan pada setiap bab maupun
BAB II
DEFENISI DAN SEJARAH SINGKAT MASUKNYA GAIRAIGO DI JEPANG
2.1. Sejarah Singkat Masuknya Gairaigo di Jepang
Sebelum pertengahan abad ke-16, Gairaigo adalah bahasa yang datang
dari negara asia timur, seperti : kango, bahasa Ainu ( sake, Sapporo ), bahasa
Korea ( ki-sen ), Hango ( bahasa Sansekerta yang banya memuat istilah agama
Budha, seperti kesa, sara, danna dan sebagainya ).
Gairaigo setelah akhir abad pertengahan adalah bahasa yang datang dari
akhir zaman Muromachi sampai awal zaman Edo. Istilah agama Kristen dan
perdagangan banyak dipinjam dari bahasa Portugal, seperti ( pan,tabako),dan
lain-lain. Akan tetapi,tidak dilakukan lagi sejak pola kekristenan dilarang dan
Jepang menutup diri pada tahun 1639. Namun sebelum masa itu tiba , bahasa
Spanyol seperti ( meriyasu ), dan bahasa Belanda, seperti ( kouhii, gomu,
garasu ,biiru ,ponpu ,penki, zukku ,modorosu ) telah masuk dan menambah
perbendaharaan peminjaman kosa kata asing oleh Jepang.
Setelah dibukanya kembali Jepang bagi negara-negara asing pada jaman
Meiji, membuat Jepang banyak melakukan kontak dengan negara lain, yang
dengan sendirinya memungkinkan masuknya kata-kata serapan bahasa asing
semakin banyak. Gairaigo yang berasal dari bahasa Inggris bertambah dengan
pesat, jumlahnya lebih banyak dari jumlah Gairaigo sebelumnya.
Bahasa-bahasa ilmu pengetahuan, misalnya bahasa Yunani/ bahasa Latin (
filsafat banyak berasal dari bahasa Jerman, seperti : ( gaaze, zain, pikkeru,
karte, ideorologi, dll ), sedangkan istilah yang berhubungan dengan seni, mode, dan memasak kebanyakan berasal dari bahasa Perancis ( atore, puretaporute,
omuretsu, zubon, . ), dan istilah musik banyak berasal dari bahasa Italia (
andente, pianishimo, soprano, ) dan lainnya.
Berdasarkan asal-usulnya, kosakata bahasa jepang ( Nihon no Goi ) dibagi
menjadi 3 (tiga ) jenis, yakni Wago, Kango, dan Gairaigo. Wago adalah kosakata
asli Jepang, ada juga yang menyebutnya yamato kotoba. Sedangkan Kango adalah
kosakata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa Cina klasik. Gairaigo adalah
kata-kata yang berasal dari bahasa asing ( gaikokugo ), lalu dipakai sebagai
bahasa nasional ( kokugo ).
Kata-kata yang termasuk gairaigo bahasa Jepang pada umumnya adalah
kata-kata yang berasal dari bahasa negara-negara Eropa, tidak termasuk kango
yang terlebih dahulu dipakai didalam bahasa Jepang sejak zaman dulu kala
(Kindaichi,1989:318). Kata-kata seperti haikingu, teema ,sonata, konto ,kasu,
ego, noruma, chaahan, dan sebagainya merupakan sedikit dari sekian banyak
gairaigo.
Gairaigo adalah kata-kata yang diambil dari bahasa asing lalu
diJepangkan dan dipakai dalam kegiatan berbahasa Jepang. Oleh karena gairaigo
sudah diJepangkan, maka kata-kata yang termasuk dalam gairaigo berbeda dengan
gaikokugo ( bahasa asing). Untuk membedakannya dengan Wago dan Kango, ada
Secara singkat Tsukishima Hiroshi ( 1990:189 ) menambahkan bahwa
kata-kata yang diambil dari bahasa asing dan sudah dimasukkan kedalam sistem
bahasa jepang disebut dengan Gairaigo atau Shakuyoogo.
Dari tiga defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Gairaigo adalah salah
satu jenis kosa kata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa asing yang telah
disesuaikan dengan aturan-aturan yang ada di dalam kaidah bahasa Jepang.
Ada yang menyebut Gairaigo dengan istilah Yoogo ( kata-kata yang
berasal dari negara-negara Barat , seperti Jerman, Perancis, Portugal, Belanda)
dan ada pula yang menyebutnya dengan istilah Shakuyoogo ( kata pinjaman ).
Walaupun Gairaigo dikatakan sebagai Yoogo, namun didalamnya termasuk juga
kata-kata yang berasal dari negara-negara lain, termasuk dari bahasa Indonesia.
2.2. Defenisi Gairaigo
2.2.1. Karakteristik Gairaigo
Gairaigo tidak dapat digunakan disembarang tempat, ini disebabkan harus
sesuai dengan aturan-aturan yang ada didalam bahasa Jepang, termasuk dalam
tata cara pengucapannya. Pada umumnya pengucapan gairaigo terlepas dari
bunyi pengucapan kata aslinya, karena sudah disesuaikan dengan aturan bunyi
bahasa Jepang.
Banyak hal yang menjadi ciri khas Gairaigo yang membedakannya
dengan Wago, Kango dan Konshugo. Menurut Ishida ( 1988 : 93 ), ciri-ciri
1. Gairaigo ditulis dengan huruf katakana
2. Terlihat kecendrungan pemakaian gairaigo pada bidang dan lapisan
masyarakat yang cukup terbatas, frekuensi pemakaiannya juga rendah
3. Terdapat relatif banyak kata Nomina konkrit
4. Terdapat juga Gairaigo buatan Jepang sendiri
5. Banyak kata yang dimulai dengan bunyi dakuon
Selain itu juga terdapat beberapa karakteristik lainnya, seperti :
1. Kata – kata pinjaman yang diambil dari Barat (Amerika dan Eropa )
meliputi berbagai bidang seperti sandang, pangan, papan, mesin/ alat-alat
perkakas lainnya.
2. Pada zaman Meiji, kata-kata dari Barat biasa diterjemahkan ke dalam
Kango, namun kini penampilannya dalam huruf Katakana yang mendekati
pengucapan aslinya telah menjadi hal yang umum.
3. Kata pinjaman dalam bahasa Jepang sering diperkenalkan sebagai kata
benda. Bentuk kata kerjanya dapat dibuat dengan :
a. Penambahaan suru ( to do ) dibelakang kata pinjaman.
Contoh :
b. Penerapan pemakaian konjugasi kata kerja bahasa Jepang.
Misalnya : / sabo-ru ( dari bahasa Perancis sabotage, yang
artinya bolos dari pelajaran atau pekerjaan ). Jika ada penambahan
dibelakang kata pinjaman maka akan menghasilkan kata sifat,
sedangkan jika ada penambahan , akan menghasilkan kata
4. Memiliki kebebasan gramatikal :
a. Kata yang menjadi suatu bagian bahasa tertentu dalam bahasa
asalnya tak jarang digunakan sebagai bagian bahasa yang berbeda
dalam bahasa Jepang. Misalnya kata avec ( ) yang sebenarnya
merupakan preposisi dalam bahasa Perancis dipakai sebagai kata
benda dalam bahasa Jepang
b. Penyingkatan atau penghilangan ( ) pada :
• Akhiran –s, -ed, dan –ing dalam bahasa Inggris , seperti :
Sunglasess →
• Kata sandang “the” : on the air →
• Kata penghubung “and” : ham and eggs →
• Bagian suku kata : television
• Kata majemuk : word processor
5. Memiliki kemampuan membentuk kata-kata baru pada tingkatan tertentu,
seperti :
a. Kata mejemuk ( ) : tablespeech
b. Kata jadian ( )
Hal lain yang dapat dijadikan karakteristik Gairaigo di dalam bahasa
Jepang adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemendekan Gairaigo,
perubahan kelas kata pada Gairaigo, penambahan sufiks na pada kelas kata
1. Pemendekan Gairaigo
Salah satu ciri kata bahasa Jepang adalah silabel pada setiap katanya
sebagian besar berbentuk silabel terbuka. Dengan kata lain, setiap silabel diakhiri
dengan bunyi vokal. Oleh sebab itu, silabel tertutup pada kata bahasa asing yang
akan dijadikan gairaigo harus diubah menjadi silabel terbuka, dengan cara
menambahkan bunyi vokal pada setiap konsonan pada silabel tertutup tersebut.
Dengan alasan ini maka akan memungkinkan terjadinya penambahan jumlah
silabel pada sebuah Gairaigo, dibanding dengan jumlah silabel pada bahasa
aslinya.
Sebagai contoh, apabila kata strike dalam bahasa Inggris yang memiliki
sebuah silabel dijadikan gairaigo bahasa Jepang, maka akan akan berubah bentuk
menjadi sutoraiku yang memiki 5 buah silabel. Hal ini juga yang menjadikan
Gairaigo-gairaigo dianggap terlalu panjang. Sehingga tidak sedikit Gairaigo yang
dipendekkan, dan terkesan lebih praktis dan mudah digunakan.Contoh :
Konekushon Kone
Masukomyunikeeshon Masukomi
Keisatsu Satsu
Denki takujooki Dentaku
2. Perubahan kelas kata pada gairaigo
Kelas kata yang paling banyak terdapat didalam Gairaigo adalah
pemakaian Gairaigo, ada beberapa kelas kata nomina dan adjektiva yang berubah
menjadi verba, misalnya:
Demo + ru Demoru
Sabo + ru Saboru
3. Penambahan sufiks –na pada gairaigo kelas kata adjektiva
Salah satu ciri khas bahasa Jepang adalah didalam kelas katanya
memiliki dua macam adjektiva , yaitu adjektiva-i dan adjektiva-na. Ciri khas ini
tidak dimiliki oleh bahasa lain sehingga tidak jelas apakah suatu adjektiva dari
bahasa asing itu termasuk adjektiva-i atau adjektiva-na. Oleh sebab itu, terjadilah
proses penambahan sufiks –na pada Gairaigo kelas kata adjektiva , sehingga
menjadi jelas bahwa gairaigo tersebut termasuk kelas kata adjektiva-na dan bukan
sebagai adjektiva-i. Contoh :
Yuniiku yuniikuna
Hansamu hansamuna
4. Pergeseran makna pada Gairaigo
Masing-masing gairaigo memiliki makna sesuai dengan kata aslinya.
Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaiannya, ada gairaigo yang memiliki
makna terbatas pada makna kata aslinya dan ada juga Gairaigo yang mengalami
pergeseran makna dari makna kata aslinya. Sebagai contoh , kata mishin pada
mulanya berarti mesin ( mishin=kikai ). Tetapi sekarang kata mishin terbatas pada
kikai yang dipakai untuk menjahit pakaian ( mesin jahit ). Sedangkan untuk
2.2.2. Penulisan Gairaigo
Pada prinsipnya, untuk penulisan Gairaigo bahasa Jepang,
digunakan huruf katakan dengan kaidah-kaidahnya, antara lain :
1. konsonan t dan d, akan ditambah dengan vokal o,
contoh :
hint hinto
head heddo
2. konsonan c, b , f , g , k , l , m , p dan s ditambah
dengan vokal u , contoh :
mask masuku
post posuto
milk miruku
3. bunyi panjang ditulis dengan menggunakan tanda
strip atau garis panjang ( −− ), contoh :
seeta
car
4. bunyi konsonan rangkap ditulis dengan menggunakan
tsu kecil, seperti konsonan –ck . Contoh :
2.2.3 Kriteria Gairaigo
Gairaigo dipungut dari suatu bahasa dengan kriteria mencakup empat hal,
yakni :
a) ketiadaan kata didalam bahasa Jepang untuk mendeskripsikan sesuatu yang
dikarenakan oleh budaya
b) nuansa makna yang terkandung pada suatu kata asing tidak dapat diwakili
oleh padanan kata yang ada dalam bahasa Jepang
c) kata asing yang dijadikan gairaigo dianggap efektif dan efisien
d) kata asing menurut rasa bahasa dipandang mempunyai nilai rasa agung, baik
dan harmonis.
2.3. Defenisi Interferensi Gairaigo
Terjadinya komunikasi secara intensif dan relasional antara dua
masyarakat tutur yang berbeda tidak hanya dapat berpotensi menghilangkan batas
teritorial kedua masyarakat dimaksud, tetapi juga memiliki ekses timbulnya
kontak bahasa sehingga penutur dari dua masyarakat dimaksud sangat berpotensi
untuk menggunakan dua bahasa baik secara simultan maupun bergantian. Hal ini
berpeluang pula munculnya masyarakat bilingual dan/atau penutur billingual.
Masyarakat bilingual merupakan masyarakat yang menggunakan dua
(kode) bahasa atau lebih sebagai medium komunikasi dan penutur bilingual
adalah penutur yang memakai dua bahasa atau lebih secara bergantian demi
kepentingan pekerjaan, interaksi sosial, dan komunikasinya (Nababan, 1989;
kebahasaan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, baik secara lisan maupun
tertulis, penutur bilingual sangat berpotensi menggunakan bahasanya secara
bergantian.
Dengan kata lain, penutur memakai unsur bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain, yang dalam kepustakaan sosiolinguistik dikenal sebagai
intereferensi. Interferensi pada umumnya terjadi ketika penutur bahasa
menggunakan bahasa keduanya, dan yang berinterferensi ke dalam bahasa kedua
itu adalah bahasa pertama atau bahasa ibu.
Penyebab terjadinya interferensi ini terletak kepada kapabilitas penutur
dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga penutur dimaksud dipengaruhi oleh
bahasa keduanya ( Chaer dan Agustina,1985).
Interferensi ini dapat terjadi dalam dua kondisi yang berbeda. Pertama,
ketika menggunakan bahasa kedua atau ketiga, penutur dipengaruhi oleh
pemakaian unsur- unsur bahasa pertama.
Kedua, tatkala menggunakan bahasa pertama, penutur dipengaruhi oleh
pemakaian bahasa kedua atau ketiga. Kondisi terakhir dimaksud sangat mungkin
dapat terjadi karena penutur bahasa asli (penutur jati) sering berkomunikasi
dalam kondisi masyarakat yang sangat dominan akan pemakaian bahasa kedua
dan/ atau ketiga. Dengan kata lain, penutur jati bahasa pertama lebih sering
memakai bahasa kedua.
Sedangkan Gairaigo merupakan kumpulan bahasa-bahasa asing yang telah
menjelma dalam bahasa Jepang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari
Jadi, Interferensi Gairaigo adalah pengacauan bahasa yang disebabkan
oleh masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam kaidah normatif kalimat
bahasa Jepang yang bersifat produktif.
2.4. Tanggapan Masyarakat Jepang Terhadap Gairaigo
Gairaigo telah masuk dan diambil sebagai bagian dari perbendaharaan
kosakata bahasa Jepang dalam jangka waktu yang telah cukup lama. Pada
mulanya masyarakat Jepang mengalami berbagai kendala dalam pemakaian
Gaiaraigo ini. Hal ini terjadi dikarenakan perbedaan tulisan, pengucapan, bahkan
perbedaan makna. Namun hal ini akhirnya dapat diatasi dengan penyesuaian
sistem Fonologi Jepang dan disesuaikan dengan konstruksi kalimat bahasa
Jepang.
Semakin hari peningkatan penggunaan Gairaigo dalam kehidupan
masyarakat Jepang semakin berkembang dengan pesatnya. Hal ini terjadi
dikarenakan berbagai hal. Mulai dari pengiriman ilmuwan pada masa restorasi
Meiji yang mengadopsi ilmu dari negara-negara Barat, yang tentu saja
menggunakan bahasa asing dan kemudian diubah menjadi bahasa asing yang
diJepangkan, agar dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Hal lainnya adalah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pemakaian Gairaigo pun semakin banyak dalam bidang yang diminati
oleh bangsa Jepang.
Sehingga dengan semakin banyaknya pemakaian Gairaigo dalam
kehidupan masyarakat Jepang dewasa ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat
bahwa dengan menggunakan Gairaigo akan tampak lebih bergengsi dan bahkan
BAB III
INTERFERENSI GAIRAIGO TERHADAP PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA JEPANG DALAM MAJALAH NIPPONIA
Pengumpulan dan Identifikasi Data
Data-data yang dikumpulkan bersumber dari artikel di majalah Nipponia
berbahasa Jepang, yang diambil dari beberapa periode secara acak . Data-data
tersebut kemudian diidentifikasikan menurut kelas kata nya. Dalam proses
pengumpulan dan pengidentifikasian ini, banyak ditemukan kata-kata asing /
serapan yang ditulis dengan huruf Katakana.
3.1. Pemakaian Gairaigo dalam kalimat Bahasa Jepang
Dari korpus data yang berhasil dicatat penulis, ternyata unsur-unsur
bahasa asing ( Gairaigo ) yang berinterferensi ke dalam pemakaian bahasa Jepang
pada majalah Nipponia berupa interferensi leksikon dan interferensi gramatika.
Kategori leksikon bahasa asing yang berinterferensi tersebut berupa nominal dan
adjektiva bentuk tunggal maupun kelompok kata.
Namun, sebelum membahas sejauh mana unsur leksikon asing
mempengaruhi konstruksi kalimat bahasa Jepang, ada baiknya terlebih dahulu
dibahas mengenai analisis kalimat bahasa Jepang beserta pengertian dari leksikon.
Analisis Struktur Kalimat Bahasa Jepang
Nita ( 1997 : 18 ) menggolongkan jenis kalimat dalam bahasa Jepang
berdasarkan pada makna ( Imi-jou). Penggolongan kalimat berdasarkan pada
struktur mengacu pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk kaimat ) dalam
kalimat secara keseluruhan.
Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu pada
bagaimana makna dan fungsi dari kalimat tersebut. Dalam skripsi ini, yang akan
dibahas adalah penggolongan kalimat berdasarkan pada strukturnya.
Pada umumunya yang dimaksud dengan kalimat adalah bagian yang
memiliki serangkaian makna yang ada didalam suatu wacana yang dibatasi
dengan tanda titik. Didalam ragam lisan sebuah kalimat ditandai dengan
penghentian pengucapan pada bagian akhir kalimat tersebut (
Iwabuchi,1989:242-243).
Kalimat berdasarkan strukturnya dibentuk dari beberapa unsur kalimat.
Unsur kalimat dalam bahasa Jepang secara garis besarnya terdiri dari(1) Subjek
shugo, (2) Predikat jutsugo, (3) Objek taishougo, (4) Keterangan
jokyougo,(5) Modifikator shuushokugo, (6) Penyambung Setuzokugo.
Unsur subjek dan objek biasanya diisi dengan nomina, sedangkan unsur
predikat biasanya diisi dengan verba, adjektiva, nomina dan ditambah dengan
kopula. Unsur keterangan mencakup keterangan waktu,tempat, alat, penyerta, dan
lainnya. Sedangkan modifikator digunakan untuk meperluas atau menerangkan
subjek, objek, penyerta atau yang lainnyayang dibentuk dengan menggunakan
verba, adjektiva, nomina atau yang lainnya.Seperti terlihat dibawah ini :
2. Hanako wa jibun no heya de okaasan ni katte kureta shousetsu wo 1 5 4 5 3 yonde iru
2
(Hanako sedang membaca novel yang dibelikan oleh ibunya di kamar )
Semua unsur/ bagian kalimat tersebut disusun menjadi kalimat yang benar,
karena mematuhi kaidah tata kalimat yang berlaku dalam bahasa Jepang
bunpou,sehingga dapat melahirkan berbagai pola kalimat bunkei.
Selain berpola Subjek –Objek-Verba ( SOP ), bisa pula terbentuk dengan pola
Subjek- Predikat ( SP). Seperti contoh dibawah ini: 1. Wiwid san wa ikimashita
S P
2. Chichi wa denwa wo kakemashita S P
3.1.1. Interferensi Leksikon
Sebelum membicarakan interferensi leksikon bahasa Jepang, ada baiknya
dibahas terlebih dahulu mengenai leksikon, gramatikal, dan frase.
Interferensi leksikal dapat terjadi dengan berbagai macam cara pada kata
dasar, kata majemuk dan frase. Untuk interferensi pada kata dasar, umumnya
dilakukan dengan pemindahan morfem dari bahasa pertama ke dalam bahasa
kedua, yang kadang-kadang menyerupai kata dalam bahasa pertama. Selain itu
dapat pula mengalami perluasan makna dari kata asli yang telah di interferensi.
Sedangkan untuk interferensi berupa kata majemuk dan frase, ada tiga
macam interferensi yang mungkin terjadi pada satu kesatuan leksikal atau lebih,
1. Semua unsurnya mungkin dipindahkan dalam bentuk yang teruraikan
2. Semua unsurnya mungkin disalin dengan disertai perluasan makna
3. Mungkin pula beberapa unsurnya dipindahkan sedangkan unsure lainnya
disalin.
Hal-hal diatas dapat terjadi karena susunan maupun pemakaian kata-kata
yang masih dipengaruhi oleh dwibahasawan di dalam penulisan atau penuturnya.
Dalam teori struktur frase kukouzou dikatakan bahwa kalimat
terbentuk karena dua hal, yakni (1) adanya struktur kalimat yang berdasarkan
pada ketentuan struktur frase kukouzou-kisoku dan (2) struktur frase
tersebut diisi dengan kata yang tepat berdasarkan pada ketentuan leksikonnya
goi-kisoku.
Koizumi ( 1993 : 177-178 ) mendeskripsikan ketentuan strutur frase dan
leksikon bahasa Jepang sebagai berikut :
1. Ketentuan struktur frase
a. S → NP, VP, Aux
b. VP → NP, V, Aux
c. NP → N- Po ( A, N , Po )
2. Ketentuan Leksikon
a. N → boushi, kuruma,dll
b. V → kau, uru, hashiru, dll
d. A → akai, atarashii, shinsetsu, dll
e. Po → wa, ga, wo, dll
Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui bahwa kalimat bahasa Jepang
( S) terdiri atas frase nomina ( NP), frase verba ( VP ) dan kategori gramatikal (
Aux ). Dalam frase verba terkandung nomina verba ( NP ), Verba ( V ), dan
kategori gramatikal ( Aux ) . Dan dalam frase nomina ( NP ) ada yang diikuti
partikel, ada juga yang mengikuti adjektiva ( A)
Sedangkan dalam ketentuan leksikon, nomina dilambangkan dengan (N),
verba dengan ( V ),kategori gramatikal dengan (Aux) yang mencakup tenses,
aspek, modalitas dan yang lainnya, sedangkan adjektiva dilambangkan dengan
(A) Setiap partikel karena diletakkan dibelakang nomina, dianggap sebagai
postposition ( Po).
Interferensi leksikon bahasa asing ke dalam pemakaian bahasa Jepang
dalam majalah Nipponia, jika dilihat dari bentuknya adalah bentuk tunggal dan
kelompok kata. Interferensi leksikon bentuk tunggal lebih dominan, sedangkan
leksikon kelompok kata jumlahnya terbatas. Seperti contoh berikut :
1. Kaneshiro san wa Amerikan sukuru zaigaku ni Taiwan no terebi
CM ni shutsuen
Pemabahasan :
Dalam kalimat diatas kata : American sukuru merupakan
Amerika. Dalam kalimat tersebut , gairaigonya berfungsi sebagai
objek keterangan.
Kata Sukuru merupakan Central dan kata Amerikan merupakan
atribut dari frase kata benda dalam kalimat tersebut.
Kata Sukuru berasal dari kata School yang memiliki arti sekolah.
Padahal sebenarnya memiliki padanan katanya dalam bahasa
Jepang, yakni Gakkou. Dari sini terlihat bahwa terjadi interferensi
kata dari bahasa asing ke dalam kalimat bahasa Jepang.
2. 1992 nen ni reko-do debyuu wo kagiri, yokunen niwa
Taiwan eiga kai ni shutsuen
Pembahasan :
Dalam kalimat diatas, kata reko-do debyuu merupakan frase dari
kelas kata benda yang sama-sama berasal dari bahasa asing, yakni
record dan debut yang artinya rekaman dan debut.
Kata debyuu merupakan central dan kata reko-do merupakan
atribut dari kalimat diatas.
3. ……ichaku ajian sta- no naka mairi wo hatashita
Dalam kalimat diatas kata : Ajian sta- merupakan gairaigo yang
berasal dari bahasa Inggris yang artinya bintang asia. Dalam
kalimat tersebut , gairaigonya berfungsi sebagai objek keterangan.
Kata sta- merupakan Central dan kata ajian merupakan atribut dari
Dari sini terlihat bahwa terjadi interferensi kata dari bahasa asing
ke dalam kalimat bahasa Jepang
Selain kategori leksikon bentuk tunggal dan kelompok kata, dibawah ini
akan dipaparkan contoh-contoh unsur leksikon bahasa asing, kategori nominal dan
adjektival, yang masuk ke dalam pemakaian bahasa Jepang dalam majalah
Nipponia :
1. Tokyou nado daitoshi no koukyuu resutoran muke ni, mainichaku 3000 pakku shukka sarete iru.
Pembahasan :
Kata resutoran, yang berasal dari bahasa asing dalam hal ini bahasa
Inggris, bertemu dengan kata koukyuu yang berasal dari kata asli
bahasa Jepang yang artinya tingkat tinggi.
Kedua kata tersebut memiliki fungsi sebagai kata keterangan tempat.
Kata resutoran merupakan central dan koukyuu merupakan atribut dari
frase yang menerangkan superlative dari suatu hal
2….. Haiteku shokubutsu koujou no gijutsusyatachi wa nichiya kenkyu
wo tsuzukete iru.
Pembahasan :
Kata haiteku, yang berasal dari bahasa asing dalam hal ini bahasa
Inggris, bertemu dengan kata shokubutsu yang berasal dari kata asli
bahasa Jepang yang artinya tanaman. Kedua kata tersebut memiliki
Kata shoukubutsu merupakan central dan haikuteku merupakan atribut
dari frase yang menerangkan sifat dari sebuah kata benda
Dari keterangan diatas dapat terlihat bahwa terjadi interferensi dalam
kalimat tersebut.
3.1.2 Interferensi Gramatika
Selain bentuk leksikon, unsur gramatika bahasa asing juga merambat ke
dalam pemakaian bahasa Jepang. Interferensi gramatika tersebut mempengaruhi
struktur frase bahasa Jepang. Struktur frase bahasa Jepang, yang susunannya MD
( Diterangkan-Menerangkan), diubah menjadi struktur frase bahasa asing.Struktur
seperti ini banyak digunakan pada nama perusahaan, toko, restoran, hotel dan
lainnya. Seperti yang terlihat dibawah ini :
1…..jinshakai chaina taun wo kusuite iru.
2…….yokohama sutajium ya yamashita kouen, kaijin bochi nado
Pemakaian Gairaigo Dalam Frase Bahasa Jepang
Struktur kata bahasa Jepang mempunyai pola M-D (
Menerangkan-Diterangkan ), yakni bagian kata “yang menerangkan” akan muncul terlebih
dahulu, sedangkan kata “yang diterangkan” akan muncul pada bagian berikutnya.
Seperti yang terlihat dibawah ini:
a. Atarashii kuruma ( mobil baru )
b. Karai tabemono ( makanan pedas )
M D
c. Kirei na onna ( makanan pedas )
M D
d. Nigiyaka na machi ( kota yang ramai )
M D
e. Nihon no hon ( buku bahasa Jepang)
M D
f. Nihon no kuruma ( mobil Jepang)
M D
3.3. Penyebab Interferensi
Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada 2 ( dua ) penyebab interferensi
yakni, (1) Mobilisasi penduduk dari satu wilayah geografis ke wilayah geografis
lainnya (2)Adanya niat menambah gengsi dan kepentingan bisnis
Seiring terjadinya mobilisasi penduduk dari satu wilyah ke wilayah
lainnya, maka terjadi pula pergerakan perluasan wilayah bahasa yang menembus
bahasa yang wilayahya mengalami perluasan ( bahasa pendatang ) dengan bahasa
penduduk setempat.
Kontak bahasa itu sesungguhnya bukan hanya terjadi pada zaman modern
, yang memiliki kelengkapan yang memberikan kemudahan bagi terjadinya
hubungan antar penduduk dan antar bangsa pada saat ini, namun juga telah tejadi
pada masa silam. Kontak yang telah berlangsung dalam waktu lama itu, telah
mengakibatkan terjadinya kedekatan kosa kata dan bahkan struktur bahasa-bahasa
bersangkutan
Selain itu,ada beberapa kecendrungan bagi penutur bahasa Jepang, bahwa
demi gengsi, mereka mewarnai pemakaian bahasa Jepangnya dengan unsur-unsur
bahasa asing, Mereka berusaha mengangkat dirinya dengan memasukkan
unsur-unsur bahasa asing itu dalam pemakaian bahasa Jepang sehari-hari. Akhirnya,
pemakaian bahasa Jepang mereka bercampur dengan sejumlah unsur bahasa
asing, yang sebenarnya sudah ada padanan tersendiri dalam struktur kalimat
bahasa Jepang.
Selain itu pula, dorongan lain yang menyebabkan terjadinya interferensi
adalah anggapan bahwa dengan menggunakan kata-kata atau struktur bahasa
asing akan mendatangkan keuntungan bisnis yang besar. Apalagi, mereka kurang
menguasai struktur bahasa asing ataupun bahasa Jepang dengan baik. Dengan
memakai struktur bahasa yang sering didengar, mereka berharap memperoleh
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa bahasa merupakan kekuatan penting bagi kehidupan manusia
dalam mengadakan kontak sosial antar sesamanya. Karena itu bahasa
harus ditempatkan secara proporsional dalam konteksnya. Bahasa
harus dipahami dan ditafsirkan dalam konteks pluralisme global.
Kenyataan plural dunia inilah yang harus dijadikan titik tolak dalam
memahami posisi bahasa dewasa ini
2. Interferensi Gairaigo adalah pengacauan bahasa yang disebabkan oleh
masuknya unsur-unsur bahasa asing ke dalam kaidah normatif
kalimat bahasa Jepang. Hal ini dapat terjadi dalam diri orang yang
bilingual atau lebih, dan ini bersifat sangat produktif. Sebab, bahasa –
bahasa yang ada didalam diri orang tersebut secara alamiah akan saling
mempengaruhi, saling mengubah dan saling mengganggu.
3. Jenis kalimat dalam bahasa Jepang menjadi dua macam, yaitu
berdasarkan pada struktur ( Kouzou-jou ) dan berdasarkan pada makna
( Imi-jou). Penggolongan kalimat berdasarkan pada struktur mengacu
pada peranan setiap bagian ( unsur pembentuk kaimat ) dalam kalimat
secara keseluruhan.
Sedangkan penggolongan kalimat berdasarkan pada makna, mengacu
4. Kalimat bahasa Jepang ( S) terdiri atas frase nomina ( NP), frase verba
( VP ) dan kategori gramatikal ( Aux ). Dalam frase verba terkandung
nomina verba ( NP ), Verba ( V ), dan kategori gramatikal ( Aux ) .
Dan dalam frase nomina ( NP ) ada yang diikuti partikel, ada juga yang
mengikuti adjektiva ( A)
5. Secara umum, dapat dikatakan bahwa ada 2 ( dua ) penyebab
interferensi yakni, (1) Mobilisasi penduduk dari satu wilayah
geografis ke wilayah geografis lainnya (2)Adanya niat menambah
gengsi dan kepentingan bisnis
6. Keragaman pemakaian bahasa asing dalam kalimat bahasa Jepang
boleh dikatakan sebagai perwujudan daya kreatif rakyat Jepang dalam
bidang bahasa.
4.2. Saran
Sentuh budaya, termasuk sentuh bahasa selain membawa dampak positif,
juga mengakibatkan dampak negatif. Dampak negatif yang terlihat dalam bidang
bahasa ialah terjadinya interferensi unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa
yang lain. Kejadian ini bisa sangat merugikan bagi perkembangan suatu bahasa,
baik bahasa pemberi, maupun bahasa penerima. Sangatlah tepat jila kajian
interferensi ini diteliti dengan cermat dan hasil penelitian tersebut dimanfaatkan
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 1989. Sosiologi Bahasa . Bandung: Angkasa.
Abdulhayi. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Anton moeliono,2000, Kajian serba Linguistik, untuk Anton Moeliono Pereksa
Bahasa, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguitik: Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Corder, S. Pit. 1973. Introduction Applied Linguistics. Great Britain: BPCC Hazel
Books Ltd.
Karyono, Samsuri. 1983. Analisis Bahasa, Jakarta: Erlangga
Littlewood, William T. 1994. Foreign and second language learning: Language
asquistion research and it's implication for the classroom. Cambridge:
Cambridge University Press
Muchtar., Muhizar. 2001. Sosiolinguistik & Psikolinguistik. Medan: Untuk
Kalangan Sendiri
Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: SuatuPengantar. Jakarta: Pengantar.
Nashihin, A. 2003. Konstruksi Serapan Bahasa Asing Dalam Kosakata Bahasa
Jepang, Makalah Simposium Internasional The Japanese Languange
Education Reasearch-Past, Present and The Future-: UNPAD
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1970. “Javanese Influence on Indonesian”: Disertasi
Ramlan, M. 1996. Ilmu Bahasa Indonesia:Sintaksis. Yogyakarta
Sudjianto, Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc
Sudjianto, Ahmad Dahidi, Yuyu Yohan R. 2001. Kamus Gairaigo Jepang -
Indonesia . Jakarta: Kesaint Blanc
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung :
Humaniora Utama Press ( HUP )
Suwito. 1985. Sosiolinguistik: Pengantar Awal, Surakarta: UNS.
Syahron Lubis. 2002. Dasar-dasar Linguistik, Sintaksis & Semantik : Universitas
Muslim Nusantara
Tadjuddin, M. 2003. Bahasa dan Kebudayaan. Orasi Ilmiah Sidang Terbuka
Senat UNIKOM : Bandung
Weinreich, Uriel. 1964. Languages in contact: Finding and problems. The Hague:
Mauton.
---,1975. “ The Problem of Indonesian ”. Kertas Kerja pada ASANAL III,
Jakarta
---, 1983, “ Interferensi dan Integrasi dalam Situasi Keanekabahasaan ”,
Majalah Pengajaran Bahasa Dan Sastra, Nomor 2, Tahun IV
--- Majalah Nipponia berbahasa Jepang, No. 2, 1997