• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan UTS Teologi Moral Keluarga 201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ringkasan UTS Teologi Moral Keluarga 201"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

STFT WIDYA SASANA MALANG

Teologi Moral

Keluarga

Ringkasan Persiapan UTS

(2)
(3)

PENGANTAR

Langkah pembahasan:

1. Data Nonteologis dilihat dr aspek Bio-Psiko-Sosio-Spiritual. 2. Sorotan Teologis didasari KS, Tradisi (Teologi &

Magisterium), Akal budi.

3. Argumentasi, Penilaian, Sistematik

4. Soal2 Keluarga, Perkawinan, Sexualitas di luar & dlm

perkawinan

“Keluarga” termasuk bbrp implikasi  sexualitas & perkawinan krn ketiganya saling terkait. Tema yg dibahas ttg keluarga, perkawinan & sexualitas saling berkaitan & sulit dipisahkan.

1)Keluarga berdasarkan perkawinan

2)Perkawinan dilihat dlm perspektif keluarga & meliputi sexualitas

3)Sexualitas adl nilai dasar yg amat tinggi krn mrpk aktualisasi pasutri, sekaligus non-aktualisasi bgi yg tdk menikah.

BAB I – PENEGASAN

PSL 1 – PENJERNIHAN & PEMERTEGASAN

Berbagai faktor yg mengakibatkan perbedaan muatan ungkapan/istilah:

1) Istilah yg termasuk idiom atau kebiasaan yg berbeda menurut tempat & waktu, bahkan perorangan, apalagi jk gengsi pakar ingin orisinil.

2) Aliran atau perguruan tinggi yg berbeda. 3) Negara atau tempat yg berbeda.

4) Zaman yg berbeda.

5) Proses perkembangan & kemajuan yg berbeda.

Isi jg terkait dg pemahaman. Pengisian judul atau sebutan atau istilah tak begitu sj, tpi berhubungan dg pemahaman (yg dpt bermacam2), shg dr judul itu dpt ditarik kesmpulan ttg

pemahaman.

(4)

Keluwesan & Keterbukaan  kesediaan utk perubahan (dlm batas2 ttt, bkn sikap yg mudah digoyahkan), baik yg

menyangkut revisi di masa lampau maupun perkembangan di masa depan.

Relativitas  relativitas posisi & argumentasi yg mendasarinya dpt menghindari absolutisme (kecenderungan utk memutlakkan) dlm kesadaran akan keterbatasan diri sendiri yg terbuka bgi pendapat lain.

Problem Tak menentu / Kurang pasti:

1) Fleksibilitas dpt mjd lahan subjektivitas & sikap manasuka, plin-plan.

2) Posisi kurang pasti & terbuka tak selalu menguntungkan, krn jg menimbulkan sikap ragu2, & tak jarang diperlukan

kepastian.

3) Tak jarang feksibilitas itu menjadikan kabur, shg diskusi & dialog dipersulit, sedangkan diskusi atau dialog perlu utk internalisasi & perkembangan.

PSL 2 – PERKAWINAN &/ KELUARGA

“Pernikahan” kiranya lebih dipakai utk menerjemahkan bahasa Inggris “wedding”, sedangkan “perkawinan” utk “marriage”.

Apa tepatnya bahan teologi moral keluarga? Perkawinan / Keluarga?

Perlunya lebih eksplisit dan lebih banyak ttg keluarga

1) UU RI No. 32 Th. 2009 ttg Perkembangan Kependudukan & Pembangunan Keluarga Sejahtera yg dlm psl 1 ayat 6 mengenakan istilah “keluarga” jg pd pasutri perkawinan tanpa anak.

2) Pastoral keluarga: Dewan Kepausan Utk Keluarga, Komisi Keluarga KWI, Komisi Keluarga Keuskupan, Sexi Keluarga Paroki

3) Dimensi teologis: Perkawinan atau keluarga multidimensional, Keluarga sbg realitas eklesial (ecclesia domestica), Keluarga sbg agen sosial, Keluarga yg terancam pelbagai bahaya.

(5)

Teologi moral  Sejarah teologi moral lebih eksplisit membahas tema perkawinan dp keluarga. Dlm tradisi diadakan perbedaan (bkn pemisahan) “matrimonium in feri” (peneguhan, awal perkawinan) & “matrimonium in facto esse” (hidup perkawinan, keluarga). Jadi, membahas perkawinan jg membahas keluarga sbg perkembangan perkawinan yg mjd dasar utk keluarga.

Hukum Grj  hukum Grj memang lebih berminat akan “matrimonium in feri” (peneguhan perkawinan), shg jg dlm KHK 1983 kan. 1063 ttg reksa pastoral tiga paragraf menyangkut persiapan peneguhan perkawinan (“matrimonium in feri”) & hny satu paragraf menyangkut hidup perkawinan & keluarga (“matrimonium in facto esse”). Perhatian hukum Grj akan perkawinan & keluarga memang jg terarah pd awal hidup perkawinan & perkawinan yg retak dlm soal keabsahan perkawinan, tpi utk itu justru menelusurinya sampai awal peneguhan perkawinan. Paus JPII berseru dlm Familiaris consortio: “Hai keluarga, berkembanglah mjd keluarga yg dicita2kan”.

Rumah tangga  idiom utk keluarga & menyangkut generasi. Tpi lebih mengarah pd Keluarga dr sudut ekonomis atau yg hidup dlm satu atap.

PSL 3 – SEXUALITAS

Sexualitas = Konstitusi eksistensial mns; beda dg

Aktualisasi sexual = Pilihan bntk hidup dg hak mewujudkan potensi

SEXUALITAS Manusiawi terdiri atas Peran faktor bio-psiko-sosio-spiritual & Termasuk konstitusi (susunan kodrati) mns.

Perwujudan atau penampilan bisa Normal atau tak normal menurut persyaratan pakar &/ Grj dan pemahaman kebanyakan atau lazim

Sexualitas dikatakan tak normal jika:

(6)

3) Persentase kecil; masuk keluar daftar psikiatri ttg. ”mental disorder”. Internasional (Kesepakatan PBB), Amerika (DSAM) & Indonesia.

Aktualisasi Sexual tjd dlm Perkawinan & keluarga. Bntk hidup tanpa aktualisasi sexual mis. Imamat selibater atau Kaul kemurnian dlm tarekat.

Keadaan khusus jk aktualisasi sexual tak mungkin atau tak dikehendaki

Pembedaan I: Sexualitas & aktualisasi sexual

Sexualitas  sifat hakikitiap mns yg tampil dlm jenis kelamin

♂ atau ♀, meski ada yg jenis kelaminnya tak jelas atau berorientasi sexual kurang lazim bila dibanding kebanyakan org & perlu analisis tersendiri. Tiap mns punya kemampuan sexual yg dpt atau tdk dpt diwujudkannya.

Pembedaan II: Sexualitas dlm arti orientasi sexual

 Dpt tjd org mengubah orientasi sexualnya dg bantuan kedokteran.

Pembedaan III: Bntk hidup perkawinan/klrg dg aktualisasi sexual  bebas memilih bntk hidup dg aktualisasi sexual, mis. dlm perkawinan.

Pembedaan IV: hidup selibat & kaul kemurnian tanpa aktualisasi sex

1. Mns bebas utk ditahbiskan mjd imam selibater & dg demikian memilih bntk hidup tanpa aktualisasi sexual: hukum selibat

2. Mns bebas memeluk bntk hidup tanpa aktualisasi sexual: kaul kemurnian kebiaraan.

Pembedaan V: Non-aktualisasi sexual dlm bntk hidup dg aktualisasi

Sexual yg krn perpisahan suami-istri (jarak, sakit) tak dpt dilangsungkan.

Pembedaan VI: Non-aktualisasi sexual krn:

1. Status tak menikah umumnya

(7)

Pembedaan VII: Non-aktualisasi sexual sukarela, meskipun memilih bntk hidup dg hak atas aktualisasi sexual

PSL 4 – PENDEKATAN HOLISTIK & TUGAS INTEGRASI MODEL BPS (Bio-, Psiko-, Sosio-)

1. Biomedical Model  Analisis, pendekatan, paradigma, model mrpk metode, tpi mengandaikan pemahaman ttt. “Biomedical model” dirasa terlalu reduksionistis & diganti model BPS yg dianggap lebih holistik.

2. Model BPS lebih holistik krn tujuan & keprihatinan kita adl pandangan utuh menyeluruh, jg perkawinan, keluarga & sexualitas.

Pendekatan kebenaran dilakukan dg Analisis & Sintesis melalui Eksperimen & Pemanfaatan. Jg ttg Psikosomatis

mis. Pengalaman baik pasien atau dokter menunjukkan kaitan berbagai aspek, khususnya jiwa-raga shg muncul istilah ‘psikosomatis’ yg mjd istilah kedokteran. Ini hny gejala & cara pandang ttt, mis. dlm kedokteran, tpi mjd lambang utk kebenaran yg lebih luas. Bisa dilihat juga aspek Imanen & Transenden.

Perlunya Inklusivitas dlm masyarakat majemuk agar

Argumentasi dpt dipahami kalangan berkeyakinan lain dan terbentuk kesepakatan sejauh perlu dituangkan dlm bahasa hukum. Dlm ruang publik perlu adanya kebersamaan minimal tanpa menghilangkan ciri khas masing2.

FILSAFAT membantu penalaran sbg pemersatu yg bersifat integratif.

BAB II ASPEK

BIO-Pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual berkaitan tak terpisah antar aspek2.

(8)

biologisnya) tak kunjung selesai, & banyak gejala tak dpt dijelaskan.

Moral katolik tak hny reaktif, tpi jg antisipatif, mis. memberikan rambu2 nilai2 kemanusiaan yg hrs dijunjung

tinggi dlm penelitian. Kesulitan lain, perbedaan taraf pengetahuan di bidang ini, shg bahan ini bgi sejumlah org masih cukup baru, sedangkan bgi org lain mjd pengulangan.

PSL 5 – PERAN ASPEK BIOLOGIS

 Sbg substrat & Sbg aspek

PSL 6 – FAKTOR PERTUMBUHAN Hukum pertumbuhan

Sex mns juga bertumbuh. Hal ini mrpk faktor penting krn mempengaruhi tahap2 berikutnya. Grj Katolik cenderung

mengacu pd pandangan esensialistis dp eksistensialistis-dinamis. Ini berpengaruh pd pemahaman sexualitas yg mengikutsertakan faktor biografs. Bukankah sexualitas bayi, anak, remaja, dewasa, nenek berbeda?

Faktor biografs

Dlm tradisi sbg tujuan sexualitas atau lebih tepat aktualisasi sexual dsbt prokreasi, meskipun aktualisasi sexual bayi, anak & nenek tdk mengarah ke situ. Pembedaan antara “per se” utk prokreasi & “per accidens” kiranya kurang mengindahkan faktor biografs ini.

Identitas atau orientasi sexual

Faktor pertumbuhan (& perkembangan) jg mempengaruhi identitas (jatidiri) atau orientasi (kecenderungan) sexual seseorang.

Umumnya tdpt klasifkasi sexual (♂ - ♀), meskipun dpt tjd pelbagai hal yg kurang sesuai dg kategori ttt dlm klasifkasi itu, mis. bila ssorg tak krasan dlm tubuhnya yg menggolongkannya pd jenis kelamin ttt.

a. Heterosexual  ketertarikan pd lawan jenis kelamin

b. Homosexual  ketertarikan pd jenis kelamin yg sama.

c. Bisexual  keterarikan pd kelamin yg sama maupun lawan jenis

d. Asexual  tak tertarik oleh jenis kelamin mana pun.

(9)

Gejala yg tak sesuai dg ukuran normal dimasukkan dlm daftar gangguan kejiwaan. Tpi dlm perkembangan kategori ttt bisa dikeluarkan. Pertanyaannya adl: apakah gejala itu beralih dr deviasi ke variasi (bntk yg dpt diterima masyarakat)? Apakah penilaian masyarakat (yg dr sejarah ternyata sering berubah) dpt dipakai mjd ukuran?

KHUSUS: ASPEK BIOLOGIS FAKTOR PERTUMBUHAN DLM SEX

1. Hukum pertumbuhan jg di bidang sex

Mns adl makhluk sexual yg tumbuh & berkembang, jg menurut aspek biologis sexualitasnya. Maka dr itu sebaiknya sexualitas tdk dibahas scr abstrak lepas dr faktor biografs, tpi menurut tahap perkembangannya. Memang dpt ditanyakan tahap perkembangan mana yg mjd tolok-ukur, mis. kemampuan utk prokreasi atau kemampuan lain.

Faktor penentu aspek biologis jenis kelamin 1) Kromosom: XX ♀, XY ♂

2) Gonade, kelenjar kelamin: indung telur ♀, buah zakar ♂ 3) Hormon: Banyaknya & proporsi hormon kelamin

4) Anatomi, genital: alat kelamin

5) Morfologi

Identitas atau orientasi sexual (tak hny dr sudut biologis)

1) Heterosexualitas 2) Homosexualitas 3) Bisexualitas 4) Asexualitas

Faktor perkembangan sebelum kelahiran

Sex & sexualitas tak sekali jadi utk selamanya & selalu sama, melainkan menjalani proses perkembangan seiring dg perkembangan mns sendiri.

Semula serupa dan Kemudian tjd proses diferensiasi

PSL 7 – PERAN HORMON SEXUAL

(10)

Sejumlah pakar sexologi menganjurkan utk tdk memakai istilah hormon sexual yg spesifk ♀ atau ♂, agar jangan menimbulkan salah paham seolah2 ada hormon spesifk &

spesifk ♂, meskipun ahli endokrinologi semula mengira begitu. Jadi, kerja hormon yg mengakibatkan indung telur menghasilkan sel telur & buah zakar menghasilkan sel sperma tak boleh disimpulkan ada hormon sexual spefsik ♀ &

♂.

Hormon sexual ♀: terutama estrogen & gestagen Hormon sexual ♂: androgen, terutama testosteron

PSL 8 – SIKLUS SEXUAL

Meskipun kelihatannya lebih menyangkut ♀, krn relasi timbal balik jg mjd urusan ♂, & dg demikian tanggung jawab bersama. .

Keterangan perkaranya baca diktat.

Sexualitas bersifat korelatif, shg meskipun siklus langsung berkaitan dg ♀, jg ♂ terkena.

Kesimpulan moral  Siklus ♀ jg menyangkut kesimpulan moral, mis. KBA. yg diajarkan Grj umumnya, & Humanae vitae (1968) khususnya.

PSL 9 – EROGENITAS

 eroginitas tdk masuk kegiatan sexual yg mendatangkan kenikmatan, tpi syarat yg memungkinkannya & sering mjd desakan mencari kenikmatan yaitu bagian2 tubuh yg peka

rangsangan & mjd salah satu sumber kenikmatan . “Salah satu” berarti masih ada faktor lain.

Umumnya, kulit yg penuh dg syaraf yg dpt dirangsang. Secara Spesifk ada 1) Daerah pubik Genitalia 2) Bibir 3) Mulut 4) Mata 5) Dada 6) Jari jemari 7) Kaki 8) Hidung 9) Pundak 10) Atas kepala

SALAH SATU SUMBER KENIKMATAN

(11)

 ketika penghargaan thd makna personal meningkat, faktor kenikmatan sexual jg dibenarkan dlm relasi pasutri.

Masalah  dpt “disalahgunakan”. mis. zinah atau sakrilegi pelanggaran kaul kemurnian. Tak jarang utk mencari kenikmatan segala cara diambil, tak hny membujuk, umbar janji, mendesak & memaksa, tpi bahkan sampai tindak kejahatan. Pemerkosaan adl pelanggaran HAM besar2an atau

dlm peperangan tak jarang perkosaan jg dipakai utk merendahkan org.

PSL 10 – RESPONS SEXUAL

Respons sexual bkn hny biologis, tpi jg kejiwaan & kemasyarakatan. Pembahasan biologis soal ini dpt diangkat krn dasar2nya dianggap ada dlm biologi sexualitas. Ada bukti

kekeliruan diskriminasi ♀ pd abad2 lalu, sekaligus

pembebasan ♀ dr pandangan & perlakuan salah berabad2.

(William Masters & Virginia Johnson, Human Sexual Response, 1966).

Tahap-tahap

Proses pd ♂ & ♀ mengikuti pola fsiologis yg serupa, yakni: Tahap I : Kegairahan, keterangsangan (Excitement phase)

Tahap II : Kegairahan penuh (Plateau phase) Tahap III : Orgasme (Orgasmic phase)

Tahap IV : Kembali (Resolution phase)

PASAL11 – ASPEK MEDIS & HIGIENIS Tanggung Jawab

1. Atas diri sendiri  Org wajib bersikap hati-hati jangan terkena penyakit, & kiranya baik jg mengusahakan deteksi dini (“sadari”) agar penyembuhan penyakit, mis. kanker, jangan terlambat

2. Atas mitra  Org bertanggungjawab utk tdk menularkan penyakit kpd org lain, dlm PMS efek “pingpong” bisa tjd. Sexualitas dr sudut biologis mrpk bagian dr keadaan yg lebih umum, maka gangguan kesehatan & higiene lebih umum jg berpengaruh atas bagian, maka diperlukan perawatan & higiene umum itu.

(12)

Pelbagai Ilmu Perilaku Umumnya

Ciri khas manusiawi menyangkut 2 hal, yakni paham moral sendiri (A) yg dlm ilmu2 perilaku kurang dilihat dlm

kekhasannya krn dilihat bersama dg hewan. Ciri khas manusiawi jg menyangkut paham sexualitas (B) yg kendati banyak keserupaan dg hewan bersifat khas manusiawi. Kebersamaan maupun keserupaan mns & binatang hrs diakui, tpi jg ciri khas kemanusiaan tak boleh diabaikan.

Ciri Khas Manusiawi Sexualitas Mns

1. Sexualitas mns jg tergantung pd substrat biologis sbg perangkat yg diperlukannya, tpi jg mengatasi kategori biologis.

2. Sexualitas mns mjd tugas pemanusiaan bgi mns yg adl makhluk miskin naluri (Arnold Gehlen) & butuh budaya atau kelembagaan.

Aspek Sosiobiologis, Ethologis & Behaviorisme

Sosiobiologi  cabang ilmu perilaku mengacu evolusi. Meneliti dasar2 biologis perilaku sosial. Biososiologi

bagian sosiologi membahas institusionalisasi perilaku sosial.

Ethologis  bagian biologi perilaku meliputi mns & binatang, tetangga psikologi, morfologi, anatomi, fsiologi.

Behaviorisme  kebersamaan & keserupaan perilaku mns & binatang.

PENDEKATAN

1. Kebersamaan & keserupaan mns & binatang tak usah disangkal.

2. Bahaya reduksi mns mjd taraf kebinatangan, bila ciri khas kemanusiaan kurang diperhastikan.

BAB III ASPEK PSIKO-PSL 12 – MNS: ROH, JIWA. RAGA

ROH Substansi, bkn aspek, tpi makhluk. Kematian dipahami sbg perpisahan antara badan yg mati, & roh yg baka (tak dpt mati, bkn anugerah adikodrati, identitas).

(13)

JIWA-RAGA Kesatuan yg bkn dua bagian, tpi dua aspek.

Psikosomatis

adl. raga yg berdampak pd jiwa & sebaliknya.

Model Kejiwaan: 1. Pikiran 2. Afektivitas (Perasaan yg berlangsung lama & emosi yg singkat.)

HIDUP BERKELUARGA jg menyangkut soal kesatuan roh, jiwa & raga. Pola relasi dpt berubah seiring perkembangan masing2.

Hidup bersama yg begitu erat sepanjang hidup jg disertai perkembangan jiwa-raga. Bgmn hubungan ini dihayati jg tergantung pd tempat & waktu, & terutama mrk sendiri uang menjalaninya.

Hubungan roh, jiwa raga amat relevan utk aktualisasi seksual. Aktualisasi sexual yg baik ikut mempengaruhi seluruh suasana dlm keluarga yg pd gilirannya jg dpt mempengaruhinya.

PSL 13 – IDENTITAS & ORIENTASI SEXUAL

Identitas (jatidiri)  Terarah pd org itu sendiri b. Urusan org itu sendiri

Orientasi (relasional: keterahan)  Terarah pd org lain.

Preferensi (kecenderungan)  keterarikan tak eksklusif pd jenis kelamin ttt yg disukai. Bs mendekati bisexualitas tanpa identik dgnya.

Determinasi  Pengertian Memilih/menentukan sendiri. Tak bisa Dlm arti itu determinasi tak dpt dibenarkan & tak mungkin.

MORAL KATOLIK menyerap & menilai & hasilnya disosialisasikan dlm Pernyataan dlm dokumen Grj atau pernyataan yg belum defnitif.

(14)

oleh kaum nonkatolik yg tdk menerima Grj Katolik sbg instansi moral.

PSL 14 – FAKTOR PERKEMBANGAN

Mns tumbuh & berkembang tak hny dr sudut biologis, tpi jg dr sudut psikologis. Faktor perkembangan ini tentu paling mengedepan pd anak yg mencakup keduanya: tak hny tumbuh dr sudut biologis, tpi jg psikologis. Selain tentu sj banyaknya kasus penyalahgunaan anak dlm pertumbuhan dg pelbagai kejahatan spt pedofli, pornograf anak-anak. Diharapkan pertumbuhan pd semua meskipun dg laju berbeda, berlangsung dg mulus.

Dikatakan tak mulus jk stagnasi / berhentinya pertumbuhan, retardasi / penglambatan pertumbuhan,

akselerasi / percepatan pertumbuhan.

PSL 15 – FAKTOR VARIASI, PREFERENSI, DEVIASI ATAU PERVERSI

Makna sbg ukuran  normal seringkali diukur menurut fungsi. Jk prokreasi dipandang salah satu makna utama ♀ &

♂, maka kemampuan prokreasi dianggap sbg ukuran.

Statistik  artinya kebanyakan org bgmn. Kesulitan yg dpt diajukan adl perubahan penilaian, bahkan ombang-ambing kesadaran masyarakat yg terbuka bgi manipulasi media, belum lagi perbedaan antar masyarakat di era globalisasi.

Kriteria “normal”  Kalangan Grj Katolik, apalagi magisterium, condong utk melihat kriteria bkn dlm kecenderungan mns atau kesadaran masyarakat, melainkan dlm sesuatu yg lebih stabil, yakni penciptaan yg mencerminkan kehendak Tuhan. Tentu soalnya: dr mana magisterium Grj mendapat kepastian bhw demikianlah Kehendak Tuhan.

Variasi  penyimpangan yg dianggap wajar & diterima masyarakat. Deviasi  penyimpangan yg tidak wajar & tidak diterima masyarakat.

1. Tingkat intensitas

(15)

2. Arah

Preferensi  tak terpaku 1 pola & tertarik pd pola ttt, meski tak eksklusif.

a. Narcisme à diri sendiri b. Fetischisme à barang c. Bestialisme à hewan d. Nekrofli à mayat e. Gerontofli à lansia f. Pedofli à anak

g. Homofli à jenis yg. sama h. Incest à anggota

keluarga

i. dst. (masih banyak lainnya)

PSL 16 – KEBUTUHAN PRIMER KASIH

Pd umumnya kebutuhan wajar mns seutuhnya perlu dipenuhi. Dg singkat: setiap mns, ♀ & ♂ membutuhkan kasih dasar (“primary love needs”), yg dpt dirinci lebih lanjut. Utk mudahnya disajikan skema John Gray dlm bukunya “Men are from Mars, Women are from Venus”, New York 1994.

1. 2.

a. CARING a. TRUST

b. UNDERSTANDING b. ACCEPTANCE c. RESPECT c. APPRECIATION d. DEVOTION d. ADMIRATION e. VALIDATION e. APPROVAL

f. REASSURANCE f. ENCOURAGEMENT

PSL 17 – SEXUALITAS MANUSIAWI

(16)

CIRI KHAS MNS Umumnya a. Akalbudi b. Seutuhnya: Psikosomatis & Transenden. Mns yg kreatif mampu menggali jauh lebih banyak dr sexualitasnya. Unsur2 yg mewarnai ciri

khas itu (selain akalbudi & transendensi) adl:

a. Kemampuan menghayati & mewujudkan maknanya b. Tak tergantung pd waktu

c. Kemungkinan non-aktualisasi dg sublimasi, mis. profesi & inkardinasi atau keadaan yg menghambat aktualisasi sexual yg legitim.

Bgi mns makna sexualitas jauh lebih kaya dp pd binatang, jg krn mns yg miskin naluri, tak hny dpt memahaminya, tpi jg bertugas mengaturnya.

Implikasi pola pandangan & perlakuan keserupaan & kebersamaan dg makhluk infrahuman yg kurang mengedepankan ciri khas sexualitas manusiawi ada Bahaya behaviorisme yg begitu sj memberlakukan kebiasaan hewan bgi mns & menerapkan hasil sosiobiologi mns. Maka:

1. Naluri hewan tdk membuka kecakapan memilih, tpi mengikuti naluri keharusan tanpa mengerti apa yg dilakukan

2. Akalbudi membuka kemungkinan memilih

3. Penalaran akalbudi dlm cahaya iman dpt memperluas cakrawala

PSL 18 – MEKANISME LIBIDO

Libido Nafsu sexual dpt meningkat pd waktu ttt atau oleh faktor ttt, bahkan dpt diprakirakan, mis. krn pengetahuan & pengalaman. Mns sbg makhluk berbudi teoretis dpt bertindak sesuai penalaran akal-sehatnya penuh tgg jawab, tpi ia jg dpt terseret oleh kecenderungannya.

Libido dpt & hrs dinilai positif sejauh memang mendorong mns utk memenuhi tugasnya, mis. prokreasi. Namun, pengalaman jg mengajarkan bhw libido bisa menjerumuskan mns dlm pelbagai perilaku bermasalah, mis. penipuan, pemaksaan & kejahatan.

MEKANISME Utk menyadari cara kerja mekanisme libido dlm bersikap itu mns dibantu bbrp faktor, yakni:

(17)

b. Budaya jarak wajar sbg. suatu upaya preventif

PSL 19 – PSIKOTERAPI

Ini dibahas agar petugas pastoral sadar batas kompetensinya & merujuk org yg mengalami gangguan kpd pihak yg lebih kompeten & berwenang.

Perlu kerja sama dlm tim. Terapi yg sesuai tak jarang tergantung pd diagnosis yg sesuai pula, maka tak cukup amatirisme & diperlukan penanganan yg lebih profesional. Terapi yg salah dpt memperparah soal.

Maka, sebaiknya ada kelompok org yg sanggup membantu.

Tetap membantu meski ada keterbatasan pastoral.

Suatu metode pastoral memang mencakup konseling pastoral, tpi jg hrs tetap disadari keterbatasannya, sedangkan banyak masalah sexual, perkawinan & keluarga menuntut penanganan profesional & mengatasi kompetensi petugas pastoral yg perlu disadari. Yg mungkin dilakukan adl tetap membantu dg merujuk. Jk kita sendiri tak dpt membantu, kita dpt menyebut pihak yg dpt membantu, mis. org yg mempunyai kompetensi yg lebih sesuai, mis. psikolog atau psikiater.

TERAPI  Faktor2 biologis sering berfungsi sbg substrat

(persyaratan), maka bila kurang berfungsi, hrs ditangani, tentu tanpa mengabaikan peran psikosomatis (pengaruh timbal balik jiwa-raga) yg dpt ikut mengakibatkan gangguan. Terapi yg benar bergantung pd diagnosis yg benar yg kiranya lebih mudah diperkirakan dp terapinya sendiri. Meski dlm masyarakat kita rupanya konsultasi psikologis-psikiatris-psikoterapis masih kurang lazim, kiranya baik dsbt kemungkinan ini. Dlm percakapan atau pemeriksaan oleh pihak yg kompeten & berwenang akan mjd lebih jelas, jalan mana yg hrs ditempuh. Seringkali berupa percakapan psikiatris (5-20 kali).

(18)

Hidup mns biasanya berlangsung menurut irama ttt yg bkn hny urusan pribadi, tpi termasuk urusan kemasyarakatan dg pelbagai tingkat. Dg kata lain: sebagian (sampai tingkat ttt) termasuk ruang privat, sebagian lagi (sejauh menjangkau keluar atau menyangkut HAM, mis. KDRT) termasuk ruang publik yg diatur negara. Pelbagai peristiwa itu mempunyai segi umum yg menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa & Negara, spt kedudukan, peran, akibat (mis. warisan, kejahatan) yg jg perlu ditata, tdk hny bila tjd sengketa.

Kiranya hal yg paling mencolok adl pelembagaan beserta norma2 yg menyertainya & memang banyak hal hrs diatur,

meskipun penataannya berbeda-beda menurut kawasan kebudayaan & jg mengalami perubahan menurut perkembangan zaman.

Kiranya baik menyebut bbrp unsur pelembagaan itu.

1) Pelembagaan hubungan ♀ & ♂

2) Pelembagaan kedudukan/peran ♀ & ♂ 3) Pelembagaan hubungan ortu & anak

4) Pelembagaan perilaku sexual.

Pembedaan Ranah Privat & Publik

Keluarga, perkawinan & sexualitas pertama2 urusan privat,

tpi jg soal2 status sosial, kedudukan, peran & akibat yg hrs

diatur oleh otoritas yg berwenang, tanpa mencampuri urusan privat org ybs.

Batas tepat antara ranah privat & ranah publik perlu diketahui utk bertindak. Intervensi penguasa di negara yg satu dibenarkan, di negara lain tak dibenarkan. Keraguan dlm hal ini dpt menimbulkan kerugian yg sering kali tak dpt diperbaiki lagi, mis. kematian seseorang. Tpi intervensi pihak luar dlm ranah privat yg gegabah jg tak dpt dibenarkan.

Perhatian Masyarakat & Negara

(19)

Di sejumlah Negara urusan keluarga mjd perhatian khusus. Pemerintah dg adanya Departemen tersendiri yg menampung soal-soal yg menyangkut keluarga. Di Indonesia tak ada departemen khusus keluarga, tpi kepentingannya tersirat dlm aspek yg ditangani pelbagai departemen, spt depsos, depkes, dsb. Jadi penanganan lebih menyangkut aspek2nya.

PERHATIAN GEREJA

Perhatian Grj thd keluarga, perkawinan & sexualitas nyata tdk hny dr banyaknya ungkapan publik & pastoral, tpi jg dr kurikulum pendidikan calon imam & lembaga khusus yg didirikannya. Hasil penelitian itu dpt dimanfaatkan studi teologi & pastoral.

Menurut ASG keluarga termasuk satu dr tiga lembaga kodrati, & dibahas dlm ASG yg jg termasuk kurikulum pendidikan calon imam. Grj tak hny berteori & bergerak di bidang akademis, tpi jg berusaha agar tema ini diaktualisasikan dlm bantuan pastoral. Di semua tataran Grj, sampai satuan resmi paling bawah, yakni paroki, disediakan lembaga keluarga belum lagi lembaga dlm lingkup pastoral kategorial.

GENDER

“Gender” adl kata Inggris yg kini makin dipakai utk menunjukkan aspek kemasyarakatan Sex. Lebih tepat lagi jk kita kaitkan gender dg kedudukan & peran ♀ dlm masyarakat. Kiranya KDRT mrpk salah satu akibat kurangnya kesetaraan & keadilan thd ♀. Feminisme mrpk gerakan meningkatkan kedudukan & peran ♀ dlm masyarakat.

PSL 21 – ASPEK PUBLIK

Perlindungan aspek privat diakui umum, mis. melawan upaya Paparazzi yg berusaha menerobos kehidupan selebriti. Jg di pelbagai Negara ada undang2 (meskipun jg berbeda2,

terutama perbedaan budaya) yg melindungi lingkungan privat.

Batas privat-publik

(20)

Pergeseran berlangsung menurut tempat (budaya) & waktu (zaman).

Kebijakan Grj

Ranah publik tindakan org katolik diatur Grj menurut KHK, khususnya ttg (sakramen) perkawinan, mis. :

1) Persiapan perkawinan 2) Penyelidikan kanonik

3) Pengumuman rencana pernikahan

4) Peneguhan perkawinan (pernyataan konsensus di muka peneguh & 2 org saksi)

5) Pencatatan perkawinan

Melawan perkawinan klandestin

1) Campur tangan Grj dlm perkawinan org katolik tdk langsung sejak semula, tpi berangsur2, baik ttg waktunya,

maupun ttg tingkatannya.

2) Pd zaman kontrareformasi dikeluarkan dekret “Tametsi” (1563) utk mencegah perkawinan klandestin (diam2) yg

mewajibkan “forma tridentina” (tata peneguhan menurut Konsili Trente) bgi org katolik, di mana dekret itu diumumkan & diberlakukan. Dg demikian pemahaman ranah publik dpt diperjelas dg “klandestin”sbg lawannya. 3) Kemudian aspek publik ditekankan dg tata peneguhan

gerejawi obligatoris (dekret “Ne temere” 1907, KHK 1917, KHK 1983).

4) Skrg berlaku aspek publik perkawinan (tata peneguhan kanonik) yg memang dpt dikurangi krn alasan berat seizin Uskup, bdk. KHK kan. 1130-1133 (De matrimonio secreto celebrando).

PSL 22 – DEMOGRAFI

Keluarga memang dpt dilihat dlm fungsi demografsnya, tpi jg hrs disadari bhw keluarga jg mrpk satuan tersendiri, & tak hny bermakna dlm fungsi kependudukan.

Adanya BKKBN

(21)

dangan harapan bhw kemudian keluarga diberdayakan utk bertindak atas prakarsa sendiri.

DEMOGRAFI Perlunya data mis. Badan Pusat Statistik. BPS scr berkala menyediakan data kependudukan dr berbagai sudut yg relevan utk keluarga. Tindakan hrs berdasarkan perencanaan (bdk. Rencana Strategis Departemen), bahkan Badan Perencanaan & Pembangunan Nasional (Bappenas).

PSL 23 – ASPEK BUDAYA/ADAT

Sebaiknya diperhatikan hal-hal sbb. :

1. Perkawinan (& keluarga) mrpk urusan keluarga besar, bkn hny soal dua mns yg akan menikah, sedangkan hukum Grj terlalu mengandaikan dunia barat & memandang perkawinan lebih dr sudut personalitas (peran konsensus yg menentukan).

2. Perkawinan (matrimonium in feri) lebih mrpk suatu proses, sedangkan dlm moral katolik lebih punktual (saat ttt).

Pengertian budaya luas & kabur

Hrs diakui & disadari bhw pengertian budaya amat luas & berbeda2 & karenanya jg kabur. Tiada otoritas yg

memastikannya, maka diperlukan penegasan, agar tegas apa yg dimaksudkan dg aspek budaya di bidang keluarga, perkawinan & sexualitas. Budaya lebih dikaitkan dg mns, khususnya cara berpikir & bukan upacara sbg ungkapan atau produk hasil budaya spt yg seringkali dipromosikan dlm rangka wisata.

Pengaruh budaya

Budaya diteruskan turun-temurun melalui tradisi & bahkan mjd tradisi. Dg demikian tak hny ada satu kebudayaan, tpi pelbagai budaya menurut kawasan & zaman. Kiranya cukup bgi kita menyadari budaya dewasa ini tanpa menelusuri perkembangannya dlm sejarah tapak demi tapak.

Dukungan

(22)

hny dlm bntk keluarga besar (“extended family”), tpi jg dlm bntk keluarga inti (“nuclear family”, dlm masyarakat Indonesia dlm semangat gotong royong dg tetangga.

“Family values” di Asia dpt kita lihat, mis. dlm gejala mudik utk reuni keluarga, dlm peristiwa suka & terutama duka. Bgi banyak org Asia perkawinan diperlakukan sbg urusan keluarga.

Privatisasi

Gagasan “family values” yg dijunjung tinggi masyarakat Asia kini mendapat tantangan berat dr tren privatisasi yg biasanya lebih dikaitkan dg individualisme budaya kawasan barat. Indonesia berada dlm masa transisi, shg tren privatisasi ini masih kurang dirasakan. Tpi inilah peluang utk memikirkan, ke mana kita hrs bergerak.

Kesimpulan pastoral

Dr pelbagai gejala ini, dipertajam oleh gejala “People on the move”, khususnya mobilitas & pecahnya keluarga demi pekerjaan, kiranya scr antisipatif perlu ditarik kesimpulan utk pastoral keluarga.

ADAT

Mungkin antara adat & hukum adat tak banyak bedanya, tpi meskipun serupa, kiranya tetap patut dibedakan krn status hukum adat diakui oleh hukum formal, sekurang-kurangnya dlm masa peralihan skrg.

SIKAP NEGARA & GEREJA

Adat & hukum adat, sekurang-kurangnya sebagian, diakui oleh Negara. Thd hidup menurut adat & hukum adat Negara menerapkan sikap lunak atau bahkan mendayagunakannnya utk wisata. Grj mencoba menghargai segala yg bernilai, baik, indah dg inkulturasi, tpi tak segalanya terbuka utk upaya ini. Peran kuat adat & hukum adat seringkali menempatkan pastoral Grj dlm kesulitan sejauh pastoral ini jg tergantung pd doktrin.

(23)

Hukum diperlukan Negara utk melakukan tugasnya. Aspek publik Keluarga, perkawinan & sexualitas jg masuk yg diatur Negara. Perhatian lebih terarah kpd fungsinya.

1. UU R. I. No. 1 Th. 1974 Ttg Perkawinan yg dimaksudkan sbg unifkasi banyak peraturan perundang2an yg tersebar, tpi bbrp hal penting spt

perkawinan antara org yg berbeda agama tdk disinggung.

2. UU R. I. No. 10 Th. 1992 (No. 52 Tahun 2009), Ttg Pengembangan Kependudukan & Pembangunan Keluarga Sejahtera Dlm undang2 ini tampak bhw

keluarga dibicarakan dlm fungsi utk mengendalikan kependudukan.

Tema keluarga, perkawinan & sexualitas tdk dibahas scr khusus dr satu sudut, tpi dr pelbagai aspek & masuk ke dlm pelbagai lembaga (dept. atau non-dept.), maka memang terkena undang2 yg tersebar itu. “Kurangnya” undang2

khusus tak berarti sama sekali tiada peraturan perundang2an

yg mengaturnya. Diharapkan agar org pandai2 menemukan

unsur2 peraturan perundangan yg dpt dikenakan utk bidang

keluarga, perkawinan & sex.

PSL 25 – EKONOMI

Di bidang ekonomi peran keluarga besar, baik sbg konsumen maupun sbg produsen, tergantung pd system ekonomi apa yg berlaku.

Sbg konsumen setiap mns mempunyai kebutuhan dasar spt sandang-pangan-papan, pelayanan pendidikan & kesehatan. Dpt dibayangkan kebutuhan keluarga alan produk & jasa itu, agar dpt hidup sejahteran sekurang-kurangnya menurut martabat mns.

Sbg produsen keluarga bkn hny konsumen, tpi jg produsen. Fungsi keluarga ini memang berubah seiring dg perubahan struktur masyarakat.

(24)

Tujuan Negara adl pelbagai tugas yg perlu utk keluarga tpi mengatasi kemampuan perorangan atau kelompok kecil. Dlm UUD 1945 scr eksplisit dsbt tugas menyejahterahkan rakyat (penduduk yg sebagian besar hidup berkeluarga), meskipun setelah 65 tahun merdeka masih banyak org Indonesia belum merasakan kesejahteraan itu.

Upaya politik memang sulit ditentukan scr tuntas utk segalanya, maka bergerak atas dasar hukum, dlm lingkup hukum sbg rambu-rambu di bawah payung hukum, utk menghindati penyalahgunaan kekuasaan. Bkn hny payung hukum yg diperlukan, tpi jg pejabat yg berwenang berkat otorisasi demokratis.

Spt sdh diketahui di Indonesia tdk ada departemen keluarga, yg ditangani dr pelbagai sudut menurut aspek-aspeknya yg dianggap sdh tersirat dlm departemen ybs. Di negara lain ada departemen keluarga yg khusus menggariskan politik utk keluarga. Suatu contoh tugas2 politik keluarga:

a. Tunjangan bgi anak

b. Tunjangan bgi pengasuh di rumahtangga c. Penyediaan sarana-prasarana utk anak-anak

BAB V

ASPEK SPIRITUAL

PSL 27 – MAKSUD ASPEK SPIRITUAL

Spiritual tdk sama dg agama, lebih umum: relasi dg Tuhan,

Peran “spiritual” di Indonesia lebih besar dp di luarnya, meskipun otentisitas penghayatannya dpt dipertanyakan. Pendekatan holistik di kawasan barat yg makin dipengaruhi sekularisme cukup diungkapkan tanpa “spiritual”. Aspek transenden atau kepercayaan akan Tuhan makin dianggap sbg urusan pribadi & tdk termasuk dlm paham mns seutuhnya.

(25)

“Spiritual” jg mengacu hubungan dg Tuhan dlm arti umum & luas, shg agak mengambang, maka memer lukan konkretisasi lebih lanjut.

Spiritual dlm arti hubungan dg Tuhan bersifat umum, apalagi dlm masyarakat majemuk Indonesia. Hubungan dg Tuhan yg masih umum itu jg masih kabur. Hubungan dg Tuhan bersifat personal dlm arti seluas2 & sedalam2nya, khususnya dlm arti

pilihannya sendiri & urusannya sendiri.

Banyak faktor spt makanan, lingkungan & pergaulan yg mempengaruhi proses dlm diri mahluk biopsikososio, tpi kiranya pengaruh faktor spiritual dlm masyarakat majemuk perlu diperhatikan. Pemahaman kepercayaan kpd Tuhan tak bersifat umum & abstrak, tpi konkret, maka sebaiknya diutarakan konkretisasi aspek spiritual itu dlm agama ttt.

PSL 28 – KONKRETISASI

Tanpa konkretisasi lebih rinci org memang bisa menduga atau bahkan percaya akan transendensi, mis. krn gejala keagamaan sepanjang masa atau krn bisikan hati. Plausibilitas kepercayaan tak dpt dibuktikan & hny bisa diterima atau tdk.

Menolak materialisme & ateisme

Menurut materialisme segala yg ada hnylah materi. Dg demikian kerohanian tak diterimanya, meskipun jg tak dpt dibantahnya scr tuntas & meyakinkan. Scr implicit penolakan materialism jg berarti ateisme. Deisme atau teisme tak mungkin ada dlm pandangan hidup materialisme.

Agama di Indonesia dipersatukan oleh sila Ketuhanan yg pemahamannya tdk dirinci lebih lanjut. Mungkin hal ini disengaja & dilawankan thd Negara agama. Bila pemahaman ditanyakan lebih lanjut, jawaban akan berbeda2, krn memang

perbedaan objektif paham dlm agama2.

(26)

penganut agama, perlu gagasan yg dpt menampung mrk, maka diajukan sila Ketuhanan. Paham ketuhanan tdk dijabarkan lebih lanjut & dg demikian tdk dipersempit utk dpt berfungsi sbg faktor pemersatu yg menampung semua.

“Katolik” tdk menyendiri, tpi bagian dr umat mns, maka hrs berkata: ”Nihil humanum alienum a me puto” (= tak sesuatupun yg manusiawi, asing bagiku”). Kesamaan & kebersamaan dg seluruh masyarakat ini hrs lebih disadari, apalagi dlm masyarakat majemuk.

BAB VI KITAB SUCI

PSL 29 – PD UMUMNYA & KHUSUS KATOLIK

UMUMNYA Berlaku Data Nonteologis

Tergantung status perkembangannya. Data nonteologis seiring dg perkembangan hasil penelitian ilmiah yg sering memakai hipotesa, shg teori2 silih berganti.

Perlu dipastikan apakah suatu masalah etis agama sebetulnya benar2 masalah keagamaan atau sebetulnya masalah data

nonteologis yg berlaku bgi setiap mns, sejauh tak sesuatu pun asing baginya.

KS dipandang sbg. sumber ciri khas tpi KS ditulis di zaman kuno dan konteks, khususnya budaya yg lain sama sekali.

KHUSUS KATOLIK KS Sbg Jiwa Teologi

Dlm KV II ditegaskan kembali peran KS sbg jiwa teologi dlm rangka pembaharuan teologi. Ini bkn sesuatu yg baru, tpi dpt disambut sbg penegasan & peringatan agar teologi sungguh lebih memerhatikan KS sbg jiwanya. Artinya, teologi bersumber pd data wahyu yg terkandung dlm KS, maka adl ilmu iman yg menerima wahyu itu & mendalaminya dg bantuan aneka ilmu, mis. flsafat. Sebaiknya lebih disadari bhw penilaian teologis mrpk campuran data nonteologis & sorotan teologis. Tdk 100% teologis.

(27)

Perlu diperhatikan bhw peran KS sbg jiwa teologi tdk selalu sama, tpi mengalami perkembangan & mengenal gradasi. Ada yg dekat sekali, mis. misteri iman dlm teologi dogmatik. Tpi hubungannya dg teologi moral yg kurang berkisar pd misteri, melainkan pd pembuktian nilai2 (yg sebagian dipahami jg

mengikat org tak katolik), agak lain.

Inklusivitas

Ada banyak kesamaan dp perbedaan di bidang moral dg berbagai tradisi agama besar di Indonesia. Salah satu sebabnya terletak pd persepsi serupa, atau bahkan kesepakatan ttg nilai2 kemanusiaan . Perbedaan lebih

menyangkut soal ritual & disipliner. Sikap fundamentalistis menafsirkan KS atau tradisi terlalu harfah & kurang mampu menyadari keterbatasan sumber, demikian pula kurang mampu melihat perkembangan yg tjd. Atau takut akan perkembangan & dg fanatis berpegang pd yg lampau.

HUKUM memperlancar hidup bersama di ruang publik. Hukum tak hny pragmatis, tpi jg melindungi nilai2 yg jg

dicerminkan dlm legislasi yg disepakati semua krn nilai2

asasinya. Tanpa mengurangi ciri khas masing2 agama

diharapkan semua penganut agama mencapai titik temu dlm menetapkan nilai2 yg dijunjung tinggi dlm masyarakat

majemuk. Hal ini dipermudah oleh inklusivitas.

Tetap setia pd ajaran agama masing2

Mengusahakan titik temu berbagai posisi tdk berarti mengabaikan posisi diri sendiri, malah tetap setia pd posisi sendiri, dlm kepercayaan bhw ada cukup banyak posisi yg dpt disepakati semua atau kebanyakan pihak. Ciri khas tak hrs memustahilkan titik temu, asalkan tdk tjd paksaan bertindak melawan posisi & keyakinan utk bertindak sesuai posisi masing2.

Peran Kitab Suci untuk Teologi Moral

(28)

suatu norma, & argumentasi moral thd org yg belum menerima berlakunya norma ttt. Demikian pula, & hal ini lebih sulit, sejauh mana suatu norma ungkapan kehendak Tuhan, atau lebih mrpk budaya tempat & zaman ttt.

Hrs dihindari dua posisi ekstrem: di satu pihak mengharapkan KS terlalu banyak, di lain pihak menyisihkan KS sbg dokumen ketinggalan zaman sama sekali. Banyak norma dlm teologi moral lebih ditentukan akal sehat atau hukum kodrati dp diambil dr KS.

SKRG lebih dipupuk ajaran KS. Dlm OT 16 dinyatakan perlunya membarui Teologi Moral, antara lain agar lebih dipupuk ajaran (tak tertulis “ayat-ayat”) KS. Kalangan katolik yg tak terpaku pd ayat-ayat KS, tpi memperlakukannya lebih luas sbg sumber iman, kiranya tak terlalu tergoda mjd biblisistis.

“Interpretasi KS dlm Grj”

Dokumen yg 15-4-1993 diterbitkan Komisi Biblis Takhta Suci ini dpt dikatakan termasuk zaman kita & menyinggung sumbangan KS utk teologi moral III D3). Kita tahu kontroverse antara kubu yg menekankan peran akal budi (“Autonome Ethik”) & kubu yg menekankan peran iman (“Glaubensethik”) pd tahun 1970-an dlm diskusi soal “proprium”.

SUMBER

KS  kumpulan macam2 jenis sastra berbagai zaman. KS bkn

manual moral keluarga, tpi lebih bersifat fragmentaris, insidental & kasuistis. KS dipakai sbg sumber inspirasi yg butuh refeksi & kontekstualisasi lanjut.

Tdk heran bhw ada pendapat yg menekankan sifat terikat zaman & waktu norma2 yg berlaku dlm keluarga, perkawinan

& sexualitas yg hrs diakui amat terpengaruh oleh aliran yg ada. KS mjd wadah yg tergantung pd konteks & zaman, khususnya budaya.

Hubungan Magisterium & Refeksi Teologis

(29)

akademis & mengembangkan refeksi iman lebih lanjut. Magisterium sering lebih menunjukkan rambu2.

Bobot Magisterium

Bobot magisterium menentukan & mengikat shg dlm mencari kebenaran org tak sembarang & goyah atau hanyut dlm arus yg kuat lalu mengubah pendirian. Hal ini mrpk sekaligus kemudahan & kesulitan, terutama bila kita melihat pemberian orientasi oleh Magisterium. Tolok ukur kebenaran dicari bersama dg pembagian tanggung jawab & wewenang. Magisterium terikat kebenaran, kena hukum perkembangan sejarah & tak boleh asal.

PSL 30 – BBRP GAGASAN & TEMA PL & PB

PL Prokreasi  Janji Yahwe kpd Ibrahim & Peran keturunan

Jg soal Keturunan, Kawin campur, Monogami-poligami, Perceraian, Perselingkuhan, Fungsi prokreatif sexualitas, Soal kemurnian kultis

PB Kasih  Inti ajaran Yesus & Ringkasan segala norma.

PSL 31 – BBRP BUKU PL

I. KITAB KEJADIAN

Posisi moderat artinya posisi tengah antara dua posisi berlebihan dlm menyikapi sexualitas, terutama dr arus yg ada pd bbrp kalangan luar KS.

Melawan pendewaan sexualitas. Sexualitas punya pesona & daya tarik yg amat kuat. Ada kecenderungan utk menilainya sbg yg tertinggi. Dalam PL soal keturunan amat penting, krn paham & gambaran ttg akhir hidup mns dlm dunia fana & ttg hidup baka kurang jelas. Posisi berlebihan menjunjung tinggi sexualitas terungkap dlm bbrp gejala spt hub. & perkawinan dg dewata yg dipentaskan dlm prostitusi kenisah.

Melawan dualisme pesimistis  Posisi kebalikan dr pendewaan. Di satu pihak agama kristiani melawan aliran dualistis-pesimistis, tpi di lain pihak aliran2 Manikheisme,

(30)

platonis & enkrateia, ataraxia serta apatheia dlm aliran Stoa, yg dirasa kurang sesuai dg unsur orgasme sexualitas, bahkan pukulan bgi budi mns.

MNS SEUTUHNYA. Seutuhnya  kesatuan jiwa-raga. Tiada gagasan bhw mns t.a. 2 unsur badan & jiwa, tpi kesatuan jiwa-raga, yg mrpk aspek2 kesatuan & bkn bagian2 yg

menyusun mns. Tdk ada pembagian eksklusif fungsi2 khusus

badan & jiwa. Jantung hati, lever, ginjal diberi fungsi kejiwaan. Organ2 tubuh itu dipandang sbg pembawa gejolak

kejiwaan & keputusan etis. Mns seutuhnyalah yg memuji Tuhan, meskipun dlm pengungkapan & pemahaman kita seolah2 oleh dilakukan bagian2 jasmani.

♀ & ♂ diciptakan SETARA menurut citra Allah. Gagasan ini penting utk kesetaraan & kemitraan dlm perkawinan. ♂ &

♀ diciptakan menurut citra Allah. ♀ & ♂ setara. Penciptaan ♀

dr rusuk meneguhkan kesetaraan ini.

Tak baik mns sendirian sj. Dpt disimpulkan sosialitas mns, bkn hny sosialitas mns, tpi panggilannya utk hidup berkeluarga. “Makhluk sosial” lebih terkait dg masyarakat, sedangkan dg “makhluk relasional” dimaksudkan lebih dp itu, yakni panggilan utk hidup berkeluarga.

Keduanya mjd satu daging. Ayat ini dijadikan dasar monogami, tpi kiranya usaha ini terlalu jauh, & kita lihat sendiri bgmn poligami mrpk sesuatu yg biasa, jg dlm hidup para bapa bangsa Yahudi.

Gagasan ini dipahami sbg kesatuan dlm perkawinan & sanggama Pasutri.

II. KITAB KELUARAN & ULANGAN: DEKALOG

“Jangan berzina” (Apodiktis=tanpa objek, tanpa subjek, tanpa dasar)

Apa yg dilarang? Zina, terutama oleh istri, sebab istri dpt mencemarkan perkawinannya. Namun di balik itu ada paham perkawinan yg melihat suami-istri tdk setara.

(31)

atau keledainya, atau apapun yg dipunyai sesamamu”. (Apodiktis)

Dlm teologi moral, paham dosa melibatkan batin (persyaratan tindakan moral: tahu, mau, mampu). “Keinginan” di sini bkn hasrat yg timbul dg sendirinya, tpi sdh mrpk rencana atau keputusan batin.

Interpretasi Yesus

Kesetaraan ♀ & ♂ ada dlm Mat 19:9 & Mrk 10:11 menunjukkan bhw Yesus jg menyempurnakan paham perkawinan.

Zaman kita

1) Sulit berkomitmen setia seumur hidup.

2) Dunia makin bebas & memberi banyak kesempatan. Perselingkuhan mjd makin “biasa”.

Paham perkawinan kristiani tetap menuntut kesetiaan & dg demikian jg menantang kesetiaan pasutri dlm perkawinan monogami seumur hidup.

III. KITAB IMAMAT

Bab 11-15  Kesan negatif.

“Kultis” = siap, memenuhi syarat utk ibadat, berkisar pd kekotoran kultis, bukan fsik atau moral, jadi dlm arti: tdk siap utk acara keagamaan. Tdk ada penilaian seolah2 itu dosa.

Dewasa ini dianggap higiene.

Utk menghadap Tuhan dituntut kebersihan, ketahiran kultis, spt masih berlaku dlm berbagai agama. Kitab Imamat bkn argumen melawan pandangan ttg sexualitas yg dpt disimpulkan dr Kitab Kejadian.

IV. KIDUNG AGUNG

Dr adanya aneka tafsiran dpt disimpulkan kesulitan menerima kitab ini krn Keluguan Kidung Agung di bidang erotik.

(32)

Alegoris: Yahwe-Israel, Tipologis: Kristus-Grj, Spiritual: Allah-mns

Tafsiran biasa  Dipahami sbg peneguhan sikap positif thd realitas hidup mns jg dg unsur-unsur erotiknya.

Penghargaan thd Erotik Manusiawi

Kidung Agung dpt ditafsirkan sbg reaksi & protes thd posisi ekstrem yg melepaskan sexualitas dr paham ttg mns seutuhnya & memasukkannya dlm lingkup kramat dewata (sakralisasi). Seiring dg protes thd sakralisasi itu Kidung Agung mengembalikan sexualitas kpd tempatnya, yakni mns seutuhnya.

V. KITAB NABI-NABI

Tema yg disinggung banyak, tpi dr banyak hal itu ada bbrp yg utama, mis. Perjuangan utk keadilan, Pembelaan rakyat kecil, Kedatangan Al-Masih

Hubungan suami istri sbg. lambang utk hubungan Yahwe Israel

Zina sbg ketidaksetiaan Israel pd Yahwe

Kitab Nabi Hosea lama disalah mengerti, sampai org mjd sadar bhw dalam bahasa hubungan antara ♀-♂ sebenarnya dibahas hubungan Israel-Yahwe, & kemudian dlm PB oleh Paulus dikembangkan lebih lanjut dg ibarat hubungan Kristus-Grj.

PSL 32 – BBRP BUKU PB YG DIANGGAP SUBUR

Para murid menampilkan sikap Musa yg memperkenankan perceraian (Mat 19: 7; Mrk 10: 4) krn alasan ttt yg kemudian mjd makin lunak. Jawaban Yesus “Krn ketegaran hatimu”, menunjukkan keberanian-Nya melawan arus. Contoh ini bkn hny kasuistik, bukan hny kasus perceraian, tpi mengandaikan paham perkawinan sbg latar belakangnya.

PRINSIP TATA PENCIPTAAN (RESTITUTIO PRINCIPII)

“Principium” dpt berarti awal & asas. Yesus menunjuk kpd awal. “. . . sejak awal tdk demikian”. Dr uraian Yesus dpt disimpulkan dua hal, yakni:

(33)

b. Perlunya kesetiaan suami istri Konsekuensi paham perkawinan & zina menuntut kesetiaan baik dr pihak istri maupun dr pihak suami.

Dlm Mat 19 dinyatakan kemungkinan bntk hidup tak menikah. Dg demikian perkawinan dinyatakan bkn sbg nilai tertinggi di dunia ini, tpi nilai relatif yg dpt dipilih & jg tdk dipilih. Utk banyak lingkungan kebudayaan, antara lain jg di Indonesia, hal ini mrpk tantangan yg besar.

Tak menikah karena Kerajaan Surga  Dg kedatangan Yesus dlm Dirinya jg merekah Kerajaan Allah yg mengubah segalanya. Mat 19:12 sering kali diajukan sbg nasihat Injili “kemurnian”.

INJIL YOHANES

Ayat Yoh 15:12 dijadikan semboyan “Marriage Encounter”: kasih akan sesama diterapkan pd sesama khusus, yakni suami istri dlm perkawinan, shg jg berlaku scr khusus, dlm bahasa hukum Grj: “bonum coniugum”.

Bila kasih akan sesama mengacu kpd kasih Kristus, apalagi antara suami istri yg lebih dp hny sesama yg dpt dirinci sbg berikut:

a. Kasih Kristus sbg dasar, mengapa b. Kasih Kristus sbg teladan, bagaimana c. Kasih Kristus sbg tolok ukur, sampai mana

SURAT-SURAT PAULUS

Dlm cahaya iman (eskatologis, khususnya parousia) perkawinan mjd status hidup yg relatif: bisa dipilih, bisa tdk. Nilai relatif perkawinan hrs diakui, tpi bbrp kalimat Paulus rupanya mengesankan sikap yg agak pesimis, meskipun dpt diberikan interpretasi lain.

Pendasaran ”Privilegium paulinum”

Nilai iman dianggap lebih berbobot dp ikatan perkawinan kodrati, maka pemutusan ikatan perkawinan kodrati dibenarkan demi iman & dilaksanakan.

ANALOGI KRISTUS & GEREJA (EF 5)

(34)

1. Kebebasan & pemilihan agar perayaan liturgi yg lebih sesuai, namun kebebasan lebih besar membutuhkan persiapan lebih baik.

2. Pemeriksaan teks perlu krn sering kali teks liturgi dicetak sendiri

Khotbah harus disesuaikan. Teks diperjelas dlm khotbah.

PSL 34 – Kesimpulan Sorotan Alkitabiah, Khususnya Sumbangan PB

Pribadi Kedua Allah Tritunggal menjalani hidup mns dlm keluarga sdh dpt disimpulkan apa makna hidup dlm keluarga. Penghargaan thd anak disim-pulkan berdasar Sikap Yesus pd anak yg melindungi & memberkati. Sikap anak adl contoh sikap positif thd Kerajaan. Sikap anak yg terbuka.

Spt jg dlm PL, di zaman PB peran prokreasi masih amat besar, shg hampir sepanjang masa mjd faktor dominan dlm pemahaman perkawinan.

“Hidup tak menikah” Demi Kerajaan Surga dpt dibedakan antara lain Selibat klerikal, Kaul kemurnian dlm Tarekat, atau Bntk hidup wadat tanpa inkardinasi atau profesi (hidup melajang).

Jk hidup perkawinan dianggap sbg bntk yg “normal” dlm arti dianut kebanyakan org, sering kali bntk hidup selibat klerikal & kaul kemurnian dlm tarekat disajikan sbg karisma khusus. Bbrp hal dpt ditanyakan:

1) Jk selibat klerikal itu karisma, mengapa diwajibkan?

2) Bukankah hidup wadat tanpa inkardinasi atau profesi jg karisma?

Meninggalkan keluarga adl Radikalitas mengikuti Kristus spt sikap Yesus sendiri thd anggota keluarganya sendiri.

SIKAP GEREJA PURBA & MAKNA HAUSTAFEL

(35)

Keterbukaan Grj Purba thd budaya setempat  Dg mengambil alih etos rumah tangga budaya yg dipengaruhi agama Yahudi & aliran flsafat yg berlaku pd zaman itu (Yunani & Stoa), Gereja menunjukkan keterbukaannya thd nilai-nilai zamannya. Isi & bntk berupa Haustafel yg sdh ada itu diambil alih. Sikap inklusif jg dpt dipahami sbg sikap Grj yg mencari kesamaan & kebersamaan. Dlm upaya mencari gaya hidup, umat kristiani sebisa mungkin menyesuaikan diri dg keadaan lingkungan. Contoh pengembangan etika kristiani masih hrs dicari ciri khasnya, yg sering diungkap dg penghayatannya “dlm Kristus” atau ”di dlm Tuhan”. Ciri khas memang dibahas tersendiri: tdk hny penghayatan dlm Tuhan, tpi jg apa yg dihayati itu.

2. Makna HaustafelPenataan relasi dlm rumah tangga.

Salah satu hal yg menonjol dlm rumah tangga adl relasi antara bbrp org (istri suami yg jg berfungsi sbg ibu bapa bgi anak-anak yg hidup bersama sbg kakak adik, belum lagi penghuni lain & pembantu rumah tangga (dulu budak-budak) di bawah satu atap yg mrpk oikos (satuan ekonomi), meskipun keluarga tentu lebih dp hny urusan ekonomi rumah tangga. Kiranya jelas bhw antara mrk perlu ada suatu aturan.

PERKAWINAN

Tiada pembahasan sistematis ttg perkawinan dlm PB. Yesus & tokoh penting spt Paulus, Yohanes Penginjil & Pembaptis tdk menikah. Para rasul lain memang menikah, tpi tak ditampilkan sebagai suami atau ayah.

“Satu daging” sering dipahami sbg perkawinan & sanggama. Sanggahan bhw Musa memberi izin utk memberikan surat cerai, Yesus menyebut “ketegaran hati” sbg alasan kemurahan Musa & memulihkan perkawinan menurut tata penciptaan seraya mengajukan gagasan “satu daging”.

Kesetaraan ♀ & ♂

(36)

pemahaman diskriminatif ini & dg tegas menyatakan bhw ♂

pun dpt berzina.

Skrg makin disadari kapasitas bumi utk dihuni mns seutuhnya yg banyak tuntutannya, & kesadaran akan berbagai keterbatasan mns sendiri. Maka dr itu jg makin disadari perlunya pembatasan jumlah penduduk, jg dg sikap prokreatif membatasi jumlah anak: keluarga berencana.

PERKAWINAN MENURUT TATA PENEBUSAN

Analogi Kristus – Grj  diungkapkan Paulus dlm surat Efesus, bgmn pun penafsirannya (hny etis sbg sikap & perilaku pasutri, atau jg ontologis/ dogmatis sbg sakramen). Konsili Trente yg membahas surat Efesus bersikap hati-hati & menyatakan bhw teks ini dpt mjd petunjuk, bkn dasar alkitabiah (“innuit”) sakramentalitas perkawinan.

SOAL KAWIN CAMPUR

Perkawinan campur dpt dipahami bila umat katolik dlm diaspora tak menyendiri, tpi hidup & bergaul dg org yg berkeyakinan lain. Perbedaan keyakinan menimbulkan berbagai kesulitan. Dlm perkawinan & keluarga tak dpt dihindari interaksi menyangkut keyakinan iman. Anak adl buah kasih suami istri yg hrs mendidiknya. Pendidikan anak tdk netral, tpi menyangkut penerusan nilai2 yg jg

sekurang2nya bersumber pd agama.

MONOGAMI ATAU POLIGAMI

PL  tak disangkal penilaian positif & praksis poligami, jg oleh Abraham, Ishak & Yakub sendiri. Kecilnya populasi dulu mendorong pentingnya prokreasi yg mengatasi masalah itu. Poligami mendapat tempatnya.

Memang dpt ditanyakan mengapa Grj tak menempuh jalan yg sama. Dr PB dpt disimpulkan bhw di samping bbrp hal yg jelas (spt penyembahan berhala, pembunuhan anak) umumnya Grj menyesuaikan diri dg lingkungannya, dg mengambil alih apa yg lazim berlaku & spt Paulus menekankan penghayatannya di dlm Tuhan.

(37)

1. Penegasan Yesus adl Larangan bercerai bgi semua, sesuai dg tata penciptaan. Yesus menegaskan kesetaraan

♂ & ♀. Reaksi negatif bahkan para murid-Nya sendiri yg sdh biasa dg perceraian yg diberikan Nabi Musa tdk menggoyahkan posisi Yesus yg tegas & kemudian diikuti Grj scr konsisten.

2. Praksis Grj  Grj menolak poligami simultan (serentak pd waktu yg sama mempunyai lebih dp satu istri). Grj jg menolak poligami suksesif (berturut2 nikah, cerai, nikah

lagi), maka dituntut bukti “status liber” (tak terikat perkawinan) meskipun kebijakan ini menimbulkan banyak kesulitan, antara lain: org pindah agama, meski pun demikian Grj mempertahankan praktiknya. Dg berbagai upaya pastoral-yuridis yg hrs bisa dipertanggungjawabkan Grj berusaha menampung berbagai kesulitan yg timbul dr sikapnya sendiri.

PERCERAIAN

Argumentasi Nabi Musa yg dipandang sbg Penafsir Kehendak Tuhan mempunyai bobot berat & pengaruh besar di zaman berikutnya. Tpi dlm antitesis khotbah di bukit, Yesus memulihkan berlakunya prinsip tata penciptaan yg tak membenarkan perceraian, tpi menurut Injil sinoptik.

Dlm tradisi berangsur2 Grj sampai pd penegasan gradasi

ikatan perkawinan yg tersirat dlm 1 Kor 7: 15-16 yg kemudian dipandang sbg dasar pemutusan ikatan perkawinan yg dsbt “privilegium paulinum”.

Beda Anulir & Pemutusan

Anulasi bersifat hny konstatatif (hny menegaskan keadaan spt adanya dg putusan pengadilan yg mencari & tunduk kpd kebenaran).

Pemutusan ikatan perkawinan (tak termasuk “ratum et consummatum”) yg bersifat bersifat konstitutif (menciptakan keadaan/kebenaran baru).

PEREMPUAN

(38)

Yesus melawan budaya patriarkal dg menegaskan kesetaraan

♀ & ♂, demikian pula ia melawan tabu pergaulan antar jenis kelamin yg waktu itu tak lazim: Sikap Maharahim thd ♀ yg berzina, Percakapan Yesus sendirian dg ♀ Samaria, jg sejumlah ♀ mengikuti-Nya.

Yesus memulihkan tata penciptaan yg menegaskan kesetaraan ♂-♀. Penerapan konsisten prinsip ini memberlakukan larangan cerai jg bgi suami yg berzina bila kawin lagi, meskipun cerai dg memberi surat cerai.

PAULUS menghargai bantuan ♀ dlm melaksanakan tugasnya, mis. Priska & Akuila, Febe, Yunias (teks Yunani: en tois apostolois)

Gal 3: 28 “Dlm hal ini tdk ada org Yahudi atau org Yunani, tdk ada hamba atau org merdeka, tdk ada ♂ atau ♀, krn kamu semua adl satu di dlm Kristus Yesus”. Teks ini mendasar & hrs dimenangkan atas teks2 lain yg tampaknya

kurang mendukungnya. Apakah pelaksanaannya konsisten?

♀ diam dlm jemaat & hrs mengenakan kerudung dlm jemaat (1 Kor 11: 3-16) Hal2 ini diterangkan krn keadaan setempat

utk mencegah ekses ttt.

HIDUP TAK MENIKAH

Bukan terpaksa, bukan sementara (1 Kor 7: 5-7), Kebimbangan (1 Kor 7: 25-40), Duda janda (1 Kor 7: 38), Mrk yg cerai (1 Kor 7: 11. 15), Asalkan tak menikah.

Pilihan sukarela. Peran dasar atau alasan yg terdorong oleh nilai ttt yg jg subjektif menyentuhnya & mjd sumber cahaya & kekuatan utk bertekun.

(39)

Kewajiban berkeluarga membuat hidup tak menikah dicurigai sbg egoisme atau ketidakmampuan prokreasi. Keraguan implementasi janji atau kaul tak menikah, diperkuat aneka pelanggaran & pengunduran diri.

Sebaiknya dibedakan dua hal: bntk hidup tak menikah krn kasih setia pd Tuhan, & bntk hidup tak menikah demi pelayanan tanpa pamrih. Argumen yg diajukan pihak katolik utk mendukung bntk hidup tak menikah banyak sekali.

Demi relasi pribadi dg Tuhan & Grj bertekanan pd hubungan pribadi dg Tuhan yg memang dpt mjd sumber melimpah yg mendesak utk pelayanan kasih kpd umat. Demi pelayanan penuh dedikasi tanpa pamrih bertekanan pd kesediaan utk melayani tanpa pamrih, yg bersumber pd hubungan pribadi dg Tuhan itu.

Kesamaan kawin & tdk kawin

Jk mengajukan suatu makna yg bersumber pd iman, sebaiknya diingat bhw unsur iman itu berlaku bgi semua pengikut Kristus, mis. dimensi eskatologis & kesetiaan tak hny berlaku bgi mrk yg tak menikah, tpi jg bgi suami istri dlm perkawinan.

a. Dlm iman kristiani hrs dihargai posisi mendasar yg berlaku bgi keduanya. Meskipun bisa hidup tak menikah lebih mengungkapkan dimensi eskatologis iman.

b. Argumentasi eskatologis iman kristiani berlaku bgi keduanya & dpt diungkapkan dlm bntk hidup menikah yg menuntut kasih setia atau tdk menikah, tpi hubungan pribadi dg Tuhan yg menuntut kasih setia.

c. Dpt dipikirkan lanjut bgmn ungkapannya tanpa mempertentangkan keduanya yg lebih mrpk pembagian tugas, mis. 1) Tak menikah krn Tuhan dikasihi scr istimewa. 2) Menikah krn perkawinan termasuk tata penciptaan & penebusan.

Selibat

Kaul kemurnian  mengacu kpd nasihat Injili & bebas. Hukum selibat  baru timbul kemudian & diwajibkan.

(40)

SEXUALITAS & AKTUALISASI SEXUAL

Sebaiknya lebih disadari bhw:

1) Moral sexual berkaitan erat dg moral perkawinan & keluarga, shg

2) Moral perkawinan & keluarga tersangkut dg sexualitas. 3) Bg Grj, aktualisasi sexual sah hny antara suami istri dlm

perkawinan.

4) Sanggama pasutri hrs dilaksanakan scr natural, artinya terbuka bgi prokreasi (bdk. KB & posisi ensiklik Humanae Vitae) & demikian pula prokreasi hrs diusahakan dg sanggama pasutri (bdk. Donum Vitae)

5) Ada banyak bntk aktualisasi sexual, baik yg dibenarkan, maupun yg tak dibenarkan, maka tak boleh semua disamaratakan, hrs ada norma yg jelas, mana yg dibenarkan, mana yg tak dibenarkan & mengapa.

6) Bila persyaratan utk aktualisasi sexual yg dibenarkan dua, yakni antara pasutri dlm perkawinan, & scr natural, maka semua bntk lain aktualisasi sexual tdk dibenarkan. Hal ini berarti bhw:

a. Yg berhak beraktualisasi sexual, hrs melakukannya scr natural

b. Sejumlah kalangan (mrk yg bkn atau belum suami-istri) tak dibenarkan melakukan aktualisasi sexual.

7) Pendapat (jg banyak org katolik sendiri) yg tak serasi dg ajaran resmi

Grj Katolik jalan terus & tak berorientasi pd Grj sbg instansi moral.

Suatu kesulitan:

a. Dlm hal moral (yg bkn misteri) diperlukan argumentasi. b. Argumentasi berdasarkan KS tak semudah diperkirakan

banyak org, jg krn istilah spt ”porneia” (percabulan) atau ”akatharsia” (kekotoran) lingkup artinya tak selalu jelas, & diterjemahkan macam2.

(41)

d. Argumen yg mengacu pd ”infallibilitas” Pimpinan Grj jg memberi kesulitan, posisi mana yg menikmati infallibilitas? Selain itu bukankah lebih baik pengertian ”indefectibilitas”?

e. Argumen yg mengacu hukum kodrati (penalaran akal sehat) dpt dipertanyakan: Bukankah org di luar Grj jg mempunyai akal sehat?

KEMURNIAN

Citra (image) tak selalu sesuai kenyataan, tpi pengaruhnya besar. Citra Grj Katolik sering dikaitkan dg moral sex (imam, biarawan yg berwadat, be-ratnya moral perkawinan katolik, KB, larangan cerai), seolah2 itu satu2nya kriteria penilaian

katolisitas, bdk. tulisan wartawan yg mempengaruhi citra dlm masyarakat, meski kadar kebenarannya dipertanyakan.

Sanggama hny dibenarkan dlm perkawinan scr natural, maka dibedakan antara kemurnian suami istri (castitas coniugalis) & pantang aktualisasi kemampuan sexual sama sekali (castitas perfecta) yg banyak dipakai dlm dokumen Grj, mis. ensiklik ”Sacra virginitas” 25-3-1954. Kategorisasi ”Perfecta” utk pantang total & ”imperfecta” utk pasutri dlm perkawinan dapat menimbulkan kesan gradasi & diskriminasi. Memang dg “perfecta” & ”imperfecta” dpt dimaksudkan harfah “tuntas diselesaikan” & ”tak diselesaikan”, tpi dpt menimbulkan salah paham. Apakah tdk lebih baik langsung dipakai istilah “kemurnian suami-istri” spt dlm ”Vademecum Bapa Pengakuan” 12-2-1997.

KGK 2337: Kemurnian berarti integrasi yg berhasil sexualitas dlm diri seorg & dg demikian kesatuan intern mns sbg makhluk jasmani & rohani.

Moral & kultis. Dua aspek ini harus dibedakan, agar jangan dr kemurnian kultis (yg memenuhi kualifkasi moral) ditarik kesimpulan utk kemurnian moral (yg hrs memenuhi kualifkasi moral: tahu, mau & mampu).

PORNEIA & AKATHARSIA (& BERBAGAI DERIVATNYA)

(42)

menyangkut pengertian. Perlu hati2, apa yg dimaksud, agar

kesimpulan tidak kurang tepat. Dlm PL dipakai kata Ibrani z’nut, z’nunim, taznut, zonah. Ini tak mengacu pd zina biasa, atau hub. luar nikah, tpi pelacuran istri. Scr teologis: ketidaksetiaan Israel thd Yahweh.

Porne dlm LXX bkn zina biasa, tpi mengacu pelacuran bdk. Kej 38: 24 ttg Tamar. Pembahasan global sj (pengikut Kristus menjauhi segala hal yg cabul atau kotor) tak cukup, sebab dlm moral hrs jelas didasarkan argumen atas ajaran ttt yg disimpulkan dr teks KS. Hrs jelas mis. apa yg dipersoalkan, mis. perzinaan atau pelacuran. Ini sering tampak dlm pernyataan para ahli KS, dlm berbagai terjemahan KS & dlm banyak dokumen Grj sendiri, maka diperlukan kearifan & kehati2an dlm menarik kesimpulan, terutama dlm menyusun

norma-norma & larangan tindakan ttt yg berkaitan dg soal kemurnian berdasarkan KS.

Demikianlah bbrp gagasan sumbangan PB utk moral sexual, perkawinan & keluarga. Sebaiknya diperhatikan bbrp hal: 1) PB hendaknya dilihat dlm kesatuannya dg PL yg

diandaikannya.

2) Bahan ini tdk lengkap & masih “mentah”, & digumuli dlm tradisi Grj dua puluh abad, khususnya dlm pertemuan dg berbagai aliran & kebudayaan lain. Tampaknya nada positif KS mjd kurang positif, bahkan dlm arti ttt timbul kesan sikap negatif thd sexualitas, shg tradisi Grj Katolik dlm hal ini oleh banyak kalangan dirasa tak hny kurang meyakinkan, tpi jg kadaluwarsa, meskipun jg ada unsur2

yg perlu dipertahankan dlm arus perubahan.

3) Pergumulan berlangsung terus, tak hny krn perkembangan berbagai ilmu & penelitian (mis. biologis, psikologis, sosiologis & flosofs teologis), melainkan jg krn perkembangan kesadaran mns.

BAB VII

TRADISI (& MAGISTERIUM)

Dasar atau alasan pembahasan Tradisi antara lain krn:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Terhadap Motivasi Kerja Guru Di Smk Pgri 2 Cimahi.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Selain penggunaan bahasa yang bersifat formal, dalam penulisan unsur-unsurnya surat juga harus mematuhi kaidah penulisan bahasa yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan..

Kepada teman-teman penulis Koyud, Kak Ridah, Bu Entin (orang-orang lama MIDI), terima kasih atas segala dukungan dan semangat serta menemani penyelesaian

CI 100 juga memberikan perlindungan yang lebih lama (hingga usia 100 tahun) dengan usia masuk yang lebih panjang (usia 5-70 tahun), survival period 7 hari untuk semua

Perumusan tujuan pengembangan Kurikulum di SMK Negeri 1 dan SMK Al Huda Kota Kediri meliputi hubungan antara tujuan institusional (lembaga pendidikan) dan

Pengaruh pembelajaran kitab kuning terhadap sikap sabar murid di Madrasah Islami Nurul Khufad Darut a’limil Qur’an Banggle 01, Kanigoro, Blitar. Hasil analisis uji hipotesis

Agar hewan peliharaan kita tidak mudah terkena penyakit maka harus diberikan... a.Vaksin

perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab , peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari