• Tidak ada hasil yang ditemukan

S SMS 1201802 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S SMS 1201802 Chapter1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angklung merupakan salah satu alat musik yang terkenal di tatar Sunda.

Angklung terbuat dari bambu, akan tetapi tidak semua jenis bambu dapat

digunakan sebagai bahan pembuatan angklung. Biasanya jenis bambu temen,

bambu wulung (bambu hitam) atau bambu gombong yang dapat digunakan untuk

membuat angklung. Angklung dapat dibedakan dilihat dari segi bentuknya. Secara

umum angklung memiliki tiga bentuk yaitu: angklung bertabung dua berfungsi

sebagai angklung melodi, bertabung tiga berfungsi sebagai akor minor, dan

bertabung empat berfungsi sebagai akor mayor yang pada umumnya menyertakan

nada septimnya atau nada ke-7. Menurut Azhari & Andarini (t.t, hlm.32)

mengemukakan bahwa angklung terdiri dari beberapa bagian: Tabung sora atau

tabung suara yang terdiri atas 2-4 tabung, ancak yaitu bagian rangka angklung

yang dibagi menjadi beberapa bagian, jejer atau rangka angklung, tabung dasar

yang berada di bawah dan palang gantung sebagai penyangga tabung sora.

Angklung dimainkan dengan cara digoyangkan ke kanan dan ke kiri oleh tangan

kanan sesuai dengan nilai nada yang dimainkan. Bunyi yang terdengar merupakan

hasil dari benturan antara tabung sora (tabung bambu yang vertikal) dengan

tabung dasar (tabung bambu yang horizontal) sehingga menghasilkan bunyi yang

bergetar.

Tanukusumah (2006) mengemukakan bahwa angklung pun dahulunya

bernada pentatonis (da-mi-na-ti-la), namun karena pada zaman itu di Indonesia

banyak lagu-lagu yang menggunakan tonalitas mayor atau minor, sehingga Daeng

Sutigna dengan obsesi ingin lagu-lagu bertonalitas mayor dan minor dapat

dimainkan dengan menggunakan angklung. Karena itu Daeng Sutigna

merealisasikan keinginannya dengan berinovasi instrumen angklung dari sistem

pentatonis ke sistem diatonis. Selain itu Azhari dan Andarini (t.t, hlm. 7)

mengatakan, bahwa “hasil inovasi Daeng Sutigna ini ternyata mendapat sambutan

(2)

negara dalam acara Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung

pada tahun 1955”.

Sejak saat itu, di Indonesia ataupun di luar negeri bermunculan

komunitas-komunitas paduan angklung. Komunitas paduan angklung di Indonesia

seperti Saung Angklung Udjo, KABUMI, Keluarga Paduan Angklung ITB,

Angklung Web Institute (AWI), sedangkan komunitas paduan angklung yang

berada di luar negeri seperti Angklung Hamburg Orchestra di Jerman, AGI

Munster di Jerman, Sri Warisan di Singapura. Komunitas paduan angklung

tersebut merupakan kumpulan orang-orang yang mencintai angklung dan tertarik

untuk mempelajarinya. Bahkan beberapa komunitas paduan angklung

menyelenggarakan festival secara rutin seperti KABUMI dengan Lomba Musik

Angklung Pak Daeng di UPI, ITB dengan Festival Paduan Angklung. Festival

angklung pun tidak hanya diselenggarakan di dalam negeri saja. Tahun 2016 di

Belanda diadakan Festival Angklung Eindhoven yang dinanti-nantikan oleh warga

kota Eindhoven, seperti yang dicantumkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia

pada tanggal 8 Juni 2016.

Seiring berjalannya waktu hasil dari diplomasi pemerintah, pada bulan

November 2010 angklung mendapat pengakuan dunia dengan ditetapkannya

sebagai Karya Agung Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO. Pengakuan ini

merupakan kebanggaan bagi bangsa Indonesia dan memperlihatkan eksistensinya

di dunia. Eksistensi ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dampaknya

membawa angklung memasuki ranah pariwisata. Tidak sedikit wisatawan

mancanegara ataupun domestik yang datang untuk melihat permanian angklung,

contohnya permainan angklung di Saung Angklung Udjo.

Sanggar Udjo Ngalagena merupakan pembaharu jenis musik angklung yang telah menjadikan musik angklung sebagai bentuk musik pertujukan yang bisa setiap saat bahkan setiap hari selalu mementaskan angklung terutama bila kedatangan para tamu dari mancanegara maupun tamu domestic yang berkunjung (Supriadi, 2006).

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga dapat

menarik minat wisatawan untuk melihat dan menonton warisan budaya asli

Indonesia. Eksistensi angklung juga ditunjukkan pada tahun 2015 ketika angklung

(3)

oleh 20.000 pelajar sehingga kegiatan tersebut merupakan kegiatan pemecahan

rekor dunia dalam bermain angklung.

Musik angklung bersifat masal, artinya dimainkan secara bersama-sama.

Oleh karena itu, selain memupuk rasa musikalitas pemain angklung diajarkan

nilai-nilai sosial yang terkandung dalam permainan angklung. Pemain angklung

diajarkan kebersamaan sehingga membentuk sikap tenggang rasa agar tidak

adanya rasa ingin menonjol diantara pemain yang lain, kerjasama, menumbuhkan

sikap disiplin, rasa tanggung jawab, kecermatan dan keterampilan. Dengan adanya

nilai sosial tersebut, permainan angklung dijadikan sarana positif dalam

membangun dan mengembangkan pendidikan karakter bangsa, sehingga

berdampak pada banyaknya sekolah yang memiliki angklung. Angklung telah

ditetapkan sebagai alat pendidikan musik oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan sehingga dikeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 23 Agustus

1968, No.082/1968.

Terdapat banyak sekolah mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah

pertama, sekolah menengah atas bahkan perguruan tinggi yang menjadikan

angklung sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut bertujuan untuk

menyalurkan dan mengembangkan minat, bakat, hobi serta menambah

keterampilan peserta didik atau mahasiswa dalam bidang musik dan melestarikan

budaya Indonesia. Namun belum banyak sekolah yang menjadikan pembelajaran

angklung sebagai kegiatan intrakurikuler.

Semua upaya ini merupakan kesadaran dari semua pihak untuk

melestarikan kebudayaan Indonesia agar tidak punah, menumbuhkan rasa cinta

ataupun kepedulian terhadap budaya bangsa dan meningkatkan eksistensi

kebudayaan Indonesia di dalam negeri bahkan dunia internasional. Di dunia

pendidikan musik khususnya daerah Jawa Barat sedang gencar-gencarnya

mengajarkan angklung pada peserta didik. Situasi ini harus segera

didokumentasikan oleh peneliti, karena guru seni budaya sedang

gencar-gencarnya mengajarkan angklung pada peserta didik dan menjadi referensi

peneliti dalam pembelajaran angklung untuk sekolah dasar di kelas III. Salah satu

sekolah yang menjadikan pembelajaran angklung sebagai intrakurikuler adalah

(4)

guru seni budayanya, bahwa sekolah tersebut menggunakan media MPEG layer 3

(MP3) yang terdiri dari instrumen gitar, bass, arumba, drum, piano dan kendang

dalam proses pembelajaran angklungnya. MPEG layer 3 (MP3) ini dibuat dengan

menggunakan aplikasi Cubase sehingga bunyi yang dihasilkan lebih mirip dengan

bunyi dari instrumen yang dimainkan secara langsung. Media Media MPEG layer

3 ini merupakan media yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Setiap

hari anak-anak pasti mendengarkan musik, baik lewat handphone, laptop ataupun

lainnya. Musik yang didengar oleh anak kebanyakan berformat MPEG layer 3

(MP3).

Dalam pembelajaran angklung ini, media MPEG layer 3 (MP3) sangat

membantu proses pembelajaran karena dapat meminimalisir kekurangan yang ada

di lapangan, seperti pengalaman bermusik peserta didik. Pada hakikatnya media

digunakan untuk mempermudah proses belajar mengajar serta peserta didik lebih

memahami materi pelajaran yang disampaikan guru.

Oleh karena itu peneliti merasa tertarik dengan proses lebih lanjut dalam

pembelajaran angklung yang menggunakan media MPEG layer 3 di kelas III.

Karena media MPEG layer 3 (MP3) membawa suasana dalam belajar, peserta

didik lebih merasakan ketukan, temponya stabil dan ritmik lebih tepat. Untuk

merealisasikan ketertarikan tersebut, maka peneliti mengangkat menjadi

permasalahan penelitian skripsi dengan judul “Pembelajaran Angklung dengan

Menggunakan Media MPEG Layer 3 (MP3) di Kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana pelaksanaan pembelajaran angklung dengan menggunakan MPEG layer 3 (MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung?” Aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini disusun melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana tahapan pembelajaran angklung yang menggunakan media MPEG

(5)

2. Apa manfaat yang diperoleh guru dalam pembelajaran angklung dengan

menggunakan media MPEG layer 3 (MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti

Bandung?

3. Bagaimana hasil pembelajaran angklung dengan menggunakan MPEG layer

3 (MP3) dalam pembelajaran angklung di kelas III J SDK 2 Bina Bakti

Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini yaitu bisa menjawab

permasalahan penelitian yang ada pada penelitian, seperti:

1. Tujuan Umum

Penulis ingin mengetahui dan mendeskripsikan tentang pembelajaran

angklung dengan menggunakan media MPEG layer 3 (MP3) di kelas III J SDK

2 Bina Bakti Bandung.

2. Tujuan Khusus

Penulis ingin mengetahui, memaparkan, mendeskripsikan dan menjawab

pertanyaan penelitian tentang:

a. Tahapan pembelajaran angklung yang menggunakan media MPEG layer 3

(MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung.

b. Manfaat yang diperoleh guru dalam pembelajaran angklung dengan

menggunakan media MPEG layer 3 (MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti

Bandung.

c. Hasil pembelajaran angklung dengan menggunakan media MPEG layer 3

(MP3) dalam pembelajaran angklung di kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui media pembelajaran

dalam pembelajaran angklung yang efektif, efisien dan menyenangkan. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat daeri segi teoritis, segi

praktis, baik bagi peneliti, praktisi angklung maupun lembaga pendidikan dan segi

kebijakan.

(6)

Dari hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat secara teoritis yaitu

dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

menerapkan sistem pembelajaran musik dengan menggunakan media yang

sifatnya tekhnologi dan elektronik. Dengan diterapkannya media ini diharapkan

menjadi motivasi dan menarik perhatian peserta didik sekolah dasar untuk fokus

saat pembelajaran seni musik berlangsung sehingga tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

2. Segi Praktis

a. Peneliti

Memperoleh pengalaman berharga dalam penelitian, menambah

wawasan keilmuan dalam metodelogi pembelajaran musik angklung, dan

memperoleh ilmu dalam menghadapi peserta didik sekolah dasar khususnya

peserta didik kelas III.

b. Praktisi Musik Angklung

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi musik

angklung (guru, pelatih) sebagai pilihan alternatif dalam pembelajaran angklung

di pendidikan sekolah ataupun di pendidikan luar sekolah.

c. Lembaga

1) Sekolah

Memberikan masukan untuk memfasilitasi segala kebutuhan yang

diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pembelajaran musik

angklung.

2) Departemen Pendidikan Musik FPSD UPI

Menambah referensi untuk memperluas keilmuan dalam bidang

metodologi pembelajaran musik angklung.

3. Segi Kebijakan

Merupakan cara pandang yang berbeda mengenai pembelajaran angklung

dengan menggunakan media MPEG layer 3 (MP3).

(7)

Struktur organisasi skripsi tentang Pembelajaran Angklung dengan

Menggunakan Media MPEG Layer 3 (MP3) di Kelas III J SDK 2 Bina Bakti

Bandung, diantaranya;

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA merupakan bagian pembahasan tentang

teori-teori yang menyangkut pembahasan pembelajaran angklung dengan menggunakan

media MPEG layer 3 (MP3). Seluruh teori-teori yang dianggap relevan dijadikan

pisau bedah oleh penulis untuk pembedahan data.

BAB III METODE PENELITIAN merupakan strategi dalam mendesain

penelitian, mengumpulkan data , mengolah serta menganalisis data penelitian agar

penelitian jelas dan terarah. Isi metode penelitian meliputi desain penelitian,

partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data serta analisis data penelitian.

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN meliputi hasil dan pembahasan

dari observasi, wawancara serta dokumentasi selama penelitian yang membahas

tentang:

1. Tahapan pembelajaran angklung yang menggunakan media MPEG layer 3

(MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung.

2. Manfaat yang diperoleh guru dalam pembelajaran angklung dengan

menggunakan media MPEG layer 3 (MP3) di kelas III J SDK 2 Bina Bakti

Bandung

3. Hasil pembelajaran angklung dengan menggunakan MPEG layer 3 (MP3)

dalam pembelajaran angklung di kelas III J SDK 2 Bina Bakti Bandung.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI meliputi

kesimpulan akhir dari penelitian, implikasi terhadap dunia pendidikan dan penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Jika sebelumnya pola hubungan yang selama ini dibangun oleh perusahaan dengan petani sebelum mengimplementasikan P&C RSPO adalah hanya hubungan produksi, dimana

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Secara khusus yaitu: (1) Mengetahui penurunan persentase jumlah miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 8 Pontianak pada materi kecepatan setelah dilakukan

Orang miskin yang berhutang dapat membayar hutang mereka dengan menjual diri mereka atau anak laki-laki mereka sebagai budak. Dalam kisah ini, seorang

Komitmen Bersama PJB Intergity, dalam rangka mendukung implementasi PLN berintegritas dan Program PJB Integrity. Penandatangan pakta integritas tersebut dilakukan pada acara

• Jika garis batas tidak dapat diintepretasi di atas peta kerja maka dapat menggunakan bantuan peta kerja digital yang ditayangkan pada

Jenis Data : Data Kuantitatif (Data kuantitatif diperoleh dari pemahaman membaca siswa dalam pembelajaran membaca lancar yang berupa angka) ; Data Kualitatif

JENIS TANAMAN HUTAN YANG TELAH MULAI DIKEMBANGKAN UNTUK BIOMASSA di BERBAGAI DAERAH.. Bambu yang telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Bali dan telah dibangun di