• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah PERKEMBANGAN ISLAM DI KAWASAN GE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah PERKEMBANGAN ISLAM DI KAWASAN GE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN ISLAM DI KAWASAN

‘GERSANG’ DI NUSANTARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Maisyanah, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Kelompok 4

1. Zulfia Kholifah (1510310003) 2. Agustina (1510310009) 3. Anis Rufaidah (1510310035)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN TARBIYAH ( PGMI )

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di Kabupaten Blora terdapat suku yang memiliki sifat khas yang mungkin berbeda dengan suku yang lainnya. Suku yang sangat berpegang teguh pada ajaran nenek moyangnya dengan sikap ajaran sikep yang dibawa oleh Raden Kohar dapat menarik perhatian masyarakat Blora terutama di Desa Klopoduwur. Samin masuk ke Desa Klopoduwur pada tahun 1890 yang hanya dalam waktu singkat dapat memiliki banyak pengikut ajaran tersebut. Kemudian seiring waktu berlalu, agama Islam mencoba untuk masuk ke dalam masyarakat suku Samin tersebut guna meluruskan akidah mereka. Selanjutnya sedikit demi sedikit ajaran agama Islam pun mulai dapat diterima oleh masyarakat suku Samin di daerah tersebut.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas secara singkat mengenai Islamisasi suku Samin di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjar

Rejo, Kabupaten Blora.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal-usul suku Samin Surosentiko di Kabupaten Blora? 2. Apa saja pokok-pokok ajaran dari suku Samin Surosentiko?

3. Bagaimana sejarah perkembangan Islam suku Samin Surosentiko di Desa Klopoduwur?

4. Bagaimana analisis penerapan perkembangan Islam suku Samin Blora di desa Samin Kudus?

(3)

C.Tujuan Penulisan

1. Mengetahui asal-usul suku Samin di Kabupaten Blora.

2. Mengetahui pokok-pokok ajaran dari suku Samin Surosentiko.

3. Mengetahui sejarah perkembangan Islam suku Samin di Desa Klopoduwur. 4. Mengetahui analisis dari perkembangan Islam suku Samin Blora di desa

Samin Kudus.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A.Asal-Usul Suku Samin di Kabupaten Blora

Masyarakat Samin muncul pertama di Blora ketika masa Hindia Belanda. Saat itu, Raden Surowijoyo, anak Bupati Tulungagung, Raden Adipati Mas Suryo (RAMS) Brotodiningrat Kusumaningrum ingin bergabung (lelono/ayam alas) dengan masyarakat, meninggalkan kadipaten menuju Desa Plosokediren, Kecamatan Randublatung, Blora, Jawa Tengah untuk melawan Belanda. RAMS Brotodiningrat memerintah di Kadipaten Sumoroto (sekarang di wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur). Perjuangan Ki Surowijoyo diteruskan oleh putranya, Raden Kohar atau Samin Anom atau Ki Surosentiko yang dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Plosokediren, Blora.1

Istilah Samin merupakan julukan bagi masyarakat yang memegang ajaran Ki Samin Surosentiko. Meskipun orang Samin lebih senang dipanggil sedulur sikep. Istilah Samin diplesetkan oleh masyarakat dengan kata „nyamen‟. Kata

ini diidentikkan dengan perbuatan yang menyalahi tradisi. Kata „samin‟

memiliki pengertian „sama‟ yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejahteraan. Kelompok Samin menamakan diri sedulur Sikep dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, komunitas Samin mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Komunitas ini dipimpin seorang petani, Ki Samin Surosentiko (Raden Kohar). Ki Samin merupakan pujangga Jawa pesisiran pasca-Ronggowarsito yang menyamar sebagai petani. Dalam penyamarannya, Ki Samin menghimpun kekuatan melawan Belanda. Pada tahun 1890 Ki Samin mengembangkan ajarannya di Desa Klopoduwur, Blora. Pada tahun 1905 setelah pengikut banyak, Ki Samin melawan Belanda.

1

(5)

Dampak dari perlawanannya, warga Samin dianggap kelompok pembangkang oleh Belanda dan anggapan ini meluas pada masyarakat. Kedua,

julukan „Samin oleh aparat desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro tahun

1903-1905 (sebagai embrio Samin pertama) karena tindakan Samin menentang aparat desa (di era penjajahan Belanda) dengan tidak membayar pajak dan memisahkan diri dengan masyarakat. Bentuk penolakan itu memunculkan kata

nyamin. Ketiga, sebagai sarana menjalin komunikasi dengan sesama penganutnya dan pihak yang membutuhkan informasi yang disimbolkan penamaan diri. Secara filosofi bahwa munculnya kelahiran kehidupan manusia

berawal dari proses “sikep” atau berdekapan (Jawa: bentuk hubungan seksual

suami-istri) atau proses menanak nasi secara tradisional adalah melalui proses

“nyikep”. Keempat, kata „sikep‟ merupakan cara melawan atau menghindari

penamaan dengan kata „samin‟. Hal ini akibat konotasi negatif yang dilekatkan

pada kata Samin selama bertahun-tahun, terutama ketika wacana Saminisme makin dipisahkan dari semangat gerakan perlawanan petani. Pemasungan kata

„samin‟ dan „saminisme‟ dari konteks sejarah perlawanan merupakan dampak

kebijakan politik kebudayaan dan hegemoni developmentalisme pada rezim Orde Baru.2

Ajaran Samin diwariskan secara oral tradition (sabdo tanpo rapal, ajaran yang tidak tertulis) berbentuk prinsip hidup dan pantangan hidup. Karakter khasnya adalah hidup di pedesaan dan sebagai petani, kekhasan ini pun mengalami perubahan karena memenuhi kebutuhan hidupnya.3

B.Pokok Ajaran dari Suku Samin Surosentiko

Samin sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan nilai-nilai etika, dalam realitanya memang memegang teguh pada prinsip hidup yang bersifat hubungan horisontal (manembah) yang esensinya mengakui diri bahwa ada yang lebih tinggi yakni Tuhan (Yai).

2

Ibid, hlm. 69-71.

3

(6)

Ajaran tersebut berupa jujur, ikhlas, sabar, nrimo, tidak iri hati, tidak benci kepada siapapun, dan tidak ingin merugikan siapapun. Hal tersebut merupakan aplikasi prinsip dan pantangan hidup kesaminan.

1. Pertama, jujur. Kejujuran dianggap sebagai kunci menggapai ketenteraman hidup di manapun dan kapanpun.

2. Kedua, ikhlas. Konsep ikhlas muncul diawali dari prinsip bahwa „semua

adalah saudara‟ sehingga muncul gaya hidup (life style) yang bersifat

permisif dan egaliter. Dengan motto dhuwekku yo dhuwekmu, dhuwekmu yo dhuwekku, yen dibutuhke sedulur yo diikhlaske (milikku juga milikmu, milikmu juga milikku, jika dibutuhkan ya diikhlaskan). Fondasi keikhlasannya berpijak dari prinsip barang apek ora usah diketok-ketokno, tetep apik. Konsep ini menumbuhkan sikap saling tolong menolong tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun (ikhlas).

3. Ketiga, lakonana sabar (jalani hidup dengan sabar). Orang Samin juga punya acuan figur bernama Puntadewa. Raja Amarta di dunia pewayangan merupakan tipikal orang yang sabar, jujur, pantang berbohong, dan selalu

berkata apa adanya.

4. Keempat, nrimo. Sifat ini diwujudkan dalam konsep ajarannya berupa konsep takdir. Konsep ini mengilhami generasi Samin yang belum mengaktifkan diri dalam pendidikan formal atau memakai jilbab, mereka hanya nrimo untuk tidak iri karena berprinsip kono-kono, kene-kene. Maksudnya, apa yang diperbuat orang lain itu haknya dan tidak lantas mengikutinya.

5. Kelima, tidak iri hati dan tidak benci kepada siapapun. Konsep ini terilhami dari konsep Samin dalam prinsip hidup berupa ora srei-drengki terhadap siapapun. Hal ini berpijak dari harapannya untuk tidak menimbulkan konflik dengan sesamanya.

6. Keenam, tidak ingin merugikan siapapun. Konsep ini berpangkal dari

prinsip dasar hidup Samin berupa “ora panesten-dawen” terhadap siapapun.

(7)

Perilaku tersebut pada dasarnya adalah wilayah pribadi, sehingga kebenaran dan perilaku sangat pribadi tidak dapat „dipotret‟, jika tak interaktif dengan kehidupannya dalam frekuensi rapat.4

Konsep ajaran Samin yang diikuti para pengikutnya adalah tidak bersekolah, tidak memakai peci tetapi memakai iket yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa zaman dahulu, tidak berpoligami, tidak memakai celana panjang dan hanya memakai celana selutut, tidak berdagang, dan menolak segala bentuk kapitalisme.

C.Sejarah Perkembangan Islam Suku Samin di Desa Klopoduwur

Komunitas Samin dalam beragama, berprinsip aku wong Jowo, agamaku Njowo (aku orang Jawa, agamaku Njowo yakni Adam). Kata Adam bagi warga Samin diberi makna kawitan atau pisanan yakni orang pertama yang mengetahui alam dunia. Proses transformasi ajarannya sabda tanpa rupa (ajaran tidak tertulis) dengan dasar syahadat panetep lan panoto agama. Agama Adam bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama yang dibawa sejak lahir. Esensi

dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan” (tandeke neng pengucap) dan diwujudkan dengan aktivitas yang baik. Agama iku gaman, adam pengucape (agama Adam merupakan senjata hidup).5

Islam seharusnya tidak dalam bentuk tindakan saja, karena Islam yang sesungguhnya adalah Islam secara ucapan, Islam secara tindakan, dan kesesuaian hati. Marimba bertutur bahwa manusia yang dikehendaki pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian muslim.

Sedangkan pada ungkapan lain, Muhammad Munir Mursi menyebutkan

insan kamil. Artinya semua manusia memang dididik oleh pendidikan agama Islam untuk menjadi pribadi yang jujur, secara ucapan maupun tindakan. Ajaran dari Samin Surosentiko ini mengajarkan tentang kejujuran secara ucapan serta perbuatan.

4Ibid

, hlm. 88-89.

5

(8)

Seperti halnya ajaran Samin yang dipaparkan dalam koran Suara Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa mari kita menyimak ajaran panca sesanti, panca paniten, panca wawaler, dan panca walika. Kemudian empat panca ini termasuk kategori angger-angger (peraturan) pangucap, dan pratikel (perilaku) dengan kata lain kandhakna apa anane.

Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian dengan melakukan observasi sementara dan wawancara terhadap salah satu orang Samin hasilnya mereka mengakui bahwa agama yang mereka peluk adalah Islam, sejak agama Islam itu sendiri diturunkan. Bukti secara hukumnya adalah dengan menunjukan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Orang Samin sudah masuk Islam terlebih dahulu, dengan perilakunya yang ramah-tamah terhadap siapapun, memiliki pandangan yang positif terhadap siapa saja.

Suku Samin memang menjadi sebuah wacana tidak asing lagi untuk didengar, karena keberadaan mereka yang memiliki sifat ikhlas, narimo, dan tidak ingin merugikan siapa pun. Konsep ikhlas muncul diawali dari konsep

bahwa “semua adalah saudara”. Orang-orang yang bertamu di kampung Samin akan diterima dengan baik dan akan disambut dengan penuh penghormatan selayaknya penghormatan sebagai tamu di dalam agama Islam.

Pemberian penghormatan kepada tamu sangat diperhatikan seperti memberikan suguhan yang terbaik, menemani berbincang-bincang dengan penuh keramahan. Konsep ikhlas ini juga bisa disebut dengan narimo, sifat

“narimo” ini diwujudkan dalam konsep ajarannya yang identik dengan takdir. Sehingga konsep ini mengilhami anak-anak generasi Samin jika melihat rekan-rekannya bersekolah formal mereka hanya narimo untuk tidak “meri” karena berprinsip kono-kono, kene-kene. Artinya bahwa orang lain berhak melakukan apa saja yang diinginkan, kita tidak perlu untuk ikut-ikutan dan orang Samin tidak akan menganggunya selama dia juga tidak diganggu.

(9)

budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim. Ada beberapa slametan yang dilakukan oleh masyarakat Samin.

Sifat gotong-royong warga Samin memang menjadi sebuah tradisi. Hidup masyarakat Samin Blora saling berdampingan dengan masyarakat sesama Samin, maupun masyarakat sekitar. Karena keaktifan warga masyarakat Samin dalam gotong-royong dapat dijadikan tauladan bagi warga lainya.

Tidak ketinggalan juga untuk masalah organisasi intern, masyarakat Samin aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi intern maupun masyarakat. Tidak dapat dipungkiri hidup bermasyarakat harus bersosialisasi, oleh sebab itu masyarakat Samin ini memandang bahwa harus mengikuti beberapa oraganisasi masyarakat seperti pada hari tertentu (Jum‟at). Bagi warga Samin

Blora, setiap hari Jum‟at di pendopo sedulur sikep diadakan perkumpulan yang rutin dilakukan.

Prinsip ajaran Samin memang masih berlaku atau masih diaplikasikan oleh masyarakat Samin sampai pada saat ini menjadi sebuah dasar masyarakat Samin dalam melakukan hubungan bermasyarakat.

(10)

Suku samin khususnya di Dusun Karangpace memandang dunia pendidikan sebagai wahana untuk perubahan sosial. Pendidikan memang menjadi sebuah alat atau fasilitas utama untuk melakukan perubahan. Dalam dunia ini ada beberapa aspek kehidupan, demikian juga dalam suatu masyarakat. Karena mereka berpandangan bahwa tidak ada pendidikan yang sia-sia dan dapat dilakukan di manapun dan kapanpun artinya bahwa orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang yang tidak terdidik sehingga kelak tidak akan menjadi manusia yang sia-sia yang artinya menjadi manusia yang bermanfaat. Dan pendidikan tidak hanya ada di bangku sekolahan saja melainkan pendidikan dapat dilakukan di mana saja tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Kemudian orang Samin di Dusun Karangpace memulai perubahan sosial mereka dengan mengawali dari menyekolahkan anak-anaknya dengan tujuan anak-anaknya dapat melakukan perubahan terhadap aspek-aspek kehidupan. Ketika masih kecil dibekali dengan pendidikan, kelak dewasa akan menjadi manusia yang bermanfaat terhadap diri, keluarga, dan masyarakat sekitar.

Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti halnya

untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa Klopoduwur (Suku Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian mereka belum menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat menghargai muslim yang taat dan selalu membantu dan menyukseskan program yang berkaitan dengan aktivitas dakwah Islam, seperti membangun masjid, musholla, madrasah, pengajian.

(11)

Hal yang dibuktikan juga dengan aktivitas keagamaan, masyarakat melakukan aktivitas keagamaan hampir sama dengan yang dilakukan desa-desa tetangga di antaranya majelis ta'lim, yang meliputi kelompok pengajian bapak-bapak, kelompok pengajian ibu-ibu. Majelis ini terbagi ke dalam masing-masing dukuh dan kegiatannya berupa arisan, tahlil, dan mujahadah mingguan, serta untuk bulanan mujahadah bersama dengan menghadirkan ustadz-kyai untuk mengisi.

Salah satu pendidikan non-formal yang sudah berdiri adalah Taman Pendidikan al-Qur`an TPQ “Al-Kautsar” Klopoduwur. Dengan pendidikan non-formal anak-anak muslim di tingkat TPQ diharapkan dapat meningkatkan wawasan keislaman dan kemampuan membaca al-Qur`an para peserta didik. Melalui pendidikan ini, insya Allah akan dihasilkan anak-anak muslim yang mau dan mampu berinteraksi dengan al-Qur`an. Walaupun hanya dengan modal keikhlasan dan semangat siar Islam dari para pendidik, kemudian Taman Pendidikan al-Qur`an TPQ “Al-Kautsar” mengalami perkembangan yang pesat. Dengan adanya TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal

perkembangan Islam, akan tetapi masih terkendala dalam hal pendanaan.

Bukan hanya TPQ saja, terdapat pula madrasah diniyyah takmiliyah “Al

-4. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan 5. Pengajian selapanan

6. TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur`an) 7. Madrasah Diniyyah

6

(12)

Selain itu, terdapat masjid yang menjadi wakaf dari Mbah Samin Engkrek di

jalan Randublatung Klopoduwur Blora dengan nama Masjid “Baitul Hadi”.

Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan Islam sudah semakin pesat di wilayah yang mayoritas masyarakatnya Samin. Dan terdapat pula tokoh agama dan pengajar Al-Qur`an Klopoduwur Blora yaitu KH. Hahmad Rais Fanani. Dengan demikian, sudah jelas bahwa Islam mengalami perkembangan yang begitu pesat di daerah Samin Blora.7

D.Analisis Penerapan Perkembangan Islam Suku Samin Blora di Desa Samin Kudus

Berdasarkan materi di atas penulis dapat menganalisis perkembangan Islam suku Samin Blora di desa Samin Kudus. Beberapa budaya Samin Kudus yang merupakan hasil dari proses adaptasi budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim di antaranya adalah slametan kelahiran, slametan khitanan/sunatan, slametan pernikahan, slametan kematian.8

Sama halnya dengan Samin di Blora, masyarakat Samin Kudus juga aktif

dalam melaksanakan organisasi intern pengikutnya pada hari tertentu (Sabtu malam) bagi warga Samin Kaliyoso pimpinan Bpk. Wargono sedangkan Samin Kaliyoso dan Larekrejo keluarga Bpk. Sumar melaksanakannya setiap Minggu Pahing secara rutin dengan tujuan merekatkan persaudaraan.9

Di bidang pendidikan, warga Samin Kudus masih belum mau terbuka untuk menempatkan anaknya bersekolah di sekolah formal, apalagi di lembaga pendidikan yang berbendera agama. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar di desa Samin Kudus didirikan sebuah lembaga pendidikan agama seperti halnya di Blora, dengan diiringi pemahaman mengenai pendidikan agar masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima hal ini.

7

(13)

Selain itu, dapat pula dengan menempatkan beberapa ahli ilmu agama di sekitar sana yang kemudian dilanjutkan dengan usaha pembangunan lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama. Dan masih banyak lagi bidang-bidang lain yang tentunya perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan pemahaman keislaman di kawasan Samin Kudus.

Adapun masyarakat di kota Kudus hendaknya menerapkan ajaran-ajaran suku Samin yang mengedepankan nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari, agar tercipta suatu kehidupan yang sejahtera dan harmonis, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Samin. Kita hanya perlu memfilter apa saja yang hendak kita serap bagi kelangsungan hidup kita. Dengan cara menyerap hal-hal baik, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat yang bermoral dan bersahaja.

E.Ibrah yang dapat diambil dari Penerapan Perkembangan Islam Suku Samin Blora di Desa Samin Kudus

Adapun ibrah yang dapat diambil dari penerapan perkembangan Islam suku Samin Blora di desa Samin Kudus adalah sebagai berikut:

1. Memahami kearifan lokal dan tetap menghargainya 2. Menjunjung tinggi toleransi tanpa menggoyahkan akidah

3. Meneladani nilai-nilai etika untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

4. Selalu berpandangan luas dalam menghadapi segala sesuatu 5. Menjadi cermin untuk memacu kehidupan yang lebih baik

6. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskipun Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan

(14)

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

Istilah Samin merupakan julukan bagi masyarakat yang memegang ajaran Ki Samin Surosentiko. Meskipun orang Samin lebih senang dipanggil sedulur sikep. Istilah Samin diplesetkan oleh masyarakat dengan kata „nyamen‟. Kata

ini diidentikkan dengan perbuatan yang menyalahi tradisi. Kata „samin‟

memiliki pengertian „sama‟ yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejahteraan.

Samin sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan nilai-nilai etika, dalam realitanya memang memegang teguh pada prinsip hidup yang bersifat hubungan horisontal (manembah) yang esensinya mengakui diri bahwa ada yang lebih tinggi yakni Tuhan (Yai). Ajaran tersebut berupa jujur, ikhlas, sabar,

nrimo, tidak iri hati, tidak benci kepada siapapun, dan tidak ingin merugikan

siapapun. Hal tersebut merupakan aplikasi prinsip dan pantangan hidup kesaminan.

Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti halnya untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa Klopoduwur (Suku Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian mereka belum menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat menghargai muslim yang taat dan selalu membantu dan menyukseskan program yang berkaitan dengan aktivitas dakwah Islam, seperti membangun masjid, musholla, madrasah, pengajian.

(15)

Ada beberapa kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai berikut:

1. Yasinan 2. Tahlilan 3. Muslimatan

4. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan 5. Pengajian selapanan

6. TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur`an)

Madrasah Diniyyah

Adapun ibrah yang dapat diambil dari penerapan perkembangan Islam suku Samin Blora di desa Samin Kudus di antaranya adalah dapat lebih memahami kearifan lokal dan tetap menghargainya, menjunjung tinggi toleransi tanpa menggoyahkan akidah, meneladani nilai-nilai etika untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, selalu berpandangan luas dalam menghadapi segala sesuatu, menjadi cermin untuk memacu kehidupan yang lebih baik, dan terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskipun Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan

syari‟at Islam.

B.Penutup

(16)

DAFTAR PUSTAKA

digilib.iainsalatiga/model-pendidikan-Islam-suku-samin.pdf diakses pada 29 April

2016, pukul 10.00 WIB.

digilib.uinsby.ac.id/6441/9/Daftar%20Pustaka.pdf diakses pada 29 April 2016,

pukul 10.15 WIB.

Rosyid, Moh. 2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosyid, Moh. 2012. Perlawanan Samin. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta. Rosyid, Moh. 2012. Studi Komparatif Konsep Ketuhanan Islam dan Agama Adam

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dapat dikatakan bahwasannya nilai lokal ataupun kearifan lokal bagi setiap suku bangsa dan etnis di Indonesia ini adalah merupakan kebenaran dan kebijakan yang

Menurunnya kesadaran masyarakat sekitar danau akan kearifan lokal sebagai unsur yang mendukung kehidupan, menyebabkan hilangnya ciri khas dari suku Gayo di

Dengan memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka saya dapat menyelamatkan skripsi dengan judul Perkawinan Masyarakat Suku Samin Di Kabupaten Blora

Sebagai bagian dari industri kuliner di tengah laju modernitas, rumah makan Sunda di Bandung tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi ciri khas

Abstrak: Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia telah lama muncul, demikian halnya dengan Kearifan lokal merupakan salah satu dasar penetapan hukum Islam, hal

Adapun bentuk-bentuk kearifan lokal yang dilakukan masyarakat untuk tetap menjaga keasrian Danau Toba adalah tidak membuang limbah di sekitar Danau Toba, mengurangi hasil

Sedangkan nilai kearifan lokal pada kawasan sekitar Danau Toba itu sendiri sudah mulai luntur sebagai contoh nilai-nilai kearifan lokal budaya suku Batak membuat fungsi Danau

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk kearifan lokal di SDN Kemuningsari Lor 02 Kecamatan Panti Jember di antaranya dapat ditemui pada pemanfaatan alam, kearifan lokal dalam