UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)
OLEH :
ROMALDUS RAYA ODEL 506 01 027
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PANCASAKTI
SKRIPSI
OLEH :
ROMALDUS RAYA ODEL 506 01 027
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PANCASAKTI
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)
OLEH :
ROMALDUS RAYA ODEL 506 011 027
Skripsi untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PANCASAKTI
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi Linn.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus)
Oleh :
ROMALDUS RAYA ODEL 506 011 027
PROGRAM STUDI FARMASI
Disetujui Oleh : Pembimbing Utama
Dra. Hj. SUSANTI SAID, M.Si, Apt,
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
SUHARDIMAN, S.Si, M.Kes, Apt Drs. SYARIFUDDIN KA, M.Si
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga kita semua masih diberikan
nikmat kesehatan sampai saat ini. Dan atas Petunjuk-Nya pulalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Terhadap Mencit (Mus musculus). Dalam keadaan sehat dan semaksimal mungkin, walaupun selama penyusunan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, namun dengan penuh
rasa dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis tujukan kepada Ayahanda tercinta Antonius Amo Odel dan Ibunda tercinta Almarhummah
Ursula Ubar dan Maria Fatima Pisang atas segala perhatian, nasehat, kasih sayang dan dukungan serta doa restunya selam penulis mengikuti pendidikan. Rasa hormat dan terimakasih pula penulis tujukan kepada saudara-saudaraku Agustinus Lama
Odel, Arnoldus Kuma Odel dan Maria Susana Daten Odel yang tak henti-hentinya memberikan doa, perhatian, bantuan materi serta dorongan moril
selama mengikuti pendidikan.
Menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dra Hj. Susanti said, MSi, Apt sebagai pembimbing Utama,
Bapak Drs. Syrifuddin KA, M.Si sebagai pembimbing Kedua atas keikhlasannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk, saran dan
nasehat kepada penulis mulai dari perencanaan penelitian hingga selsainya skripsi ini. Pada kesempatan ini pula penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Pancasakti
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti.
3. Ketua Jurusan Farmasi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti.
4. Bapak Sainal Edi Kamal, S.Si, Apt selaku Penasehat Akademik
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti, khususnya Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Farmasi
Universitas Pancasakti.
6. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti, khususnya di Jurusan Farmasi Universitas Pancasakti.
7. Kepala Laboratorium Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam beserta stafnya yang telah meberi izin pemakaian fasilitas dan
bantuan yang telah diberikan selama penelitian.
8. Kanda Abdul Rachmansya, S.Si atas kesediaanya mendampingi penliti dalam melakukan penelitian.
10. Sahabat-sahabatku Berty, Arief, Trijayanti, Titik, Maria, Indah, Jerry, May, Elisa, Rhani dan Venty yang dengan setia telah memberikan bantuan kerjasama,
perhatian dan dukungan moril serta pengertian selama menjalani pendidikan. 11. Rekan-rekan seperjuanganku Angkatan 2006 Carolina, Secilia, Alfrida dan
teman-teman lain sejurusan yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, atas
bantuan kerjasama, perhatian dan partisipasinya serta dukungan moril selama menjalani pendidikan.
Akrhirnya dengan segalah keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang Farmasi.
Makassar, 16 Oktober 2010
Penulis
ABSTRAK
Romaldus Raya Odel. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Dibimbing oleh (Hj. Susanti Said, Suhardiman dan Syarifuddin KA).
ABSTRACT
Romaldus Raya Odel. Test Antiinflmasi Effect of Ethanol Extracts of Wuluh Carambola (Averrhoa bilimbi L.) Leaves To Mice (Mus musculus) Supervized by (Susanti Said, Suhardiman and Syarifuddin KA).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN SKRIPSI ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFATAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
II.1 Uraian Tanaman ... 4
II.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 4
II.1.2 Nama Daerah ... 4
II.1.3 Morfologi Tanaman ... 5
II.1.4 Tempat Tumbuh ... 6
II.1.5 Kandungan Kimia ... 6
II.1.6 Kegunaan Tanaman ... 6
II.2.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi ... 6
II.2.2 Jenis-jenis Ekstraksi ... 7
II.2.3 Teori Inflamasi ... 9
II.3.1 Mekanisme Terjadinya Inflamasi ... 12
II.3.2 Obat-obat Antiinflamasi ... 12
II.4. Metode Pengujian Antiinflamsi ... 14
II.5 Uraian Natrium Diklofenak ... 15
II.5.1 Uraian Kimia ... 15
II.5.2 Farmakokinetik ... 16
II.5.3 Farmakodinamik ... 16
II.5.4 Efek Samping ... 16
II.6 Uraian Albumin ... 16
II.7 Uraian Mencit ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
III.1 Alat Dan Bahan ... 18
III.1.1 Alat –Alat Yang Digunakan... 18
III.1.2 Bahan-Bahan Yang digunakan ... 18
III.2 Waktu Lokasi Penelitian ... 19
III.3 Konsep Operasional... 19
III.4 Daftar Singkatan dan Lambang... 20
III.5 Desain Penelitian ... 20
III.6.1 Pengambilan Sampel ... 21
III.6.2 Pengolahan Sampel ... 21
III.6.3 Penyiapan Hewan Uji ... 21
III.7 Penyiapan Bahan Penelitian ... 21
III.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh... 21
III.7.2 Pembuatan larutan Koloidal Na-CMC 1% b/v... 22
III.7.3 Pembuatan suspensi Natrium diklofenak 0,02 % b/v... 22
III.7.4 Penyiapan Penginduksi (Putih Telur)... 23
III.8 Perlakuan Terhadap Hewan Uji... 23
III.9 Pengamatan dan Pengumpulan Data... 23
III.10 Pengolahan Data... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
IV.1 Hasil Penelitian ... 25
IV.2 Pembahasan ... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
V.1 Kesimpulan ... 29
V.2 Saran ……...… 29
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Data Hasil Pengamatan Volume Udema (ml) kaki Mencit... 33 2. Tabel Lampiran 1 Data Kenaikan dan Penurunan Voume Udema (ml)
Kaki Mencit Setelah 3 Jam Setelah dilakukan koding (Dikali 100) ... 34 3. Tabel Lampiran 2 Analisis Data Persentase (%) Penurunan Volume
Kaki Mencit Setelah 3 Jam... 35 4. Tabel Anava... 38
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman A. Analisa Statistik Persentase Penurunan Volume Udema Kaki Mencit
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dilanjutkan Uji Student Newman-Keuls ... 36 B. Perhitungan Dosis Natrium Diklofenak ... 41
BAB I PENDAHULUAN
Ramuan Tradisional kembali diminati oleh semua orang. Saat ini produk
bahkan telah menjadi gaya hidup, karena resiko berupa efek samping yang membahayakan relatif kecil. Tumbuhan obat semakin mendapat tempat di hati
masyarakat, karena merupakan obat bebas sehingga dapat diperoleh
dengan mudah tanpa resep dokter. Namun dari sekian banyak bahan alam, baik bersumber dari tanaman, hewan dan sebagainya yang digunakan sebagai bahan obat masih banyak yang belum diteliti, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
obat dan pengobatan secara tradisional (1,2).
Suatu fenomena untuk mempertahanakan keseimbangan fisisologis tubuh di
bawah pengaruh lingkungan yang merugikan adalah inflamasi. Peradangan atau inflamasi adalah merupakan respon protektif biologis yang dilakukan oleh tubuh terhadap luka jaringan atau adanya bahaya yang disebabkan oleh trauma fisik, zat
kimia yang merusak serta zat-zat mikrobiologik lainnya (3).
Upaya untuk mengatasi peradangan tersebut maka digunakan obat-obat
golongan antiinflamasi AINS (Antiinflamasi Nonsteroid). Salah satu contoh golongan obat AINS yang banyak digunakan dalam pengobatan anti-inflamasi adalah Natrium Diklofenak yang mempunyai daya untuk menghambat enzim siklooksigenase yang
kuat. Dimana obat AINS digunakan untuk mengurangi peradangan, mengurangi rasa sakit dan demam. Secara umum mekanisme kerja obat AINS adalah menghambat
mencegah sensitilasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan kimiawi (3,4,5,6).
Salah satu jenis tanaman berkhasiat obat yang digunakan oleh masyarakat sejak dahulu untuk menekan atau mengurangi peradangan adalah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) dan bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Tanaman
dari suku Oxalidaceae ini mengandung saponin, kalsium oksalat, sulfur, asam
format, tannin, peroksidase, glukosida, kalium sitrat, flavonoid dan polifenol. Kandungan kimia alami yang terdapat pada daun belimbig wuluh yang diduga berefek sebagai antiinflamasi adalah flavonoid (7,8).
Berdasarkan kandungan kimia dan khasiatnya, maka timbulah suatu masalah yakni apakah Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh dapat menekan atau
mengurangi peradangan, dan pada konsentrasi berapakah Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh dapat memberikan Efek Antiinflamasi.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
”Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Terhadap Mencit (Mus musculus)” dengan hipotesis bahwa ada pengaruh
pemberian Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh terhadap berkurangnya peradangan yang diakibatkan adanya luka jaringan.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan yaitu Pengaruh Iritasi Infus Daun
Pancasakti, Makassar. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut yaitu Infus Daun Belimbing Wuluh dengan konsentrasi 40% b/v dan larutan natrium salisilat 0,39 gram
mengakibatkan tukak lambung (9).
Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui Efek Antinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh Terhadap Hewan Uji Mencit (Mus musculus).
Tujuan penelitian adalah untuk menambah data ilmiah yakni konsentrasi dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh yang dapat memberikan efek Antiinflamasi agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman II.1.1 Klasifikasi (7,8)
Dunia : Plantarum
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Gimnospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Oxalidales
Suku : Oxalidaceae
Marga : Averrhoa
Jenis : Averrhoa bilimbi Linn.
II.1.2 Nama Daerah (7,8,10,11,12)
Sumatera : Limeng (Aceh), Selemeng (Gayo), Balimbingan (Batak),
Malimbi (Nias), Balimbing Asam (Melayu), Balimbing (Minangkabau dan Lampung)
Jawa : Balimbing (Sunda), Balimbing Wuluh (Jawa Tengah), Bhalingbing Bulu (Madura)
Bali : Balimbing Buloh
Sulawesi : Lembitue (Gorontalo), Lombituko (Buol), Binang (Makassar), Calene (Bugis)
Maluku : Taprera (Buru), Malibi (Halmahera), Miri-miri (Kapaur) Irian Jaya : Utekee
II.1.3 Morfologi Tumbuhan (7,13)
Belimbng Wuluh ditanam sebagai pohon buah, kadang ditemukan tumbuh liar. Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditemukan di dataran rendah sampai
500 m dari pinggir pantai. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing Wuluh mempunyai
batang yang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda barambut halus, berwarna coklat muda. Daun berupa daun mejemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek,
bentuknya bulat telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata. Panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda.
Perbungaan berupa malai, berkelopak, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 4–6,5 cm, warnanya hijau
kekuningan, bila masak berair banyak, rasa asam. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Rasa buah asam, digunakan sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan,
dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.
II.1.4 Tempat Tumbuh (7,13)
Tanaman yang berasal dari Amerika ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 m dari permukaan laut. Daerah yang banyak terkena sinar
matahari langsung, tetapi cukup lembab.
II.1.5 Kandungan Kimia (7,8,10,11,12)
Belimbing Wuluh mengandung saponin, kalsium oksalat, sulfur, asam format, tannin, peroksidase, glukosida, kalium sitrat, flavonoid dan polifenol.
II.1.6 Kegunaan Tanaman (7,8,10,11,12,14)
Belimbing Wuluh digunakana sebagai obat encok, penurun panas, obat gondok, obat batuk, obat sariawan, sakit gigi berlubang, gusi berdarah, tekanan darah
tinggi, peradangan dan peradangan rektum.
II.2 Uraian Ektraksi (15)
II.2.1 Pengertian dan Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi berasal dari bahasa latin extraction yang diturunkan dari kata kerja axtrahare berarti menarik keluar. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau beberapa jenis ikan dengan
memisahkan bahan aktif dan dipekatkan untuk memperoleh rasa lebih enak dibandingkan bahan bakunya.
II.2.2 Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara panas.
II.2.2.1 Ekstraksi Secara Dingin 1. Ekstraksi secara Maserasi
Maserasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat dalam simplisia tanpa bantuan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan untuk simplisia yang
teksturnya lunak dan tidak tahan pemanasan atau dengan pemanasan menyebabkan terjadinya kerusakan ke tahap zat-zat aktifnya.
2. Ekstraksi secara perkolasi
Perkolasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia yang mana metode ini umumnya dilakukan terhadap simplisia yang
bertekstur lunak dan dapat diserbukkan. 3. Ekstraksi secara soxhletasi
Soxhletasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia dengan menggunakan cairan penyari tertentu dan dibantu dengan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan terhadap simplisia yang dapat
II.2.2.2 Ekstraksi Secara Panas 1. Ekstraksi Secara Refluks
Refluks adalah salah satu metode penyarian komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia dengan menggunakan cairan penyari yang dibantu dengan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan terhadap simplisia yang mempunyai
tekstur keras dan komponen kimianya tahan terhadap pemanasan. 2. Ekstraksi secara destilasi uap air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan pada tekanan udara normal. Pada pemenasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan
zat aktif.
3. Ekstraksi secara infundasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan
bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh
II.3 Teori Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
atau adanya bahaya yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik lainnya. Dimana tubuh berusaha untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat-zat iritan, dan mengatur
derajat perbaikan jaringan. Jika terjadi proses penyembuhan, maka peradangan akan mereda (3, 5, 16).
Peradangan (inflamasi) pada umumnya dibagi dalam 3 fase, yaitu (6) :
1. Inflamasi akut; merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut melalui mediator respon inflamasi akut yang terlibat antara lain; histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin dan umumnya mendahului respon imun. 2. Respon Imun; terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan,
diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon inflamasi akut atau kronis.
3. Inflamasi Kronis; melibatkan keluarnya mediator yang tidak menonjol
pada inflmasi akut, seperti interlaukin-1,2,3, granulocyte-makrophage coloni-stimulating factor, tumor necrosis factor-alpha, interferon. Salah satu dari
kondisi yang paling penting melibatkan mediator-mediator ini adalah arthritis rematoid, dimana peradangan kronis mengakibatkan sakit serta kerusakan tulang.
Stimulus-stimulus yang merusak jaringan dan menyebabkan radang dapat
dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan dan hanya merupakan salah satu penyebab radang, tetapi tidak semua radang
disebabkan oleh infeksi (16).
Adapun gambaran makroskopis perandangan yang menjadi ciri khas atau tanda-tanda utama radang adalah (5, 16, 17) :
1. Rubor (kemerahan), biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah radang. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai
darah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal.
2. Kalor (panas), terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, disebabkan oleh darah (pada suhu 37O C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang
terkena radang lebih banyak dari yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (nyeri), dapat dihasilkan dengan berbagaii cara dari reaksi peradangan, misalnya perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu yang dapat
merangsang ujung-ujung saraf, pengeluaran, mediator peradangan dan pembengkakan yang mengakibatkan tekanan lokal yang menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkakan), dapat ditimbulkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler serta pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan intestisial. Campuran cairan dan sel-sel yang tertimbun di daerah radang disebut eksudat,
maka dengan mudah sel-sel darah putih meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai eksudat.
5. Fungsi Lease (perubahan fungsi), bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan lingkungan abnormal karena penumpukan cairan yang mengurangi mobilitas di daerah tersebut, sehingga gerakan pada daerah radang mengalami
hambatan karena rasa sakit dan pembengkakan.
Beberapa bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang
terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif. Lamanya respon peradangan disebut akut selama fase eksudasi aktif, disebut kronik jika ada bukti perbaikan yang sudah lanjut
disertai eksudasi dan disebut sub akut jika ada bukti awal perbaikan bersama dengan eksudasi (16).
Pada beberapa keadaan proses peradangan sejak permulaan dapat terganggu, yaitu pada stadium eksudatif. Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh ke daerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah ke daerah
radang, hasilnya berupa proses peradangan yang sangat lambat, infeksi menetap dan penyembuhan jelek. Syarat lain agar peradangan eksudatif efisien adalah suplai
leukosit yang bebas dalam darah yang beredar, sedangkan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau peradangan bergantung pada poliferasi sel dan aktivasi sintetik, khususnya sensitif terhadap suplai darah lokal dan juga peka terhadap
II.3.1 Mekanisme Terjadinya Inflamasi (18)
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari suatu jaringan atau sel
terhadap suatu rangsangan atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin,
bradikinin dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol dan peningkatan
permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir, makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan
menempel pada dinding pembuluh darah makin lama makin banyak. Perubahan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh dan
berkumpul dalam jaringan. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas. Sebagai penyebab radang prostaglandin berpotensi kuat setelah bargabung dengan mediator lainnya.
II.3.2 Obat-obat Anti Inflamasi
Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang mengandung aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai
cara, yaitu menghambat pembentukan mediator prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel
obat antiinflmasi dibagi dalam dua (2) golongan, yaitu Golongan Obat Antiinflmasi steroida dan Golongan Obat Antiinflamasi Non Steroida.
a. Obat-obat Antiinflamasi Golongan Steroida (Glukokortikoid)
Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk menrangsang biosentesa protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase,
suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakhidonat dan metabolitnya, seperti prostaglnadin (PG), leukotrien (LT), prostasiklin dan
tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan lpooksigenase, namun toksisitasnya yang berat dan memiliki efek adiksi yang kuat (5,6).
b. Obat-obat Antiinflamasi Golongan Non Steroida
Antinflamasi Non Steroid (AINS) adalah merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda senyawa kimia, namun
memiliki persamaan efek terapi dan efek samping. Golongan obat ini mempunyai efek prototip obat golongan ini adalah aspirin karena itu sering disebut obat golongan aspirin. Aspirin dan obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati rematik yang
mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejalah peradangan. Golongan obat mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi efek antiinfamasinya membuat
golongan obat ini bermanfaat dalam menanggunlangi kelainan rasa nyeri yang berhubungan proses peradangan. Golongan ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat terganggu yang mengakibatkan terhambatnya
Obat Antiinflamasi Nonsteroid terdiri dari (3,4,5) :
1. Turunan Asam salilisiat, contohnya aspirin, salsalat, diflunisal.
2. Turunan Asam propionat, contohnya ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen 3. Turunan Asam fenamat, contohnya asam mefanamat, meklofenamat.
4. Turunan Pirazolon, contohnya fenilbutazon, azapropazon, oksifenbutazon
5. Turunan Oksikam, contohnya piroksikam, tenoksikam
6. Turunan Asam fenilasetat, contohnya diklofenak, fenklofenak
7. Turunan Asam inden asetat, contohnya indometason, tolmetin, sulindak 8. Turunan para aminofenol (analgetik non narkotik), contohnya asetaminofen,
fenasetin.
II.4 Metode Pengujian Antiinflamasi (19,20)
Metode pengujian antiinfamasi suatu bahan calon obat dilakukan berdasarkan kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema yang diinduksi pada
hewan percobaan. Sekitar 12 teknik telah diperkenalkan untuk mengevaluasi antiinflamasi ini. Perbedaan diantara metode-metode pengujian tersebut, terletak pada
cara menginduksi udema pada hewan percobaan, yaitu induksi secara kimia dengan menggunakan berbagai bahan kimia dan berbagai cara pemberian induktor, secara fisika dengan penyinaran radiasi UV secara mekanik dan induksi oleh mikroba.
Berbagai jenis bahan kimia telah menggunakan untuk menginduksi udema pada kaki mencit, diantaranya adalah (20) :
c. Putih Telur segar (0,1 ml) d. Larutan dekstran 6% (0,2 ml) e. Suspense mustard 2,5% (0,1 ml) f. Suspense steril kaolin (0,2 ml) II.5 Uraian Natrium Diklofenak II.5.1 Uraian Kimia (21)
Nama Resmi : DICLOFENAC SODIUM
Nama Lain : Natrium Diklofenak
Rumus Kimia : dichorophenyl)amino] acid monosodium salt, [(2,6-dichlorophenyl)amino] asetic acid sodium salt, sodium
2-[(2,6-dichorophenyl)amino] phenyl acetat GP 458450, Volteran, Voltarol.
Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2 Berat Molekul : 318,13
Rumus Bangun : CH2COONa Cl
NH
Cl
Kearutan : Mengkristal dalam air Penggunaan : Antiinflamasi
Natrium Diklofenak diabsorbsi secara cepat dan sempurna dalam lambung, bertumpuk pada cairan sinovial. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 jam. Urine
merupakan jalan utama ekskresi obat ini dan metabolitnya. II.5.3 Farmakodinamik (3,4,22)
Natrium Diklofenak mempunyai aktivitas antiinflamasi yaitu menghambat
aktivitas dari enzim siklooksigenase yang mengurangi produksi prostaglandin oleh jaringan.
II.5.4 Efek Samping (3,4)
Toksisitas Natrium Diklofenak serupa dengan toksisitas obat AINS lain, misalnya masalah saluran cerna dan obat ini juga dapat meningkatkan kadar enzim
hepar.
II.6 Uraian Albumin (21)
Nama Resmi : ALBUMEN
Nama Lain : Albumin, Putih telur
Kandungan Kimia : 75% ovalbumin, ovoconabumin, ovomucin, ovoglobulin, lysozyme dan ovidin
Pemerian : Bening, bersifat koloid, mengair (menggantung), massa jernih, berwarna putih dan elastis ketika terdenaturasi. Penggunaan : Penginduksi Radang
Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, variasi genetiknya
cukup, serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya, mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas, dan dapat hidup terus-menerus dalam kandang atau secara bebas
sebagai hewan liar. Mencit merupaka hewan uji yang paling banyak digunakan di Laboratorium untuk berbagai penelitian. Berat badan mencit jantan yang dewasa
antara 20 - 30 g dan dapat mencapai umur 2-3 tahun, mencit dapat dipegang dengan cara memegang ekornya dengan jari atau planel yang ujungnya dilapisi karet, sedangkan bagian tangan kanan memegang bagian leher.
Untuk tujuan penyuntikan dan pemeriksaan, ekor mencit diangkat lalu ditempatkan pada permukaan yang kasar sehingga mencit terdiam karena
kaki-kakinya berpegangan pada permukaan kasar tersebut, kemudian tangan memegang punggung dan leher mencit.
Mencit jantan dibedakan dengan mencit betina dengan cara memperhatikan
jarak anogentail yang lebih besar pada mencit jantan (1,5 – 2 kali dari ), testis pucat dan terlihat di bawah abdomen dan papila genitalnya lebih besar.
Hewan uji yang digunakan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelumnya pengujian harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-sebaiknya. Mencit harus sehat, pertumbhan normal, tidak menunjukan kelainan yang berarti. Sehari sebelumnya,
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan 1. Batang pengaduk
2. Gelas piala 100 ml (Pyrex)
3. Gelas ukur 10 ml (Pyrex) 4. Kertas timbang
5. Lumpang dan stamper
6. Labu takar 100 ml (Pyrex) 7. Pletismometer
8. Spoit injeksi 1 ml (one med) 9. Spoit oral 1 ml (one med) 10. Stopwatch
11. Timbangan analitik 12. Timbangan hewan
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan 1. Air untuk injeksi
2. Daun Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi Linn.) 3. Na-CMC 1 % b/v
6. Tablet Natrium Diklofenak
III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti Makassar.
III.3 Konsep Operasional
Antiinflamasi : Antiinflamasi adalah senyawa obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi perandangan, aktivitas ini dicapai dengan cara mengahambat pemebentukan mediator radang
prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang.
Obat Tradisional : Bahan atau ramuan bahan berupa tumbuhan, hewan mineral dan sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan sebagai obat
berdasarkan pengalaman.
Simplisia : Bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan
Ektrak : Sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari langsung.
% b/v : Banyaknya gram zat dalam 100 ml larutan Na CMC : Natrium Karboksimetilselulosa
RAL : Rancangan acak lengkap
r : Replikasi
DB : Derajat bebas
JK : Jumlah kuadrat
KT : Kuadran tengah
FT : Faktor Tabel
FH : Faktor hitung
% : Persentase
NS : Non signifikan, tidak ada perbedaan efek S : Signifikan, ada perbedaan efek
** : Sangat Signifikan
III.5 Desain Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan dua variabel yaitu variabel
bebas (konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh 1%, 2%, dan 4% b/v) dan variabel tidak bebas (volume udema kaki mencit).
III.6 Metode Penelitian III.6.1 Pengambilan sampel
Sampel berupa Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) ini diambil
III.6.2 Pengolahan sampel
Daun Belimbing Wuluh yang telah diambil, disortasi, dibersihkan, lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan,
selanjutnya diserbukan dengan ukuran derajat halus 100, yakni dengan menggunakan ayakan nomor 100.
III.6.3 Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah Mencit Jantan sebanyak 15 ekor, dipilih yang berbadan sehat, dewasa dengan bobot badan 20-30 gram. Mencit Jantan, diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu dan sebelum digunakan tidak
menunjukkan adanya penurunan bobot badan, kemudian dibagi dalam 5 kelompok dengan tiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit jantan.
III.7 Penyiapan Bahan Penelitian
III.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
Daun Belimbing Wuluh yang telah diambil, disortasi, dicuci bersih, lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan,
selanjutnya diserbukan dengan ukuran derajat halus 100, yakni dengan menggunakan ayakan nomor 100. Selanjutnya ditimbang sebanyak 500 g kemudian dibasahi dengan pelarut etanol sebanyak 1000 ml dalam wadah selama 3 jam. Setelah itu dipindahkan
penyari yang sama setiap pergantian cairan penyari. Ekstrak cair yang diperoleh ditampung dalam Erlenmeyer 1000 ml lalu diuapkan dengan menggunakan
Rotavapor untuk mendapatkan Ekstrak Etanol kental 20 gram.
III.7.2 Pembuatan larutan Koloidal Na-CMC 1% b/v
Ditimbang Na-CMC sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam lumpang.
Dipanaskan air suling sebanyak 50 ml sampai suhu ± 70o C, lalu dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lumpang yang berisi Na-CMC sambil terus digerus sampai terbentuk koloidal. Koloidal yang terbentuk dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml
dan dicukupkan volumenya sampai 100 ml dengan air suling.
III.7.3 Pembuatan suspensi Natrium diklofenak 0,02 % b/v
Sebanyak 20 tablet natrium diklofenak ditimbang kemudian dihitung berat
rata-ratanya. Digerus di dalam lumpang lalu ditimbang serbuk natrium diklofenak sebanyak 143 mg yang setara dengan 0,02 % b/v, dimasukkan kembali ke dalam lumpang lalu digerus halus. Ditambahkan koloidal Na-CMC 1% sedikit demi sedikit
sambil digerus hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan dicukupkam volumenya dengan koloidal Na-CMC 1% sampai 100 ml.
III.7.4 Penyiapan Penginduksi (Putih Telur)
Diambil Putih Telur yang masih segar dengan cara dipisahkan putih telur dari kuning telur, kemudian diaduk hingga rata untuk meratakan kekentalan putih telur.
Sebelum perlakuan, mencit jantan dipuasakan, kemudian dikelompokan lalu diukur volume kaki kiri belakang mencit pada Pletismometer dan dicatat sebagai
volume awal. Selanjutnya semua mencit diinduksikan dengan putih telur sebanyak 0,1 ml secara subkutan. Setelah 1 jam diukur kembali volume kaki kiri belakang mencit pada pletismometer dan dicatat sebagai volume udema. Kemudian
masing-masing kelompok diberikan sediaan, kelompok I diberi larutan koloidal Na-CMC 1% b/v sebagai kontrol dengan dosis 1 ml/30 g BB mencit. Tiga kelompok sebagai
kelompok uji, masing-masing kelompok II, III dan IV diberi Ekstrak Etanol daun Belimbing Wuluh dengan konsentrasi 1 % b/v, 2 % b/v dan 4 % b/v dengan dosis 1 ml/30 g BB mencit. Satu kelompok lagi sebagai pembanding diberi suspensi natrium
diklofenak 0,02 % b/v dengan dosis 1 ml/30 g BB mencit. Satu jam setelah pemberian sediaan, dilakukan pengamatan penurunan volume udema dengan cara
mengukur kembali volume kaki kiri belakang mencit pada Pletismometer sampai pada batas mata kakinya untuk setiap selang 30 menit selama 3 jam.
III.9 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Setelah semua hewan uji mencit mendapat perlakuan, masing-masing ditempatkan dalam kandang mencit sesuai dengan kelompok masing-masing, kemudian diamati dengan cara mengukur volume kaki kiri belakang mencit dengan
menggunakan Pletismometer, kemudian dicatat data yang diperoleh dari perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan pada penelitian yang telah diakukan, maka diperoleh volume (ml) udema kaki mencit masing-masing perakuan selama 3 jam setiap 30 menit dengan
hasil sebagai berikut :
1. Pada pemberian larutan koloidal Na.CMC 1% b/v sebagai kontrol, diperoleh rata-rata volume udema awal setelah dikodding adalah 4,33 ml dan volume udema
setelah 3 jam 3,66 ml, sehingga rata-rata penurunan volume udema 0,66 ml dan rata-rata persentase penurunnya adalah 15%.
2. Pada pemberian suspensi ekstrak etanol daun belimbing wuluh 1% b/v, diperoleh rata-rata volume udema awal setelah dikodding adalah 4,33 ml dan volume udema setelah 3 jam 3,00 ml, sehingga rata-rata penurunan volume udema 1,33 ml dan
rata-rata persentase penurunnya adalah 30%.
3. Pada pemberian suspensi ekstrak etanol daun belimbing wuluh 2% b/v, diperoleh
rata-rata volume udema awal setelah dikodding adalah 4,66 ml dan volume udema setelah 3 jam 2,83 ml, sehingga rata-rata penurunan volume udema 1,83 ml dan rata-rata persentase penurunnya adalah 38,33%.
volume udema setelah 3 jam 2,00 ml, sehingga rata-rata penurunan volume udema 2,66 ml dan rata-rata persentase penurunnya adalah 56,66%.
5. Pada pemberian suspensi natrium diklofenak 0,02% b/v, diperoleh rata-rata volume udema awal setelah dikodding adalah 5,00 ml dan volume udema setelah 3 jam 2,00 ml, sehingga rata-rata penurunan volume udema 3,00 ml dan rata-rata
persentase penurunnya adalah 60%.
IV.2 Pembahasan
Obat Asli Indonesia atau Obat Herbal telah dimanfaatkan oleh masyarakat di
Indonesia secara turun temurun dan telah menjadi tradisi pengobatan. Budaya kembali ke alam atau lebih dikenal dengan istilah “ Back to Nature “ saat ini tengah
hangat untuk diperbincangkan untuk upaya pengobatan berbagai macam panyakit, salah satunya adalah upaya mengurangi peradangan. Inflamasi adalah respon biologis kompeks dari jaringan hidup sebagai reaksi lokal atas keberadaan adanya bahaya,
seperti benda asing, organisme hidup atau adanya luka jaringan, kerusakan sel atau adanya iritasi.
Upaya untuk mengatasi inflamasi adalah dengan menggunakan obat-obat antiinflamasi. Berdasarkan informasi dari literature yang mengatakan bahwa daun Belimbing Wuluh dapat bersifat sebagai antiinflamasi, maka mendorong peneliti
untuk melakukan pelitian guna membuktikan kebenaran informasi tersebut. Dimana pada penelitian ini sampel uji yang digunakan adalah ekstrak etanol daun Belimbing
dengan variasi konsentrasi 1% b/v, 2% b/v dan 4% b/v. Na.CMC 1% b/v digunakan sebagai kontrol dan sebagai pembanding digunakan Natrium Diklofenak 0,02% b/v.
Tiap perlakuan 3 ekor Mencit yang masing-masing diberikan sediaan secara oral dengan metode pengujian induksi kimia dengan menggunakan albumin dan penurunan volume udema diukur dengan alat Pletismometer.
Berdasarkan hasil penelitian pada pemberian suspensi ekstrak etanol daun Belimbing Wuluh dengan 3 konsentrasi yaitu 1% b/v, 2% b/v dan 4% b/v, Na.CMC
1% b/v digunakan sebagai kontrol dan sebagai pembanding digunakan Natrium Diklofenak 0,02% b/v. Dimana sebelumnya telah diinduksikan dengan 0,1 ml albumin secara subkutan pada telapak kaki kiri belakang mencit, yang kemudian
diukur volume udema setiap selang waktu 30 menit selama 3 jam, diperoleh data rata-rata persentase penurunan volume udema mencit masing-masing perlakuan yaitu
kontrol Na.CMC 1% b/v, sediaan uji ekstrak etanol dengan konstrasi 1% b/v, 2% b/v dan 4% b/v, serta pembanding Natrium Diklofenak 0,02% b/v masing-masing berturut-turut adalah 15%, 30%, 38,33%, 56,66% dan 60%.
Dari data persentase penurunan volume udema kaki Mencit yang diperoleh selama 3 jam, dapat terlihat bahwa ada efek antiinflamasi yang dihasilkan., hal ini
disebabkan karena kemungkinan adanya penghambatan enzim siklooksogenase yang disebabkan oleh flavonoid yang tersari dalam ekstrak, dimana flavonoid secara umum mempunyai kemampuan menghambat enzim lipooksigenase dan sikooksogenase.
dan faktor tabel 3,48 yang mana faktor hitung lebih besar dari faktor tabel yang menunjukan nilai signifikan yang artinya ada perbedaan efek antara perlakuan,
sehingga dikatakan bahwa ada pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Belimbing Wuluh terhadap efek antiinflamasi mencit jantan.
Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Belimbing Wuluh dapat dilihat pada
hasil analisis uji Student Newman Keuls (SNK), ternyata pada konsentrasi 1% dan 2% b/v menunjukan efek antiinflmasi yang berbeda nyata dengan pembanding
suspensi natrium dikofenak 0,02% b/v, hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tersebut kemungkinan zat aktif yang memberikan efek antinfamasi hanya sedikit, sedangkan pada konsentrasi 4% b/v menunjukan efek antinflamasi yang tidak
berbeda nyata dengan pembanding suspensi natrium diklofenak 0,02% b/v, hal ini mungkin disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi zat aktif yang terkandung di
dalamnya semakin banyak yang memberikan efek antiinflamasi, yang artinya zat aktif pada konsentrasi tersebut sudah mempunyai kemampuan untuk menurunkan volume udema yang sama dengan suspensi natrium diklofenak 0,02 % b/v, sehingga dapat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpukan bahwa :
1. Konsentrasi ekstrak etanol daun Belimbing Wuluh 1%, 2% dan 4% mempunyai efek Antiinflamasi.
2. Konsentrasi ekstrak etanol daun belimbing wuluh 4% b/v mempunyai efek Antiinflamasi yang tidak berbeda nyata dengan suspensi natrium diklofenak 0,02% b/v (α = 0,05).
V.2 Saran
Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang LD-50 dari ekstrak
daun Belimbing Wuluh.
1. Kusuma, dkk, 2005.Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat, Agro Media Pustaka, Jakarta. (hal 1-2)
2. Dwiyanto, dkk. 2009. Ramuan Tradisional. Mitra Sejati, Yogyakarta. (hal. 1 – 2) 3. Harvei, A. Richard, dkk. 2002. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua.
Widya Medika, Jakarta. ( hal. 404)
4. Ganiswara, S. 1994. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian Farmakologi, Fakulas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. (hal. 209)
5. Mutschler, E. 1986. Dinamika Obat, Edisi Kelima. Penerbit ITB, Bandung. (hal 194).
6. Katzung B.G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Buku 2 Edisi VI. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Jakarta. (hal. 558)
7. Hembing, dkk. 1996. Tanaman Bekhasiat Obat Indonesia. Pustaka Kartini, Jakarta. (hal. 25-27)
8. Sentra Iptek, Klasifikasi Belimbing Wuluh. (http;//www. Iptek.net.id, diakses 03 Maret 2010).
9. Asrawati, A. 2009. Uji Efek Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Kelinci (oryctolagus cuniculus). Skripsi Tidak Diterbitkan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pancasakti. Makassar.
10. Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Pustaka Bunda, Jakarta. (hal. 6)
11. Redaksi AgroMedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. AgroMedia Pustaka, Jakarta. (hal. 26)
12. Arisandi, Y dan Andriani,Y. Khasiat Tanaman Obat. Konsep Pengobatan Tradisional Di Indonesia. Pustaka Buku Murah, Jakarta. (hal. 38)
14. Agribozcute. Belimbing Wuluh. (http;//agribozcute.wordpress.com/2009/01/04. Diakses 03 - 05 – 2010).
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. (Hal. 2 – 32)
16. Price, A,S. Wilson,M,L. 2005. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. (hal. 56)
17. Tjay, T.H. Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Edisi Kelima. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. (hal. 302 & 733)
18. Wikipedia. Inflamasi. (http;//translate.goole.co.id/translate?hl=id&langpair=en │id&u=http;//en.wikipedia.org/wiki/inflammation. Diakses 03–05-2010) 19. Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medika. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Pengembangan dan Pemanfaatn Obat Alam. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. (hal. 43)
20. Turner, A. R. 1965. Screening Methodes In Pharmacoogy. Academic Press. New York and london. (Hal. 153 – 157)
21. Windhoz, M., dkk. 1976. The Merck Index. An Encycopedia Of Chemicals and Drugs. Edisi 9, Buku I. Merck & Co., INC, Rahway, N. USA. (Hal. 3059)
22. Soekardjo B. dan Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya. (Hal. 283 – 295)
23. Malole, M.B.M, dan Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan Percobaan Di Laboratorium. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB, Bogor. (hal.74-76)
24. Direktorat Jenderal POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Table 1 : Data Hasil Pengamatan Volume Udema (ml) Telapak Kaki Mencit
Volume (ml) Setelah pemberian Sediaan Uji Setiap 30 Menit selama 3 jam
Tabel 2 : Kenaikan dan Penuruan Volume Udema (ml) Kaki Mencit Pada
Rata-rata 4,33 3,66 0,66 15
Ekstrak
Rata-rata 4,33 3,0 1,33 30
Ekstrak
Rata-rata 4,66 2,83 1,83 38,33
Ekstrak
Rata-rata 4,66 2,0 2,66 56,66
0,02% b/v 3 5,0 2,0 3,0 60
Σ X 15,0 6,0 9,0 180
Rata-rata 5,0 2,0 3,0 60
Tabel 3 : Analisis Data Persentase (%) Penurunan Volume Udema Kaki Mencit Pada Pemberian Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
Jumlah 45 90 115 170 180 600
Rata-rata 15 30 38,33 56,66 60
Keterangan :
I : Kontrol Na. CMC 1% b/v II : Ekstrak Etanol 1% b/v
III : Ekstrak Etanol 2% b/v IV : Ekstrak Etanol 4% b/v
C. Perhitungan : Analisa Statistik Persentase Penurunan Volume Udema Kaki Mencit dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dilanjutkan Uji Student Newman-Keuls (SNK)
1. Derajat Bebas (DB) untuk setiap sumber variasi
DB Total = Total Banyaknya pengamatan – 1 = 15 – 1
= 14
DB Perlakuan = Total Banyaknya perlakuan – 1 = 5 – 1
= 4
DB Galat = DB Total - DB Peralakuan = 14 – 4
= 10
2. Perhitungan Jumlah Kuadrat (JK)
FK = = = = 24000
KTG = =
= 57,08
4. Menentukan nilai Faktor hitung (Fh)
Fh =
= = 18,47
Tabel 4 : Tabel Anava
Sumber Variasi DB JK KT Fh F – Tabel
5 % 1 % signifikan yang artinya ada perbedaan yang sangat nyata.
5. Untuk menentukan perlakun yang signifikan, dilakukan Uji Rentang Newman Keuls (SNK) sebagai berikut :
= 4,36
Dari Daftar E dengan DB untuk distribusi Student yakni DB Galat 10 pada taraf α 0,05 diperoleh :
P 2 3 4 5
Rentang 3,15 3,88 4,33 4,65
Kemudian dikalikan dengan harga Rentang yang diperoleh yakni 4,36 untuk menentukan RST untuk tiap-tiap P adalah :
P 2 3 4 5
RST 13,73 16,92 18,88 20,27
Rata-rata Persen (%) Penurunn Voume Udema kaki Mencit selama 3 jam yakni :
Perlakuan I II III IV V
Rata-rata 15 30 38,33 56,66 60
Untuk menentukan perlakuan yang Signifikan dan Non signifikan : r
KTG Sy
3 08 , 57
I lawan II = 15,00 - 30,00 ….……… = 15,00 > 13,37 = S I lawan III = 15,00 - 38,33 .………… = 23,33 > 16,92 = S
I lawan IV = 15,00 - 56,66 ………… = 41,66 > 18,88 = S I lawan V = 15,00 - 60,00 ..……….. = 45,00 > 20,27 = S II lawan III = 30,00 - 38,33 …….…… = 08,33 < 13,37 = NS
II lawan IV = 30,00 - 56,66 …….…… = 26,66 > 16,92 = S II lawan V = 30,00 - 60,00 ………… = 30,00 > 18,88 = S
III lawan IV = 38,33 - 56,66 ….………. = 18,33 > 13,37 = S III lawan V = 38,33 - 60,00 …….…… = 21,67 > 16,92 = S IV lawan V = 56,66 - 60,00 ……..…... = 03,34 < 13,37 = NS
D. Perhitungan Dosis Natrium Dikofenak :
Dosis Na-Diklofenak untuk manusia = 50 mg
Faktor konversi manusi ke marmut = 0,0026
Volume pemberian Mencit = 1 ml/30 g BB
Dosis Obat = Dosis manusia x Faktor konversi
= 0,13 mg / 20 g BB
Untuk berat mencit 30 gram = x 0,13 mg
= 0,195 mg/30 g BB/1 ml
Dibuat sebanyak 100 ml dengan Na-CMC 1 % b/v sehingga Na-diklofenak yang
dibutuhkan adalah = x 0,195 mg / 30 g BB
Hewan Uji Mencit (Mus musculus) Jantan
(Averrhoa bilimbi Linn.) Tablet NatriumDikofenak
Gambar 1 : Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
- Diukur Volume Udema Kaki Mencit
- Setelah 1 Jam
- Diukur Penurunan Volume Udema Kaki Mencit tiap 30 menit selama 3 jam
- Dianalisis
Gambar 2 : Histogram Persentase Penurunan Volume Udema Telapak Kaki Mencit Setelah 3 Jam.
Keterangan :
I = Kontrol Na.CMC 1% b/v
II = Suspensi Ekstrak Etanol Daun Beimbing Wuluh 1% b/v II = Suspensi Ekstrak Etanol Daun Beimbing Wuluh 2% b/v
IV = Suspensi Ekstrak Etanol Daun Beimbing Wuluh 4% b/v V = Pembanding Natrium Diklofenak 0,02% b/v
Gambar 3 : Foto Tumbuhan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Keterangan :
1