• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI BERBASIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI BERBASIS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL-BELI

BERBASIS E-COMMERCE DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Aal Lukmanul Hakim, S.H., M.H.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor

--- Abstract : Internet today has become a pattern of community life in various aspects of

life. One is the aspect of economic life, where the Internet used as a means to carry out commercial transactions, known by the term e-commerce conducted by the bussines to business (B to B) and business to consumer (B to C). From buy-sell transaction activity conducted based e-commerce are no doubt lead to legal problems to be overcome. The writing is done with the normative legal penelitain method that uses secondary data on major legal materials, both primary legal materials, secondary legal materials and legal materials in which tertiary analysis was performed with qualitative methods normative. The results showed that the activity-based e-commerce transactions are already getting the settings with the birth of Act No. 28 of 2008 on Information and Electronic Transaction, as well as in some cases the agreement (contract) based buy-sell e-commerce is still subject to general settings in the Indonesian Civil Code. Thus, the guarantee of legal certainty regarding the legal act transaction-based e-commerce is already being met.

Keywords : Electronic transactions, buy and sell, E-Commerce

--- PENDAHULUAN

erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan peradaban manusia pada abad millenium sekarang ini merupakan evolusi yang senantiasa berubah dan meningkat setiap saat yang tentunya berdampak langsung pada pola perilaku masyarakat menuju masyarakat modern yang tidak dapat terlepas pada teknologi bahkan pada satu titik manusia memiliki ketergantungan pada teknologi tersebut.

Salah satu perkembangan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan diantaranya terjadi pada teknologi bidang telekomunikasi, informasi dan komputer yang pada saat sekarang menuju kepada revolusi teknologi informasi. Terlebih dengan konvergensi perkembangan teknologi informasi dan teknologi komunikasi menyebabkan semakin bervariasinya bentuk jasa fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya teknologi informasi yang berkembang saat ini. Hal ini

menurut Ahmad M. Ramli,1 dengan mensitir pendapat Alvin Toffler, mengindikasikan bahwa peradaban teknologi informasi yang merupakan ciri dari masyarakat gelombang ketiga telah nampak. Toffler menguraikan bahwa peradaban yang pernah dan sedang dijalani manusia terbagi menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama mulai dari 8000 SM sampai akhir 1700 M, pada tahapan ini perdaban manusia ditandai dengan perdaban agraris dan pemanfaatan energi yang terbarukan. Gelombang kedua berlangsung antara tahun 1700 M hingga 1970-an dengan munculnya revolusi industri. Dan, gelombang ketiga ini sudah mulai jelas bentuknya, ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum

1

Ahmad M. Ramli, Dinamika Konvergensi Hukum Telematika dalam Sistem Hukum Nasional, Tanpa Tahun, Hal. 1

(2)

ciber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi, baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.

Tahun 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency

(DARPA) memutuskan untuk

mengadakan riset tentang bagaimana caranya menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik. Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Pada tahun 1970, sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.2

Semakin berkembangnya

teknologi di bidang jaringan komputer, menyebabkan pada gilirannya medium internet ini dijadikan sarana interaksi dalam berbagai aspek keidupan secara global. Pada hari ini, dengan sangat mudahnya seseorang dapat terhubung dengan orang lain dari belahan bumi lain tanpa harus bertatap muka melakukan hubungan komunikasi yang lancar. Perkembangan ini pun semakin

2 Eddy Purwanto et. al., “Pengantar World Wide Web”, tanpa tahun, hal. 1.

masuk ke setiap aspek kehidupan manusia, tak pelak lagi salah satunya aspek kegiatan komersil.3

Tahun 1992, muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet.4 Berbagai situs, baik perorangan maupun organisasi korporasi banyak memilih media dunia maya ini sebagai alternatif marketing produk dan jasanya. Sebuat saja diantara sekian banyaknya situs yang menawarkan

produknya adalah

http://www.belbuk.com., sebagai salah satu contoh.5

Pada situs tersebut setiap orang yang membutuhkan buku dalam berbagai kategori apapun tersedia di situs ini. Ada 7 tahap bertransaksi pada situs tersebut, mulai dari memasukan ke chart belanja buku apa yang ingin dibeli, halaman transaksi dengan mendaftarkan diri (e-mail dan password) dan melakukan log in, kemudian memilih metode pengiriman barang, selanjutnya memilih metode pembayaran berupa transfer bank dan Paypal,6 setelah itu pembeli harus melakukan pra-tinjau, kemudian melakukan konfrmasi pembayaran, dan

3 Komersil : bersifat berdagang; secara dagang. Lihat, W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Cetakan IX 1986, hal. 517.

4 Ibid. 5

Lihat, http://www.belbuk.com/

6 PayPal adalah salah satu alat pembayaran (Payment procesors) menggunakan internet yang terbanyak digunakan didunia dan teraman. Pengguna internet dapat membeli barang di ebay, lisensi software original, keanggotaan situs, urusan bisnis, mengirim dan menerima donasi/sumbangan, mengirim uang ke pengguna PayPal lain di seluruh dunia dan banyak fungsi lainnya dengan mudah dan otomatis menggunakan internet

atau mobile. Lihat,

(3)

terakhir proses pengiriman dimana barang dengan harga yang telah disepakati dikirim dalam 1-2 hari setelah konfirmasi pembayaran melalui transfer bank atau paypal.

Dari contoh transaksi jual-beli pada situs belbuk.com di atas, baik pengguna internet yang menjadi pembeli potensial maupun pihak produsen dalam waktu yang sama tidak bertemu secara langsung. produsen menawarkan produknya hanya melalui tampilan gambar dan spesifikasi yang ditampilkan secara elektronik pada layar komputer, begitu juga pembeli potensial menerima penawaran barang hanya dengan melihat tampilan yang disajikan dan atau bisa langsung mendapat tawaran melalui e-mail.

Semua transaksi yang penulis suguhkan dalam sebuah contoh tersebut adalah yang penulis maksudkan sebagai transaksi berbasis e-commerce. Bahwa e-commerce adalah suatu transaksi perdagangan (jual-beli), baik organisasi maupun individual, dengan mekanisme elektronik yang dilakukan sala satunya pada jaringan internet.7 Lebih luas lagi, e-commerce merupakan lingkup perdagangan yang dilakukan secara elektronik, dimana di dalamnya termasuk:8

1. Perdagangan via Internet (Internet Commerce)

7Lihat,http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_ elektronik, diakses pada 02 Desember 2010, Pkl. 08:11 WIB. Perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-dagang dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

8 Wiwied Widianingsih, “E-Commerce”, wiwied.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files /slide_E-Commerce.pdf. diakses pada 02

Desember 2010, pkl. 09:04 WIB.

2. Perdagangan dengan fasilitas Web Internet (Web-Commerce)

3. Perdagangan dengan sistem pertukaran data terstruktur secara elektronik (Electronic Data Interchange/EDI).

Apabila dibandingkan dengan proses perdagangan tradisional (manual), e-commerce memiliki beberapa keunggulan. Bagi Konsumen : harga lebih murah, belanja cukup pada satu tempat. Bagi Pengelola bisnis : efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu. Bagi Manajemen: peningkatan pendapatan, loyalitas pelanggan. Dengan keuntungan-keuntungan tersebut yang menjadikan e-commerce menjadi alternatif perluasan bisnis bagi para pelaku usaha dan sudah menjadi bagian dari gaya idup manusia modern di era teknoogi sekarang ini.

Akan tetapi, disamping keuntungan secara ekonomis yang akan didapatkan oleh para pelaku e-commerce, dari sisi hukum, e-commerce juga menimbulkan beberapa permasalahan hukum yang pada akhirnya menuntut adanya regulasi yang mengatur tentang transaksi komersial berbasis e-commerce ini. Hal ini timbul akibat adanya perbedaan karakteristik antara transaksi perdagangan jual-beli tradisional dengan transaksi jual-beli berbasis e-commerce. Beberapa permasalahan yang timbul dalam transaksi jual-beli e-commerce antara lain :9

1. Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet; 2. Saat perjanjian berlaku dan memiliki

kekuatan mengikat secara hukum ;

3. Obyek transaksi yang

diperjualbelikan;

4. Mekanisme peralihan hak;

(4)

5. Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;

6. Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;

7. Mekanisme penyelesaian sengketa; 8. Pilihan hukum dan forum peradilan

yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.

Dalam ledakan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian rupa tersebut, membawa dampak pada setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang sangat mengalami lonjakan tinggi taraf perkembangannya adalah aspek kehidupan ekonomi dalam setiap sektornya, khususnya sektor perdagangan yang nota bene dalam perkembangannya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan semakin populernya teknologi Internet, seolah-olah menyebabkan terjadinya “penciutan” dunia dengan semakin memudarnya batas-batas negara akibat aktivitas dunia maya yang tidak terbatas pada ruang dan waktu. Internet dapat mengirimkan data dan informasi dari setiap belahan dunia kapan saja dan di mana saja. Dengan akses teknologi dan informasi yang tak terbatas tersebut, merupakan jawaban bagi ekspektasi masyarakat yang membutuhkan suatu aktivitas transaksi ekonomi yang memiliki tingkat efisiensi waktu dan biaya serta keakuratan dan fleksibilitas. Dengan begitu, transaksi perdagangan dengan menggunkan sarana teknologi informasi melalui jaringan komputer atau yang lebih dikenal dengan istilah e-commerce10 pun menjadi pilihan tepat.

10

E-commerce merujuk pada semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada

Transaksi perdagangan elektronik (e-commerce) dengan menggunakan media Internet menjadi pilihan masayarakat dunia karena melalui wahana ini ditawarkan kemudahan-kemudahan antara lain : 1. Internet sebagai jaringan publik

yang sangat besar dengan biaya relatif murah, cepat dan kemudahan akses;

2. Menggunakan elektronik data sebagai edia penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengirimandan penerimaan nformasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

Dengan kemudahan-kemudahan tersebut tentunya masyarakat menjadikan Internet sebagai sarana guna melakukan transaksi perdagangan (jual-beli). Akan tetapi yang senantiasa menjadi isu dalam hal jual-beli pedagangan dengan transaksi elektronik ini adalah isu tentang aspek hukum dari transasksi yang dilakukan. Hal ini beraitan dengan kepastian hukum dari transaksi tersebut seperti yang sudah disebutkan sebelumnya

Hal lain juga terkait dengan perlindungan hukum bagi para pihak yang saling terkait dalam hubungan hukum transaksi elektronik tersebut. Hal ini terkait dengan kekuatan pembuktan dokumen-dokumen yang jual-beli yang dilakukan melalui Internet, apakah dokumen tersebut dapat dijadikan alat bukti sebagaimana dokumen pada transaksi jual-beli konvensional yang pada dasarnya berbasis dokumen fisik kertas (paper based transaction) .

Dengan latar belakang itulah, penulis akan menguraikan masalah-masalah tersebut dalam bentuk analisis yuridis terhadap jual-beli berbasis e-commerce tersebut.

(5)

PEMBAHASAN

Negara Indonesia sebagai negara hukum memiliki tujuan hidup bernegara salah satunya adalah melindungi seluruh warga negaranya dalam setiap aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam aspek perekonomian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.11 Dengan demikian sudah menjadi kewajiban konstitusional negara guna melindungi setiap warga negaranya dengan salah satu jalannya membentuk suatu sistem hukum yang menjamin kepastian hukum dalam setiap perbuatan hukum. Begitu juga berbagai transaksi perdagangan – selanjutnya dalam tulisan ini disebut jual-beli-saja – yang menuntut adanya kepastian dan perlindungan hukum sehingga setiap transasksi yang dilakukan mendapat legitimasi hukum dan memperoleh nilai kepastian.

Berkembang pesatnya teknologi Internet juga dimanfaatkan sebagai sarana melakukan transaksi jual-beli yang sering kali menimbulkan beberapa permasalahan hukum. Hal ini disebabkan oleh karena transaski dengan sarana Internet – atau lebih dikenal dengan istilah e-commerce - tidak sama dengan transaksi jual-beli secara tradisional. Pada transaski jual-beli tradisional semua aktivitas transaksi mulai dari penawaran sampai kepada penutupan perjanjian dilakukan dengan menitikberatkan pada fisik dokumen berbentuk tertulis (papered based transaction) dan bahkan dilakukannya negosiasi secara tatap muka langsung.

11 Dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 disebutkan tujuan dibentuknya Negara Indonesia yaitu : “...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial....”

berbeda sama sekali dengan hal tersebut, pada transaksi e-commerce aktivitas transaksi sejak dilakukannya penawaran oleh pihak penjual (produsen) sampai dengan lahirnya kesepakatan perjanjian jual-beli dan pelaksanaannya, semua menggunakan sarana berbentuk data elektronik dengan memanfaatkan jaringan koneksi komputer, sehingga transaksi jual-beli tersebut dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan dengan cara yang sangat fleksibel.

Dengan karakteristiknya yang unik tersebut, terkadang menimbulkan

masalah kepastian hukum.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan transaksi jual-beli berbasis e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Di sinilah peran negara yang mempunyai kewajiban guna melindungi warga negaranya dengan menjalankan fungsi perlindungan melalui regulasi hukum yang mengatur transaksi e-commerce tersebut, sehingga kepastian hukum tercapai dan kesejahteraan bisa terwujud.

(6)

salah satu bentuk perjanjian sudah diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Buku III dengan titel tentang Perikatan. Akan tetapi pengaturan pada Buku III KUHPdt tersebut hanya menyentuh transaksi jual-beli dalam model tradisional, KUHPdt tidak mengatur sama sekali tentang transaksi e-commerce. Baru pada tahun 2008 dengan disahkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik – selanjutnya disebut UU ITE – Indonesia memiliki regulasi yang mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Dalam UU ITE tersebut telah dilakukan perluasan penafsiran terhadap norma-norma, khususnya pada bidang keperdataaan yang berkaitan dengan e-commerce dalam hal ini transaksi jual-beli yang pada saat ini sudah sangat luar biasa perkembangannya. Selengkapnya pengaturan tersebut diuraikan di bawah ini dengan tetap mengacu kepada pengaturan pada Buku III KUHPdt sebagai ketentuan umum dari suatu transaksi perjanjian jual-beli.

A. Aspek Hukum Perjanjian

Jual-Beli

Berbicara tentang transaksi perjanjian jual-beli berbasis e-comerce tidak terlepas pada konsep jual-beli yang diatur secara umum dalam Pasal 1457 s.d 1540 KUHPdt.

Dalam faham undang-undang, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Ps. 1313 KUHPdt). Sedangkan dalam teori baru yang diungkapkan oleh Van Dunne,12 yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak

12

Salim H. S, Hukum Kontrak : Teoir & Teknik

Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika,

Jakarta, Cetakan Keempat, 2006, hal. 25.

atau lebih berdasarkan kata sepakat untk menimbulkan akibat hukum. Agaknya pengertian perjanjian teori baru ini lebih jelas dan lengkap dbandingkan pengertian pada Pasal 1313 KUHPdt, karena dalam teori baru tersebut dengan jelas bahwa perjanjian timbul akibat adanya suatu perbuatan hukum dan hubungan hukum, dengan tujuan adanya suatu akibat hukum bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

Dalam perspektif hukum, suatu hubungan hukum perjanjian akan melahirkan suatu perikatan bagi para pihak sebagai dasar perjanjian tersebut dapat dilaksanakan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.13 Walaupun demikian, tidak semua perjanjian dapat melahirkan perikatan dan oleh karenanya para pihak belum tentu terikat guna melaksanakan prestasi tertentu yang sudah disepakati. Untuk itu, suatu perjanjian agar dapat memiliki sifat mengikat, haruslah memenuhi syarat sah yang menjadikan perjanjian itu mengikat para pihak.

Dalam Pasal 1320 KUHPdt, ditentukan bahwa suatu perjanjian menjadi sah14 apabila memenuhi empat hal, yaitu : Pertama, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Yang dimaksud dengan sepakat adalah adanya kesesuaian (bertemunya) pernyataan kehendak bebas para pihak atau tercapainya suatu konsensus. Kehendak

13 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1994, hal.

3.

(7)

bebas disini adalah suatu kesepakatan yang betul-betul tanpa ada pengaruh dari luar diri para pihak, yakni kesepakatan yang bukan disebabkan karena adanya kehilafan (Ps. 1321 KUHPdt), paksaan (Ps. 1323 KUHPdt), dan kesepakatan yang disebabkan adanya suatu penipuan (Ps. 1328 KUHPdt). Yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa yang bersesuaian itu adalah pernyataan para piha tentang kehendaknya, karena kehendak itu bersifat abstrak sedangkan pernyataan atas kehendak itulah yang konkrit dan dapat dijadikan dasar bahwa telah terjadinya suatu persesuaian kehendak.

Untuk dapat mengetahui dengan jelas kehendak para pihak ini ada beberapa cara guna menyatakan kehendak, yaitu :15

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis; 2. Bahasa yang sempurna secara lisan; 3. Bahasa yang tidak sempurna asal

dapat diterima oleh pihak lawan; 4. Bahasa isyarat asal dapat diterima

oleh pihak lawannya;

5. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan yang dimaksud adalah kemampuan para pihak guna melakukan perbuatan hukum yng berkaitan dengan perjanjian yang akan dilakukannya. Bahwa setiap orang menurut Undang-undang dianggap cakap untuk membuat perikatan-perikatan, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-undang dan dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUPdt menentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :

1. Orang-orang yang belum dewasa;16

15

Sudikno Mertokusumo dalam Salim HS. et. al., Perancangan Kontrak & Memorandum of

Understanding (MoU), Penerbit Sinar Grafika,

Jakarta, Cetakan Pertama 2007, hal. 10. 16 Orang belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap dua puluh satu

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;17

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada ummnya semua orang kepada siapa undang-undang

telah melarang membuat

perjanjian.18

Ketiga, suatu hal tertentu. Bahwa benda yang akan dijadikan pokok perjanjian sedikitnya harus dapat ditentukan jenisnya dan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Yang dimaksud dengan barang dalam perdagangan adalah barang-barang yang sedikit banyaknya dapat ditentukan jenis dan jumlahnya. Adalah tidak sah apabila perjanjian dilakukan untuk melakukan jual-beli angin (udara) lepas yang belum jelas angin (udara) yang mana yang akan dijadikan pokok perjanjian, contohnya. Berbeda dengan perbuatan hukum jual-beli angin pada praktik Tambal Ban, bahwa angin yang dibayar adalah angin yang dimanpatkan kedalam ban dan angin itulah yang menjadi pokok perbuatan hukum perjanjiannya.

Keempat, suatu sebab yang halal. Dalam Pasal 1320 KUHPdt atau pasal-pasal selanjutnya tidak ada penjelasan tentang apa yang dimaksud dan termasuk ke dalam sebab yang halal. Aka tetapi dalam Pasa 1337 KUHPdt dinyatakan secara a contrario bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. (Ps. 330 KUHPdt).

17 Orang di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang sealu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap walaupun kadang-kadang mereka cakap menggunakan pikirannya. Termasuk juga orang dewasa yang boros. (Ps. 433 KUHPt). 18 Berdasarkan Pasal 31 Undang-undang Nomor

(8)

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dalam doktrin hukum perjanjian, bahwa yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bukan hubungan sebab-akibat, melainkan isi atau maksud dari perjanjian.

Keempat syarat tersebut di atas dikelompokkan menjadi dua kelompok. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena berkaitan dengan subjek perjanjian. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena berkaitan dengan objek perjanjian. Kedua kategori syarat sah perjanjian tersebut mempunyai akibat hukum yang berlainan. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjiannya dapat dibatalkan, dalam artian salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian yang sudah dilakukan, tetapi apabila tdak ada yang merasa berkeberatan dan tidak dilakukan pembatalan, perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Ketegori kedua adalah syarat objektf. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian yang dilakukan adala batal demi hukum, dalam arti dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Dengan dipenuhinya semua syarat sah perjanjian seperti yang telah diuraikan tersebut, suatu perjanjian memiliki akibat hukum yang harus ditaati oleh para pihak atau dengan kata lain suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat. Hal itu disebabkn bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, seperti yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt. Kata “semua” berarti merujuak kepada semua jenis perjanjian apapun yang dibuat, sedangkan kata “sah” berbarti semua bentuk perjanjian itu harus dibuat berdasarkan dan tunduk pada aturan Pasal 1320 KUHPdt. Dan oleh karena itu, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Walaupun perjanjian yang sah itu mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh para pihak tanpa ada kesepakatan, dalam hukum perjanjian juga dikenal adanya pengecualian tentang hal tersebut. Suatu perjanjian dapat saja dimintakan pembatalan oleh Kreditur/Berpiutang terhadap semua tindakan Debitur/Berutang yang merugikan Kreditur/Berpiutang (actio pauliana). Hal tersebut diatur dalam Pasal 1341 KUHPdt.

Jual-beli sebagai salah satu bentuk perjanjian yang ada dan dikenal dalam KUHPdt juga tidak luput dari ketentuan umum tentang perjanjian, baik syarat sah maupun akibat hukum dari perjanjian yang telah dilakukan dengan memenuhi unsur syarat sah. Jual-beli merupkan perjanjian bernama (benoemde verbintenis) sebaaimana dimaksud dalam Pasal 1319 KUHPdt. Yang dimaksud perjanjian bernama ialah suatu perjanjian yang memiliki nama khusus yang disebut dan diatur dalam KUHPdt.

Pasal 1415 KUHPdt memberikan pengertian tentang jual-beli sebagai berikut :

”Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

(9)

hak milik yang melekat atas barang tersebut.

Jual-beli dianggap telah terjadi seketika setelah para pihak (penjual dan pembeli) sepakat terhadap barangnya dan juga harga yang akan dibayar atas barang tersebut, sekalipun barang yang disepakati belum diserahkan dan harga atas barang tersebut belum dibayarkan (Pasal 1458 KUHPdt). Walaupun demikian, bahwa hak milik atas barang yng dijadikan pokok perjanjian belum tentu mejadi milik pembeli sebelum diadakan penyerahan (levering) barang tersebut sesuai dengan Pasal 612, 613 dan 616KUHPdt.

Dalam Pasal 612 KUHPdt disebutkan bahwa penyerahan kebendaan bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata ole atau atas nama pemilik, atau penyerahannya dilakukan dengan menyerahkan kunci-kunci atas benda itu. Penyerahan semacam ini dikecualikan untuk kebendaan bergerak tak bertubuh.

Pasal 613 KUHPdt mengatur tentang penyerahan benda-benda berupa piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lain dimana penyerhannya dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan, yang menjelaskan pemindahan hak kepemilikan atas suatu benda. Penyerahn bentuk ini yang disebut dengan penyerahan yuridis.

Pasal 616 KUHPdt mengtur penyerahan benda-benda tidak bergerak yang harus dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan pada Kantor Penyimpan Hipotik.

Dengan lahirnya perjanjian jual-beli, timbulah akibat hukum bagi para pihak dalam jual-beli tersebut. Hak Penjual adalah menerima pembayaran harga atas barang yang telah disepakati. Adapun kewajiban Pejual adalah : 1. Menyatakan dengan tegas perjanjian

jual beli tersebut; 2. Menyerahkan barang;

3. Menanggung pembeli (Ps. 1473 KUHPdt);

4. Mengembalikan kepada pembeli segala sesuatu yang dikeluarkan pembeli, segal biaya yang dikeluarkan untuk barangya atau semata-mata untuk kesenangan atau perhiasan;

5. Menanggung cacat tersembunyi, kecuali telah diperjanjikan (Ps. 1504 KUHPdt);

6. menembalikan harga pembelian yang diterima, jika penjual mengetahui barang yang telah dijual mnegandung cacat, serta mengganti segala biaya, kerugian dan bunga kepada pembeli;

7. mengembalikan uang harga pembelian jika barangnya musnah akibat cacat tersembunyi.

Kewajiban pembeli adalah sebagai berikut :

1. Membayar harga pembelian , pada watu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian (Ps. 1513 KUHPdt);

2. Membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan.

Dalam KUHPdt juga diatur mengenai hak membeli kembali bagi penjual (Ps. 1519). Kekuasaan unuk membel kembali barang yang telah dijual daiterbitkan dari suatu janji, dimana penjualdiberikan hak untuk mengambil kembali barang yang dijualnya, dengan mengembalikan harga pembelian asal.

(10)

bertambah harganya, sejumla tambahnya ini.

B. Legalitas Jual-beli Berbasis E-Commerce

Dalam KUPdt sebagai sumber utama hukum perjanjian yang menjadi aturan umum tentang hubungan hukum perjanjian, di dalamnya tidak ditemukan pengaturan tentang transaksi jual-beli dengan menggunakan media elektronik. Akan tetapi di wetboek tersebut tercantum asas tentang kebebasan berkontrak yang dinyatakan dalam Pasal 1338 KUPdt yang berbunyi : “semua perjanjian yang dibuat secar sah berlaku sebagai undang-undang bai mereka yang membuatnya. Menurut Subekti,19 isi Pasal 1338 tersebut tiada lain bahwa tiap perjanjian mengikat para pihak dan orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melangar ketertiban umum atau kesusilaan.

Selain itu, kebebasan berkontrak juga mengandung pengertian kebebasan yang meliputi :

1. Kebebasan untuk menentukan kehendak untuk menutup atau tidak menutup perjanjian.

2. Kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan ditutup suatu perjanjian;

3. Kebebasan untuk menetapkan isi perjanjian;

4. Kebebasan untuk menetapkan bentuk perjanjian;

5. Kebebasan untuk menetapkan cara penutupan perjanjian.

Dengan sifat terbuka yang terdapat dalam Buku III KUPdt ini, membuka peluang kepada semua pihak untuk melakukan hubungan hukum perjanjian dalam bentuk apapun dan melalui media apapun, termasuklah di dalamnya media internet dengan ketentuan bahwa apapun

19

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Jakarta, Cetakan XXXII, 2005, hal. 127.

jenis perjanjian yang dibuat tunduk pada peraturan umum yang datur dalam ketentuan umum mengenai perjanjian (Ps. 1319KUPdt).

1. Autentikasi20 Para Pihak

Hal yang paling esensial dalam perjanjian jual-beli adalah adanya barang yang menjadi pokok perjanjian dan harga yang disepakati atas barang tersebut. Ketika satu pihak menyatakan sepakat tentang barang yang menjadi pokok perjanjian dan sepakat tentang harga yang akan dibayar atas barang itu, pada detik itulah suatu perjanjian jual-beli lahir. Dengan kata lain, perjanjian jual-beli lahir ketika adanya kesepakatan atas barang dan harga.

Persoalannya akan lain ketika perjanjian jual-beli tersebut dilakukan dengan media internet, karena para pihak tidak bertemu secara langsung, lantas bagaimana dapat diketahui kesepakatan tersebut telah terjadi.

Ada banyak cara utuk menyatakan kehendak yang merupakan bentuk kesepakatan, salah satunya dengan menggunakan media tertulis. Pada jual-beli tradisional, pernyataan kesepakatan yang dilakukan melalui media tulisan (surat) ditentukan dengan adanya tanda-tangan21 “tinta basah” yang menunjukkan otentikasi seseorang yang menyatakan kesepakatan tersebut. Sementara dalam perjanjian jual-beli berbasis e-commerce, tanda-tangan “tinta basa” tersebut diganti dengan tanda tangan elektronik yang menjamin bahwa para pihak tidak bisa mengingkari keberadaannya sebagai pihak dalam transaksi yang dilakukan, dengan fungsi yang sama dengan tanda-tangan tradisional. Tanda tangan digital merupakan satu tandatangan elektronik yang dapat digunakan untuk membuktikan keaslian

20 Autentik : dapat dipercaya; benar; asli. Lihat, W.J.S Poerwadarminta, Op. Cit. hal. 65. Autentikasi dapat diartikan suatu proses untuk mengetahui kebenaran, keaslian sesuatu. 21 Ketentuan tentang pembubuhan tanda-tangan

(11)

identitas pengirim dari suatu pesan atau penandatangan dari suatu dokumen, dan untuk memastikan isi yang asli dari pesan atau dokumen itu sudah dikirim tanpa perubahan. Dengan demikian, pihak yang menerima informasi elektronik dalam hal ini menerima pernyataan kehendak tentang kesepakatan jual-beli, dapat menjadikan informasi elektronik itu sebagai dasar bahwa kesepakatan telah terjadi. Pentingnya tanda-tangan elektronik dijadikan dasar untuk autentikasi didasarkan pada sifat tanda-tangan elektronik itu sendiri yang otentik, tak bisa/sulit ditulis/ditiru orang lain. Pesan dan tandatangan pesan tersebut juga dapat menjadi barang bukti, sehingga penandatangan tak bisa menyangkal bahwa dulu ia tidak pernah menandatanganinya.

Sifat lain yang khas dari tanda-tangan elektronik adalah hanya sah untuk dokumen (pesan) itu saja atau salinannya yang sama persis. Tandatangan itu tidak isa dipindahkan ke dokumen lainnya, meskipun dokumen lain itu hanya berbeda sedikit. Ini juga berarti bahwa jika dokumen itu diubah, tandatangan digital dari pesan tersebut tidak lagi sah.

Selanjutnya tanda tangan dapat diperiksa dengan mudah, termasuk oleh pihak - pihak yang belum pernah bertatap muka langsung dengan penandatangan.

Adapun arti penting adanya suatu tanda-tangan adalah untuk :22

1. Mengidentifikasi penandatanganan. 2. Menjamin keaslian mengenai

penandatanganan.

3. Mengikat penandatanganan pada inti dokumen.

4. Membuktikan adanya maksud untuk terikat pada isi kontrak yang ditandatangani.

Dalam Undang-undang Nomor : 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau

22

Yosrila, Aspek Hukum Pembubuhan Cap Ibu Jari/Cap Jempol Dalam Pembuatan Akta Otentik, Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hal. 58.

terkait dengan infromasi elektronik23 lainnya yang digunakan. sebagai alat verifikasi dan autentikasi (cetak tebal oleh Penulis).

Autentikasi ini sangat diperlukan dalam sebuah perjanjian jual-beli untuk menghindari kehilafan atau kesesatan mengenai subjek hukum yang menjadi lawan janji. Hal ini sangat menentukan, karena kepakatan yang diberikan yang diakibatkan karena adanya kehilafan atau kesesatan atas lawan janji adalah bukan kesepakatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPdt.

Walaupun demikian, menurut Pasal 1322 ayat (2) KUHPdt kehilafan itu tidak menjadi sebab suatu pembatalan, jika kehilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. Dalam hal ini, J. Satrio24 berpendapat bahwa orang hanya dapat mengemukakan kesesatan mengenai diri lawan janjinya sebagai dasar untuk pembatalan perjanjian kalau persoon lawan janji tersebut penting untuk pelaksanaan perjanjian yang ditutup. Di sini kecakapan/kualitas lawan janji arus menjadi pokok/tujuan diadakannya perjanjian tersebut.

Dengan adanya tanda-tangan elektronik ini pihak lawan janji dapat meng-autentikasi suatu informasi elektronik adalah benar dan asli dikirimkan oleh “benar-benar” lawan janjinya. Dengan demikian, kesepakatan yang dilakukan merupakan kesepakatan sempurna.

Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi Elektronik juga berfungsi sebagai persetujuan Penanda Tangan atas Informasi

23 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,

(12)

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut dengan segala akibat hukum yang ditimbulkannya.

Tidak semua tanda tangan elektronik memiliki akibat hukum dan kekuatan hukum mengikat. Tanda tangan elektronik memiliki akibat hukum dan kekuatan hukum mengikat harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

a.Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b.Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik

pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c.Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

d.Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e.Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

f.Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

2. Saat Berlaku dan Mengikatnya

Perjanjian Jual-Beli

Bahwa yang menjadikan suatu perjanjian jual-beli itu berlaku dan mengikat para pihak adalah apabila perjanjian tersebut sah menurut undang-undang, yakni seperti yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPdt. Begitu juga dalam perjanjian jual-beli berbasis e-commerce, bahwa suatu perjanjian jual-beli melalui internet dianggap sah apabila memenuhi syarat sah suatu kontrak elektronik. Hal ini dapat diketahui dalam Pasal 47 ayat (2) R.P.P Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi Elektronik (PITE) walaupun dalam redaksi yang berbeda dengan Pasal 1320 KUHPdt, yaitu :

a.Terdapat kesepakatan para pihak;

b.Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai ketentuan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.Terdapat hal tertentu;

d.Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Selain dari syarat sah tersebut, dalam Pasal 48 ayat (4) RPP-PITE tersebut dicantumkan adanya kewajiban yang harus ada dalam suatu perjanjian jual-beli berbasis e-commerce, sebagai berikut :

a.Data/informasi para pihak; b.Objek dan spesifikasi;

c.Persyaratan Transaksi Elektronik; d.Harga dan biaya;

e.Prosedur dalam hal terdapat pembatalan dilakukan oleh para pihak;

f.Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian barang jika terdapat cacat tersembunyi; dan

g.Pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

(13)

Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim. Dan jika tidak diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak. Dari uraian di atas, bahwa berlaku dan mengikatnya perjanjian jual-beli elektronik terjadi sesuai dengan kemauan para pihak, tetapi apabila para pihak tidak menentukan tentang kapan harus dicapainya detik kesepakatan, maka ketentuan yang ada pada UU-ITE dan aturan pelaksanaanya yang berlaku.

Yang perlu diperhatikan juga adalah tentang sera terima barang/penyeraan/levering yang menjadi syarat berpindanya hak kepemilikan suatu benda yang menjadi objek transaksi jual-beli, dari penjual kepada pembeli. Bahwa ketika barang yang telah disepakati sebagai pokok transaksi jual-beli dikirim oleh pengirim (penjual) dan diterima oleh penerima (pembeli) pada detik itulah hak kepemilikan atas benda tersebut beralih. Hal tersebut dengan diikuti kewajiban pengirim (penjual) memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau terdapat cacat tersembunyi.25

25 Bagi para pelaku usaha yang tidak memberikan batas waktu tersebut diancam dengan sanksi administratif mulai dari teguran tertulis, denda administratif, pemberhentian sementara, tidak diberikan perpanjangan izin,

3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Para Pihak

Penulis dalam point ini membatasi para pihak hanya pihak pelaku usaha (selaku penjual) dan konsumen (selaku pembeli) dalam transaksi yang dilakukan.

Selain kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam KUHPdt bagi para pihak dalam jual-beli (pada poin ini tidak akan penulis uraikan lagi), dalam UU-ITE juga ditentukan tentang kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepada para pihak dalm melakukan transaksi elektronik yang akhirnya dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik.

Pasal 9 UU-ITE menentukan kewajiban pelaku usaha selaku penjual yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Hal ini dimaksudkan agar konsumen yang menjadi pembeli potensial mendapatkan informasi yang utuh dan benar tentang barang yang akan dijadikan pokok perjanjian dan juga

guna menghindari adanya

kesesatan/kehilafan atas barang.

Bahkan dalam RPP-PITE

ditentukan bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban :

a. Pelaku Usaha wajib memberikan kejelasan informasi tentang penawaran kontrak atau iklan (advertensi).

b. Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk mengembalikan apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau terdapat cacat tersembunyi.

c. Pelaku Usaha wajib memastikan bahwa barang telah dikirim.

(14)

d. Pelaku Usaha tidak dapat membebani konsumen tentang kewajiban membayar berkaitan dengan barang yang dikirim tanpa dasar kontrak

Para pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut diancam sanksi administratif.26

Penyelenggaraan Transaksi Elektronik yang dilakukan para pihak wajib dilakukan dengan memperhatikan itikad baik (good feith), prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas, dan kewajaran.

Penyelenggara Transaksi Elektronik wajib memberikan data dan informasi yang benar dan menyediakan layanan dan menyelesaikan pengaduan, juga Penyelenggara Transaksi Elektronik wajib memberikan pilihan hukum terhadap pelaksanaan Transaksi Elektronik.

4. Keabsahan Dokumen

Dalam hukum perjanjian Indonesia tidak ditentukan tentang bentuk perjanjian yang harus dibuat. Selama perjanjian itu memenuhi unsur syarat sah, perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya, baik perjanjian itu dituangkan dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk dokumen tertulis.

Dalam perjanjian jual-beli elektronik yang dituangkan dalam bentuk kontrak (perjanjian) elektronik bersifat mengikat bagi para pihak, hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1) UU-ITE. Semua transaksi elektronik harus dituangkan dalam kontrak elektronik, baik dalam bentuk informasi dan atau dokumen elektronik dimana hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 ayat (1) UU-ITE) kecuali surat yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta

26 Ibid.

dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta (Pasal 5 ayat (4) UU-ITE).

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Hal ini menjadi terobosan hukum oleh pembuat Undang-undang sebagai jawaban dari tuntutan kepastian hukum di bidang transaksi elektronik. Akan tetapi syarat yang harus dipenuhi agar dokumen elektronik tersebut dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU-ITE, yakni sistem elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan 16 UU-ITE.

5. Penyelesaian Sengketa

Dalam kaidah hukum perdata, ditentukan bahawa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Yang secara formal hal tersebut dilaksanakan dalam bentuk gugatan ke Pengdilan guna mendapatkan keputusan tentang tindakan yang dianggap merugikan tersebut. Demikian juga dalam setiap transaksi elektronik yang termasuk dalam ruang privat, juga dapat diajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang menimbulkan kerugian diman gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(15)

Perundang-undangan. Dalam mengajukan gugatan, UU-ITE mengatur juga gugatan dengn mekanisme gugatan perwakilan (calss action) terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat.

6. Pilihan Hukum (choice of law) dan Forum Peradilan

Pilihan hukum dalam transaksi elektronik timbul untuk transaksi-transaksi yang bersifat internasional yang mana para pihak dalam transaksi tersebut tunduk pada hukumnya masing-masing. Setiap transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik wajib memuat klausul pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik yang dilaksanakan. Hal ini sebagai antisipasi apabila di kemudian hari terjadi sengketa dalam kontrak elektronik yang dilaksanakan, para pihak telah memilih

hukum yang mana yang akan digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa.

Namun, apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Begitu pula dengan forum peradilan yang akan menyelesaikan sengketa transaksi elektronik yang mungkin akan terjadi, ditentukan bahwa dalam UU-ITE para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum, penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

KESIMPULAN

Dari uraian yang sudah Penulis sampaikan bahwa secara nyata perkembangan teknologi di bidang informasi dan teknologi menjadi suatu hal yang mutlak tidak bisa dihindari terlebih dalam pergaulan global. Salah satu aspek dari perkembangan tersebut adalah transaksi komersial yang menggunakan media transaksi elektronik dengan memanfaatkan jaringan internet yang dalam beberapa hal sebelum lahirnya UU-ITE Tahun 2008 terjadi ketidak pastian hukum dalam setiap transaksi yang dilaksanakan.

Dengan lahirnya UU-ITE semua permasalahan hukum yang timbul dalam semua bentuk transaksi jual-beli berbasis e-commerce mendapatkan pengaturan yang jelas serta memiliki

nilai kepastian hukum yang selaras dengan perkembangan internasional dalam bidang transaksi elektronik.

(16)
(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M. Ramli, Dinamika Konvergensi Hukum Telematika dalam Sistem Hukum Nasional, Tanpa Tahun.

Eddy Purwanto et. al., “Pengantar World Wide Web”, tanpa tahun.

Ellen Liena Christine et. al., Hubungan Hukum Antara Pelaku E-commerce, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Malangkuçeçwara, tanpa tahun.

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Penerbit Citra Aditya, Bandung, 2001.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1994. Sudikno Mertokusumo dalam Salim HS. et. al., Perancangan Kontrak &

Memorandum of Understanding (MoU), Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Pertama 2007.

Salim H. S, Hukum Kontrak : Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Keempat, 2006.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Jakarta, Cetakan XXXII, 2005.

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, Cetakan keduapuluhdelapan, 1996.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Cetakan IX 1986.

Yosrila, Aspek Hukum Pembubuhan Cap Ibu Jari/Cap Jempol Dalam Pembuatan Akta Otentik, Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.

Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Nomor : 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Undang-udang Nomor : 28 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 3 Tahun 1963

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Informasi dan Transaksi Elektronik

http://www.belbuk.com/

http://www.paypalindonesia.com/info-3-7.html http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik

Referensi

Dokumen terkait

Akuntabilitas menunjukkan bahwa pengambil keputusan harus bertanggungjawab atas tindakan mereka, dan menunjukkannya ke masyarakat secara langsung (dapat dilakukan dalam

Sementara itu mayoritas penduduknya beragama Islam dan melaksanakan hukum Islam seperti shalat,zakat, dan ada juga sebagian yang sudah melaksanakan ibadah haji

Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai.. Jurnal Ekonomi &

Skripsi HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI SERTA KEDUDUKAN ETTY NARO.. yang baik den tidak dlperbolehkan untuk oeoindehkon atau oeobeboni harta kokeyaan tidak bergerak nilik ietari

[r]

Melihat keseharian Pak Surwandono yang bekerja keras sebagai driver ojek disabilitas dengan kondisi daksa di bagian tubuhnya, untuk itulah diwujudkannya dalam sebuah karya

Dari hasil analisa yang dilakukan dengan memvariasikan beban yang diberikan pada lengan ayun mesin gurdi maka dapat dinyatakan bahwa beban yang diberikan pada

Pajak Penghasilan 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.PPh Pasal 25