• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELLENG;Studi Etnofood Tentang Makna Pelleng Dalam Upacara Adat Masyarakat Pakpak Simsim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELLENG;Studi Etnofood Tentang Makna Pelleng Dalam Upacara Adat Masyarakat Pakpak Simsim"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Istilah berburu dan meramu yang merujuk pada perilaku manusia pra-sejarah, merupakan pola yang berkaitan dengan konsumsi dalam hal ini makanan. Berburu hewan dan meramu menjadi makanan yang kelak menjadi sumber tenaga bagi individu masyarakat pra-sejarah.

Kenyataan sejarah tersebut kini berkembang sesuai dengan konteks ruang dan waktu, dimana berburu dan meramu telah berkembang menjadi pola konsumsi makanan yang berkaitan dengan sumber makanan atau bahan dasar, pola penyajian, dan ritual yang melingkupi pola konsumsi makanan tersebut. Pola konsumsi makanan tidak hanya sekedar bentuk pemenuhan keinginan individu manusia terhadap kebutuhan tenaga melainkan juga berkembang menjadi pola konsumsi yang mengikutsertakan aspek lainnya dalam kehidupan.

(2)

makanan yang memiliki nilai luas dan diproses secara kompleks.

Makanan bagi manusia sejatinya adalah sebentuk pemenuhan kebutuhan energi secara biologis, dimana kebutuhan atas energi tersebut terdapat dilingkungan sekitar kehidupan. Pada tahapan perkembangan pemenuhan atas kebutuhan energi tersebut, makanan yang berasal dari alam atau lingkungan hidup dimanifestasikan kedalam bentuk simbol-simbol yang berkaitan dengan kehidupan, tidak hanya sekedar sebagai tanda melainkan juga turut menyimpan beragam hal yang berkaitan dengan makanan, kehidupan dan pola konsumsi.

Beberapa penelitian mengenai makanan, pola konsumsi, hingga simbol yang terdapat pada makanan telah dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dalam lingkup kajian antropologi (Claude Levi-Strauss:1965, Sutton:2004, Counihan:2004). Hal tersebut turut memberikan gambaran mengenai pentingnya peran makanan, pola konsumsi dan simbol yang terdapat pada makanan terhadap kehidupan kebudayaan manusia.

Pemahaman Strauss (1965) terhadap strukturalism juga dipengaruhi oleh aspek makanan yang kemudian memunculkan pemikiran mengenai

culinary triangle”, dimana dalam kajian tersebut Strauss (1965) membagi

antara makanan mentah dan makanan masak yang merepresentasikan pemikiran manusia atas nature dan culture.

(3)

melainkan juga sebagai proses yang menggambarkan keterkaitan antar individu dalam kehidupan pola hubungan sosial yang tercipta melalui kegiatan makan.

Pentingnya arti konsumsi makanan menjadi perhatian kajian antropologi, yang terbagi atas tata cara pengumpulan bahan makanan, proses pembuatan, penyajian dan ritual hingga nilai asupan nutrisi. Hal ini memberi gambaran singkat bahwa makanan berpengaruh dalam kehidupan manusia secara luas.

Dalam kehidupan masyarakat Pakpak di Kecamatan salak, pola konsumsi makanan juga memiliki rentang perjalanan sejarah dan kompleksitas dalam penyajiannya yang dalam hal ini dimanifestasikan dalam bentuk penyajian Pelleng. Penelitian ini terfokus pada aspek simbol

Pelleng dalam upacara adat Pakpak Suak Simsim di Kecamatan salak.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Pelleng termasuk jenis makanan yang memiliki arti penting dalam upacara masyarakat adat Pakpak.

Pelleng disajikan pada kesempatan waktu tertentu, seperti pada acara

Mergeraha (berperang), berangkat merantau, dan bentuk ritus kehidupan

lainnya. Selain memiliki dimensi ruang dan waktu penyajian tertentu, pada pembuatan Pelleng, juga memiliki komposisi yang berbeda di setiap penyajiannya, yaitu tergantung pada upacara ataupun ritual adat yang akan diadakan.

(4)

dalam ritual adat pada masyarakat Pakpak Simim. Dari fenomena tersebutlah, peneliti berangkat untuk melakukan penelitian terhadap Pelleng

yang merupakan makanan khas pada masyarakat Pakpak. 1.2. Tinjauan Pustaka

Untuk mendukung dan menjadikan penelitian ini sejalan dengan konteks antropologi, terdapat beberapa literatur dan pemikiran mengenai

etnofood dan makanan, simbol pada penyajian makanan serta masyarakat

Pakpak Simsim sebagai pendukung dari perilaku kebudayaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.2.1. Makanan

Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pntangan-pantangan, dan tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan, sebagai suatu kategori budaya yang penting. Para ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori budaya lainnya.

(5)

sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan memainkan peranan sosial dasar yang menjauh mengatasi soal makanan untuk tubuh manusia semata-mata.

Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia, yang dapat dipakai oleh organisma yang hidup, termasuk manusia, untuk mempertahankan hidup. Lebih cepat, bagi para anggota masyarakat, makanan dibentuk secara budaya; bagi sesuatu yang akan dimakan, ia memerlukan pengesahan budaya, dan keaslian. Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam keadaan kelaparan yang akut, akan mempergunakan semua zat gizi yang ada sebagai makanan. Karena pantangan agama, tahayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa kebetulan dalam sejarah, ada bahan-bahan makanan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk membedakan antara nutrimen (nutriment) dengan makanan (food).

(6)

Dalam setiap kelompok, makanan diklasifikasikan dengan cara-cara yang bervariasi : apa yang layak bagi waktu-waktu makan yang resmi, dan sebagai makanan ringan diantara waktu makan; dan menurut pemikiran tentang status dan perstise, menurut pertemuan sosial, usia, keadaan sakit dan sehat, dan menurut nilai-nilai simbolik serta ritual. Orang Amerika misalnya, mempunyai kepercayaan yang kuat mengenai apa yang wajar bagi tiap waktu makan.

Meskipun beberapa orang yang suka makan dapat menikmati bistik pada waktu sarapan, mereka bahkan akan menganggap sop, selada dan poding coklat sebagai hal yang tidak wajar. Walaupun telur adalah wajar untuk setiap waktu makan, cara memasaknya tidak demikian. Telur yang digoreng hanya dapat diterima pada waktu sarapan, namun sebagai dadar , telur itu dapat disantap pada semua waktu makan. Sedemikian kuatnya pendapat orang Amerika tentang sarapan, sehingga kita barangkali merupakan satu-satunya bangsa di dunia yang mempunyai ungkapan “makanan sarapan” (breakfast foods).

(7)

dicatat dibanyak bagian dunia, dan bukan hanya diantara orang-orang yang berrkesadaran tentang kelas.

Pilihan kalangan luas terhadap beras putih giling misalnya, yang dalam hal gizi kurang baik dari pada beras coklat yang tidak digiling, rupa-rupanya ada kaitannya dengan iode-ide prestise. Makanan yang dipandang bermutu, dibungkus dan sangat luas diiklankan tampaknya mempunyai daya penarik yang tak tertahan bagi orang-orang di negara sedang berkembang, meskipun banyak dari makanan ini lebih rendah gizinya dibandingkan dengan makanan tradisional. Negara-negara maju juga mencerminkan ide-ide status yang lepas dari kenyataan gizi yang sebenarnya seperti, misalnya, kegemaran yang hampir universal kepada daging sapi dibandingkan dengan daging babi atau domba.

Kemungkinan klasifikasi makanan yang paling tersebar luas, dan khususnya yang penting dalam kaitannya dengan kesehatan adalah dikotomi “panas dingin” yang diuraikan dalam diskusi tentang patologi humoral. Kualitas lokal apapun yang diberikan kepada setiap makanan yang bijaksana dan penghindaran jumlah yang berkelebihan antara panas dan dingin, kesehatan dapat dipertahankan sebaik-baiknya.

(8)

temperamen yang panas dan lekas marah. Makanan dingin termasuk sayur-sayuran daun wortel, cestnut air dan lain-lainnya.

Begitu pula dengan Pelleng dimana penyajiannya diklasifikasikan menurut waktu dimana diselenggarakannya suatu acara. Bahkan ditengah masyarakat Pakpak bila ada seorang anak ingin berangkat untuk pergi merantau,maka Pelleng harus disajikan dan diberikan kepada anak tersebut. Sebab apa bila itu tidak dipenuhi maka sang anak nantinya akan

“tarhirim”(ngidam) dan ditakutkan nantinya diperantauan tidak akan

tercapai apa yang dicita-citakannya. 1.2.2. Etnofood

Etnofood atau etnografi makanan adalah suatu bentuk kajian yang

berkembang dalam ranah antropologi secara luas pada saat sekarang ini, makanan tidak hanya dilihat dan dideskripsikan sebagai pola konsumsi manusia melainkan berkaitan dengan beragam aspek hidup lainnya.

Berkaitan dengan penggunaan kajian etnofood dalam penelitian ini, kiranya pendapat dari Deutsch dan Miller (2009:3) dapat memberikan gambaran mengenai hal tersebut :

“ . . . states that food studies is the interdisciplinary field of study of food and culture, investigating the relationships between food and the human experience from a range of humanities and social science perspectives, often times in combination.”

(9)

mengenai makanan merupakan sebentuk kajian interdisiplin melingkupi makanan dan kebudayaan yang mencari hubungan keterkaitan antara makanan dengan pengalaman manusia dalam rentang kemanusiaan dan perspektif ilmu sosial.

Lebih lanjut, Belasco (2008:6) merunutkan perkembangan mengenai kajian makanan dalam perspektif sosial dan kultural :

“. . . Food studies emerged some thirty years ago because scholarship is following wider urban middle-class culture, which, since the seventies, has become much more interested in food-related matters of taste, craft, authenticity, status and health . . .”

Belasco (2008:6) berpendapat bahwa kajian mengenai makanan telah mulai berkembang semenjak tiga dekade yang lalu yang disebabkan oleh mengikuti budaya masyarakat urban kelas menengah, yang mana pada waktu itu memiliki ketertarikan terhadap hubungan makanan dengan citarasa, kerajinan, otentik, status dan kesehatan.

Budaya makan tidak lepas dari pengaruh perilaku manusia dan kebudayaan yang melingkupi kehidupan manusia tersebut, Skowroński (2007:362) mengatakan budaya makan adalah :

(10)

production, distribution and consumption, it also includes foodstuffs and other material artifacts.”

Beragam pendapat tersebut dalam penelitian ini dipergunakan sebagai landasan berfikir dan melihat fenomena etnofood dalam tataran kehidupan masyarakat, yaitu masyarakat Pakpak Simsim yang direpresentasikan pada bentuk penyajian Pelleng.

1.2.3. Simbol Penyajian Makanan

Sutton (Counihan, 2004:25) memberikan pandangan mengenai keterkaitan antar makanan dan simbol penyajian, yang didefinisikannya sebagai berikut :

“Certain foods can become emblematic 'objects of memory', symbols of the past that are no longer regularly consumed because too difficult to prepare or no longer palatable or customary.”

(11)

“Ethnographers have found multiple entry points for the study of how humans connect food to rituals, symbols, and belief systems. Food is used to comment on the sacred and to reenact venerated stories. In consecrated contexts, food "binds" people to their faiths through "powerful links between food and memory". Sometimes the food itself is sacred through its association with supernatural beings and processes.”

Selain sebagai bentuk simbol ingatan, makanan juga memiliki simbol terhadap kesehatan fisik dan mental sebagaimana yang ditunjukkan oleh pola konsumsi makanan tersebut, Counihan (2004:32) mengatakan hal tersebut :

“Older Florentines did not think exclusively or primarily about the body as an aesthetic object but as a symbol of inner states—of mental and physical health. They derived this belief out of a past where hunger and infectious disease were chronic and where a thin body represented vulnerability.”

Wilk (1999) juga menyatakan pendapatnya mengenai simbol dalam penyajian makanan, dimana simbol penyajian makanan merupakan bentuk lain dari ekspresi identitas suatu kehidupan masyarakat, Wilk (1999:244) mengungkapkan hal tersebut sebagai :

(12)

and symbol, providing physical nourishment and a key mode of communication that carries many kinds of meaning (Counihan and Van Esterik 1997). Many studies have demonstrated that food is a particularly potent symbol of personal and group identity, forming one of the foundations of both individuality and a sense of common membership in a larger, bounded group. What is much less well understood is how such a stable pillar of identity can also be so fluid and changeable, how the seemingly insur-mountable boundaries between each group's unique dietary practices and habits can be maintained, while diets, recipes, and cuisines are in a constant state of flux (Warde 1997:57-77).”

Simbol yang terangkum dalam makanan (bahan baku, teknik pengolahan dan penyajian) menjadi sebentuk nilai yang melingkupi makanan tersebut sebagai bagian dari ekspresi identitas dan berkaitan pula dengan budaya yang hidup dalam masyarakat tersebut, seperti tatacara atau ritual dalam penyajian makanan.

1.2.4. Masyarakat Pakpak

(13)

Singkil dan Kota Subulussalam (Provinsi Aceh). Dalam administrasi pemerintahan, suku Pakpak banyak bermukim di wilayah Kabupaten Dairi di Sumatera Utara yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 menjadi dua kabupaten, yakni:

1. Kabupaten Dairi (ibu kota: Sidikalang) 2. Kabupaten Pakpak Bharat (ibu kota: Salak)

Masyarakat suku Batak Pakpak secara tradisional wilayahnya disebut sebagai Tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak secara adat terbagi atas lima wilayah adat, yaitu:

• Simsim (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat) • Keppas (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat) • Pegagan (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat)

• Kelasen (di kecamatan Parlilitan kabupaten Humbang Hasundutan

dan kecamatan Manduamas dan Barus kabupaten Tapanuli Tengah) • Boang (di kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam)

Ke 5 wilayah di atas secara tradisional disebut sebagai Tanoh Pakpak, yang walaupun berbeda wilayah, tapi secara tradisional adat pada dasarnya tidak terpisah satu sama lain, selain itu semua daerah administrastifnya masih berbatasan langsung.

(14)

Lebuh merupakan bagian dari kuta yang dihuni oleh klan kecil • Kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klan

besar (marga) tertentu.

Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klan atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga di luar marga

dikategorikan sebagai pendatang. Sistem kekerabatan orang Batak Pakpak menganut prinsip patrilineal dalam

memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan (kelompok kerabatnya) yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah exogami marga, artinya seseorang harus kawin di luar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sumbang (incest).

(15)

masyarakat Pakpak lainnya misalnya:

• Parlilitan (Humbang Hasundutan), • Tongging (Karo),

• Boang (Aceh Singkil dan Subulussalam) • Barus – Manduamas (Tapanuli Tengah).

Beberapa suak Pakpak menerima penggunaan kata Pakpak sebagai nama induk suku, tapi beberapa suak lain lebih memilih menggunakan kata Dairi sebagai nama induk suku. Oleh karena itu dalam pengucapan lebih sering diucapkan sebagai Pakpak Dairi, seperti penamaan Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), ataupun nama-nama organisasi/kumpulan orang Pakpak sering memakai kata Pakpak Dairi.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, studi bahasa yang diangkat dalam penelitian ini akan dipermudah dengan perumusan masaalah yang bertujuan untuk mendapatkan fokus objek kajian dan sekaligus sebagai pembatas bagi permasalahan yang diangkat agar tidak meluas. Permasalahan yang utama dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Apa makna yang terkandung dalam sajian Pelleng dan juga bahan dan proses pembuatannya pada masyarakat Pakpak Simsim?

(16)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian diperlukan untuk dapat menjadi acuan dalam kegiatan penelitian yang akan dilakukan dan sejalan dengan pemikiran awal mengenai penelitian ini. Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1. Tujuan Penelitian

Sebagai penelitian yang berbentuk etnografi, secara sederhana penulisan diharapkan memenuhi tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan secara utuh dan menyeluruh Pelleng dalam kehidupan masyarakat Pakpak simsim.

2. Mendeskripsikan bentuk penyajian dan proses pembuatan serta makna yang terkandung dari Pelleng ditengah-tengah masyarakat Pakpak simsim.

1.4.2. Manfaat penelitian

Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah, secara akademis penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang antropologi. Penelitian ini juga bermanfaat untuk melihat makanan tradisional

(etnofood) dalam perkembangan saat ini, khususnya keberadaan pelleng

(17)

tradisional.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang berdiam di wilayah Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. Hal ini disebabkan karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang dikenal sebagai basis tempat tinggal masyarakat Pakpak Simsim dan memiliki basis kebudayaan Pakpak yang erat kaitannya dengan keberadaan kuliner tradisional Pelleng yang menjadi fokus perhatian penelitian.

Adapun lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Salak turut mencakup beberapa wilayah sekitar lainnya untuk semakin memperkuat dan menambah keterangan deskripsi mengenai Pelleng yang bersifat sakral. Secara histori wilayah Kecamatan Salak juga merupakan daerah yang sudah lama ditempati oleh masyarakat Pakpak Simsim.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai Pelleng pada masyarakat Pakpak Simsim di Kecamatan Salak, selain melihat Pelleng sebagai suatu jenis makanan tradisional masyarakat Pakpak, juga akan melihat Pelleng

(18)

mind. There are many other things, too, that we anthropologists wish to know and try to describe. We have often reffered to these other things as culture, also consequently ”.

“Ketika berbicara tentang menguraikan suatu budaya, kemudian merumuskan satu standar yang akan dihadapkan pada test kritis ini adalah tujuan dari menguraikan suatu budaya. Ada banyak hal lain, juga yang terkait dengan hal tersebut, maka kita sebagai antropolog ingin mengetahui dan berusaha untuk menguraikan budaya tersebut. Kita sering masuk ke berbagai hal lain dari perihal budaya, hal ini merupakan konsekwensi dari menguraikan suatu budaya.”

Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi teoritik dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara-cara memasak, cara-cara penyajian, ataupun makna yang terkandung pada

Pelleng itu justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

(19)

memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau pengamatan dan wawancara.

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu : Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

(20)

bertetanggan dengan Kecamatan Salak, observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian dan peneliti telah membangun rapport yang baik. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam

(depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Informan disini adalah para tokoh tetua adat yang memang menguasai tentang kebudayaan pakpak seutuhnya sebagai informan utama,dan beberapa masyarakat yang memasak dan menyajikan Pelleng

sebagai informan biasa. Para individu yang memiliki kemampuan memasak dan menyajikan Pelleng adalah mereka yang secara luas mengetahui seluk beluk tentang Pelleng tersebut secara menyeluruh, selain para individu yang mengerti akan proses penyajian dan memasak Pelleng tersebut tokoh-tokoh adat dan masyarakat Pakpak dikategorikan sebagai informan untuk memperoleh pengetahuan masyarakat luas tentang makna Pelleng dalam kehidupan masyarakat Pakpak Simsim di Kecamatan Salak. Besar kecilnya jumlah informan tergantung pada data yang diperoleh di lapangan.

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi para individu yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah, asal-usul, tata-cara penyajian hingga memasak

Pelleng. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah, asal-usul

Pelleng tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami

(21)

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung dengan informan utama maupun informan biasa dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape

recoder serta video kamera yang digunakan untuk merekam proses

wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan wawancara serta sebagai bahan video lapangan etnografi

(field video ethnography).

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah :

(22)

memiliki keterkaitan sebagai suatu lokasi yang mewakili keberadaan

Pelleng dalam kehidupan masyarakat Pakpak Simsim.

1.7. Analisis Data

Penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, pengamatan dan wawancara mendalam, yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan diinterpretasikan secara kualitatif.

(23)

1.8. Pengalaman Lapangan

(24)
(25)
(26)
(27)
(28)

Gambar 1

Gambar

Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem tenaga listrik dibutuhkan keseimbangan antara daya mekanis dan daya elektrik. Daya mekanik berupa penggerak awal pada generator, sedangkan besarnya daya elektrik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi pelapisan spesimen SS 304 dengan kitosan optimum pada waktu 30 menit

(1) Department of Genetics and (2) Howard Hughes Medical Institute, Stanford University School of Medicine, Stanford, California; (3) Department of Human Genetics, UCLA School

PERANAN KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA KANTOR PDAM TIRTANADI PROVINSI SUMATERA

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa para pelaksana Riset Dasar (Fundamental) yang telah selesai melaksanakan Risetnya tahun 2015 wajib mempresentasikan hasil akhir

Guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dan kelompok lain ikut menyimak serta mengajukan berbagai pertanyaan yang

Memberikan penguatan atas apa yang dikemukakan oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai4. Sebelum masuk pada inti

Perlu kami informasikan bahwa Panitia tidak menanggung biaya perjalanan pulang-pergi peserta, konsumsi disediakan bagi 1 (satu) orang peserta selama kegiatan