• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pulut Kuning; Studi Etnofood Tentang Kuliner Pada Masyarakat Melayu Deli Kecamatan Hamparan Perak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pulut Kuning; Studi Etnofood Tentang Kuliner Pada Masyarakat Melayu Deli Kecamatan Hamparan Perak"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Istilah berburu dan meramu yang merujuk pada perilaku manusia pra-sejarah, merupakan pola yang berkaitan dengan konsumsi dalam hal ini makanan. Berburu hewan dan meramu menjadi makanan yang kelak menjadi sumber tenaga bagi individu masyarakat pra-sejarah.

Kenyataan sejarah tersebut kini berkembang sesuai dengan konteks ruang dan waktu, dimana berburu dan meramu telah berkembang menjadi pola konsumsi makanan yang berkaitan dengan sumber makanan atau bahan dasar, pola penyajian, dan ritual yang melingkupi pola konsumsi makanan tersebut. Pola konsumsi makanan tidak hanya sekedar bentuk pemenuhan keinginan individu manusia terhadap kebutuhan tenaga melainkan juga berkembang menjadi pola konsumsi yang mengikutsertakan aspek lainnya dalam kehidupan.

(2)

Makanan bagi manusia sejatinya adalah sebentuk pemenuhan kebutuhan energi secara biologis, dimana kebutuhan atas energi tersebut terdapat dilingkungan sekitar kehidupan. Pada tahapan perkembangan pemenuhan atas kebutuhan energi tersebut, makanan yang berasal dari alam atau lingkungan hidup dimanifestasikan kedalam bentuk simbol-simbol yang berkaitan dengan kehidupan, tidak hanya sekedar sebagai tanda melainkan juga turut menyimpan beragam hal yang berkaitan dengan makanan, kehidupan dan pola konsumsi.

Beberapa penelitian mengenai makanan, pola konsumsi, hingga simbol yang terdapat pada makanan telah dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dalam lingkup kajian antropologi (Claude Levi-Strauss:1965, Sutton:2001, Counihan:2004). Hal tersebut turut memberikan gambaran mengenai pentingnya peran makanan, pola konsumsi dan simbol yang terdapat pada makanan terhadap kehidupan kebudayaan manusia.

Pemahaman Strauss (1965) terhadap strukturalism juga dipengaruhi oleh aspek makanan yang kemudian memunculkan pemikiran mengenai “culinary triangle”, dimana dalam kajian tersebut Strauss (1965) membagi antara makanan mentah dan makanan masak yang merepresentasikan pemikiran manusia atas nature dan culture.

(3)

yang tercipta melalui kegiatan makan.

Pentingnya arti konsumsi makanan menjadi perhatian kajian antropologi, yang terbagi atas tata cara pengumpulan bahan makanan, proses pembuatan, penyajian dan ritual hingga nilai asupan nutrisi. Hal ini memberi gambaran singkat bahwa makanan berpengaruh dalam kehidupan manusia secara luas.

Dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kota Medan, pola konsumsi makanan juga memiliki rentang perjalanan sejarah dan kompleksitas dalam penyajiannya yang dalam hal ini dimanifestasikan dalam bentuk penyajian pulut kuning. Penelitian ini terfokus pada aspek simbol penyajian makanan pada masyarakat Melayu di Kota Medan, dalam hal ini simbol penyajian makanan yang diberi nama pulut kuning.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa makanan pulut kuning termasuk jenis makanan yang memiliki simbol penyajian dalam kehidupan masyarakat Melayu, pulut kuning disajikan pada kesempatan waktu tertentu; seperti pada acara upah-upah (memberkati), perkawinan, dan bentuk ritus kehidupan lainnya.

(4)

1.2 Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung dan menjadikan penelitian ini sejalan dengan konteks antropologi, terdapat beberapa literatur dan pemikiran mengenai etnofood dan makanan, simbol pada penyajian makanan serta masyarakat Melayu Deli sebagai pendukung dari perilaku kebudayaan yang berkaitan dengan penelitian ini

1.2.1 Etnofood

Etnofood atau etnografi makanan adalah suatu bentuk kajian yang berkembang dalam ranah antropologi secara luas pada saat sekarang ini, makanan tidak hanya dilihat dan dideskripsikan sebagai pola konsumsi manusia melainkan berkaitan dengan beragam aspek hidup lainnya.

Berkaitan dengan penggunaan kajian etnofood dalam penelitian ini, kiranya pendapat dari Deutsch dan Miller (2009:3) dapat memberikan gambaran mengenai hal tersebut :

“ . . . states that food studies is the interdisciplinary field of study of food and culture, investigating the relationships between food and the human experience from a range of humanities and social science perspectives, often times in combination.”

(5)

Lebih lanjut, Belasco (2008:6) merunutkan perkembangan mengenai kajian makanan dalam perspektif sosial dan kultural :

“Food studies emerged some thirty years ago because scholarship is following wider urban middle-class culture, which, since the seventies, has become much more interested in food-related matters of taste, craft, authenticity, status and health.”

Belasco (2008:6) berpendapat bahwa kajian mengenai makanan telah mulai berkembang semenjak tiga dekade yang lalu yang disebabkan oleh mengikuti budaya masyarakat urban kelas menengah, yang mana pada waktu itu memiliki ketertarikan terhadap hubungan makanan dengan citarasa, kerajinan, otentik, status dan kesehatan.

Budaya makan tidak lepas dari pengaruh perilaku manusia dan kebudayaan yang melingkupi kehidupan manusia tersebut, Skowroński (2007:362) mengatakan budaya makan adalah :

“food culture is a set of practices, habits, norms and techniques, applied to food and eating; it encompasses food production, distribution and consumption, it also includes foodstuffs and other material artifacts.”

(6)

1.2.2 Simbol Penyajian Makanan

Sutton (Counihan, 2004:25) memberikan pandangan mengenai keterkaitan antara makanan dan simbol penyajian, yang didefinisikannya sebagai berikut :

“Certain foods can become emblematic 'objects of memory', symbols of the past that are no longer regularly consumed because too difficult to prepare or no longer palatable or customary.”

Pendapat Sutton mengenai simbol penyajian makanan tersebut juga didukung oleh pendapat Mintz dan Du Bois (2002:107) yang menyatakan bahwa etnografer telah mendapatkan masukan mengenai kaitan kajian bagaimana manusia menghubungkan makanan yang dikonsumsi kepada bentuk ritual, simbol dan kepercayaan hidup. Secara lebih lengkap Mintz dan Du Bois (2002:107) menuliskan :

“Ethnographers have found multiple entry points for the study of how humans connect food to rituals, symbols, and belief systems. Food is used to comment on the sacred and to reenact venerated stories. In consecrated contexts, food "binds" people to their faiths through "powerful links between food and memory". Sometimes the food itself is sacred through its association with supernatural beings and processes.”

Selain sebagai bentuk simbol ingatan, makanan juga memiliki simbol terhadap kesehatan fisik dan mental sebagaimana yang ditunjukkan oleh pola konsumsi makanan tersebut, Counihan (2004:32) mengatakan hal tersebut :

(7)

Wilk (1999) juga menyatakan pendapatnya mengenai simbol dalam penyajian makanan, dimana simbol penyajian makanan merupakan bentuk lain dari ekspresi identitas suatu kehidupan masyarakat, Wilk (1999:244) mengungkapkan hal tersebut sebagai :

“It is an anthropological truism that food is both substance and symbol, providing physical nourishment and a key mode of communication that carries many kinds of meaning (Counihan and Van Esterik 1997). Many studies have demonstrated that food is a particularly potent symbol of personal and group identity, forming one of the foundations of both individuality and a sense of common membership in a larger, bounded group. What is much less well understood is how such a stable pillar of identity can also be so fluid and changeable, how the seemingly insur-mountable boundaries between each group's unique dietary practices and habits can be maintained, while diets, recipes, and cuisines are in a constant state of flux (Warde 1997:57-77).”

Simbol yang terangkum dalam makanan (bahan baku, teknik pengolahan dan penyajian) menjadi sebentuk nilai yang melingkupi makanan tersebut sebagai bagian dari ekspresi identitas dan berkaitan pula dengan budaya yang hidup dalam masyarakat tersebut, seperti tatacara atau ritual dalam penyajian makanan.

1.2.3 Masyarakat Melayu Deli

Masyarakat Melayu Deli dalam konteks penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki dan mempergunakan nilai budaya Melayu dalam kehidupan mereka, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kuliner pulut kuning.

(8)

Pemahaman dan pengertian Melayu itu selalu berbeda-beda menurut ilmuwan maupun orang awam, namun dari perbedaan itulah didapatkan makna yang luas ataupun sedikit mengikuti konsep dan defenisi yang akan dipergunakan. Menurut Hussein (1984:3-4) kata Melayu ialah kata yang bermakna luas dan agak kabur. Maksud kata yang bermakna luas itu ialah Melayu itu merangkumi suku bangsa serumpun di Nusantara yang pada dahulu kala dikenal oleh orang Eropa sebagai bahasa dan suku bangsa yang terkenal dalam bidang perniagaan. Masyarakat Melayu juga dikenal handal dan mahir dalam bidang pelayaran dan juga turut berperan dalam aktivitas pertukaran barang.

Pendapat tersebut menggambarkan kehidupan masyarakat Melayu yang kompleks dan terdiri dari beragam suku bangsa serumpun, dimana salah satunya adalah masyarakat Melayu Deli.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, studi bahasa yang diangkat dalam penelitian ini akan dipermudah dengan perumusan masaalah yang bertujuan untuk mendapatkan fokus objek kajian dan sekaligus sebagai pembatas bagi permasalahan yang diangkat agar tidak meluas. Permasalahan yang utama dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

2. Bagaimana bentuk penyajian pulut kuning dalam kehidupan masyarakat Melayu Hamparan Perak ?

(9)

4. Bentuk-bentuk upacara yang mengiringi penggunaan pulut kuning dalam kehidupan masyarakat Melayu Hamparan Perak ?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian diperlukan untuk dapat menjadi patokan atau tolok ukur kegiatan penelitian yang dilakukan dan sejalan dengan pemikiran awal mengenai penelitian ini. Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1. Tujuan Penelitian

Sebagai penelitian yang berbentuk etnografi, secara sederhana penulisan diharapkan memenuhi tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan secara utuh dan menyeluruh pulut kuning dalam kehidupan masyarakat Melayu Hamparan Perak,

2. Mendeskripsikan bentuk penyajian dan proses pembuatan serta makna yang terkandung dari pulut kuning ditengah-tengah masyarakat Melayu Hamparan Perak.

1.4.2. Manfaat penelitian

Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah, secara akademis penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang antropologi.

(10)

sebentuk gambaran kekayaan khasanah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat yang direpresentasikan pada bentuk makanan tradisional.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Melayu yang berdiam di wilayah Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Hal ini disebabkan karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang dikenal sebagai basis tempat tinggal masyarakat Melayu dan memiliki basis kebudayaan Melayu yang erat kaitannya dengan keberadaan kuliner tradisional pulut kuning yang menjadi fokus perhatian penelitian.

Adapun lokasi penelitian di wilayah Hamparan Perak turut mencakup beberapa wilayah sekitar lainnya untuk semakin memperkuat dan menambah keterangan deskripsi mengena pulut kuning yang bersifat holistik.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai pulut kuning pada masyarakat Melayu di Hamparan Perak, selain melihat pulut kuning sebagai suatu jenis makanan tradisional masyarakat Melayu, juga akan melihat pulut kuning sebagai suatu keseluruhan, hal ini sejalan dengan Goodenough (1970:101) :

(11)

things as culture, also consequently ”.

“Ketika berbicara tentang menguraikan suatu budaya, kemudian merumuskan satu standar yang akan dihadapkan pada test kritis ini adalah tujuan dari menguraikan suatu budaya. Ada banyak hal lain, juga yang terkait dengan hal tersebut, maka kita sebagai antropolog ingin mengetahui dan berusaha untuk menguraikan budaya tersebut. Kita sering masuk ke berbagai hal lain dari perihal budaya, hal ini merupakan konsekwensi dari menguraikan suatu budaya.”

Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara memasak, cara-cara penyajian, ataupun makna yang terkandung pada pulut kuning itu justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang pulut kuning pada masyarakat Melayu di Hamparan Perak, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau pengamatan dan wawancara.

Data Primer

(12)

fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini dilakukan, seperti bergabung dalam persiapan acara perkawinan yang mempergunakan pulut kuning sebagai bagian penyajian makanan upacara untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, hal ini tidak tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk Kota Medan sendiri, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

(13)

sebagai informan biasa. Para individu yang memiliki kemampuan memasak dan menyajikan pulut kuning adalah mereka yang secara luas mengetahui seluk beluk tentang pulut kuning tersebut secara menyeluruh, selain para individu yang mengerti akan proses penyajian dan memasak pulut kuning tersebut tokoh-tokoh adat dan masyarakat Melayu dikategorikan sebagai informan untuk memperoleh pengetahuan masyarakat luas tentang makna pulut kuning dalam kehidupan masyarakat Melayu di Hamparan Perak. Besar kecilnya jumlah informan tergantung pada data yang diperoleh di lapangan.

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi para individu yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah, asal-usul, tata-cara penyajian hingga memasak pulut kuning. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah, asal-usul pulut kuning tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

(14)

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah :

Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini. Masih terbuka kemungkinan munculnya lokasi lain dalam penelitian ini nantinya, hal ini dikarenakan adanya lokasi-lokasi lain yang dapat dianggap memiliki keterkaitan sebagai suatu lokasi yang mewakili keberadaan pulut kuning dalam kehidupan masyarakat Melayu.

1.7 Analisis Data

(15)

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan diinterpretasikan secara kualitatif.

Peneliti juga akan menggunakan pendekatan yang sifatnya teoritis yakni pendekatan fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap masyarakat dalam situasi-situasi tertentu. Ada berbagai cabang penelitian kualitatif, namun semua berpendapat sama tentang tujuan pengertian subjek penelitian, yaitu melihatnya “dari segi pandangan mereka”.

1.8 Pengalaman Lapangan

Selasa pagi yang cerah dengan penuh semangat dan kepercayaan diri,pergi ketempat penelitian yang akan menjadi bahan skripsi saya. Dengan pengalaman saya selama mengikuti perkuliahan dan tugas - tugas di lapangan menjadi bekal saya untuk melakukan penelitian sesuai dengan metode yang saya pahami. Dengan menempuh perjalanan kurang lebih 1,5 jam dari rumah saya, akhirnya saya pun tiba di Kecamatan Hamparan Perak.

(16)

berukuran besar melintasi lokasi ini.

Tidak berapa lama saat memasuki lokasi ini saya langsung menuju kantor Kepala Desa Slemak untuk mengutarakan apa yang menjadi tujuan saya ke desa ini. Saya berbicara langsung dengan Kepala Urusan Umum, Ibu Hayani (45 tahun). Beliau menilai keputusan yang tepat menjadikan Desa Slemak sebagai lokasi penelitian karena desa ini adalah desa dimana jumlah penduduk mayoritas suku Melayu, terbesar diantara desa-desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak. Menurut saya penduduk disini adalah penduduk yang ramah. Saya mendapatkan sambutan yang hangat ditempat ini. Bahkan Ibu Hayani pun berniat untuk menunjukkan dan mengantarkan saya langsung ke tempat dimana saya dapat menemukan informan yang tepat untuk saya. Niat baik beliau sangat saya apresiasi, namun saya memahami bahwa kedudukan beliau sebagai aparatur desa cukup vital peranannya. Saya pun hanya meminta beliau untuk menjelaskan lokasi rumah informan saya agar dapat saya temukan. Ibu Hayani dengan keramahtamahannya pun menjelaskan kepada saya lokasi, nama, dan karakter calon informan saya ini. Beliau juga bersedia jika saya memerlukan data apapun tentang Desa Slemak siap untuk membantu. Ibu Hayani juga mempermudah saya dengan tidak melibatkan saya ke dalam urusan birokrasi yang mengharuskan saya membawa surat penelitian dari kampus. Dari informasi dan penjelasan yang diberikan oleh Ibu Hayani, saya pun menuju alamat yang menjadi informan saya.

(17)
(18)

antusias, baik oleh Ibu Rubiah sendiri maupun anak-anak dari Ibu Rubiah. Pertanyaan demi pertanyaan berlalu, waktu pun tak terasa begitu cepat bergulir. Kertas yang menjadi catatan hasil wawancara saya sudah tertulis penuh 4 halaman. Saya merasa informasi yang saya dapatkan untuk hari pertama turun ke lapangan ini sudah cukup. Saya mengakhiri wawancara ini dengan ucapan terimakasih kepada Ibu Rubiah dan keluarga serta memohon maaf apabila ada kata-kata yang salah serta ucapan yang menyinggung perasaan mereka. Ditengah terik matahari saya pun memutuskan untuk pulang dan kembali kerumah saya.

Pada kamis siang saya kembali berangkat ke Hamparan Perak untuk melakukan penelitian. Saya berniat untuk berangkat di pagi hari, namun karena saya tidur larut malam, saya pun terbangun kesiangan di keesokan harinya. Perjalanan hari kedua saya menuju Hamparan Perak kali ini saya tidak sendiri.

(19)

ini saat malam hari.

35 menit perjalanan akhirnya kami pun sampai di Hamparan Perak. Menurut saya rute perjalanan ini lebih hemat waktu dan jarak. Hanya saja kondisi jalan sangat buruk. Kami langsung menuju kantor kepala desa Slemak guna mengambil data tentang desa ini. Saya bertemu dengan Ibu Idharani (38 tahun) Kepala Urusan Pemerintahan. Saya mengutarakan maksud kedatangan saya dan Ibu Idharani pun memberikan kepada saya beberapa data terbaru yang saya butuhkan. Ibu Idharani menurut saya memiliki karakter yang berjiwa muda, ramah, dan cepat beradaptasi dalam memahami seseorang. Asik berbincang dengan Ibu Idharani, seorang bapak pun datang menghampiri kami dan ikut berbincang bersama kami. Saya memperkenalkan diri dan menjelaskan kedatangan saya di Desa Slemak ini. Ternyata beliau adalah Kepala Dusun III, Bapak Abu Yahman. Beliau menjelaskan beberapa data mengenai kondisi masyarakat yang ada di Desa Slemak ini. Beliau juga memberikan informasi kepada saya bahwa pada hari Minggu ada warga Dusun III yang akan melangsungkan upacara pernikahan. Beliau juga mengatakan bahwa pada upacara pernikahan tersebut menggunakan adat Melayu karena kedua mempelai suku Melayu. Saya berniat untuk datang ke acara pernikahan tersebut agar dapat memperhatikan dan memahami penggunaan pulut kuning pada upacara tersebut. Kami berbincang dan saya mencatat beberapa informasi yang penting.

(20)

Yahman. Tidak jauh dari kantor kepala desa, saya pun tiba di rumah Ibu Aisyah (44 tahun).

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Disini, peneliti melihat bahwa apa yang ditanggapi oleh Yeremias terhadap teori tersebut kenyataannya sama seperti yang terlihat di lapangan, dimana partisipasi atau

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara iklan politik Partai Gerindra dengan partisipasi masyarakat tani di Desa Paya Bakung Kecamatan Hamparan

Dengan diberinya plank nama di hutan desa mereka maka usaha masyarakat di dalam mengembangkan kawasan hutan mangrove mereka tidak akan sia-sia sebab kawasan mereka telah