• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Program Nikah Massal Terhadap Citra PT. PGN SBU III Medan di Kalangan Warga Masyarakat Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Program Nikah Massal Terhadap Citra PT. PGN SBU III Medan di Kalangan Warga Masyarakat Kota Medan)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan pikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39).

Teori merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Teori berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan memberikan pandangan terhadap sebuah permasalahan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2.1.1 Public Relations (PR)

Public relations (PR) menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun non-komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak. Sebenarnya, PR terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya. Setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami PR, kecuali jika ia terisolasi dan tidak menjalin kontak dengan manusia lainnya.

Secara etimologis, public relations terdiri dari dua kata, yaitu public dan

relations. Public berarti publik dan relations berarti hubungan-hubungan. Jadi,

public relations berarti hubungan-hubungan dengan publik. Menurut (British)

Institute of Public Relations (IPR) (Jefkins, 2004: 9), public relations (PR) adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.

Sedangkan menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2004: 10), public relations

(2)

keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.

Cultip dan Center dalam bukunya Effective Public Relations (Suhandang, 2004: 45) mengemukakan defenisi public relations sebagai suatu kegiatan komunikasi dan penafsiran, serta komunikasi-komunikasi dan gagasan-gagasan dari suatu lembaga kepada publiknya, serta pendapat dari publiknya itu kepada lembaga tadi, dalam usaha yang jujur untuk menumbuhkan kepentingan bersama sehingga dapat tercipta suatu persesuaian yang harmonis dari lembaga itu dengan masyarakatnya.

Dari defenisi Cultip dan Center, tergambar adanya ciri khas dari public relations, yaitu suatu kegiatan timbal balik antara lembaga dengan publiknya. Tidak saja melakukan kegiatan kepada publik yang ada di luar lembaga, tetapi juga pihak publiknya melakukan kegiatan terhadap lembaga itu, sehingga terjadilah suatu pengertian bersama dalam meraih kepentingan bersama. Dalam proses komunikasinya, public relations tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menerima.

2.1.1.1 Fungsi dan Tugas Public Relations

Secara umum, public relations dapat diartikan sebagai “penyambung lidah” perusahaannya dalam hal mengadakan hubungan timbal balik dengan pihak luar dan dalam perusahaan. Jadi, tidak hanya bertugas sebagai a channel of information (saluran informasi) dari perusahaan kepada publiknya, melainkan juga merupakan saluran informasi dari publik kepada perusahaan. Informasi yang datang dari publik merupakan opini publik sebagai umpan balik dari informasi yang diberikan oleh perusahaan. Demikian pula fungsi public relations sebagai a source of information (sumber informasi), tidak hanya bagi pihak luar saja, melainkan juga merupakan sumber informasi bagi publik di dalam perusahaan, terutama bagi pimpinan perusahaan.

(3)

merupakan “jembatan” penghubung antara pimpinan perusahaan dengan publiknya. Jembatan penghubung yang menerjemahkan “bahasa” pimpinan perusahaan ke dalam “bahasa” publik (masyarakat) dan sebaliknya, sehingga terjadi suatu pengertian yang dapat memperlancar jalannya perusahaan dalam hal mencapai tujuannya di tengah-tengah masyarakat.

Pada umumnya, tugas public relations dalam perusahaan (Rumanti, 2002: 39) adalah sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik, agar publik mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan, serta kegiatan yang dilakukan.

2. Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat. Disamping itu, menjalankan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat.

3. Memperbaiki citra organisasi. Bagi PR, menyadari citra yang baik tidak hanya terletak pada bentuk gedung, presentasi, publikasi, dan seterusnya. Tetapi, terletak pada (1) bagaimana organisasi bisa mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan, mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi; (2) dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen yang kompleks.

4. Tanggung jawab sosial. PR merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Suatu organisasi mempunyai kewajiban dalam pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab.

5. Komunikasi. PR mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya.

Sementara Astrid S. Susanto mengutip pandapat Cutlip and Center (Kusumastuti, 2004: 26) menyatakan tugas PR perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Mendidik melalui kegiatan nonprofit suatu publik untuk menggunakan barang/ jasa instansinya.

2. Mengadakan usaha untuk mengatasi salah paham antara instansi dengan publik.

(4)

4. Meningkatkan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari.

5. Mendidik dan meningkatkan tuntutan serta kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

6. Mencegah pergeseran penggunaan barang atau jasa yang sejenis dari pesaing perusahaan oleh konsumen.

Inti tugas public relations adalah sinkronisasi antara informasi dari perusahaan dengan reaksi dan tanggapan publik, sehingga mencapai suasana akrab, saling mengerti, dan muncul suasana yang menyenangkan dalam interaksi perusahaan dengan publik. Persesuaian yang menciptakan hubungan harmonis dimana satu sama lain saling memberi dan menerima hal-hal yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Pada dasarnya, bentuk-bentuk kegiatan public relations atau relasi yang dibangun, dijaga, dan dikembangkan melalui kegiatan

public relations adalah relasi dengan para stakeholder organisasi. Pada umumnya, relasi yang dibangun tersebut adalah sebagai berikut.

1. Internal Relations

a. Employee Relations

b. Shareholder Relations

2. External Realtions

a. Community Relations

b. Media/ Press Relations

c. Government Relations

d. Special Groups Relations

(5)

2.1.1.2 Tujuan Public Relations

Public relations (PR) merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi ataupun perusahaan. Karena itu, tujuan dari PR sebagai bagian struktural organisasi tidak terlepas dari tujuan organisasi itu sendiri. Inilah yang oleh Oxley (Iriantara, 2004:57) disebut sebagai salah satu prinsip public relations, yang menyatakan ‘Tujuan public relations jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif oraganisasi secara keseluruhan”. Oxley menyatakan tujuan public relations itu sendiri adalah mengupayakan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya.

Secara lebih rinci, Lesly (dalam Iriantara, 2004: 57) menyusun semacam daftar objektif kegiatan PR, diantaranya:

1. Prestise atau “citra yang favourable” dan segenap faedahnya 2. Promosi produk atau jasa

3. Mendeteksi dan mengahadapi isu dan peluang

4. Menetapkan postur organisasi ketika berhadapan dengan publiknya 5. Good will karyawan atau anggota organisasi

6. Good will para stakeholder dan konstituen 7. Mengatasi kesalahpahaman dan prasangka 8. Merumuskan dan membuat pedoman kebijakan 9. Mencegah dan memberi solusi perubahan

10. Mengayomi good will komunitas tempat organisasi jadi bagiannya 11. Mencegah serangan

12. Good will para pemasok 13. Good will pemerintah

14. Good will bagian lain dari industri

15. Good will para dealer dan menarik dealer lain 16. Kemampuan untuk mendapatkan personel terbaik

17. Pendidikan publik untuk menggunakan produk atau jasa 18. Pendidikan publik untuk satu titik pandang

19. Good will para customer atau para pendukung

20. Investigasi sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan 21. Menaungi viabilitas masyarakat tempat organisasi berfungsi 22. Mengarahkan perubahan

(6)

PR yang penting. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan citra dan reputasi organisasi atau perusahaan dapat dilakukan salah satunya dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangkaian kegiatan public relations.

2.1.1.3 Komunikasi dan Public Relations

Berkomunikasi yang baik dan efektif akan menghasilkan keuntungan yang tinggi. Komunikasi dua arah yang efektif harus dipandang sebagai satu-satunya alat manajemen PR yang dimanfaatkan dalam mengembangkan organisasi. Bagi PR, umpan balik lewat opini publik yang diciptakan akan membawa perbaikan, perubahan, dan perkembangan sebagai efeknya. Cara yang paling bernilai dan bermanfaat adalah adanya sikap terbuka untuk menerima umpan balik melalui pemantauan pihak-pihak yang terkait.

Secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Secara umum, komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksud oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Komunikasi yang efektif adalah penerimaan pesan oleh komunikan (receiver) sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator (sender), kemudian komunikan memberikan respon yang positif sesuai dengan yang diharapkan. Suatu komunikasi dapat dikatakan efektif apabila mencakup lima kriteria, yaitu pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan tindakan (Mulyana, 1996: 22).

Agar komunikasi dapat berjalan secara efektif, Wilbur Schramm (Effendy, 2000: 41) menampilkan apa yang ia sebut “the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

(7)

2. Pesan harus menggunakan lambing-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Bagi PR, dalam melaksanakan fungsi dan kegiatannya berpusat pada komunikasi. Komunikasi memiliki peran yang besar dalam public relations

(Rumanti, 2002: 86), diantaranya:

1. Komunikasi dalam PR merupakan titik sentral.

2. Dalam setiap proses komunikasi, hubungan kemanusiaan merupakan proses yang menyangkut kepribadian, sikap, dan tingkah laku yang terjadi pada orang-orang yang terlibat.

3. PR dalam fungsinya melaksanakan komunikasi persuasif dua arah disemua bidang kegiatan dengan maksud memberi motivasi kerja, bertanggung jawab, dan produktif.

4. Atas dasar pengertian tersebut, terlihat bahwa komunikasi timbal balik dalam PR merupakan proses integrasi antarmanusia, bukan hanya hubungan antarmanusia (human relations) saja.

Menurut James E. Grunig (dalam Ruslan, 2003: 103), dalam perkembangan public relations dalam konsep dan praktik dalam proses komunikasi terdapat empat model (four typical ways of conceptual and practicing communication), yaitu:

 Model Publicit or Press Agentry  Model Public Information

(8)

Dalam program CSR PGN “Nikah Massal” ini, model komunikasi public relations yang digunakan adalah model two way asymmetrical. Pada model komunikasi ini, PR melakukan kampanye melalui komunikasi dua arah, dan penyampaian pesan-pesan berdasarkan hasil riset serta strategi komunikasi persuasive publik secara alamiah (scientific persuasive). Unsur kebenaran informasi diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka sesuai harapan perusahaan. Dalam model ini, masalah ‘feedback’ dan ‘feedforward’ dari pihak publik diperhatikan, serta berkaitan dengan informasi mengenai khalayak diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi, maka, kekuatan membangun hubungan (relationship) dan pengambilan inisiatif selalu didominasi oleh si pengirim (sources) (Ruslan, 2003: 104).

Gambar 2.1

Komunikasi Public Relations

Communication with persuasive aim

Two Way Communication

Feedback from or feedfoward

about Receiver (public)

Inilah yang dimaksud dengan komunikasi dalam PR yang selalu merupakan komunikasi timbal balik demi kepentingan semua pihak.

2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, Corporate Social Responsibility (CSR) ternyata belum memiliki defenisi yang tunggal. Dari sisi etimologis, CSR kerap diterjemahkan sebagai “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan. Ada yang menyebutnya tanggung jawab korporat, ada juga yang menyebut dengan kewarganegaraan korporat (corporate citizenship), ada yang menamakannya juga corporate community relationship, atau juga yang menyebutnya organisasi berkelanjutan. Selain itu, juga ada yang menyebutnya

Receiver

(Publik)

Sources

(9)

tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha (tansodus).

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam publikasinya Making Good Business Sense (Wibisono, 2007: 7) mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas, sedangkan menurut Chambers et.al. (Iriantara, 2004: 49) tanggung jawab sosial perusahaan adalah melakukan tindakan sosial (termasuk lingkungan hidup) lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan perundang-undangan. Secara singkat, CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan yang bersifat sukarela. CSR adalah konsep yang mendorong organisasi untuk memiliki tanggung jawab sosial secara seimbang kepada pelanggan, karyawan, masyarakat, lingkungan, dan seluruh

stakeholder. Sedangkan program charity dan community development merupakan bagian dari pelaksanaan CSR.

Lebih jauh lagi, CSR dapat dimaknai sebagai komitmen dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial, norma-norma dan etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tetapi juga pada lingkup internal dan eksternal yang lebih luas. Tidak hanya itu, CSR dalam jangka panjang memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan.

(10)

Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial.

Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor (Wibisono, 2007: 71). Pertama, terkait dengan komitmen pimpinannya. Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah sosial, jangan diharap akan memperdulikan aktivitas sosial. Kedua, menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberi kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan.

Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin amburadul regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.

Philip Kotler, dalam buku CSR “Doing The Most Good for Your Company and Your Cause” (Marketing 11, November, 2007, hlm. 39), mengatakan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas CSR. CSR dapat membangun positioning merek, mendongkrak penjulaan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor. Dalam konteks public relations (PR), tanggung jawab sosial korporat diimpelementasikan dalam program dan kegiatan community relations atau bisa juga dikatakan community relations merupakan bentuk tanggung jawab sosial korporat. CSR merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua

(11)

lingkungan kerja. Keempatnya bisa menjadi tekanan bagi perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial kepada lingkungan.

Konsep CSR belakangan memang semakin atraktif. Banyak perusahaan antusias menjalankan karena janjinya yang wah. Tursiana Setyohapsari, seorang konsultan PR (Mix 16, Oktober, 2006, hlm. 25) mengatakan program CSR bukan sekedar aksi-aksi giving dan charity belaka. Namun, ada lima kriteria penting dalam melaksanakan program CSR saat ini. Pertama, sustainable empowerment. Perusahaan harus mampu melaksanakan program CSR yang bersifat

empowerment, yang bertujuan memberdayakan beneficiary self-reliant secara ekonomis maupun sosial.

Kedua, strategic alliance dengan organisasi nirlaba. Kemitraan adalah faktor penting dalam membangun objektivitas visi dan misi sebuah program CSR. Selain itu, kemitraan dengan pihak ketiga yang independent dan kredibel hampir pasti akan diinterpretasikan oleh publik sebagai endorsement. Ketiga, employee participation. Sabuah program CSR yang berhasil menggalang partisipasi aktif karyawan perusahaan yang bersangkutan adalah program CSR yang bisa dibilang berhasil. Program CSR yang powerful adalah yang sense of belonging-nya sangat kuat tidak hanya pada pimpinan perusahaan, tapi juga seluruh karyawan.

Keempat, sebuah program CSR yang mampu membangun buffer sosial dan politik bagi perusahaan. Apabila perusahaan bergerak di sektor ekstraktif yang rentan terhadap timbulnya masalah lingkungan, yang perlu diupayakan adalah memiliki sebuah program CSR yang berhubungan dengan nature preservation. Kelima, yang sangat penting dari perspektif public relation (PR) adalah high profile. Sebuah program CSR yang kuat adalah yang stand out, yang mudah dilihat, didengar, dan diingat orang. Untuk bisa menjadi high profile, tidak hanya memperhatikan skala kegiatan yang dilaksanakan sebagai bagian dari sebuah program CSR, tetapi juga strategi PR yang mendukung program tersebut.

(12)

bisa menjadi bagian dari brand differentiation yang mengandung unsur integritas, nilai etika, bahkan inovasi. Selain itu, CSR juga dapat digunakan sebagai

marketing tools yang sangat ampuh, meskipun masih pada level core business

perusahaan dan belum sampai pada level produk.

Prince of Wales International Business Forum (Wibisono, 2007: 119) mengusung lima pilar dalam lingkup penerapan CSR. Pertama, upaya perusahaan untuk menggalang dukungan SDM, baik internal (karyawan) maupun eksternal (masyarakat sekitar). Caranya adalah dengan melakukan pengembangan dan memberikan kesejahteraan kepada mereka. Istilahnya, building human capital.

Kedua, memberdayakan ekonomi komunitas. Istilahnya, strengthening economies.

Ketiga, menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik. Istilahnya, assessing social cohesion. Keempat, mengimplementasikan tata kelola yang baik. Istilahnya, encouraging good corporate governance. Kelima, memperhatikan kelestarian lingkungan. Istilahnya, protecting the environment.

Perusahaan yang menjalankan program Corporate Social Responsibility

(CSR) dengan sepenuh hati akan memperoleh sejumlah manfaat (Wibisono, 2007: 78)sebagai berikut:

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan 2. Layak mendapatkan social license to operate

3. Mereduksi resiko bisnis perusahaan 4. Melebarkan akses sumber daya 5. Membentangkan akses menuju market

6. Mereduksi biaya

7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders

8. Memperbaikihubungan dengan regulator

(13)

2.1.3 Citra

Menciptakan citra yang positif terhadap perusahaan merupakan tujuan utama bagi seorang public relations (PR). Citra merupakan suatu penilaian yang sifatnya abstrak yang hanya bisa dirasakan oleh perusahaan dan pihak-pihak yang terkait. Citra yang ideal merupakan impresi yang benar, yang sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya.

Sekarang ini banyak sekali perusahaan atau organisasi yang sangat memahami perlunya memberi perhatian yang cukup untuk membangun suatu citra yang menguntungkan bagi suatu perusahaan tidak hanya melepaskan diri terhadap terbentuknya suatu kesan publik yang negatif. Dengan perkataan lain, citra perusahaan adalah fragile commodity (komoditas yang rapuh/ mudah pecah). Namun, kebanyakan perusahaan juga meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang.

Bill Canton dalam Sukatendel (Soemirat dan Ardianto, 2004: 111) mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi. Jadi, menurut Sukatendel citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi.

Dalam buku Essential of Public Relations, Jefkins (Soemirat dan Ardianto, 2004: 111) menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (Soemirat dan Ardianto, 2004: 111) menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut realitas. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang.

(14)

a. Citra bayangan (mirror image), merupakan citra yang dianut oleh orang dalam atau anggota-anggota organisasi mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya.

b. Citra yang berlaku (current image), yaitu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.

c. Citra yang diharapkan (wish image), yaitu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Biasanya lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada.

d. Citra perusahaan (corporate image), yaitu citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra akan produk dan pelayanan yang diberikan.

e. Citra majemuk (multiple image), yaitu citra yang beraneka ragam (banyak) yang hampir sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimiliki oleh organisasi/ perusahaan.

Citra perusahaan dapat dilihat, antara lain dari riwayat perusahaan, keberhasilan di bidang keuangan, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, dan tanggung jawab sosialnya. Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terangkum dalam kegiatan Corporate Social Responsibility

(CSR), seperti yang dilakukan oleh PT.PGN dengan menyelenggarakan program

Corporate Social Responsibility (CSR) “Nikah Massal”. Program CSR yang dilaksanakan dengan baik dan berhasil akan berdampak positif terhadap citra perusahaan maupun produknya.

(15)

tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan.

Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoene (Soemirat dan Ardianto, 2004: 115), dalam laporan penelitian tentang tingkah laku konsumen sebagai berikut:

Gambar 2.2

Model Pembentukan Citra pengalaman mengenai stimulus

Stimulus Respon

Rangsang Perilaku

Rangsang

Public relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap. Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Empat komponen perspsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang. Walter Lipman menyebut ini sebagai “picture in our head”.

Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata

Kognisi

(16)

lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang tersebut. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu.

Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang.

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sedangkan sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluative, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap juga dapat diperteguh atau diubah. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu.

Berikut ini adalah bagan dari orientasi public relations, yakni image building (membangun citra), dapat dilihat sebagai model komunikasi dalam public relations (Soemirat dan Ardianto, 2004: 118).

Gambar 2.3

Orientasi Public Relations

Sumber Komunikator Pesan Komunikan Efek

(17)

2.1.4 CSR “Nikah Massal”

Sebagai perusahaan yang tengah bertransformasi, PGN juga memiliki kebutuhan yang besar akan manajemen komunikasi organisasi. Bagaimana tidak, begitu banyak perubahan yang harus dilakukan perusahaan dalam kurun waktu relatif singkat. Mulai dari visi, misi, budaya perusahaan, hingga yang paling krusial terlihat adalah pergantian logo sebagai identitas perusahaan. Proses transformasi dan perubahan identitas perusahaan tersebut tentunya harus dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh stakeholders. Terlebih, PGN memiliki peta stakeholders yang sangat beragam. Bila perusahaan tidak melakukan sosialisasi secara optimal, akan beresiko terbentuk kesalahan persepsi yang berdampak negatif pada kelancaran operasional perusahaan. Misalnya saja, muncul kegelisahan karyawan terhadap nasibnya di masa mendatang, keraguan supplier akan kelancaran operasional bisnis, hingga berbagai pertanyaan dari kalangan investor, media, maupun masyarakat.

Dalam transformasi kearah yang lebih baik tentunya pihak PGN juga melakukan kegiatan amal yang merupakan bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan ini kepada masyarakat. Salah satu kegiatan CSR yang rutin dilaksanakan oleh PT.PGN SBU III ini adalah “Nikah Massal”. Ada puluhan pasang pengantin yang mengikuti prosesi nikah massal yang diadakan oleh PGN SBU III ini. Tentunya melalui kegiatan ini PGN SBU III ingin lebih maju dalam memberikan dan mengayomi warga masyarakat di Medan. Peserta nikah massal ini terdiri dari pasangan yang sudah menikah secara agama, tapi secara administrasi negara mereka belum tercatat, dengan adanya akta nikah, maka anak-anak mereka pun bisa dibuatkan akta kelahiran. Ada juga pasangan suami istri yang memang akan melangsungkan pernikahan pertama mereka dan terkendala biaya. Kegiatan CSR Nikah massal ini tentunya diharapakan dapat membantu warga masyarakat dalam penciptaan sebuah legalitas rumah tangga melalui pencatatan yang sah guna memperoleh akte lahir anak-anak mereka nantinya.

2.2 Kerangka Konsep

(18)

dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2005: 40). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel atau komponen.

Adapun variabel tersebut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengertian Program CSR Nikah Massal adalah sebuah kegiatan sosial

yang dilakukan sebagai bagian dari tanggungjawab perusahaan. Pada kegiatan ini, para suami istri yang kurang mampu akan dibiayai segala keperluan menikah dan juga dokumen yang mereka butuhkan agar legal secara hukum.

2. Pengertian Citra Perusahaan PT. PGN SBU III Medan adalah bagaimana pendangan masyarakat terhadap PT. PGN SBU III Medan yang merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang gas bumi melalui kegiatan sosial yang dilakukannya.

2.3 Model Teoritis

Model teoritis merupakan paradigma yang mentransformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara yang satu dan yang lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.4 Model Teoritis

Stimulus Program CSR Nikah

Massal

Respons Kognisi

(19)

2.4 Variabel Operasional

Dalam proses penelitian yang penulis lakukan, operasionalisasi variabel terdiri dari unsur konseptualisasi, defenisi nominal, defenisi operasional dan pengukuran. Konseptualisasi adalah perumusan variabel penelitian dari realitias sosial yang diamati. Defenisi nominal adalah penerjemah variabel penelitian secara teoritis.

Defenisi operasional (variabel operasional) adalah penerjemahan defenisi nominal dari variabel yang diteliti. Pengukuran adalah penerjemahan defenisi operasional menjadi daftar pertanyaan. Perlu diketahui dalam operasionalisasi variabel ini penulis mengacu kepada paradigma operasionalisasi penelitian dari Earl Babbie, dalam bukunya ‘The Practise of Social Research, Fifth Edition, (Wadsworth Publishing, 1989, Belmont, California :114-115).

Tabel 2.1 Operasional Variabel Konseptualisasi Defenisi Nominal Defenisi

(20)

2.5 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Maka variabel yang terdapat dalam penelitian ini perlu didefenisikan sebagai berikut:

2.5.1 Pengukuran Program CSR Nikah Massal, terdiri dari :

a. Kriteria peserta adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian untuk dapat mengikuti kegiatan nikah massal.

b. Khalayak sasaran berupa kelompok tertentu di masyarakat yg menjadi sasaran komunikasi.

c. Manfaat Program adalah faedah yang didapatkan dengan mengikuti program nikah massal ini.

2.5.2 Pengukuran Citra Perusahaan, terdiri dari:

a. Pengetahuan tentang program CSR adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.

b. Informasi menyeluruh mengenai PT. PGN SBU III Medan adalah kelengkapan dan kompleksitas informasi perusahaan.

c. Respon positif khalayak berupa tanggapan yang baik mengenai perusahaan PT. PGN SBU III Medan.

d. Respon negatif khalayak berupa tanggapan yang buruk mengenai perusahaan PT. PGN SBU III Medan.

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan tentatip yang berhubungan dengan permasalahan sehingga berguna dalam mencari/ mendapatkan alat pemecahan (Singarimbun, 2006: 43). Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih harus diuji kebenarannya secara empirik.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Terdapat hubungan antara program CSR Nikah Massal dengan citra PT. PGN SBU III Medan.

(21)

H1 : Makin tinggi pelaksanaan Program CSR di PT. PGN SBU III Medan (X) cenderung akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dan citra perusahaan di PT.PGN SBU III Medan (Y). H2 : Makin rendah pelaksanaan Program CSR di PT. PGN SBU III

Gambar

Gambar 2.2 Model Pembentukan Citra
Gambar 2.4 Model Teoritis
Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Konsumsi buah-buahan merupakan salah satu dasar dari pola konsumsi yang sehat. Buah tropis, juga disebut buah-buahan.. eksotik, merupakan sumber penting dari vitamin,

Namun kembali lagi kepada penafsiran, orang Yahudi kuno juga ada yang berpendapat bahwa Mesias itu tidak mati dan bangkit karena mereka lebih menginginkan Mesias anak Daud yang

Karena seperti yang sudah dijelas- kan di atas, salah satu faktor yang menyebabkan orang lain bisa masuk ke dalam komputer adalah terjadi akibat apli- kasi atau program yang

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematik hasil observasi terhadap berbagai kegiatan-kegiatan yang diperankan oleh Guru PAI MA Ma’arif NU kota Blitar

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, keterampilan guru mengelola pembelajaran, dan aktivitas belajar siswa

The activity of comprehending reading text has some specific purposes. The purposes depend on the intention of the reader to read the passage and what kind of information

Gambaran potensi sebagaimana yang disajikan dalam bab tiga dan empat, tidak serta merta dapat direalisasikan menjadi benar-benar penerimaan kalau beberapa prasyarat tidak dapat