• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

TEKNOLOGI LABORATORIUM

ISSN: 2338 - 5634 (print) ISSN: 2580 - 0191 (online)

Volume 6, Nomor 1, Maret 2017 Terbit 2 Kali Setahun

PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)

Siti Fatimah, Fitri Nadifah, Urfiyah Lisa Azizah

OPTIMASI AIR PERASAN BUAH MERAH (PANDANUS SP.) PADA PEMERIKSAAN TELUR CACING

Anita Oktari, Ahmad Mu'tamir

GAMBARAN SEDIMEN URINE PADA MASYARAKAT YANG MENGKONSUMSI AIR PEGUNUNGAN DI KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

Ruth Mongan, Supiati, Susi Mangiri

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) TERHADAP STAPHYLLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERECHIA COLI

Sujono, Anik Nuryati

KAJIAN AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK DAUN GUDE (CAJANUS CAJAN) TERHADAP SEL KANKER KOLON SECARA IN VITRO

Muji Rahayu, Roosmarinto

POTENSI ENZIM BROMELIN SARI BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L.) DALAM MENINGKATKAN KADAR PROTEIN PADA TAHU

Indah Purwaningsih

Penerbit :

(2)
(3)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

(www.teknolabjournal.com)

ISSN: 2338 - 5634 (cetak); ISSN: 2580 - 0191 (online) Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

Penerbit :

Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta

Susunan Dewan Redaksi : Penasehat

Direktur Poltekkes Yogyakarta

Pengarah

Ketua Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Yogyakarta

Editor in Chief

Siti Nuryani (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Indonesia)

Associate Editors Elsa Herdiana Murhandarwati

(Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) Anis Nurwidayati

(Balai Litbang P2B2 Donggala Kemenkes RI) Budi Setiawan

(Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta) Maria Tuntun Siregar

(Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang, Bandar Lampung) I Nyoman Jirna

(Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Denpasar) Titin Aryani

(Prodi Jurusan Analis Kesehatan, Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta)

Alamat Redaksi : Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Ngadinegaran Mj III / 62 Yogyakarta, 55143

Telp./Fax : (0274) 374200 / (0274) 375228 e-mail : teknolabjournal@gmail.com

iii

Pengelola

(4)
(5)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

ISSN: 2338 - 5634 (cetak); ISSN: 2580 - 0191 (online)

DAFTAR ISI

PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM DENGAN PEMBERIAN PARUTAN RIMPANG LENGKUAS PUTIH (ALPINIA GALANGA LINN SWARTZ)

Siti Fatimah, Fitri Nadifah, Urfiyah Lisa Azizah

OPTIMASI AIR PERASAN BUAH MERAH (PANDANUS SP.) PADA PEMERIKSAAN TELUR CACING

Anita Oktari, Ahmad Mu'tamir

GAMBARAN SEDIMEN URINE PADA MASYARAKAT YANG MENGKONSUMSI AIR PEGUNUNGAN DI KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

Ruth Mongan, Supiati, Susi Mangiri

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) TERHADAP STAPHYLLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERECHIA COLI

Sujono, Anik Nuryati

KAJIAN AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK DAUN GUDE (CAJANUS CAJAN) TERHADAP SEL KANKER KOLON SECARA IN VITRO

Muji Rahayu, Roosmarinto

POTENSI ENZIM BROMELIN SARI BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L.) DALAM MENINGKATKAN KADAR PROTEIN PADA TAHU

Indah Purwaningsih

v

7 - 15

16 - 22

23 - 27

28 - 33

34 - 40 1-6

(6)
(7)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

(www.teknolabjournal.com)

Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 1 ~6

ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN:2580-0191(online)

Received : 17-02-2017; Revised : 01-03-2017 ; Accepted : 10-03-2017

Pemeriksaan Angka Kuman Pada Daging Ayam Dengan

Pemberian Parutan Rimpang Lengkuas Putih (

Alpinia

Galanga

Linn Swartz

)

Siti Fatimah1*, Fitri Nadifah2, Urfiyah Lisa Azizah3

1,2,3

STIKes Guna Bangsa Yogyakarta

Jl Ring Road Utara Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta, Telp (0274) 4477701. 4477703. 4477704 Fax (0274) 4477702, * corresponding author e-mail : siti_fatimah@gunabangsa.ac.id

Abstract

Chicken meat is a good source of protein for daily consumption. It is very easy decayed biologically by enzymes or microbial spoilage. White galangal (Alpinia galanga Linn Swartz) is a kind of spice crop that can live in the highlands and lowlands. Generally, people utilize white galangal as a blend of seasoning. Galangal’s role as a food preservative is inseparable from its anti-microbial activity and secondary metabolite contents, i.e. essential oils. The anti-microbial is a biological or chemical compounds that could interfere the growth and activity of microbes, particularly microbes as a food spoilage. This research goal is to determine the number of bacteria in chicken meat with the provision granting the white grated galangal rhizome (Alpinia galanga Linn Swartz).

This was a descriptive study with laboratory testing. We use pour plate method for the bacteria number determination. Independent variables is the indwelling time with grated white galangal for 1-5 hours and the dependent variable is the number of bacteria in chicken meat.

The result showed that total number of bacteria after smeared with white grated galangal rhizome for 1 hour 463.500 CFU/gr, 2 hour 130.250 CFU/gr, 3 hour 58.250 CFU/gr, 4 hour 142.500 CFU/gr and 5 hour 302.500 CFU/gr. This study showed that grated white galangal has proven to reduce the number of bacteria in chicken meat.

Keywords: indwelling time, chicken meat, white galanga, number of bacteria.

1. Pendahuluan

Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan perbandingan yang cukup selain itu karena serat-serat dagingnya tergolong ke dalam jenis yang pendek dan lunak sehingga mudah dicerna. Daging ayam sangat mudah mengalami kebusukan biologis oleh enzim ataupun mikroba pembusuk. Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimia daging ayam. [1]

(8)

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

ayam pada suhu kamar yang bisa tahan lebih dari 6 jam kemungkinan diberi bahan pengawet. [2]

Alternatif untuk memperpanjang masa simpan daging ayam secara aman dengan menambahkan bahan antimikroba yang diharapkan menjadi solusi agar pengawet kimia yang berbahaya bagi kesehatan tidak digunakan lagi. Peran lengkuas sebagai pengawet makanan tidak terlepas dari kemampuan lengkuas yang memiliki aktivitas antimikroba. kandungan zat kimia yang terdapat dalam lengkuas adalah fenol, flavonoida, dan minyak atsiri. [3]

Mekanisme penghambatan mikroba oleh fenol ini adalah dengan jalan merusak dinding sel, merusak membran sitoplasma, mendenaturasi protein sel dan menghambat kerja enzim dalam sel. [4] Mekanisme penghambatan mikroba disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.[5]

Lengkuas putih (Alpiniagalanga Linn Swartz) selain sebagai antimikroba juga dapat digunakan untuk bahan pengempuk daging, menghangatkan tubuh, membersihkan darah dan penambah nafsu makan. Daya antimikroba lengkuas putih membuat hidangan daging lebih aman dan kandungan protein yang berikatan dengan zat-zat lengkuas putih membuat hidangan daging ayam lebih mudah dicerna.[6]

Dalam rangka memperpanjang masa simpan daging ayam, penggunaan parutan rimpang lengkuas putih menjadi pilihan yang menarik, mengingat banyaknya keunggulan yang dimiliki oleh parutan rimpang lengkuas putih. Berdasarkan pemikiran tersebut penulis tertarik untuk meneliti kemampuan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) sebagai pengawet alami pada ayam.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan uji laboratorium yaitu dengan melihat ada atau tidaknya penurunan angka kuman pada daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galangaLinn Swartz. Uji laboratorium dilakukan dengan metode cawan tuang dengan pengulangan dua kali. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta Jurusan Analis Kesehatan dan dilaksanakan pada bulan Mei 2016.

2.1. Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu autoklaf, inkubator, oven, neraca teknis, tabung reaksi, cawan petri steril 40 buah, kapas alkohol 70%, labu erlenmeyer 100 ml dan 200 ml, lampu spritus, pipet ukur 5 ml steril, wadah steril dengan tutup, safety pipet, stopwatch, parutan, saringan, pengaduk, blue tip, gunting. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam segar bagian dada, parutan dada yang masih dalam keadaan segar

2.2.2. Pengambilan sampel

Daging ayam bagian dada dibuang tulangnya kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan lendir dan darahnya hingga diperoleh hingga ± 1000 gram.

2.2.3. Pembuatan Media PCA (Plate Count Agar)

(9)

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

2.2.4. Pembuatan Parutan Lengkuas

Lengkuas putih dicuci bersih, kemudian diparut. Lengkuas putih yang diparut sebanyak 250 gram lengkuas putih untuk 500 gram daging ayam.

2.2.5. Pembuatan Reagensia NaCl 0,85%

Sebanyak 21,25 gram Nacl larutkan dengan menggunakan aquadest dalam tabung erlenmeyer 2500 ml.

2.2.6. Penanganan daging ayam sebelum dilakukan penelitian

Daging ayam dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan bekas darah, lendir, kotoran serta mengurangi bau amis dengan menggunakan aquadest.Daging ayam kemudian dicincang, dipotong-potong menjadi 10 bagian dengan berat masing-masing 50 gram. Lima bagian dengan berat 250 gram sebagai test. Test yaitu daging ayam yang dilumuri dengan parutan lengkuas putih 125 gram kemudian diperiksa angka kuman setelah disimpan dalam berbagai lama waktu yaitu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Lima bagian lagi sebagai pembanding yaitu daging ayam yang tidak diberi parutan lengkuas putih, dilakukan pemeriksaan sebanyak 2 kali. dan dilakukan pengenceran.Daging ayam yang sudah dilumuri parutan lengkuas selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam diambil menggunakan pinset steril dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak ± 10 gram dengan menggunakan pinset steril.Pengenceran dari sampel yang akan diperiksa dibuat, pengenceran mulai dari 10x, 100x, 1000x dan 10000x. Pengenceran 10x dibuat dengan cara memasukkan 10 gr sampel ke dalam labu erlenmeyer pertama dan ditambahkan 90 ml NaCl kemudian kocok sampai homogen, konsentrasi larutan menjadi10x, kemudian mempipet 1 ml larutan dari pengenceran10x, dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl, dicampur homogen, konsentrasi larutan menjadi100x. Selanjutnya diambil 1 ml dari pengenceran100x, dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl dicampur homogen, konsentrasi menjadi 1000x. Kemudian mempipet 1 ml larutan dari pengenceran1000x dimasukkan ke dalam tabung steril yang sudah diisi 9 ml NaCl, dicampur homogen, konsentrasi larutan menjadi 10000x.

2.2.9. Penuangan Media Plate Count Agar

Mulai dari pengenceran 1000x sampai ke 10000x pengenceran sampel diambil 1ml, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah diberi kode nomer sampel, pengenceran dan tanggal pelaksanaan. Kemudian masing-masing cawan petri yang telah berisi sampel dan kontrol dituangi plate count agar yang masih hangat(suhu 400C-500C) sebanyak 15-20 ml dan dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri searah jarum jam, biarkan hingga dingin dan mengeras.Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam dengan posisi cawan petri dalam keadaan terbalik.

2.2.10. Perhitungan koloni

(10)

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah)

akan diperoleh angka jumlah kuman bakteri per 1 gram/ 1ml sampel yang diperiksa. Jumlah bakteri yang ada dalam setiap 1 ml sampel adalah berbanding terbalik dengan pengenceran

Cara perhitungan :

Jumlah koloni = koloni yang tumbuh x

(Dwidjoseputro, 2005).[7]

3. Hasil Dan Pembahasan

Tabel 1. Data Hasil Perhitungan Angka Kuman pada Berbagai Lama Perendaman

Penyimpanan

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah pertumbuhan angka kuman pada pelumuran 1 jam adalah 464.000 CFU/ gram, 2 jam 130.000 CFU/ gram, 3 jam 58.300 CFU/ gram, 4 jam 143.000 CFU/ gram, 5 jam 303.000 CFU/ gram. Penurunan angka kuman pada daging ayam yang dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih terjadi pada jam ke 3 dan mengalami kenaikan angka kuman pada jam ke 4 dan ke 5, sedangkan pada daging ayam yang tidak dilumuri dengan parutan rimpang lengkuas putih mengalami kenaikan angka kuman setiap jamnya namun pada jam ke 5 mengalami penurunan angka kuman. Kenaikan angka kuman yang terjadi masih di bawah batas maksimum. Persyaratan menurut SNI 3924-2009 tentang syarat mutu mikrobiologis daging ayam yang menyatakan batas maksimum angka kuman (Total Plate Count) pada daging ayam adalah 106 atau 1.000.000 CFU/ gr[8]. Menurut SNI tersebut maka pada lama pelumuran 5 jam, daging ayam masih aman untuk dikonsumsi.

Adapun grafik perbandingan angka kuman daging ayam sebelum dan setelah pelumuran dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) ditampilkan pada gambar 1 di bawah ini.

0

Gambar 1.Grafik perbandingan angka kuman daging ayam sebelum dan setelah pelumuran dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz)

(11)

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah) Penurunan angka kuman yang signifikan berdasarkan gambar di atas tampak pada lama perendaman selama 3 jam yaitu sebesar 58.300 CFU/ gr. Penurunan tersebut berada pada fase pertumbuhan populasi bakteri. Waktu pelumuran selama 1 jam bakteri baru mengadakan persiapan dan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru yaitu pada parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz). Fase selanjutnya bakteri akan tumbuh dan membelah diri sampai jumlah yang maksimum yaitu terjadi pada lama perendaman 5 jam. Pertumbuhan populasi bakteri dibatasi oleh habisnya bahan pangan seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan unsur mineral.

Penurunan angka kuman menunjukkan adanya pengaruh dari parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz). Senyawa fenol pada lengkuas putih berperan pada mekanisme pertahanan mikroorganisme. Pada konsentrasi rendah fenol bekerja dengan merusak membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sel. Pada konsentrasi tinggi, fenol dapat berkoagulasi dengan protein seluler dan menyebabkan membran sel menjadi tipis. Aktifitas tersebut sangat efektif ketika bakteri dalam tahap pembelahan, dimana lapisan fosfolipid di sekeliling sel dalam kondisi sangat tipis sehingga fenol dapat dengan mudah berpenetrasi dan merusak isi sel. Adanya fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein sel bakteri berubah sifat. Deret asam amoino protein tersebut tetap utuh setelah berubah sifat, namun aktifitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya.[9]

Pertumbuhan pada bakteri terdapat 4 fase, yaitu fase lag (lambat), fase log, fase stationer (tetap), dan fase decline (menurun). Fase lag adalah fase dimana bakteri beradaptasi dengan lingkungannya dan tidak terjadi pembelahan sel selama beberapa menit sampai beberapa jam tergantung pada spesies, umur dari sel inokulum dan lingkungannya. Fase log adalah fase dimana sel-sel akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dibantu oleh kondisi lingkungan. Fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian. Fase decline (menurun) adalah fase dimana terjadi penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terdahap waktu atau jumlah bakteri yang mati semakin banyak melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak.[10]

Dari grafik angka kuman daging ayam tanpa pelumuran dan dalam pelumuran parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) dalam berbagai lama pelumuran, maka angka kuman semakin menurun yaitu pada jam ke 3 sebesar 58.250 CFU/ gram. Lama pelumuran dengan penambahan parutan rimpang lengkuas pada waktu 1 jam mengalami fase lag (lambat) hal ini karena bakteri baru beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu lengkuas putih dan fenol yang ada dalam lengkuas belum bekerja. Pelumuran pada jam ke 2 mengalami fase log bakteri sudah mampu beradaptasi dan fenol mulai bekerja dan pada 3 jam angka kuman menurun secara signifikan yang dikarenakan kandungan fenol dalam lengkuas bekerja secara maksimal sehingga mampu menurunkan angka kuman dalam jumlah banyak. Lama perendaman selama 4 jam mengalami kenaikan hal ini karena kandungan fenol dalam lengkuas yang berkurang karena sifat dari fenol yang mudah menguap, dan pada pelumuran jam ke 5 angka kuman mengalami kenaikan yang lebih banyak hal ini disebabkan kandungan fenol yang sudah habis dan karena fenol merupakan komponen yang tidak stabil, mudah menguap dan hilang, selain itu juga terjadi pembelahan bakteri yang membuat bakteri semakin banyak sehingga tidak sebanding dengan kandungan yang ada dalam parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia galanga Linn Swartz) yang digunakan sebagai antibakteri.

(12)

Pemeriksaan Angka Kuman … (Siti Fatimah) pada jam ke 4 mengalami fase eksponensial (log). Fase ini menunjukkan bahwa sel mulai memperbanyak diri dan kurva mulai naik menunjukkan terjadinya pertumbuhan populasi. Fase log dipengaruhi oleh sifat genetik yang diturunkannya, selain itu derajat pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH dan aerasi. Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan populasi yang maksimum, maka akan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang mati dan jumlah sel yang hidup. Fase decline (kematian) terjadi setelah pelumuran daging ayam selama 5 jam karena semakin lama nutrisi pada daging ayam untuk hidup bakteri habis jadi bakteri tidak dapat tumbuh dan mengalami kematian.

4. Kesimpulan Dan Saran 4.1. Kesimpulan

1. Daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpiniagalanga Linn Swartz) mengalami penurunan angka kuman, jumlah angka kuman selama pendiaman 1 jam yaitu 463.500 CFU/ gr, 2 jam 260.500 CFU/ gr, 3 jam 58.250 CFU/ gr, 4 jam 142.500 CFU/ gr dan 5 jam 302.500 CFU/ gr. 2. Daging ayam yang diberi parutan rimpang lengkuas putih (Alpiniagalanga

Linn Swartz) mengalami kenaikan angka kuman pada pendiaman 5 jam. 3. Waktu pendiaman yang paling efektif menurunkan angka kuman adalah 3

jam. 4.2. Saran

1. Pada penelitian ini hanya dilakukan sampai perendaman selama 5 jam, maka perlu dilakukan penelitian lagi dengan menambah waktu perendaman sampai dengan 24 jam agar dapat diketahui nilai angka kuman yang melebihi ambang batas menurut persyaratan SNI (maksimal 106 CFU/gr). 2. Masyarakat dapat menggunakan parutan rimpang lengkuas putih (Alpinia

galanga Linn Swartz) untuk merendam daging ayam sehingga bisa memperpanjang masa simpan daging ayam dan dapat menurunkan angka kuman.

Daftar Pustaka

[1]. Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F, 2015. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Cetakan Kelima. Alfabeta, Bandung: hal 1, 2, 8, 33, 57.

[2]. Dadang WI, Selamet R, Mardi T, Renda D, Ridwan H.,Peni SP, Ryan M,2010,

Daging Ayam Beku Lebih Aman.

http://agrina-online.com/redesign2.php?rid=7&aid=2324, diakses 1 Juni 2016, Yogyakarta. [3]. Udjiana, S. 2008. Upaya Pengawetan Makanan Menggunakan Ekstrak

Lengkuas. Jurnal Teknologi Separasi. Vol. 1, No. 2, 2008-ISSN 1978-8789. [4]. Prajitno A, 2007, Penyakit Ikan-Udang, UM Press, Malang: hal 155.

[5]. Ardiansyah, 2007, Antimikroba dari Tumbuhan, Laboratory of Nutrition Graduate School of Agricultural Science Tohoku. Universitas Sendai, Jepang.

[6]. Gendrowati F., 2015,Tanaman Obat Keluarga, Padi, Jakarta Timur: hal 42 [7]. Dwidjoseputro, D., 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta, hal

75-76.

[8]. Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 3924: 2009, Mutu Karkas dan Daging Ayam.

[9]. Parwata O. A, Dewi F.S. 2008. Isolasi dan Uji Aktifitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga). Jurnal Kimia 2 (2):100-104

(13)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

(www.teknolabjournal.com)

Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 7 ~ 15

ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN:2580-0191(online)

Received : 11-03-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 10-04-2017

Optimasi Air Perasan Buah Merah (

pandanus

sp.) Pada

Pemeriksaan Telur Cacing

Anita Oktari1*, Ahmad Mu’tamir2

1,2

Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung

Jl. Padasuka Atas No. 233 Pasirlayung Bandung 40192, Telp/Fax: 022-7203733

*Corresponding e-mail: nio80zahra@gmail.com

Abstrak

Infeksi cacing atau biasa disebut dengan penyakit cacingan termasuk ke dalam infeksi yang disebabkan oleh parasit. Soil Transmitted Helminths adalah cacing golongan Nematoda Usus yang dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif memerlukan tanah dengan kondisi tertentu. Eosin 2% merupakan zat warna yang digunakan pada pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus. Buah merah (Pandanus sp.) yang merupakan bahan tanaman alami dan bersifat asam mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah. Beta karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan konsentrasi dari variasi air perasan buah merah (Pandanus sp.) yang optimal dapat mewarnai telur cacing.

Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan variasi konsentrasi perbandingan air perasan buah merah dan aquadest (1, 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5). Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa konsentrasi perbandingan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest (1:2) dapat dijadikan alternatif pengganti reagen Eosin 2% untuk mewarnai telur cacing. Namun pada lapang pandang yang menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest (1:2) masih terlihat banyak kotoran sebagai pengganggu dan tidak memberi latar belakang yang kontras, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa buah merah (Pandanus sp.) dapat digunakan untuk mewarnai telur cacing Nematoda Usus.

Kata Kunci : Cacingan, Nematoda Usus, Eosin, Buah Merah (Pandanus sp.)

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

Abstract

Worm infections or can be called by worming included into an infection caused by a parasite. Soil Transmitted Helminths Intestinal Nematodes are worms groups are in their life cycle to reach the infective stage requires soil with certain conditions. Eosin 2% is the dye that is used in the examination of Intestinal Nematode worm eggs. Red fruit (Pandanus sp.) which is a natural plant material and acidic contain carotenoids which produces orange-red pigment. Beta carotene is the predominant pigment of red-orange color that is found naturally in plants and fruits. The aim of this research is to determine the best concentration from variation of red fruit (Pandanus sp.) juice that optimally to color the eggs of the worm.

Research conducted experiments with various concentration ratio of red fruit

(14)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

But in the visual field that uses red fruit (Pandanus sp.) juice and distilled water (1:2) still looks much dirt as a nuisance and does not give a contrasting background. It can conclude that red fruit (Pandanus sp.) juice can use to color the eggs of the worm.

Keywords: Worms, Nematodes Guts, Eosin, Red Fruit (Pandanus sp.)

1. PENDAHULUAN

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminth) merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan 1 milyar penduduk dunia menderita infeksi parasit cacing. Prevalensi pada anak usia Sekolah Dasar (SD) di Indonesia antara 60-70%, paling sering disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Necator americanus. Penelitian yang dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan kasus infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sekitar 25-35% dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) 65-75%. Resiko tertinggi terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan dan bermain di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki.[1]

Di Indonesia angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6%. Data prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia pada tahun 2002 sampai 2006 secara berurutan adalah sebesar 33,3% ; 33,0% ; 46,8% ; 28,4% ; dan 32,6%, sedangkan prevalensi infeksi cacing tambang secara berurutan pada tahun 2002 – 2006 sebesar 2,4% ; 0,6% ; 5,1% ; 1,6% dan 1,0%.[2] Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara tinggi dan kesuburan tanah merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas baik di pedesaan maupun perkotaan.[1]

Dalam identifikasi infeksi penyakit cacing perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup atau yang telah dipulas. Cacing akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau Protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja.[3] Soil Transmitted Helminths adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus) yang dalam perkembangannya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif. Parasit yang termasuk Soil Transmitted Helminths yang habitatnya pada usus manusia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongiloides stercoralis dan cacing tambang (Hookworm) yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale.

Daerah penyebaran Trichuris trichiura sama dengan Ascaris lumbricoides, sehingga kedua cacing ini sering ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Faktor terpenting dalam penyebaran Trichuriasis adalah kontaminasi tanah oleh feses penderita yang akan berkembang dengan baik pada tanah liat, lembab dan teduh.[4]

Penyakit kecacingan cukup membuat penderitanya mengalami kerugian, sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang ditunjukkan sebagai manifestasi dan diperlukan pemeriksaan mikroskopis. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejala klinik kurang dapat dipastikan.[5]

Pemeriksaan telur cacing Nematoda Usus yang paling sederhana adalah Metode Natif menggunakan reagen Eosin 2%. Komposisi reagen ini bersifat asam dan berwarna merah jingga. Pada penelitian ini dikembangkan pemanfaatan salah satu flora yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna yang memiliki sifat yang sama dengan Eosin.[6]

(15)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Nematoda Usus. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang dengan menggunakan ekstrak biji pinang (Areca catechu L) 2%. Preparat awetan telur cacing tersebut setelah menggunakan entelan dapat bertahan selama 3 minggu.[7]

Buah merah (Pandanus sp.) adalah sejenis buah tradisional berasal dari daerah Papua. Tanaman ini termasuk dalam keluarga pandan-pandanan, penyebarannya merata dari dataran tinggi pegunungan hingga dataran rendah pesisir pantai. Kualitas buah merah dipengaruhi oleh iklim dan geografi suatu daerah. Buah merah (Pandanus sp.) dapat menjadi alternatif bahan pewarna telur cacing karena mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah. Beta karoten adalah pigmen warna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Beta karoten adalah senyawa yang memberikan warna jingga pada wortel, labu, ubi dan merupakan senyawa karoten yang paling umum pada tumbuhan.[8]

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi air perasan buah merah (Pandanus sp.) yang optimal dapat mewarnai telur cacing. Untuk mengetahui hasil dari pewarnaan telur cacing menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) tersebut maka telah dilakukan Uji Pendahuluan dengan konsentrasi perbandingan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dan aquadest 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 sampai mendapatkan hasil yang optimal dari penggunaan air perasan buah merah (Pandanus sp.) ini. Hasil dari uji pendahuluan tersebut setelah diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 100X sampai 400X, didapatkan telur cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura.

2. Metode Penelitian 2.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini variabel yang diamati adalah kejelasan tentang bentuk dan warna telur cacing pada preparat yang menggunakan air perasan buah merah (Pandanus sp.) dengan variasi konsentrasi 1:1,1:2,1:3, 1:4, 1:5 dan Eosin 2 % sebagai kontrol. Desain penelitian ini menggunakan Static Group Comparison, yaitu suatu kelompok dikenakan perlakuan tertentu, kemudian diamati pengaruh hasil dari masing-masing variasi waktu pewarnaan.

Sampel dalam penelitian ini menggunakan feses positif cacingan dengan pengawet formalin 10% yang didapat dari Laboratorium Parasitologi Universitas Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi yang berlokasi di Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Bandung pada bulan Juni-Juli tahun 2016.

Hasil penelitian yang didapatkan adalah kualitas pewarnaan berdasarkan Likert Scale (skoring). Skor 1 diberikan apabila kualitas preparat memberikan lapang pandang tidak kontras, telur cacing tidak menyerap warna dan bagian telur tidak terlihat jelas. Skor 2 diberikan pada kualitas preparat memberikan lapang pandang kurang kontras, telur cacing kurang menyerap warna , bagian telur kurang terlihat jelas. Skor 3 diberikan apabila kualitas preparat memberikan lapang pandang yang kontras, telur cacing menyerap warna dan bagian telur terlihat jelas. Pengamatan dilakukan oleh peneliti dan tiga orang verifikator yang ahli dalam Bidang Parasitologi.

2.2. Instrumen Penelitian

(16)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Buah Merah : Aquadest (1:2), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:3), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:4), Konsentrasi Air Perasan Buah Merah : Aquadest (1:5), Sampel Feses (+) Telur Cacing Nematoda Usus dalam Formalin 10%.

2.3. Persiapan dan Pembuatan Reagen 2.3.1. Pembuatan Eosin 2%

Eosin 2 gram ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest. 2.3.2. Pembuatan Air Perasan Buah Merah (Pandanus sp.)

Buah Merah utuh ditimbang, dipisahkan tongkol dan kulitnya, kulit buah merah ditimbang lagi, kemudian kulit buah merah diblender untuk mendapatkan sari buah merah, selanjutnya sari buah merah diperas dengan menggunakan saringan. Hasil air perasan ini yang digunakan untuk penelitian.

Perhitungan Persen (%) air perasan buah merah yang digunakan :

x 100% =

x 100% = 0,7 %

Keterangan :

Kulit 1 (yang diblender untuk mendapat air perasan buah merah) = 584 g Berat Air Perasan = 4,1045 g

2.3.3. Pembuatan Larutan Stok Air Perasan Buah Merah:Aquadest (1:1)

Dimasukkan 10 tetes Air Perasan Buah Merah ke dalam tabung reaksi dan 10 tetes aquadest. Dicampur hingga homogen. Larutan siap digunakan. Kemudian diencerkan menjadi 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5.

2.4. Cara Kerja Pemeriksaan Telur Cacing pada Kontrol

Adanya telur cacing dalam tinja dapat diketahui dengan pemeriksaan secara mikroskopis dengan pengecatan larutan Eosin 2%, kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 100X sampai 400X.

2.5. Cara Kerja Penelitian

Proses pengolahan buah merah untuk menjadi air perasan buah merah yaitu buah merah utuh ditimbang, dipisahkan tongkol dan kulitnya, kulit buah merah ditimbang lagi, kemudian kulit buah merah diblender untuk mendapatkan sari buah merah, selanjutnya sari buah merah diperas dengan menggunakan saringan. Hasil air perasan ini yang digunakan untuk penelitian.

Adanya telur cacing dalam tinja dapat diketahui dengan pemeriksaan secara mikroskopis dengan pengecatan menggunakan variasi perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100X sampai 400X.

2.6. Analisa Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16 dengan analisa data menggunakan pengujian hipotesa Kruskal-Wallis dan Mann-U Whitney. Hasil pengujian hipotesa adalah sebagai berikut :

(17)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

H1 diterima apabila nilai sig (p-value)<0.05: Kualitas pewarnaan telur cacing berbeda signifikan atau tidak sama.

3. Hasil Dan Pembahasan

Pada penelitian tentang optimasi air perasan Buah Merah (Pandanus sp.) pada pemeriksaan telur cacing, maka didapatkan hasil prosentase air perasan buah merah adalah 0,7% sebanyak 5 mL untuk satu perempat buah merah atau sebanyak 20 mL untuk satu buah merah utuh dengan berat 4846 gram dan data hasil penelitian pada setiap perlakuan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Penelitian pada Setiap Perlakuan Replikasi Konsentrasi Air Perasan

Buah Merah : Aquadest

Kontrol Eosin 2% 1 1:1 1:2 1:3 1:4 1:5

1 2 1 2 1 1 1 3

2 1 1 2 2 1 1 3

3 1 2 1 1 1 1 3

4 2 1 2 1 1 2 3

5 2 1 1 1 1 1 3

6 1 1 2 1 2 1 3

Sumber : Data primer

Keterangan : Kriteria penilaian :

1 : Lapang pandang tidak kontras, telur cacing tidak menyerap warna, bagian telur tidak jelas terlihat.

2 : Lapang pandang kurang kontras, telur cacing kurang menyerap warna, bagian telur kurang jelas terlihat.

3 : Lapang pandang kontras, telur cacing menyerap warna, bagian telur jelas terlihat.

Hasil Penelitian yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan terhadap kontrol. Namun berdasarkan nilai mean rank, kualitas pewarnaan yang paling mendekati kualitas Eosin 2% (kontrol) adalah konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2).

Berdasarkan input data SPSS yang telah dilakukan pengujian hipotesa dengan Kruskal Wallis atau Mann-U Whitney diperoleh nilai mean ranks yang merupakan pencerminan dari kualitas pewarnaan telur cacing oleh konsentrasi air perasan buah merah. Nilai mean ranks yang semakin tinggi menunjukkan kualitas pewarnaan yang semakin baik yaitu mendekati kategori preparat pewarnaan yang baik yaitu kontras dengan lapang pandang, telur cacing terwarnai dan bagian telur terlihat jelas. Nilai mean ranks yang sama antar perlakuan memberikan gambaran bahwa kualitas pewarnaan pada preparat telur cacing adalah sama.

(18)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Bagi nilai mean rank yang berbeda dilakukan pengujian hipotesa apakah perbedaan nilai mean rank antar perlakuan memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan atau tidak dengan uji Kruskal-Wallis. Lima nilai mean rank yang berbeda memberikan hasil yang berbeda signifikan (nilai sig/p-value<0.05). Maknanya berarti terdapat perlakuan yang memberikan hasil secara signifikan dengan perlakuan yang lain. Namun untuk menganalisis secara detail, antar perlakuan diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Pengujian dilakukan dengan analisis uji Mann- U whitney.

Hasil uji statistik menggunakan uji Mann-U Whitney maka dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi air perasan buah merah memberikan kualitas pewarnaan yang berbeda signifikan terhadap kontrol. Namun berdasarkan nilai mean rank, kualitas pewarnaan yang paling mendekati kualitas Eosin 2% (kontrol) adalah konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2).

Buah merah mengandung zat-zat gizi bermanfaat dalam kadar tinggi, diantaranya betakaroten, tokoferol, asam oleat, asam linoleat dan dekanoat yang merupakan senyawa-senyawa obat aktif.[6] Buah merah mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan system kekebalan tubuh dan proses metabolisme. Komponen senyawa buah merah meliputi karotenoid, betakaroten, tokoferol, alfa tokoferol,dan fatty acid yang berperan sebagai senyawa anti radikal bebas pengendali beragam penyakit seperti kanker, hipertensi, paru–paru dan infeksi.[9]

Buah merah dapat menjadi alternatif lain karena mengandung karotenoid yang menghasilkan pigmen berwarna orange-merah.[8] Beta karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan.Kandungan antioksidan di dalam buah merah diantaranya Karoten (12.000 ppm), Betakaroten (700 ppm), Tokoferol (11.000 ppm).

Pada penelitian ini, pewarnaan telur cacing bertujuan untuk memudahkan dan mempelajari bentuk telur cacing Nematoda Usus,memperjelas dan melihat bentuk telur cacing, serta kontras pada preparat telur cacing dengan menggunakan mikroskop. Eosin dan buah merah mengandung zat warna asam, pewarnaan menggunakan Eosin 2% menghasilkan warna merah pada sitoplasma, lapang pandang kontras dan telur cacing menyerap warna. Namun pada air perasan buah merah yang banyak mengandung asam lemak sehingga pada pewarnaan menggunakan perbandingan air perasan buah merah dan air, terlihat lapang pandang kurang kontras dan telur cacing kurang menyerap warna. Perbedaan kualitas pewarnaan ini juga salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan pH antara eosin dengan perbandingan konsentrasi perlakuan pewarnaan dimana pH Eosin 2% adalah 5 dan pH perbandingan konsentrasi air perasan buah merah dengan aquadest adalah 4,5.

Gambar 1. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:1)

Telur Cacing

Trichuris trichiura

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

(19)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Gambar 2. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:2)

Gambar 3. A. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah murni (perlakuan 1); B. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:3)

Gambar 4. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:4)

Kotoran

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

Telur Cacing

Trichuris trichiura

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

Kotoran

A B

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

Kotoran

Telur Cacing

(20)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

Gambar 5. Lapang pandang dari pewarnaan air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:5)

Gambar 6. A. Lapang pandang dari pewarnaan menggunakan Eosin 2% (kontrol); B. Lapang pandang dari telur cacing tanpa pewarnaan

4. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian tentang optimasi air perasan buah merah (Pandanus sp) pada pemeriksaan telur cacing, didapatkan hasil prosentase air perasan buah merah adalah 0,7% sebanyak 5 mL untuk satu perempat buah merah atau sebanyak 20 mL untuk satu buah merah utuh dengan berat 4846 gram. Dari hasil penelitian didapatkan perbandingan konsentrasi yang baik dan optimal adalah perbandingan konsentrasi air perasan buah merah : aquadest (1:2) sebagai alternatif pengganti Eosin 2% pada pemeriksaan telur cacing.

Daftar Pustaka

[1] Rusmanto, Dwi, J Mukono, “Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan Kejadian Kecacingan,”The Indonesian Journal of Publick Health, vol. 8, p. 105-111, 2012.

[2] Departemen Kesehatan RI, “Profil Kesehatan Indonesia”, 2006.

[3] Kadarsan S, Binatang Parasit, "Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik," Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 2005.

[4] Onggowaluyo JS, “Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinik,” ECG, Hal 11-31, 2001.

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

Telur Cacing

Trichuris trichiura

Kotoran

Telur Cacing

Ascaris lumbricoides

Kotoran

(21)

Optimasi Air Perasan Buah …(Anita Oktari)

[5] Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I Herry, “Parasitologi Kedokteran,’” Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, 2000.

[6] Harbelubun AE, Kesulija EM, dan Rahawarin YY, “Tumbuhan Pewarna Alami dan Pemanfaatannya Secara Tradisional oleh Suku Marori Men-Gey di Taman Nasional Wasur Kabupaten Merauke,” Biodiversitas 6(4):281-284, 2005.

[7] Bangusa, Agus, Heriyanto, “Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L) sebagai Alternatif Pewarna Preparat Awetan Telur Cacing Nematoda Usus,” Skripsi, Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih, Bandung, 2017.

[8] Budi I. M, “Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisio Kimia Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya,” Thesis, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor, 2001.

(22)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

(www.teknolabjournal.com)

Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 16 ~ 22

ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN:2580-0191(online)

Received : 27-02-2017; Revised : 21-03-2017 ; Accepted : 25-04-2017

Gambaran Sedimen Urine Pada Masyarakat Yang

Mengkonsumsi Air Pegunungan Di Kecamatan

Kendari Barat Kota Kendari

Ruth Mongan1*, Supiati2, Susi Mangiri3

1,2,3

Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes kemenkes Kendari Jl. AH. Nasution. No. G.14, Anduonohu, Kendari, telp (0401) 392492

*Corresponding author email: ruth.mongan0401@gmail.com

ABSTRAK

Air yang bersih dan sehat merupakan kualifikasi yang sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Air pegunungan yang dikonsumsi masyarakat Kelurahan Sodoha Kota Kendari, pada umumnya memiliki kualitas yang baik, tetapi dapat berubah kualitasnya karena berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sedimen urin pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan d i Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari.

Jenis penelitian adalah deskriptif, dengan menentukan prosentase sedimen urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan melalui pemeriksaan laboratorium. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 Kepala Keluarga yang tinggal di Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari, dengan teknik pengambilan simple random sampling

(sampel acak secara sederhana). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan prosentase sedimen urin abnormal, yaitu leuokosit dan eritrosit 6,7 %, epitel 23,3 %, silinder, kalsium oksalat, asam urat, dan bakteri masing-masing 3, 3 %. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan adanya sedimen organik yang meliputi, leukosit, eritrosit, silinder, epitel dan bakteri pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari.

Keywords: Air pegunungan, Sedimen, Sodohoa, Urin.

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

1. PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan penting bagi makhluk hidup di muka bumi, terutama bagi manusia. Air berperan dalam segala bidang yaitu pertanian, industri, dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, sehingga air yang digunakan harus memenuhi standar ataupun syarat dari segi kualitas maupun kuantitas. Air yang bersih dan sehat merupakan kualifikasi yang sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Air minum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan.[1]

(23)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

persyaratan kualitas air Minum, air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.[2] Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan disebarkan melalui air. Penyakit-penyakit tersebut merupakan akibat semakin tingginya kadar pencemar yang memasuki air.[3]

Keterbatasan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat memerlukan adanya teknologi tepat guna untuk pengolahanya yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Untuk memperoleh air bersih minimal diperlukan suatu proses pengolahan standar dengan kapasitas produksi yang sangat besar, agar dapat dinikmati oleh masyarakat.[4] Menurut Sandra [5] air minum merupakan air yang dapat diminum langsung tanpa dimasak terlebih dahulu. Sedangkan air bersih merupakan air yang digunakan keperluan sehari-hari, memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak terlebih dahulu.

Air minum yang ideal harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung kuman patogen. Air seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya.[6] Komposisi mineral dalam air minum yang bersumber dari air permukaan (dataran tinggi/rendah) didominasi oleh unsur kalsium dan magnesium, kadar kalsium (Ca2+). Hal inilah yang harus diwaspadai karena diduga dapat mengakibatkan hipereksresi kalsium urin dan supersaturasi (kristalisasi kalsium oksalat) yang merupakan proses awal terjadinya batu saluran kemih.[7]

Air pegunungan pada umumnya memiliki kualitas yang baik, mengandung mineral-mineral yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan dan tidak mengandung unsur-unsur pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan. Batuan akuifer pegunungan pada umumnya disusun oleh mineral- mineral yang memberikan unsur-unsur kimia air tanah yang diperlukan oleh manusia. Sumber air pegunungan juga biasanya jauh dari sumber pencemaran.

Diantara penduduk masyarakat di Kota Kendari yang mengkonsumsi air pegunungan salah satunya adalah masyarakat yang bermukim di daerah Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari. Air pegunungan y a n g d i k o n s u m s i m e r u p a k a n air yang dihasilkan dari penampungan mata air. Masyarakat banyak memanfaatkan air pegunungan ini karena harganya murah dan olahannya sangat mudah.

Air pegunungan walaupun banyak dikonsumsi penduduk, dapat menurun kualitasnya. Kepadatan penduduk, dan tata ruang yang salah, dapat berakibat menurunnya kualitas air pegunungan. Penggunaan air pegunungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat membahayakan organ tubuh karena adanya senyawa kimia dalam air minum yang melebihi ambang batas konsentrasi. Selain itu dapat menimbulkan penyakit gangguan fungsi organ tubuh seperti fungsi ginjal, hati otak, bahkan kelainan mental. Senyawa kimia ini bisa secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia mencemari air minum. Beberapa zat kimia yang bersifat membahayakan terhadap tubuh manusia adalah zat kapur, logam berat, pestisida, senyawa polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan.[8] Beberapa zat kristal dalam urin yang bersifat abnormal terhadap tubuh manusia adalah kalsium oksalat, triple fosfat, cilinder dan sebagainya.[9]

(24)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian adalah deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prosentase sedimen urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kecamatan kendari Barat Kota Kendari. Pemeriksaan dengan uji laboratorium dilakukan untuk melihat prosentase sedimen urin yang terdapat dalam urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kendari barat.

Populasi dalam penelitian ini penduduk di kelurahan Sodoha kecamatan kendari barat, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan mereka yang bersedia berpartisipasi dalam pemeriksaan sedimen urin, dengan kriteria inklusi: penduduk laki-laki dan perempuan, dan ada di lokasi saat dilakukan pemeriksaan. Sampel.[11]

3. Hasil dan Pembahasan

Pada Penelitian ini dapat dilihat data distribusi responden menurut Jenis kelamin dan umur pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

%

1 Perempuan 27 90

2 Laki-laki 3 10

Total 30 100

Sumber: Data Primer

Dari data distribusi tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden yang menjadi sampel penelitian, terdapat 27 responden (90%) berjenis kelamin Perempuan, dan 3 responden (10%) berjenis kelamin Laki-Laki.

Tabel 2 Distribusi sampel penelitian menurut Umur No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)

1 6-12 1 3,3

2 13-19 3 10,0

3 20-26 15 50,0

4 27-32 5 16,7

5 33-39 1 3,3

6 40-46 1 3,3

7 47-53 3 10,0

8 54-60 0 0

9 61-67 1 3,3

Total 30 100

Sumber : Data Primer

(25)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan) Tabel 3. Hasil Pemeriksaan sedimen urine

No Sedimen Urine Normal Abnormal

N % N %

1 Leukosit 28 93,3 2 6,7 2 Eritrosit 28 93,3 2 6,7 3 Epitel 17 56,6 7 23,3 4 Silinder 29 96,7 1 3,3 5 Kalsium oksalat 29 96,7 1 3,3 6 Asam urat 29 96,7 1 3,3 7 Sistin 30 100 0 0 8 Bakteri 29 96,7 1 3,3

Sumber: Data Primer

Data tabel 3 menunjukkan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi Air pegunungan di Kelurahan Sodoha, Kecamatan Kendari barat. Tabel tersebut menunjukkan jumlah Leukosit normal 28 (93,3%) dan abnormal 2 (6,7%), jumlah Eritrosit normal 28 (93,3%) abnormal 2 (93,3%). Jumlah Epitel normal 17 (56,6%) abnormal 7 (23,3%), Silinder normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3), Jumlah Calsium Oxalat normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3%), jumlah Asam urat normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%), jumlah sistin normal 30 (100%), jumlah bakteri normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%).

Pemeriksaan sedimen urine atau mikroskopik pada urine merupakan pemeriksaan lanjutan setelah pemeriksan kimia urine, yang penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit. Pemeriksaan sedimen ini biasa menggunakan urine pagi ataui urine sewaktu, setelah mengumpulkan urine segera di lakukan pemeriksaan. Untuk penundaan pemeriksaan urine sebaiknya diberikan pengawet karena akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang di keluarkan seperti terjadinya pertumbuhan bakteri, kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, perubahan bentuk leukosit/rusak, urine menjadi makin keruh, perubahan warna dan bau, serta nitrit menjadi positif.[12]

Pada pemeriksaan sedimen urine masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kelurahan Sodohoa, Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari di dapatkan variasi gambaran sedimen, dimana hal ini merupakan indikasi kesehatan dan zat-zat yang di konsumsi dalam kehidupan sehari- hari. Pengamatan sedimen tergantung apa yang ada dalam urine normal, dan bisa di identifikasi secara akurat dalam membandingkan antara bentuk normal dan abnormal. Munculnya beberapa partikel atau elemen dalam urine mungkin normal, Hal ini dapat berupa sel-sel darah, sel-sel yang melapisi saluran kencing (epitel squamous), partikel protein silinder yang telah terbentuk di nefron (gips), Kristal yang terbentuk dalam urine, dan sel asing misalnya spermatozoa, mikroorganisme, atau kontaminan.[13]

Eritrosit pada sedimen urine normal dengan jumlah 0-5 sel/LPB dapat ditemukan. Jumlah lebih dari 5/LPB harus di selidiki secara menyeluruh dan penyebab hematuria harus dicari. Dalam pemeriksaan mikroskopik eritrosit terlihat mirip dengan yang di temukan pada darah perifer. Dalam urine hipertonik, eritrosit bisa crenated dan dalam urine hipotonik eritrosit bisa bengkak, menjadi bola, dan waktunya akan pecah, sehinnga jumlah eritrosit berkurang pada sedimen urine.

(26)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

bergerak secara amuboid dengan pseudopodia. PMN dalam urine dapat segera di ketahui inti multi segmennya dan sitoplasma granular.[13]

Sel epitel urine normal berisi tiga varietas utama sel epitel: tubular ginjal, transisi (urothelial), dan squamos. Sel- sel ini melapisi saluran kemih, tubulus dan nefron. Sel epitel renal tubular jarang ada dalam sedimen urine yang normal (0-1/LPB). Bila ada, biasanya dalam bentuk tunggal tetapi juga di temukan berpasangan. Sel transisi merupakan lapisan epitel pada sebagian besar saluran kemih dan sering tampak di sedimen (0-1/LPB). Bentuknya bertingkat-tingkat dan biasanya dengan lapisan sel tebal dengan tiga bentuk utama yaitu bulat, polyhedral, dan kecebong. Sel epitel squamos adalah yang termudah dari semua sel epitel, dan mudah di kenali dan sering di jumpai dalam urine karena bentuknya yang besar dan datar, Spesimen urine porsi tengah paling baik di gunakan.[13]

Silinder terbentuk dari kumpulan zat- zat atau sel-sel yang terbentuk padat memanjang dengan ujung bulat. Adanya silinder dalam urine mengindikasikan gejala kerusakan ginjal baik akut maupun kronis. Tidak ada tipe silinder tertentu bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus, walaupun terdapat silinder eritrosit dan silinder leukosit.[14]

Kristal terbentuk berkaitan dengan konsentrasi berbagai garam di urine yang berhubungan dengan metabolisme makanan pasien dan asupan cairan serta dampak dari perubahan yang terjadi dalam urine setelah koleksi sampel (yaitu perubahan pH dan suhu yang mengubah kelarutan garam dalam urine dan menghasilkan pembentukan kristal). Kristal kalsium oksalat paling sering ditemukan pada urine asam dan netral. Bentuk yang umum adalah bentuk dihidrat, Kristal berwarna mirip bentuk amplop. Kristal jenis ini di temukan dalam urine normal, yaitu terutama setelah mengkonsumsi asam askorbat dalam dosis besar atau makanan yang kaya akan asam oksalat.[15]

Kristal asam urat ada di urine dalam konsentrasi yang tinggi dan umumnya menghasilkan berbagai macam struktur kristal, kristal asam urat ada dalam berbagai bentuk seperti batang, kubus, piring, dan seperti batu asahan. Kristal asam urat larut dalam larutan alkalis dan tidak larut dalam asam. Biasanya berwarna kuning pucat, kristal asam urat sering di kaitkan dengan batu ginjal, tetapi keberadaanya di urine orang normal adalah sanngat umum.[15]

Sistin jarang di jumpai (tidak umum), berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedangkan kristal sistin di urine tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak karena mengandung sulfur, kristal sistin berasal dari zat yang seharusnya tidak ada dalam urine,maka dapat mengindikasikan masalah metabolisme. Obat-obatan dan pewarna kontras sinar-x- juga dapat mengkristal di dalam urine.[16]

Urine seharusnya steril sehingga tidak akan ada mikroorganisme di urine yang mengindikasikan adanya infeksi. Bakteri dapat memasuki saluran kemih melalui uretra dan naik ke kandung kemih seperti dalam penggunaan air yang terkontaminasi. Bakteri yang terdapat dalam sedimen urine juga dapat merupakan kontaminan, terutama pada wanita, atau wadah sampel yang tidak steril.[13]

(27)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

Hasil penelitian menunjukkan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kelurahan Sodohoa Kecamatan Kendari Barat jumlah Leukosit normal 28 (93,3%) dan abnormal 2 (6,7%), jumlah Eritrosit normal 28 (93,3%) abnormal 2 (93,3%). Jumlah Epitel normal 17 (56,6%) abnormal 7 (23,3%), Silinder normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3), Jumlah kalsium oksalat normal 29 (96,7) abnormal 1 (3,3%), jumlah Asam urat normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%), jumlah sistin normal 30 (100%), jumlah bakteri normal 29 (96,7%) abnormal 1 (3,3%).

Pada penelitian ini didapatkan responden yang urinnya mengandung kalsium oksalat sebanyak 3,3 %. Air minum yang mengandung kalsium berhubungan dengan kondisi geografis.[17] Didaerah yang airnya mengandung kapur, insiden penderita batu saluran kencing relatif tinggi. Keterbatasan penelitian adalah tidak dilakukannya observasi mengenai responden yang menderita infeksi saluran kencing.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang di lakukan oleh Obiet [18] yang meneliti perbedaan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan RRI Lama dan Jalan Lasolo, dimana temukan adanya sedimen urin yang abnormal pada masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan.

4. Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian menunjukkan adanya gambaran sedimen organik pada urin masyarakat yang mengkonsumsi air pegunungan di Kecamatan Kendari Barat, Kota kendari, yang meliputi: leukosit, eritrosit, silinder, epitel, dan bakteri.

Daftar Pustaka

[1] U. Suriawiria, Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Bandung: Penerbit Alumni, 2008.

[2] P. M. K. N. 492/menkes/PER/IV/2010 tentang P. kualitas air Minum, “No Title.”

[3] K. . Buckle, E. R.A, Fleet, and W. M, Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press, 2009. [4] C. Sutrisno and Totok, Teknologi Penyediaan Air Bersih. 2004.

[5] Sandra, Shristyana, and L. Sulistyorini, Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan Konsumen air minum isi ulang dengan penyakit diare. Surabaya: Artikel Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga, 2007.

[6] K. Theo, Pengawasan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Banyumas Terhadap Kualitas air minum Isi Ulang (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Jendral Sudirman, 2013.

[7] R. Siener, A. Jahnen, and A. Hesse, “Influence of a Mineral Water Rich in Calcium, Magnesium and Bicarbonater on urine Compostion and The Risk of

calcium Oxalate crystallization,” Eur K.Clin.Nutr, vol. 58, pp. 270–276, 2004. [8] H. Effendi, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta: Kanisius, 2010.

[9] Y. Warman, “Pengawasan Kualitas Air minum Isi Ulang oleh Dinkes Kota

Pekanbaru Tahun 2008,” www.wordpress.com, 2008.

[10] R. Yunus and T. Yuniarti, “Gambaran Hasil Pemeriksaan Kristal Urin Orang Yang meminum Air Minum Kemasan isi Ulang (air Galon) dan orang meminum

air minum dari sumur gali,” Meditoty J., vol. 4, no. 1, pp. 1–6, 2016.

[11] S. Arikunto, Metode Penelitian: Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.

[12] H. Hardjooeno and Fitriani, Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar: Lembaga Penerbit Unhas, 2007.

(28)

Gambaran Sedimen Urin Pada … (Ruth Mongan)

[14] E. . Kosasih, Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Edisi Kedua. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2008.

[15] R. Gandasoebrata, Kalsium dalam Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat, 2004.

[16] A. . Sutedjo, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books, 2007.

[17] A. Ahmadi, “Gambaran sedimen urin pada masyarakat yang minum dari air

sumur setempat di desa Jetis RT 02/III Blora,” Universitas Muhammadiah

Semarang, 2010.

[18] Obiet, “Perbedaan sedimen urine pada masyarakat yang mengkonsumsi air

(29)

JURNAL TEKNOLOGI LABORATORIUM

(www.teknolabjournal.com)

Vol.6, No.1, Maret 2017, pp. 23 ~ 27

ISSN: 2338 – 5634 (print); ISSN:2580-0191(online)

Received : 13-03-2017; Revised : 29-03-2017 ; Accepted : 25-04-2017

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis

(

garcinia mangostana

l.) Terhadap

Staphyllococcus

aureus

dan

Escherechia coli

Sujono1*, Anik Nuryati2

1,2

Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jln. Ngadinegaran MJ III/62 Yogyakarta

Corresponding author email: sujono_analis@yahoo.co.id

ABSTRACT

Alfa mangostin, gamma-mangostin and xanthone group compounds are secondary metabolites contained in mangosteen (G. mangostana L.) which can be isolated from the fruit, bark, leaves and rind of mangosteen. All three compounds were shown to inhibit stronger against Mycobacterium tuberculosis. Alfa mangostin also active against Staphylococcus aureus

and Enterococcus bacteria that are resistant to vancomisin and methicillin. Objective of this study to determine the antibacterial activity of methanol extract of mangosteen rind against

Staphyllococcus aureus and Escherechia coli in vitro.

Antibacterial activity test used is the diffusion wells and paper disc diffusion method. The test results obtained antibacterial activity of methanol extract of mangosteen rind can inhibit the growth of Staphyllococcus aureus at a concentration of 16%, but below its resistance zone diameter Cyprofloxacin. As against Escherichia coli, the methanol extract of mangosteen rind could not inhibit the growth of bacteria.

Keywords: Antibacterial; Escherichia coli; Mangosteen; Staphylococcus aureus

© 2017 Jurnal Teknologi Laboratorium

1. PENDAHULUAN

Sejak jaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal dan menggunakan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa secara turun temurun.[1]

Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton terprenilasi, alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B. Senyawa xanton terprenilasi yang diisolasi dari kulit buah manggis, telah dibuktikan sebagai anti mikroorganisme yaitu sebagai antituberkulosa. Alfa mangostin, gamma-mangostin dan garsinon B juga menunjukkan mampu menghambat terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis.[2]

(30)

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

(gentamisin dan vancomisin) terhadap kedua bakteri tersebut. Alfa mangostin juga mempunyai efek antiplasmodial level menengah, sedangkan xanton terprenilasi yang mempunyai gugus alkilamino menghambat sangat poten.[3]

Banyaknya produk obat dari kulit buah manggis yang beredar di pasaran menyebabkan konsumen semakin sulit untuk memilih produk mana yang akan dibeli. Berbagai macam kandungan zat berkhasiat dalam kulit menunjukkan perbedaan pula dalam antivitasnya sebagai antioksidan, anti inflamasi, antibakteria dan anti kanker.

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas. Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.[4]

EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli) telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat menjadi penyebab utama diare infeksius. Awal penyakit ditandai dengan gejala diare sedang hingga berat (10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.[4]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri kulit buah manggis terhadap Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli. Penelitian menggunakan ekstrak kulit manggis menggunakan metanol sebagai pelarut, merupakan senyawa alkohol yang paling sederhana, mudah menguap, mudah terbakar dan bersifat polar.

2. METODE PENELITIAN

Sampel berupa simplisia serbuk kulit buah manggis yang diperoleh dengan mengumpulkan serbuk kulit buah manggis dalam kemasan bermerk yang dijual di apotik. Ekstrasi menggunakan metode meserasi, karena bahan yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam larutan pengekstrak sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat – zat yang mudah larut akan terlarut [5].

Simplisia serbuk kulit buah manggis ditambah pelarut Metanol 70%. Larutan diaduk selama 30 menit, didiamkan 24 jam, kemudian disaring dan diulang sebanyak 2 kali. Filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 70 ºC sehingga menjadi ekstrak kental kulit buah manggis, kemudian ekstrak kental dituang dalam cawan porselin dan dipanaskan dengan waterbath suhu 70 ºC sambil terus diaduk sampai diperoleh ekstrak yang lebih kering dan beratnya tetap. Selanjutnya ekstrak metanol kulit buah manggis dibuat konsentrasi 0,5% b/v, 1% b/v, 2% b/v, 4% b/v, 8% b/v, 16% b/v, 32% b/v dan 64% b/v dengan pelarut Poly Ethylen Glikol (PEG) 5%.

Bakteri penguji yang digunakan adalah Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Yogyakarta. Uji antibakteri secara invitro dilakukan di BLK Yogyakarta dengan dua metode, yaitu metode difusi sumuran dan metode difusi kertas cakram.

2.1. Metode Difusi Sumuran[6]

(31)

Uji Antibakteri Ekstrak Metanol … (Sujono)

padat dan dibuat sumuran dengan diameter 5 mm. Sebanyak 500 mikroliter ekstrak metanol kulit buah manggis dari masing-masing konsentrasi diisikan pada tiap sumuran, dengan ulangan sebanyak empat kali. Media tersebut diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam, selanjutnya diukur zona penghambatan pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pembanding yang digunakan adalah pelarut PEG 5% dan disk Cyprofloxacin 10µg.

2.2. Metode Difusi Kertas Cakram[6].

Inokulum bakteri diinkubasi pada Mueller Hinton broth pada suhu 37°C selama 18 jam setelah itu diencerkan dengan 0.85% larutan NaCl steril sehingga mencapai kekeruhan setara dengan standar McFarland no. 0.5 (106-8 CFU/ml). Setiap inokulum bakteri disebarkan perlahan-lahan pada cawan petri yang berisi media Mueller Hinton agar padat. Sebanyak 15 mikroliter ekstrak metanol kulit buah manggis dari masing-masing konsentrasi tersebut diatas diteteskan pada kertas cakram steril. Kertas cakram steril yang telah ditetesi dengan ekstrak etanol kulit buah manggis diletakkan pada permukaan media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah diinokulasi dengan isolat bakteri, menggunakan pinset steril. Masing-masing konsentrasi dilakukan empat kali pengulangan, media tersebut diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam, kemudian diukur zona penghambatan pertumbuhan bakteri disekitar sumuran. Pembanding yang dgunakan adalah pelarut PEG 5% dan disk Cyprofloxacin 10µg.

2.3. Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik zona hambatan untuk menentukan kadar hambatan minimal. Data diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Staphyllococcus aureus atau Escherechia coli, apabila berdistribusi normal diuji dengan Independent Sample t Test atau Anova One Way dan apabila berdistribusi tidak normal diuji dengan Mann Whitney U atau Kruskal Wallis Test.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran diameter zona hambatan ekstrak metanol kulit buah manggis terhadap Staphyllococcus aureus dan Escherechia coli didapatkan data seperti pada grafik sebagai berikut:

Gambar 1. Grafik Rerata diameter zona hambatan pertumbuhan Staphyllococcus aureus dan

Escherechia coli dengan ekstraks metanol kulit buah manggis.

Gambar

Tabel 1. Data Hasil Perhitungan Angka Kuman pada Berbagai Lama Perendaman
Tabel 1. Data Hasil Penelitian pada Setiap Perlakuan
Gambar 1. Lapang pandang dari pewarnaan          air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:1)
Gambar 4. Lapang pandang dari pewarnaan             air perasan buah merah : aquadest (perbandingan 1:4)
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ Hasilnya sangat bagus sekali mbak. Dengan pendekatan- pendekatan langsung maka peserta didik akan lebih mengerti bahwa contoh merokok itu tidak baik, balapan

Kegiatan aksi pembibitan sebagai langkah untuk meningkatkan jumlah kerbau bibit yang memiliki kualitas genetik unggul untuk perbaikan produktivitas populasi kerbau

Menanggapi kebutuhan hunian semenetara dalam lingkup mitigasi bencana di wilayah Bali, penerapan konsep mandala dalam bangunan kontainer menjadi dasar dala tata

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “Implementasi Program Gerdu Kempling Bidang Ekonomi Kota Semarang Tahun 2011” dengan lokus Kelurahan

Debitur ingkar janji telah sepatutnya jika mengeksekusi benda yang dibebani sebagai agunan, namun hal yang disayangkan oleh debitur adalah adanya kesepakatan dalam akad

trigonometrik sering dinamakan sistem trigonometrik. Dalam penerapan, khususnya dalam getaran dan konduksi panas, penuh dengan masalah-masalah yang harus dimodelkan dengan

Jika yang datang adalah data, maka informasi tersebut akan diteruskan ke modem untuk selanjutnya ke computer. Prinsip

Jika selesema burung H5N1 berubah ansur menjadi strain yang boleh merebak dari manusia kepada ma- nusia maka ia akan dianggap virus influ- enza manusia atau pandemik yang