• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pancasila sebagai Sistem Filsafat (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara – negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai – nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme.

Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.

Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah konflik internal seperti gamabaran di atas, mengakibatkan suatu tarik – menarik kepentingan yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai – nilai baru yang masuk, baik secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah masyarakat yang pada akhirnya mengancam prinsip – prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.

(2)

Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing – masing, yang berbeda dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Dengan demikian , bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.

Ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental “di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka ini didirikan?” , jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa ini meng – Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai – nilai Pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari kelima sila Pancasila.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari filsafat dan bagian – bagiannya? 2. Apa pengertian dari filsafat Pancasila?

3. Bagaimana Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa?

4. Apa saja landasan sehingga Pancasila dijadikan sebagai filsafat bangsa?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk: 1. Memenuhi salah tugas yang diberikan oleh Dosen.

2. Mengetahui pengertian dari filsafat dan filsafat Pancasila. 3. Mengetahui bagaimana Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa.

4. Mengetahui landasan yang dimiliki Pancasila sehingga dijadikan sebagai filsafat bangsa.

1.4 MANFAAT PENULISAN

(3)

1. Guna menambah wawasan para mahasiswa mengenai materi yang dibahas

dalam makalah ini.

2. Mengembangan pengetahuan mengenai Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa.

3. Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah dengan

baik dan benar.

(4)

2.1 PENGERTIAN FILSAFAT

2.1.1 Tahu, Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat

Gejala awal orang belajar, menuntut ilmu dan filsafat adalah karena manusia memiliki gejala ingin tahu terhadap segala hal, terutama hal yang menarik minatnya. Tahu didapat karena manusia melakukan kontak dengan objek atau benda – benda di luar dirinya atau juga dengan dirinya sendiri. Dan proses kontaknya itu dalam kesadaran dan tersimpan dalam pikiran dan mengendap. Selama tersimpan itulah manusia mempunyai tahu, dan tahu yang banyak tentang sesuatu hal yang sama disebut pengetahuan. Tetapi memiliki pengetahuan belum tentu memiliki ilmu tentang sesuatu tersebut,karena ilmu memiliki syarat – syarat lebih lanjut.

Cara memperoleh pengetahuan ada dua, yaitu pertama usaha sendiri dengan cara pengamatan atau tangkapan sendiri, dengan melihat dan merasakan dengan pengalaman indra sendiri, dari segi ini pengetahuan bersifat subjektif. Kedua, melaui perantaraan orang lain, baik secara langsung ataupun melalui forum informasi umum dan secara tidak langsung atau melaui media elektronik maupun media cetak.

2.1.2 Sumber Munculnya Pengetahuan

Ada tiga pandangan/aliran tentang sumber timbulnya pengetahuan, yaitu:

 Aliran empirisme, mengatakan bahwa semua pengetahuan awalnya diperoleh dari hasil tangkapan indra manusia. Tokoh aliran ini adalah John Locke dengan teori “tabula rasa”, yang artinya bahwa anak yang baru lahir diibaratkan sebagai kertas putih yang masih kosong dan belum terisi pengetahuan.

(5)

raguannya “cogito ergo sum” yang artinya “saya berpikir maka saya ada”.

 Aliran kritisisme, mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh atas dasar keterpaduan antara tangkapan indra dengan kerja akal manusia. tokonya adalah Immanuel Kant.

2.1.3 Hierarki/Jenjang Pengetahuan

Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan atau jenjang, yaitu:

o Pengetahuan Biasa (Ordinary Knowledge)

Pengetahuan biasa disebut juga pengetahuan sehari – hari yang dimiliki setiap orang, pengetahuan praktis yang berguna bagi kehidupan. Pengetahuan ini bersifat individual, subjektif , dan terpecah – pecah, serta diperoleh melalui pengalaman yng berulang.

o Pengetahuan Ilmiah ( Scientivic Knowledge)

Pengetahuan adalah syarat bagi manusai untuk memperoleh ilmu. Pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila memenuhi empat syarat yaitu ada objek, ada metode, ada sistem, dan berlaku umum. o Pengetahuan Filsafat (Philosophic Knowledge) “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berari cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mempunyai arti yang seluas – luasnya yang dapat dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh – sungguh terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kebenaran yang sejati. Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan yang sungguh – sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut J. Gredt dalam bukuknya “Elementa Philosophiae”, filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip – prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam”.

(6)

Kata filsafat bermula lahir dari penggunaan kata dasar sofis, yang artinya bijaksana, serba tahu, serba benar yang mewarnai kehidupan orang – orang Yunani pada zamannya. Sehingga lahirlah aliran sofisme yang berkembang pada abad ke 4 SM. Aliran sofisme yang berkembang pada lembaga – lembaga pendidikan menyatakan bahwa apa yang mereka ajarkan adalah yang palung benar, pa/ling baik, dan paling bijaksana. Pada masa aliran sofisme tumbuh subur, muncul pula perguruan dipimpin seorang filosof yang bernama Socrates. Menurut Socrates, tidak pantas memberi nama sofisme karena nama itu hanya milik Tuhan yang menciptakan alam ini. Ia ingin cinta kepada kebijaksanaan, sehingga lahirlah filo – sofis, cinta kepada kebijaksanaan, cinta kepada sifat – sifat yang dimiliki Tuhan, Allah pencipta alam semesta ini. Karena pendiriannya terhadap filosofis, ia mendapatkan hukuman mati.

c. Kandungan Isi

Mencari unsur yang sedalam – dalamnya merupakan kandungan isi dari filsafat, yaitu unsur dasar yang sedalam – dalamnya bersifat mutlak, tetap, dan tidak berubah, dan unsur itu hanya ada dalam alam pikir manusia.

2.1.5 Objek Filsafat

Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak terbatas yang ditinjau dari sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi:

a. obyek material filsafat: yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.

b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut.

(7)

a. Metafisika, yang membahas tentang hal – hal yang bereksistensi di balik fisis yang meliputi bidang: ontologi, kosmologi, dan antropologi.

b. Epistemologi, adalah pikiran – pikiran dengan hakikat pengetahuan atau kebenaran.

c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh pengetahuan.

d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan – aturan berpikir agar dapat mengambil kesimpulan yang benar.

e. Etika, membicarakan hal – hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia tentang baik-buruk.

f. Estetika, membicarakan hal – hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan kejelekan.

2.2 PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA 2.2.1 Filsafat Pancasila

Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir dari cita – cita bersama dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat Pancasila. Dari objek materinya maka pengertian filsafat Pancasila adalah suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara dan masyarakat Indonesia yang nilai – nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri (Notonagoro, 1966: 35)

2.2.2 Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila

(8)

 Sila – sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau suatu sila dengan sila lainnya terpisah – pisah, maka itu bukan Pancasila.

 Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Sila 1, meliputi, mendasari, dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5.

 Sila 2, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1,serta mendasari dan menjiwai sila 3, 4, dan 5.

 Sila 3, diliputi, didasari, dan di jiwi sila 1, 2, serta mendasari dan

menjiwai sila 4 dan 5.

 Sila 4, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.

 Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.

 Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur asli/permanen/primer Pancasila sebagai sesuatu yang ada mandiri, yang unsur – unsurnya berasal dari dirinya sendiri.

 Pancasila sebagai suatu realitas, artinya ada dalam diri manusia Indonesia

dan masyarakatnya, sebagai suatu kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan sehari – hari.

2.2.3 Prinsip – Prinsip Filsafat Pancasila

Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:

o Kausa materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan, dalam hal ini Pancasila digali dari nilai – nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.

o Kausa formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat formal.

(9)

o Kausa finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuanya, yaitu tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Inti atau esensi sila – sila Pancasila meliputi: 1) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.

2) Manusia, yaitu mahluk individu dan mahluk sosial. 3) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.

4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan bergotong royong.

5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yand menjadi haknya.

2.3 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 2.3.1 Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri – sendiri, namun bilamana dikelompokkan maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai – nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur – unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.

Jadi nilai – nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utama yaitu:

a. nilai – nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran agama dalam kitab suci,

(10)

2.3.2 Rumusan Kesatuan Sila – Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian – bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. suatu kesatuan bagian – bagian

b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri – sendiri c. saling berhubungan dan saling ketergantungan

d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)

e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendiri – sendiri, fungsi sendiri – sendiri, namun demikian secara keseluruhan adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

2.3.3 Susunan Kesatuan Sila – Sila Pancasila yang Bersifat Organis

Isi sila – sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri – sendiri terlepas dari sila – sila lainnya. Di samping itu, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan sila – sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila – sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur – unsur susunan kodrat jasmani – rohani, sifat kodrat individu – makhluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri – mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur – unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.

(11)

Hierarki dan piramida mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila – sila Pancasila dalam hal urutan – urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila – sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila – sila sebelumnya atau di atasnya.

Dengan demikian, dasar susunan sila – sila Pancasila mempunyai ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila – sila Pancasila berikutnya.

Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil.

2.3.5 Rumusan Hubungan Kesatuan Sila – Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi

Kesatuan sila – sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis pyramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.3.6 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia

(12)

Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai rujukan kebersamaan atas beragam budaya dan etnis dari Sabang sampai Merauke. Dari kenyataan inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi:

a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia

b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia

c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia

d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia

e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia

f. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia

g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia

h. Pancasila sebagai moral pembangunan

i. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila

2.4 LANDASAN PANCASILA

2.4.1 Landasan Ontologis

Istilah ontologi berasal dari kata Yunani yang berarti onta yang berarti sesuatu yang sungguh – sungguh ada, dan logos yang berati ilmu. Ontologi mempelajari keberadaan dalam bentuknya yang paling abstrak. Ontologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tatanan dan struktur kenyataan dalm arti yang luas.

Pandangan ontologi dari Pancasila adalah Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil. Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila – sila Pancasila adalah manusia. Notonagoro mengemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila – sila Pancasila secara ontologi memiliki hal – ha lyang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa serta, jasmani dan rohani. Selain itu, makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2.4.2 Landasan Epistemologi

(13)

kebenaran dari Pancasila. Sumber pengetahuan dalam epistemologi ada dua aliran, yaitu empirisme dan rasionalisme.

Pengetahuan empiris Pancasila bahwa Pancasila merupakan cerminan dari masyarakat Indonesia pada saat kelahirannya digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Pengetahuan rasionalis Pancasila bahwa Pancasila merupakan hasil perenungan yang mendalam dari tokoh – tokoh kenegaraan Indonesia untuk mengarahkan kehidupan bangsa Indonesia dalam bernegara.

Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusai serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. itulah sebabnya Pancasila secara epistemologi harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

2.4.3 Landasan Aksiologi

Landasan aksiologis Pancasila merujuk kepada nilai – nilai dasar yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai – nilai dasar itu harus menjiwai, menghayati nilai instrumentalnya yang terdapat di dalam peraturan perundang – undangan berupa Undang – Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Kepututsan Presiden, Peraturan Daerah. Jadi, aktualisasi nilai – nilai dasar tersebut kontekstual dan konsisten dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.4.4 Landasan Antropologis

Filsafat antropologis Pancasila memandang manusia sebagai monopluralis . menurut Notonagoro (1975) manusia sebagai monopluralis memiliki dimensi – dimensinya yang dijabarkan sebagai berikut, susunan kodrat, manusia terdiri atas jiwa yang terbagi menjadi beberapa unsur, seperti akal, rasa, dan karsa, raga terdiri atas unsur benda mati, unsur hewan, dan tumbuhan. Sifat kodrat manusia mencakup sifat manusia sebagai makhluk individu dan dan makhluk sosial. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.

(14)

dengan sesama manusia, dan dengan alam sekitarnya secara serasi, selaras, dan seimbang. Aktualisasi nilai filsafat antropologis Pancasila dalam pembangunan diformulasikan dalam konsep pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

1. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berari cinta akan kebijaksanaan, atau mencintai kebenaran/pengetahuan.

Aliran mengenai sumber dari pengetahuan adalah empirisme, rasionalisme, dan kritisme.

Pengetahuan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu pengetahuan biasa, pengetahuan alamiah, dan pengetahuan filsafat.

2. Filsafat Pancasila adalah suatu sistem pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, negara dan masyarakat Indonesia yang nilai – nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia sendiri.

Karakteristik sitem filsafat Pancasila merupakan suatu kesatuan sistem yang utuh dan bulat.

Prinsip – prinsip filsafat Pancasila yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisiensi, dan kausa finalis.

(15)

3. Nilai – nilai Pancasila diungkapkan dan dirumuskan dari sumber nilai utama yaitu:

a. nilai – nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran agama dalam kitab suci,

b. nilai – nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai – nilai yang luhur budaya masyarakat (inti kesatuan adat – istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.

Fungsi dan peranan Pancasila meliputi: a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia

b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia

c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia

d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia

e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia

4. Landasan ontologis Pancasila dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis keberadaan yang diterapkan pada Pancasila. Landasan epistemologi dimaksudkan untuk mengungkapkan sumber pengetahuan dan kebenaran tentang Pancasila sebagai sistem filsafat dan ideologi. Landasan aksiologi dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Landasan antropologi dimaksudkan untuk mengungkpakan hakikat manusia dalam rangka pengembangan sistem filsafat Pancasila.

3.2 SARAN

Adapun saran yang dapat penulis ajukan sebagai berikut:

1. Sebagai mahasiswa hendaknya kita lebih mempelajari mengenai filsafat Pancasila, karena Pancasila merupakan sistem filsafat bangsa Indonesia.

2. Sebagai mahasiswa hendaknya lebih menghargai perjuangan orang – orang yang telah berjasa merusmuskan Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa. 3. Warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai,

(16)

kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://udinarekselimau.blogspot.com/2013/08/makalah-pancasila-sebagai-sistem.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2014 pukul 19.07 WITA).

Kaelan, M.S., Prof. Dr. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma.

Surajiyo, Drs. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. :al ini sebagaimana tertuang dalam sila

Adapun keadilan yang pada hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam kerangka hubungan hirarkis piramidal seperti di

Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui

 SILA KETIGA PERSATUAN: SIFAT-SIFAT DAN KEADAAN NEGARA HARUS SESUAI DENGAN HAKIKAT SATU.  SILA KEEMPAT KERAKYATAN: SIFAT-SIFAT DAN

Hal ini berarti hakikat dan inti sila-sila pancasila adalah sebagai berikut : sila pertama ketuhanan adalah sifat-sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat tuhan, sila

Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan organis yang menjadi dasar pemikiran Bangsa Indonesia meliputi;