• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAZHAB REALISME DALAM HUBUNGAN INTERNASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAZHAB REALISME DALAM HUBUNGAN INTERNASI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH AKAR PEMIKIRAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISME

Zulkarnain S.I.P, M.Si Oleh :

Tri Wahyuningrum I - 163112350750048

Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA 2016

Jl. Sawo Manila Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kode Pos 12520

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Perkembangan Realis 3

1.3 Tokoh Realis 7

1.4 Relevansi Konflik dengan Teori Realis 11

(3)

1.1 Latar Belakang

Sebagai sebuah disiplin ilmu, studi hubungan internasional memiliki banyak teori ataupun perspektif yang kerap digunakan dalam mempelajari ilmu ini sendiri. Salah satu dari yang terbesar adalah teori realisme. Teori realisme juga sering disebut sebagai “Spektrum Ide”. Sebagai Sepektrum ide/ gagasan, realisme juga melingkupi 4 dalil inti yaitu Political Groupism, Egoism, International Anarchy, dan Power Politic. Asumsi Realisme adalah pada tradisi hubungan internasional yang berpusat pada empat ide utama.  Sistem internasional bersifat anarki. Tidak ada aktor di atas negara yang

mampu mengatur interaksinya; negara harus membina sendiri hubungan dengan negara lain, tidak diatur oleh entitas yang lebih tinggi. Sistem internasional ada dalam keadaan antagonisme tetap (lihat anarki internasional).

 Negara adalah aktor terpenting. Semua negara di dalam sistem adalah aktor tunggal yang rasional

 Negara cenderung mengejar kepentingan pribadi. Kelompok berusaha meraup sumber daya sebanyak mungkin (lihat keunggulan relatif). Masalah utama bagi setiap negara adalah kelangsungan hidup (survival).  Negara membangun militer untuk bertahan hidup, sehingga bisa

menciptakan dilema keamanan.

1.2 Perkembangan Realisme A. Realisme Klasik

(4)

negara adalah untuk mencapai ketahanan nasional, supaya negara mereka tidak di jajah. Kelima, tiap negara mencari power, mereka menganggap power adalah akhir atauending. Bila mereka sudah memiliki power, mereka bisa mempertahankan diri. Karena mereka harus menjamin sendiri keselamatan dan keamanannya sendiri. Hanya mereka yang bisa membantu diri mereka sendiri. Realisme menganggap bahwa sifat manusia belum tentu baik. Kemungkinan terbaik, manusia memiliki kapasitas baik dan buruk yang sama; kemungkinan terburuk, manusia memiliki hasrat instingtif untuk mendominasi orang lain. Sehingga, perang selalu menjadi kemungkinan. Tanggung jawab tiap negara adalah menyediakan pertahanan dan keamanannya. Kebijaksanaan atau tindakan nasional diukur dari apakah ia menjadi perpanjangan kepentingan nasional, yang paling sering didefinisikan sebagai penambahan kekuatan dalam berbagai bentuk, yang paling khusus kekuatan militer.

Perdamaian tidak dapat dijamin, namun dapat diperoleh karena balance of power akan membuat negaranegara mencari jaminan keamanan dan kepentingan mereka dengan bersekutu dengan negara lain yang lebih kuat. Realisme mengutamakan kebijakan luar negeri daripada kebijakan domestik, pemeliharaan kekuatan militer yang besar, dan penekanan pada nasionalisme. Realisme juga mengutamakan negara sebagai aktor internasional uniter dengan proses pembuatan keputusan tunggal, pada pokoknya rasional dalam tindakannya, dan berargumen bahwa keamanan nasional adalah isu internasional yang paling penting. Inti pemikiran Realisme klasik dalam HI dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Negara sebagai pemegan peranan dominan selalu mempunyai kepentingan yang berbenturan. Perbedaan kepentingan akan menimbulkan perang atau konflik.

2. Power yang dimiliki oleh suatu negara sangat mempengaruhi penyelesaian konflik, dan menentukan pengaruhnya atas negara lain. 3. Masalah utama dalam Hubungan Internasional adalah kondisi anarki,

yang berarti tiadanya sebuah otoritas kedaulatan pusat untuk mengatur berbagai hubungan diantara negara-negara.

4. Niat agresif dari berbagai negara, ditambah dengan tidak adanya pemerintah dunia, yang berarti bahwa konflik merupakan realitas yang selalu ada dalam hubungan internasional.

5. Setiap negara dianjurkan untuk membangun kekuatan, beraliansi dengan negara lain, dan memecah belah kekuatan negara lain (devide and rule).

6. Setiap negara akan selalu bergerak dan berbuat berdasarkan kepentingan nasionalnya(national interest).

(5)

B. Realisme Neoklasik

Neoclassical realism (realisme neoklasik) merupakan salah satu varian dari paradigma realisme dalam hubungan internasional. Konsep realisme neoklasik ini muncul atas pemikiran dari Hans J. Morgenthau dalam bukunya yaitu Politics Among Nations. Morgenthau berbicara animus nomandi, manusia “haus” dalam kekuasaan. Jelas sekali dalam pemikirannya tentang animus nomandi, Morgenthau melihat manusia sebagai makhluk yang bersifat buruk karena hanya mementingkan keegoisannya untuk memperoleh apa yang ia inginkan bahkan dengan mengorbankan orang lain sekalipun. Oleh karena itu, moral dan etika dalam bernegara cenderung dikesampingkan. Dalam hal ini, Morgenthau tidak memandang kepada negara, melainkan kepada individu. Individu yang dimaksud adalah pemimpin negara yang menjalankan pemerintahan. Pemimpin negara yang menjalankan kekuasaan dituntut untuk dapat menjalankan kebijakan luar negerinya dengan baik demi negara dan masyarakatnya.

Pemikiran tentang realisme neoklasik juga muncul dari Randall Schweller. Dalam kasus lain menanggapi pandangan realisme struktural dalam distribution of power, Schweller berpendapat bahwa semua negara mempunyai kepentingan dalam hasil keamanan yang menunjukkan dasar status quo. Pendapat lain tentang realisme neoklasik juga datang dari Fareed Zakaria. Zakaria memperkenalkan variabel antara kekuatan negara menjadi teori negara yang berpusat pada realisme. Pendapat dari kedua orang tersebut isinya mengkritik terhadap apa yang diungkapkan oleh realisme struktural. Mereka menambahkan beberapa poin-poin penting untuk melengkapi dan menambahkan tentang konsep yang digagas oleh realisme struktural.

Kaum realisme neoklasik berpendapat bahwa berbagai jenis kapasitas negara dimiliki berbeda untuk menerjemahkan berbagai elemen kekuatan nasional ke dalam kekuasaan negara. Dapat disimpulkan bahwa realisme neoklasik mempunyai dua inti berdasarkan pandangan yang telah dikemukakan oleh Morgenthau, Schweller dan Zakaria, yaitu kepemimpinan dari seorang kepala pemerintahan dan kekuatan negara dalam aspek keamanan.

(6)

realism klasik lebih ke pendekatan negara, pada neoklasik pendekatannya lebih ke individu.Kebijakan luar negeri yang diambil pun bukan disebabkan oleh sistem dunia yang anarki. Tindakan yang diambil dari suatu negara pun tegantung dari presepsi negara tersebut terhadap ancaman yang akan dihadapi oleh negara. Tokoh Realisme Neoklasik : Hans J. Morgenthau dalam bukunya yaitu Politics Among Nations, Randall Schweller, Fareed Zakaria

C. Neorealisme ( Realisme Struktural )

Pada tahun 1979, muncullah teori neorealisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz. ‘Neorealisme... adalah sebuah kritik realisme tradisional sekaligus sebuah perpanjangan intelektual yang substansial dari tradisi teoritis yang berada dalam bahaya dikepung oleh perubahan-perubahan cepat dalam wilayah politik global’ (Burchill, 1996: 113) Waltz tidak lagi terpusat pada aktor tetapi terhadap sistem dan struktur interaksi antar aktor tetapi aktor utamanya tetap negara. Sistem dan strukturlah yang mengatur ruang gerak para aktor dalam hubungan internasional. Waltz menganggap bahwa stabilitas internasional dijamin oleh sistem bipolar. Hal yang mendasarinya adalah jumlah konflik negara berkekuatan besar relatif sedikit. Selain itu, Waltz juga berfokus pada perimbangan kekuatan untuk mencapai perdamaian.

Waltz berasumsi negara mengejar power dikarenakan sistem dunia yang anarki. Namun bedanya denganrealism klasik adalah jika realisme klasik memandang power sebagai akhir, neorealis mememandang power bukan suatu akhir, melainkan sebagai means atau cara.Cara yang dimaksudkan disini terbagi menjadi dua interpretasi. Pertama power sebagaimeans internaldan yang kedua adalah power sebagaimeans external. Power sebagaimeans internalmaksdunya adalah power atau kekuatan ini digunakan sebagai cara untuk memperkuat bidang dalam atau internal suatu negara. Misalkan untuk memajukan ekonomi. Sedangkanmeans eksternaldiartikan bahwa power disini digunakan sebagai alatbargainuntuk beraliansi dengan negara-negara kuat, sehingga negaranya akan semakin kokoh dimata musuh. Tujuan dari suatu negara adalahinternational securityatau keamanan internasional. Sedangkan dalam kerjasama internasional pada era Neo Realisme ini kemungkinannya kecil. Kecilnya kemungkinan kerjasama internasional ini disebabkan adanyaquestion markdi kalangan negara tentang siapa yang lebih diuntungkan dalam kerjasama itu. Sementara dalam pengambilankebijakan luar negeri suaru negara lebih disebabkan karena sistem internasional yang anarki.

(7)

1.3 Tokoh Realis

A. Thucydideds (460 bc–404 bc)  Status : Sejarawan (Yunani)

 Karya : The History of Peloponnesian War

 Pemikiran : Pemikiran Thucydides yang ditemukan dalam karyanya di masa lampau dipandang sebagai akar dari perkembangan perspektif Realisme. Thucydides berpendapat bahwa penyebab terjadinya perang adalah meningkatnya kekuatan militer salah satu pihak yang kemudian menyebabkan timbulnya insecurity pada pihak lain. Pendapatnya itu dapat ditemukan di The History of Peloponnesian War yang menggambarkan tentang perang antara bangsa Athena, yang meningkat kekuatan militernya, melawan Sparta yang merasa insecure. Pendapatnya tersebut mencerminkan bahwa dalam hubungan antar negara power adalah bahan kunci yang menentukan survive atau tidaknya suatu negara. Thucydides menganggap bahwa hubungan antar bangsa adalah konflik dan kompetisi yang tidak dapat dihindari antar Negara. Bentuk tertentu dari dari realisme jenis Thucydides adalah karakter ilmiahnya. Aristoteles menyatakan bahwa “manusia adalah binatang politik”. Thucydides menyatakan bahwa sebenarnya binatang politik memiliki perbedaan dalam kekuatan dan kapabilitas untuk mendominasi yang lain dan mempertahankan dirinya sendiri. Jadi Thucydides menekankan bahwa keputusan memiliki konsekuensi: sebelum membuat keputusan akhir para pembuatan keputusan harus memikirkan konsekuensinya sehingga Thucydides menekankan prinsip kehatia- hatian dalam membuat kebijakan internasional karena terdapat bangak sekali perbedaan dalam dunia internasional dengan berbagai kepentingan berbeda dari tiap Negara. Pandangan kemasa depan, kehati-hatian, dan pembuatan keputusan adalah karakteristik etika poitik realism kalsik.

B. Nicollo Machiavelli (1469–1527)

 Biografi : Negarawan, Penulis (Itali)  Karya : The Prince

(8)

memiliki kekuatan mempertahankan kepentingan negara bagaikan singa, sekaligus harus mampu berperilaku cerdik seperti rubah.

C. Thomas Hobbes (1588–1679)

 Biografi : Filsuf, Ilmuwan, Sejarawan (Inggris)  Karya : Leviathan

Pemikiran : Sama halnya seperti Machiavelli, Hobbes tergolong pesimis dengan gagasan idealisme yang percaya akan adanya moral dalam manusia. Sehingga alih-alih percaya bahwa manusia dapat bekerjasama, Hobbes melihat bahwa sifat dasar manusia adalah individualis dan egois. Hobbes juga memandang hubungan antar negara sebagai sesuatu yang anarki dan dipenuhi oleh perjuangan untuk mendapatkan power. Karena individu berada dalam lingkungan yang anarki maka mereka berhak untuk mengejar apapun kepentingannya tanpa adanya batasan moral. Dalam bukunya yang berjudul Leviathan (1651), Thomas Hobbes menguraikan tentang tiga asumsi dasar realisme, yaitu :

a) Manusia adalah sama.

b) Manusia berinteraksi dalam lingkungan yang anarkis

c) Manusia diarahkan oleh kompetisi, rasa ketidakpercayaan diri (diffidence), dan kemuliaan (glory). Oleh karena itu kemudian muncul konsep bellum omnium contra omnes, atau war of all against all, semua manusia pada dasarnya berkompetisi demi kepentingannya sendiri.

D. E.H. Carr (1892–1982)

 Biografi : Ilmuwan Politik, Sejarawan (Inggris)  Karya :The Twenty’s Years Crisis

 Pemikiran : Sebagaimana beberapa pendahulunya, Carr juga mengkritik gagasan idealisme, menurutnya perdamaian itu tidak bisa dicapai melalui nilai-nilai moral karena nilai dari suatu moral atau prinsip-prinsip itu tidak bisa dipisahkan dari kepentingan pembuatnya. Artinya moral itu sendiri tidaklah universal. Carr berargumen bahwa dalam hidup manusia akan selalu ada conflict of interest , di mana kepentingan-kepentingan individu dan kelompok saling bersaing agar dapat terwujudkan. Dalam persaingan tersebut tidak ada yang mengatur selain power dari masing-masing pihak yang berkepentingan.

(9)

akan selalu ada pihak yang merasa kalah dan tidak puas terhadap kondisi yang dihadapinya. Pihak-pihak seperti itulah yang memiliki kecenderungan untuk memulai perang. Oleh karenanya untuk mencegah agar perang tidak terjadi maka jalan yang bisa ditempuh adalah dengan “memuaskan” aktor-aktor yang merasa tidak puas tersebut. Contohnya adalah dengan membiarkan Jerman melakukan ekspansi wilayah. Namun pada kenyataannya hal tersebut justru menjadi jalan pembuka pecahnya Perang Dunia II.

E. Hans J. Morgenthau (1904-1979)

 Biografi : Ilmuwan Politik (Amerika)

 Karya : Politics among Nations: The Struggle for Power and Peace

Pemikiran : Morgenthau dikenal sebagai perumus prinsip-prinsip dasar Realisme karena dialah yang pertama kali meramu pikiran-pikiran Realisme menjadi satu badan pengetahuan yang saintifik. Menurut Morgenthau, karakteristik dasar dari manusia adalah egois serta haus akan power dan hasrat untuk mendominasi. Hans J Morgenthau mengatakan pada dasarnya setiap manusia (negara) ingin mendapatkan power, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan jika hal ini berbenturan dengan yang lain maka akan menimbulkan ’struggle for power’. Sifat dasar manusia itulah akar dari konflik yang terjadi di dunia ini. Morganthau (1985: 4-17) Membungkus teori Hi nya dalam “enam prinsip realism politik”.

• Politik berakar dalam sifat manusia yang permanen dan tidak berubah pada dasarnya mementingkan diri sendiri.(self-centered, self-regarding, self-interested).

• Politik adalah “wilayah tindakan otonom” dan oleh karena itu tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi (seperti yang cenderung dilakukan oleh penstudi kaum Marxis) atau dari persoalan moral ( seperti yang cenderung dilakukan oleh kaum Kantian atau kaum Liberal).

• Kepentinga pribadi adalah fakta mendasar kondisi manusia :seluruh rakyat memilih minat yang rendah dalam hal memperjuangkan keamanan dan kelangsungan hidupnya. Politik adalah arena mengekspresikan kepentingan-kepentingannya yang cepat atau lambat akan segera berubah menjadi konflik. Politik Internasional adalah arena kepentingan-kepentingan negara yang sedang berkonflik. Realisme adalah doktrin yang menjawab fakta dari realitas politik yang berubah.

(10)

memiliki kebebasan yang sama untuk melakukan sesuatu yang benar seperti warga negara pribadi. Pemimpin negara yang bertanggung jawab harus berjuang tidak melakukan yang terbaik, melainkan, melakukan yang terbaik saat kondisi saat itu mengijinkan. Situasi politik yang terbatas tersebut adalah inti normative kaum realis.

• Oleh karena itu kaum realis menetang bahwa bangsa-bangsa tertentu– sekalipun bangsa yang sangat demokratis seperti Amerika Serikat sekat- dapat memaksakan ideologinya pada bangsa lain dan dapat menggunakan keuatannya untuk mendukung tindakan tadi. Kaum realis menentangnya, sebab itu dianggap sebagai tindakan berbahaya yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional dan pada akhirnya hal itu dapat berbalik dan akan mengancam negara yang sedang berjuang.

• Seni bernegara adalah aktivitas yang sederhana dan cenderung membosankan yang menimbulkan satu kesadaran penuh akan keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusia. Pandangan manusia yang pesimistik sebagimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita harapkan adalah suatu kenyataan yang sulit yang tedapat dalam inti politik internasional.

F. Kenneth Waltz (1924–2013)

 Biografi : Ilmuwan Politik (Amerika)  Karya : Theory of International Politics

 Pemikiran : Realisme ala Kenneth Waltz adalah fokus pada aspek sistem. Hal ini berbeda dengan Morgenthau yang fokus pada aspek agen sebagai pemicu perilaku negara, yakni sifat dasar manusia. Menurut Waltz, penyebab perilaku negara itu adalah sistem internasional, dalam hal ini sistem yang anarki. Karena tidak adanya wewenang pusat yang mengatur kelangsungan hidup negara, maka tidak ada yang menjamin bahwa satu negara tidak akan menyerang negara lainnya. Oleh karena itu, isu keamanan menjadi isu kunci yang harus diperhatikan oleh negara. Negara sendirilah yang harus menjaga keamanannya (self-help) dengan tujuan akhir untuk survive.

G. Jhon J. Mearsheimer (1947–sekarang)  Biografi : Ilmuwan Politik (Amerika)

 Karya : The Tragedy of Great Power Politics

(11)

sama-sama dalam kelompok structural realism seperti Waltz. Namun yang membedakannya dari Waltz adalah gagasannya bahwa dalam sistem yang anarki itu tidak cukup bagi negara hanya dengan mempertahankan status quo power yang ada, tetapi negara harus mengakumulasi power sedemikian hingga bahkan kalau perlu menjadi hegemon. Mearsheimer menyebut gagasannya ini sebagai offensive realism sementara Realisme versi Waltz sebagai defensive Realism.

1.3 Relevansi Konflik dengan Teori Realis

Di dalam realisme klasik dan modern terdapat tiga kesepahaman, Triple S yaituStatism, Survival, Self–help.

Statism :focus dari relisme dimana terdapat dua klaim yang dinamis dalam kestatisan hubungan antar bangsa, secara teori dalam world politics, pertama, negara sebagai actor utama yang dimana actor lain tidak memiliki signifikansi yang sama dengan state. Kedua, kadaulatan negara sebgai komunitas politik mandiri. Intinya dlam statism ini, negara menjadi aktor utama yang paling dominan dalam dunia internasional dan proses dalam HI. • Survival: Tujuan pengorganisasian negara adalah keteraturan dalam

mempertahankan kehidupan masyarakat. Jadisurvivaladalah hal yang hakiki dalam dunia internasional dan dalam proses HI, dimana setiap negara harus dapat bertahan ditengah arus dunia internasional.

Self – help:Tidak ada satu negarapun yang berani menjamin eksistensinya secara struktural baik dibidang domestik dan internasional, dalam hal ini tidak ada musuh atau teman yang abadi, yang ada hanya kepentingan nasional negara. Jadi yang didapatkan negara adalah hasil jerih payah mereka sendiri, apa yang ditabur, itulah yang dipetik.

(12)

Contoh Kasus Nuklir Korea Utara dan Iran

Negara yang beberapa waktu lalu memberikan banyak ketidakpastian politik dan keamanan Internasional, karena meninggalnya pimpinan mereka Kim Jong Il, yang kemudian menempatkan seorang anak muda Kim Jong un, di tampuk penguasa Negara dengan tingkat kemiskinan yg buruk namun mempunyai kekuatan Nuklir yg cukup mengancam dan membuat barat sedikit kalang kabut karena kemisteriusan dinasti Kim masih terpelihara terhadapa pimpinan terpilih ini. Tindakan Korea Utara dalam kasus pengembangan teknologi nuklirnya bukannya tanpa alasan yang kuat dan rasional. Setelah dilakukan analisis melalui pendekatan realis, Korea Utara memiliki alasan mengapa pengembangan teknologi nuklir menjadi agenda utama Negara komunis tersebut. Yaitu karena Korea Utara hidup lemah ditengah-tengah dunia yang anarki, sehingga rentan akan pendominasian dari kekuatan yang lebih kuat yaitu globalisasi yang di usung oleh Negara-negara barat dengan segala ide kapitalis liberalnya sementara Korea Utara sendiri merupakan Negara komunis murni yang menentang ide-ide barat tersebut. Oleh karena itu, Korea Utara harus mempertahankan eksistensinya dengan cara meningkatkan kekuatan nasionalnya, demi tercapainya kepentingan nasionalnya.

Dan pengembangan teknologi nuklir merupakan salah satu jalan yang rasional untuk diambil Korea Utara dengan alasan-alasan diatas. Itu mungkin merupakan alasan kuat a Korea Utara bersih keras akan terus memperjuangkan haknya untuk mengembangkan nuklirnya sendiri, walaupun sangsi PBB sudah diberlakukan. Bagi Korea Utara tindakan PBB ini merupakan konverter dari kebijakan AS semata yang tidak menginginkan satu kekuatan baru muncul sebagai penantang AS dan akan mengancam kepentingan AS. Di sisi lain China dan Rusia masih berdiri dibelakang Korea Utara sebagai satu hegemoni yang sempat hancur. Dengan kata lain Korea Utara sebagai Negara komunis disini berupaya untuk menghindarkan dirinya dari objek dominasi imperialisme kapitalis liberal dunia yang dibawa AS, dan jika memang memungkinkan keadaan bisa diseimbangkan dengan adanya peningkatan nuklir Korea Utara sehingga tidak menutup kemungkinan kebangkitan Korea Utara akan mengundang kebangkitan komunisme dunia dan pada akhirnya dunia akan menuju kepada sistem bipolar kembali seperti layaknya perang dingin silam. Hal ini Juga sepertinya merupakan Basic motives yg sama dengan apa yg di lakukan oleh Iran dengan pengembangan Kekuatan Nuklir yang walaupun di akui secara resmi oleh pemerintah Iran adalah untuk pengembangan sumber daya Energi non-sejata, namun tetap saja membuat Negara kaya Minyak itu berada dibawah lampu sorot Dunia.

(13)

adalah semata-mata untuk tujuan damai yaitu untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyatnya.

Namun, pernyataan tersebut tidak membuat banyak pihak yakin terutama Amerika Serikat. Beberapa negara masih meyakini bahwa nuklir yang dikembangkan oleh Iran memiliki tujuan lain yaitu untuk menciptakan senjata pemusnah masal yang akan mengancam kestabilan dan keamanan internasional sehingga hal tersebut memunculkan polemik dan kekhawatiran tersendiri bagi mereka yang menyebabkan dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan proliferasi nuklir iran tersebut. Namun, Iran disini nampak tidak gentar menghadapi serangan dan tekanan masyarakat internasional yang merasa terancam dan khawatir dengan proliferasi nuklirnya. Ini disinyalir karena adanya faktor-faktor pendukung krusial yang melatarbelakngi kebijakan Iran tersebut, salah satunya adalah motif ekonomi dan kebutuhan energi Iran yang cukup besar.Realism emphasize the constraints on politics imposed by human selfishness (‘egoism’) and the absence of international government (‘anarchy’) which require‘theprimacy in all political life of power and security (Gilpin 1986: 305).”

Apa yg di lakukan Iran sangat sesuai dengan Teori ini, memandang bahwa pada dasarnya tiap-tiap individu itu ‘selfish’ dan selalu berupaya untuk

mempertahankan eksistensinya dengan berbagai cara tak terkecuali pada perilaku Negara-negara di dunia. Realisme juga melihat dunia ini sebagai tempat yang anarki dimana masing-masing negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi memiliki kebebasan untuk mendapatkan kepentingannya sekalipun dengan cara-cara yang mengancam eksistensi dan keamanan actor lain.

Realisme juga menekankan kepada dua hal penting yang harus dikejar oleh

suatu negara agar dapat ‘survive’ di lingkungan internasional yang anarki

yaitupowerdanstate security. Power yang dapat diartikan sebagai kekuatan atau kapasitas negara, merupakan hal terpenting yang harus dimiliki untuk dapat menjamin eksistensi negara, karena dengan power inilah suatu negara dapat menciptakan kemanan Negaranya serta dapatsurvive(state survival is paramount). Rationality and state-centrism are frequently identified as core realist premises (Keohane 1986: 164-5)

Sebagai Mana Realisme yag telah kita bahas, Premis utama yang

ditekankan oleh teori realisme ini adalah rasionalitas dan “state-centrism”.

(14)
(15)

Daftar Pustaka Buku

"In Defense of the National Interest" (1951) New York, NY: Alfred A. Knopf.

"Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace" (1948) New York NY: Alfred A. Knopf.

"The Purpose of American Politics" (1960) New York, NY: Alfred A. Knopf.

Ashley, Richard K. "Political Realism and the Human Interests," International Studies Quarterly (1981) 25: 204-36.

Barkin, J. Samuel Realist Constructivism: Rethinking International Relations Theory (Cambridge University Press; 2010) 202 pages. Examines areas of both tension and overlap between the two approaches to IR theory.

Bell, Duncan, ed. Political Thought and International Relations: Variations on a Realist Theme. Oxford: Oxford University Press, 2008.

Booth, Ken. 1991. "Security in anarchy: Utopian realism in theory and practice", International Affairs 67(3), pp. 527–545

Budiardjo, Miriam. 2008.Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: gramedia

pustaka utama

Burchill, Scott dan Andrew Linklater. Teori-Teori Hubungan Internasional: Bandung. Penerbit Nusa Media

Crawford; Robert M. A. Idealism and Realism in International Relations: Beyond the Discipline (2000)online edition

Donnelly, Jack.Theories of International Relations. Realism

Donnelly; Jack. Realism and International Relations (2000)online edition

(16)

Gilpin, Robert G. "The richness of the tradition of political realism," International Organization (1984), 38:287-304

Griffiths, M., O’Callaghan, T. “International Relations: The Key

Concepts”. 2002, New York: Routledge

Griffiths; Martin. Realism, Idealism, and International Politics: A Reinterpretation (1992)online edition

Guilhot Nicolas, ed. The Invention of International Relations Theory: Realism, the Rockefeller Foundation, and the 1954 Conference on Theory(2011)

Jackson, Robert & George Sorensen. 1999. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar

Keohane, Robert O., ed. Neorealism and its Critics (1986)

Korab-Karpowicz, W. Julian, “Political Realism in International

Relations”,The Stanford Encyclopedia of Philosophy(Summer 2013 Edition),

Edward N. Zalta (ed.), URL =

<http://plato.stanford.edu/archives/sum2013/entries/realism-intl-relations/>.

Kusumohamidjojo Budiono.1987.Hubungan Internasional : Kerangka

Studi Analitis.Jakarta : Binacipta

Lebow, Richard Ned. The Tragic Vision of Politics: Ethics, Interests and Orders. Cambridge: Cambridge University Press, 2003.

Mearsheimer, John J., "The Tragedy of Great Power Politics." New York: W.W. Norton & Company, 2001. [Seminal text on Offensive Neorealism]

Meyer, Donald. The Protestant Search for Political Realism, 1919-1941 (1988)online edition

Mingst, K.A.Essentials of International Relations.2003. New York: W.W.

Norton & Company Inc.

(17)

Morgenthau, Hans. "Scientific Man versus Power Politics" (1946) Chicago, IL: University of Chicago Press.

Murray, A. J. H., Reconstructing Realism: Between Power Politics and Cosmopolitan Ethics. Edinburgh: Keele University Press, 1997.

Osborn, Ronald, "Noam Chomsky and the Realist Tradition," Review of International Studies, Vol.35, No.2, 2009.

Plano, Jack C. dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional.

Bandung: Abardin

Program Pascasarjana, Ilmu Politik, Politik Internasional Handout,

Pertemuan ke-3Neorealism di unduh dari

:msugiono.staff.ugm.ac.id/...pi/Handout%203%20Neorealisme.doctangga

l 10 Oktober 2011

Rapar, J.H. Filsafat Politik, Jakarta ; Rajawali Pers, 2002

Rosenthal, Joel H. Righteous Realists: Political Realism, Responsible Power, and American Culture in the Nuclear Age. (1991). 191 pp. ComparesReinhold Niebuhr,Hans J. Morgenthau,Walter Lippmann,George F. Kennan, andDean Acheson

Scheuerman, William E. 2010. "The (classical) Realist vision of global reform." International Theory 2(2): pp. 246–282.

Schuett, Robert. Political Realism, Freud, and Human Nature in International Relations. New York: Palgrave, 2010.

Scott Burchill, Andrew Linklater dkk. , ‘Theories of International Relations, Third Editions’, 2005, Palgrave Macmillan,pp.29-53

Smith, Michael Joseph. Realist Thought from Weber to Kissinger (1986)

Steans, Jill & Lloyd Pettiford. 2009.Hubungan Internasional Perspektif

(18)

Steve Smith, British Journal of Politics and International Relations, Vol. 2, No. 3, October 2000, pp. 374–402 The discipline of international relations: still an American social science? Page 8

Tjalve, Vibeke S. Realist Strategies of Republican Peace: Niebuhr, Morgenthau, and the Politics of Patriotic Dissent. New York: Palgrave, 2008.

Williams, Michael C. The Realist Tradition and the Limits of International Relations. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.

Internet

Article di kolom realism

http://portal-hi.net/index.php/teori-teori-realisme/107-menakar-relevansi-teori-balance-of-power

Peter Permonte

http://pjvermonte.wordpress.com/2006/09/27/membaca-lagi-paradigma-realisme/

Stephanie Kuniee Program Pascasarjana, Ilmu Politik Politik Internasional

Universitas Gadjah

Mada.

http://welcomeherebikinibottom.blogspot.com/2010/11/english-school-as-international.html

Sugiono, Muhadi dan Ririen Tri Nurhayati. Neorealisme. Handout Pertemuan

ke-3 .Program Pascasarjana, Ilmu Politik Politik Internasional Universitas Gadjah

Mada.http://msugiono.staff.ugm.ac.id/mkuliah/handout

Yani, Yanyan Mochamad dalam

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/sekitar_krisis_nuklir_iran.pdf

https://gedubraxxx.wordpress.com/2012/05/20/realisme-dalam-hubungan-internasional-by-arief-rakhman/

http://hiluscious.com/tokoh-tokoh-pemikir-realis

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang telah dikemukakann oleh para ahli Hamijoyo (dalam Mikkelsen, 2000:6), bahwa rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang menyebabkan

Ini dibuktikan dengan adanya ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kepala sekolah mengenai rencana kebijakan untuk kegiatan menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada

Selain itu, terlihat bahwa kualitas akrual meningkat sesudah konvergensi IFRS.Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa adanya perbedaan persistensi laba antara periode

 Etika yang berarti Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya, Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru

Kronologis atas kasus penyadapan alat komunikasi yang dilakukan oleh Myanmar sebagai negara penerima terhadap perwakilan diplomatik Indonesia adalah pelanggaran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, peneliti memaparkan beberapa kesimpulan yang didapatkan antara lain: 1) Hasil dari regresi sederhana

HUBUNGAN SEGMEN VALS (VALUE AND LIFESTYLE) DENGAN IMPULSE BUYING PADA KONSUMEN FACTORY OUTLET DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Dengan ini menyatakan bahwa usulan PKM-M dengan judul: Penanaman Sikap Mandiri dan Jiwa Kewirausahaan Anak-Anak Jalanan Kawasan Balai Kota Tegal Dengan Pemberian Pelatihan