• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT (9)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT (9)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM

FILSAFAT

Disusun oleh:

Kelompok 6

(2)

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Pancasila sebagai sistem filsafat di Indonesia tentu saja memegang peranan yang amat penting, terutama bagi warga dan negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan pedoman hidup Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia sudah seharusnya memahami apa itu Pacasila sebagai sistem filsafat Indonesia.

Selain itu, diharapkan masyarakat dapat menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar Bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju dan taat akan peraturan, sehingga warga negara Indonesia tentu akan dijadikan sorotan bangsa kain dan disegani oleh warga negara asing.

II. Rumusan Masalah 1. Apa itu Filsafat?

2. Apa pengertian dari Filsafat Pancasila?

3. Bagaimana Pancasila ditinjau dari cabang Filsafat? 4. Bagaimanakah bentuk dari Filsafat Pancasila?

5. Apakah sebenarnya fungsi utama dari Filsafat Pancasila bagi warga Negara Indonesia?

6. Apa saja kasus-kasus yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan Filsafat Pancasila?

III. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian Filsafat

2. Untuk mengetahui tentang pengertian Filsafat Pancasila 3. Untuk mengetahui peninjauan Pancasila dari cabang Filsafat

4. Untuk mengetahui nilai-nilai dari Pancasila dan bisa menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari

(3)

I. Pengertian Filsafat

Secara etimologis istilah ‘filsafat’ berasal dari Bahasa Yunani yaitu ‘philein’ yang artinya cinta dan ‘sophos’ yang artinya hikmah. Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi dari pembentukan ideologi Pancasila. Jadi secara harfiah istilah ‘filsafat’ mengandung makna cinta

kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:

a. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme, dan lain sebagainya.

b. Filsafat sebagai jenis problematika yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang bersumber pada akal manusia.

Oleh karena itu filsafat adalah pengetahuan yang mencari nilai, yang kita kenal dengan istilah seperti baik, buruk, moral, immoral, sehat, salah, dan benar. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari arti penilaian.

II. Pengertian Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila adalah ilmu filsafat yang objeknya adalah Pancasila, dasar filsafat, asas kerohanian, ideologi Negara Republik Indonesia. Bagi setiap bidang kehidupan negara, bagi setiap alat perlengkapan negara, bagi setiap pejabat negara, baik sebagai alat

perlengkapan negara maupun sebagai perseorangan, filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan untuk memperdalam, memperlengkap, dan menyempurnakan pengetahuan dan pengertian tentang filsafat Pancasila.

Filsafat Pancasila bermanfaat dan perlu digunakan untuk membangun sistem filsafat Indonesia, yang materinya perlu digali dari adat istiadat, kebudayaan dalam arti luas, dan agama-agama serta hidup ketatanegaran bangsa Indonesia.

Pancasila terdapat di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang

merupakan naskah pernyataan kemerdekaan, penjelmaan dari proklamasi kemerdekaan dan rakyat Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, yang di dalam ilmu hukum disebut pokok kaidah negara yang fundamental.

Adapun sila-sila yang terdapat dalam pembukaan yang merupakan Pancasila itu, inti unsurnya sebagai filsafat/pandangan hidup bangsa yang selama-lamanya merupakan inti kesamaan dari adat-istiadat, kebudayaan dan agama. Inti sila- sila Pancasila yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Yaitu meliputi serta menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan seterusnya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

Diliputi dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa serta meliputi dan menjiwai sila-sila persatuan indonesia dan seterusnya.

(4)

Diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab serta menjiwai dan meliputi sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan/permusyawaratan rakyat dan seterusnya.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan/permusyawaratan rakyat Dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan/permusyawaratan rakyat serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

III. Pancasila Ditinjau dari Cabang Filsafat

A. Ontologi

Menurut Aristoteles ontologi adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika.

Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.

Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.

(5)

sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53).

Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat:

1. Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.

2. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

B. Aksiologi

Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.

Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga.

Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.

Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.

Ada berbagai macam teori tentang nilai.

Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya, dan dapat

dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:

(6)

Dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.

 Nilai-nilai kehidupan

Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan, keadilan, kesegaran.

 Nilai-nilai kejiwaan

Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

 Nilai-nilai kerohanian

Dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. (Driyarkara, 1978)

Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan

kelompok:

 Nilai-nilai ekonomis

Ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.

 Nilai-nilai kejasmanian

Membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.

 Nilai-nilai hiburan

Nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.

 Nilai-nilai sosial

Berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia.

 Nilai-nilai watak

(7)

 Nilai-nilai estetis

Nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.

 Nilai-nilai intelektual

Nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.

 Nilai-nilai keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,, yaitu:

 Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.

 Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas.

 Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat

dibedakan menjadi empat macam:

1. Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.

2. Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.

3. Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, karsa) manusia.

4. Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.

1. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai

(8)

2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

3. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.

Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia

C. Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science.

Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:

a. Tentang sumber pengetahuan manusia;

b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;

c. Tentang watak pengetahuan manusia.

(9)

itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.

Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber

pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila. Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.

Sifat hierarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat.

Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.

IV. Bentuk Filsafat Pancasila

Bersifat religius yang berarti dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia.

(10)

V. Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

a. Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

Sebagaimana yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah serta tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan/filsafat hidup.

Dalam pergaulan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).

b. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Grondslag) dari negara, ideologi negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilaiserta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negarayang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara.

Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum.

c. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia

(11)

sepanjang masa. Keperibadian bangsa tetap berakar dari keperibadian individual dalam masyarakat yang pancasilais serta gagasan-gagasan besar yang tumbuh dan sejalan dengan filsafat Pancasila.

VI. Kasus-kasus yang Berkaitan dengan Filsafat Pancasila A. Kasus pada sila pertama

Bom Bunuh Diri di Solo

Juru bicara jamaah Anshorut Tauhid Jawa Timur Zulkarnain menduga bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh di Keponton, Solo, Jawa Tengah, berkaitan

langsung dengan gejolak yang terjadi di Ambon beberapa waktu lalu. “Pemerintah harus waspada, gejolak seperti di Ambon sudah menjalar dan tidak hanya terjadi di Ambon” kata Zulkarnain kepada Tempo, Ahad 25 September 2011. Bom bunuh diri di Solo sendiri, tambah dia, merupakan imbas dari ketidakseriusan pemerintah dalam menuntaskan kasus Ambon.

Konflik yang terjadi di Ambon, tambah dia, telah menyulut banyak kelompok yang bersiap jihad ke Ambon. Hanya, pengetahuan pintu-pintu masuk ke Ambon membuat banyak kelompok yang akhirnya memutuskan untuk menyalurkan niatan jihadnya diluar Ambon.

“Ini sebab-akibat, di Ambon, polisi tidak tegas dan terkesan desmikrimatif,” kata Zulkarnain sembari mencontohkan tidak transparannya polisi dalam mengungkap kasus kematian seorang tukang ojek di Ambon.

“Kami tahunya si Tukang ojek di Ambon itu tidak diatopsi. Jadi jangan heran kalau ada yang marah,”ujar dia. Tak hanya itu, polisi dalam kerusuhan di Ambon dinilai juga tidak transparan dalam menjelaskan terkait isu penembakan oleh sniper.

Zulkarnain melihat, selama pemerintah ataupun penegak hukum tidak tegas dan transparan dalam menyikapi kasus Ambon, selama itu pula aksi-aksi seperti yang terjadi di Solo akan terus terulang.

Dari kasus tersebut, menandakan bahwa sudah dari kasus tersebut, menandakan bahwa sudah tidak relavannya warga Indonesia dengan nilai pancasila khusus nya pada sila pertama yaitu menunjukkan bahwa adanya pendangkalan iman.

B. Kasus pada sila kedua

Pelanggaran Hak Asasi terhadap anak di Ponogoro, di lokalisasi kedung

(12)

anak bebas dan gratis menikmati bangku sekolah dan diantar orangtuanya penuh dengan kegembiraan.

Dari kasus tersebut, menandakan bahwa di Indonesia saat ini hak asasi belum berjalan sebagaimana mestinya, karena masih banyak orang yang tidak

mendapatkan hak nya secara benar. Hal ini dapat kita lihat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap anggaran biaya pendidikan terhadap masyarakat yang tidak mampu atau terhadap daerah yang terisolir dari pantauan pemerintah. Sementara hal ini bertentangan dengan anggaran biaya seperti fasilitas mobil mewah,rumah mewah yang disediakan khusus bagi menteri maupun anggota dewan lainnya. C. Kasus pada sila ketiga

Prabowo lebih hebat daripada Jokowi

Memang demikian katanya. Semua media online, pengamat, televisi, media cetak yang juga di gemakan oleh para suporter Prabowo dan Gerindra di media sosial seperti Twitter dan Facebook. Tentu mereka pantas bangga atas kehebatan Prabowo. Itu hak mereka semua untuk mengklaim demikian, tetapi dengan terpilihnya Jokowi sebagai presiden seharusnya kubu Prabowo mendukung segala program kinerja yang dibuat oleh Jokowi. Dari kasus tersebut, menandakan bahwa sudah tidak relavannya warga Indonesia dengan nilai Pancasila khususnya pada sila ketiga yaitu

menunjukkan bahwa tidak adanya Persatuan Indonesia. D. Kasus sila keempat

Bupati Sumedang jadi tersangka korupsi

Status Tersangka korupsi itu ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat setelah melakukan serangkaian penyelidikkan. Ade Irawan terjerat kasus penyalah gunaan dana anggaran perjalan dinas sebesar Rp 1,7 milyar saat ia masih menjabat ketua DPRD Cimahi. Ade Irawan sebelumnya adalah Wakil Bupati Sumedang, naik jabatan menjadi Bupati menggatikan Endang Sukandar yang meninggal dunia. Jika Ade Irawan selaku Bupati Sumedang diberhetikan oleh DPRD maka Kabupaten Sumedang tidak memiliki kepala daerah. Kasus ini membuktinya belum berjalannya hakikat Pancasila khususnya sila keempat.

E. Kasus sila kelima

(13)

bagi SDN 008 Kuntu Desa Kuntu Darusallam Kecamatan Kampar Kiri. Hal ini tidak sesuai dengan sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB 3

PENUTUP

I. Kesimpulan

(14)
(15)

Kaelan,MS.DR,2004,

Pendidikan Pancasila,

edisi 8, penerbit paradigma, Yogyakarta.

Soemasdi Hartati, 1992,

Pendidikan tentang filsafat pancasila

, Andi offset, Yogyakarta

Wrewksohardjo Prof.Drs.Sunarjo, 2000, Ilmu

Pancasila yuridis kenegaraan ilmu filsafat

Pancasila,

Pnerbit Andi, Yogyakarta.

Tim MPK UNESA. 2008.

Modul Pendidikan Pancasila Edisi Revisi.

Surabaya: Unesa

University Press

Pranowo,fx. Djoko dan Natalina,Ary.

Filsafat Pancasila

. ppt

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pendidikan_pancasila/

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah-lainnya/pancasila-sebagai-falsafah-bangsa

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan masukan yang bermanfaat kepada pihak Dinas Bina Marga dan Pengairan dan pemerintah daerah Kota Bandung agar bisa

Designing learning model that concrete the abstract concepts. Determining mathematical connections as competencies acquisition.. ability in mathematics modeling and evidences. As

“Dalam perencanaan mema ng semuanya harus jelas, karena di RPP itukan menyangkut apa-apa yang akan kami lakukan dalam pembelajaran, walaupun nantinya dalam proses tidak

Based on the results and discussion that has been obtained, it can be concluded that: The process of application of learning models of children learning in

This paper will explain the characteristics of multiple representation (PPMB-MR ) based mechanics subject program that can develop students' ability in constructing

[r]

Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan ketertarikan dan jumlah wirausaha muda khususnya di Desa Tlogoguwo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa

Diketahui bahwa perlakuan penambahan madu bunga kopi pada kefir memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap TPC, total BAL, dan total asam, dan berbeda