• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)(Studi Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)(Studi Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli )"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN

(P2KP)

(Studi Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli )

S K R I P S I

OLEH :

ARNELLA LUBIS

080921015

Departemen Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

I.5.1.1. Pengertian Partisipasi ... 10

I.5.1.2. Bentuk Partisipasi Masyarakat ... 15

I.5.1.3. Tangga Partisipasi ... 17

I.5.1.4. Pentingnya Partisipasi Dalam Pembangunan ... 20

I.5.2. Kemiskinan... 22

1.5.3 Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 25

I.5.3.1. Visi dan Misi P2KP ... 27

I.5.3.2. Nilai-Nilai dan Prinsip-Prinsip Yang Melandasi P2KP ... 27

I.5.3.3. Tujuan ... 29

I.5.3.4. Kelompok Sasaran ... 30

(3)

II.3.2. Sampel ... 41

II.4. Teknik Pengumpulan Data ... 42

II.5. Teknik Analisa Data ... 43

BAB III. : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 44

III.1. Gambaran Umum Kelurahan Kota Bangun ... 44

III.2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 47

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA ... 54

IV.1. Hasil Wawancara Dengan Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ... 54

IV.2. Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (P2KP) ... 61

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

VI.1. Kesimpulan ... 77

(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

(5)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah.

Seiring dengan adanya tuntutan globalisasi, maka negara sedang berkembang dituntut untuk mampu bersaing dengan negara maju. Seperti apa yang diutarakan Brewer (Budiman, 2004 : 108) bahwa sistem dunia yang ada sekarang adalah sistem kapitalisme global, dimana sistem dunia inilah yang sekarang menjadi kekuatan yang menggerakkan negara-negara di dunia. Oleh karenanya negara-negara yang sedang berkembang harus segera mencari cara agar tetap bertahan terhadap perkembangan dunia. Jika tidak, gejala ketergantungan kembali akan terjadi pada negara-negara yang tidak sanggup beradaptasi, hingga berujung pada keterbelakangan.

(6)

didalam pembangunan hingga nantinya menimbulkan rasa tanggung jawab bersama dalam mewujudkan pembangunan tersebut.

Teori pembangunan yang mengusung pemberdayaan masyarakat untuk menghentikan ketergantungan negara sedang berkembang terhadap negara maju, salah satunya terlihat jelas melalui teori Bottom Up, atau teori pembangunan yang mengutamakan kepada peran serta masyarakat dalam menciptakan program-program pembangunan. Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa masyarakat lebih memahami kebutuhan mereka sehingga masyarakat diikutsertakan dalam pembuatan program pembangunan agar program pembangunan tersebut tepat guna. Selain itu dengan diikutsertakannya masyarakat dalam pembuatan program pembangunan, maka masyarakat merasa lebih dilibatkan dalam program pemerintah, sehingga timbul rasa tanggung jawab serta kecintaan, kebersamaan dan rasa memiliki masyarakat terhadap lingkungannya. Dalam teori Bottom Up, pemerintah sebagai pencipta sarana tercapainya aspirasi masyarakat, dan pemerintah juga yang membuat kebijakan program selanjutnya. Jadi pada teori ini, pemberdayaan masyarakat sudah mulai diwujudkan dalam praktek pembuatan program pembangunan berupa saran dan masukan tentang kebutuhan masyarakat.

(7)

mengalirnya input berupa tuntutan ataupun dukungan yang diusulkan oleh kelompok-kelompok kepentingan ataupun parpol berwujud kepentingan khusus yang harus diartikulasikan hingga menjadi usulan yang sifatnya umum kemudian dimasukkan kedalam proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh badan legislatif dan eksekutif (tahap konversi). Maka dalam tahap ini input berubah menjadi output dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan. Kebijakan itu lalu dilaksanakan oleh birokrasi. Dalam hal ini nantinya terdapat feedback (umpan balik) yang dipengaruhi oleh lingkungan hingga menghasilkan

tahapan baru yakni input, konversi serta output kembali. Jadi nantinya aspirasi masyarakat tersebut dapat terealisasi berwujud kebijakan.

Apabila kedua teori ini dihubungkan, maka dituntut suatu program pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini masyarakat tidak hanya berkedudukan sebagai obyek program, tetap ikut serta menentukan program yang cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program apakah akan berlanjut atau berhenti tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.

(8)

yang dikenal dengan P2KP. Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalam tiap-tiap langkah pelaksanaan P2KP atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklus/tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Masyarakat. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap Pembentukan dan Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Dalam pelaksanaan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, P2KP meletakkan sasaran utamanya kepada KSM yang merupakan masyarakat tergolong kalangan ekonomi lemah untuk ditumbuhkan kemandiriannya. Sehingga bukan masyarakat miskin secara perseorangan yang akan diberdayakan, melainkan sejumlah orang dalam masyarakat yang tergabung dalam suatu wadah KSM yang dikenai tindakan (treatment).

(9)

serta bertujuan mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi.

KSM sendiri merupakan sebuah wadah yang dibentuk atas dasar semangat dan keinginan bersama untuk berbuat mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik. Kelompok ini dibentuk karena adanya kesadaran mendalam pada diri setiap orang, bahwa kebersamaan akan membantu mereka mengatasi kemiskinan dan berbagai persoalan yang dihadapinya. Kesadaran akan kebersamaan ini akan menjadi perisai yang menghiasi setiap perjalanan siklus di P2KP. Pembentukan KSM sendiri yang akan menjadi pemanfaat dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) harus menjadikan kebersamaan sebagai keyword, baik dalam konsep maupun opersional kegiatannya. Perlu disadari bahwa KSM memiliki posisi strategis dalam pelaksanaan P2KP. Bahkan, keberhasilan KSM akan menjadi tolak ukur keberlangsungan program ini di masyarakat. Dikatakan demikian, karena di dalam KSM itulah semua nilai-nilai luhur akan diuji. Kepedulian, keadilan, rasa tanggungjawab serta kebersamaan akan sangat berperan ketika KSM melaksanakan kegiatannya. Ketika nilai-nilai tersebut ternyata tidak muncul dalam aktivitas pemanfaatan dana yang dilakukan KSM, maka dimungkinkan proses pembelajaran di masyarakat akan terhambat. Jika hal ini terjadi, maka keberlangsungan program akan terancam, bahkan terpaksa berjalan mundur. Guna menghindari hal tersebut maka pembentukan KSM harus didasarkan pada berbagai pertimbangan.

(10)

mereka di KSM tidak banyak memberikan makna. Perlu disadari, KSM tidak sama dengan kelompok swadaya lainnya, termasuk koperasi. Jika di dalam koperasi keanggotaan berkumpul karena keinginan bersama untuk mensejahterakan ekonomi anggotanya dengan mengorientasikan perolehan keuntungan material, maka di dalam KSM keanggotaan berkumpul karena keinginan untuk menumbuhkan kebersamaan dan kepedulian demi terwujudnya perubahan dan kesejahteraan.

Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli. Kelurahan Kota Bangun yang terdiri dari delapan lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri hingga kebersamaan dan kepedulian bahwa masyarakat mampu melaksanakan penyusunan suatu program.

(11)

pengembangan KSM dilakukan dari bulan Desember hingga Januari 2007. Lalu, pada BLM Tahap II pembentukan dan pengembangan KSM dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2007, sedangkan untuk BLM Tahap III pembentukan dan pengembangn KSM pada bulan Mei` hingga Maret 2008.

(12)

Kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan Kota Bangun serta hasil akhirnya dan juga bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri melihat lebih jauh berjalannya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada P2KP Kelurahan Kota Bangun, juga sehubungan dengan berlangsungnya tahap tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan yakni penyaluran BLM Tahap III.

I. 2. Perumusan Masalah.

Untuk mempermudah penelitian dan agar penelitian memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli.

(13)

3. Bagaimanakah hasil akhir dari pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Kelurahan Kota Bangun dilihat dari unsur partisipasi masyarakatnya.

I. 3. Tujuan Penelitian

.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Kota Bangun.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang dilakukan di Kelurahan Kota Bangun.

3. Untuk mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat di dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kelurahan Kota Bangun.

I. 4. Manfaat Penelitian.

Disamping tujuan yang hendak dicapai diatas, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(14)

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran dalam menjalankan berbagai program penanggulangan kemiskinan, khususnya kepada Kelurahan Kota Bangun, serta sebagai masukan bagi penyelenggaraan berbagai program kemiskinan kedepan.

3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

I. 5. Kerangka Teori I. 5. 1. Partisipasi

I. 5. 1. 1. Pengertian Partisipasi

Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, take a part yang artinya peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Menurut Davis (Sastroputro, 1998), mengemukakan bahwa partisipasi “as a mental and emotional involvement of a earson in a group situation which

encourages him a contribute to group goals and share responsibility in them”.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan.

(15)

1. Achmadi, menyatakan partisipasi dalam bentuk swadaya gotong royong merupakan modal utama. Swadaya adalah kemampuan dari suatu kelompok masyarakat dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan ikhtiar pemenuhan kebutuhan.

2. Alstaire White, menyatakan partisipasi adalah keterlibatan komuniti setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaanya terhadap proyek-proyek pembangunan.

3. Santoso Sastroputro, menyatakan partisipasi adalah keterlibatan spontan dalam kesadaran disertai dengan tanggungjawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

4. Daryono menyatakan partisipasi berarti keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan, menentukan kebutuhan, menentukan tujuan dari prioritas, dalam rangka mengeksploitasi sumber-sumber potensial dalam pembangunan.

Adapun Oakley, dalam Modul P2KP 2006 mengartikan partisipasi ke dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan. 2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang

(16)

organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :

a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan) b. Sumbangan materi (dana, barang, alat)

c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja) d. Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pembangunan

3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan..

Secara umum ada 2 (dua) jenis defenisi partisipasi yang beredar di masyarakat, menurut Loekman (1995), yaitu :

1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.

(17)

kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.

Sebelumnya sangat penting diketahui defenisi dari masyarakat itu sendiri. Adapun menurut Sadeli (Masyurdin, 1994:43), masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya. Sedangkan Ralph Linton, menyatakan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri sendiri, dan mereka menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dalam wilayah tertentu, dimana terdapat kesadaran bahwa mereka adalah satu kesatuan sosial dan memiliki sistem kesatuan serta sistem kebudayaan sendiri yang selalu berubah.

Diketahui bahwasanya pengertian dari partisipasi juga telah mengalami berbagai penyimpangan sehingga lebih mendekati apa yang sering disebut sebagai “mobilisasi“ atau malah sering sekali diartikan sebagai “rekayasa sosial”, dimana masyarakat tetap saja didudukkan sebagai objek pembangunan.

(18)

a. Pelibatan diri pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama. b. “Voluntary involvement of people in making and implementing decisionis

directly affecting there lives…. Pelibatan secara sukarela oleh masyarakat

dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

c. “A voluntary process by which people including the disadvantaged ( income, gender, ethnicity, education ) influence or control the decisions that affect

them . Suatu proses yang wajar dimana masyarakat termasuk yang kurang

beruntung (penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau mengendalikan pengambilan keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung. Sehingga partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintahan maupun pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

Partisipasi masyarakat selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :

a. Bersifat proaktif, dan bukan reaktif, yang artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak.

(19)

d. Ada pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan setara. Terkait dengan uraian di atas, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen yang penting dalam pembagian masyarakat. Menurut Adi (2001), partisipasi masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat dari dalam 4 (empat) tahap yaitu :

1. Tahap assesment.

Dilakukan dengan mengidentifikasikan masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk itu masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

2. Tahap alternatif program atau kegiatan.

Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa alternatif program.

3. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan.

Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaanya di lapangan.

4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil).

Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan.

I. 5. 1. 2. Bentuk Partisipasi Masyarakat.

Menurut Davis, yang dikutip oleh Sastroputro (1998), bahwa bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:

(20)

c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu (dermawan, pihak ketiga).

d. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh komuniti (biasanya diputuskan oleh komuniti, antara lain rapat desa yang menentukan anggarannya).

e. Sumbangan dalam bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.

f. Aksi masa.

g. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri. h. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

Dengan mengutip pengkategorian oleh Deshler dan Sock, dalam Modul P2KP 2006, disebutkan bahwa secara garis besar terdapat 3 (tiga) jenis partisipasi, yaitu:

1. Partisipasi Teknis.

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data, dan pelaksanaan kegiatan. Pengembangan partisipasi dalam hal ini adalah sebuah taktik untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat.

2. Partisipasi Asli.

(21)

situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan berotonomi.

3. Partisipasi Semu.

Partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elite masyarakat) untuk kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat hanya sekedar objek.

I. 5. 1. 3. Tangga Partisipasi

Dalam modul P2KP 2006 berjudul Pengorganisasian Masyarakat oleh Parwoto, dikatakan bahwa konsep yang luas mengenai partisipasi, telah menempatkan partisipasi sebagai sebuah kata yang tidak jelas yang memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Dalam beberapa hal partisipasi telah menjadi beberapa konsep yang omnibus (apapun dapat disebut partisipasi). Salah satu cara untuk memahami partisipasi adalah dengan menggunakan “tangga partisipasi“. Tangga partisipasi memperlihatkan relasi antara warga dengan pemerintah dalam formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik.

Sejak diperkenalkan oleh Sherry Arnstein, kurang lebih 20 tahun yang lalu banyak pihak yang mencoba merumuskan tangga partisipasi. Sherry Arnstein yang seorang sosiolog mencoba membuat jenjang partisipasi dalam delapan jenjang, dimana tingkat terendah adalah manipulasi atau rekayasa sosial dan yang tertinggi adalah bila terjadi kontrol sosial atau pengendalian oleh masyarakat. Kemudian delapan jenjang tersebut dikelompokkan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok sebagai berikut:

(22)

Termasuk didalamnya secara berjenjang mulai dari yang terendah adalah: a. Manipulasi/rekayasa sosial, adalah pendekatan yang mendudukkan

masyarakat sebagai objek pembangunan dan dimanipulasi agar sesuai dengan harapan program yang telah dirumuskan oleh pengambil keputusan (pemerintah).

b. Terapi, yaitu pendekatan yang mendudukkan masyarakat sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa (orang sakit) dan harus percaya terhadap apa yang diputuskan oleh pemerintah (dokter).

2. Tokenism atau yang memiliki kadar haidah sebagai kelompok menengah. Termasuk didalamnya secara berjenjang dari yang terendah adalah:

a. Informasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan pemberian informasi akan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah seperti pemasyarakatan program dan lain-lain.

b. Konsultasi, yaitu pendekatan pembangunan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi mengenai apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di lokasi yang bersangkutan.

c. Penentraman, yaitu pendekatan pembangunan dengan misalnya merekrut tokoh-tokoh masyarakat untuk duduk dalam panitia pembangunan sebagai upaya menentramkan masyarakat tetapi keputusan tetap ditangan pemerintah.

3. Kadar Kedaulatan Rakyat yakni sebagai kelompok yang tertinggi.

(23)

a. Kerjasama, yaitu pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan yang setara sehingga keputusan dimusyawaratkan dan diputuskan bersama.

b. Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut hidup mereka.

c. Kontrol sosial, yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian pembangunan ada ditangan masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwasanya partisipasi baru benar-benar terjadi apabila memiliki kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial (social control/citizen control) dimana keputusan penting dan pengendalian pembangunan ada ditangan masyarakat.

Para praktisi juga umumnya menerima bahwa tangga yang lebih tinggi merupakan wujud dari kualitas partisipasi yang lebih tinggi. Tetapi para praktisi juga dapat menerima bentuk partisipasi yang lebih rendah dalam situasi sosial politik sejauh bentuk tersebut merupakan salah satu strategi untuk mendorong partisipasi yang lebih luas.

Tabel. I.1. Tangga Partisipasi (Leader of Participation) oleh Sherry Arnstein Kontrol sosial

Pendelegasian Kadar Kedaulatan Rakyat

Kerjasama

Penentraman (placation)

Konsultasi Kadar Hadiah

Informasi

Terapi Non Partisipasi

(24)

Sumber : Modul P2KP III Pengorganisasian Masyarakat I. 5. 1. 4. Pentingnya Partisipasi dalam Pembangunan.

Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi (economic growth) menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan

kemerataan dalam pembagian manfaat pembangunan, maka berkembanglah berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.

Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas dan

dengan era partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga, dan menempatkan warga sebagai subyek dalam proses pembangunan (Korten : 1986).

(25)

Conyers (1991) menyebutkan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan yaitu:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal

2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut. Kepercayaan semacam ini adalah penting khususnya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai untuk turut “urun rembug“ (memberikan saran) dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Sementara itu, Yeremias T. Keban melalui kolom tanggapan terhadap topik Partisipasi Masyarakat yang dikutip dalam diskusi publik LGSP USAID (2007:1), menyebutkan bahwa pentingnya partisipasi masyarakat meliputi sebagai berikut:

(26)

proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kepemerintahan.

2. Secara teoritis, partisipasi memberi pengaruh positif terhadap kinerja/pencapaian hasil dan kepuasan. Artinya, semakin menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasaan.

3. Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust. Ketika masyarakat diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu, kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan itu karena mereka diberi keleluasan untuk menyampaikan berbagai pendapat, keluhan dan sebagaianya.

4. Partisipasi juga diperlukan untuk kepentingan masyarakat (ada learning process/education, gain skills) dan juga untuk pemerintah (meyakinkan

masyarakat, membangun trust, mengurangi kegelisahan, dan lain-lain).

1.5.2. Kemiskinan

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

(27)

penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya y1960-ang d1960-an terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin. Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di pedesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa pedesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.

(28)

masyarakat membuat masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan (Kuncoro : 2004).

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap terhadap fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.

Dalam Otonomi Dan Pembangunan Daerah (Kuncoro : 2004), disebutkan bahwa kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian : kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum : pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

(29)

pendekatan sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran.

I. 5. 3. Program Penanggulangan Kemiskinan Pekotaan ( P2KP )

Dalam Pedoman Umum P2KP 3 (Rahadi : 2007), disebutkan bahwa P2KP adalah salah satu program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal.

P2KP memahami bahwa akar penyebab dari persoalan kemiskinan yang sebenarnya adalah karena kondisi masyarakat yang belum berdaya dengan indikasi kuat yang dicerminkan oleh perilaku/sikap/cara pandang masyarakat yang tidak dilandasi dengan nilai-nilai universal kemanusiaan yakni jujur, dapat dipercaya, ikhlas, kerelawanan, adil, kesetaraan serta kesatuan dalam keragaman dan tidak bertumpu pada prinsip-prinsip universal kemasyarakatan yakni transparansi, akuntabilitas, partisispasi, demokrasi, desentralisasi.

(30)

kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya.

Adapun substansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat, nantinya dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan dan prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini dilangsungkan selama masa program P2KP maupun pasca program P2KP olen masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan komunitas belajar kelurahan.

Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, dilakukan melalui pelibatan intensif pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) agar mampu menyusun dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dan PJM Pronangkis Kota/Kabupaten berbasis aspirasi dan program masyarakat (Pronangkis Kelurahan).

Selain itu, dalam programnya P2KP juga mendorong kemandirian serta kemitraan masyarakat bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan. Namun, untuk lebih menjamin kapasitas kemandirian masyarakat dan pemda agar mampu menangani kemiskinan di wilayahnya, maka perlu didorong upaya-upaya menuju tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) yakni demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas,

(31)

I.5.3.1. Visi dan Misi P2KP

Mengingat bahwa program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penanggulangan kemiskinan di perkotaan, maka diperlukan rumusan visi dan misi yang jelas sehingga dapat dipakai sebagai acuah perilaku dan arahan pihak (stakeholders) dalam mengembangkan program-program kemiskinan di wilayahnya.

1. Visi

Terwujudnya masyarakat madani, yang maju, mandiri, dan sejahtera

dalam lingkungan pemukiman sehat, produktif dan lestari.

2. Misi

Membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan

sinergi dengan pemerintah maupun kelompok setempat dalam menanggulangi

kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya lingkungan

permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan.

I.5.3.2. Nilai-Nilai dan Prinsip-prinsip Yang Melandasi P2KP

Sejalan dengan substansi konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) bahwa persoalan kemiskinan dapat ditanggulangi dengan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berlandaskan nilai-nilai luhur kemanusiaan, prinsip kemasyarakatan yang bersifat universal dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, maka rumusan nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan P2KP adalah sebagai berikut :

(32)

Nilai-nilai universal kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, pemerintah, maupun kelompok peduli), dalam melaksanakan P2KP adalah :

a. Jujur

b. Dapat dipercaya c. Ikhlas / kerelawanan d. Adil

e. Kesetaraan

f. Kesatuan dalam keragaman

2. Prinsip-prinsip Universal Kemasyarakatan (Good Governance)

Prinsip-prinsip universal kemasyarakatan yang mengacu pada tata kepemerintahan yang baik (Good Govermance) yang harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah :

a. Demokrasi; dalam setiap proses pengembalian keputusan apapun, musyawarah harus menjadi alat terkuat dan pilar utama dalam menjalankan suatu proses demokrasi.

b. Partisipasi; dalam tiap langkah kegiatan P2KP harus dilakukan secara partisipatif sehingga mampu membangun rasa kepedulian dan kepemilikan serta proses belajar melalui bekerja bersama.

(33)

d. Desentralisasi; dalam proses pengembalian keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat.

3. Prinsip-prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya)

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus dijunjung tinggi ditumbuhkembangkan dan dilestarikan oleh semua pelaku P2KP (baik masyarakat, konsultan, maupun pemerintah), dalam melaksanakan P2KP adalah melalui peneapan konsep Tridaya sebagai berikut :

a. Perlindungan lingkungan (Environmental Protection) b. Pengembangan masyarakat (Social Development) c. Pengembangan ekonomi (Economic development)

I.5.3.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan P2KP yaitu :

a. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya.

(34)

c. Mengedepankan peran pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat.

I.5.3.4. Kelompok Sasaran

Pada dasarnya, kelompok sasaran P2KP mencakup empat sasaran utama, yakni masyarakat, pemerintah daerah, kelompok peduli setempat dan para pihak terkait (Stakeholders).

P2KP ini, pada pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu pada partisipasi aktif masyarakat, maka keberhasilan pelaksanaan P2KP ini tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalm tiap-tiap langkah pelaksanan P2KP atau lebih dikenal dengan siklus P2KP yakni dimulai dari siklus/ tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat (RKM) hingga pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Diketahui bahwa, salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi didalamnya yakni tahap Pembentukan/ Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

(35)

Dengan demikian, pada hakekatnya KSM dapat didefenisikan sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yakni adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan sekumpulan warga tersebut haruslah memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut sarana dan prasarana dasar, penngembangan SDM serta pengembangan ekonomi.

Posisi KSM di P2KP adalah independen. Posisi KSM dalam P2KP adalah sebagai pelaku langsung dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Anggota masyarakat yang tergabung dalam KSM tidak hanya untuk meningkatkan wawasan tentang prinsip dan nilai P2KP, akan tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui interaksi antar sesama anggota KSM, sangat memungkinkan terjadi pergesekan yang mencerdaskan sehingga tumbuh nilai-nilai baru, cara pandang, cara menyelesaikan masalah, maupun cara memahami realitas yang dapat mempengaruhi kehidupan.

(36)

banyak dengan pendekatan peningkatan pendapatan, selain juga karena kehidupan sehari-hari warga masyarakat tidak lepas dari masalah ekonomi. Kenyataan tersebut harus disikapi lebih bijak dengan menggunakannya sebagai jalan masuk menuju KSM sebagai wadah pemberdayaan.

Agar KSM dalam P2KP benar-benar menjadi wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, maka ada beberapa prinsip yang perlu, yang bisa dijadikan pedoman di internal KSM yakni :

a. Karakter saling mepercayai dan mendukung.

Melalui pengembangan karakter tersebut, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, parasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. Dengan demikian, setiap anggota KSM memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu djadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.

b. Mandiri dalam membuat keputusan.

Melalui kebersamaan kelompok, maka secara mandiri dimungkinkan adanya proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil pemusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Kelompok juga berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan keputusan bersama.

(37)

Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait dengan pengembangan kemampuan/ kapasitas para anggotanya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan.

d. Partisipasi yang nyata.

Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada kelompok atau anggota kelompok lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan. Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan keswadayaannya dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas.

I. 5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)..

Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung. Partisipasi masyarakat sendiri, diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintah maupun pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi (economic growth) menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan

(38)

berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang hanya mengandalkan pertumbuhan.

Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas, dan

dengan era partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan warga sebagai subyek dalam proses pembangunan (Korten : 1986).

Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan (Molejarto : 1994). Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang dikenal dengan P2KP.

Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak mungkin untuk dapat dicapai secara optimal.

(39)

masyarakat setempat, bahwa masyarakat yang memperoleh bantuan bukanlah tergolong warga yang miskin dilingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat memiliki pandangan atau konsep tersendiri mengenai kemiskinan di wilayah tinggal mereka. Inilah yang umum disebut sebagai “kearifan lokal”. Dalam mengidentifikasikan kemiskinan masyarakat, unsur kearifan lokal perlu dihargai, masyarakat yang lebih mengetahui keadaan wilayahnya daripada orang luar yang datang ,membawa seperangkat alat untuk melihat kemiskinan di wilayah mereka (Santoso, 2005).

Oleh karenanya P2KP sendiri merupakan sekaligus sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Partisipasi dalam hal ini dilakukan secara partisipatif dalam tiat-tiap langkah pelaksanaan P2KP, atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklus/tahap Rembuk Kesiapan Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Tunai. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).

(40)

Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Kota Bangun. Kelurahan Kota Bangun yang terdiri dari delapan lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri bahwa masyarakat mampu melaksanakan penyusunan suatu program.

Terdapatnya berbagai kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan Kota Bangun serta hasil akhirnya dan bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri melihat lebih jauh berlangsungnya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada P2KP Kelurahan Kota Bangun sehubungan dengan berjalannya tahap tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan.

I. 6. Defenisi Konsep

(41)

pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan yakni:

1. Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela tentunya, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung.

2. Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup dalam wilayah tertentu, dimana terdapat kesadaran bahwa mereka adalah satu kesatuan sosial dan memiliki sistem kehidupan dan sistem kebudayaan sendiri yang selalu berubah.

3. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan sekelompok manusia yang selanjutnya disebut sebagai masyarakat, baik secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintahan maupun pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya.

4. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan adalah salah satu program Nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunanan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai luhur dan prinsip universal.

I. 7. Defenisi Operasional.

(42)

diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut.

Berikut ini indikator-indikator yang dipakai sebagai alat pengukur dari partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) :

1. Adanya forum musyawarah berupa serangkaian kegiatan berbentuk kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.

2. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam proses pelayanan publik. 3. Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat.

4. Bentuk partisipasi yakni partisipasi teknis berupa keterlibatan masyarakat dalam pengidentifikasian masalah, pengumpulan data serta pelaksanaan kegiatan ; partisipasi asli berupa keterlibatan masyarakat di dalam proses perubahan dengan melakukan refleksi kritis dan aksi yang meliputi dimensi politis, ekonomis, ilmiah dan ideologis secara bersamaan ; serta partisipasi semu berupa partisipasi politis yang digunakan orang luar atau kelompok dominan (elit masyarakat) untuk kepentingan sendiri.

(43)

I. 8. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi seperti jawaban dari informan dan data tertulis serta menganalisanya.

BAB V : PENUTUP

(44)

BAB II

METODE PENELITIAN

II. 1. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif, menurut Hadani (1990:60) bentuk deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian pengambilan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi yang akurat.

Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

II. 2. Lokasi Penelitian.

Adapun yang menjadi lokasi dari penelitian ini adalah Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Jl. Kol Yos. Sudarso Km. 10,5.

II. 3. Populasi dan Sampel II. 3. 1. Populasi

(45)

kesimpulannya. Maka yang dikatakan sebagai populasi adalah berupa objek maupun subjek yang ditentukan oleh peneliti dan berada pada suatu wilayah tertentu yang menjadi lokasi penelitian serta memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan konsep penelitian serta menjadi bahan kajian yang berkaitan dengan masalah penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti menetapkan yang menjadi populasi adalah seluruh warga masyarakat Kelurahan Kota Bangun sebanyak 10. 879 jiwa.

II. 3. 2. Sampel

Menurut Singarimbun (1995 : 53) sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya, dengan kata lain sampel adalah bagian dari populasi. Pengambilan sebagian itu dimaksudkan sebagai representatif dari seluruh populasi sehingga kesimpulan juga berlaku bagi keseluruhan populasi.

Peneliti menentukan sampel masyarakat Kelurahan Kota Bangun ini dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel tidak didasarkan atas strata, pedoman atau wilayah, tetapi berdasarakan atas adanya tujuan tertentu dan tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian untuk dijadikan sebagai informan kunci dan informan biasa. Adapun jumlah sampel yang dijadikan sebagai informan biasa berjumlah 10 orang yang terdiri dari 7 orang ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta 2 orang tokoh masyarakat.

(46)

dan Tahap III. Nantinya pada masing-masing tahap, berdasarkan konsep TRIDAYA, dibagi lagi menjadi 3 jenis yakni BLM untuk bantuan sosial, lingkungan serta ekonomi. Disetiap jenis bantuan inilah yang terdiri dari beberapa KSM. Oleh karenanya peneliti merasa perlu untuk mengambil sampel pada tiap jenis bantuan di ketiga tahap penyaluran bantuan tersebut. Adapun tokoh masyarakat disini, diambil dari masing-masing tahap penyaluran yakni pada tahap I, II serta III.

Sedangkan yang dijadikan sebagai informan kunci dalam penelitian ini yaitu, seorang fasilitator kelurahan (faskel) yang berperan sebagai pendamping selama berjalannya program P2KP, serta seorang koordinator BKM.

II. 4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam data menurut klasifkasi jenis dan sumbernya, yaitu:

1. Pengumpulan data primer, adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer tersebut dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Metode Wawancara (interview), yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang terkait dan memiliki relevansi terhadap masalah penelitian.

(47)

II. 5. Teknik Analisa Data.

(48)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Gambaran Umum Kelurahan Kota Bangun

Kelurahan Rambung merupakan salah satu daerah yang berada di Kecamatan Medan Deli. Kelurahan Kota Bangun sendiri memiliki luas wilayah 2.50 km2 dan luas pemukiman 1.76 km2. Selebihnya diisi dengan perkantoran, kuburan, pekarangan, taman serta prasarana umum lainnya.

Penduduk sebagai salah satu komponen pembangunan memiliki dua sisi yang sangat penting yakni, di satu sisi sebagai subyek pembangunan dan disisi lain sebagai objek pembangunan. Begitu juga jumlah yang besar merupakan sumber dari ketersediaan tenaga kerja, namun dengan penyebaran dan kualitas yang rendah justru dapat menimbulkan permasalahan kerja sendiri.

Berdasarkan data tahun 2009, penduduk Kelurahan Kota Bangun berjumlah 10. 879 jiwa, dimana umur 21 hingga 28 tahun yang paling mendominasi mengisi jumlah penduduk Kelurahan Kota Bangun ini.

(49)

Adapun kualitas pendidikan penduduk diatas yang menjadikan di Kelurahan Kota Bangun terdapat 4227 orang memiliki mata pencaharian sebagai buruh/swasta. Namun di Kelurahan Kota Bangun ini juga terdapat pegawai negeri sebanyak 27 orang, pedagang 142 orang, pengemudi becak 25orang serta banyak lagi profesi yang digeluti oleh penduduk di sini.

Apabila dilihat dari tenaga kerja Kelurahan Kota Bangun mencatat sebanyak 8437 orang warga yang bekerja dengan usia sekitar 15-60 tahun, kemudian sebanyak 1411 orang sebagai ibu rumah tangga serta 985 orang penduduk masih sekolah.

Berdasarkan data perekonomian masyarakat tahun 2009 terdapat tingkat perekembangan Kelurahan yakni sebagai berikut :

a. Pengangguran

Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 15-55 tahun) : 3525 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah : 594 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun menjadi ibu rumah tangga : 1675 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun bekerja penuh : 1820 orang Jumlah penduduk usia 15-55 tahun bekerja tidak tentu : 765 orang b. Sektor Industri : RT Pangan

Nilai total produksi : 130.000.000

Nilai input (bahan baku/penolong) : 65.000.000

Tenaga kerja : 60.000.000

c. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk tahun ini : 10879 jiwa

(50)

d. Kemiskinan

Jumlah Kepala Keluarga : 1899 Rt

Jumlah Keluarga Prasejahtera : 317 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 1 : 614 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 2 : 585 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 3 : 330 Rt

Jumlah Keluarga Sejahtera 3 plus : 53 Rt

e. Penguasaan Aset Ekonomi oleh masyarakat Aset Rumah

Tidak memiliki rumah : 830 Rt

Memiliki rumah sendiri : 715 Rt

Aset lainnya

Memiliki usaha ekonomi : 310 Rt

Tidak memiliki usaha : 1589 Rt

Aset rumah disewakan

Memiliki rumah kontrakan : 90 Rt

Tidak memiliki rumah dikontrakan : 1809 Rt Memiliki mobil

Memiliki mobil : 58 Rt

Tidak memiliki mobil : 1841 Rt

Memiliki motor

Memiliki motor : 435 Rt

Tidak memiliki motor : 1464 Rt

(51)

Jumlah RW atau sebutan lain : 0 RW

Jumlah RW kumuh : 0 RW

III.2. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

Dalam usaha mengatasi kemiskinan di daerahnya, Kelurahan Kota Bangun diketahui juga ikut dalam salah satu program penanggulangan kemiskinan yang lagi berjalan di berbagai kota saat ini. Program tersebut yakni P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). P2KP sebagai salah satu program nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka menanggulangi berbagai persoalan kemiskinan yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan melalui konsep memberdayakan masyarakat serta pelaku pembangunan lokal lainnya yang mengusung nilai-nilai universal dijadikan sebagai pengalaman baru oleh masyarakat Kelurahan Kota Bangun.

Adapun di Kelurahan Bangun, yang terlibat dalam pelaksanaan program ini yakni tersusun dalam suatu perangkat organisasi yakni Perangkat Organisasi BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat Sejahtera) yakni :

1) BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)

BKM adalah lembaga masyarakat warga, yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk bersinergi dan menjadi lembaga kepercayaan masyarakat milik masyarakat, yang diakui oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar dalam upaya masyarakat membangun kemandirian menuju tatanan masyarakat madani yang dibangun dan dikelola berlandasan berbasis nilai-nilai universal.

(52)

a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan serta aturan main (termasuk sanksi) secara demokratis dan partisipatif mengenai hal-hal yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelurahan, termasuk penggunaan dana BLM program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya ;

b) Mengorganisasi masyarakat untuk bersama-sama merumuskan visi, misi, rencana strategis, dan rencana program penanggulangan kemiskinan (pronangkis) ;

c) Memonitor, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan keputusan-keputusan yang telah diambil BKM, termasuk penggunaan dana program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.

d) Mendorong berlangsungnya proses pembangunan partisipatif sejak tahap penggalian ide dan aspirasi, pemetaan swadaya atau penilaian kebutuhan, perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga monitoring dan evaluasi.

e) Memverifikasi penilaian yang telah dilakukan oleh unit-unit pelaksana dan memutuskan proposal mana yang diprioritaskan didanai oleh dana program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya atau dana-dana lain yang dihimpun oleh BKM, atas dasar kriteria dan prosedur yang disepakati dan ditetapkan bersama ;

(53)

g) Menjamin dan mendorong peran serta berbagai unsur masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan kaum perempuan di wilayahnya, melalui proses serta hasil keputusan yang adil dan demokratis ;

h) Membangun transparansi kepada masyarakat khususnya dan pihak luar umumnya, melalui berbagai media seperti papan pengumuman, sirkulasi laporan kegiatan dan keuangan bulanan/triwulan serta rapat-rapat terbuka, dan lainnya.

i) Membangun akuntabilitas kepada masyarakat dengan mengauditkan diri melalui auditor external/independen serta menyebarluarkan hasil auditnya kepada seluruh lapisan masyarakat.

j) Melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dengan dihadiri masyarakat luas dan memberikan pertanggungjawaban atas segala keputusan dan kebijakan yang diambil kepada masyarakat.

k) Membuka akses dan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan, keputusan, kegiatan dan keuangan yang dibawah kendali BKM.

l) Memfasilitasi aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam perumusan kebutuhan dan usulan program penanggulangan kemiskinan dan pembangunan wilayah kelurahan setempat, untuk dapat dikomunikasikan, dikoordinasikan dan diintegrasikan dengan program serta kebijakan pemerintah kelurahan, kecamatan dan kota.

(54)

n) Menghidupkan serta menumbuhkembagkan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat, pada setiap tahapan dan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan dan/atau pembangunan kelurahan dengan bertumpu pada kondisi budaya masyarakat setempat (kearifan lokal) ;

o) Merencanakan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru, pengembangan ekonomi rakyat, dan peningkatan kualitas lingkungan serta permukiman yang berkaitan langsung dengan upaya – upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat miskin setempat.

p) Memfasilitasi networking (jejaring) kerjasama dengan berbagai potensi sumberdaya yang ada di sumber-sumber luar masyarakat setempat.

2) Perangkat Organisasi BKM

a) Unit Pengelola Keuangan (UPK)

1. Dipimpin oleh seorang manajer yang dipilih melalui rapat anggota BKM

2. Anggota sesuai kebutuhan

3. Tidak diperbolehkan dirangkap oleh BKM 4. Pengawasan pelaksanaan UP oleh BKM 5. Pelayanan UP berorientasi pada masyarakat

b) Unit Pengelola Sosial (UPS) dan Unit Pengelola Lingkungan (UPL)

1. Masing-masing UP berkedudukan mandiri dalam melaksanakan kegiatan dan pengelolaan dana

(55)

3. Berkewajiban memberikan informasi dan laporan perkembangan masing-masing kegiatan

4. Memberikan pertanggungjawaban berkala dan pertanggungjawaban akhir

5. Memberi masukan bagi pertimbangan keputusan BKM c) Sekretariat

1. Pelaksana operasional dan administrasi kegiatan sehari-hari 2. Maksimum 3 orang, bekerja paruh waktu

3. Tidak diperkenankan dirangkap oleh BKM atau UP 3) Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

KSM adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yakni adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama.

Tugas Pokok Dan Fungsi KSM

a. Sebagai sarana pendorong dalam proses perubahan sosial. Proses pembelajaran yang terjadi dalam KSM adalah menjadi pendorong terjadinya perubahan paradigma, pembiasaan praktek nilai-nilai baru, cara pandang dan cara kerja baru serta melembagakannya dalam praktek kehidupan sehari-hari.

(56)

c. Sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi. Jika ada permasalahan, kepentingan ataupun harapan yang berkembang di masyarakat, maka KSM dapat menampungnya, membahas dan menyalurkan kepada pihak-pihak yang relevan, dengan tetap berpijak pada hak-hak warga masyarakat yang lainnya.

d. Sebagai wadah untuk menggalang tumbuhnya saling kepercayaan (menggalang social trust). Melalui KSM, para anggota bisa saling terlihat dalam pelaksanaan kegiatan dan membagi tanggung jawab semata-mata atas dasar saling percaya. Saling percaya secara sosial ini dapat dibangun melalui cara penjaminan di antara para anggota kelompok yang telah bersepakat serta melalui rekomendasi kelompok. Ketika kelompok membangun hubungan dengan pihak lain pun, kepercayaan tersebut sebagai modalnya yang utama.

(57)

Perangkat Organisasi BKM Kota Bangun sebagai berikut :

Garis Fasilitasi Garis Perintah Garis Kemitraan

BKM Koordinator PORIAMAN HRP

SEKRETARIAT NURAINI

UPS Mariani

UPL Syahbarudin

UPK Mahfuza

LURAH

KSM/ PANITIA

KSM PANITIA

KSM

(58)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Penyajian data ini berbentuk data yang berasal dari hasil wawancara (interview) dilakukan kepada informan kunci yang terdiri dari seorang fasilitator kelurahan (faskel) serta seorang koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM); dan 9 orang Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta 2 orang tokoh masyarakat sebagai informan biasa.

IV.1. Hasil Wawancara Dengan Fasilitator Kelurahan (Faskel) Dan Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mengenai Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

1. Menurut anda, apa saja yang menjadi kendala di lapangan pada penyaluran BLM I, II, III baik pada sektor sosial, lingkungan maupun ekonomi

(59)

KK miskin, namun disini dalam aplikasi penyalurannya, terjadi kebijakan baru yakni pemerataan. Seharusnya penyaluran harus sesuai dengan prioritas kebutuhan (mendahulukan kebutuhan yang paling mendesak), namun di lapangan karena profil KK miskin Kelurahan Kota Bangun itu berbeda tipis, maka diambil kebijakan untuk pemerataan (menyamaratakan semua) saja agar tidak mengundang perselisihan. Kemudian di lingkungan (bantuan lingkungan), yang namanya kebersamaan memang sudah tergali, namun kendala terlihat dalam pengerjaannya di lapangan, misalnya dalam pembuatan parit. Nah, ini kan memakan waktu yang lama, jadi bagaimana nasib dapur keluarga masing-masing dari anggota KSM yang mengerjakan proyek lingkungan itu, sementara pengerjaannya swadaya. Disini, saya picing mata apabila tak mengurangi kualitas pengerjaan mereka.

(60)

Sedangkan di BLM III, pada penyaluran ekonomi ada sedikit kegagalan yakni dalam KSM pelatihan bengkel, dimana peserta belum bisa membedakan keinginan dengan kebutuhan. Mereka lebih mendahulukan atau mementingkan keinginan daripada kebutuhan, balik lagi disini karena kurangnya kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Kendala dibantuan sosial juga sama, yakni kurangnya kesadaran masyarakat untuk seharusnya mendahulukan mereka-mereka yang memerlukan dana paling kritis. Di lingkungan, pada dasarnya di BLM III ini dijalankan dengan baik oleh KSM–KSM setempat.

(61)

Pada BLM II, mudah-mudahan kendala tidak ada tapi satu yang disempurnakan dimana BLM II untuk bantuan lingkungan ini tidak ada biaya perawatan masyarakat. Misalnya jalan dibuat, nah setelah 2 hingga 3 bulan dipakai diharapkan masyarakat yang melanjutkannya. Untuk bantuan sosial juga tidak terkendala saya lihat, sedangkan untuk kegiatan ekonomi berjalan baik.

BLM III ini, saya rasa tidak ada kendala berarti. Sampai saat ini sudah dapat dirasakan masyarakat penyalurannya.

2. Menurut anda, apakah KSM di Kelurahan Kota Bangun ini sudah mampu menampung aspirasi masyarakat secara reprentatif dengan arah yang jelas, dapat dikontrol dan bersifat terbuka ?

(62)

saya sendiri sebagai pendamping berusaha menuntun KSM-KSM ini agar benar-benar berjalan sesuai tujuan. Dalam hal keterbukaan dapat dilihat, dengan adanya kebijakan dari KSM untuk membuat papan-papan informasi guna perincian dana-dana proyek pembangunan.

Koordinator BKM : Sebetulnya kalo katanya mewakili, KSM itu berbeda-beda karena KSM itu kan bentuknya Tridaya, namun secara umum hampir sebagian masyarakat sudah ikut di KSM berarti otomatis aspirasi masyarakat tersalurkan. Karena apabila si A ikut pada KSM BLM I, belum tentu dia juga yang mengisi KSM di BLM II. Jadi disini secara tidak langsung masyarakat yang terlibat itu dalam jumlah yang banyak. Dalam hal arah yang jelas, ya sudah pasti karena P2KP ini sendiri dikonsep dengan matang. Dikatakan dapat dikontrol, ya sudah pasti karena P2KP punya UP (Unit Pelaksana) di tiap Tridaya dan punya BKM yang kebetulan mewakili di lingkungan masing-masing. Dikatakan terbuka, pastinya transparansi itu bisa kita lihat dengan adanya papan-papan informasi mengenai biaya-biaya proyek pembangunan dan lain-lain.

(63)

Faskel : Ya, sudah menjadi wadah, karena kembali lagi bahwa kegiatan KSM itu salah satunya memberikan atau membangun sarana yang dibutuhkan publik, misalnya dalam pembuatan lampu jalan, sarana pembuangan sampah dan lain-lain. Jadi kemampuan masyarakat dalam hal ini melalui KSM, diberdayakan dalam proses pelayanan publik.

Koordinator BKM : Saya rasa karena di dalam tubuh KSM itu banyak terdapat tokoh masyarakatnya, ya jadi memang mewadahi. Karena, kebanyakan KSM itu anggota-anggotanya merupakan tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat pastinya tahu apa yang dibutuhkan lingkungan tempat tinggal mereka karena ia selalu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat. Disini nantinya akan terbaca apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. 4. Menurut anda, realisasi dari tahap KSM tersebut apakah sudah mewakili akses

bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapat ?

(64)

kecil sudah dirasakan manfaatnya dengan pembuatan jalan-jalan setapak oleh KSM lingkungan setempat.

Koordinator BKM : Kalo saya katakan 100% itu belum tapi sebagian besarnya, iya. Ya, mungkin ke depan nanti ada yang namanya sistem paket dan akan kita ubah polanya yakni kepada yang benar-benar menjadi kebutuhan yang mendesak diutamakan.

5. Menurut anda, sejauhmana partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proyek-proyek baik sosial, lingkungan maupun ekonomi.

Faskel : Keterlibatan masyarakat disini yakni partisipasi asli disamping juga terjadi partisipasi teknis didalamnya, dimana masyarakat sadar mereka ikut terlibat karena memang itu yang mereka butuhkan atau bagian dari kebutuhan mereka. Namun itu semua perlu diarahkan sehingga terjadi pengembangan menjadi partisipasi teknis.

Koordinator BKM : Saya rasa, untuk tahap I masyarakat belum mengenal kali, namun untuk tahap II dan III terjadi partisipasi asli dan teknis. Contohnya saja dengan dana yang minim di lingkungan III yakni hampir 15 juta tapi bisa atau dapat dibangun rumah. Berarti bagus sekali partisipasi atau keterlibatan masyarakat didalamnya. 6. Menurut anda, apakah melalui KSM sudah terjalin sense of community

masyarakat ?

Gambar

Tabel. I.1. Tangga Partisipasi (Leader of Participation) oleh Sherry Arnstein
Gambar 3.1. Struktur Perangkat Organisasi BKM Kota Bangun

Referensi

Dokumen terkait

: PEMBAHASAN Merupakan bab yang membahas mengenai jawaban dari fokus masalah dan menguraikan hasil penelitian yang berkaitan tentang: pendidikan seks pada anak usia pubertas

[r]

Aplikasi Web E-commerce pada Inkubator Bisnis Politeknik Negeri Sriwijaya adalah sebuah perangkat lunak e-commerce yang terdiri dari kumpulan perintah-perintah yang

Diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh gambaran mengenai kepatuhan penderita asam urat dalam mengkonsumsi obat asam urat yang dapat digunakan sebagai masukan bagi

Oleh karena itu, kerangka pemikiran merupakan kombinasi antara argumentasi teoritis dan bukti-bukti empiris atau hasil penelitian sebelumnya mengenai masalah penelitian

[r]

Pola kadar kolesterol HDL serum tikus putih pada pemberian asam nikotinat ..... Perhitungan koefisien korelasi

Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.. Menurut Hasibuan