E
tika, dimana-mana itu penting. Begitu juga dalam dunia pertele-visian. apapun yang kita lakukan haruslah mengikuti etika, baik eti-ka yang sudah diatur dalam peraturan ter-tentu, atau tidak.Baru-baru ini ada 2 skandal yang
terja-di dalam pertelevisian Indonesia. Yang
pertama soal (dugaan) kecurangan
ha-sil ajang penghargaan, dan yang kedua
soal anak yang ditilang polisi, muncul di
reality show kepolisian salah satu
stasi-un TV, kemudian dibully habis-habisan di
dunia maya, tanpa sensor sama sekali.
Kebanyakan pihak mulai lupa kalau ada
etika, karena ambisi-ambisi tertentu,
salah satunya bisnis. Semoga kita pun
ti-dak ikut-ikutan titi-dak beretika
karenan-ya. Salah satunya dengan memilih
pro-gram yang beretika untuk seluruh keluarga.
Selamat membaca!
Jakarta, Juni 2015
Rinaldo Aldo
Etika dan Rating
Untuk kritik, saran, pertanyaan dan
pemasangan iklan :
Silahkan e-mail saya di rinaldoaldo92@
gmail.com, dengan subjek : Kritik/Saran/
Pertanyaan/Pemasangan Iklan (spasi)
mak-sud.
Untuk submit artikel :
Saya membuka kesempatan bagi para
pembaca untuk mensubmit artikel opininya
dalam newsletter ini, dalam 2 bagian,
“Opin-inya Mana?” dan “Sentilan Fualing Greget”,
namun harus berhubungan dengan televisi.
Silahkan submit dengan 2 cara berikut :
1. Kunjungi blog saya
disini.
Temukan menu
“Submit Artikel dan Opini”, klik dan isi form
yang tersedia sesuai petunjuk yang ada.
2. Atau, silahkan kirim lewat e-mail di
inikri-tikgue@gmail.com, baik lewat tulisan
(for-mat word, .doc atau .docx, jika ada
gam-bar, lampirkan dalam dokumen tersebut)
maupun lewat gambar atau meme (format
png, khusus “Sentilan Fualing Greget”).
Semua artikel yang dibuat akan diedit
tan-pa mengubah substansial isi. Ingat! : tidak
berbau SARA, bullying (utamanya anak
dibawah umur) memitnah atau menying
-gung orang lain.
Jangan lupa juga, untuk berikan
sa-ran atas tampilan newsletter ini di
s.id/newsletter
.
PersonaTelevisiJuli2015
1
"Tidak lagi penting seelegan
apapun stasiun TV, yang
pent-ing mereka kreatif dan tetap
beretika.."
"Etika itu no 1, tak ada
toler-ansi, bahkan oleh fans stasiun
TV yang terus menerus
membe-la.."
Sambutan
Etika dan Rating 1
Redaksi 1
Daftar Isi 2
Secuplik, Jon 2
Ulasan Utama
Teknologi Yang Dicurangi (oleh Televisi?) 3
Hot Topic 5
Tahu Televisi
Hak Anak dalam Televisi 7
Sentilan Fualing Greget
Warisan dan FTV 8
Opininya Mana?
Badminton VS Sinetron “Karnivora” 9
Bonus 11
Secuplik, Jon
Quote by @rinaldoaldo92
Daftar Isi
Sekolah?
Ide yang bagus sih, memang. Tapi, karena namanya “sekolah”, rata-rata pasti membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan. Selain itu, ide ini sebetulnya kaku, dan tidak terlalu penting, karena hanya akan menjelaskan peraturan dengan cara KPI. Apalagi jika pesertanya masyarakat. Seharusnya KPI lebih menyosialisasikan cara jadi pemirsa yang cerdas, yang mampu menye-leksi program TV yang baik atau
bu-ruk. (Newsletter KPI Maret-April
PersonaTelevisiJuli2015
3
Ulasan Utama
B
iasanya, kita melihat berita hacker
(pembobol, pembuka akses
se-cara ilegal) yang membobol
web-site atau akun sosmed seseorang,
dan diisi dengan konten-konten yang tidak
diketahui pemiliknya. Namun, bagaimana
jika sang “hacker” tersebut adalah stasiun
TV? Akan lain ceritanya.
Sebuah “skandal” baru terungkap di dunia maya, dimana RCTI diduga melakukan kecuran-gan dalam ajang penghargaan Panasonic Go-bel Awards (PGA) 2015, demi memenangkan sinetron unggulan mereka, 7 Manusia Harimau.
Jalan ceritanya dimulai dari ajang pencarian bakat (talent search) Rising Star Indonesia. Ajang pencarian bakat ini menggunakan aplikasi pada gawai (gadget) yang bisa diinstal, yang berguna untuk menyeleksi peserta dalam ajang tersebut. Jika sudah mencapai angka dukungan sekian persen, maka layar didepan peserta akan terang-kat. Opsi yang ditawarkan kepada pengguna aplikasi ini adalah login (masuk) lewat sosial me-dia, seperti Facebook, Twitter dan Google Plus. Nah, (diduga) RCTI menggunakan jalur Twitter.
Akun Twitter pengguna yang login di aplikasi tersebut (diduga) disalahgunakan untuk naikkan perolehan suara yang akhirnya me-menangkan sinetron 7 Manusia Harimau. Tiba-tiba, muncul sintaks perintah untuk men-dukung sinetron tersebut, padahal tidak ada yang menulis sintaks (perintah) tersebut. Keb-etulan pula, PGA tahun ini mendukung vote lewat Twitter. Akhirnya ada yang membuat bahasan di forum Kaskus, dan jadi headline.
Kok bisa ya? Seperti yang pernah saya bil-ang, kredibilitas ajang penghargaan ha-ruslah dijunjung tinggi. Ketika sudah be-gini, siapa yang mau percaya lagi?
Ada yang mungkin menyalahkan pengguna Twit-ter yang login dengan aplikasi Twit-tersebut, dan tidak memutuskan hubungan (revoke access) dengan aplikasi itu. Mungkin ada benarnya, apalagi kalau seandainya sebelum mereka mengizinkan akses tersebut, mereka membaca tulisan diatasnya.
Sebetulnya, setiap aplikasi yang dibuat pihak ketiga dan berhubungan dengan sosial media, pastinya akan ada perizinan tertentu yang ap-likasi itu minta, semisal data pribadi, izin untuk tweet di akun tersebut dan lain sebagainya.
Sayangnya, memang sebagian besar pengguna sosial media jarang membaca hal terse-but. Maka, hal begini bisa terjadi sewaktu-waktu.
Sekarang, memang sosial media bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Bah-kan vote pun juga bisa dilakuBah-kan di sosial media. Namun, bagaimanapun juga se-canggih-canggihnya teknologi, adakalanya ada pihak-pihak jahat yang meman-faatkan hal tersebut untuk kepentingan pribadi, mungkin termasuk dengan hal ini.
Maka, jangan latah menggunakan sosial media. Penyelenggara ajang penghargaan harus menyiapkan sistem yang baik untuk mencegah kasus-kasus semacam ini, semisal dengan memperketat vote untuk 1 nominasi/orang, sementara pengguna sosial media haruslah tetap waspada dan hati-hati ketika mengizinkan suatu aplikasi terkoneksi dengan sosial media.
Surat Pembaca atau
Promosi?
Surat pembaca Kompas Sabtu (6/6),
ti-ba-tiba diramaikan oleh surat, yang menurut
saya cenderung mirip promosi. Coba
per-hatikan paragraf kedua dari surat itu. Promo
kan? Meskipun saya tahu, kalau memang
jadwal acara di Kompas memang belum
ada NET.
Mudah-mudahan NET. tidak kehabisan akal
untuk mempromosikan dirinya. Termasuk
dengan masuk ke koran. Kalau tidak, bakal
begini jadinya.
PersonaTelevisiJuli2015
5
Baru Nyadar
Seka-rang?
Dalam salah satu rilis pers yang
dikeluar-kan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada
websitenya, menuliskan bahwa kualitas
program TV kita rendah. Nilainya 3,25/4,
dan menurut KPI itu rendah.
Pencuri Tertangkap Kamera
Ceritanya terjadi saat liputan langsung
per-ayaan Waisak pada awal Juni di salah satu
Vihara di Jakarta. Seperti dalam gambar,
ada seseorang yang mencuri tas tersebut.
Tas ini rupanya dimiliki oleh kameraman
sta-siun TV bersangkutan, yang isinya adalah
peralatan untuk liputan langsung, alias
in-ventaris stasiun TV itu.
Persaingan Rating atau MEA?
Entah kenapa, presiden kita, pak Jokowi
ti-ba-tiba berbicara seperti itu. Persoalannya,
apa dia tahu tontonan para ibu-ibu rumah
tangga? Anak-anak biasanya mengikuti
ibunya. Maka, jangan heran kalau sinetron
jadi program kesukaan kebanyakan
mas-yarakat.
Tak hanya imbauan saja sih pak, tapi aksi
nyata. Mana aksinya?
Number is a Number. .
Informasi ini jujur membuat saya
sendi-ri kaget. Selama ini, rating menjadi objek
yang disalahkan karena membuat kualitas
program TV kita rendah, dan sulit bersaing
dengan program TV di luar negeri.
kare-PersonaTelevisiJuli2015
7
Dalam Standar Program Siaran (SPS) yang dikelu-arkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 2012 lalu, ada pasal yang sebetulnya sudah menjelaskan betul bahwa ada hak anak dalam televisi, seperti salah satunya yang ditunjukkan pada gambar dia-tas.
Kebetulan, dalam beberapa waktu terakhir, ada “skandal” yang melibatkan salah satu stasiun TV swasta. “Skandal” ini melibatkan program reality show kepolisian yang pernah menampilkan anak yang ditangkap polisi karena ... Anehnya, program reality show kepolisian ini tidak menerapkan pasal tersebut, terutama ayat ketiga, dimana wajah sang anak tidak diblur/disamarkan. Akibatnya, sang anak jadi bahan bully di dunia maya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian, utamanya untuk stasiun TV terse-but, mengingat mereka (seakan-akan) tidak mema-hami dampak yang nantinya dialami sang anak.
Kalau boleh mengakui, program televisi yang ramah anak masih minim ada dalam televisi kita. Memang ada, tapi itupun masih banyak didominasi acara kar-tun, yang terlanjur dicitrakan sebagai program anak,
padahal kontennya sendiri memang terkadang be-lum cocok dilihat anak. Maka, program anak-anak memang masih dibutuhkan masyarakat. Na-mun, isinya bukan hanya kartun, tapi isinya harus mengajak anak-anak mencintai sesama makhluk hidup dan menjaga rasa nasionalisme tertanam da-lam hati mereka.
Televisi seharusnya menjunjung tinggi hak anak un-tuk mendapatkan program televisi yang layak dan sesuai kebutuhan mereka. Tidak ada toleransi untuk hal ini, mengingat jika program TV aman untuk anak, maka akan aman juga untuk sekeluarga.
Download Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stan-dar Program Siaran (P3SPS) KPI di www.kpi.go.id
TAHU
TELE
VISI
Bagian ini berisi pengetahuan umum seputar pertelevisian Indonesia, baik teknis atau non teknis. Yang punya ide, pertanyaan dan sumbang informasi apapun seputar pertelevisian, silah-kan kirim e-mail ke inikritikgue@gmail.com.
Warisan
dan
ftv
Sejak kehadiran FTV Rahasia Ilahi di TPI (dilayar tulis-annya MNCTV), sejak itulah sinetron dan FTV kita melirik cerita religi yang menjual kisah-kisah perseter-uan dalam rumah tangga, yang berujung kepada azab yang ditimpakan. Azab ini biasanya bisa menyelamat-kan atau malah membuat tokoh utamanya harus meninggal tanpa mendapat kesempatan untuk bertaubat.
Pola ini terus berulang sampai saat ini. Hanya ada modifikasi sedikit.
Bisa miskin, bisa kaya
Jika miskin, biasanya dimunculkan keinginan untuk jadi kaya. Ada ambisi, sampai lupa akal. Ia berusaha untuk menjalankan apapun, yang penting kaya. Bahkan ia bisa durhaka dengan orang tuanya.
Jika kaya, karena ia merasa dapat segalanya, ia berusaha menjalankan ambisi, bahkan sampai merugikan orang lain.
Perlahan-lahan, keresahan itu tak terbantahkan lagi. Semua daya upaya untuk menyadarkan tokoh utama sudah dilakukan, namun tokoh utama itu sudah terlalu tersesat dalam dosa yang nyata.
Mulai Muncul
Kejatuhan
Tak ada yang abadi..
Keluarga
Jika sampai akhir cerita, si tokoh utama tidak sadar-sadar juga, biasanya akan ditimpakan “azab” yang mengagetkan, semisal ada gempa besar yang menghancurkan tokoh utama., atau tokoh utama mengalami kecelakaan, dan disaat-saat terakhir ia meminta maaf, kemudi-an akhirnya ia meninggal. Ia tak sempat bertau-bat.
Tokoh utama biasanya akan bersenang-sen-ang, melakukan maksiat, dan malah lebih berambisi lagi.
Tokoh disekitarnya sudah resah dengan kelakuan tokoh utama. Muncul figur-figur tertentu yang mencoba mengingatkan, namun tokoh utama biasanya melawan. Sementara istri/suami atau orang tuanya yang protagonis biasanya terus berdoa kepada Tuhan agar tokoh utama segera sadar.
Setelah Ambisi Terwujud
Namanya juga manusia, terkadang ada alpa..
Azab atau Kesadaran
Ujungnya, tiba-tiba tokoh utama sadar, karena sebuah peristiwa mengagetkan, semisal orangtua tokoh utama meninggal karena kesalahan tokoh utama.
Itu baru 1. Masih banyak kisah-kisah FTV yang ngakunya religi, namun isinya jauh dari menarik sebuah hikmah tanpa menakut-nakuti, dan tidak ada sisi menariknya sama sekali, kecuali backsound yang tegang. :D
Oh ya, bacanya dari kotak kiri ke kanan.
@rinaldoaldo92 personatelevisi.id rinaldo.92.aldo.169405 rinaldo92aldo.wordpress.com
Sentilan Fualing Greget
Punya sentilan yang lebih greget? Kirimkan dalam 2 versi :
PersonaTelevisiJuli2015
9
Opininya
Mana?
R
ating program pertandingan langsung badminton (bulu tangkis) rupanya ma-sih bisa dikalahkan oleh talent search dangdut, atau sinetron “karnivora” (istilah untuk sinetron yang berisi hewan-he-wan, biasanya siluman hewan yang wujudn-ya manusia, dan hewan tersebut biasanwujudn-ya memakan daging (karnivora), semacam ser-igala, harimau, hingga kucing). Bahkan, ka-lau dihead to headkan, ratingnya masih kalah dibandingkan pertandingan sepakbola, baik dari Indonesia ataupun luar negeri, semacam BPL atau Piala Dunia. Kenapa hal ini terjadi?Dalam suatu kesempatan, salah satu legen-da badminton Indonesia, Susi Susanti pernah berbicara kalau perkembangan badminton In-donesia sekarang ini tidak seperti dulu. Per-saingan pemain badminton asal Indonesia kini hanya bisa mengandalkan nama-nama yang sudah terkenal, dan jumlah nomor (ganda pu-tra, ganda putri, ganda campuran, dsb) yang kita menangkan pun menurun, “Jika dulu bisa menang 4, kini hanya menang 2.” Mungkin karena itulah media massa, termasuk tele-visi sudah terlalu malas memberitakannya.
Maka, jumlah pertandingan badminton yang tayang di TV pun tinggal sedikit. Kini hanya sedikit stasiun TV yang mau menayangkan pertandingan badminton. Itupun hasilnya tak terlalu baik. Sisanya, semua memperebutkan hak siar pertandingan sepakbola yang nilain-ya bisa mencapai milnilain-yaran rupiah. Akhirnnilain-ya, muncul stigma kalau sepakbola bisa meng-hasilkan rating, karena banyak pemirsa yang menonton (bukan menyukai) pertandingan tersebut, yang ujung-ujungnya bisa mencapai target sales yang ditetapkan. Rasanya bang-ga kalau dapat bonus, karena rating naik.
Tapi, kebanggaan itu bertolakbelakang den-gan kemarahan beberapa pihak di dunia maya yang tidak bisa menyaksikan kemenan-gan para pebulutangkis Indonesia dalam be-berapa kompetisi internasional, karena ti-dak ada stasiun TV Indonesia (FTA - free to air, siaran ditangkap dengan antena) yang menayangkannya. Mau tak mau mereka ha-rus melihat lewat streaming, atau memakai layanan pay TV (TV berlangganan, sema-cam Indovision, Big TV, Transvision, dsb).
Adakalanya, nasionalisme sedikit tersingkir-kan dari adu rating semacam ini. Namun, apakah tidak ada kepedulian orang penting stasiun TV (direksi, programming, dsb) untuk mengangkat sedikit rasa nasionalismenya?
Pertanyaannya, apakah bangsa kita hanya akan jadi bangsa pengonsumsi sepakbola, tanpa menghasilkan karya apapun untuk memper-baikinya? Fansnya sih boleh banyak, tapi ke-banyakan mereka hanya bisa berdebat kusir, tanpa ujung yang menyelesaikan. Bahkan, ujun-gnya malah membuat keributan. Makin rusuh.
Sepakbola memang menjadi sesuatu yang “seksi”. Buat mafia sepakbola, buat pemerintah, buat fans, buat para pemain dan keluarganya, dan buat programming stasiun TV. Saking “sek-sinya”, setiap hari stasiun TV membahas ten-tang kisruh Kemenpora VS PSSI. Banyak juga pembahasan seputar kisruh tersebut, namun selamanya akan terus buntu. Hanya bisa berte-ori-teori, tapi tak bisa menyelesaikan masalah.
B A
D M
I N T
O N
VS
sinetron
“karnivora”
Editorial by : Rinaldo Aldo | @rinaldoaldo92 | rinaldo.92.aldo.169405
Sementara itu, disisi lain, program TV sekarang pun isinya jauh dari rasa nasionalisme. Ketika infotemen (infotainment) hanya bisa mengung-kap kekayaan para selebritis (hedon, “memu-ja-muja” kekayaan) yang menurut beberapa pihak “karbitan” itu, sementara disisi lain sine-tron kita hanya menjual mimpi-mimpi dan jalan cerita yang tidak realistis, bahkan cenderung diluar logika, serta program berita yang se-makin kesini sese-makin “menyeramkan”, leb-ih menyeramkan dari uji nyali sekalipun, maka sulit rasanya untuk melihat anak-anak bangsa kita bangga dengan bangsanya sendiri. Mereka mungkin hanya bangga dengan pemain sine-tron yang mereka sukai dan puja-puja (ngakak).
Maka, cara untuk meningkatkan rasa nasi-onalisme kita adalah dengan menayangkan pertandingan olahraga, selain sepakbola, ten-tu. Banyak cabang olahraga lainnya yang mungkin tak banyak diketahui orang, semis-al sepak takraw atau senam ketangkasan (bukan senam semacam SKJ - ngakak).
Mudah-mudahan, kedepannya orang penting stasiun TV bisa memikirkan soal hal ini. Tapi ingat, beli hak siar pertandingan olahraganya bukan hanya dalam 1 package pertandingan semacam SEA Games. Ini sama (atau bah-kan) lebih penting daripada angka-angka rating.
Mau seperti dia?
Caranya mudah.
Cukup tulis opini anda, dalam format word (.docx atau .doc), lalu kirimkan ke inikritikgue@gmail.com, atau klik “Submit Artikel dan Opini” di menu navigasi blog saya. Isi form yang tersedia.
Semua artikel yang anda masukkan akan dimoderasi dan akan diedit, tanpa
men-gubah substansial isinya.
Harus
ter-MAUBERIKLAN DISINI?
Lain-Lain Pemerintah Stasiun TV Publik Infografis
Survei Jadi Pemirsa Cerdas
By : Rinaldo Aldo @rinaldoaldo92
s.id/inikritikgue
Survei ini diadakan mulai tanggal 29 April 2015 sampai tanggal 1 Juni 2015, dengan suara 65 responden, yang saya minta untuk mengerjakan survei online di SurveyMonkey.com, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 (enam) buah. Semoga hasil ini bermanfaat buat pihak yang membutuhkan. Terima kasih.
Menghadirkan hasil survei “Jadi Pemirsa Cerdas”..
CATATAN : Survei ini tidak dibuat untuk mewakili pendapat keseluruhan masyarakat Indonesia. Hasil ini hanyalah sebagai bahan evaluasi untuk semua pihak, dan dapat disebarluaskan dimana saja, asalkan tetap menyertakan sumbernya. Terima kasih.
1. Setujukah anda jika para pengkritik program TV dikatakan sebagai haters?
Bingung/Tidak Tahu Tidak Setuju Setuju
2. Menurut anda, apa itu pemirsa cerdas?
0
3. Menurut anda, siapakah pemilik frekuensi yang ditumpangi stasiun TV?
0 5 10 15 20 25 30 35
Masa Bodoh Lapor KPI
Artikel Blog/Sosmed
4. Jika menemukan kejanggalan pada program TV, apa yang akan anda lakukan?
5. Apakah anda yakin, bahwa yang disajikan televisi itu 100% real, bukan rekayasa atau gimmick?
6. Manakah diantara pilihan berikut yang terbaik?
0
Musik : Musisi Idola tapi kebanyakan gimmick Berita aktual : pencitraan pemilik dan propaganda sesat Pencarian Bakat Konsep Bagus : Jualan Drama sisi pribadi peserta Komedi Menghibur : Gimmick + Goyangan
Talkshow Inspiratif : hanya orang tak mampu + tangisan