• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 LATAR BELAKANG - 1-Pendahuluan RTRW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1.1 LATAR BELAKANG - 1-Pendahuluan RTRW"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 LATAR BELAKANG

Wilayah kota pada hakekatnya merupakan pusat kegiatan ekonomi yang dapat

melayani wilayah kota itu sendiri maupun wilayah sekitarnya. Untuk dapat mewujudkan

efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat berlangsungnya

kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, kota perlu dikelola secara optimal melalui suatu

proses penataan ruang. Kota Jayapura sebagai Ibukota Provinsi Papua telah

melakukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jayapura pada

tahun 2007 dan telah diperdakan pada tahun 2008. Selama jangka waktu perencanaan

berjalan, terdapat hal-hal yang menyebabkan RTRW Kota Jayapura harus ditinjau

kembali. Melalui peninjauan kembali ini, RTRW Kota Jayapura diharapkan dapat lebih

berperan dan berfungsi sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di

wilayah Kota Jayapura dan menjadi pedoman untuk:

1. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP);

2. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM);

3. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah;

4. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar

wilayah Kota, serta keserasian antar sektor; dan

(2)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 2

1.2 DASAR HUKUM

Dasar hukum yang melandasi Penyusunan Kembali Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Jayapura Tahun 2013-2033 adalah:

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Republik Indonesia

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013).

b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom

Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2907).

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3419).

d. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah

Tingkat II Jayapura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3553).

e. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3888); sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412).

f. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4842).

g. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 134 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara

(3)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 3 h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran

Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377).

i. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembar Negara

Republik Indonesia Nomor 4844).

k. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah.

l. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4444).

m. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).

n. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

o. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725).

p. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4851).

q. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959).

r. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Lembaran Negara

(4)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 4 s. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

t. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

u. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor

140).

v. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

w. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

dan Pembentukan Keluarga.

x. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya.

y. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Permukiman.

z. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

aa. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

3. Peraturan Pemerintah (PP)

a. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776).

b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999

Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838).

c. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4242).

e. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan

(5)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 5 f. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

g. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4655).

h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4737).

i. Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

j. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).

k. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858).

l. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

m. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan

Kawasan Perkotaan.

n. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan

Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5160).

o. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103).

p. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan.

q. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara

Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 5160).

(6)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 6 s. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

t. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa,

Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

u. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

v. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata

Ruang.

4. Peraturan Menteri (Permen)

a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam

Penyusunan Rencana Tata Ruang.

b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan

Gempa Bumi.

c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007, tentang Pedoman

Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman

Perencanaan Kawasan Perkotaan.

f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8/PRT/M/2008 tentang Pedoman

Penyusunan Rencana Tata Ruang di Daerah.

h. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2008 tentang

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

i. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 17/Men/2008 tentang

Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah.

k. Peraturan Menteri PU Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan

Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

beserta rencana rincinya.

l. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 17/PRT/M/2009

(7)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 7 m. Peraturan Menteri Negeri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman

Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.

n. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria

Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian.

Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 647).

r. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

647).

5. Peraturan Daerah (Perda)

a. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pelestarian

Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 6).

b. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pertambangan

Rakyat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 14).

c. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun

2008 Nomor 21).

d. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak

Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum

Adat Atas Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 23).

e. Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 4 Tahun 2004 tentang Penataan

Bangunan di Kawasan Jantung Kota Jayapura.

f. Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pembentukan

Distrik Heram di Kota Jayapura.

g. Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan

Kelurahan Abepantai, Kelurahan Yobe, Kelurahan Kota Baru, Kelurahan Wai

Mhorock, Kelurahan Wahno di Kota Jayapura.

h. Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pembentukan

Kampung Kayobatu, Kampung Waena, dan Kampung Mosso di Kota Jayapura.

i. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(8)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 8

1.3 DIMENSI WAKTU

RTRW Kota Jayapura berlaku dalam jangka waktu 20 tahun dari tahun

2013-2033 dan ditinjau kembali setiap 5 tahun. RTRW Kota dapat ditinjau kembali kurang dari

5 tahun jika:

a. terjadi perubahan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi yang mempengaruhi

pemanfaatan ruang wilayah kota; dan/atau

b. terjadi dinamika internal kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara

mendasar, antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar dan pemekaran

wilayah provinsi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Peninjauan Kembali RTRW Kota Jayapura dilakukan bukan untuk pemutihan

terhadap penyimpangan pemanfaatan ruang. Peninjauan kembali rencana tata ruang

merupakan upaya untuk melihat kesesuaian antara rencana tata ruang dan kebutuhan

pembangunan yang memperhatikan perkembangan lingkungan strategis dan dinamika

internal, serta pelaksanaan pemanfaatan ruang.

1.4 PROFIL WILAYAH KOTA JAYAPURA

1.4.1 GAMBARAN UMUM KOTA JAYAPURA

1.4.1.1 SEJARAH KOTA JAYAPURA

Sejarah singkat Kota Jayapura ini diambil dari Buku Satu Abad Kota Jayapura

Membangun1. Nama asli Jayapura adalah Bau O Bwai (bahasa Kayupulo). Sebelum lokasi hunian diresmikan oleh Kapten Infanteri Sache (berkebangsaan Belanda) pada 7

Maret 1910, Kawasan Teluk Imbi dan wilayah sekitarnya telah dikunjungi oleh beberapa

ekspedisi sejak abad ke-18 (sekitar tahun 1768) sampai awal abad ke-20. Tanggal 7

Maret itulah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Jayapura. Kondisi alam yang lekuk-lekuk

inilah yang mengilhami Kapten Sachse untuk mencetuskan nama Hollandia di atas

nama asli Numbay. Numbay ditimpa atau diganti nama sampai 4 kali;

Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura-Jayapura, yang sekarang dipakai adalah “JAYAPURA”. Saat

itu, wilayah ini sudah ditunjuk sebagai ibukota dari Dutch New Guenia. Kemudian setelah secara definitif kembali ke pangkuan Indonesia pada 1 Maret 1963, saat itu pula

nama Jayapura yang awalnya bernama ”Numbay” menjadi ”Hollandia” dan diubah lagi

(9)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 9

menjadi ”Kota Baru” (1963-1969), lalu Soekarnopura (1969-1975), dan akhirnya

”Jayapura” hingga saat ini.

Jayapura kemudian menjadi pusat administratif kekuasaan kolonial Belanda di

Irian Barat. Pada waktu itu, baru terdapat sekitar 16.000 penduduk Kota Jayapura,

sementara di sisi lain tidak terhitung berapa banyaknya tangsi dan garnisun militer

Tentara Belanda bermarkas di kota ini. Sebelum pecah Perang Dunia II (PD II), jumlah

penduduk kota ini hanya sekitar 300 orang. Jadi, menurut sejarahnya, kota ini terbilang

spesifik, karena pada awalnya merupakan kota pegawai dan prajurit Bangsa Belanda.

Suatu yang khas lainnya, menurut G. Kesselbrenner (2003), bahwa jumlah bangsa

Eropa di Kota Jayapura saat itu yang pada umumnya orang Belanda jauh lebih besar

dari pada penduduk pribumi Irian Barat.

Tidak begitu lama berselang, kaum imperialis kemudian memugar pelabuhannya

dan di sekitar kota itu dibangun sejumlah lapangan terbang dan galangan-galangan

kapal. Saat ini masih kerap ditemui nama-nama dan istilah bernuansa pelabuhan,

seperti Dok II, IV, V. Kota Pelabuhan Hollandia saat itu (kini: Jayapura) adalah salah satu dari pangkalan militer Angkatan Laut Belanda yang aktivitasnya sangat sibuk,

padat, dan ramai. Namun, disisi lain, pada dasarnya kepentingan ekonomi kaum

penjajah Belanda di Irian Barat juga terkait erat dengan kepentingan strateginya.

Majalah Perancis economi et Politique yang terbit Oktober 1975, misalnya telah

mengutarakan bahwa AS mencoba mengubah Irian Barat, khususnya Hollandia menjadi

“Batu Loncatan” tentara AS semata, yaitu menjadi perbentengan kaum imperialis dalam

usahanya untuk memusuhi kemerdekaan Republik Indonesia yang baru saja

diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Dalam rencana agresif kaum imprealis itu, diutamakan pembangunan sejumlah

pangkalan militer di wilayah Irian Barat, khususnya Hollandia (Jayapura). Daerah ini memang dipandang menduduki posisi kunci di wilayah Barat Daya Samudera Teduh.

Sepintas lalu, dari peta misalnya, sudah tampak dengan jelas bahwa kedudukan Irian

Barat (Jayapura) yang strategis, dapat mengontrol perhubungan laut dan udara di

Indonesia Bagian Timur.

Jadi, berdasarkan sejarah dan cikal-bakalnya pembangunan Kota Jayapura saat

ini, pada mulainya bertujuan untuk mengatur strategi perang pada masa itu (PD-II) oleh

Tentara Hindia Belanda. Kemudian dilanjutkan tentara Amerika Serikat (AS) yang

merupakan sekutu guna mempersiapkan strategi Perang Dunia II. Tak heran, karena

(10)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 10 masa lalunya yang bernilai historis tinggi, maka Pemerintah RI menetapkan Jayapura

sebagai Ibukota Provinsi Irian Jaya (sekarang Papua).

1.4.1.2 LETAK GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

Kota Jayapura berada di wilayah Indonesia bagian Timur, tepatnya berada di bagian Utara dari Provinsi Papua pada 1°28’17,26”-3°58’0,82” LS dan

137°34’10,6”-141°0’8,22” BT. Batas Kota Jayapura adalah:

 sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Pasifik;

 sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Arso (Kabupaten Keerom);

 sebelah Timur berbatasan dengan Negara Papua Neuw Guinea (PNG);

 sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Sentani dan Distrik Depapre

(Kabupaten Jayapura).

Kota Jayapura resmi ditetapkan sebagai wilayah administratif tanggal 14

September 1979 dan berubah status menjadi Kotamadya tahun 1993 berdasarkan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1993 dengan 4 (empat) distrik, yaitu Distrik Jayapura

Utara, Jayapura Selatan, Abepura, dan Muara Tami.

Dalam perkembangannya, wilayah administrasi Kota Jayapura telah dimekarkan

menjadi 5 distrik, yaitu Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, dan Muara

Tami, serta terbagi menjadi 25 kelurahan dan 14 kampung. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel I.1 dan Gambar 1.2.

TABEL I.1 WILAYAH ADMINISTRASI KOTA JAYAPURA

(11)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 11

NO DISTRIK IBUKOTA DISTRIK STATUS PEMERINTAHAN LUAS WILAYAH (KM2)

PERSENTASE Luas Wilayah Kota Jayapura 940.00 100

Sumber: Kota Jayapura dalam Angka Tahun 2011

Luas Kota Jayapura sebagaimana menurut UU No. 6 Tahun 1993 tentang

Pembentukan Kota Jayapura, BPS, dan Claim Pemda adalah 94.000 ha atau 940 km2,

sedangkan berdasarkan perhitungan GIS (sumber: RTRW Provinsi Papua Tahun

2010-2030) adalah 944 km2 atau 94.350 ha. Bila dilihat dari luas distrik di Kota Jayapura,

maka luas wilayah terbesar terdapat di Distrik Muara Tami (67% dari luas Kota

Jayapura), sedangkan yang terkecil terdapat di Distrik Jayapura Utara dan Distrik

(12)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 12 Kota Jayapura tidak hanya mencakup wilayah daratan, tetapi juga wilayah laut

dan pulau-pulau kecil yang ada dalam batas wilayahnya. Perairan pesisir yang

dimaksud dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir Laut dan

Pulau-pulau Kecil adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil

laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,

estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna. Luas wilayah laut di Kota

Jayapura adalah 2,81 km2 dan panjang garis pantai 116, 77 km (RTRW Provinsi Papua

2010-2030). Pulau-pulau kecil di Kota Jayapura dapat dilihat pada Tabel I.2.

TABEL I.2 PULAU-PULAU KECIL DI KOTA JAYAPURA

NO NAMA PULAU DISTRIK

Sumber: Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen KP3K-KKP dan Hasil Pemetaan RTRW Kota Jayapura, 2013

1.4.1.3 KONDISI FISIK A. Topografi dan Morfologi

Topografi Kota Jayapura cukup bervariasi mulai dari datar (flat) hingga landai danberbukit-bukit (rolling)/gunung 700 meter di atas permukaan air laut. Pada bagian tepi pantai di bagian Timur (Base-G) terdiri dari rawa-rawa tipe A (selalu tergenang air),

pada bagian Barat sebagian Cagar Alam Cycloop dan perbukitan, pada bagian Selatan

terdapat Hutan Lindung Abepura. Distrik Muara Tami memiliki lahan datar yang cukup

besar dibandingkan dengan distrik-distrik lainnya di Kota Jayapura. Penyebaran

morfologi yang terbentuk atas topografi lahan, yaitu:

a. Morfologi Dataran (0-15%) terluas terdapat di Distrik Muara Tami, dan yang terkecil

(13)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 13 b. Morfologi Bergelombang sampai Berbukit (15%-40%), penyebaran hampir di seluruh

wilayah dengan luas yang bervariasi.

TABEL I.3 LUAS KELERENGAN DI KOTA JAYAPURA

NO DISTRIK LUAS (HA) KELERENGAN TOTAL

(HA) (0-8)% (8-15)% (15-25)% (25-40)%

1 Jayapura Utara - 1.187 2.045 1.868 5.100

2 Jayapura Selatan 368 1.257 2.715 - 4.340

3 Abepura 3.216 4.318 8.036 - 15.570

4 Heram 1.494 1.597 3.229 - 6.320

5 Muara Tami 35.105 19.293 8.271 - 62.670

TOTAL (HA) 40.184 27.652 24.296 1.868 94.000

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 19 B. Hidrometeorologi

Hidrometeorologi terdiri atas iklim, musim, curah hujan, suhu udara, dan

kelembaban udara.

a. Iklim: iklim di Kota Jayapura adalah tropis basah, cenderung panas, basah, dan/atau lembab. Pola ini dipengaruhi oleh topografi yang tidak rata. Papua terletak

di sebelah Selatan khatulistiwa, sehingga panjangnya siang hari selalu tepat (12

jam sehari), dengan perbedaan tahunan hanya sekitar 30 menit, antara siang hari

terpanjang dan siang hari terpendek.

b. Musim: Kota Jayapura dipengaruhi adanya sirkulasi angin pasat, sirkulasi angin musim, sirkulasi dalam skala regional maupun pengaruh dalam skala meso.

Pengaruh angin pasat dikarenakan letak wilayah ini yang berhadapan dengan

Samudera Pasifik, sedangkan pengaruh angin musim terjadi karena wilayah ini

terletak dalam lintasan sirkulasi angin musim yang berlangsung dalam periode

April-Oktober dan Oktober-April. Selanjutnya sirkulasi regional di Samudera Pasifik,

sangat berpengaruh terhadap pola iklim di wilayah ini. Hal ini dikarenakan adanya

Siklon Tropis antara April hingga November di Utara Pulau Papua. Kondisi skala

meso yang berkaitan dengan kondisi lokal di wilayah ini tetap menjadi salah satu

pembentuk karakter iklim di Kota Jayapura. Musim kemarau terjadi di sekitar Juni

hingga Oktober, dan musim hujan terjadi di Desember hingga Mei.

c. Curah Hujan: variasi curah hujan di Kota Jayapura pada tahun 2010 antara 45-465 mm/tahun. Jumlah hari hujan pada tahun 2010 bervariasi antara 6-24 hari

hujan/bulan, dimana jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Maret dan terendah

pada bulan Juli. Sejak tahun 2007-2010, intensitas rata-rata curah hujan tertinggi

terjadi pada tahun 2009 (278,42 mm/tahun) dan terendah tahun 2008 (195,83

mm/tahun), sedangkan jumlah hari hujan tertinggi terjadi tahun 2009 (246 hari

hujan/tahun) dan terendah tahun 2010 (215 hari hujan/tahun).

TABEL I.4 DATA CURAH HUJAN PADA STASIUN DOK II JAYAPURA (MM), 2007-2010

BULAN

TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010

(20)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 20

BULAN

TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010

CURAH

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura dalam Kota Jayapura dalam Angka 2007-2011

d. Suhu Udara: suhu udara minimum di Kota Jayapura adalah ±23,9OC dan suhu

maksimum adalah 32,5OC. Rata-rata suhu udara minimum mutlak berdasarkan data

dari Stasiun Meteorologi Dok II pada tahun 2006 adalah 22,8°C dan pada tahun

2007 meningkat menjadi 24,9°C. Rata-rata suhu udara maksimum mutlak tahun

2006 adalah 31,7°C dan meningkat menjadi 31,8°C tahun 2007 dan 2008. Pada

tahun 2010, suhu minimum adalah 25,3°C dan suhu maksimum adalah 32,1°C.

Peningkatan suhu ini menurut ahli lingkungan merupakan dampak pemanasan

global akibat pembangunan yang mengabaikan lingkungannya.

TABEL I.5 SUHU UDARA (°C), 2006-2007

(21)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 21 e. Kelembaban Udara: Kelembaban udara di Kota Jayapura berkisar 77% hingga 82%, kelembaban udara di Kota Jayapura cenderung rendah. Kelembaban udara

tahun 2008 berkisar antara 76%-82% dengan kelembaban tertinggi tetap di bulan

Januari, sedangkan terendah di bulan Agustus. Kecepatan angin rata-rata

meningkat menjadi 7 knot pada tahun 2008. Pada tahun 2010, kelembaban udara

berkisar antara 73%-82% dengan kelembaban tertinggi bulan Januari dan

kecepatan angin 6-8 knot.

TABEL I.6 KELEMBABAN UDARA DAN KECEPATAN ANGIN, 2007-2010

BULAN

TAHUN 2006 TAHUN 2007 TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010

KELEMB.

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Wilayah V Jayapura dalam Kota Jayapura dalam Angka 2007-2011

C. Geologi

Kondisi geologi Kota Jayapura tersusun oleh beberapa jenis batuan dan batuan

beku sedimen dengan sebaran yang cukup luas yang memungkinkan terdapatnya

beberapa jenis bahan galian.

a. Tmm = Formasi Makats, yaitu terdiri dari Grewak, Batu Lempung, dan Batu

Lanau;

b. Qa = Batuan Kuarter = Aluvium, yakni endapan aluvium dan endapan pantai,

yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau, dan endapan pantai mengandung batu

gamping koral yang berumur resen (sekarang);

c. Qpj, yaitu Batuan Gunung, merupakan lava menengah berbiotit;

d. Qc1 merupakan Endapan Pantai Muda, yang terdiri dari endapan klastika lepas

(22)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 22 e. Batuan Ultramafik (Um): terdiri dari Hasburgrit, Sepentinit, dan Dunit. Mineral

utama olivine, terubah menjadi sepiolit dan antigorit, serta piroksen. Dunit

terserpentinitkan, rekahan-rekahan terisi oleh asbes dan dijumpai urat-urat

kuarsa di beberapa tempat;

f. Kelompok Malihan (Ptmc): terdiri dari group Batuan Metamorf Cycloop, berupa

Sekis, Setempat Genes, Filit, Unakit, Batu Pualam, Ambifolit dengan sisipan

batu marmer dan batu tanduk terlipat dan tersesarkan yang merupakan kerak

samudera. Sekis bersusun karbonat-klorit, klorit-muskovit dengan tebal 50 cm.

Genes bersusun Mika, Karbonat, Klorit. Satuan batuan ini bersentuhan tektonik

dengan Batuan Ultramafik, serta berumur Pra-Tersier, yaitu 65,4 juta tahun

yang lalu;

g. Formasi Nubai (Tomn): terdiri dari batu gamping bersisipan Biomkrit, Napal,

Batu Pasir.

Struktur tektonik yang banyak dijumpai di Kota Jayapura terdiri dari pelipatan dan

sesar/patahan. Pelipatan berupa Antiklin dan Sinklin dengan sumbu Dominan

berarah Barat Laut-Tenggara, sedangkan sebagian kecil bersumbu Barat-Timur.

Sesar terdiri dari sesar turun, naik, dan geser-jurus. Hampir semua satuan batuan

yang tersingkap di wilayah ini terbentuk setelah tumbukan pra-tersier, ada juga

yang berumur Miosin tengah sampai Miosin akhir. Semua batuan tersebut

terendapkan dalam cekungan Papua bagian Utara yang berkembang di atas

kompleks tumbukan tersebut dan sangat boleh jadi dipengaruhi gerakan kedua

(23)
(24)
(25)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 25 D. Jenis Tanah

Jenis tanah yang ada di Kota Jayapura memiliki struktur kimiawi yang

berbeda-beda. Adapun jenis tanah di Kota Jayapura adalah sebagai berikut:

a. Latosol, tanah ini terletak pada iklim basah dengan curah hujan 2000-7000

mm/tahun, dengan bulan kering kurang dari 3 bulan yang terletak pada

topografi bergelombang. Salumnya dalam (1,5-10 m) dengan warna merah

coklat hingga kuning. Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,5-6,5)

dan kepekaan terhadap erosi kecil. Jenis tanah ini cocok untuk persawahan,

tanaman palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, kebun karet, lada, dan tegalan

yang terdapat di Distrik Jayapura Utara, Distrik Jayapura Selatan, Distrik

Abepura, dan Distrik Muara Tami.

b. Mediteran Rensina, jenis tanah ini tersebar di Distrik Abepura dan Distrik Muara

Tami.

c. Podsolik merah kuning, jenis tanah ini terbentuk pada tipe iklim basah dengan

curah hujan 2500-3500 mm/tahun tanpa bulan kering. Terletak pada topografi

bergelombang sampai berbukit-bukit pada elevasi 10-100 m dpl, salumnya

agak tebal (1-2 m) dengan warna merah hingga kuning. Reaksi tanah sangat

masam (pH 3,4-5,0) dan sangat peka terhadap erosi, mempunyai tingkat

kesuburan rendah. Tanah ini sangat luas, terluas di Distrik Jayapura Utara,

Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Heram.

d. Podsolik merah kuning rensina Jenis tanah ini terdapat di Distrik Jayapura

Selatan, Distrik Abepura, dan Distrik Muara Tami.

E. HIDROLOGI

Sungai yang melintas di Kota Jayapura diantaranya adalah:

a. Distrik Jayapura Utara : Anafre (panjang 2,85 km), Aryoko (panjang 4,68

km), Kloofkamp, Bahabuaya, APO (panjang

6,327 km), Yapis (3 km), dan Dok IX (3 km);

b. Distrik Jayapura Selatan : Sian Nan (panjang 1 km), Wav Nan (2 km),

Masyauw Nan (3 km), dan Hanya Nan;

c. Distrik Abepura dan Heram : Acai (2,27 km), Siborogonyie (11,2 km), Kali

Kampwalker (10 km), Buper, Jaifuri, Kujabu

(26)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 26

d. Distrik Muara Tami : Sungai Tami (1 km) dan Moso.

Arah aliran sungai bermuara ke Laut Pasifik, kecuali Sungai Kampwolker dan Buper

yang bermuara ke Danau Sentani. Sungai tidak hanya merupakan suatu alur di

permukaan bumi yang berfungsi sebagai saluran drainase dan terdiri dari aliran air

dan sedimen terangkut, melainkan juga suatu sistem keairan terbuka yang padanya

terjadi interaksi antara faktor biotis dan abiotis, yaitu flora fauna disatu sisi dan

hidraulika air dan sedimen disisi yang lain, serta seluruh aktivitas manusia yang

berhubungan langsung atau tidak langsung dengan sungai.

Kondisi sumberdaya air ini di wilayah hulu masih cukup baik, namun menjadi

kurang baik bila berada di sekitar aktivitas masyarakat dan akhirnya aliran air ini

akan bermuara ke laut/danau dengan membawa air yang sudah tercemar dengan

limbah cair dan padat.

Danau juga terdapat di Kota Jayapura, yaitu Danau Yuong dan Wakulu di Distrik Abepura, serta Danau Sentani yang sebagian berada di wilayah Distrik Heram.

Danau Sentani memiliki luas ±9.630 Ha, berada di Kota Jayapura (Kampung Yoka

Distrik Heram) dan Kabupaten Jayapura (Distrik Sentani Timur, Distrik Waibu, dan

Distrik Ebungfauw). Outflow Danau Sentani melalui Sungai Jaifuri yang berada di sebelah selatan danau, aliran bawah tanah, serta melalui rekahan-rekahan batu

kapur yang banyak terdapat di sebelah Timur Danau Sentani menuju ke Sungai

Tami yang selanjutnya bermuara ke Teluk Seko di Lautan Pasifik. Air danau juga

dimanfaatkan sebagai sumber air bersih oleh masyarakat yang bermukim di tepi

(27)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 27 Pantai yang terdapat di Kota Jayapura berdasarkan Data Lingkup Kerja Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura Tahun 2012 adalah Pantai Skouw Yambe

sampai dengan Sae dengan panjang 5 km, Pantai Holtekamp memiliki panjang 10

km, Teluk Youtefa dengan panjang pantai 2 km, Pantai Hamadi 3 km, Pantai Dok II

1 km, dan Pantai Base-G 4 km.

Rawa yang terdapat di Kota Jayapura berdasarkan Data Lingkup Kerja Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura Tahun 2012 adalah rawa di Kampung

Mamberamo (Kelurahan Koya Timur) memiliki luas 3.000 ha, luas rawa di

Holtekamp 1.500 ha, Embung Entrop memiliki luas 1 ha, Organda Padang Bulan

memiliki luas rawa 5 ha, Hamadi memiliki luas rawa 5 ha, dan Pasir II dengan luas

rawa 8 ha.

Irigasi Muara Tami dengan panjang saluran tersier (1x1 m) adalah 30 km, saluran sekunder (2,5x2 m) dengan panjang 20 km, dan saluran primer (4x3 m) dengan

panjang saluran 30 km (sumber: Data Lingkup Kerja Pengairan Dinas Pekerjaan

(28)
(29)
(30)
(31)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 31 F. RAWAN BENCANA ALAM

Beberapa faktor bencana yang disebabkan oleh faktor meteorologi dan

klimatologi adalah banjir, kekeringan, angin ribut, tinggi gelombang laut. Potensi

kebencanaan di Distrik Jayapura Utara adalah:

a. Gempa bumi

Berdasarkan buku Identifikasi dan Pemetaan Daerah Rawan Bencana di Kota

Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom, Kota Jayapura termasuk

dalam zona 1 rawan gempa. Zona 1 disebut highly active areas atau daerah sangat

aktif kegempaannya, karena merupakan tempat pertemuan/tumbukan antara

Lempeng Pasifik, khususnya Blok Caroline dengan Lempeng Indo-Australia,

sehingga terjadi subduksi, yaitu Lempeng Samudera Pasifik menyusup ke bawah

Lempeng Benua Indo-Australia.

Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2010

Gambar 1.11 Zonasi Gempa

Berdasarkan peta zonasi gempa di Indonesia tahun 2010 (lihat Gambar 1.11), Kota

Jayapura termasuk daerah yang rawan gempabumi dengan nilai percepatan tanah

≥1.0 g. Akibat gempa bumi secara langsung adalah menimbulkan getaran,

gelombang tsunami, tanah bergeser/terbelah, liquifaction (penerobosan gas atau cairan ke permukaan bumi), tanah longsor, dan bangunan runtuh. Secara tidak

langsung, gempa bumi juga dapat mengakibatkan 1) korban jiwa manusia, karena

tertimpa tanah longsor, gelombang tsunami, dan bangunan runtuh; 2) kebakaran; 3)

gangguan ekonomi (kemunduran ekonomi atau bahkan kelumpuhan ekonomi); 4)

(32)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 32 b. Tanah longsor

Pemicu tanah longsor tersebut diantaranya hujan deras, pembabatan tanaman

keras/berakar kuat, serta aktivitas penambangan. Potensi tanah longsor tidak

hanya terjadi pada kelerangan lebih dari 40%, melainkan juga pada pinggiran

sungai.

(a) Potensi longsor di Distrik Jayapura Utara adalah di kawasan Rumah Sakit Dok

II Kelurahan Bhayangkara, Kawasan Kloofkamp dan Paldam di Kelurahan

Gurabesi, Kawasan perdagangan dan jasa di Jalan Percetakan Kelurahan

Gurabesi.

(b) Lokasi kawasan longsor di Distrik Jayapura Selatan berada di perbukitan

Entrop (sekitar walikota), Kelurahan Ardipura, Perbukitan sekitar Teluk Youtefa

(Skyline-Vihara) Entrop, dan Numbay (depan Pelabuhan).

(c) Lokasi kawasan longsor di Distrik Abepura berada di sepanjang Tanah Hitam

menuju Koya (terutama koordinat 02o38,138’ LS–140o43,667 BT, dengan

kemiringan mencapai 60o-80o).

c. Tinggi Gelombang Laut

Tinggi gelombang laut dapat mencapai 1,5 meter yang berpotensi terjadi di

kawasan pantai di Kota Jayapura.

d. Abrasi

Kawasan rawan bencana alam rawan abrasi merupakan wilayah pesisir pantai yang

luasannya berkurang,karena gerusan gelombang air laut. Kawasan ini terletak di

Pantai Hamadi dan sepanjang pantai yang menghadap ke Samudera Pasifik.

e. Tsunami

Tsunami dapat timbul bila kondisi di bawah ini terpenuhi, yaitu 1) gempa bumi

dengan pusat di tengah lautan; 2) gempa bumi dengan magnitude lebih besar dari

6.0 skala Ricter; 3) gempa bumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 km;

4) gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar

turun; 5) lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam); 6) morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.

Potensi tsunami terjadi di Samudera Pasifik.

Gempa berkekuatan 8,9 SR yang juga diikuti gelombang tsunami di Jepang pada

tanggal 11 Maret 2011 juga berdampak terhadap pesisir pantai Kota Jayapura yang

(33)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 33 beberapa bangunan rumah dan jembatan di Kampung Tobati, yang berlokasi di

tengah Teluk Youtefa. Beberapa rumah dan jembatan di Kampung Tobati rusak

parah, bahkan beberapa hancur total akibat gelombang tsunami tersebut. Kurang

lebih 20 rumah yang hanyut dan rusak, 16 di antaranya dari Kampung Tobati dan

Metu Debi, serta sedikitnya 4 rumah di Kampung Enggros. Selain rumah penduduk,

ada juga beberapa fasilitas umum yang rusak, seperti Mawu (sebutan pendopo oleh

masyarakat Injros2).

Gambar 1.12 Peristiwa Tsunami Tanggal 12 Maret 2011 di Teluk Youtefa

f. Angin

Adanya angin maksimum lebih dari 28 knot atau 14 m/s, berpotensi merusak atap

rumah bahkan merobohkan pohon. Angin kencang sering terjadi bersamaan

dengan adanya Siklon Tropis di Utara Papua.

g. Banjir/Genangan Air

Wilayah Distrik Jayapura Utara yang pernah terkena banjir adalah Belakang BRI

Kloofkamp dan Aspol di Kelurahan Gurabesi. Genangan air yang terjadi akibat

kondisi drainase yang buruk (kapasitas saluran yang kurang, terjadi penumpukan

sampah, pengaruh pasang surut laut, dimensi inlet saluran yang kurang memadai),

serta perubahan fungsi guna lahan dari lahan resapan air menjadi kawasan

terbangun. Lokasi kawasan genangan dan rawan banjir di Kota Jayapura adalah:

(a) Kawasan genangan dan rawan banjir Distrik Jayapura Utara:

 Kawasan Pusat Kota, Kelurahan Gurabesi;

2 Injros merupakan nama daerah dari Kampung Enggros.

(34)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 34

 Kawasan Putaran SPBU APO, Kelurahan Bhayangkara;

 Kawasan Kantor Dinas Perikanan Provinsi Papua, Kelurahan Imbi;

 Kawasan Perempatan Kantor Polsek Jayapura Utara, Kelurahan Imbi;

 Kawasan Kantor P dan P Provinsi Papua, Kelurahan Tanjung Ria;

 Kawasan Pantai Base-G, Kelurahan Tanjung Ria; dan

 Kawasan SD Inpres Angkasa, Kelurahan Angkasapura.

(b) Kawasan genangan dan rawan banjir Distrik Jayapura Selatan:

 Kawasan Kelapa Dua Entrop, Kelurahan Entrop;

 Kawasan Papua Trade Center (PTC), Kelurahan Entrop;

 Kawasan Pasar Hamadi, Kelurahan Hamadi;

 Kawasan Hotel Rais dan Hotel Relat, Kelurahan Argapura;

 Kawasan Posponpes DDI, Kelurahan Entrop.

(c) Kawasan genangan dan rawan banjir Distrik Abepura:

 Kawasan Kolam Nyamuk (Konya) Kampus Uncen Abepura, Kelurahan

Kota Baru;

 Kawasan Pertigaan Kantor Pos Abepura, Kelurahan Kota Baru;

 Kawasan Pertokoan Saga, Mega, Onyx dan Agro, Kelurahan Kota Baru;

 Kawasan Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Kelurahan Vim;

 Kawasan Kantor BKN, Jl. Baru Kelurahan Way Mhorock;

 Kawasan Kantor Telkom dan kantor Kanwil Pajak, Kelurahan Vim;

 Kawasan Pertigaan Brimob Gereja Pniel, Kelurahan Vim;

 Kawasan Pasar Youtefa, Kelurahan Way Mhorock ; dan

 Kawasan Kantor Dinas Otonom Provinsi Papua, Kelurahan Wahno.

(d) Kawasan genangan dan rawan banjir Distrik Heram:

 Kawasan Perempatan Toko Mega Perumnas I, Kelurahan Waena;

 Kawasan Pertigaan perumnas III dan Denzipur Waena, Kelurahan Waena;

 Kawasan Perumnas IV Padang Bulan, Kelurahan Hedam;

 Depan Hola Plaza, Kelurahan Hedam; dan

 Depan Korem, Kelurahan Hedam.

(e) Kawasan genangan dan rawan banjir Distrik Muara Tami:

 Jalan Sorong dan Jalan Biak Kelurahan Koya Barat;

 Kampung Mamberamo Kelurahan Koya Timur;

 Kampung Holtekamp; dan

(35)
(36)
(37)
(38)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 38

1.4.2 KESESUAIAN LAHAN

Kesesuaian lahan di Kota Jayapura dapat dilihat aspek fisik, kebijakan tata

ruang, serta daya dukung prasarana wilayah kota yang kemudian dilakukan

overlay/super impose/tumpang tindih, sehingga dapat diketahui lahan yang sesuai

dikembangkan sebagai kawasan budidaya dan kawasan yang tidak sesuai

dikembangkan sebagai kawasan budidaya.

Peruntukan lahan yang telah berkembang dengan produktivitas yang baik serta

sepanjang kegiatan tersebut sesuai dengan daya dukung lahan dan kecenderungan

perkembangan tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan, maka kawasan budidaya

tersebut dapat dipertahankan atau ditingkatkan intensitasnya. Hal ini dimaksudkan

untuk menghindari besarnya beban penggantian terhadap kegiatan di lahan tersebut

bila dialihfungsikan pada penggunaan yang lain.

Bila peruntukan lahan tidak sesuai dengan hasil analisis kesesuaian lahan, maka

perlu ditinjau dampak yang diperkirakan akan muncul dan bila dibutuhkan kegiatan yang

ada diubah. Bentang alam perbukitan dan pegunungan dengan kemiringan lereng terjal

hingga sangat terjal dan potensi gerakan tanah sedang hingga tinggi. Daerah ini bila

akan dimanfaatkan akan memerlukan pengerjaan yang sulit, diantaranya pemotongan

lereng. Dalam pengorganisasian ruang dan pilihan jenis pengembangan pembangunan

lahan memiliki kendala tinggi serta memerlukan rekayasa teknis yang lebih banyak.

Luas lahan yang sesuai dikembangkan sebagai kawasan budidaya di Kota

Jayapura adalah 40.492 ha atau 43% dari luas Kota Jayapura dan yang tidak sesuai

dikembangkan sebagai kawasan budidaya adalah 53.508 ha atau 57% dari luas Kota

Jayapura. Luas lahan yang sesuai dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbesar

terletak di Distrik Muara Tami, yaitu 87% dari luas lahan yang sesuai dikembangkan di

Kota Jayapura, sedangkan yang terkecil terletak di Distrik Jayapura Utara, yaitu 0,2%

luas lahan yang sesuai dikembangkan di Kota Jayapura.

TABEL I.7 LUAS KESESUAIAN LAHAN PERDISTRIK DI KOTA JAYAPURA

NO DISTRIK LUAS LAHAN SESUAI (HA) LUAS LAHAN TIDAK SESUAI (HA) TOTAL (HA)

1 Jayapura Utara 60 5.040 5.100

(39)
(40)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 40

1.4.3 KEPENDUDUKAN DAN SUMBERDAYA MANUSIA

1.4.3.1 JUMLAH PENDUDUK

Jumlah penduduk kota Jayapura pada akhir tahun 2010 tercatat 256.705 jiwa,

yang terdiri dari 136.587 laki-laki dan 120.118 perempuan. Jumlah penduduk terbanyak

terdapat di Distrik Abepura, yaitu 73.1517 jiwa. Selanjutnya Distrik Jayapura Selatan

sebesar 66.937 jiwa, Distrik Jayapura Utara menempati urutan ketiga, yaitu sebesar

65.039 jiwa, Distrik Heram memiliki kepadatan penduduk sebesar 40.435 orang, dan

terakhir adalah Distrik Muara Tami yang mempunyai daerah dataran dan landai

berpenduduk 11.137 jiwa dengan luas wilayah 626,70 ha. Jumlah rumah tangga di Kota

Jayapura sebanyak 60.478 rumah tangga.

Jumlah penduduk di Kota Jayapura dari tahun 2006 hingga 2010 dapat dilihat

pada tabel dan gambar di bawah ini. Jumlah penduduk yang cenderung selalu

meningkat dari tahun 2006 hingga 2010 berada di Distrik Jayapura Selatan, Distrik

Abepura, dan Distrik Heram. Jumlah penduduk yang cenderung kecil adalah Distrik

Muara Tami, sedangkan Distrik Jayapura Utara mengalami penurunan penduduk tahun

2010.

Sumber: Kota Jayapura dalam Angka, 2006-2010

Gambar 1.17 Jumlah Penduduk perdistrik di Kota Jayapura, 2006-2010

Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan. Sex ratio yang merupakan perbandingan jumlah penduduk laki-laki

(41)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 41 adalah 113, artinya dari 100 orang perempuan terdapat 113 laki-laki. Nilai sex ratio

tertinggi terdapat di Distrik Abepura (115) dan terendah di Distrik Jayapura Selatan

(112).

TABEL I.8 SEX RATIO PERDISTRIK, 2010

DISTRIK LAKI-LAKI (JIWA) PEREMPUAN (JIWA) SEX RATIO

Jayapura Utara 34.457 30.582 113

Jayapura Selatan 35.375 31.562 112

Abepura 39.135 34.022 115

Heram 21.692 18.743 116

Muara Tami 5.928 5.209 114

JUMLAH 136.587 120.118 113

Sumber: Kota Jayapura dalam Angka, 2010

1.4.3.2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR

Jumlah penduduk menurut kelompok umur terdiri atas tiga kelompok, yaitu:

a. penduduk dengan usia 0-4 tahun dan di atas 65 tahun merupakan penduduk usia

tidak produktif. Jumlah penduduk usia tidak produktif pada tahun 2010 di Kota

Jayapura adalah 31.355 jiwa;

b. jumlah penduduk dengan usia 5-14 tahun merupakan penduduk usia belum produktif.

Jumlah penduduk usia belum produktif di Kota Jayapura adalah 48.209 jiwa;

c. penduduk dengan usia 15-64 tahun merupakan usia produktif. Jumlah penduduk usia

produktif di Kota Jayapura adalah 177.141 jiwa.

TABEL I.9 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR, 2010

KELOMPOK

JUMLAH 136.587 120.118 256.705

(42)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 42 Sumber: Kota Jayapura dalam Angka, 2010;28 dan Hasil Olahan Tim Penyusun, 2012

Gambar 1.18 Piramida Penduduk

Gambar 1.18 menunjukkan komposisi umur dan jenis kelamin di Kota Jayapura. Banyaknya penduduk dalam tiap kelompok umur hampir sama banyaknya dan mengecil

pada usia tua, kecuali umur tertentu. Dasar piramida hingga ke atas piramida laki-laki

menunjukkan angka kelahiran yang cukup tinggi dibandingkan perempuan. Grafik ini

secara keseluruhan memperlihatkan terjadi peningkatan jumlah penduduk usia belum

produktif hingga produktif dibandingkan dengan tingkat kelahiran, dan beban

tanggungan yang rendah.

1.4.3.3 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK

Laju pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk yang terjadi

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang dinyatakan dengan persentase. Rata-rata

laju pertumbuhan penduduk adalah rata-rata besarnya perubahan jumlah penduduk

yang terjadi setiap tahunnya yang dinyatakan dengan persentase. Laju pertumbuhan

penduduk tertinggi berada di Distrik Abepura 4,6%, sedangkan yang terendah di Distrik

Muara Tami, yaitu -1,2%. Berdasarkan jumlah penduduk, Distrik Muara Tami

menempati urutan terakhir, karena memiliki jumlah penduduk paling sedikit.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Jayapura adalah 2,7% dalam empat tahun

terakhir (tahun 2006-2010), sedangkan dalam sepuluh tahun (tahun 2000-2010) laju

pertumbuhan penduduk Kota Jayapura adalah 4,16% (Indeks Pembangunan Manusia

dan Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Jayapura 2011, 2011:34). Jumlah

penduduk yang besar ini merupakan potensi tenaga kerja apabila mempunyai skill yang

(43)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 43 TABEL I.10 JUMLAH PENDUDUK KOTA JAYAPURA, 2006-2010 DAN LAJU

PERTUMBUHAN PENDUDUK (%)

DISTRIK JAYAPURA SELATAN 59.920 61.403 62.901 64.436 66.935 2,2

1 Kel. Asano 7.052 4.752 4.868 4.987 7.396 11,7

Sumber: Kota Jayapura dalam Angka 2007-2011dan Hasil Olahan Tim Penyusun, 2012

1.4.3.4 KEPADATAN PENDUDUK

Kepadatan penduduk tertinggi berada di Distrik Jayapura Selatan, yaitu 1.542

jiwa/km2 dan terendah di Distrik Muara Tami (18 jiwa/km2). Untuk lebih jelasnya dapat

(44)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 44 TABEL I.11 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN KEPADATAN

PENDUDUK, 2010

DISTRIK JAYAPURA SELATAN 43,4 35.375 31.562 66.937 1.542

1 Kel. Asano 12,07 3.964 3.432 7.396 613

(45)
(46)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 46 1.4.3.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia dan Analisis Situasi Pembangunan

Manusia Kota Jayapura 2011 (Bappeda Kota Jayapura dan BPS Kota Jayapura;

2011:29-30), diperoleh IPM Kota Jayapura tahun 2010 sebesar 75,76. IPM tahun 2010

terdiri dari indeks kesehatan (e0), yaitu sebesar 72,43, indeks pendidikan (gabungan

angka melek huruf dan rata-rata pendidikan) sebesar 82,10 dan indeks decent living

(PPP) sebesar 74,30. Dari ketiga indeks yang menyusun IPM terlihat bahwa indeks

pendidikan adalah indeks yang paling menonjol, hal ini berarti untuk menaikkan angka

IPM Kota Jayapura, Pemerintah Kota Jayapura sebaiknya lebih memprioritaskan

terhadap program kesehatan dan program dibidang ekonomi. Pencapaian angka IPM

tahun 2010 bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2009, yaitu sebesar 75,16

bertambah 0,6 point. Peningkatan tersebut menunjukkan keberhasilan Pemerintah Kota

Jayapura dalam perencanaan pembangunan pada tahun-tahun sebelumnya. Tabel

perkembangan IPM di Kota Jayapura dari tahun 2008-2010 dapat dilihat pada tabel di

bawah ini. Dengan capaian IPM 75,76, maka Kota Jayapura menurut Konsep

Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

berkategori kinerja pembangunan manusia Menengah Atas, yaitu capaian IPM diantara

66-79,9.

TABEL I.12 PERKEMBANGAN IPM KOTA JAYAPURA TAHUN 2008-2010

NO KOMPONEN IPM 2008 2009 2010

1 Angka Harapan Hidup (Tahun) 68,23 68,34 68,46

2 Melek Huruf (%) 99,09 99,3 99,58

3 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 10,86 10,88 11,00

4 Pengeluaran Riil yang Disesuaikan (000Rupiah) 625.93 632.54 639.93

IPM 74,56 75,16 75,76

Sumber: IPM dan Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Jayapura 2011: 2011:30

1.4.3.6 KONDISI SOSIAL BUDAYA

Kota Jayapura sebagai wilayah perkotaan menjadi tujuan migrasi bagi

masyarakat di sekitar Kota Jayapura maupun kota-kota lainnya di Indonesia.

Masyarakat yang menetap telah membentuk masyarakat majemuk yang berasal dari

berbagai suku bangsa dan budaya.

Penduduk asli Papua sendiri (termasuk Kota Jayapura) memiliki ciri-ciri fisik

berkulit hitam, berbulu, dan berambut keriting. Masyarakat asli pada dasarnya termasuk

ke dalam rumpun suku bangsa Melanesia, dengan ciri-ciri berkulit hitam dan berambut

(47)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 47 Dari tanda-tanda tersebut terlihat ada keterkaitan dengan penduduk asli

Australia, yaitu Suku Aborigin. Pada penetapan wilayah perbatasan RI-PNG,

Pemerintah Belanda dan Pemerintah Australia tidak memperhatikan batas-batas

tradisional antar etnik, yang menyebabkan suku-suku yang sama terbagi menjadi

beberapa bagian kecil. Padahal wilayah perbatasan merupakan wilayah yang bebas

bagi mobilitas suku-suku di Barat dan di Timur, karena antara keduanya terdapat

sumberdaya alam yang saling melengkapi kebutuhan suku-suku tersebut.

a. Distrik Jayapura Utara: Suku asli di Distrik Jayapura Utara adalah Suku Kayobatu. b. Distrik Jayapura Selatan: Suku asli di Distrik Jayapura Selatan adalah Tobati

Enggros, dengan marga Hamadi, Ireeuw, Afaar, Hasor, Dawir, Hay, Itaar, Mano,

Injama, Kerauje, Iwo, Sanyi, Drunyi, Habubuk, Hanasbey, Srem-srem, Sembra, dan

Samay. Kampung Tahima Soroma terdapat Suku Sibi, Hay, Youwe, dan Soro.

Sebagian lainnya telah berpindah ke daratan di sekitar Entrop, Kotaraja, Kali Acai,

atau tempat lainnya. Namun pada saat acara-acara adat, suku-suku ini akan

berkumpul.

c. Distrik Abepura: Suku asli di Distrik Abepura termasuk dalam Suku Tobati Enggros yang juga berada di Distrik Jayapura Selatan. Menurut penduduk setempat, nama asli kedua kampung adalah ”Tubadij” artinya sudah jadi orang di sini atau kampung saya di sini, dan ”Injros” yang terdiri dari dua kata, yaitu ”Inj” (tempat) dan ”Ros” (dua), yang bila diartikan secara lengkap adalah kampung kedua atau tempat tinggal kedua.

Dulunya kampung ini hanya ada satu kampung, yaitu Tobati, namun karena

perkembangan jumlah penduduk, maka suku utama (Drunyi dan Sanyi) pindah ke

tempat permukiman kedua di Injros. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Tobati,

di samping Bahasa English Pidgin oleh sebagian orang yang sering berkunjung secara tradisional ke Papua Neuw Guinea (PNG) untuk bertemu sanak keluarga

mereka yang bermukim di sana. Namun, jumlah penutur Bahasa Tobati saat ini

jarang digunakan secara aktif. Bahasa yang sering digunakan adalah bahasa

persatuan (Bahasa Indonesia) yang diperkenankan di Papua sejak 5 Pebruari 1855

(yang kala itu disebut Maleise Taal-Bahasa Melayu)-ketika penyebaran Agama

Kristen masuk di Pulau Mansinam (Manokwari), Tanah Papua. Selain itu, terdapat

Suku Nafri yang bertempat tinggal di Kampung Nafri.

d. Distrik Heram: Penduduk asli di Kampung Yoka di Distrik Heram termasuk dalam Suku Sentani, meskipun secara wilayah administrasi berada di Kota Jayapura.

(48)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 48 terbiasa bertani dengan mulai menanam umbi-umbian untuk kebutuhan hidup

sehari-hari. Kehidupan pedesaan masih terasa di Distrik Muara Tami, kecuali di Koya Barat

dan Koya Timur yang mulai diramaikan dengan aktivitas perdagangan, serta wisata

pemancingan dan rumah makan.

Disadur dari Laporan Final Bantuan Teknis Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan

Muara Tami. Berdasarkan sejarah, dalam selayang pandang Pulau Papua dijelaskan

bahwa sejarah orang Papua mulai diungkap dalam catatan tertulis setelah ditemukan

sepotong catatan tentang New Guenea dan penduduknya, yang menjadi nenek

moyang Bangsa Papua, pada awal kedatangan orang Portugis dipermulaan abad

ke-16.

Suku dengan mobilitas tinggi ini pada saat ini sering disebut para pelintas batas.

Warga Indonesia yang sempat tinggal di PNG kemudian kembali ke Papua diberikan

tempat tinggal khusus di Kampung Mosso. Sebagai para pelintas batas, para

penduduk asli perbatasan memiliki KTP khusus berwarna merah sebagai pengganti

paspor/visa jika ingin melakukan kunjungan ke PNG. Suku yang berbeda menempati

kampung-kampung Distrik Muara Tami, seperti:

 Suku di Skouw Mabo, yaitu Malo, Membilong, Palora, Awe, dan Kemo;

 Suku di Skouw Yambe, yaitu Rolo, Patipeme, Ramela, Membilong, dan Pae;

 Suku di Skouw Sae, yaitu Nali, Mutang, Lomo, Reto, dan Palora;

 Suku pendatang di Holtekamp, yaitu Sarmi, Serui, dan Yawa;

 Suku asli yang masih ada di Koya Barat dan Koya Timur adalah Rolo, suku Jawa

merupakan asal para transmigran;

 Suku di Mosso adalah Nyao, yaitu para pelintas batas.

Makanan lokal penduduk adalah sagu. Dulu tersedia cukup melimpah

dibeberapa hutan sagu berawa, namun saat ini sebagian besar hutan sagu telah

dijadikan kawasan permukiman, seperti di Kotaraja dan Entrop. Menangkap ikan di laut

dan kerang juga merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh penduduk. Mencari

ikan di laut biasanya dilakukan oleh kaum pria, dan wanita mengumpulkan kerang di

(49)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 49

1.4.4 PEREKONOMIAN KOTA

1.4.4.1 PERKEMBANGAN PDRB

Kemampuan sumberdaya ekonomi yang dihasilkan di Kota Jayapura dapat

ditinjau dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan PDRB atas

dasar harga berlaku dengan atas dasar harga konstan tahun 2000 menggambarkan

adanya perkembangan harga-harga (inflasi) yang cukup tinggi, khususnya pada tahun

2005-2006. Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Kota Jayapura 2010/2011,

perekonomian Kota Jayapura menunjukkan tren positif. Terlihat dari nilai PDRB atas

dasar berlaku pada tahun 2009 yang sebesar Rp. 6,82 triliun meningkat menjadi Rp.

8,01 triliun pada tahun 2010. Berbeda dengan PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB

atas dasar harga konstan hanya dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi saja.

Perhitungan ini menggunakan harga-harga pada tahun 2000. Dari perhitungan tersebut,

diketahui bahwa nilai PDRB atas dasar harga konstannya yang meningkat dari Rp 3,12

triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 3,37 triliun. Tabel perkembangan PDRB atas dasar

harga berlaku dan konstan tahun 2006-2010 di Kota Jayapura dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Kemampuan Kota Jayapura dalam mengelola sumberdaya ekonominya terus

mengalami peningkatan. Mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, perekonomian

di Kota Jayapura selalu mengalami peningkatan yang cukup berarti, baik itu dari PDRB

atas dasar harga berlaku maupun PDRB atas dasar harga konstan. Hal ini menunjukan

bahwa perekonomian Kota Jayapura dalam kondisi stabil. Perekonomian di Kota

Jayapura cukup dipengaruhi oleh kondisi keamanan. Kondisi keamanan yang kondusif

dan juga inovasi Pemerintah Daerah dalam membuat kebijakan pelayanan, akan

mempengaruhi investasi di Kota Jayapura. Untuk itu, menjadi pekerjaan rumah bagi

pemerintah dan seluruh masyarakat Kota Jayapura dalam menciptakan suasana

(50)

Bab 1 Pendahuluan

| I - 50 TABEL I.13 PERKEMBANGAN PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU DI KOTA

JAYAPURA TAHUN 2006-2010 (JUTA RUPIAH)

TAHUN 2006 3.249.798.78 276,04 1.932.253.21 164,13 TAHUN 2007 4.015.695,29 341,09 2.187.362,50 185,80 TAHUN 2008 5.125.418,29 435,35 2.548.994,45 216,51 TAHUN 2009 6.816.480,76 578,99 3.122.226,57 265,20 TAHUN 2010 8.010.377,77 680,40 3.369.725,77 286,23

Sumber: PDRB Kota Jayapura 2010/2011 dan Hasil Olahan Tim Penyusun, 2012

1.4.4.2 STRUKTUR EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Struktur ekonomi disajikan dari PDRB atas dasar harga berlaku. Struktur

ekonomi Kota Jayapura yang memberikan kontributor utama pada tahun 2010 adalah

sektor Bangunan. Sektor ini mampu meningkatkan pertumbuhannya walaupun kecil

dengan kontribusi sebesar 23,69%, diikuti oleh sektor Jasa-jasa sebesar 21,35%, sektor

Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 19,01%, dan sektor Perdagangan, Hotel, dan

Restoran sebesar 18,13%. Hal ini bukan berarti produksi sektor Jasa-jasa, sektor

Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran turun,

tetapi yang terjadi pertumbuhan ketiga sektor ini pada tahun 2010 kalah cepat bila

dibandingkan dengan sektor Bangunan.

Sektor lainnya, seperti sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri

Pengolahan, serta sektor Listrik dan Air Bersih kontribusinya masih relatif kecil (di

bawah 4%) terhadap struktur perekonomian Kota Jayapura. Ketiga sektor tersebut

hanya memberikan kontribusi sebesar 0,47%, 3,14%, dan 0,38%. Untuk sektor

pertambangan dan penggalian berasal dari penggalian, sedangkan sektor industri

pengolahan berasal dari industri besar/sedang, dan industri kecil kerajinan rumah

tangga. Subsektor yang merupakan subsektor potensial di Kota Jayapura adalah

perikanan dan kelautan, serta pariwisata, meskipun masih belum mampu memberikan

(51)

-Bab 1 Pendahuluan

| I - 51

 rendahnya kualitas SDM dan ketertinggalan penerapan teknologi; dan

 tingginya tarif transportasi dan masalah perijinan secara langsung maupun

tidak langsung.

TABEL I.14 PDRB KOTA JAYAPURA

NO LAPANGAN USAHA PDRB ADHB TAHUN 2010 PDRB ADHK 2000

1 PERTANIAN 341.400,00 219.044,92

1.1 Tanaman Bahan Makanan 61.153,48 39.405,23

1.2 Tanaman Perkebunan 17.943,73 9.853,09

1.3 Peternakan dan hasilnya 38.239,11 19.563,98

1.4 Kehutanan 10.149,60 5.336,49

1.5 Perikanan 213.913,69 144.886,13

2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 37.523,39 18.058,30

2.1 Minyak dan Gas Bumi 0,00 0,00

2.2 Pertambangan Tanpa Migas 0,00 0,00

2.3 Penggalian 37.523,39 18.058,30

3 INDUSTRI PENGOLAHAN 251.620,19 124.102,96

3.1 Indutri Besar/Sedang 151.117,06 61.491,48

3.2 Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga 100.503,13 62.611,48 3.3 Industri dan Pengilangan Minyak Bumi 0,00 0,00

4 LISTRIK DAN AIR BERSIH 30.764,20 20.897,67

4.1 Listrik 20.597,85 12.471,00

4.2 Air Bersih 10.166,35 8.426,67

5 BANGUNAN 1.897.785,19 738.775,38 6 PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 1.452.310,25 485.563,12

6.1 Perdagangan 1.284.973,58 407.372,95

6.2 Hotel 94.696,54 47.314,84

6.3 Restoran 72.640,13 30.875,33

7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 1.522.474,12 606.791,88

7.1 Angkutan Jalan Raya 346.200,85 124.245,80

7.2 Angkutan Laut 152.023,05 83.762,01

7.3 Angkutan Sungai 4.799,00 3.229,12

7.4 Angkutan Udara 0,00 0,00

7.5 Jasa Penunjang Angkutan 48.569,72 23.204,42

7.6 Komunikasi 970.881,50 372.350,53

8 KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 765.959,53 332.724,85

8.1 Bank 474.342,73 197.001,81

8.2 Lembaga Keuangan Bukan Bank 88.003,70 34.786,43

8.3 Sewa Bangunan 169.451,36 80.986,77

8.4 Jasa Perusahaan 34.161,74 19.949,84

9 JASA-JASA 1.710.540,90 823.766,69

9.1 Pemerintahan Umum 1.438.884,50 685.420,40

9.2 Jasa Sosial Kemasyarakatan 102.209,25 51.539,32 9.3 Jasa Hiburan dan Rekreasi 100.767,52 50.698,69

9.4 Jasa Perorangan dan RT 68.679,63 36.108,28

PDRB 8.010.377,77 3.369.725,77

Gambar

TABEL I.1 WILAYAH ADMINISTRASI KOTA JAYAPURA
TABEL I.2 PULAU-PULAU KECIL DI KOTA JAYAPURA
TABEL I.3 LUAS KELERENGAN DI KOTA JAYAPURA
TABEL I.4 DATA CURAH HUJAN PADA STASIUN DOK II JAYAPURA (MM), 2007-2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asing Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor. 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5118),

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108