BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Maloklusi mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap kualitas hidup individual.1 Prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80% dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Seiring dengan pengetahuan
masyarakat dan keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup, maka permintaan kebutuhan ortodonti di kalangan masyarakat meningkat.1,2
Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang
baik secara estetika.2 Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa.3 Pencapaian keharmonisan fungsional dan proporsi kraniofasial yang estetik merupakan tujuan dari perawatan ortodonti.1,4,5
Perawatan ortodonti mencakup perawatan terhadap gigi dan skeletal wajah. Pertumbuhan dan perkembangan wajah merupakan pertimbangan penting untuk perawatan ortodonti.6 Ricketts (cit, Jefferson 2004) menyatakan pentingnya meramalkan proporsi normal wajah dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Ricketts juga menyatakan bahwa manusia tidak hanya ingin terlihat menarik tetapi juga sehat.7,8
Seiring waktu, standard ideal kecantikan berubah. Pada zaman Yunani kuno profil datar dan retrusif lebih menarik. Ini dilihat dari hasil pahatan patung pada
zaman tersebut. Sekarang ini, persepsi profil wajah yang ideal adalah profil yang protrusif dan mempunyai bibir yang penuh. Dengan kata lain, masyarakat sekarang
lebih menyukai profil wajah cembung.9 Matoula S dan Pancherz H melakukan penelitian terhadap sejumlah wanita yang dianggap menarik dan kurang menarik
menurut masyarakat. Hasilnya menunjukkan wanita yang menarik mempunyai profil
jaringan keras yang lebih cembung.9
Studi sebelumnya menemukan hubungan antara pola anteroposterior skeletal dengan pernafasan.5,10 Anak dengan maloklusi skeletal Klas II menunjukkan pernafasan yang sempit dibanding anak dengan maloklusi skeletal Klas I dan III.10 Perawatan ortodonti dilakukan untuk mencapai estetik wajah, memperbaiki kelainan temporomandibula serta nyeri kranio-mandibula sehingga mendapatkan keadaan maksila dan mandibula yang ideal.7 Struktur skeletal fasial mempunyai nilai estetik dan pengaruh psikologi yang lebih besar daripada kelainan morfologi gigi.11
Beberapa alat untuk mendukung diagnostik telah dipakai, termasuk radiografi sefalometri.12,13 Analisis sefalometri digunakan untuk menentukan posisi skeletal fasial yang ideal. Nilai sefalometri biasanya dibedakan berdasarkan ras
tertentu.14 Tidak ada garis panduan yang pasti untuk menentukan posisi ideal dari maksila dan mandibula dengan kriteria universal tanpa membedakan umur, ras,
jenis kelamin, dan variabel lain.12 Walaupun demikian, permintaan perawatan ortodonti yang meningkat mengharuskan dokter gigi mencari standar untuk
menentukan posisi maksila dan mandibula yang ideal.
Ada banyak analisis sefalometri yang dikenal di kedokteran gigi. Yaitu analisis Down, analisis Steiner, analisis Tweed, analisis McNamara, analisis Sassouni dll.1,15,16 Untuk mendiagnosa hubungan skeletal fasial secara akurat, analisis yang digunakan harus dapat menaksir posisi anteroposterior dari maksila dan mandibula. Analisis tersebut harus mampu menaksir hubungan anteroposterior dari maksila dan mandibula dengan basis kranial.7 Idealnya, analisis sefalometri harus mudah untuk ditracing, diagnosa, efisien, universal, dan akurat.7
Studi JCO (2002) menunjukkan prosedur diagnosis dan perawatan ortodonti yang digunakan oleh para dokter gigi di USA tahun 1986, 1990, dan 1996 menunjukan bahwa 45% dari dokter gigi menggunakan analisis Steiner dibanding analisis lain.13 58 % dokter gigi di Belanda menggunakan analisis Steiner, diikuti
oleh 22 % menggunakan analisis Down. Studi ini menunjukkan bahwa kebanyakan
dokter gigi menggunakan lebih dari satu analisis untuk menentukan diagnosis dan
rencana perawatan.13
Analisis Steiner menentukan hubungan skeletal maksila dan mandibula terhadap basis kranial.5 Sudut yang digunakan pada analisis ini adalah sudut SNA, SNB, dan ANB. Pada analisis Steiner, kelainan skeletal dibagi menjadi tiga Klas, yaitu Klas I, Klas II, dan Klas III.1,5,15
Selain analisis yang dikemukakan di atas, terdapat analisis lain, yaitu analisis Jefferson. Analisis Jefferson mempunyai semua persyaratan yang dibutuhkan untuk sebuah analisis sefalometri. Analisis Jefferson mengarahkan pasien menuju profil yang ideal, sendi temporomandibula yang normal, dan kesehatan psikologi.8 Batas yang digunakan hampir sama pada analisis Steiner.7
Analisis Jefferson menggunakan dataran kranial, palatal, oklusal dan mandibula sebagai patokan pengukuran. Keempat dataran ini akan digunakan untuk
menentukan titik Center “O”, busur anterior, busur age 4 vertical, dan busur age 18
vertical. Busur anterior ini merupakan patokan dalam menentukan tipe maloklusi
skeletal. Pada analisis Jefferson, kelainan skeletal dibagi menjadi sembilan Klas, yaitu Klas I, Klas II (IIA, IIB,IIC), Klas III (IIIA, IIIB, IIIC), BP (Biskeletal
Prognati) dan BR (Biskeletal Retrognati).7,8
Di Indonesia, analisis Steiner merupakan analisis yang umum digunakan, termasuk di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis di Medan. Berdasarkan perbedaan antara besar sudut dan linear yang digunakan pada analisis Steiner dan Jefferson, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis
Steiner dan Jefferson?
2. Berapa prevalensi maloklusi skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan
Jefferson?
3. Bagaimana prevalensi kesesuaian deskripsi maloklusi skeletal wajah antara analisis Steiner dan Jefferson?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.
Tujuan khusus dalam melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prevalensi maloklusi skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.
2. Untuk mengetahui prevalensi kesesuaian deskripsi maloklusi skeletal wajah
antara analisis Steiner dan Jefferson.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai penunjang di dalam diagnosis ortodonti.
2. Sebagai informasi dalam bidang ortodonti.