• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh pasar modern terhadap pasar tradisional

telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya Putra (2004)

mengenai “Pengaruh Pengembangan Pasar Modern terhadap Kehidupan Pasar

Tradisional di Pusat Pasar Medan (Studi Kasus di Pusat Pasar Medan)”. Hasil

penelitian menyimpulkan bahwa keberadaan pasar modern (Medan Mall)

mempengaruhi variasi pendapatan pedagang tradisional di Pusat Pasar Medan.

Setelah adanya Medan Mall, pendapatan pedagang menjadi berkurang/menurun.

Selain itu terdapat beberapa perbedaan antara pasar modern (Medan Mall) dengan

pasar tradisional di Pusat Pasar Medan, yakni menyangkut perbedaan dalam hal

fasilitas berbelanja, kenyamanan berbelanja serta kualitas barang yang

diperjualbelikan. Perbedaan-perbedaan ini diasumsi memberi pengaruh terhadap

pengunjung di pasar tradisional Pusat Pasar Medan, akibatnya daya jual pedagang

pasar tradisional di Pusat Pasar Medan menjadi lemah.

Penelitian lain dilakukan oleh Suryadharma, et al, (2007) mengenai

Impact of Supermarkets on Traditional Markets and Retailers in Indonesia's

Urban Centers”. Studi ini mengukur dampak supermarket pada pasar tradisional

di daerah perkotaan di Indonesia secara kuantitatif dengan menggunakan metode

differencein-difference (DiD) dan metode ekonometrik, serta secara kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Penelusuran melalui metode

(2)

dan keuntungan, tetapi terdapat dampak siginifikan supermarket pada jumlah

pegawai pasar tradisional. Temuan-temuan kualitatif menunjukkan bahwa

kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah

internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket.

Aryani (2011) melakukan studi penelitian mengenai “Efek Pendapatan

Pedagang Tradisional dari Ramainya Kemunculan Minimarket di Kota Malang”.

Penelitian ini bertujuan mengkomparasikan jumlah pendapatan para pedagang di

pasar tradisional sebelum dan sesudah munculnya minimarket di Kota Malang

serta mengetahui permasalahan yang dihadapi pedagang di pasar tradisional

berkaitan dengan keberadaan minimarket. Penelitian ini dilakukan di 6 pasar di

Kota Malang. Responden terbagi menjadi dua yaitu responden pedagang dan

responden pembeli. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 66% responden

pedagang menyatakan keberadaan minimarket berpengaruh terhadap penurunan

pendapatannya. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

rata-rata pendapatan para pedagang di pasar tradisional sebelum dengan sesudah

munculnya minimarket. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi lesunya pasar

tradisional antara lain munculnya keberadaan minimarket, pesaing lain seperti

pedagang sayur keliling/mlijo dan toko pracangan, kondisi pasar tradisional yang

kurang baik.

Fadhilah (2011) melakukan studi mengenai Dampak Minimarket terhadap

Pasar Tradisional (Studi Kasus di Ngaliyan). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dampak kehadiran minimarket terhadap pasar tradisional Ngaliayan

dan strategi yang dilakukan pedagang pasar tradisional untuk menghadapi

persaingan dengan minimarket. Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif

(3)

berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

keberadaan pasar modern (Minimarket) disekitar pasar Ngaliyan memberikan

dampak negatif, terutama kepada para pedagang kelontong yang mayoritas

daganganya tersedia juga di pasar modern (minimarket).

Wijayanti (2011) melakukan studi tentang Analisis Pengaruh Perubahan

Keuntungan Usaha Warung Tradisional dengan Munculnya Mini Market (Studi

Kasus di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang). Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis pengaruh perubahan keuntungan usaha warung tradisional dengan

munculnya minimarket (Studi Kasus : Kecamatan Pedurungan Kota Semarang).

Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara secara langsung

kepada responden dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan

menggunakan analisis regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least

Square (OLS). Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan omzet penjualan

(0,0000) dan jarak (0,0653)* berpengaruh signifikan terhadap perubahan

keuntungaan usaha, sedangkan diversifikasi produk (0,3147) tidak berpengaruh.

Ifah, Sutikno dan Sari (2011) melakukan studi penelitian mengenai

“Pengaruh Toko Modern terhadap Toko Usaha Kecil Skala Lingkungan (Studi

Kasus : Minimarker Kecamatan Blimbing Kota Malang)”. Hasil penelitian

menyimpulkan terdapat perubahan kecenderungan pada preferensi pemilihan

tujuan berbelanja sebelum dan sesudah berdirinya minimarket di kawasan

Kecamatan Blimbing. Berdasarkan jangkauan pelayanan, dapat diketahui bahwa

semakin besar jangkauan minimarket, maka akan semakin banyak toko yang

terfriksi dengan jangkauan pelayanannya. Semakin jauh toko usaha kecil terhadap

(4)

Widiandra dan Sasana (2013) melakukan studi mengenai Analisis Dampak

Keberadaan Pasar Modern terhadap Keuntungan Usaha Pedagang Pasar

Tradisional (Studi Kasus di Pasar Tradisional Kecamatan Banyumanik Kota

Semarang). Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak keberadaan pasar

modern terhadap perubahan keuntungan yang diterima oleh pedagang pasar

tradisional (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik). Dampak tersebut dilihat dari

segi kenyamanan, jarak antar pasar modern dengan pasar tradisional dan

kelengkapan produk yang nantinya akan mempengaruhi perubahan keuntungan

pedagang pasar tradisional. Metode analisis menggunakan alat analisis regresi

linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kenyamanan

terhadap keuntungan usaha tidak signifikan, artinya bahwa rendahnya tingkat

kenyamanan pasar tidak mempengaruhi keuntungan usaha pedagang pasar

tradisional. Pengaruh jarak terhadap keuntungan usaha adalah signifikan positif,

artinya apabila jarak pasar lebih strategis maka keuntungan usaha akan meningkat.

Pengaruh diversifikasi produk terhadap keuntungan usaha adalah signifikan

positif, artinya apabila diversifikasi produk lebih beragam maka keuntungan usaha

akan meningkat. Pengaruh harga terhadap keuntungan usaha adalah tidak

signifikan positif, artinya apabila harga pasar relatif lebih terjangkau maka tidak

mempengaruhi keuntungan usaha.

Sitorus (2008) melakukan studi mengenai Dampak Operasional Pasar

Modern terhadap Dinamika Prefrensi Konsumen Pasar Tradisional di Kota

Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dampak operasi pasar

modern yang mempengaruhi perubahan preferensi masyarakat dalam membeli di

pasar tradisional dalam memelihara jumlah pembeli dan jejaring distributor

(5)

pedagang pasar tradisional terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangganya.

Penelitian survai dan wawancara mendalam dilakukan kepada pedagang di 2 (dua)

pasar tradisional yaitu Pasar Peringgan dan Pasar Petisah dengan pendistribusian

angket dan observasi atas perilaku pedagang tradisional dalam melakukan

pelayanan pada pembelinya. Hasil penelitian ini, mendeskripsikan : (1) pasar

adalah suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, (2) kegiatan perdagangan

yang berlangsung di pasar tradisional Peringgan dan Petisah menunjukkan

hubungan kegiatan produksi barang untuk dikonsumsi oleh sebahagian

masyarakat Kota Medan dan sekitarnya, (3) perilaku responden dalam menekuni

usahanya dibidang dagang untuk meningkatkan profesionalitas atas keuntungan

yang diperoleh, (4) realitas fisik dan kondisi lingkungan sekitar pasar tradisional

yang kumuh, tidak bersih, berhawa panas, rawan serta tidak nyaman merupakan

sebab-sebab utama yang mempengaruhi preferensi pembeli untuk tetap

memprioritaskan berbelanja di pasar tradisional, (5) kehadiran pasar modern

menyebabkan berkurangnya jumlah pembeli dan semakin kecil total uang beredar

atas pembelian barang yang di pasar Peringgan dan Petisah, kecuali menjelang

tahun masuk sekolah, hari raya dan tahun baru. Selain itu, mengurangi

keuntungan, menurunnya penghasilan pedagang pasar tradisional secara

berkelanjutan, (6) persaingan menyebabkan pedagang pasar tradisional semakin

terkalahkan terkait dengan kurangnya modal, jaringan distribusi barang dan

strategi mempertahankan jumlah pembeli yang preferensi utamanya adalah

berbelanja di pasar tradisional.

Susilo (2012) melakukan studi mengenai Dampak Operasi Pasar Modern

terhadap Pendapatan Pedagang Pasar Tradisional di Kota Pekalongan. Penelitian

(6)

pedagang tradisional di Kota Pekalongan juga untuk membuktikan dampak pasar

pasar modern terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional di Kota

Pekalongan. Metode analisis menggunakan alat analisis deskriptif dan Paired

Sample Test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapatan pedagang

pasar tradisional antara sebelum dan sesudah adanya pasar modern, walapun dari

ranks dapat dilihat bahwa dari 150 orang pedagang hanya 39 yang terpengaruh

dan sisanya 111 pedagang pasar tradisional tidak terpengaruh oleh kehadiran

pasar modern, sehingga apabila dilihat secara deskriptip sebetulnya kehadiran

pasar modern tidak begitu kuat berpengaruh terhadap pendapatan para pedagang

pasar tradisional di Kota Pekalongan karena hanya mempengaruhi 39 pedagang

dari 150 pedagang pasar tradisional sebagai sampel atau sekitar 26% saja.

Lufti (2013) melakukan studi mengenai Dampak Keberadaan Indomaret

terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional di Kelurahan

Terjun Kecamatan Medan Marelan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar dampak yang dhasilkan semenjak keberadaan gerai Indomaret di

Kota Medan, khususnya di kecamatan Medan Marelan Kelurahan Terjun terhadap

pedagang grosir yang ada di sekitar pasar tradisional. Teknik penelitian ini

dilakukan dengan metode deskriptif–kualitatif yaitu dengan mengacu kepada

strategi penelitian, seperti wawancara mendalam (deep interview) dan

pengumpulan data melalui pemberitaan serta melakukan observasi terhadap

aktivitas mereka yang diteliti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada banyak

dampak yang ditimbulkan dari pembangunan gerai indomaret di sekitar pasar

tradisional maupun di sekitar pedagang grosir.

Mulyo (2012) melakukan studi mengenai Dampak Keberadaan

(7)

1) menganalisis pengaruh lokasi keberadaan Supermarket terhadap omzet

penjualan di pasar tradisional; dan 2) menganalisis pengaruh harga produk di

Supermarket terhadap omzet penjualan di pasar tradisional dan mengetahui

variabel apa yang paling berpengaruh terhadap omzet penjualan di pasar

tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian survei. Alat analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda dengan

menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lokasi

supermarket, harga jual barang, dan promosi berpengaruh signifikan secara

simultan terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Hasil ini dibuktikan

dengan nilai F hitung> F tabel (19.899 > 2,9752). Hasil uji secara parsial dengan

menggunakan uji t dapat diketahui bahwa variabel lokasi supermarket, dan harga

jual barang tidak berpengaruh secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap

omzet pedagang di pasar tradisional. Variabel promosi secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap omzet pedagang di pasar tradisional.

2.2 Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual untuk

melakukan pertukaran atas barang dan jasa. Campbell (1990) mendefinisikan

pasar sebagai institusi atau mekanisme di mana pembeli dan penjual bertemu dan

secara bersama-sama mengadakan pertukaran barang dan jasa. Selanjutnya

Stanton (1996) mendefinisikan pasar sebagai orang-orang yang mempunyai

kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan

untuk membelanjakan uang. Pasar merupakan tempat pembeli bertemu dengan

penjual, barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian

(8)

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) Nomor 112

Tahun 2007 pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih

dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,

pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran bertemu,

dalam hal ini lebih ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah

proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih ke arah

pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa barang atau jasa. Secara

umum pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli (Wikipedia

dalam Hadiwiyono, 2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan pasar

sebagai tempat orang berjual beli, yang berarti merupakan organisasi dimana

penjual dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah.

Damsar (1997) menyatakan istilah pasar dalam kajian sosiologi ekonomi

diartikan sebagai salah satu lembaga paling penting dalam institusi ekonomi yang

menggerakkan dinamika kehidupan ekonomi, berfungsinya pasar tidak terlepas

dari aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang. Aspek yang tidak kalah

menarik dalam pasar adalah aspek ruang dan waktu serta tawar-menawar yang

terjadi di pasar. Ada beberapa aktor ekonomi yang berperan dalam pasar yaitu :

1. Pembeli, yang terdiri dari beberapa tipe, yaitu: a) Pengunjung yaitu mereka

yang datang ke lokasi pasar tanpa mempunyai tujuan untuk melakukan

pembelian terhadap sesuatu barang atau jasa. Mereka adalah orang-orang yang

menghabiskan waktu luangnya di lokasi pasar; b) Pembeli yaitu mereka yang

datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa,

tetapi tidak mempunyai tujuan ke (di) mana akan membelil dan c) Pelanggan

(9)

barang atau jasa dan punya arah tujuan yang pasti ke (di) mana akan membeli.

Seseorang yang menjadi pembeli tetap dari seorang penjual tidak terjadi

secara kebetulan, tetapi melalui proses interaksi sosial. Tawar-menawar antara

penjual dan pelanggan dapat dikatakan jarang terjadi, karena penjual telah

menetapkan harga yang keuntungannya mendekati batas margin.

2. Pedagang, yaitu orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau

barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sosiologi ekonomi membedakan pedagang berdasarkan penggunaan dan

pengelolaan pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan hubungannya

dengan ekonomi keluarga. Pedagang dapat dibagi atas : a) Pedagang

profesional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas perdagangan

merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluargal b)

Pedagang semi profesional adalah pedagang yang mengakui aktivitasnya

untuk memperoleh uang, tetapi pendapatan dari hasil perdagangan merupakan

sumber tambahan bagi ekonomi keluarga. Derajat tambahan tersebut berbeda

pada setiap orang dan masyarakatl c) Pedagang subsistensi merupakan

pedagang yang menjual produk atau barang dari hasil aktivitas atas substensi

untuk memenuhi ekonomi rumah tangga dan d) Pedagang semu adalah orang

yang melakukan kegiatan perdagangan karena hobi atau untuk mendapatkan

suasana baru atau mengisi waktu luang. Pedagang jenis ini tidak

mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana untuk memperoleh uang,

malahan mungkin saja sebaliknya ia akan memperoleh kerugian dalam

(10)

Mankiw (2003) mendefinisikan pasar sebagai sekumpulan pembeli dan

penjual dari sebuah barang atau jasa tertentu. Para pembeli sebagai sebuah

kelompok menentukan permintaan terhadap produk, dan para penjual sebagai

kelompok menentukan penawaran terhadap produk. Menurut kelas atau mutu dari

pelayanan yang diberikan suatu pasar dapat digolongkan menjadi pasar tradisional

dan pasar modern.

2.2.1. Pasar Modern

Pasar modern merupakan pasar dimana penjual dan pembeli tidak

bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang

tercantum dalam barang, berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan

secara mandiri atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain

bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang

lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama.

Sinaga dalam Aryani (2011) mendefinisikan pasar modern adalah pasar

yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan

perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang

baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).

Zumrotin (2002) menyatakan pasar modern adalah pasar yang umumnya dimiliki

oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen dengan

cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discount-discount

menarik.

Azimah et al (2013) menyatakan pasar modern adalah tempat penjualan

barang-barang kebutuhan rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana

(11)

mengambil sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir). Pasar

modern dapat berbentuk Hypermarket, Supermarket, Minimarket, Department

Store maupun perkulakan

Barang yang dijual memiliki variasi jenis yang beragam. Selain

menyediakan barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang

yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui

penyeleksian yang ketat sehingga barang yang tidak memenuhi persyaratan

klasifikasi akan di tolak. Dari segi kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai

persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern

memiliki label harga yang pasti. Pasar modern juga mmberikan pelayanan yang

baik dengan adanya pendingin udara yang sejuk, suasana nyaman dan bersih.

Dalam pasar modern penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung, tapi

melalui kasir dan pramuniaga yang melayani pembeli. Rantai distribusi pada pasar

ini adalah produsen – distributor –pengecer/konsumen.

Menurut Kotler (2000) macam-macam pasar modern diantaranya :

1. Minimarket: gerai yang menjual produk-produk eceran seperti warung

kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang

minimarket adalah antara 50 m2 sampai 200 m2.

2. Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual,

tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan,dan lokasi.

Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 200 m2 hingga 450

m2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari

(12)

3. Special store: merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga

konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang

bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.

4. Factory outlet: merupakan toko yang dimiliki perusahaan/pabrik yang menjual

produk perusahaan tersebut, menghentikan perdagangan, membatalkan order

dan kadang-kadang menjual barang kualitas nomor satu.

5. Distro (Disribution Store): jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan

aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri.

6. Supermarket: mempunyai luas 300-1100 m2 yang kecil sedang yang besar

1100-2300 m2

7. Perkulakan atau gudang rabat: menjual produk dalam kuantitas besar kepada

pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian

bisnis.

8. Super store: adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap

dan luas yang lebih besar dari supermarket

9. Hipermarket: luas ruangan di atas 5000 m2

10.Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan trade center.

2.2.2. Pasar Tradisional

Menurut Peraturan Presiden No 112 tahun 2007 tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pasar

tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah

Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los

(13)

masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan

proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Barang yang dijual dipasar tradisional umumnya barang-barang lokal dan

ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, barang yang dijual di pasar tradisional

dapat terjadi tanpa melalui penyortiran yang kurang ketat. Dari segi kuantitas,

jumlah barang yang disediakan tidak terlalu banyak sehingga apabila ada barang

yang dicari tidak ditemukan di satu kios tertentu, maka dapat dicari ke kios lain.

Rantai distribusi pada pasar tradisional terdiri dari produsen, distributor, sub

distributor, pengecer, konsumen (Azimah, et al, 2013).

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya

ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los

dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti : bahan-bahan makanan berupa

ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan

lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya.

Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak

dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar

(Wikipedia dalam Hadiwiyono, 2011).

Pangestu (2007) mengemukakan pasar tradisional dikenal sebagai pasar

yang bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang

menyenangkan (ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai,

kurang menjaga kebersihan pasar, dan penerangan kurang baik). Barang-barang

yang diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang

(14)

dengan sistem tawar menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan

ekonomi lemah dan cara berdagangnya kurang profesional.

Dalam hal mata rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok

profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat

perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini

berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung resiko

kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan supermarket yang umumnya

menggunakan metode konsinyasi atau kredit. Terkait dengan modal usaha, 88%

pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau

keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya.

Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka

(Suryadarma, et al. 2007).

Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek

tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan

permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan

lainnya adalah pengalaman berbelanja yang luar biasa, dimana bisa melihat dan

memegang secara langsung produk yang umumnya masih sangat segar.

Kelemahan pasar tradisional antara lain adalah kesan bahwa pasar terlihat becek,

kotor, bau dan terlalu padat lalu lintas pembelinya (Esther dan Didik, 2003).

Selain kelemahan-kelemahan di atas, faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir,

tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam

operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual

merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan

(15)

2.2.3. Dualisme Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern sesungguhnya tidak

hanya bersumber dari arsitektur bangunan atau manajemen pengelolaannya,

melainkan bersumber dari pemaknaan tentang konsepsi pasar sebagai tempat

berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar dapat dipahami dari

berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik.

Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam pengertian luas, sebagai

tempat bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah satu

implikasi dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis

(Paskarina, et al, 2007).

Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern menimbulkan

dualisme. Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat

terdapat dua gaya sosial yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing–masing

berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi. Dalam dualisme

masyarakat, salah satu sistem sosial yang menonjol biasanya termaju, diimpor dari

luar negeri dan hidup dalam lingkungan baru tanpa berhasil menyisihkan atau

menyerap sistem sosial lain yang telah lama tumbuh disitu. Akibatnya, dari sistem

kedua ini tidak ada yang meluas, dan malah keduanya menjadi ciri khas

masyarakat yang bersangkutan.

Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta

keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu sektor ekonomi tertentu

yang memiliki sifat tidak seragam. Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan

menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern. Kelompok

ekonomi tradisional berarti kegiatan ataupun keadaan ekonomi yang ada masih

(16)

kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dikuasai oleh unsur –

unsur yang bersifat modern. Menurut Boeke dalam Agustia (2009), dualisme

sosial adalah bahwa dalam masyarakat terdapat dua sistem yang berbeda, dan

keduanya hidup saling berdampingan.

Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi

khususnya perdagangan yang selanjutnya akan menunjuk pula pada dualisme

aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi lingkungan, dan

sosial budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul kelompok superior

yang mendominasi kelompok inferior. Muncul pasar/toko modern di tengah

keberadaan pasar-pasar tradisional.

Dualisme (dualism) berasal dari terminologi Regional Economy yakni

terjadinya coexistency (hadir secara bersamaan) dalam suatu waktu atau dalam

suatu wilayah yang sama dari situasi atau kondisi. Biasanya yang satu

dikehendaki yang lainnya tidak atau yang satu merupakan komponen superior,

yang lainnya inferior, yang kedua-duanya eksklusif/ penting bagi kelompok

masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor

ekonomi tradisional, aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal,

gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang menunjukkan pada dualisme

aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial budaya, dan

sebagainya). Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) ini, salah satu akibat

dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya perbedaan dalam pengelolaan

dan pengaturan pertanahan atau pengaturan zonasi seringkali tidak terhitungkan

dalam penyediaan ruang (pola ruang) yang direncanakan yang akhirnya

menimbulkan friksi serta sikap pro dan kontra terhadap kehadirannya (Djumantri,

(17)

Boeke dalam Paskarina, et al. (2007) menerangkan fenomena

terbentuknya pasar dalam kerangka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat

prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik. Menurutnya, perbedaan yang

paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik

terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat dalam tingkatan

prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang

diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya

untuk mendapatkan laba maksimum.

Perbedaan orientasi ekonomi tersebut melahirkan nilai-nilai sosial dan

budaya yang membentuk pemahaman terhadap keberadaan pasar dalam kedua

kategori masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kapitalistik, individu secara

otonom menentukan keputusan bebas, dimana pasar merupakan kolektivitas

keputusan bebas antara produsen dan konsumen (Sastradipoera, 2006). Jika

keputusan produsen ditentukan oleh biaya alternatif, harapan laba, dan harapan

harga pasar, maka keputusan konsumen ditentukan oleh daya beli, pendapatan

minus tabungan, harga dan harapan harga komoditas, serta faktor individual

(minat, dan kebutuhan). Dalam masyarakat prakapitalistik, sebaliknya,

kolektivisme menentukan keputusan individual. Pasar dalam masyarakat seperti

itu merupakan pertemuan sosial, ekonomi, dan kultural. Jika keputusan produsen

lebih ditentukan oleh harapan untuk mempertahankan posisi pendapatan yang

telah dicapai, maka keputusan konsumen lebih dekat pada nilai kolektif yang

dapat diraihnya.

Nilai kolektivitas menjadi pembeda dalam pemahaman tentang konsepsi

pasar di kalangan masyarakat prakapitalistik dan masyarakat kapitalistik. Bagi

(18)

yang masih berpatokan pada kolektivitas, kegiatan ekonomi yang berlangsung di

pasar (dalam arti tempat bertemunya penjual dan pembeli) masih sangat diwarnai

oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka, hubungan personal

antara penjual dan pembeli (yang ditandai oleh loyalitas ‘langganan’), serta

kedekatan hubungan sosial (yang ditandai konsep ‘tawar-menawar harga’ dalam

membeli barang atau konsep ‘berhutang’). Karakteristik semacam ini pada

kenyataannya tidak hanya ditemukan dalam masyarakat perdesaan, tapi juga

dalam masyarakat perkotaan, yang bermukim di kota-kota besar di Indonesia.

Kondisi semacam inilah yang kemudian memunculkan dualisme sosial, yang

tampak dalam bentuk pertentangan antara sistem sosial yang berasal dari luar

masyarakat dengan sistem sosial pribumi yang hidup dan bertahan di wilayah

yang sama (Paskarina, et al, 2007).

Masuknya nilai-nilai baru, seperti kolektivitas rasional atau otonomi

individu yang menjadi karakteristik masyarakat kapitalistik ternyata tidak

diimbangi oleh pelembagaan nilai-nilai ini dalam dimensi kehidupan masyarakat.

Kebiasaan sosial di kalangan masyarakat perkotaan yang seyogianya

menampakkan ciri-ciri masyarakat kapitalistik, pada kenyataannya masih

menunjukkan kebiasaan masyarakat prakapitalistik. Kondisi inilah yang kemudian

memunculkan fenomena dualisme, seperti berkembangnya para pedagang kaki

lima di sekitar mall. Dualisme sosial ini selanjutnya mengarah pada pola relasi

yang timpang di mana salah satu pihak mendominasi pihak lain dan pihak lain

berada dalam posisi termarginalkan, baik dalam kerangka struktural maupun

kultural (Paskarina, et al, 2007).

Friedman dalam Sastradipoera (2006) menjelaskan bahwa kesenjangan

(19)

sosial. Kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dalam kekuatan

tawar menawar di pasar terutama disebabkan oleh ketidaksamaan kesempatan

untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial tersebut. Beberapa penyebabnya

adalah ketidaksamaan untuk memperoleh modal atau aktiva produktif,

ketidaksamaan dalam memperoleh sumber-sumber finansial, ketidaksamaan

dalam memasuki jaringan sosial untuk memperoleh peluang kerja, dan

ketidaksamaan akses untuk menguasai informasi.

Ketimpangan yang muncul sebagai akibat ketidakseimbangan dalam

kekuatan tawar menawar setidaknya memunculkan dua akibat, yakni: (1)

hilangnya harga diri (self-esteem) karena pembangunan sistem dan pranata sosial

dan ekonomi gagal mengembangkan martabat dan wibawa kemanusiaan; dan (2)

lenyapnya kepercayaan pada diri sendiri (self-reliance) dari masyarakat yang

berada dalam tahapan belum berkembang karena ketidakmandirian.

Kondisi ketidakseimbangan dalam hal bargaining position sebagaimana

diuraikan di atas juga menjadi salah satu penyebab melemahnya kapasitas pasar

tradisional dalam persaingan dengan pasar modern. Ruang bersaing pedagang

pasar tradisional kini semakin terbatas. Bila selama ini pasar modern dianggap

unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah untuk banyak komoditas,

dengan fasilitas berbelanja yang jauh lebih baik, skala ekonomis pengecer modern

yang cukup luas dan akses langsung mereka terhadap produsen dapat menurunkan

harga pokok penjualan mereka sehingga mereka mampu menawarkan harga yang

lebih rendah. Sebaliknya para pedagang pasar tradisional, mereka umumnya

mempunyai skala yang kecil dan menghadapi rantai pemasaran yang cukup

panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Akibatnya, keunggulan biaya

(20)

Keunggulan pasar tradisional mungkin juga didapat dari lokasi.

Masyarakat akan lebih suka berbelanja ke pasar-pasar yang lokasinya lebih dekat.

Akan tetapi pusat-pusat perbelanjaan modern terus berkembang memburu

lokasi-lokasi potensial. Dengan semakin marak dan tersebarnya lokasi-lokasi pusat

perbelanjaan modern maka keunggulan lokasi juga akan semakin hilang.

Kedekatan lokasi kini tidak lagi dapat dijadikan sumber keunggulan bagi pasar

tradisional (Paskarina, et al, 2007).

Upaya untuk menyeimbangkan kedudukan pasar tradisional dengan pasar

modern belum secara konkret dilakukan karena tidak ada kebijakan yang

mendukung pasar tradisional, misalnya dalam hal pembelian produk pertanian

tidak ada subsidi dari pemerintah sehingga produk yang masuk ke pasar

tradisional kalah bersaing dalam hal kualitas dengan produk yang masuk ke pasar

modern. Bahkan dewasa ini berkembang pengkategorian pasar yang cenderung

memarginalkan masyarakat, seperti pasar tradisional untuk masyarakat berdaya

beli menengah ke bawah tapi kualitas barang yang dijual tidak sesuai standar,

sementara pasar modern untuk masyarakat menengah ke atas dengan kualitas

produk sesuai bahkan melebihi standar minimal.

Kategorisasi semacam itu memunculkan kesenjangan dan kecemburuan

sosial bukan hanya antara pasar tradisional dengan pasar modern, tapi semakin

meluas mengarah pada konflik horizontal di masyarakat. Pembedaan kategori

pasar tradisional dan pasar modern juga menunjukkan stigmatisasi dan

diskriminatif. Padahal konsep pasar modern kenyataannya lebih sarat dengan

makna konsumtif dibandingkan makna sebagai ruang sosial lintas strata

(21)

Pasar modern pada umumnya diisi oleh retailer (pengecer besar), baik

perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun nasional. Mereka ini merupakan

pesaing yang mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah

modernisasi pasar dengan manajemen pengelolaan secara modern baik dari sistem

pengelolaan maupun kelembagaannya perlu ditingkatkan untuk mengembangkan

perekonomian pedagang kecil serta pemacu pertumbuhan ekonomi daerah.

2.2.4. Keuntungan

Keuntungan atau laba dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu 1) Laba

dalam

investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang

berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya,

antar

adalah dalam hal pendefinisian biaya (Yani, 2013).

Sitio dalam Wijayanti (2011) menyatakan tingkat keuntungan pada setiap

perusahaan biasanya berbeda pada setiap jenis industri, baik perusahaan yang

bergerak di bidang tekstil, baja, farmasi, komputer, alat perkantoran, dan lain-lain.

Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan ini sebagai :

1. Teori Laba Menanggung Resiko (Risk-Bearing Theory of Profit), yaitu

keuntungan ekonomi diatas normal akan diperoleh perusahaan dengan resiko

di atas rata-rata.

2. Teori Laba Friksional (Frictional Theory of Profit), yaitumenekankan bahwa

keuntungan meningkat sebagai suatu hasil dari friksi keseimbangan jangka

(22)

3. Teori Laba Monopoli (Monopoly Theory of Profit), yang menyatakan bahwa

beberapa perusahaan dengan kekuatan monopoli dapat membatasi output dan

menetapkan harga yang lebih tinggi daripada bila perusahaan beroperasi

dalam kondisi persaingan sempurna. Dengan demikian perusahaan menikmati

keuntungan.

4. Teori Laba Inovasi (Innovation Theory of Profit), yaitu laba diperoleh karena

keberhasilan perusahaan dalam melakukan inovasi.

5. Teori Laba Efisiensi Manajerial (Managerial Efficiency Theory of Profit),

yaitu menekankan bahwa perusahaan yang dikelola secara efisien akan

memperoleh laba diatas rata-rata laba normal.

Keuntungan yang tinggi merupakan insentif bagi perusahaan untuk

meningkatkan outputnya dalam jangka panjang. Sebaliknya, laba yang rendah

atau rugi adalah pertanda bahwa konsumen menginginkan kurang dari

produk/komoditi yang ditangani dan metode produksinya tidak efisien.

Keuntungan diperoleh dari hasil mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan

dari hasil penjualan yang diperoleh (π=TR-TC).

2.2.5. Omzet Penjualan

Kata omzet berarti jumlah, sedang penjualan berarti kegiatan menjual

barang yang bertujuan mencari laba/pendapatan. Jadi omzet penjualan berarti

Jumlah penghasilan/laba yang diperoleh dari hasil menjual barang/jasa. Sutamto

dalam Wijayanti (2011) menyatakan penjualan adalah usaha yang dilakukan

manusia untuk menyampaikan barang dan jasa kebutuhan yang telah

dihasilkannya kepada mereka yang membutuhkan dengan imbalan uang menurut

(23)

Chaniago (2002) mendefinisikan omzet penjualan adalah keseluruhan

jumlah pendapatan yang didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam

kurun waktu tertentu. Swastha dan Irawana (2005) mendefinisikan omzet

penjualan sebagai akumulasi dari kegiatan penjualan suatu produk barang-barang

dan jasa yang dihitung secara keseluruhan selama kurun waktu tertentu secara

terus menerus atau dalam satu proses akuntansi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa omzet penjualan

adalah keseluruhan jumlah penjualan barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu,

yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh dan berdasarkan volume.

Seorang pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omzet penjualan dari

hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun.

Hal ini diperlukan kemampuan dalam mengelola modal terutama modal kerja agar

kegiatan operasional perusahaan dapat terjamin kelangsungannya.

2.2.6. Diversifikasi Produk

Diversifikasi merupakan usaha memperluas beberapa macam barang yang

akan dijual dalam sebuah strategi perusahaan untuk menaikkan penetrasi pasar.

Alasan yang mendorong suatu perusahaan mengadakan diversifikasi produk,

yaitu: a) Keinginan mengadakan perluasan usaha menjadi pendorong utama; dan

b) Kegiatan menjadi serba besar, sehingga mendapatkan keuntungan juga lebih

besar, karena diproduksikan sejumlah besar barang yang dibutuhkan konsumen

atau paling tidak pendapatan stabil, hal ini disebabkan kerugian menjual barang

yang satu dapat ditutup dengan keuntungan menjual barang yang lain.

Diversifikasi produk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

(24)

adalah upaya yang dilakukan pengusaha/produsen/ perusahaan untuk

mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk

yang sudah dipasarkan sebelumnya. Ismanthono (2006) mengemukakan

diversifikasi produk adalah upaya perusahaan untuk meningkatkan penjualan

melalui penganekaragaman produk, baik lewat pengembangan produk baru atau

mengembangkan produk yang sudah ada.

Tjiptono (2005) mendefinisikan diversifikasi sebagai upaya mencari dan

mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, dalam rangka

mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas.

Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :

1. Diversifikasi konsentris, dimana produk-produk baru yang diperkenalkan

memiliki kaitan atau hubungan dalam pemasaran atau teknologi dengan

produk yang sudah ada.

2. Diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk-produk baru

yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada

pelanggan yang sama.

3. Diversifikasi konglomerat, dimana produk-produk yang dihasilkan sama

sekali baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi

dengan produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.

Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagai

tujuan diantaranya :

1. Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap

kedewasaan dalam Product Life Cycle (PLC).

2. Menjaga stabilitas dengan jalan menyebarkan resiko fluktuasi laba.

(25)

Untuk mengurangi resiko yang melekat dalam strategi diversifikasi, unit

bisnis seharusnya memperhatikan hal-hal berikut :

1. Mendiversifikasi kegiatan-kegiatannya hanya bila peluang produk/pasar yang

ada terbatas.

2. Memiliki pemahaman yang baik dalam bidang-bidang yang didiversifikasi.

3. Memberikan dukungan yang memadai pada produk yang diperkenalkan.

4. Memprediksi pengaruh diversifikasi terhadap lini produk yang ada.

2.3. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,

meningkatkan, memperbaiki atau memperluas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis

dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah adalah, daerah atau region, pada umumnya

diartikan sebagai suatu ruang yang dianggap merupakan suatu kesatuan

perkembangan kehidupan fisik, sosial maupun ekonomi. Miraza (2005)

menyatakan wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta

posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif

melalui perencanaan yang komprehensif. Undang-Undang No 26 tahun 2007

tentang penataan ruang, wilayah diartikan sebagai ruang yang merupakan satuan

geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu

menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat

(26)

kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis,

intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan

dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai

suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan

administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008).

Menurut Budiharsono (2005), pengembangan wilayah setidak-tidaknya

perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi;

(3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek

lingkungan. Aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber

daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah

tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi

disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang

merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (bidang

politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek kelembagaan

meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah

apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek

lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya

yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran.

Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi

(27)

Pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan

perkapita yang cepat, menyediakan dan memperluas kesempatan kerja,

memeratakan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar

daerah/regional serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang

antara sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang

tersedia tapi dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable)

(Todaro 2000). Pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai

alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakatnya guna mencapai

cita-citanya. Perubahan yang terjadi diharapkan lebih mengarah kepada perbaikan

mutu hidup dan kehidupan masyarakat (Suharyanto, 2007).

2.4.Kerangka Pemikiran

Plaza merupakan salah bentuk perbelanjaan modern yang ikut mendukung

masyarakat untuk hidup praktis. Salah satu plaza yang ada di Kota Medan adalah

Thamrin Plaza yang terletak di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area.

Thamrin Plaza sebagai pasar modern berdiri di sebelah pasar tradisional Pasar

Ramai yang telah ada sebelum Thamrin Plaza dibangun.

Pasar tradisional Pasar Ramai menunjukkan kawasan yang kurang tertata

dan sarana/prasarana/fasilitas yang kurang baik dibanding Thamrin Plaza yang

menunjukkan bersih dan public service-nya memuaskan, sehingga masyarakat

lebih memilih berbelanja di Thamrin Plaza dengan berbagai pertimbangan, seperti

kenyamanan, kebersihan, dan kualitas barang. Keberadaan Thamrin plaza dapat

memberi dampak terhadap keuntungan, omzet penjualan, jumlah pegawai dan

penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar

(28)

Keberadaan Thamrin Plaza di sebelah pasar tradisional Pasar Ramai

memberikan pengaruh terhadap perekonomian pedagang pasar tradisional Pasar

Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha di rumah karena dapat

mengurangi keuntungan, omzet dan penjualan fisik dari pedagang pasar

tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar.

Keuntungan yang diperoleh seorang selalu mengalami perubahan.

Perubahan pada keuntungan tersebut bisa perubahan keuntungan yang meningkat

atau perubahan keuntungan yang menurun. Perubahan keuntungan yang terjadi di

pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar adalah perubahan

keuntungan yang menurun akibat dari munculnya Thamrin Plaza. Perubahan

keuntungan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti perubahan omzet penjualan, penjualan fisik

dan diversifikasi produk.

Omzet penjualan yang diperoleh dari pedagang pasar tradisional Pasar

Ramai dan masyarakat sekitar dari hasil menjual barang bertujuan untuk mencari

keuntungan/laba. Omzet penjualan mempunyai pengaruh yang positif terhadap

keuntungan usaha. Jika omzet penjualan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai

dan masyarakat sekitar meningkat, maka besarnya keuntungan yang diperoleh

pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga akan

meningkat. Begitu juga sebaliknya, bila omzet penjualan pedagang pasar

tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menurun maka keuntungan yang

diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga

akan menurun.

Penjualan fisik adalah rata-rata penjualan barang-barang dari pedagang

(29)

beras, gula, buah-buahan, sayur-sayuran, aksesoris dan pakaian. Penjualan fisik

mempunyai pengaruh yang positif terhadap keuntungan usaha. Jika penjualan

fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar meningkat,

maka besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar

Ramai dan masyarakat sekitar juga akan meningkat. Jika penjualan fisik pedagang

pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menurun maka keuntungan

yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar

juga akan menurun.

Diversifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah diversifikasi

horizontal, dimana dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak

berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang

sama. Diversifikasi produk yang dijual pedagang pasar tradisional Pasar Ramai

dan masyarakat sekitar merupakan salah satu inovasi yang dilakukan untuk

meningkatkan besarnya keuntungan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan

masyarakat sekitar akibat munculnya Thamrin Plaza Adanya kebiasaan khusus

seseorang dan karakteristik daerah yang berbeda di suatu tempat dengan tempat

lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi konsumen dengan

segmen pasar yang berbeda.

Mempunyai produk yang berbeda dengan Thamrin Plaza dan memiliki

keunggulan yang lebih, akan meningkatkan omzet penjualan dari pedagang pasar

tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Dimana peningkatan omzet

tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan usaha pedagang pasar

tradisional Pasar Ramai. Dengan kata lain, jika pedagang pasar tradisional Pasar

Ramai dan masyarakat sekitar memiliki diversifikasi produk dengan Thamrin

(30)

dan masyarakat sekitar lebih besar daripada pedagang pasar tradisional Pasar

Ramai dan masyarakat sekitar yang tidak memiliki diversifikasi produk dengan

Thamrin Plaza.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

2.5. Hipotesis

1. Omzet penjualan, keuntungan usaha, jumlah pegawai dan penjualan fisik

pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menunjukkan

adanya perubahan penurunan akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza.

2. Perubahan omzet penjualan, perubahan penjualan fisik dan diversifikasi

produk berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha

pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya

pasar modern Thamrin Plaza.

Pasar

Pengembangan Wilayah Kecamatan Medan Area

Pasar Tradisional

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitasi bantuan sarana produksi (pengadaan benih bawang merah untuk kawasan).. 1 paket 2.329.000.000

[r]

Penulisan ini ditujukan untuk menambah wawasan pengetahuan teknologi dalam pembuatan sebuah Virtual Obyek untuk suatu bentuk model objek tiga dimensi dengan menggunakan

[r]

bersifat verbal. Aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik tidak banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat. Ada beberapa ahli ilmu

dituruti oleh tarian, sedangkan instrumentalia timur apalagi Indonesia masih sangat rapat hubungannya dengan tarian, sehingga belum dapat kita pisahkan antara musik dan

Dalam hal ini siswa SD yang masih belum terkontaminasi dengan sifat yang kurang baik sangat memungkinkan untuk ditanamkan sifat-sifat atau karakter untuk membangun

Dari perangkat mana pun yang berada dalam segmen jaringan yang sama seperti data embedded system yang dikelola dapat dikirim ke embedded system tanpa