• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tarif Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan Trayek Medan-Dolok Sanggul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Tarif Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan Trayek Medan-Dolok Sanggul"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Transportasi

Transportasi merupakan suatu jasa atau usaha dan kegiatan untuk membantu orang dan barang untuk melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Transportasi dapat diklasifikasikan menurut macam, moda dan jenisnya yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dan dari sudut teknis serta alat angkutnya (Kamaluddin:15).

1. Dari segi barang yang diangkut

Dari segi barang yang diangkut, transportasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Angkutan Penumpang. b. Angkutan Barang. c. Angkutan Pos. 2. Dari sudut geografis

Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi sebagai berikut: a. Angkutan antar benua.

b. Angkutan antar kontinental. c. Angkutan antar kota. d. Angkutan antar daerah. e. Angkutan antar pulau. f. Angkutan di dalam kota.

(2)

Dilihat dari sudut teknis dan alat angkutannya, maka transportasi dapat diklasifikasikan menurut jenisnya sebagai berikut:

a. Angkutan jalan raya atau highway transportation atau road transportation.

b. Pengangkutan rel (rail transportation).

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation). d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation).

e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation). f. Pengangkutan udara (air transportation).

II. 1. 1. Sistem Transportasi

Sistem transportasi terdiri dari angkutan muatan dan manajemen yang mengelola angkutan tersebut (Salim:8).

a. Angkutan Muatan

Sistem yang digunakan untuk mengangkut muatan dengan menggunakan alat angkut tertentu dinamakan moda transportasi (mode transportation).

Dalam pemanfaatan transportasi ada tiga yang dapat digunakan yaitu: a. Pengangkutan melalui laut.

b. Pengangkutan melalui darat. c. Pengangkutan melalui udara.

Tiap moda transportasi mempunyai sifat dan karakteristik berbeda antara yang satu dengan yang lain.

b. Manajemen

(3)

Manajemen pemasaran bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan pengusahaan di bidang pengangkutan. Selain itu bagian penjualan berusaha untuk mencari langganan sebanyak mungkin bagi kepentingan perusahaan.

b. Manajemen Lalu Lintas Angkutan

Manajemen traffic bertanggung jawab untuk mengatur penyediaan jasa-jasa angkutan yang mengangkut dengan muatan, alat angkut dan biaya-biaya untuk operasi kendaraan (Salim, 2006:8).

II. 2. Angkutan Umum

Pengangkutan umum merupakan angkutan penumpang yang diselenggarakan dengan sistem sewa atau ongkos (Ahmad Munawar, 2011 dikutip oleh Poltak Situmeang, 2008). Dengan adanya angkutan umum diharapkan dapat memberikan pelayanan yang aman, cepat, nyaman, dan murah pada masyarakat yang mobilitasnya semakin meningkat, terutama bagi para pekerja dalam menjalankan kegiatannya. Pada hakekatnya operator angkutan harus memahami pola kebutuhan, dan harus mampu mengerahkan penyediaan untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomis, diantaranya:

a. Sarana operasi atau moda angkutan dengan kapasitas tertentu, yaitu banyak orang atau muatan yang dapat diangkut.

b. Biaya operasi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menggerakkan operasi pelayanan sesuai dengan sifat teknis moda yang bersangkutan.

c. Prasarana, yaitu jalan dan terminal yang merupakan simpul jasa pelayanan angkutan.

(4)

Pengangkutan umum digolongkan dalam tiga kategori yaitu: a. Angkutan Antar Kota.

• Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP).

• Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP).

b. Angkutan Perkotaan. c. Angkutan Pedesaan.

Angkutan umum di Indonesia secara umumnya dilayani dengan bus sedang dan bus kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar, selebihnya bus besar melayani angkutan antar kota antar propinsi. Dari 10 kota metropolitan hanya 7 kota yang menggunakan kendaraan kapasitas besar (bus besar dan bus sedang), sedangkan yang lainnya didominasi oleh kendaraan berkapasitas kecil (MPU) (Poltak Situmeang, 2008).

Pada tabel 2.1 disajikan perbandingan jumlah kendaraan umum meliputi bus besar, bus sedang, bus kecil, yang melayani beberapa kota besar di Indonesia.

Tabel 2. 1. Jumlah Kendaraan Angkutan Umum Penumpang Di Kota-Kota Indonesia

Tahun 2010 No Kota Metropolitan

JENIS KENDARAAN Bus Besar Bus Sedang Bus Kecil MPU

DKI Jakarta 4064 4944 - 14204

Medan 3 4208 9667 9691

Bandung 192 12 12 5454

Surabaya 463 - - 6179

Palembang - 468 504 2015

(5)

Semarang 62 852 1 1890

Tangerang 89 - 300 2401

Depok 157 46 588 2810

0

Makassar 56 271 285 4

Sumber:BSTP Perhubungan Darat, 2010

Disamping itu, terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan oleh permintaan terhadap transportasi dan mobilitas semakin meningkat. Tabel 2. 2 menunjukkan perkembangan jumlah kendaraan menurut jenisnya dari tahun ke tahun.

(6)

2000 3,038, Sumber:Badan Pusat Statistik(diakses dari website www.bps.go.id)

II. 2. 1. Pelayanan Angkutan Umum

Pihak yang berkaitan dalam pengoperasian angkutan umum penumpang diklasifikasikan atas tiga kelompok. Ketiga pihak yang berkepentingan adalah penumpang, operator, dan masyarakat banyak (Leo, 2010 dikutip oleh Rinaldi, 2012). a. Pihak penumpang.

Menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini :

1) Ketersedian, yang mengandung arti lokasional dan temporal. Lokasional yaitu dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan sistem terminal. Temporal diwujudkan dengan frekuensi pelayanan.

(7)

3) Kecepatan (waktu perjalanan), merupakan komposisi dari 5 aspek yaitu : akses, menunggu, perpindahan, perjalanan, dan waktu keberangkatan.

4) Tarif, merupakan faktor penting bagi para penumpang, berkaitan dengan kemampuan dan kondisi sosial ekonomi penumpang yang bersangkutan.

5) Menyenangkan, merupakan konsep yang sukar karena hal ini mencakup banyak faktor yang sifatnya kualitatif dan berkaitan dengan faktor kendaraan yang bersangkutan.

6) Kenyamanan, hal ini berkaitan dengan sistem secara keseluruhan. Konsep kenyamanan ini juga bersifat kualitatif.

b. Pihak operator, menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini :

1) Cakupan wilayah pelayanan, kawasan potensial, dan aksesibilitas perlu dipertimbangkan dalam lintasan pelayanan

2) Frekuensi pelayanan yang diekspresikan dengan jumlah keberangkatan kendaraan dalam setiap satuan waktu. Headway yang teratur merupakan elemen penting untuk menarik perjalanan penumpang.

3) Kecepatan perjalanan, pihak operator dalam hal ini memperhatikan faktor kecepatan kendaraan yang dapat mempengaruhi biaya secara keseluruhan, baik terhadap bahan bakar, pemeliharaan penumpang serta untuk menarik penumpang.

4) Biaya, guna memperoleh keuntungan, pihak operator perlu menekan biaya operasi serendah mungkin dan memperoleh penumpang sebanyak mungkin. 5) Kapasitas, berupa kapasitas jalan dan kapasitas terminal yang memadai untuk

(8)

6) Keamanan, dalam hal ini pihak operator harus memberikan perhatian besar, tidak hanya untuk kemanan penumpang tapi juga untuk keamanan sistem operasi secara keseluruhan.

c. Masyarakat banyak. Persyaratan yang dituntut oleh masyarakat banyak, dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Aspek-aspek yang dimiliki meliputi : 1) Tingkat pelayanan dari angkutan umum.

2) Keberadaan angkutan umum untuk jangka waktu panjang. 3) Pengaruh terhadap lingkungan.

4) Aspek energi dan penghematannya. 5) Efisiensi ekonomi.

II. 2. 2. Trayek Angkutan Umum II.2.2.1 Jaringan Trayek

Berdasarkan Direktorat Jendral Perhubungan Darat SK 687/AJ.206/DRJD/2002, jaringan trayek adalah sejumlah trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang yang terintegrasi. Faktor yang digunakan sebagai pertimbangan dalam menerapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut:

1. Pola Tata Guna Lahan

Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang baik. Lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi. Dan juga lokasi-lokasi potensial yang menjadi tujuan berpergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan.

2. Pola Pergerakan Penumpang Angkutan Umum

(9)

angkutan umum harus direncanakan sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga perpindahan moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum yang diminimumkan.

3. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan salah satu hal yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum diusahakan sedekat mungkin mengakses wilayah tersebut.

4. Daerah Pelayanan

Sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum. Pelayanan angkutan umum harus memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan dan menjangkau semua wilayah yang ada.

5. Karakteristik Jaringan Jalan

Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik angkutan jalan meliputi geometrik, klasifikasi dan peruntukan jalan.

Hubungan antara trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat dilihat dalam Tabel 2. 3 :

Kla sifikasi Trayek

Jenis

Pelayanan Jenis Angkutan

Kapasitas

(10)

•Bus Kecil •300 - 400

Ra

nting •Ekonomi

•Bus Sedang •Bus Kecil

•Bus MPU (roda empat)

•500 – 600 •300 – 400 •250 – 300

La

ngsung •Non Ekonomi

•Bus Besar •Bus Sedang •Bus Kecil

•1.000 – 1.200 •500 – 600 •300 – 400

(Sumber : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002)

II.2.2.2 Macam-macam Jaringan Trayek

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 1993, jaringan trayek terdiri dari:

1. Trayek antar kota antar propinsi yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I. Trayek antar kota antar propinsi dan trayek lintas batas Negara diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri pelayanan yaitu sebagai berikut:

 Mempunyai jadwal tetap.

 Pelayanan cepat.

 Dilayani oleh mobil bus umum.

 Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

2. Trayek antar kota dalam propinsi yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II dalam satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I. Trayek antar kota dalam propinsi diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

 Mempunyai jadwal yang tetap.

(11)

 Dilayani oleh mobil bus umum.

 Tersedianya terminal penuumpang minimal tipe B.

 Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

3. Trayek kota yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah kotamadya Daerah Tingkat II atau trayek dalam daerah khusus ibukota. Trayek kota terdiri dari: a. Trayek utama yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:

 Mempunyai jadwal tetap.

 Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan

kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat missal.

 Dilayani oleh bus umum.

 Pelayanan cepat atau lambat.

 Jarak pendek.

 Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang.

b. Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :

 Mempunyai jadwal tetap.

 Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan

pendukung dan kawasan pemukiman.

 Dilayani dengan mobil bus umum.

 Pelayanan cepat dan lambat.

 Jarak pendek.

 Melalui tempat-tempat yang ditetapkan untuk menaikkan dan

(12)

c. Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:

 Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman.

 Dilayani dengan bus umum dan atau mobil penumpang umum.

 Pelayanan lambat.

 Jarak pendek.

 Melalui tempat-tempat yang ditempatkan untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang.

d. Trayek langsung yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :

 Mempunyai jadwal tetap.

 Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan

langsung.

 Dilayani dengan mobil bus umum.

 Pelayanan cepat.

 Jarak pendek.

 Melalui tempat-tempat yang ditetapkan untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang.

4. Trayek pedesaan yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah kabupaten Daerah Tingkat II. Trayek pedesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:

 Mempunyai jadwal yang tetap dan atau tidak terjadwal.

 Pelayanan lambat.

 Dilayani oleh mobil bus umum dan atau mobil penumpang umum.

 Tersedianya terminal penumpang minimal tipe C, pada awal

(13)

 Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

5. Trayek lintas batas negara yaitu trayek yang melewati atau melewati batas Negara. II. 3. Konsep Biaya

Biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif, alat kontrol agar dalam pengoperasian mencapai tingkat efektivitas dan efisien (Salim, 2006:43).

a. Biaya adalah sebagai dasar penentuan tarif jasa angkutan/transportasi. Tingkat tarif transportasi didasarkan pada biaya pelayanan yang terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Oleh karena itu, biaya pelayanan sebagai basis/dasar dan fundamental untuk struktur pentarifan.

b. Biaya modal adalah biaya yang digunakan untuk investasi inisial serta peralatan lainnya termasuk di dalamnya bunga uang. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi. Biaya operasional terdiri dari biaya pemeliharaan kendaraan, biaya transportasi (biaya bahan bakar, oli, upah/gaji, dan lain-lain), dan biaya umum.

c. Biaya tetap ialah biaya yang dikeluarkan tetap setiap bulannya dan biaya variabel ialah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian angkutan.

d. Biaya kendaraan merupakan jumlah biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan bakar, oli, ban kendaraan, dan suku cadang reparasi.

II. 4. Tarif

(14)

terhadap pengguna jasa atas jasa yang diberikan oleh operator (penyedia jasa). Secara ilmu ekonomi tarif biasanya terbentuk sebagai hubungan antara produsen dan konsumen, dimana aspek keseimbangan antara permintaan (supply) dan penawaran (demand) berperan penting.

Sistem pembentukan tarif jasa transportasi dapat didasarkan pada salah satu tiga cara berikut (Rahardjo, 2010:118) :

a. Sistem pembentukan tarif yang cenderung menentukan tarif terendah (cost of service pricing).

b. Sistem pembentukan tarif yang cenderung menentukan tarif tertinggi (value of service pricing).

c. Sistem pembentukan tarif yang ditentukan di antara kedua titik yang terendah dan tertinggi (“Charging What the Traffic will bear”).

a. Cost of Service Pricing

Cost of service pricing diartikan sebagai suatu sistem penentuan tarif angkutan

yang didasarkan terutama pada biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan jasa angkutan. Penentuan tarif berdasarkan biaya-biaya itu dapat diartikan pula sebagai tarif minimum yang akan dikenakan kepada para pemakai jasa angkutan untuk suatu unit jasa angkutan yang dihasilkan. Secara ekonomis, dasar pertimbangan yaitu diinginkan agar terdapat keselarasan antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan tarif yang berlaku. Permintaan perusahaan pengangkutan di atas biaya minimum yang telah dikeluarkan merupakan keuntungan.

b. Value of Service Pricing

(15)

akan jasa angkutan yang dihasilkan. Jika permintaan jasa angkutan tidak besar, maka nilai yang diberikan terhadap jasa angkutan tersebut akan rendah; sebaliknya jika keinginan masyarakat untuk memperoleh jasa angkutan bertambah besar, maka nilainya bertambah tinggi.

Penentuan tarif berdasar atas value of service pricing ini dapat disamakan dengan prinsip diskriminasi harga, yang dimaksudkan mengenakan harga yang tidak sama untuk jenis muatan yang sama. Untuk mengukur nilai jasa angkutan tersebut dapat dilihat sifat elastisitas permintaannya. Dapat ditempuh kebijaksanaan yaitu jika permintaan cukup elastis, maka tarifnya ditentukan lebih tinggi, sebab terdapat jaminan bahwa para pemakai jasa angkutan tetap bersedia membayar tarif yang lebih tinggi tersebut. Jika prinsip ini diikuti maka tarif akan selau berada pada tingkat yang tertinggi sampai batas kesanggupan para pemakai jasa angkutan bersedia untuk membayar.

c. Charging What the Traffic will bear

Menentukan tarif berdasar pada basis what the traffic will bear yaitu menentukan tarif untuk tiap muatan yang diangkut pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat memberikan sumbangan yang terbesar untuk menutupi fixed cost dan over head yang terjadi. Tarif tersebut berada diantara tarif yang ditentukan berdasar

value of service pricing dan cost of service pricing. Penentuan tarif berdasar what the

Traffic will bear adalah mencari keuntungan maksimum dalam jangka panjang berdasar

kemampuan trafik membayar harga jasa transportasi.

(16)

yang dikenakan pada pengguna jasa sedangkan struktur tarif adalah merupakan tata cara atau mekanisme bagaimana tarif tersebut dibayarkan.

Kebijaksanaan penerapan tarif angkutan yang berbeda-beda untuk jenis muatan (penumpang dan barang) dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resiko. Beberapa kemungkinan dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Pendapatan pribadi atau kemakmuran. Perbedaan sumber daya keuangan penduduk dapat mempengaruhi pengeluaran untuk perjalanan. Kelompok berpendapatan rendah lebih tertarik menggunakan kendaraan umum yang tarifnya lebih rendah.

b. Maksud perjalanan. Penduduk yang melakukan perjalanan untuk kesenangan biasanya bersedia membayar tarif yang lebih mahal dari pada perjalanan untuk keperluan-keperluan lain.

c. Umur. Penduduk kelompok umur dewasa dibebani tarif yang lebih mahal dari pada kelompok anak-anak yang dianggap masih menjadi tanggungan orang tuanya.

d. Satu arah atau perjalanan keliling. Tarif untuk perjalanan keliling biasanya lebih murah dibandingkan perjalanan satu arah atau pergi dan pulang.

e. Perjalanan rombongan atau individual. Umumnya perjalanan yang dilakukan secara rombongan besar diberikan potongan sehingga tarifnya lebih murah dari pada perjalanan yang dilakukan secara individual.

f. Urgensi perjalanan. Perjalanan yang sifatnya khusus atau mendadak tarifnya lebih tinggi dibandingkan pejalanan lainnya (Rahardjo, 2010:121).

(17)

Menurut Maringan Simbolon (2003), permintaan transportasi adalah besarnya jumlah jasa transportasi yang dibutuhkan untuk mengangkut manusia atau barang dari dan ke suatu daerah. Dalam menentukan kuantitas kebutuhan jasa transportasi (quantity services demanded) perlu diperhatikan beberapa konsep berikut:

a. Jumlah jasa angkutan yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan.

b. Jumlah yang dinginkan konsumen dipengaruhi oleh daya beli, jenis jasa angkutan, dan selera konsumen.

c. Kuantitas yang diminta menunjukkan pembelian yang diinginkan. d. Kuantitas yang diminta berbeda dengan kuantitas nyata.

e. Pembelian yang diinginkan berbeda dengan pembelian riil atau sebenarnya. Dengan demikian, jumlah yang diminta bukan merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif. Permintaan efektif ini merupakan jumlah jasa angkutan yang bersedia dibayar oleh konsumen dengan tingkat tarif tertentu. Kuantitas yang diminta ini merupakan arus pembelian jasa angkutan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kuantitas tersebut harus dinyatakan dalam satuan kursi (seat) dan trayek. Faktor yang menentukan kuantitas jasa angkutan yang diminta dapat berupa:

II. 4. 1. 1. 1. Tarif Jasa Angkutan Price Tarif

P1 A1

P0 A0

P2 A2

(18)

Dari kurva diatas dapat ditarik suatu asumsi bahwa pada saat penawaran tetap, jika harga atau tarif jasa angkutan naik, maka jumlah permintaan akan menurun, dan sebaliknya.

II. 4. 1. 1. 2. Daya Beli Masyarakat

Daya beli masyarakat ditentukan oleh tingkat penghasilan masyarakat. Permintaan terhadap jasa angkutan tergantung pada penghasilan rata-rata dan tarif jasa angkutan, serta kesediaan angkutan pengganti, baik yang bersifat subsitusi atau komplementer. Bila tarif angkutan subsitusi atau komplementer lebih rendah, maka konsumen akan beralih kepada jasa subsitusi atau komplementer, dan sebaliknya.

II. 4. 1. 1. 3. Selera Konsumen

Penggunaan kendaraan pribadi akan mempengaruhi permintaan terhadap jasa angkutan. Bila konsumen banyak menggunakan angkutan atau kendaraan pribadi, maka permintaan terhadap jasa angkutan umum akan menurun, dan sebaliknya. Aktivitas masyarakat juga mempengaruhi permintaan terhadap jasa angkutan baik pribadi maupun jasa angkutan umum.

II. 4. 1. 2. Penawaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah jasa angkutan yang ditawarkan adalah:

a. Harga atau tarif yang berlaku. b. Harga dan ketersidaan sumber daya.

c. Tujuan perusahaan (tingkat keuntungan yang hendak dicapai). d. Strategi pemasaran perusahaan.

e. Teknologi yang diterapkan.

(19)

II. 4. 2. Struktur Tarif

Struktur tarif merupakan struktur umum dari pentarifan pada suatu daerah sedangkan jenis-jenis pentarifan adalah bagaimana pengguna angkutan membayarkan tarif (ongkos) dibayarkan. Dalam menangani kebijakan tarif, struktur tarif merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan tarif. Struktur tarif terdiri dari:

II. 4. 2. 1. Tarif Seragam (Flat Fare)

Dalam sistem tarif seragam (flat fare) tarif ditentukan berdasarkan jauhnya jarak yang dapat dijangkau angkutan. Semakin besar perbedaan antara panjang jarak perjalanan rata-rata dan frekuensi terbanyak, akan semakin besar dampak yang merugikan pada penumpang jarak dekat, sedangkan penumpang jarak jauh menikmati biaya perjalanan yang menguntungkan, pada kenyataannya sistem tarif ini jarang diterapkan.

Tarif (Rp)

Jarak (km) Gambar 2. 2. Tarif Seragam

II. 4. 2. 2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance-Based Fare)

(20)

merupakan penyederhanaan dari sekumpulan formula untuk mencapai hasil perhitungan yang lebih kasar, kumpulan biaya mungkin masih menemukan kesulitan karena frekuensi panjang perjalanan yang paling besar selalu relatif pendek di dalam sektor angkutan lokal. Oleh karena itu, biaya kilometer hanya cocok digunakan untuk angkutan kota hanya dalam kondisi terkendali dan tidak dapat digunakan pada hari yang padat.

Tarif (Rp)

Jarak (km) Gambar 2. 3. Tarif Berdasarkan Jarak

II. 4. 2. 3. Tarif Bertahap

(21)

Tarif (Rp)

Jarak (km) Gambar 2. 4. Tarif Bertahap

II. 4. 2. 4. Tarif Berdasarkan Zona

Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap. Daerah pelayanan pengangkutan juga dapat dibagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat jalan melintang dan melingkar, panjang jalan ini harus dibatasi dengan membagi zona-zona ke dalam sektor-sektor. Kerugian akan terjadi bagi penumpang yang hanya melakukan suatu perjalanan jarak pendek di dalam dua zona yang berdekatan, mereka harus membayar ongkos untuk dua zona. Kerugian ini dapat diimbangi dengan memberlakukan zona tumpang tindih atau skala tarif yang dapat dipakai untuk dua zona.

Tarif (Rp)

Jarak (km) Zona A

Zona B

(22)

II. 4. 3. Pembentukan Tarif

Pembentukan tarif angkutan umum merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan banyaknya variabel yang mempengaruhi dan melibatkan berbagai pihak. Pihak yang dimaksud seperti penumpang, operator dan pemeritah sebagai regulator yang bertindak sebagai penengah diantara keinginan penumpang dan operator. Keinginan penumpang untuk mendapatkan tarif yang murah dan terjangkau akan berlawanan dengan tarif yang diinginkan oleh operator. Untuk itu dalam penentuan tarif awal maupun penyesuaian tarif diperlukan suatu kajian yang terukur yang merupakan jalan tengah antara keinginan konsumen dan operator angkutan umum.

Dalam ilmu ekonomi tarif terjadi pada saat jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan atau yang disebut keseimbangan (equilibrium). Equilibrium terjadi jika tidak terdapat kelebihan permintaan maupun kelebihan penawaran. Kelebihan penawaran mendorong turunya harga, sedangkan kelebihan permintaan mendorong kenaikan harga.

Tarif jasa transportasi di atur oleh departemen teknis (Perhubungan) setelah mendapat persetujuan dari legislatif. Formula perhitungan didasarkan pada tarif Pokok.

Tarif Pokok = ����� ����������� ���������

���� ������ � ��������� (����)

...(2.1)

Tarif = (Tarif Pokok x Jarak Rata-rata) + 10 % ………(2.2)

II. 4. 4. Tarif Angkutan Bus Antar Kota

(23)

untuk menggeneralisasikan semua tarif angkutan penumpang antar kota tersebut. Dasar-dasarnya berlainan, tergantung pada sifat geografis dari jasa angkutan, yaitu apakah di dalam kota atau antarkota yang relatif jarak jauh. Disamping itu, tarif dapat berbeda menurut status pelayanan jasa angkutan penumpang, yaitu apakah mereka dikoordinasikan dengan jenis angkutan lainnya ataukah beroperasi sebagai usaha pemberian jasa secara bebas sendiri. Selain dari itu variasi dalam tarif angkutan juga tergantung pada apakah jasa angkutan bus itu beroperasi dengan bersaing langsung dengan usaha angkutan penumpang lainnya atau tidak demikian.

Di Indonesia tarif angkutan bus antarkota ini dibedakan menurut wilayah-wilayah, dimana terdapat tiga regional, yaitu regional I, regional II, dan regional III yang dasar tarifnya per penumpang-km ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan tarif angkutan untuk penumpang secara operasionalnya di dalam masing-masing propinsi pada ketiga wilayah (regional) tersebut ditetapkan oleh gubernur kepala daerah yang bersangkutan dengan memperhatikan patokan tarif dari pemerintah pusat. Dalam hubungan ini penetapan struktur dan golongan tarif angkutan, pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan.

Jadi pada satu pihak, pemerintah menetapkan tarif angkutan yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Pada lain pihak, dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif angkutan, badan penyelenggara angkutan menetapkan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan perkembangan badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan/pengembangan jaringan angkutan yang bersangkutan.

(24)

Tabel 2. 4. Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar Kota Dalam Propinsi Kelas Ekonomi di Jalan Dengan Mobil Bus Umum di Sumatera Utara.

TARIF (Rp/pnp-km)

BATAS ATAS BATAS BAWAH

139 86

Sumber: Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009

II. 4. 5. Kebijakan Pemerintah

Pemerintah dibidang transportasi bertujuan untuk mengatur, membina dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan transportasi sehingga penyelenggaraan pengangkutan dikuasai oleh pemerintah.

II. 4. 5. 1. Kebijaksanaan Institusi

a. Untuk mewujudkan sistem perhubungan yang seimbang dan terpadu maka pengembangan sektor perhubungan perlu koordinasi.

b. Peranan swasta dan koperasi dalam pengadaan sarana perhubungan perlu ditingkatkan.

c. Segenap kegiatan perusahaan atau badan usaha yang bergerak disektor perhubungan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu antara lain berbadan hukum sesuai dengan jenis usahanya, jumlah dan umur kendaraan yang dimiliki, tingkat pelayanan dan lain sebagainya.

(25)

II. 4. 5. 2. Kebijaksanaan Tarif

Kebijaksanaan tarif merupakan salah satu bagian dari kebijakan angkutan yang berkaitan dengan berbagai kebijaksanaan lain dibidang angkutan. Pihak yang terkait langsung dengan kebijakan ini adalah operator angkutan dan masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan. Dari sudut pandang pengusaha angkutan, penentuan tarif yang diatur dalam kebijakan pemerintah sangat menentukan besarnya pendapatan perusahaan sedangkan untuk pengguna jasa angkutan tarif merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat pelayanan angkutan.

Pemerintah dalam menentukan besarnya tarif angkutan memperhatikan pertimbangan besarnya biaya operasi kendaraan yang harus ditanggung oleh pengusaha. Selain itu pemerintah juga ikut bertanggung jawab dalam mempertahankan kesejahteraan operator dengan jalan menetapkan jumlah kendaraan yang dapat melayani rute angkutan tertentu melalui perizinan trayek, sehingga jumlah penumpang yang diangkut tidak berada dibawah jumlah yang menjadi batas minimum penentuan besarnya tarif angkutan. Penetapan tarif oleh pemerintah dianggap sebagai metode yang dapat digunakan didalam pengendalian pelayanan angkutan. Adapun tujuan pengendalian tarif oleh pemerintah diantaranya adalah :

a. Untuk melidungi kepentingan pemakai jasa angkutan.

b. Untuk melindungi kepentingan pengusaha dengan memberikan jaminan keuntungan yang wajar bagi pengusaha.

c. Bersama-sama dengan kebijakan yang lain menciptakan stabilitas pemasaran jasa angkutan.

(26)

Pemilikan pemerintah dapat meningkatkan tarif angkutan yang lebih rendah karena adanya beberapa penghematan-penghematan. Akan tetapi, sering kali hal ini tidak disebabkan oleh faktor manajemen yang efisien melainkan karena adanya berbagai fasilitas dan keringanan yang terdapat pada pihak perusahaan pemerintah sendiri.

Pemilikan pemerintah dalam usaha bidang transportasi sering kali adanya penetapan tarif yang relatif rendah untuk maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk mendorong terjadinya desentralisasi penduduk, mempercepat kemajuan peradaban daerah-daerah tertentu, meringankan industri-industri yang sedang berkembang.

Penetapan tarif dalam usaha angkutan milik pemerintah dapat ditiadakan penetapan tarif yang besifat diskriminatif yang tidak pada tempatnya. Penetapan tarif secara diskriminatif diawasi melalui peraturan-peraturan pemerintah bahkan melarang atau membatasi adanya diskriminasi dalam penetapan tarif angkutan, dalam hal diskriminasi yang tidak beralasan atau tidak wajar.

II. 5. Biaya Operasional Kendaraan

Biaya operasional kendaraan merupakan parameter penting dalam pengoperasian suatu kendaraan pada kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu. Berdasarkan pertimbangan ekonomi, diperlukan kesesuaian antara besarnya tarif. Dalam hal ini pengusaha mendapatkan keuntungan dan dapat menjamin kelangsungan serta perkembangan usaha jasa angkutan umum yang dikelolanya. Komponen biaya operasi kendaraan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

II. 5. 1. Biaya Tetap (Standing Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang dalam pengeluarannya tetap tanpa tergantung pada volume produksi yang terjadi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan menjadi:

(27)

Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan nilai kendaraan karena berkurangnya umur ekonomis. Biaya penyusutan disebut juga biaya depresiasi dapat diperlakukan sebagai komponen dari biaya tetap, jika masa pakai kendaraan dihitung berdasarkan waktu. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Biaya Penyusutan = (�� − ��)/(������)

……..….………..(2.3) Keterangan:

HK = Harga Kendaraan (rupiah) NR = Nilai Residu (rupiah) PST = Km tempuh (km)

II. 5. 1. 2. Biaya Bunga Modal

Para pengusaha angkutan antar kota dalam propinsi sebagian besar memilih sistem pemilikan kendaraan dalam sistem kredit beserta bunga yang harus dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Pembayaran kredit ini dilakukan dengan cara membayar dengan jumlah tertentu dan tetap setiap tahun, yang terdiri dari pembayaran kembali baik bunga maupun pinjaman pokok sekaligus. Untuk menghitung pembayaran kembali biaya modal kendaraan maka digunakan rumus:

Biaya Bunga Modal = (�+ 1)/2 � (��� 75% ��)/(�����)

…………...(2.4)

Keterangan:

N = masa pinjaman (tahun)

(28)

II. 5. 1. 3. Biaya Pajak Kendaraan Bermotor (STNK)

Biaya PKB/STNK = (0,5 ��)/���

……….(2.5)

II. 5. 1. 4. Biaya KIR Bus

Biaya KIR Bus =(�������������ℎ��������)/���

………..(2.6)

II. 5. 1. 5. Biaya Asuransi Kendaraan

Biaya Asuransi Kendaraan =(2,5% ���)/��� ………...(2.7) II. 5. 2. Biaya Tidak Tetap (Running Cost)

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Biaya tidak tetap disebut juga biaya variabel dimana biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan saat beroperasinya kendaraan. Komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya tidak tetap yaitu:

II. 5. 2. 1. Biaya Awak Bus Biaya awak bus terdiri dari:

a. Susunan awak kendaraan (supir dan kondektur) b. Gaji dan Tunjangan

Biaya awak bus didapat dari penjumlahan susuna awak kendaraan dengan gaji dan tunjangan dibagi dengan per seat tahun (PST). Secara matematis:

Biaya Awak Bus = (��������������ℎ��)/���

(29)

II. 5. 2. 2. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)

Penggunaan Bahan Bakar Minyak secara umum tergantung dari jenis kendaraan dan kapasitas kendaraan. Biaya tersebut diperoleh dari:

Biaya BBM = (�����������������ℎ���)/���

………...(2.9) II. 5. 2. 3. Biaya Ban

Biaya Ban = (��������������)/(������ℎ���������������������)

……..(2.10) II. 5. 2. 4. Biaya Pemeliharaan Kendaraan

Biaya pemeliharaan kendaraan terdiri dari biaya service, overhaul, penambahan oli mesin, cuci bus, penggantian suku cadang, dan pemeliharaan body. Besar biaya pemeliharaan kendaraan merupakan akumulasi dari biaya tersebut.

II. 5. 2. 5. Biaya Retribusi Terminal

Biaya Retribusi Terminal = ��������� ���ℎ���������

�����ℎ���

………(2.11)

II. 5. 3. Biaya Overhead

Menurut Rahmatang Rahman (2012), biaya overhead dapat diketahui melalui 2 cara yaitu:

a. Menghitung 20-25% dari jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. b. Menghitung biaya overhead secara terperinci yaitu menghitung biaya

(30)

Dalam penelitian ini digunakan dengan cara menghitung 20-25% dari jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Secara matematis dihitung dengan rumus:

Biaya Overhead = (Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap) x (20-25%) ………..(2.12)

Biaya operasional kendaraan dapat ditinjau dari dua sisi tergantung dari sistem hubungan kerja antara pengusaha sebagai pemilik kendaraan dengan sopir (kru kendaraan). Diantaranya adalah biaya operasional kendaraan sistem gaji dan biaya operasional kendaraan sistem setoran. Bila hubungan kerja dengan sistem setoran dimana sopir harus memberi setoran dengan jumlah yang telah disepakati maka biaya operasional kendaraan menjadi beban sopir untuk operasional kendaraan tersebut.

II. 6. Biaya Operasional Kendaraan Sistem Setoran

Menurut Daniels (1974) dikutip oleh Muhammad Isya dkk (2011) mengemukakan bahwa sistem ini merupakan hubungan antara pengusaha sebagai pemilik armada kendaraan dengan sopir sebagai patner kerja, dimana pihak sopir mempunyai kewajiban memberikan setoran uang dengan jumlah tertentu kepada pemilik kendaraan setiap kali kendaraan dioperasikan. Dalam hubungan kerja semacam ini beban operasional kendaraan menjadi tanggung jawab pihak sopir sepenuhnya. Adapun beban biaya operasional kendaraan tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya tetap dan tidak tetap.

(31)

biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya ditambah pula dengan besaran keuntungan yang diharapkan. Biaya tidak tetap besarnya sangat dipengaruhi dengan kondisi kendaraan pada saat beroperasi, diantaranya: Bahan Bakar Minyak (BBM), konsumsi, retribusi, oli, karet rem, penghasilan sopir dan kru kendaraan.

II. 7. Penelitian Sebelumnya

Muhammad Isya dkk (2011) dalam Teras Jurnal, Vol 1, No. 2, menganalisis penentuan tarif angkutan umum minibus lintas Lhokseumawe – Banda Aceh. Beberapa variabel yang dianalisis meliputi: analisa biaya pokok pelayanan yang merupakan besaran Biaya Operasional Kendaraan (BOK), evaluasi terhadap kemampuan dan keinginan membayar bagi masyarakat pengguna jasa angkutan (ability to pay and willingness to pay), dan evaluasi tarif angkutan umum.

Sri Widari (2010) dalam tugas akhirnya menganalisis tarif angkutan pedesaan berdasarkan biaya operasi kendaraan. Analisa tarif angkutan ditujukan untuk mengetahui besarnya biaya operasional kendaraan dan tarif berdasarkan hasil hitungan BOK serta perbandingan tarif BOK dengan tarif yang berlaku dilapangan. Dalam tugas akhir tersebut juga diteliti mengenai kemampuan membayar Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP).

Ranto Gultom (2009) dalam tugas akhir dikemukakan bahwa sangatlah tepat kalau dikaji bagaimana tingkat pelayanan itu bisa menjadi sangat rendah sekarang ini, sehingga diperlukan peninjauan kembali tarif angkutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian tersebut juga melakukan perbandingan antara tarif yang ditetapkan oleh pemerintah dengan biaya operasional kendaraan yang dikeluarkan.

(32)

dihitung komponen-komponen Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada bus AKDP, selanjutnya ditarik kesimpulan dari perhitungan BOK apakah operator angkutan mendapat keuntungan atau merugi.

Gambar

Tabel 2. 1. Jumlah Kendaraan Angkutan Umum Penumpang Di Kota-Kota
Table 2. 2. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun
Tabel 2. 3 :
Gambar 2. 1. Hubungan Tarif dengan Permintaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisis regresi linear sederhana adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.. Pendugaan

Faktor dari konsep constructability pada tahap detail desain tingkat penerapan di lapangan yang paling dominan menurut para developer adalah: biaya total proyek perumahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa, secara umum persepsi kontraktor terhadap LC adalah penerapan prinsip LC untuk proyek konstruksi. LC pada tahapan konstruksi

konstruksi adalah berkaitan dengan jadual proyek serta biaya yang

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara karakteristik konsumen dengan sikap konsumen produk fashion di Matahari Departement Store Yogyakarta..

Merupakan kegiatan pembinaan kepada Pemerintahan Nagari dalam rangka pengelolaan keuangan nagari di Basa Ampek Balai Tapan dengan jumlah pagu anggaran yang tersedia

Untuk menghasilkan total biaya pengiriman yang minimum, kita dapat memecahkan masalah transportasi ini dengan menggunakan Metode North West Corner (NWC) untuk menghasilkan solusi

[r]

[r]

[r]

[r]

[r]