• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK APLIKASI PASTA CPP-ACP PADA

MIKROSTRUKTUR PERMUKAAN

ENAMEL GIGI SETELAH

BLEACHING

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

FRISCHA NOVITA SULU NIM : 110600089

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2015

Frischa Novita Sulu

Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

xiii + 70 halaman

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penampilan seseorang menyebabkan permintaan terhadap perawatan bleaching semakin meningkat.Bleaching membuat warna gigi menjadi lebih putih, namun apabila dilakukan secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada mikrostruktur permukaan enamel akibat proses demineralisasi. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan remineralisasi seperti pengaplikasian pasta CPP-ACP. Tujuan penelitian ini adalah melihat efek aplikasi pasta CPP-ACP pada bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran enamel setelah bleaching menggunakan karbamid peroksida 35%. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan One Group Pretest Posttest Design. Sampel yang digunakan adalah 16 gigi premolar atas

yang dibagi menjadi dua bagian dimana permukaan bukal sebelah kiri diaplikasikan bahan bleaching dan permukaan bukal sebelah kanan diaplikasikan bahan bleaching dan pasta CPP-ACP. Bahan bleaching diaplikasikan dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan interval waktu selama 4 jam sedangkan pasta CPP-ACP diaplikasikan dengan pengulangan sebanyak dua kali. Sampel gigi dilihat menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).Data dianalisa menggunakan Uji Chi-Square. Hasil

(3)

Daftar rujukan: 49 (2004-2015).

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Mei 2015

Pembimbing Tanda Tangan

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 Mei 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Dr. Ameta Primasari, drg., M.DSc, M.Kes

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, anugerahdan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ameta Primasari, drg, M.DSc, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dan dengan sabar memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkankepada kedua orangtua tercinta, PapiJusak Hengky Sulu, MamiTience Nurmaida Lumban Tobing dan adik tercinta Eirene Ericha Sulu, serta seluruh keluarga besar Sulu dan Tobingyang telah memberikan kasih sayang tidak terbalas, doa, semangat, dukungan dan bantuan baik moral maupun materi yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati dan dengan tulus mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Rehulina Ginting, drg, M.Si selaku ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(6)

Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Trelia Boel, drg, M.Kes, Sp. RKG (K) selaku dosen pembimbing akademis yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis selama menjalani pendidikan akademis.

5. Bang Syaiful selaku operator SEM di Lab Terpadu FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah menolong dalam mendapatkan hasil gambar menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

6. Teman-teman seperjuangan yang melaksanakan penulisan skripsi di Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara : Raeesa, Shinta, Agnes, Elisabeth, Ashvina, Ayu, Cassie, Dwi, Melissa, Nirosa, Stanley, Steffi, Wibowo, Widya, Kak Ellin, Kak Santi, Kak Beactris, Bang Dimas, Bang Joseph, Bang Eka atas dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.

7. Sahabat-sahabat penulis : Dytha, Neggy, Fatma Diana, Khaera, Lulu, Octavina, Dina, Jessica, Artauli dan seluruh teman-teman FKG USU angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

8. Octaviandy Situmeang atas segala doa, bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan memberikan kemudahan kepada kita.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan terbuka berbagai kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan buah pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu kedokteran gigi dan masyarakat.

Medan, 28 Mei 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Hipotesis Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1. Manfaat Teoritis ... 5

1.5.2. Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Enamel... 6

2.1.1. Komposisi Enamel ... 7

2.1.2. Struktur Enamel ... 8

2.1.2.1. Prisma Enamel ... 8

2.1.2.2. Incremental Lines ... 9

(8)

2.1.2.4. Cementoenamel Junction ... 11

2.2. Diskolorisasi Gigi ... 13

2.2.1. Diskolorisasi pada Bagian Luar Gigi (ekstrinsik) ... 13

2.2.2. Diskolorisasi pada Bagian Dalam Gigi (instrinsik) ... 15

2.3. Bleaching... 16

2.3.1. Bahan Bleaching ... 17

2.3.1.1. Hidrogen Peroksida ... 17

2.3.1.2. Karbamid Peroksida ... 17

2.3.2. Teknik Bleaching ... 17

2.3.2.1. Teknik In-Office Bleaching ... 18

2.3.2.2. Teknik Home Bleaching ... 18

2.3.2.3. Teknik Over the Counter (OTC) ... 19

2.3.3. Mekanisme Bleaching ... 19

2.4. Pengaruh Bleaching Terhadap Enamel ... 21

2.4.1. Pelepasan Mineral Enamel ... 21

2.4.2. Penurunan Kekerasan Enamel (Microhardness) ... 22

2.4.3. Perubahan Morfologi Permukaan Enamel ... 22

2.5. Demineralisasi Enamel... 22

2.6. Remineralisasi Enamel ... 23

2.7. Casein Phosphopeptide-Amorphouse Calcium Phospate ... 24

2.8. Saliva Buatan (Artificial Saliva) ... 24

2.9. Scanning Electron Microscope (SEM) ... 25

2.10. Landasan Teori ... 27

2.11. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi... 33

3.4. Variabel Penelitian ... 34

3.4.1. Variabel Bebas ... 35

3.4.2. Variabel Tergantung... 35

3.4.3. Variabel Terkendali ... 35

3.4.4. Variabel Tidak Terkendali ... 35

3.5. Definisi Operasional... 35

3.6. Bahan dan Alat Penelitian ... 36

3.6.1. Bahan Penelitian... 36

(9)

3.7. Prosedur Penelitian... 37

3.7.1. Persiapan Sampel ... 37

3.7.2. Penanaman Sampel ... 38

3.7.3. Pengaplikasian Bahan Bleaching ... 39

3.7.4. Melapisi Permukaan Enamel Gigi dengan Wax ... 39

3.7.5. Pengaplikasian Pata CPP - ACP ... 40

3.7.6. Pembersihan Sampel Gigi dari Wax ... 41

3.7.7. Pemotongan Sampel Gigi ... 41

3.7.8. Pengamatan Sampel ... 44

3.8. Rancangan Analisis Spesimen ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Perubahan pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Tanpa Pengaplikasian Pasta CPP–ACP Setelah Bleaching (2000x) ... 46

4.2. Perubahan pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Dengan Pengaplikasian Pasta CPP–ACP Setelah Bleaching (2000x) ... 48

4.3. Perbedaan pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Tanpa Pengaplikasian Pasta CPP–ACP dan Dengan Pengaplikasian Pasta CPP-ACP Setelah Bleaching (300x) ... 50

4.4. Tampilan Prisma Enamel dan Interprisma Enamel Akibat Paparan Bahan Bleaching dan Pasta CPP–ACP ... 52

4.5. Kekasaran Akibat Paparan Bahan Bleaching dan Pasta CPP– ACP ... 53

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Perubahan pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Tanpa Pengaplikasian Pasta CPP–ACP Setelah Bleaching (2000x) ... 55

5.2. Perubahan pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Dengan Pengaplikasian Pasta CPP–ACP Setelah Bleaching (2000x) ... 58

(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Penyebab diskolorisasi pada bagian luar gigi (ekstrinsik) ... 14 2 Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi selama proses

odontogenesis(pre-eruptive) ... 15 3 Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi setelah proses

odontogenesis(post-eruptive) ... 16 4 Komposisi saliva buatan ... 25 5 Pengamatan SEM pada enamel gigi di daerah batas ... 52 6 Tampilan prisma enamel akibat paparan bahan bleaching dan pasta

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gambaran SEM permukaan enamel gigi (2000x) ... 7

2Prisma enamel berbentuk key hole ... 9

3 Cross-striation (panah hitam) dan prisma enamel (panah putih) pada gigi molar dua desidui mandibula ... 9

4 Retzius lines (panah hitam) dan prisma enamel (panah putih) pada gigi molar dua desidui mandibula ... 10

5 Bagian-bagian dari dentino-enamel junction ... 11

6 Morfologi cementoenamel junction (CEJ) ... 12

7 Mekanisme bleaching oleh agen aktif peroksida ... 20

8 Prinsip kerja Scanning Electron Microscope ... 26

9 Pemotongan akar gigi ... 38

10 Sampel yang telah ditanam pada resin akrilik ... 38

11 Pengaplikasian bahan bleaching ... 39

12 Sampel gigi yang telah dilapisi wax ... 40

13 Pengaplikasian pasta CPP-ACP ... 41

14 Pemotongan gigi dari oklusal secara vertikal ... 42

15 Pemotongan gigi pada bagian mesial dan distal ... 42

16 Pemotongan gigi permukaan tengah bukal ... 43

17 Spesimen gigi berbentuk balok dengan ukuran 5mm x 5mm x 3mm ... 43

(13)

19 Gambaran permukaan enamel yang terpapar dengan bahan

bleaching (SEM 2000x) ... 46 20 Gambaran permukaan enamel yang terpapar dengan bahan

bleaching (SEM 2000x) ... 47 21 Gambaran permukaan enamel yang terpapar dengan bahan

bleaching dan pasta CPP-ACP (SEM 2000x) ... 48 22 Gambaran permukaan enamel yang terpapar dengan bahan

bleaching dan pasta CPP-ACP (SEM 2000x) ... 49 23 Gambaran perbedaan permukaan enamel tanpa pengaplikasian

pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP

setelah bleaching (SEM 300x) ... 50 24 Gambaran perbedaan permukaan enamel tanpa pengaplikasian

pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Skema Alur Penelitian

3. Kuesioner Pengumpulan Sampel Gigi 4. Surat Komisi Etik (Ethichal Clearance) 5. Analisa Pengamatan SEM

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Estetika dan kosmetik dalam bidang kedokteran gigi semakin berkembang akibat meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penampilan seseorang.Penampilan dapat memengaruhi kepercayaan diri seseorang pada saat berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Salah satu hal yang memengaruhi penampilan seseorang adalah gigi, baik dari bentuk, posisi, dan warna terutama pada gigi anterior karena akan memengaruhi keindahan senyum seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Joiner dkk (2008), telah dilaporkan bahwa 12,1-15,5% orang dewasa di United Kingdom merasa tidak puas dengan penampilan gigi mereka dan 17,9-21,3% merasa tidak puas dengan warna gigi mereka.1 Tin-Oo dkk (2011) menyimpulkan bahwa dari 235 orang pasien dewasa yang datang ke Rumah Sakit University Sains Malaysia Dental Clinic, terdapat 132 orang pasien dewasa (56,2%) merasa tidak senang dengan warna gigi mereka dan terdapat 113 orang pasien dewasa (48,1%) yang melakukan perawatan pemutihan gigi.2

(16)

Proses bleachingsangat menguntungkan bagi seseorang yang mendambakan senyuman yang indah dengan warna gigi yang putih. Namun ternyata bleaching dapat menimbulkan efek samping terhadap jaringan keras dan jaringan lunak di rongga mulut.5 Penelitian Justino dkk (2004) yang meneliti tentang efek dari karbamid peroksida terhadap enamel manusia secara in vitro dan in situ melaporkan bahwa terjadi penurunan kekerasan pada enamel, penurunan rasio kalsium yang drastis mulai pada hari kedua pengaplikasian gel karbamid peroksida 10% dan menyebabkan perubahan morfologi permukaan enamel yang dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).6 Namun beberapa penelitian menggunakan SEM menunjukkan bahwa karbamid peroksida memiliki pengaruh yang sangat kecil bahkan tidak ada perubahan terhadap morfologi permukaan enamel gigi. Beberapa penelitian juga telah menilai bahwa penggunaan karbamid peroksida 10% memiliki efek yang sama dengan penggunaan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 3,35%.7

Li Y (2011) menyatakan bahwa hidrogen peroksida dengan konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap permukaan enamel gigi seperti porositas, erosi dan depresi/ lekukan pada enamel.5 Hal ini dapat terjadi karena adanya proses demineralisasi pada enamel gigi akibat bahan bleaching yang bersifat asam. Demineralisasi merupakan proses lepasnya kandungan mineral pada enamel gigi seperti kalsium dan fosfat. Apabila rasio kalsium dan fosfat pada enamel gigi terus menurun tanpa ada proses remineralisasi, maka akan menimbulkan efek negatif terhadap enamel seperti perubahan pada morfologi akibat hilangnya prisma enamel, meningkatkan kekasaran dan menurunkan kekerasan enamel. Pengamatan dengan menggunakan SEM dapat memperlihatkan adanya perubahan morfologis setelah proses demineralisasi terjadi yaitu terjadinya pembesaran jalur interkristalin. Interkristalin merupakan batas antara kristal hidroksiapatit yang terdapat pada prisma enamel. Pembesaran jalur interkristalin dapat menyebabkan mineral enamel lebih mudah untuk berdifusi keluar dan memudahkan penetrasi asam ke dalam lapisan subsurface enamel. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sampai ke bagian gigi yang

(17)

Pada saat ini, sudah banyak diproduksi bahan-bahan yang dapat meningkatkan proses remineralisasi. Selain fluor, ternyata produk susu juga dapat meningkatkan proses remineralisasi tersebut. Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) merupakan suatu bahan remineralisasi berasal dari susu yang dapat digunakan pada saat proses bleaching sedang dilakukan dan setelah proses bleaching selesai. Casein Phosphopeptide (CPP) merupakan derivat dari protein

kasein yang terkandung di dalam susu dan dapat menjadi tempat untuk menjaga kalsium dan fosfat serta dapat berikatan dengan plak dan pada permukaan gigi. Dalam keadaan asam, CPP-ACP akan melepaskan ion kalsium dan fosfat sehingga dapat mempertahankan keadaan netral pada enamel gigi. Dengan demikian, proses demineralisasi menurun dan proses remineralisasi dapat meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Vasconselos dkk (2012) menyatakan bahwa pasta yang mengandung CPP-ACP dapat mencegah efek negatif dari bahan home bleaching terhadap kekerasan, kekasaran dan morfologi pada enamel gigi yang sudah dilakukan proses bleaching.8,9

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat efek aplikasi pasta CPP-ACP pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi setelah bleaching yang dianalisa melalui Scanning Electron Microscope(SEM).

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat perubahan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

2. Apakah terdapat perubahan pada mikrostrukur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

(18)

enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melihat efek aplikasi pasta CPP-ACP pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi setelah bleaching.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melihat perubahan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

2. Untuk melihat perubahan pada mikrostrukur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

3. Untuk melihat perbedaan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada mikrostruktur permukaan enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaranpermukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

(19)

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1Manfaat Teoritis

1. Sebagai data dan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi mengenai efektivitas dan kegunaan pengaplikasian pasta CPP-ACPpada mikrostruktur enamel berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi setelah bleaching.

2. Sebagai data dan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas pengaplikasian pasta CPP-ACP pada kualitas maupun kuantitas prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi.

1.5.2Manfaat Praktis

1. Sebagai data dan informasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai solusi mengurangi efek negatif yang terjadi pada enamel gigi yang diakibatkan oleh bahan bleaching.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan warna gigi akan terjadi tergantung dari gaya hidup seseorang dan hal ini akan memengaruhi penampilan dan kepercayaan diri seseorang pada saat bersosial dengan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, kebutuhan pelayanan kosmetik gigi semakin meningkat. Salah satu bentuk pelayanan kosmetik gigi adalah proses pemutihan gigi atau bleaching. Namun, telah dilaporkan bahwa penggunaan bahan bleaching dapat menimbulkan efek negatif terhadap enamel sehingga membutuhkan pengaplikasian bahan remineralisasi untuk mengurangi kerusakan pada enamel.9

2.1 Enamel

(21)

Gambar 1. Gambaran SEM permukaan enamel gigi (2000x)13

2.1.1 Komposisi Enamel

(22)

2.1.2 Struktur Enamel

Enamel terbagi menjadi dua bagian, yaitu (1) bagian luar yang disebut surface enamel dan (2) bagian dalam yang disebut subsurface enamel. Permukaan enamel yang paling luar (surface enamel) merupakan tempat proses terjadinya karies dimulai, tempat bahan bleaching dan bahan remineralisasi diaplikasikan. Surface enamel memperlihatkan gambaran yang berbeda-beda, dimana menunjukkan adanya aprismatik enamel, perikymata, gambaran prisma enamel, retak, pit dan elevasi. Dibandingkan dengan bagian dalam (subsurface enamel), surface enamel lebih banyak mengandung fluor dan sedikit mengandung karbonat sehingga permukaannya lebih keras, porus lebih sedikit, tidak mudah larut dan lebih radiopak.11

2.1.2.1 Prisma Enamel

Enamel terdiri atas prisma enamel atau enamel rod mulai dari batas enamel dan dentin (Dentinoenamel Junction) sampai ke permukaan enamel paling luar. Prisma enamel merupakan struktur dasar dari enamel. Setiap prisma enamel terdiri dari empat ameloblast. Satu ameloblastmembentuk bagian kepala (head), dua ameloblast membentuk bagian leher (neck) dan satu ameloblast membentuk bagian ekor (tail).14 Pada potongan melintang dari enamel gigi manusia, prisma enamel biasanya berbentuk seperti lubang kunci atau key hole(Gambar 2a). Prisma enamel memiliki diameter yang bervariasi antara 5-6 µm dengan panjang dari kepala sampai ekor sekitar 8-9 µm dan lebar bagian kepala sekitar 4-5 µm.11,15Ukuran dari prisma enamel sama besar dengan ukuran sel darah merah. Prisma enamel terdiri dari kristal-kristal dan permukaannya dibungkus oleh selubung batang atau rod sheath serta memiliki inti pada bagian tengah yang sering disebut rod core. Rod sheath memiliki lebih banyak zat organik dibandingkan dengan rod core (Gambar 2b).14

(23)

Gambar 2. Prisma enamel berbentuk key hole. a) Gambaran struktural dari prisma enamel; b) Gambaran mikroskopik dari prisma enamel14,15

2.1.2.2 Incremental Lines

Incremental lines merupakan garis yang terbentuk karena adanya aktivitas sel

pembentuk enamel yang disebut ameloblast. Incremental lines terdiri dari dua tipe, yaitu (1) cross-striation (Gambar 3)dan (2) retzius lines (Gambar 4).16

Gambar 3. Cross-striation (panah hitam) dan prisma enamel (panah putih) pada gigi molar dua desidui

mandibula16

(24)

Gambar 4.Retzius lines (panah hitam) dan prisma enamel (panah merah) pada gigi molar dua desidui mandibula16

Kedua garis ini dapat digunakan untuk menghitung lama dari proses pembentukan enamel (amelogenesis). Cross-striation terbentuk setiap 24 jam sedangkan retzius lines terbentuk setiap 6-12 hari. Retzius lines merupakan garis pertumbuhan enameldan menunjukkan jumlah lapisan dari enamel serta berakhir pada permukaan enamel yang disebut perikimata.16

2.1.2.3 Dentinoenamel Junction

Perbatasan antara enamel dan dentin dikenal dengan istilah dentinoenamel junction. Bagian enamel yang dapat dilihat pada bagian dentinoenamel junction

adalah (1) enamel spindle, (2) enamel tuft dan (3) enamel lamellae.Enamel spindle merupakan odontoblast yang tertanam pada enamel dengan panjang 25 µm. Pada potongan memanjang (longitudinal), enamel spindle dapat dilihat dengan jelas. Enamel tuft merupakan enamel rods yang mengalami hipomineralisasi. Berbentuk

seperti rumput dengan panjang sekitar 100 µm dan berjalan searah dengan prisma enamel.Enamel tuft dapat dilihat dengan jelas pada potongan melintang. Enamel lamellae merupakan celah tipis sehingga saliva dan debris dapat masuk ke dalamnya.

(25)

proses perkembangan enamel, enamel lamellae akan diisi oleh protein enamel. Pada potongan melintang, enamel lamellae dapat dilihat dengan jelas (Gambar 5).11

Gambar 5. Bagian-bagian dari dentino-enamel junction14

2.1.2.4 Cementoenamel Junction (CEJ)

Cementoenamel junction (CEJ) adalah perbatasan antara enamel yang

melapisi mahkota gigi dengan sementum yang menutupi bagian akar gigi. CEJ merupakan tempat dimana serat-serat gingiva melekat pada gigi yang sehat.Pada orang dewasa muda, CEJ dilindungi oleh jaringan gingiva. Namun dengan meningkatnya usia dan terjadinya erupsi pasif yang terus menerus, terjadi pergeseran dari CEJ ke sulkus gingiva. Pergeseran ini akan menyebabkan CEJ menjadi tersingkap dan hal ini dapat membuat daerah CEJ menjadi rentan terhadap keadaan patologis seperti karies akar, erosi pada bagian servikal gigi, resorpsi akar dan abrasi.17

(26)

Penelitian yang dilakukan oleh Arambawata dkk (2009) menyatakan bahwa ada 55,1% gigi memiliki hubungan CEJ yang edge-to-edge dan 30,7% enamel yang tidak bertemu dengan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya enamel yang tidak bertemu dengan sementum lebih besar dari penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu, hubungan CEJ harus selalu diperhatikan sebelum melakukan perawatan gigi seperti perawatan ortodonti, pemasangan stainless steel crown dan terutama dalam perawatan bleaching.17

(27)

2.2 Diskolorisasi Gigi

Diskolorisasi pada gigi merupakan salah satu penyebab mengapa seseorang membutuhkan perawatan gigi.Hal ini disebabkan oleh karena diskolorisasi gigi dapat memengaruhi estetik dan psikologi seseorang. Berdasarkan dari letaknya, diskolorisasi gigi dapat diklasifikasikan menjadi (1) diskolorisasi pada bagian luar gigi (ekstrinsik) dan (2) diskolorisasi pada bagian dalam gigi (intrinsik).18

2.2.1 Diskolorisasi pada Bagian Luar Gigi (Ekstrinsik)

Diskolorisasi pada bagian luar gigi merupakan diskolorisasi yang terletak pada permukaan luar gigi dan disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar gigi.Diskolorisasi ekstrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu secara (1) langsung dan (2) tidak langsung. Dan diskolorisasi ekstrinsik juga dapat diklasifikasikan menjadi (1) non-metallic stains dan (2) metallic stains.18

Diskolorisasi ekstrinsik secara langsung biasanya diakibatkan oleh karena diet dan zat yang biasa dimasukkan ke dalam mulut.Faktor diet dapat menyebabkan diskolorisasi pada permukaan gigi yang berwarna coklat atau hitam tergantung dari makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari seperti teh, kopi, dan jenis minuman lainnya.Faktor kebersihan rongga mulut dapat memengaruhi akumulasi plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan yang dapat menyebabkan diskolorisasi yang biasanya berwarna kuning atau coklat.Bakteri kromogenik yang ada di dalam rongga mulut dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi biasanya pada daerah margin gingiva.Faktor kebiasaan seperti merokok dan mengunyah tembakau dapat menyebabkan diskolorisasi berupa warna coklat tua atau hitam pada satu per tiga sampai setengah permukaan gigi.Faktor kebiasaan menggunakan obat-obatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi seperti obat kumur klorheksidin dapat menyebabkan gigi menjadi warna kuning kecoklatan. (Tabel 1)18

(28)

diskolorisasi pada gigi oleh karena permukaan gigi terpapar zat seperti besi, mangan, perak, dan lain-lain. (Tabel 1)18

Tabel 1.Penyebab diskolorisasi pada bagian luar gigi (ekstrinsik)18

Klasifikasi Faktor

Diet Teh, kopi, dan makanan lainnya Coklat, hitam Kebersihan

mulut

Plak, kalkulus, dan sisa-sisa makanan Kebiasaan Merokok, mengunyah tembakau Coklat tua,

hitam Obat-obatan Klorheksidin

Obat kumur yang mengandung fenolik

Obat-obatan Larutan oral yang mengandung besi (iron)

Obat kumur yang mengandung copper salt

Obat kumur yang mengandung potassium permanganate

Terpapar besi, mangan, dan perak Terpapar merkuri

Tembaga dan nikel Asap dari asam kromat

Hitam Biru kehijauan

(29)

2.2.2 Diskolorisasi pada Bagian Dalam Gigi (Intrinsik)

Diskolorisasi pada bagian dalam gigi (intrinsik) dapat terjadi selama dan setelah proses odontogenesis. Selama proses odontogenesis (pre-eruptive), diskolorisasi gigi dapat terjadi akibat perubahan kualitas dan kuantitas dari enamel dan dentin. Faktor penyebab yang dapat memengaruhi diskolorisasi gigi selama proses odontogenesis adalah kelainan metabolisme, gangguan akibat kuman patogen pada gigi, kelainan genetik, obat-obatan, dan lingkungan (Tabel 2).

Tabel 2.Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi selama proses odontogenesis (pre-eruptive)18

Faktor Penyebab

Contoh Warna

Kelainan Metabolisme Hyperbilirubinemia Prophyria molar satu dan insisivus

permanen

Putih Kuning

Coklat Kelainan genetik Amelogenesis imperfect

Dentin dysplasia

Kuning, coklat, biru atau keabuan

Biru-hijau Kehijauan Putih-coklat, hitam Lingkungan Endemic Flourosis Putih-coklat, hitam

(30)

resorpsi internal dan bahan-bahan kedokteran gigi seperti tambalan atau obat yang dimasukkan pada saluran akar (Tabel 3). Proses penuaan dapat menyebabkan diskolorisasi gigi oleh karena dipengaruhi kondisi enamel dan dentin. Pada proses penuaan, gigi akan mengalami perubahan secara fisiologis seperti penipisan enamel akibat pemakaian gigi dalam jangka lama yang dapat mengakibatkan erosi, abrasi, atrisi gigi secara fisiologis, dan terjadi perubahan pada strukturnya, serta terbentuknya dentin sekunder atau tersier. Oleh karena itu, warna gigi pada orang tua menjadi lebih gelap atau kekuningan.18

Tabel 3.Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi setelah proses odontogenesis (post-eruptive)18

Faktor Penyebab Contoh Warna

Kondisi gigi Saat karies baru mulai Karies aktif Proses penuaan

Putih Coklat kekuningan

Kekuningan Pulpa Trauma pada pulpa

disertai dengan pada saluran akar, seperti

iodoform, ledermix

(31)

2.3.1 Bahan Bleaching

Bahan yang biasa digunakan dalam perawatan bleaching adalah (1) hidrogen peroksida, (2) karbamid peroksida, (3) sodium perborate dan (4) kalsium peroksida.Namun, hidrogen peroksida dan karbamid peroksida yang merupakan bahan utama untuk extra coronal bleaching pada gigi yang masih vital. Kedua bahan ini dapat membuat warna gigi menjadi lebih putih namun memiliki efek dan keamanan yang berbeda.20

2.3.1.1 Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida dikenal dengan sebutan dihidrogen dioksida, hidrogen dioksida, hidrogen oksida, oksidol dan peroksida.Rumus kimia dari hidrogen peroksida adalah H2O2.Hidrogen peroksida merupakan oksidator yang kuat, berbentuk cairan bening, tidak bewarna dan larut di dalam air. Pada teknik in-office biasanya menggunakan konsentrasi hidrogen peroksida yang tinggi yaitu 30-35%, sedangkan pada teknik home bleaching konsentrasi hidrogen peroksida yang digunakan adalah 10%.21

2.3.1.2 Karbamid Peroksida

Karbamid peroksida dikenal dengan sebutan urea peroksida, hidrogen peroksida karbamid dan urea hidrogen peroksida. Rumus kimia dari karbamid peroksida adalah CO(NH2)2.H2O2. Karbamid peroksida dapat berbentuk kristal putih atau bubuk kristal, dapat larut dalam air dan dapat terurai menjadi urea dan hidrogen peroksida. Karbamid peroksida dengan konsentrasi 35% sering digunakan sebagai bahan utama untuk pemutihan gigi pada teknik in-office, sedangkan karbamid peroksida yang memiliki konsentrasi 16% digunakan untuk pemutihan gigi pada teknik home bleahing.21

2.3.2 Teknik Bleaching

(32)

bleaching).19,22 Teknik over the counter banyak diminati oleh pasien karena harganya lebih murah dan memiliki efek yang cukup memuaskan. Namun, bila seseorang menginginkan warna gigi yang lebih putih dari bahan over the counter, mereka dapat memilih teknik in-office atau home bleaching.22

2.3.2.1 Teknik In-officeBleaching

Teknik in-office bleaching merupakan teknik pertama yang dilakukan untuk mengubah warna gigi menjadi lebih putih. Teknik in-office dapat mengubah warna gigi secara cepat sehingga sering disebut dengan istilah ”one-hour bleaching”.23 Pada umumnya, teknik in-office memerlukan satu sampai enam kali kunjungan untuk mendapatkan efek yang memuaskan. Dan setiap satu kali kunjungan memerlukan waktu sekitar 30-60 menit. Namun, teknik in-office juga menyediakan perawatan dengan satu kali kunjungan saja (1-1,5 jam).19,23 Kekurangan dari teknik ini adalah harganya lebih mahal dibandingkan dengan teknik home bleaching dan memiliki efek negatif yang lebih besar terhadap jaringan keras dan jaringan lunak di rongga mulut. Hal ini disebabkan oleh karena teknik in-office menggunakan konsentrasi peroksida yang tinggi.22,23

2.3.2.2 Teknik Home Bleaching

Teknik home bleaching sering disebut juga dengan teknik night guard bleaching. Teknik ini memerlukan suatu alat berupa tray dan dilakukan oleh pasien di

(33)

2.3.2.3 Teknik Over The Counter (OTC)

Teknik over the counter merupakan teknik yang menggunakan bahan pemutih gigi yang dijual secara bebas. Biasanya produk over the counter tersedia dalam bentuk pasta gigi, obat kumur, paint-on bleaching dan permen karet yang mengandung bahan pemutih gigi. Efektivitasnya tergantung dari produk yang digunakan dan warna gigi yang diinginkan. Penelitian Gerlach RW dkk (2004) membandingkan perubahan warna gigi pada saat menggunakan produk paint-on bleachingColgate Simply Whiteyang mengandung 18% karbamid peroksida pasta gigi

yang mengandung bahan pemutih gigi (Crest Vivid White). Kedua produk tersebut memiliki efek yang sama dalam mengubah warna gigi. Gerlach RW dkk (2004) juga membandingkan efektivitas produk home bleaching dengan konsentrasi karbamid peroksida yang rendah yaitu 5% dengan produk OTC berupa paint-on bleaching dengan konsentrasi karbamid peroksida 18% dan pasta gigi dengan konsentrasi hidrogen peroksida 1%. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa produk OTC tidak efektif dibandingkan dengan home bleaching.24

2.3.3 Mekanisme Bleaching

Proses perubahan warna gigidengan menggunakan teknik bleaching apapun dan dengan konsentrasi peroksida yang berbeda merupakan proses reaksi kimia oksidasi dan reduksi. Pada proses ini terjadi reaksi antara zat pewarna pada gigi (sebagai pereduksi) dengan molekul bahan bleaching (sebagai oksidator).25

Bahan yang dapat menyebabkan diskolorisasi pada permukaan gigi merupakan senyawa organik yang memiliki rantai konjugasi yang panjang baik dalam bentuk ikatan tunggal maupun ikatan rangkap.Bahan tersebut mengandung heteroatom, karbonil, dan cincin fenil yang sering disebut kromofor. Proses diskolorisasi dan pemutihan kromofor dapat terjadi melalui perusakan satu atau lebih ikatan rangkap dalam rantai konjugasi, dengan memotong rantai konjugasi, atau dengan mengoksidasi molekul kimia lainnya dalam rantai konjugasi.26

(34)

peroksida akan membentuk radikal bebas yang akan mengganggu kromofor di dalam struktur gigi melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses ini akan mengubah struktur substansi organik yang berinteraksi pada gigi sehingga menghasilkan perubahan warna.26

Gambar 7. Mekanisme bleaching oleh agen aktif peroksida. (a) Diskolorisasi yang disebabkan oleh kromofor ekstrinsik dan ekstrinsik, (b) peroksida berpenetrasi dengan mengoksidasi kromofor dan (c) terjadi diskolorisasi enamel dan dentin melalui pemecahan kromofor menjadi fragmen kecil oleh radikal bebas26

Hidrogen peroksida merupakan bahan utama yang digunakan dalam perawatan pemutihan gigi dan dihasilkan dengan reaksi sebagai berikut :25

Air + Oksigen Hidrogen Peroksida

H2O ½ O2 H2O2

Karbamid peroksida mengandung 30% hidrogen peroksida. Artinya, larutan karbamid peroksida 10% akan bereaksi membentuk 3% hidrogen peroksida dengan reaksi :25

Karbamid peroksida Urea + Hidrogen Peroksida

(35)

2.4 Pengaruh Bleaching terhadap Enamel

Bahan peroksida yang digunakan pada saat perawatan bleaching memang masih tergolong aman.Namun ternyata bahan bleaching ini menimbulkan efek samping terhadap enamel. Beberapa penelitian menyatakan bahwa peroksida yang terkandung dalam bahan bleaching dapat menyebabkan pelepasan mineral enamel, perubahan kekerasan pada surface enamel dan subsurface enamel, serta perubahan morfologi pada surface enamel.27,28

2.4.1 Pelepasan Mineral Enamel

Bahan bleaching yaitu karbamid peroksida dan hidrogen peroksida dapat mengakibatkan hilangnya zat organik dari permukaan enamel. Karbamid peroksida akan terurai bila berkontak dengan air atau saliva menjadi hidrogen peroksida dan urea, dimana hidrogen peroksida dan urea ini akan menghasilkan air, oksigen, karbon dioksida, dan ammonia. Hasil dari reaksi karbamid peroksida tersebut akan sedikit membuat pH bahan bleaching semakin asam sehingga akan berpengaruh terhadap larutnya mineral enamel. Hidrogen peroksida dalam proses bleaching akan menghasilkan radikal bebas dan ion perhydroxyl. Larutnya mineral enamel terjadi akibat adanya reaksi antara ion hidrogen dengan hidroksiapatit, dengan reaksi sebagai berikut :29

Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 10Ca2+ + 6HPO42- + 2H2O

Jose P dkk (2010) menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah mineral pada sampel gigi setelah diaplikasikan 10% karbamid peroksida. Dan ditemukan adanya kehilangan seluruh fluoride dan fluorapatite pada beberapa sampel gigi.29

(36)

Penurunan kekerasan enamel setelah bleaching terjadi akibat hilangnya mineral pada permukaan enamel. Kamath U dkk (2013) meneliti tentang kekerasan enamel setelah bleaching dengan pengaplikasian Remin Pro®melaporkan bahwa terjadi penurunan kekerasan enamel setelah diaplikasikan bahan bleaching dengan merek McInnes yang mengandung 1 ml asam hydrochloric 36%, 1 ml hidrogen peroksida 30% dan 0,2 ml bahan anestetik selama 5 menit. Kekerasan meningkat kembali setelah diaplikasikan bahan remineralisasi yaitu Remin Pro®.30

2.4.3 Perubahan Morfologi Permukaan Enamel

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk menganalisa kualitas dari morfologi permukaan enamel setelah bleaching. Selain SEM, profilometry juga dapat digunakan untuk memastikan adanya

perubahan kekasaran dan hilangnya zat organik dari permukaan enamel.28

Pada penelitian Kemaloglu H dkk (2014) dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada morfologi permukaan enamel setelah diaplikasikan bahan bleaching dengan konsentrasi yang berbeda. Pada sampel yang diaplikasikan karbamid peroksida 10% menunjukkan adanya porositas yang ringan pada permukaan enamel dibandingkan dengan sampel yang diaplikasikan hidrogen peroksida 38%.31

2.5 Demineralisasi Enamel

(37)

Proses demineralisasi akan dimulai pada saat rongga mulut dalam keadaan asam. Hidroksiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) dan Flouroapatit (Ca10 (PO4)6 F2) yang merupakan mineral dari enamel gigi akan larut menjadi Ca2+, PO4-9, dan F- atau OH-. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4-9, dan F- atau OH- yang akan membentuk HSO4-, H2SO4-, HF atau H2O, sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO4, CaPO4 dan CaHPO4.33

Mengingat bahwa kalsium merupakan komponen utama dalam struktur gigi dan demineralisasi enamel terjadi akibat lepasnya ion kalsium dari enamel gigi, maka pengaruh asam pada enamel gigi merupakan reaksi penguraian. Demineralisasi yang terus-menerus akan membentuk porositas pada permukaan enamel yang sebelumnya tidak ada. Saliva yang mengandung kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang cukup dapat melindungi enamel dari proses demineralisasi.32,33

2.6 Remineralisasi Enamel

Remineralisasi merupakan proses penempatan kembali mineral-mineral yang telah larut setelah proses demineralisasi. Proses ini akan terjadi bila pH dari rongga mulut sudah kembali normal dan terdapat ion kalsium serta ion fosfat dengan konsentrasi yang tinggi dalam rongga mulut. Ion kalsium dan ion fosfatakan membentuk hidroksiapatit dan menutup kembali ruangan dari kristal yang sudah terdemineralisasi.32,34

(38)

membentuk kalsium dan fosfat serta bahan ini dapat berpengaruh terhadap kekuatan enamel gigi.35

2.7 Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP)

Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phospate (CPP-ACP)

merupakan bahan remineralisasi yang berasal dari produk susu yang terdiri dari Casein Phosphopeptide (CPP) dan Amorphous Calcium Phosphate (ACP). CPP

berasal dari kasein protein susu yang mempunyai kemampuan untuk menjaga stabilitas kalsium dan fosfat. Sehingga pada saat proses demineralisasi terjadi, ion fosfat dan ion kalsium yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan ditempatkan pada permukaan gigi, masuk ke dalam enamel rod dan akan berubah bentuk menjadi kristal apatit sehingga proses remineralisasi terjadi. Ion kalsium dan fosfat juga dapat berikatan dengan protein plak gigi sehingga mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP menghambat enzim pada bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam dan proses ini dapat mengurangi demineralisasi enamel gigi. ACP pertama kali dijelaskan oleh Aaron S. Poner pada pertengahan tahun 1960-an. ACP merupakan endapan dari larutan kalsium fosfat yang jenuh. CPP-ACP berguna untuk menghambat pembentukan karies, perawatan white spot, hipomineralisasi enamel, fluorosis ringan, gigi yang sensitif, erosi gigi dan mencegah akumulasi plak pada pengguna pesawat ortodonti. CPP-ACP juga ternyata dapat mempertahankan warna gigi setelah proses bleaching dan dapat mencegah gigi menjadi sensitif.36

2.8 Saliva Buatan (Artificial Saliva)

(39)

natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), kalsium klorida (CaCl2) dan magnesium sulfate heptahydrate (MgSO4. 7H2O).37

Berikut ini adalah contoh komposisi dari saliva buatan (larutan Mc Dougal) :

Tabel 4.Komposisi saliva buatan37

Bahan Jumlah (gram)

NaHCO3 58.8

Na2HPO4.7H2O 42.0

NaCl 2.82

KCl 3.42

CaCl2 0.24

MgSO4. 7H2O 0.74 pH = 6,8

2.9 Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop yang

memanfaatkan elektron sebagai pengganti cahaya untuk membentuk sebuah tampilan gambar.Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai resolusi 200 nm sedangkan elektron dapat mencapai 0,1-0,2 nm. SEM banyak digunakan dalam bidang ilmu kedokteran, karena SEM dapat membantu peneliti untuk melihat objek yang diteliti menjadi lebih jelas.38,39

(40)

Kelemahan dari SEM adalah memerlukan kondisi vakum, hanya dapat menganalisa permukaan saja, resolusi lebih rendah dari Transmission Electron Microscopy dan sampel harus bahan yang konduktif. Jika bahan bukan suatu

konduktor maka harus dilapisi logam terlebih dahulu.40

Pelapisan sampel dengan bahan konduktif dikenal dengan istilah conductive coating.Conductive coating dapat mencegah akumulasi statis dari muatan listrik pada

spesimen selama irradiasi elektron dan meningkatkan emisi elektron sekunder (pelepasan elektron sekunder) sehingga gambar yang dihasilkan tidak mengalami distorsi. Bahan yang biasanya digunakan untuk melapisi spesimen adalah emas, palladium dan platina.40,41

(41)

2.10 Landasan Teori

Enamel merupakan lapisan terluar gigi yang hanya melapisi mahkota gigi dan merupakan jaringan yang paling keras yang terdapat pada tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi karena enamel memiliki kandungan mineral yang tinggi. Komposisi dari enamel adalah 96% dari berat (88-90% dari volume) tersusun atas zat anorganik dalam bentuk kristal hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2], sekitar 3% dari berat (5-10% dari volume) adalah air dan 1% zat organik.11

Enamel dapat mengalami diskolorisasi sehingga terjadilah perubahan pada warna gigi yang dapat memengaruhi estetik dan psikologi seseorang. Perubahan warna gigi dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik baik secara langsung (non-metallic stains) maupun tidak langsung (metallic stains) dan faktor intrinsik yang dapat terjadi

sebelum erupsi gigi (pre-eruptive) atau setelah erupsi gigi (post-eruptive).18

Diskolorisasi gigi yang terjadi oleh karena faktor ekstrinsik secara langsung (non-metallic stains) dapat terjadi akibat kesalahan diet seperti mengkonsumsi makanan dan minuman yang berwarna, kebersihan rongga mulut dan penggunaan obat-obatan seperti klorheksidin. Sedangkan diskolorisasi yang terjadi oleh karena faktor ekstrinsik secara tidak langsung (metallic stains) dapat terjadi akibat penggunaan obat-obatan seperti penggunaan larutan oral yang mengandung besi dan pengaruh dari pekerjaan serta lingkungan.18

Diskolorisasi gigi yang terjadi karena faktor intrinsik sebelum gigi erupsi (pre-eruptive) dapat terjadi akibat kelainan metabolisme, gangguan akibat kuman patogen pada gigi, kelainan genetik, penggunaan obat-obatan seperti tetracycline dan lingkungan. Sedangkan diskolorisasi yang terjadi oleh karena faktor intrinsik setelah proses erupsi (post-eruptive) dapat terjadi akibat kondisi gigi dan pulpa serta bahan-bahan kedokteran gigi yang digunakan.18

(42)

yang mengalami diskolorisasi oleh karena faktor ekstrinsik sedangkan internal bleaching dilakukan pada gigi yang mengalami diskolorisasi oleh karena faktor intrinsik. Bahan bleaching untuk gigi vital dapat diperoleh secara bebas (teknik over the counter) atau dilakukan dibawah pengawasan dokter gigi (teknik in-office dan home bleaching).19,20,22Bahan bleaching yang digunakan pada teknik in-office adalah hidrogen peroksida 30-35% atau karbamid peroksida 35%. Sedangkan bahan yang biasa digunakan pada home bleaching adalah hidrogen peroksida 10% atau karbamid peroksida 16%.24

Bahan peroksida yang digunakan pada saat perawatan bleaching memang masih tergolong aman untuk digunakan. Namun ternyata bahan peroksida dapat menimbulkan efek samping terhadap enamel gigi dan dapat meningkatkan proses demineralisasi pada gigi. Demineralisasi merupakan proses hilangnya kandungan mineral pada enamel. Beberapa penelitian mengatakan bahwa peroksida yang terdapat pada bahan bleaching dapat menyebabkan pelepasan mineral enamel, perubahan kekerasan pada enamel dan perubahan morfologi permukaan enamel.27,28,32

Pelepasan mineral enamel dapat terjadi diakibatkan adanya reaksi antara ion hidrogen dengan hidroksiapatit yang mengakibatkan hilangnya mineral dari permukaan enamel. Hilangnya mineral enamel akan berpengaruh terhadap kekerasan enamel dan morfologi dari permukaan gigi sehingga dapat terjadi perubahan pada mikrostruktur enamel gigi.29,30,31 Oleh karena itu sangat diperlukan suatu bahan yang dapat meningkatkan proses remineralisasi agar ruangan dari kristal yang sudah terdemineralisasi dapat tertutup kembali.34

Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phospate (CPP-ACP)

merupakan bahan remineralisasi yang berasal dari produk susu yang terdiri dari Casein Phosphopeptide (CPP) dan Amorphous Calcium Phosphate (ACP). CPP

(43)

mulut, proses remineralisasi akan terjadi. Remineralisasi merupakan proses penempatan kembali mineral-mineral enamel yang telah larut setelah proses demineralisasi. Proses ini dimulai dari ion kalsium dan fosfat yang akan membentuk kembali hidroksiapatit dan akan menutup kembali ruangan dari kristal yang sudah terdemineralisasi.32,35Ion kalsium dan fosfat juga dapat berikatan dengan protein plak gigi sehingga mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP dapat menghambat enzim pada bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam dan proses ini tentunya dapat mengurangi proses demineralisasi enamel gigi.36

Kerangka Teori

Enamel Faktor ekstrinsik (secara langsung dan tidak langsung) dan faktor intrinsik (pre-eruptive dan

(44)

2.11 Kerangka Konsep

Home bleaching Over the Counter (OTC)

Karbamid Peroksida atau Hidrogen Peroksida

Proses demineralisasi

Terjadi perubahan pada bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran enamel

CPP menstabilkan ion kalsium dan fosfat serta melokalisasikannya pada permukaan

gigi

ACP mengandung kalsium dan fosfat sehingga dapat menghasilkan konsentrasi ion

(45)

Bleaching

Karbamid Peroksida 35%

Ca10(PO4)6(OH)2 10 Ca2+ + 6 PO43- + 2 OH-

atau Ca10(PO4)6F2 10 Ca2+ + 6 PO43- + 2 F-

Pengaplikasian pasta CPP-ACP

Memacu proses remineralisasi permukaan enamel gigi

SEM

Perbedaan mikrostruktur enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta

kekasaran permukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP dan tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching

Terjadi perubahan pada bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta

(46)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan desain penelitian One Group Pretest Posttest Design.Alasan digunakan jenis penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan pada subjek yang diteliti.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Sumatera Utara (Medan) dan Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (Medan).

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Desember 2014 s/d Mei 2015.Dimulai dari pengumpulan sampel, kemudian dilakukan penelitian, analisa data dan penulisan hasil serta pembahasan penelitian ini.

3.3 Sampel Penelitian

(47)

3.3.1 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Federer (rumus eksperimental), yaitu :

Keterangan :

t = jumlah perlakuan r = besar sampel

(t-1)(r-1) ≥ 15 (2-1)(r-1) ≥ 15 (1)(r-1) ≥ 15 r – 1 ≥ 15

r ≥ 15 + 1

r ≥ 16

3.3.2 Kriteria Sampel

3.3.2.1 Kriteria Inklusi

1. Usia 17-25 tahun.

2. Gigi premolar satu atas yang telah diekstraksi.

3. Mahkota gigi baik dan utuh (tidak ada karies, tidak atrisi, tidak abrasi, dan tidak erosi).

4. Gigi tidak ada tambalan.

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Gigi pernah mengalami perawatan bleaching. 2. Gigi pernah mengalami perawatan saluran akar. 3. Gigi pernah mengalami perawatan ortodonti cekat. 4. Gigi yang crack dan fraktur.

(48)

3.4Variabel Penelitian

Variabel Terkendali

• Spesimen gigi yang digunakan (Gigi Premolar Satu Atas)

• Lamanya dan prosedur bleaching yang sesuai dengan petunjuk pabrik (30 menit)

• Jumlah pengulangan aplikasi bleaching (3 kali)

• Lamanya dan prosedur pengaplikasian pasta CPP-ACP yang sesuai dengan petunjuk pabrik (4 menit, dan didiamkan selama 30 menit)

• Jumlah pengulangan aplikasi pasta CPP-ACP (2 kali) • Keterampilan operator SEM

Variabel Bebas

Bahan bleaching (Karbamid Peroksida 35 %)

dan bahan remineralisasi (Pasta CPP-ACP)

Variabel Tergantung

Perubahan mikrostruktur enamel gigi berupa perubahan bentuk prisma

enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi

Variabel Tidak Terkendali

• Variasi komposisi dan struktur gigi

(49)

3.4.1 Variabel Bebas

1. Bahan bleaching (Karbamid Peroksida 35%) 2. Bahan remineralisasi (Pasta CPP-ACP)

3.4.2 Variabel Tergantung

1. Perubahan mikrostruktur enamel gigi berupa perubahan bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi

3.4.3 Variabel Terkendali

1. Spesimen gigi yang digunakan (Gigi Premolar Satu Atas)

2. Lamanya dan prosedur bleaching yang sesuai dengan petunjuk pabrik (30 menit)

3. Jumlah pengulangan aplikasi bleaching (3 kali)

4. Lamanya dan prosedur pengaplikasian pasta CPP-ACP yang sesuai dengan petunjuk pabrik (4 menit, dan dibiarkan selama 30 menit)

5. Jumlah pengulangan aplikasi pasta CPP-ACP (2 kali) 6. Keterampilan operator SEM

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Variasi komposisi dan struktur gigi

2. Seberapa banyak penyerapan bahan remineralisasi (pasta CPP-ACP) yang terjadi pada permukaan enamel gigi

3.5 Definisi Operasional

a. Mikrostruktur permukaan enamel adalah tampilan bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi dari sampel penelitian yang dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

b. Bleaching adalah proses pemutihan gigi pada sampel penelitian dengan menggunakan bahan bleaching yang mengandung karbamid peroksida 35% (Opalescence, Ultradent,USA)

(50)

Phosphate (ACP), digunakan sebagai remineralizing agent. Produk yang digunakan dalam bentuk pasta dengan merek yang digunakan adalah GC Tooth Mousse™.

d. Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang memiliki kemampuan untuk memperlihatkan mikrostruktur permukaan enamel sampel penelitian. SEM memiliki perbesaran 10-30.000 kali, depth of field 4-0,4 mm, dan resolusi sebesar 1-10 nm. Penelitian ini menggunakan alat SEM Hitachi, TM 3000.

e. Perubahan irregular enamel adalah perubahan yang terjadi pada struktur permukaan enamel sampel penelitian sehingga mengakibatkan struktur prisma dan interprisma enamel sampel penelitian terlihat menjadi tidak teratur.

f. Tampak prisma enamel adalah tampak suatu struktur yang berbentuk seperti sarang lebah (honeycomb) atau lembah (crater) karena permukaan enamel mengalami erosi.

g. Tampak interprismatik enamel adalah tampak suatu struktur yang berada diantara satu prisma enamel dengan prisma enamel lainnya.

h. Kekasaran permukaan enamel adalah tampak permukaan enamel yang tidak rata (ireguler).

3.6Bahan dan Alat Penelitian

3.6.1 Bahan Penelitian

1. Gigi premolar satu atas 2. Bubuk pumice

3. Larutan normal saline 4. Saliva buatan (pH = 6,8) 5. Aquadest

6. Resin akrilik 7. Wax

(51)

3.6.2 Alat Penelitian

1. Mikromotor dan handpiece 2. Bur brush

10. Spidol hitam permanen

11. Wadah plastik kecil (toples tablet) 12. Wadah perendaman

13. Spuit 3cc 14. Pot akrilik

15. Scanning Electron Microscope (Hitachi, TM 3000)

3.7Prosedur Penelitian

3.7.1 Persiapan sampel

1. Sampel gigi yang baru diekstraksi disimpan di dalam larutan normal saline untuk menjaga kondisi gigi agar tidak rusak.

2. Bersihkan permukaan mahkota gigi dari debris, kalkulus dan kotoran lainnya dengan menggunakan bur brush dan pumice.

3. Gigi dibilas dengan aquadest. Masukkan seluruh gigi ke dalam wadah yang berisi aquadest.Lakukan pengulangan sebanyak dua kali sehingga permukaan gigi menjadi bersih.

4. Ambil gigi satu per satu menggunakan pinset, lalu keringkan menggunakan tissue dan air blower (pus-pus).

(52)

Gambar 9. Pemotongan akar gigi42

3.7.2 Penanaman Sampel

1. Tuangkan bubuk dan liquid resin akrilik yang secukupnya ke dalam pot akrilik. Aduk hingga homogen.

2. Pada saat resin akrilik memasuki tahap dough, masukkan resin akrilik ke dalam cetakan berupa tabung spuit 3cc yang sudah dipotong dengan panjang 1,5 cm.

3. Sampel gigi ditanam pada resin akrilik sampai batas Cemento-Enamel Junction (CEJ) sehingga hanya mahkota gigi yang terlihat di atas resin akrilik. Dilakukan dengan hati-hati agar permukaan enamel gigi tidak terkena resin akrilik.

4. Sampel gigi yang telah ditanam dalam resin akrilik direndam dalam larutan normal saline untuk menghindari reaksi eksotermik.

(53)

3.7.3 Pengaplikasian Bahan Bleaching

1. Permukaan gigi dibersihkan kembali menggunakan bur brush selama 20 detik dan dibilas menggunakan aquadest selama 10 detik, lalu dikeringkan.

2. Aplikasikan bahan bleaching (Karbamid Peroksida 35%) pada bagian bukal dengan ketebalan bahan bleaching yang diaplikasikan pada setiap sampel setebal 0,5-1,0 mm, kemudian ratakan menggunakan mikrobrush. Sampel dibiarkan berkontak dengan bahan bleaching selama 30 menit.

3. Setelah proses bleaching selesai, bersihkan permukaan gigi dengan air dengan cara irigasi selama 10 detik, lalu dikeringkan.

4. Dilakukan pengulangan pengaplikasian bahan bleaching sebanyak tiga kali dengan interval waktu selama empat jam. Pengulangan dilakukan sesuai dengan petunjuk pabrik yang menganjurkan pengulangan pemakaian untuk hasil yang optimal.

5. Sampel direndam di dalam saliva buatan untuk menunggu pengaplikasian bahan bleaching selanjutnya.

Gambar 11. Pengaplikasian bahan bleaching42

3.7.4 Melapisi Permukaan Enamel Gigi dengan Wax

(54)

2. Pada sisi kanan sebelah bukal, dibuat jendela sebesar 2,5 mm x 5 mm sebagai permukaan yang akan diaplikasikan pasta CPP-ACP.

Gambar 12. Sampel gigi yang telah dilapisi wax42

3.7.5 Pengaplikasian Pasta CPP-ACP

1. Aplikasikan pasta topikal pada permukaan sampel dengan menggunakan kuas.

2. Setelah rata, biarkan selama empat menit, kemudian tipiskan dan biarkan selama 30 menit.

(55)

Gambar 13. Pengaplikasian pasta CPP-ACP42

3.7.6 Pembersihan Sampel Gigi dari Wax

1. Wax dibuang menggunakan lekron.

2. Memperhatikan permukaan enamel gigi di bawah cahaya lampu supaya wax dibuang dengan sempurna.

3. Bilas permukaan gigi dan keringkan.

3.7.7 Pemotongan Spesimen Gigi

1. Ukur dari bukal ke arah palatal sepanjang 3 mm, buat garis menggunakan spidol, kemudian bur pada garis tersebut dari oklusal secara vertikal menggunakan carborundum disc.

Gambar 14. Pemotongan gigi dari oklusal secara vertikal42

(56)

Gambar 15. Pemotongan gigi pada bagian mesial dan distal42

3. Untuk dari arah oklusal ke servikal, ukur permukaan tengah bukal sepanjang 5 mm, buat garis menggunakan spidol, kemudian bur pada garis tersebut secara horizontal.

Gambar 16. Pemotongan gigi permukaan tengah bukal42

(57)

Gambar 17. Spesimen gigi berbentuk balok dengan ukuran 5mm x 5mm x 3mm42

5. Spesimen yang telah dipotong dibersihkan dengan aquadest untuk menghilangkan sisa-sisa pemotongan, lalu dikeringkan.

6. Spesimen gigi pada bagian sebelah kanan ditandai dengan spidol permanen untuk menunjukkan bahwa bagian tersebut merupakan permukaan enamel yang diaplikasikan bahan bleaching dan pasta CPP-ACP, sedangkan bagian sebelah kiri merupakan permukaan enamel yang hanya diaplikasikan bahan bleaching saja.

7. Sampel gigi dipacking dalam wadah plastik (toples obat) yang berbeda. Kemudian sampel dikirim ke Lab Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan hasil gambar dari SEM.

3.7.8 Pengamatan Sampel

(58)

Gambar 18. Alat SEM di Lab Terpadu FMIPA USU42

3.8 Rancangan Analisis Spesimen

Hal yang akan dianalisa dari hasil gambar yang di dapat dari SEM adalah perubahan dan perbedaan mikrostruktur enamel gigi berupa perubahan dan perbedaan bentuk bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP dan tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching secara kualitatif. Perbedaan mikrostruktur permukaan enamel gigi akan dianalisis secara komputerisasi menggunakan uji Chi-Square dan analisis gambar akan ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

(59)

digunakan dalam penelitian ini adalah premolar satu atas usia 17-25 tahun yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti di sekitar Kotamadya Medan yang berjumlah 16 gigi. Gigi premolar satu atas dipilih karena gigi ini sering diindikasikan untuk pencabutan dalam perawatan ortodonti dan usia 17-25 tahun dipilih karena peneliti mengharapkan pada usia 17-25 tahun kerusakan pada gigi yang terjadi seperti atrisi tidak terlalu parah. Sampel gigi dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan bur brush dan bubuk pumice untuk menghilangkan debris, kalkulus dan kotoran lainnya yang melekat. Setelah itu diaplikasikan bahan bleaching pada permukaan bukal sebelah kiri dan diaplikasikan bahan bleaching dan pasta CPP-ACP pada permukaan bukal sebelah kanan.Kemudian sampel dipotong untuk mendapatkan spesimen berbentuk balok.

Spesimen kemudian dilihat dengan menggunakan SEM Hitachi TM 3000 di Lab Terpadu FMIPA USU dengan perbesaran 300x (untuk melihat perbedaan) dan 2000x (untuk melihat perubahan yang terjadi). Data dianalisa dengan membandingkan permukaan setiap sampel untuk melihat perbedaan bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP dan tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching.

4.1

Perubahan Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa

Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan

(60)

Gambar 19. Gambaran permukaan enamel gigi yang terpapar dengan bahan bleaching (SEM 2000x). Terlihat bentuk seperti sarang lebah (honeycomb) sehingga prisma enamel (A) dan interprisma enamel (B) terlihat serta permukaan terlihat kasar42

Gambar 20. Gambaran permukaan enamel gigi yang terpapar dengan bahan bleaching (SEM 2000x). Prisma enamel

A

(61)

dan interprisma enamel tidak dapat terlihat dengan jelas karena terjadi perubahan yang irregular sehingga terlihat bentuk seperti crater (lembah) dan permukaan terlihat kasar42

Gambar 19 dan 20 memperlihatkan gambaran SEM dengan perbesaran 2000x untuk menunjukkan akan kerusakan yang terjadi akibat bahan bleaching tanpa adanya proses remineralisasi. Gambar 19 menunjukkan bahwa permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja memperlihatkan akan permukaan yang kasar, lapisan aprismatik hilang sehingga memperlihatkan adanya gambaran seperti sarang lebah (honeycomb) akibat prisma enamel dan interprisma enamel terlihat dengan jelas. Hal ini terjadi pada sampel 1, 5, 7, 8, 10, 12, 13 dan 15. Gambar 20 menunjukkan bahwa permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja dapat mengalami kerusakan yang parah dan terjadi perubahan irregular pada permukaan enamel, dimana bentuk dari prisma enamel dan interprisma enamel tidak dapat terlihat lagi, terjadi kehilangan integritas pada prisma enamel dan interprisma enamel sehingga terlihat bentuk erosi seperti crater (lembah). Hal ini terjadi pada sampel 2, 3, 4, 6, 9, 11, 14 dan 16.

4.2

Perubahan Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa

Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan

(62)

Gambar 21. Gambaran permukaan enamel gigi yang terpapar dengan bahan bleachingdan pasta CPP-ACP (SEM 2000x). Permukaan enamel terlihat halus atau sedikit bergaris dan enamel intact42

A

(63)

Gambar 22. Gambaran permukaan enamel gigi yang terpapar dengan bahan bleachingdan pasta CPP-ACP (SEM 2000x). Permukaan enamel terlihat sedikit kasar dan prisma enamel (A) serta interprisma enamel (B) masih terlihat42

Gambar 21 dan 22 memperlihatkan gambaran SEM dengan perbesaran 2000x untuk menunjukkan bahwa pasta CPP-ACP dapat memperbaiki mikrostruktur permukaan enamel akibat proses remineralisasi. Gambar 21 menunjukkan bahwa setelah diaplikasikan pasta CPP-ACP setelah bleaching permukaan enamel kembali halus dengan sedikit garis/ goresan dan menunjukkan enamel intact. Hal ini terjadi pada sampel 1, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15 dan 16. Gambar 22 menunjukkan bahwa prisma enamel dan interprisma enamel belum tertutup dengan sempurna. Masih terlihat prisma enamel dan interprisma enamel pada beberapa bagian permukaan saja dengan kedalaman yang dangkal. Hal ini terjadi pada sampel yang sebelumnya memiliki gambaran erosi seperti crater (lembah) saja. Hal ini terjadi pada sampel 2, 3, 4, 7 dan 11.

4.3

PerbedaanPada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Berupa

Bentuk Prisma Enamel dan Interprisma Enamel serta Kekasaran Permukaan

Enamel Gigi Tanpa Pengaplikasian Pasta CPP-ACP dan Dengan Pengaplikasian

(64)

Gambar 23. Gambaran perbedaan permukaan enamel tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching (SEM 300x)

A :Permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching

B :Batas antara permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja dan yang terpapar bahan bleaching dan pasta CPP-ACP

C :Permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching dan pasta CPP-ACP42

(65)

Gambar 24. Gambaran perbedaan permukaan enamel tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan

pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching (SEM 300x)

A :Permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching

B : Permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching dan pasta CPP-ACP. Batas tidak terlihat dengan jelas42

Gambar 23 dan 24 memperlihatkan gambaran SEM dengan perbesaran 300x untuk menunjukkan perbedaan antara permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja dengan permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching dan pasta CPP-ACP. Pada sebagian sampel menunjukkan adanya batas yang jelas antara permukaan masing-masing perlakuan (Tabel 5) yaitu pada sampel 1, 4, 5, 6, 11, 14, 15 dan 16. Batas dapat terlihat mungkin karena adanya perbedaan ketinggian antara permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja dengan yang terpapar bahan bleaching dan pasta CPP-ACP. Namun pada sebagian sampel lagi batas tidak terlihat

dengan jelas (Tabel 5) yaitu pada sampel 2, 3, 7, 8, 9,10, 12 dan 13.

(66)

Tabel 5. Pengamatan SEM pada enamel gigi di daerah batas

Gambaran SEM (300x) : Permukaan enamel gigi

8 50% 8 50% 16 100%

4.4 Tampilan Prisma Enamel dan Interprisma Enamel Akibat Paparan

Bahan Bleaching dan Pasta CPP-ACP

Tabel 6 menunjukkan distribusi frekuensi antara permukaan enamel dengan prisma enamel dan interprisma enamel. Tabel ini menunjukkan prevalensi terlihatnya prisma enamel dan interprisma enamel untuk kelompok permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching saja adalah 100%. Setelah pengaplikasian pasta CPP-ACP, prevalensi terlihatnya prisma enamel dan interprisma enamel menjadi 31,3%. Tabel 6 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square ada perbedaan yang signifikan pada bentuk prisma enamel dan interprisma enamel tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching dengan nilai p<0,05.

Tabel 6.Tampilan Prisma Enamel dan Interprisma Enamel Akibat Paparan Bahan Bleaching dan Pasta CPP-ACP

Permukaan enamel Bleaching Bleaching dan pasta

CPP-ACP

Uji Chi-Square, signifikan p<0,05

(67)

interprisma enamel dapat kembali tertutup akibat kembalinya mineral-mineral enamel.

4.5 Kekasaran Akibat Paparan Bahan Bleaching dan Pasta CPP-ACP

Tabel 7 menunjukkan distribusi frekuensi antara permukaan enamel dengan kekasaran permukaan enamel. Tabel ini menunjukkan prevalensi ditemukannya kekasaran permukaan enamel untuk kelompok permukaan enamel yang terpapar bahan bleaching adalah 100%. Setelah pengaplikasian pasta CPP-ACP, prevalensi kekasaran permukaan enamel menjadi 12,5%. Tabel 7 juga menunjukkan hasil uji Chi-Square terdapat perbedaan yang signifikan pada kekasaran permukaan enamel gigi tanpa pengaplikasian pasta ACP dan dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching dengan nilai p<0,05.

Tabel 7.Kekasaran Permukaan Enamel Akibat Paparan Bahan Bleaching dan Pasta CPP-ACP

Permukaan enamel Bleaching Bleaching dan pasta

CPP-ACP

Uji Chi-Square, signifikan p<0,05

(68)

BAB 5

PEMBAHASAN

Gambar

Gambar 1. Gambaran SEM permukaan enamel gigi (2000x)13
Gambar 3. Cross-striation (panah hitam) dan prisma enamel (panah putih) pada gigi molar dua desidui mandibula16
Gambar 4.Retzius lines (panah hitam) dan prisma enamel (panah merah) pada gigi molar dua desidui mandibula16
Gambar 5. Bagian-bagian dari dentino-enamel junction14
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil data kekerasan permukaan enamel pada masing-masing kelompok perlakuan baik sebelum perlakuan, setelah perendaman dalam larutan demineralisasi dan setelah

Hasil penelitian mengenai perbedaan kekerasan permukaan enamel gigi setelah perendaman dalam jus buah dan larutan vitamin C membuktikan bahwa ada perbedaan kekerasan permukaan

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perubahan kekasaran permukaan resin komposit nanohibrid setelah penyikatan dengan pasta

Hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perubahan nilai kekasaran permukaan SIKMR setelah setiap kelompok diberi perlakuan berbeda,

Kalsium dan fosfat yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan terikat pada protein plak gigi sehingga dapat mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut.. CPP- ACP dapat menghambat enzim

yang telah melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Pasta Cangkang Telur Ayam Ras ( Gallus sp. ) terhadap Kekerasan Mikro Enamel Gigi Setelah Aplikasi

Perlakuan pasta remineralisasi pada gigi yang menjalani terapi pemutihan gigi pada penelitian ini menunjukkan terjadinya kenaikan kekerasan permukaan yang signifikan baik

Kesimpulan : Adanya potensi remineralisasi pada greek-style yoghurt dengan adanya peningkatan kekerasan permukaan enamel, namun tidak ada perbedaan signifikan diantara pra dan pasca