• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karbon dan Perubahan Tutupan Lahan

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C”

dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama

pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari

organisme hidup merupakan karbon. Karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan

laut) daripada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk

makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen

seperti fosil tumbuhan dan hewan. Jumlah karbon yang berasal dari makhluk

hidup sebagian besar bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan,

maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan

yang terjadi (Manuri dkk., 2011).

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan, baik itu pada

permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

(2)

Sementara itu, penelitian terhadap tumbuhan bawah di hutan rakyat oleh

Sianturi (2004), mengemukakan bahwa walaupun karbon tumbuhan bawah relatif

kecil dibanding dengan simpanan karbon tegakan hutan, namun keberadaannya

tidak dapat diabaikan karena berpengaruh terhadap biomassa total dan

pembentukan unsur hara tanah. Besar potensi karbon tumbuhan bawah dan

serasah dipengaruhi oleh umur tegakan, penutupan tajuk dan cara pengelolaan

hutan.

Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi

ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomassa (Kauffman dan Donato,

2012). Penggunaan lahan dan perubahan tutupan/penggunaan lahan merupakan

salah satu faktor utama penyebab terjadinya emisi karbon di Indonesia. Metode

estimasi emisi secara garis besar ada dua yaitu stock difference (selisih cadangan

karbon) dan gain and loss (dengan flux dan flow) (IPCC, 2006).

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat

dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad

renik. Kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah menyebabkan

kerusakan hutan yang berakibat pada karbon yang tersimpan dalam biomassa

hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara

melalui fotosintesis hutan ikut berkurang. Hal ini telah memicu tuduhan bahwa

kerusakan hutan telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman

dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.

(3)

tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan

organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya C pada setiap lahan perlu

dilakukan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Menurut Wahyunto dkk. (2001), mendefenisikan perubahan penggunaan

lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke

penggunaan yang lainnya, diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan

yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu

lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan memiliki

dampak potensial besar terhadap lingkungan fisik dan sosial.

Selanjutnya Soemarwoto (2001), menjelaskan bahwa proses perubahan

tataguna lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata guna lahan dari

berbagai tahun sehingga diketahui tingkat kerusakan suatu hutan. Pertumbuhan

jumlah penduduk yang meningkat, mengakibatkan banyak hutan yang ditebang

dan diubah menjadi ladang pertanian, peternakan dan permukiman. Kondisi ini

menyebabkan penyusutan luas hutan, sehingga terjadi pemanasan global dan lebih

jauh terjadi perubahan iklim.

Penelitian yang dilakukan oleh Monde dkk. (2008), menyebutkan bahwa

alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian menunjukkan adanya penurunan

kadar C organik tanah. Lahan hutan memiliki kandungan bahan organik tinggi

karena adanya suplai bahan organik yang terus-menerus dari vegetasi hutan

sehingga terjadi penumpukan. Kondisi stabil tersebut memungkinkan dekomposisi

bahan organik berlangsung secara alami, sebaliknya pada lahan pertanian proses

(4)

Hal ini dapat dipahami karena dengan terbukanya lahan, maka suhu meningkat

sehingga laju dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat.

Prakteknya di lapangan, alih fungsi lahan banyak menimbulkan masalah

terutama terjadinya kerusakan hutan. Mulai dari kesuburannya yang menurun,

karbon yang tersimpan dalam hutan akan terlepas ke atmosfer. Terlepasnya

karbon berarti menambah kandungan gas rumah kaca, antara lain metana dan

karbondioksida membuat panas matahari terperangkap di atmosfer yang berakibat

suhu bumi meningkat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim

(Maladi, 2013).

2. 2. Perhitungan Biomassa dan Metode Allometri.

Stok biomassa dihitung dari penjumlahan biomassa individu-individu

pohon dalam suatu areal dengan satuan ton per hektar. Untuk mendapatkan

informasi stok biomassa diperlukan data hasil inventarisasi pengukuran dimensi

pohon-pohon dalam plot dan persamaan allometri untuk mengkonversi dari nilai

dimensi pohon ke dalam biomassa. Data stok biomassa tersebut dikelompokkan

ke dalam biomassa di atas permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah

(akar), dan komponen biomassa lain yang berasal dari tumbuhan bawah,

nekromasa dan serasah, dan disajikan menurut tipe hutan, lokasi dan umur

tegakan (Masripatin dan Wulandari, 2010).

Lokasi penelitian berupa kawasan konservasi dan tidak boleh dilakukan

penebangan (metode destruktif), oleh karena penentuan volume tanaman atau

besaran biomassanya dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan yang

(5)

estimasi besaran biomassa tersebut, disebut juga persamaan allometri. Persamaan

allometri didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara

pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau

ukuran dari keseluruhan organisme. Studi biomassa hutan/pohon dalam

persamaan allometri digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon

(diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan

(Sutaryo,2009).

Persamaan allometri lokal disusun dengan metode destruktif atau dengan

cara ditebang dan merupakan kegiatan yang memakan waktu dan biaya. Namun

penggunaan persamaan allometri lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai akan

meningkatkan keakurasian pendugaan biomasa. Pengukuran biomasa pohon

dengan menggunakan allometri, membutuhkan data lapangan yang diukur pada

plot utama. Data yang dikumpulkan dari tiap plot adalah : diameter pohon setinggi

dada (dbh), tinggi pohon, nama pohon dan berat jenis pohon.

( Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keakuratan/

keterandalan persamaan allometri untuk menduga stok biomassa :

1. Data pohon-pohon sampel yang digunakan untuk menyusun persamaan allometri

ditebang dan diukur, dan harus mencakup berbagai ukuran dalam populasi dan

mewakili distribusi kelas ukuran. Sampel dari pohon-pohon berukuran besar

sangat penting karena pohon besar umumnya mengandung proporsi biomassa

yang tinggi dalam tegakan. Tingkat akurasi yang tinggi juga diperlukan dalam

(6)

kemudian sub sampling setiap komponen untuk mendapatkan berat kering di

laboratorium.

2. Penggunaan persamaan allometrik untuk mengkonversi data inventarisasi.

Persamaan allometri seharusnya tidak digunakan untuk menduga biomassa diluar

rentang data/ukuran pohon yang digunakan untuk menyusun persamaan.

Persamaan allometri seringkali diturunkan dari persamaan logaritmik (untuk

memenuhi persyaratan keabsahan kesimpulan secara statistik). Untuk menghitung

biomassa pohon, persamaan logaritmik tersebut harus ditransformasi kembali ke

unit asal; ekstrapolasi akan menimbulkan bias yang besar.

3. Keterwakilan plot-plot inventarisasi. Dugaan stok biomassa yang representatif dari

stuatu tipe hutan di lokasi tertentu memerlukan jumlah dan ukuran plot

inventarisasi yang memadai untuk mencakup keragaman spasial. Plot seluas 1 ha

cukup memadai untuk mencakup pohon-pohon berukuran besar dan tua yang

umumnya tersebar jarang dalam tegakan. Plot seluas 0,1 ha mungkin memadai

untuk pohon-pohon muda dalam tegakan seumur. Rancangan plot harus mewakili

distribusi kelas ukuran dalam populasi, lokasi plot harus dipilih secara acak, atau

dalam rancangan acak bertingkat (Wibowo, 2010).

2.3 Tumbuhan Bawah.

Menurut Indriyanto (2006) komponen tumbuhan penyusun suatu vegetasi

umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shurb) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan

memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

(7)

3. Paku – pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki

rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana rhizoma tersebut keluar dari tangkai

daun.

4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu atau berumput yang

tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti

kayu atau belukar.

5. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai

rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya meiliki bunga yang mecolok,

tinggnya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang

kadang-kadang keras.

6. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu

batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

Untuk pengukuran biomasa tumbuhan bawah, dilakukan destructive

sampling dengan pengambilan sampel sebanyak 300 gram untuk analisa berat

kering di laboratorium dengan suhu 70°C – 85°C hingga mencapai berat konstan.

Pengukuran palem dan liana tidak diatur dalam SNI. Tumbuhan bawah relatif

tidak menyimpan kandungan karbon yang besar. Karenanya, diperlukan metode

Referensi

Dokumen terkait

Lahan yang luas dengan topografi gabungan antara laut dan perbukitan, Desa Sumberkima mendirikan berbagai fasilitas untuk menunjang kehidupan masyarakat desa, diantaranya adalah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta analisis datayang diperoleh dari kelas VII C MTs Negeri Kota Batu tahun pelajaran 2019-2020, dapat

[r]

World Health Organization (2011) Health

Menghadapi era globlisasi yang penuh dengan tantangan dan perubahan, Universitas Muhammadiyah Jakarta menyiapkan lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master

Hasil temuan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pada ROE, EPS, Current Ratio, Ebit Margin, dan Net Profit Margin sebelum dan sesudah merger

Permasalahan yang di angkat pada penelitian ini adalah bagaimana kelayakan instalasi listrik rumah tinggal di atas umur 15 tahun di Desa Berok Kecamatan Koba Kabupaten