BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory)
Praktik manajemen laba tidak dapat dipisahkan dari adanya teori keagenan
dan asimetri informasi. Teori keagenan adalah teori yang mendasari hubungan antara
prinsipal dalam hal ini adalah pemilik atau pemegang saham dan manajemen sebagai
agen. Pemilik perusahaan mendelegasikan beberapa kewenangan kepada manajer
untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang
harus dijalankan oleh manajer dan pemilik perusahaan. Manajer berkewajiban dan
mempunyai hak untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kesejahteraan perusahaan
serta mempunyai hak untuk menerima pengharagaan atas apa yang telah
dilakukannya. Sementara itu pemilik perusahaan memiliki kewajiban untuk memberi
penghargaan kepada pengelola perusahaan (Sulistyanto,2008)
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) konsep teori keagenan adalah
hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal memperkerjakan agen
untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi
pengambilan keputusan, dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya
terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal dan ceo (chief
bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.Didalam teori keagenan diasumsikan
bahwa tiap individu memiliki motivasinya masing-masing sehingga hal ini
memungkinkan timbulnya konflik kepentingan antara agen dan prinsipal. Pihak
prinsipal termotivasi untuk meningkatkan profitabilitas demi kesejahteraan dirinya
dan agen dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi
dan bonus.Oleh karena itu, terjadi perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen
bekerja tidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Karena masing-masing pihak baik
prinsipal dan agen berkeinginan meningkatkan utilitasnya sendiri maka akan
menimbulkan konflik dan memungkinkan pihak agen melakukan manipulasi atau
kecurangan. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena prinsipal tidak
dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari untuk memastikan CEO bekerja sesuai
dengan keinginan pemegang saham.
Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen
mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan
perusahaan secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan adanya ketidakseimbangan
informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen.Teori agensi mengasumsikan bahwa
prinsipal tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kondisi perusahaan. Agen
memiliki informasi kondisi perusahaan karena agen menjalankan kinerja perusahaan
terkait dengan wewenang yang diberikan prinsipal. Perbedaan kepentingan antara
prinsipal dan agen menimbulkan masalah keagenan atau agency problem. Salah satu
Ketidakseimbangan akan informasi inilah disebut asimetri informasi yang
kemudian dimanfaatkan oleh agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang
tidak diketahui oleh prinsipal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang
terjadi antara prinsipal dan agen mendorong agen menyajikan informasi yang tidak
sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan
pengukuran kinerja agen (Widyaningdyah,2001).
2.1.2 Biaya Agensi (Agency Cost)
Konflik yang kemudian dapat memicu biaya agensi. Biaya menetapkan
pertentangan kepentingan antara para manajer dan pemegang saham adalah bentuk
khusus biaya yang disebut biaya keagenan (agency costs). Biaya ini ditetapkan
sebagai jumlah dari (Sjahrial,2007):
1. Biaya pengawasan dari pemegang saham
2. Biaya melaksanakan rancangan pengendalian
Teori keagenan merupakan pengorbanan yang timbul dari hubungan keagenan
apa pun, termasuk hubungan didalam kontrak kerja antara pemegang saham dan
manajer perusahaan. Oleh sebab itu, dalam hubungan keagenan setiap pihak akan
menanggung biaya keagenan, tidak hanya prinsipal tetapi juga agen. Bahwa prinsipal,
pemegang saham dapat meyakinkan diri mereka sendiri bahwa para agen (pihak
manajemen) akan membuat keputusan yang optimal hanya jika insentif yang tepat
pengambilan tambahan (“kenyamanan” seperti mobil perusahaan dan kantor yang
mahal) dan seluruh hal ini harus secara langsung berhubungan dengan dekat
keputusan pihak manajemen dengan kepentingan pemegang saham (Van Horne,
James C dan wachowicz, JR,1997).
2.1.3 Manajemen Laba
Para peneliti mempunyai pandangan yang mengenai pengertian manajemen
laba.Menurut Sulistyanto manajemen laba sebagai upaya manajer perusahaan untuk
mengintervensi atau mempengaruhi informasi akuntansi dalam laporan keuangan
dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan
kondisi perusahaan (Sulistyanto,2008).Istilah intervensi dan mengelabui inilah yang
dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai
kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka
standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
diterima dan diakui secara umum. Healy dan Wahlen (1999) mengemukakan bahwa
manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam
pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan,
dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa
stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang
kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang lebih baik tentang aliran kas
yang akan datang dan untuk meminimalkan biaya keagenan (agency cost) yang
terjado karena konflik kepentingan anatara stakeholder dan manajer. Pada umumnya
studi tentang manajemen laba sering mengacu pada sudut opurtunistis dibandingkan
dengan sudut pandang efisiensi.
2.1.4 Alasan Manajer Melakukan Manajemen Laba
Menurut Sanjaya (2008), motivasi tersebut adalah:
1. Motivasi bonus
Bonus Motivasi bonus(plan hypothesis), manajer perusahaan
cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser
earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang.
Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya.
2. Motivasi utang
Menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu
pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk
memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang
ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan
3. Motivasi politik
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang
dapat mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
4. Motivasi pajak
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income
taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang
dikenakannya. Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk
mengurangi pajak tersebut.
5. Motivasi pergantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan
buruk mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
6. Motivasi pasar modal
Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas
oleh investor dan para analisis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu,
kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi
2.1.5 Kualitas Auditor
Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk
menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang
(bond holder) dan pemegang saham (Jensen dan Mecckling, 1976). Tujuan dari audit
atas laporan keuangan adalah untuk memastikan apakah laporan keuangan telah
bebas dari salah saji yang material sehingga tidak merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan (Herusetya,2009).Kualitas audit (audit quality)
didefinisikan sebagai probilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk
menemukan suatu pelanggaran dalam laporan keuangan pelanggaran dalam pelaporan
keuangan klien dalam melaporkan pelanggaran tersebut (DeAngelo, 1981).
Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas
informasi akuntansi. Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan keuangan yang
disajikan oleh perusahaan. Perbedaan dalam kualitas audit menyebabkan adanya
variasi dalam kredibilitas yang ditawarkan auditor. Adanya variasi tersebut akan
menimbulkan adanya perbedaan dalam kualitas laba (earning quality) dari klien
mereka. Dimensi kualitas auditor yang paling sering digunakan dalam penelitian
adalah ukuran kantor akuntan publik atau KAP karena nama baik perusahaan (KAP)
2.1.6 Kepemilikan Institusional
Salah satu cara yang paling efesien dalam rangka untuk mengurangi terjadinya
konflik kepentingan dan memastikan pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan
keberadaan peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan
kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan untuk mengindetifikasi
pihak-pihak yang mempunyai kepentingan berbeda. Mekanisme (pengendalian) internal
perusahaaan antara lain struktur kepemilikan dan pengendalian yang dilakukan oleh
dewan komisaris dalam hal ini komposisi dewan (World Bank,1999).
Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber
daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan
melalui reaksi pasar atas pengumuman laba. Kepemilikan institusional memiliki
kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melakukan manajemen laba.
Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses
penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi
sesuai kepentingan pihak manajemen. Kepemilikan institusional dapat diukur dengan
menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki pihak institusional
dari seluruh jumlah saham perusahaan (Boediono,2005).
Kehadiran kepemilikan institusional yang tinggi membatasi manajer untuk
melakukan manajemen laba. Adanya pengawasan yang dilakukan investor
institusional secaraoptimal terhadap kinerja manajer, maka manajer akan lebihberhati
investor institusionalsehingga manajer dapat memfokuskan perhatiannya terhadap
kinerjaperusahaan.
2.1.7 Komite Audit
Untuk membangun sistem pengawasan dan pengendalian yang efektif dalam
suatu perusahaan ada dua pihak yang diperlukan, yaitu komite audit, dan komisaris
independen. Komite audit merupakan pihak yang mempunyai tugas untuk membantu
komisaris dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan
efektivitas internal dan eksternal audit. Komite audit bertugas melakukan pengawasan
untuk meningkatkan efektivitas dalam menciptakan keterbukaan dan pelaporan
keuangan yang berkualitas, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan pengawasan internal yang memadai. Untuk itu ada beberapa aspek
penting pengawasan hang harus dilakukan komite audit untuk mewujudkan
kehidupan bisnis yang sehat, bersih dan bertanggung jawab.
Komite Audit mempunyai peran dan tanggung jawab, antara lain sebagai
berikut:
1. Melakukan pengawasan terhadap proses penerapan governance
2. Memastikan bahwa manajer senior secara aktif mensosialisasikan budaya
corporate governance.
3. Memonitor bahwa code of conduct telah dilaksanakan secara konsekuen,
4. Memahami semua pokok persoalan dan issues yang mungkin dapat
5. Mematau bahwa perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undang
yang berlaku
6. Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi
pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya( sulistyanto,2008).
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil
1 Sanjaya (2008) Dependen: manajemen laba
Independent: Auditor eksternal
3 Ningsapiti Dependen: manajemen Laba kepemilikan saham,
(2010) Independent:ukuran perusahaan,
kualitas auditdan good corporate
governance
4 Indriani (2010) Dependen: Manajemen Laba
Independen: kualitas auditor,
corporate governance, leverage
dan kinerja keuangan
variabel yang memiliki
yang diaudit oleh auditor
Big Four menunjukkan
hasil yang positif antara
kualitas auditor dengan
praktik manajemen laba
Sanjaya (2008) yang meneliti tentang auditor ekternal, komite audit, dan
bereputasi yang ditunjukan oleh kantor akuntan publik yang berafiliasi dengan big
four mampu mencegah dan mengurangi manajemen laba. Akan tetapi studi ini gagal
membukukan keberadaan komite audit sebagai salah satu lembaga dalam penerapan
tata kelola perusahaan yang baik untuk mengurangi dan mencegah manajemen laba.
Sebuah penelitian yang dilakukan Luhgiatno (2008) yang meneliti analisis
pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba studi pada perusahaan yang
melakukan IPO di indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa KAP Big
Four dan KAP spesialis industri membuktikan tidak mampu membatasi praktik
manajemen laba bagi perusahaan yang diauditnya pada saat perusahaan melakukan
IPO manufaktur. Penelitian Ningsapiti (2010) tentang pengaruh ukuran perusahaan
dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian
ini berkonsentrasi kepemilikan saham, ukuran perusahaan dan kualitas audit dengan
proksi auditor spesialis industri yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen
laba. Sedangkan komposisi dewan komisaris dan komite audit tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap manajemen laba.
Indriani (2010) meneliti tentang pengaruh kualitas auditor, corporate
governance, leverage dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba. Penelitian ini
dilakukan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2006-2008.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap manajemen laba adalah kualitas auditor, kepemilikan manjerial
menunjukkan hasil yang positif antara kualitas auditor dengan praktik manajemen
laba. Semakin tinggi kepemilikan manjerial dan kepemilikan institusional, semakin
rendah manajemen laba perusahaan tersebut. Variabel proporsi dewan komisaris
independen dan leverage tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
manajemen laba yang dilakukan perusahaan perbankan.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan modal konseptual tentang bagaimana
teoriyang digunakan berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
penelitiidentifikasikan sebagai masalah penting. Berdasarkan kerangka konseptual,
ditentukan bahwa variabelnya adalahkepemilikan institusional, komite audit sebagai
variabel independen, dan laverage dan ukuran (size) perusahaan sebagai variabel
kontrol dan manajemen laba sebagai variabel dependen. Investor institusional
merupakan pihak yang dapat memonitor perusahaan dengan kepemilikannya yang
besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang.
Peranan komite audit juga akan memberikan pengaruh terhadap manajemen
laba karena komite audit berfungsi untuk membantu dewan komisaris dalam
meningkatkan kualitas laporan keuangan sehingga manajemen laba tidak akan terjadi.
Komite juga dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan karena komite
audit yang berjalan dengan baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
kepercayaan investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan.
Ukuran (size) perusahaan adalah merupakan rasio log natural aktiva
perushaaan dan leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset.
Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai hutang perusahaan. Sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman dalam hipotesis debt convenant
bahwa motivasi debt convenant disebabkan oleh munculnya perjanjian kontrak antara
manajer dengan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial. Dengan demikian,
perusahaan yang mempunyai rasio leverage tinggi berarti memiliki proporsi hutang lebih
tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya, akan cenderung melakukan manipulasi
dalam bentuk manajemen laba (Barus dan Sembiring, 2012).
Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.4 Pengembangan Hipotesis Kepemilikan Institusional
Komite audit
Kualitas audit
Manajemen laba
Variabel Kontrol:
Ukuran perusahan
Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang masih harus diuji. Hipotesis
menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam
rumusan proporsi yang dapat diuji secara empiris. Berdasarkan uraian teoritis dan
kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini
adalah :
1. Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba,
2. Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba,
3. Ukuran (size) perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba,
4.Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba,
5.Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba dengan
kualitas audit sebagai moderating
6. Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba dengan kualitas audit
sebagai moderating
7.Kepemilikan institusional, komite audit dan leverage, ukuran (size)
perusahaan berpengaruh secara simultan tehadap manajemen laba.