• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Informan

Nama : Mardi Boang Manalu Umur : 20 tahun

Pekerjaan : Pemusik

Alamat : Desa Sukaramai kec. Kerajaan

Nama : Pandapotan Solin Umur : 45 tahun

Pekerjaan : pemain musik Pakpak dan wiraswasta Alamat : Desa Sukaramai kec Kerajaan

Nama : Mahangga Surung Solin Umur : 20 tahun

Pekerjaan : pemain musik pakpak dan mahasiswa

Alamat : Jl Jamin Ginting Pasar V Padang Bulan Medan

Nama : Kerta Sitakar Umur : 77 tahun

Pekerjaan : pemain sarune Pakpak dan petani Alamat : Mbereng Kec Kerajaan

Nama : Sampe Berutu Umur : 29 tahun

(2)

Nama : Bima Manik Umur : 29 tahun

Pekerjaan : Event Organizer musik Pakpak Alamat : Jl Darussalam Medan

Nama : Benni Siagian Umur : 28 tahun

Pekerjaan : pekerja entertaiment

(3)

Melodi Lagu Anak Berru

yang dimainkan pada sarune Pakpak oleh Bapak Karta Sitakar (direkam oleh: Tumpal Saragih tanggal 23 Februari 2013 di Desa Mbereng

Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat)

(4)

Daftar Pustaka

Becker, Judith and Alton Becker. 1981. “A Musical Icon: Power and Meaning in Javanese Gamelan Music”. In Steiner, Wendy. The Sign in Music and Literature. Austin: University of Texas Press.

Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hood, Mantle, 1982. The Ethnomusicology. Ohio: The Kent State University Press

Hornbostel, Erich M. von dan Curt Sach, 1961. Clasification of Musical Instrument. Translate from original by Anthoni Baines and Klausss P. Wachmann.

Ihromi, T.O., 1985. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor. Koentjaraningrat 1973. Metode Wawancara Dalam Penelitian Masyarakat,

Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat 1976. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta. PT. Gramedia

Koentjaraningrat 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Khasima, Susumu. Asia performing Art. (Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986). Meriam, Alan P 1964. Antropology of Music. Blomington, Indiana, University

Press.

Meuraxa, Dada, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar. Nettl, B 1964. Theory and Method In Ethnomusicology. New York Free Press of

(5)

Rosita, Anna 1996. Deskripsi Organologi Sarune Pakpak-Dairi. Skripsi Sarjana Etnomusikologi

Simbolon, Pardon 2012. Kajian Organologis Gandang sikambang Buatan Bapak Chairil siregar Didesa Jago-jago, Tapanuli tengah. Skripsi Sarjana Etnomusikologi

Sirait, Frendy 2009. Instrumen Sulim Pada Ensambel Musik Tiup Batak Toba di Kota Medan: Kajian Organologis, Teknik Permainan dan Ciri Musikal. Skripsi Sarjana Etnomusikologi.

(6)

BAB III

BIOGRAFI RINGKAS

BAPAK KERTA SITAKAR

Seperti sudah disinggung pada Bab I, dalam studi etnomusikologi, untuk mengkaji teknik permainan alat-alat musik tertentu di seluruh dunia, maka hal itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi. Artinya studi tentang teknik bermain alat musik juga adalah setudi tentang pemusik itu sendiri.

Sesuai dengan arahan Merriam, maka dalam mengkaji permainan alat musik sarune Pakpak ini, penulis memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Apakah Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak dipaksa oleh masyarakat Pakpak untuk menjadi pemain sarune, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemain sarune? Bagaimana metode latihan yang dilakukan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musik sarunenya dari orang lain, atau apakah Bapak Kerta Sitakar menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja gurunya, dan bagaimanakah metode mengajarnya?

(7)

Gambar 3.1: Bapak Kerta Sitakar

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3.1 Pengalaman Waktu Kecil

(8)

Kadangkala ayahnya membawa beliau untuk ikut menemani ayahnya bermain musik. Pertama kali beliau dibawa ayahnya ketika berumur 8 tahun. Dari situlah beliau merasa tertarik dengan alat musik sarune. Terkadang ketika ayahnya memainkan sarune di rumah, Beliau mengemukakan, “Kalau dimaikan sarune ini kayaknya kena keperasaanku” kata Bapak Kerta Sitakar. Beliau mengatakan bahwa ayahnya tidak mau mengajarkannya cara memainkan sarune secara detail. Alasannya karena ayahnya menganggap bahwa Kerta Sitakar masih terlalu kecil. Beliau hanya bisa mendengar dan melihat sarune ketika ayahnya memainkan, namun karena ketertarikannya belia belajar sendiri ketika ayahnya sedang tidak di rumah.

Dengan demikian, ia mengandalkan permainan alat musik sarune ini dengan cara kelisanan, melihat, mendengar, dan menirukannya. Kemudian secara diam-diam latihan sendiri tanpa adanya guru yang formal.

Awalnya dia mengalami kesulitan ketika akan meniup sarune “tak bisa ku embus sarune, payah kali” cetuh beliau. Penasaran untuk mengetahui bagaimana cara meniup sarune, tanpa diajak pun beliau mengajukan diri untuk ikut menemani ayahnya bermain musik.

(9)

3.2 Pendidikan

Pendidikan musical yang dialami oleh Bapak Kerta Sitakar lebih banyak diperolehnya dari pengalaman berkesenian. Dari pengalaman ini ia banyak bergaul dengan sesame musisi Pakpak. Begitu pula dengan para pemusik Sumatera Utara di berbagai peristiwa seni. Pendidikan Kerta Sitakar secara formal adalah sempat mengecap pendidikan sekolah dasar di desa tempat beliau tinggal. Beliau menyelesaikan pendidikan hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar. Dengan tingkat pendidikan yang seperti itu, ia mampu membaca dan menulis dalam huruf latin.

3.3 Pengalaman Saat Dewasa

Pada tahun 1963, beliau memfokuskan diri sebagai pemain sarune komersial. Acara yang pertama kali diikutinya adalah pada saat upacara kematian (kerja njahat) di Desa Perpulungan. Bayaran yang diterimanya berupa 2 liter beras, uang senilai Rp 5.-, dan sebuah tikar anyaman.

Menjalani hidup sebagai pemusik dikatakan beliau adalah cukup untuk menghidupi dan membantu perekonomian keluarganya. Beliau juga sering diundang untuk mengiringi acara muisk di kantor Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat. Dari mulai diberi upah Rp 5 pada tahun 1963 Sampai sekarang beliau mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000, setiap melakukan pertunjukan, khususnya sebagai pemain sarune Pakpak..

(10)

diakibatkan karena begitu banyaknya orang yang dapat memainkan balobat. Akibatnya setiap grup musik tradisional Pakpak di daerah itupun menjadikan balobat sebagai pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak.

Hal yang paling membuat Bapak Kerta Sitakar tidak lagi memainkan sarunenya adalah karena sarune yang dimiliknya sudah tua. Juga karena ketidaksengajaan cucunya yang mengakibatkan sarunenya pecah. Sarune ini merupak pemberian ayah beliau jadi mengetahui sarunenya rusak membuat perasaan beliau sedih.

Menurut penuturan beliau, bahwa sarune yang dimilikinya ini merupakan sarune asli Pakpak zaman dulu. Jika kita bandingkan dengan sarune yang dibuat saat ini memang sangat berbeda dari segi bahan dan bentuknya.

3.4 Pemain Profesional

Pemain profesional dapat diartikan yaitu seseorang (dalam hal ini pemusik) yang ahli di bidangnya dan dapat memperoleh royalti ataupun upah dari hasil kinerjanya. Bapak karta mulai dikenal sebagai peniup sarune Pakpak pada tahun 1980an (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2012).

Ketika itu Bapak Kerta Sitakar bergabung dengan sebuah grup musik Pakpak, dari sinilah beliau dikenal sebagai pemain sarune. Saat itu grup musik tersebut cukup terkenal di kalangan kesenian Pakpak. Dengan status sebagai pemusik, beliau sering dipanggil dan bergabung dengan seniman-seniman Pakpak lainnya.

(11)

Pakpak. Hal ini menambah pemasukan beliau dari segi keuangan karena di setiap kali acara yang diiringinya, beliau mendapatkan upah (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2011).

Hingga pada masuknya instrumen barat seperti keyboard, musik tradisi mulai kehilangan pamornya terkhusus alat musik sarune. Karena pada saat itu dan sampai sekarang setiap grup musik menggantikan peranan sarune dengan menggunakan lobat sehingga Bapak Kerta Sitakar pun mulai kehilangan sumber pemasukan keuangannya dan lambat-laun beralih menjadi petani di desanya.

3.5 Cara Belajar Sarune

Pembelajaran sarune yang dilakukan Kerta Sitakar merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara otodidak dan berdasar kepada tradisi kelisanan. Artinya pembelajar dilakukan secara tidak formal, tidak memiliki pelatih hanya belajar sendiri dengan cara mendengar, melihat, dan menirukannya. Menurut sejarahnya pada masyarakat Pakpak tidak ada pembelajaran yang diberikan orangtua kepada generasi di bawahnya. Hal ini disebabkan karena belajar seni dimasyarakat Pakpak hanya boleh dilakukan oleh orang yang telah mendapatkan ”nampuren” atau karunia dari roh-roh nenek moyang. Nampuren ada yang didapat sejak dilahirkan dan juga dengan meminta langsung kepada roh dengan media ritual. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan orangtua kerta sitakar tidak mau mengajarinya bermain sarune.

(12)

ketika ayahnya sedang tidak memainkan sarune dan tidak sedang berada di rumah. Namun seperti kata pepatah sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh jua yang artinya sepandai-pandainya kita menyimpan rahasia pasti sekali waktu ketahuan juga. Inilah yang dialami beliau, pada akhirnya ayahnya pun tahu jika beliau sering belajar sarune tanpa sepengetahuannya. Sejak saat itu ayahnya mengajarinya sedikit tentang bermain sarune. Adapun yang diajari ayahnya yaitu teknik polinama atau sirkular brithing (tiupan sirkuler) dan beberapa lagu yang biasa dimainkan ketika acara adat.

Menutut beliau, yang paling sulit dari sarune adalah mempelajari teknik polinama. Butuh waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai teknik polinama karena jika tidak bisa menguasai teknik ini, maka seseorang tersebut belum bisa dikatakan sebagai pemain sarune. Bapak Kerta Sitakar biasanya belajar sarune ketika malam hari. Biasanya durasi yang dibutuhnya untuk belajar sekitar 2 sampai 3 jam sehari.

Selaras dengan arahan Alan P. Merriam (1964), maka dalam menganalisis Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

(a) Bapak Kerta Sitakar dalam menjalani profesinya sebagai pemain musik sarune Pakpak adalah atas kemauannya sendiri, tidak dipaksa oleh orang tuanya yang juga seniman, apalagi oleh masyarakatnya. Sepenuhnya kinerja beliau sebagai pemain sarune Pakpak adalah panggilan hati nurani, minat utama, dan tentu saja faktor bakat (talenta) yang diperoleh dari ayahnya.

(13)

berdasarkan pengalaman melihat, mendengar, dan menirukan. Selain itu ia pun sadar akan bakat seninya ini merupakan bahagian dari nampuren yaitu karunia seni dari roh-roh nenek moyang beliau. Ia menjadi motivasi penting dalam kinerja beliau sebagai pemain sarune Pakpak. Berdasarkan aspek-aspek inilah beliau terus-menerus mengasah kemampuan bermusiknya terutama dalam memainkan alat musik yang paling dicintainya yaitu sarune Pakpak. Selain itu ia belajar awalnya secara diam-diam tanpa diketahui oleh ayahnya. Namun setelah diketahui ayahnya, ia juga diajari oleh ayahnya dalam memainkan alat musik ini. Namun demikian, menurut pengakuannya, secara mendasar keahlian bermain sarune diasahnya melalui sistem otodidak dan kelisanan.

(c) Untuk melancarkan dan mengolah kemampuan musikalnya, Bapak Kerta Sitakar memerlukan dan mengisi waktu latihan dua sampai tiga jam setiap harinya. menurut penjelasan beliau, waktu latihan ini bila perlu ditambah jika ada job-job baru yang mengharuskan beliau latihan bersama dengan seniman-seniman musik dan tari lainnya, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, atau provinsi. Jadwal latihan disesuaikan dengan kehendak orang yang memimpin proyek kesenian tersebut.

(14)

BAB IV

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN

Pada Bab IV ini penulis akan mengkaji teknik-teknik permainan sarune Pakpak yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Pendekatan utama dalam proses kerja di bahagian ini adalah pendekatan emik berdasar kepada teori etnosains. Analisis teknik difokuskan kepada teknik tradisional yang diterapkan oleh Bapak Kerta Sitakar.

4.1 Teknik Pernapasan/ Teknik Meniup

Berdasarkan penjelasan Bapak Kerta Sitakar, dalam memainkan sarune Pakpak, Ada 4 jenis teknik pernapasan yaitu: (a) teknik pernafasan perut, (b) teknik pernafasan dada, (c) teknik pernafasan pundak, dan (d) teknik pernafasan gabungan (perut, dada, dan pundak). Keempat teknik ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.

4.1.1 Teknik Pernapasan Perut

(15)

atau tiduran. Anda bisa melakukannya dengan duduk di atas kursi atau duduk bersila di lantai. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.2 Teknik Pernapasan Dada

Caranya sama dengan Nafas Utama Perut. Hanya perhatian Anda arahkan ke bagian dada. Pada saat menarik nafas, dada mengembang dan saat menghembuskan, dada mengempis. Perhatikan bahwa posisi latihan dan istirahat tetap sama, yaitu duduk tegak, bukan berdiri atau lainnya. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.3 Teknik Pernapasan Pundak

Caranya sama seperti nafas perut dan dada. Kali ini arahkan perhatian Anda ke pundak. Saat menarik nafas, bawalah udara sampai ke bagian pundak atau dada atas sehingga pundak akan naik. Saat menghembuskan nafas pundak turun kembali ke posisi biasa. Posisi latihan ini juga sama dengan latihan nafas perut dan dada. Anda boleh duduk di kursi atau duduk bersila di lantai. Yang penting anda melakukannya dengan duduk tegak, bukan dengan berdiri.

4.1.4 Teknik Pernapasan Gabungan (Perut, Dada dan Pundak)

(16)

Dari keempat teknik pernapasan di atas, teknik yang sering dipakai dalam permainan sarune adalah teknik pernapasan perut. Alasannya adalah pernafasan perut ini lebih banyak udara yang didapatkan sehingga memudahkan untuk bermain.

(17)

Gambar 4.1:

Permainan Sarune Pakpak dengan Teknik Pernafasan Gabungan (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(18)

Dalam peniupan sarune dikenal juga teknik polinama atau cirkular breathing yang artinya sirkulasi udara tidak berhenti. Inilah salah satu yang menjadi karakteristik sarune Pakpak. Cara untuk menguasai teknik ini, yaitu:

1. Lakukan peniupan selama durasi 4 ketuk, kemudian 8 ketuk kalau bisa lakukan sampai 24 ketuk,

2. Hembuskan udara dari perut hingga sampai keluar mulut secara perlahan- lahan tanpa terputus,

3. Pada saat menghembus, simpan udara didalam mulut, ini akan membuat rongga mulut mengembang,

4. Pada saat yang bersamaan, hirup udara dari hidung, dan

5. Hiruplah udara ketika udara yang didalam mulut hampir habis.

Langkah ini akan mempermudah untuk menguasai teknik polinama tersebut dan untuk menguasainya dibutuhkan konsentrasi dan kesabaran. Untuk pemula lakukan cara ini dengan menggunakan sedotan atau pipet. Caranya adalah dengan menyediakan sebuah sedotan kecil, sebuah gelas yang berisi air (ukuran air kira-kira 1/5 dari gelas). Masukkan sedotan ke dalam gelas yang berisi air tersebut kemudian hembuskan udara dari mulut hingga menimbulkan gelembung air (gunakan 5 langkah diatas untuk mempelajari teknik polinama). Tetap dingat bahwa ketika dilakukannyanya teknik polinama, reed harus tetap bergetar.

(19)

dapat berbunyi kemudian tutup kembali lubang nada. Lakukan secara berulang-ulang sampai sarune dapat berbunyi walaupun lubang nadanya tertutup.

4.2 Teknik Penjarian

Teknik penjarian (fingering) berguna untuk menghasilkan nada. Sarune memiliki 7 buah lubang nada yang masing-masing lubangnya ditutup oleh jari tangan. Pada umumnya telapak tangan manusia memiliki 5 jari-jari dan setiap jari memiliki 3 ruas. Untuk menutup lubang nada sarune hanya diperlukan 4 jari kiri dan 4 jari kanan dan ruas jari yang digunakan adalah ruas jari yang paling atas.

Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kiri berfungsi untuk menutup 3 lubang nada pada bagian atas-depan sarune dan ibu jari berfungsi untuk menutup lubang nada pada bagian belakang sarune.

(20)

Gambar 4.2: Teknik Penjarian

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(21)

4.3 Teknik Penghasilan Nada

Untuk menghasilkan nada, diperlukan perpaduan antara teknik pernapasan dengan teknik penjarian. Tanpa menguasai teknik ini maka akan sangat sulit untuk membuat bunyi suara sarune. Jika udara yang ditiupkan berlebihan maka nada akan melengking atau false ataupun jika jari-jari tangan tidak menutup rapat lubang nada, maka sarune juga tidak akan berbunyi.

4.3.1 Teknik Menghasilkan Nada Do (Dasar)

Gambar 4.2:

Teknik Mengasilkan Nada Do

(22)

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua lubang nada pada sarune lalu hembuskan sarune sampai menghasilkan bunyi. Untuk tahap awal anda akan mengalami kesulitan untuk membunyikan sarune. Untuk mempermudahnya maka angkat semua jari yang ada di atas lubang nada kemudian hembuskan, Setelah sarune berbunyi maka tutup kembali lubang nada lalu hembuskan sarune Lakukan berkali-kali sampai sarune dapat berbunyi ketika lubang nada tertutup semua). Jika sudah berhasil maka untuk membunyikan nada berikutnya anda tidak akan mengalami kesulitan.

(23)

4.3.2 Teknik Menghasilkan Nada Re

Gambar 4.3:

Teknik Mengasilkan Nada Re

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(24)

4.3.3 Teknik Menghasilkan Nada Fi

Gambar 4.4:

Teknik Mengasilkan Nada Fi

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(25)

4.3.4 Menghasilkan Nada Sol

Gambar 4.5:

Teknik Mengasilkan Nada Sol

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Posisikan reed dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari kemudian tutup lubang nada dengan menggunakan jari. Lalu lepas kan jari manis, jari tengah, jari telunjuk (bagian tangan kanan), namun jari telunjuk tidak dilepaskan secara sepenuhnya (hanya terbuka sebagian) dan sisanya masih ditutup oleh jari telunjuk. Teknik ini berfungsi juga sebagai penghasil nada setengah (kromatik) untuk setiap lubang nada. Kemudian hembuskan udara melalui reed sarune hingga menghasilkan bunyi.

(26)

merasakan dan mendengar nada yang dibunyikan. Jika lubang nada dibuka secara berlebihan, maka nada yang dihasilkanpun akan false.

4.3.5 Menghasilkan Nada Si

Gambar 4.6:

Teknik Mengasilkan Nada Si

(27)

Posisikan reed pada bagian tengah mulut diantara bibir atas dan bibir bawah. Tutup semua lubang nada dengan menggunakan jari-jari tangan. Kemudian buka lubang nada dengan cara melepaskan jari manis, jari tengah tangan kanan tetapi khusus untuk jari telunjuk pada bagian kanan lubangg nada tidak dibuka total. Hanya setengah lubang nadanya saja, lalu lepaskan jari manis kiri, lalu hembuskan udara melalui reed sarune.

4.3.6Menghasilkan Nada Do (Oktaf)

Gambar 4.7:

(28)

Posisikan reed ditengah mulut antara bibir atas dengan bibir bawah, lalu tutup semua lubang nada, kemudian lepaskan semua penutup lubang nada sehingga yang tetap berada dibadan sarune adalah ibu jari kanan, jari telunjuk kiri dan ibu jari kanan. Jari telunjuk kiri diposisikan disisi kiri badan sarune, tepat disisi lubang nadanya.

Untuk penjarian ini diperlukan latihan yang lebih baik lagi, hal ini disebabkan karena pada saat membunyikan nada ini, penopang badan sarune hanya menggunakan 3jari yaitu, ibu jari kiri, jari telunjuk kanan dan ibu jari kanan. Jika tidak mahir, maka bagian sarune antara badan sarune dengan reed akan terlepas, hal ini adalah kejadian yang sangat fatal jika terjadi saat memain alat musik tersebut.

Oleh sebab itu, diperlukanlah kulit ataupun badan si pemain untuk menopang bagian bawah sarune. Karena sarune merupakan alat musik yang bagian- bagiannya disusun dan dirangkaikan antara sisi lubang udara yang satu dengan yang lain nya tanpa ada perekat ataupun lem maka sangat memungkinkan bagian rangkaian sarune tersebut akan lepas. Untuk itulah diperlukan badan ataupun kulit tersebut. Biasanya bagian tubuh yang sering digunakan sebagai penopang adalah bagian betis kaki ataupun bagian samping telapak kaki.

4.4 Sistem Pelarasan (Pengragamenken)

(29)

pengragamenken. Apabila kualitas bunyi yang diinginkan belum tercapai dan sesuai dengan rasa musikal pemainnya maka ada tiga hal yang dianggap sebagai penyebabnya, yaitu sambungan masing-masing bagian sarune, lubang nada yang tidak sesuai, dan faktor pit (lidah) sarune.

Tentang sambungan masing-masing sarune dapat menyebabkan kualitas suara tidak baik adalah dikarenakan kurang padatnya masing-masing bagian dari organ-organ sarune yang mengakibatkan kebocoran udara dari bagian-bagian yang tidak semestinya berfungsi sebagai saluran udara.

Menyangkut perbandingan lubang nada sarune dengan badan sarune juga dapat mempengaruhi kualitas bunyi dari alat musik sarune. Apaabila lubang nadanya terlalu kecil maka lubang nada tersebut harus diperbesar hingga dicapai kualitas yang diinginkan. Sedangkan pembuatan jarak lubang nada yang salah dalam pembuatannya atau lubang nada yang terlalu besar maka jalan satu-satunya yang harus dilakukan adalah dengan mengganti sarune tersebut dengan sarune lain yang sesuai dengan kualitas bunyi dan rasa musikaln pemainnya.

(30)

pit. Namun demikian pada kenyataannya pemain sarune seringkali memeriksa pit sarune secara fisik.

(31)

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS

5.1 Transkripsi

Transkripsi adalah suatu proses pemvisualisasikan bunyi musikal pada notasi (Nettl 1964:98). Pada proses transkripsi sampel lagu ataupun melodi, penulis mengacu pada tulisan Nettl yang mengemukakan bahwa notasi deskriptif bertujuan untuk mencatat secara terperinci bagian-bagian musik yang disajikan.

Secara umum transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok, dengan alasan hasil transkripsi dapat dipahami oleh para pembaca sampai lingkup internasional. Alasan mengapa penulis tidak memakai atau menggunakan notasi angka adalah karena jika menggunakan notasi angka kontur (garis lintasan melodi) dan tinggi rendahnya suatu nada tidak nampak secara eksplisit.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pentranskripsian ini, antara lain, sebagai berikut.

(32)

Contoh :

2. Kunci (clef) ang dipergunakan adalah kunci G, karena wilayah nada (ambitus) yang dimainkan berkisar diantara tanda kunci ini.

Contoh:

3. Komposisi repertoar yang disajikan sebagai sampel dalam analisis teknik permainan sarune digunakan dengan nada dasar 1 mol (1b), karena sarune yang digunakan memiliki nada dasar F=do

Contoh:

4. Tanda birama yang ditulis hanya pada awal birama disebelah kanan kunci G yang berlaku untuk semua baris. Tanda birama ini digunakan untuk mengidentifikasi segmen ritmik berdasarkan aksen kuat yang pada umumnya menggunakan meter 4/4.

(33)

5. Transkripsi tidak ditulis dengan menggunakan tanda ulang ||: :||, gunanya untuk melihat sejauh mana bunyi yang dihasilkan dalam memyelesaikan satu repertoar musik. Dalam Etnomusikologi teknik ini sering disebut dengan comparative score (perbandingan notasi).

6. Untuk satu tangga nada yang diperpanjang, tetapi harus ditulis dengan dua not atau lebih namun sebenarnya mencerminkan satu nada, maka ditulis dengan tanda suspensi.

Contoh:

5.2 Analisis

Analisis merupakan suatu rangkaian kerja yang lebih lanjut dalam mengolah hasil trenskripsi, yaitu suatu kerja untuk memilah atau menguraikan bagian-bagian dari hasil transkripsi yang kemudian dideskripsikan hubungannya diantara tiap-tiap bagiannya (Nettl,1964:131). Dalam menganalisis melodi berikut penulis mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Malm (1977:8) yaitu metode weight scale (penghitungan bobot tangga nada) dengan memperhatikan beberapa karakteristik yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah nada, distribusi nada, interval yang dipakai, pola-pola kadens, formula melodi dan kantur.

5.2.1 Tangga Nada

(34)

hembusan udara terlalu banyak dan jepitan reed sedikit dilonggarkan maka nada yang dihasilkan berkisar diantara nada rendah sebaliknya jika tiupan udara sedikit dan jepitan reed terlalau dijepit maka nada yang dihasilkan berkisar diantara nada tinggi.

Secara umum interval nada yang dihasilkan adalah 1,5 oktaf dalam tangga nada diatonis. Untuk menghailkan nada dalam otaf pertama dilakukan dengan cara meniup lembut, sedangkan untuk menghasilkan nada oktaf kedua dilakukan dengan meniup lebih keras.

Pada dasarnya sarune Pakpak mempunyai tonika dari nada yang paling rendah (semua lobang nada ditutup dengan jari). Nada tersebut menjadi nada awal untuk menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Apabila sarune ketika semua lubang nada ditutup menghasilkan nada “bes” dalam nada piano, maka dasar tangga nada sarune tersebut adalah “F”.

Alasan penulis menyebutkan bahwa tangga nada sarune sama dengan tangga nada diatonis adalah karena nada-nada yang dihasilkan setiap lubang nada mendekati interval yang terdapat dalam konsep tangga nada diatonis Barat. Hal tersebut dibuktikan dengan penyesuaian nada-nada sarune dengan piano.

5.2.2 Nada Dasar

Menurut Nettl (1964:147) ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan untuk menemukan nada dasar:

1. Melihat nada yang paling sering dipakai,

2. Melihat nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar,

(35)

4. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting 5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai

patokan,

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada, dan

7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik.

Dalam hal ini lagu yang dimainkan dalam repertoar adalah menggunakan sarune dengan nada dasar mutlak “bes”, apabila disusun berderet naik maka nada-nada yang terdapat pada sarune adalah :

Bes C F G A Bes Interval : 2M 4aug 2M 2M 2m

5.2.3 Wilayah Nada

Penentuan wilayah nada dalam lagu diambil berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami ditentukan oleh sumber penghasil bunyi itu sendiri, yaitu dengan melihat nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi yang dibawakan instrumen sarune sebagai pembawa melodi utama. Satuan yang digunakan adalah sitem penghitungan frekuensi nada yang ditemukan oleh Ellis dalam Malm (1977:35) yanitu penentuan nada yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.

5.2.4 Distribusi (Jumlah Pemakaian) Nada

(36)

tingkat esensi dalam lagu tesebut, sepeti halnya dalam penentuan nada dasar, nada pokok dan nada-nada pendukung dalam komposisi tersebut.

Nada dasar biasanya ditulis dengan Not utuh, nada penting lainnya ditulis dengan nada setengah, nada yang biasa dipakai sebagai not seperempat, not seperdelapan, dan seterusnya sebagai hiasan.

5.2.5 Interval

Interval adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang berikutnya dalam tangga nada sarune pakpak adalah:

Bes C E F A Bes

Dengan pola interval yaitu secunda mayor, terts mayor, secunda minor, terts mayor, secunda minor.

5.2.6 Karakteristik Bunyi Melodis Sarune

Karakteristik bunyi melodi yang dimaksud pada bagian ini adalah ciri-ciri khas yang merupakan kebiasaan dalam penggarapan melodi suatu lagu pada instrumen sarune. Semakin banyak karakteristik melodis sarune yang sesuai dengan sifat lagu yang dapat dimainkan pada instrumen sarune maka semakin baik pula teknik permainan yang sekaligus memberikan nuansa artistik pada lagu yang sedang dimainkan.

(37)

(wawancara dengan bapak pandapotan solin dan bapak kerta sitakar, 23-02-2013).

Beberapa karateristik bunyi melodis dari instrumen sarune yang diperoleh penulis selama penelitian adalah : Cerrp merdatas, merginoling, merdatas dan mengragam.

5.2.6.1 Cerrp Merdatas

Cerrp merdatas adalah istilah yang dipakai dalam permainan sarune dengan teknik penggarapan melodi yang dimulai dari nada terendah sebelum bertahan pada nada tinggi. Penggarapan dengan teknik ini haruslah dilaksanakan yang cukup besar. Apabila nada tinggi yang ingin dicapai tersebut memiliki durasi ritmis yang kecil maka pemasukan teknik cerrp merdatas ini kurang lazim (skripsi sarjana anna rosita, 1996). Oleh sebab itu diperlukan penguasaan yang baik dari seorang pemain sarune terhadap lagu yang dimainkan serta kemahirannya dalam menghasilkan nada-nada sarune.

5.2.6.2 Merginoling

(38)

5.2.6.3 Merdatas

Merdatas adalah istilah yang dipakai untuk nada yang tinggi dan ditahan dengan melakukan beberapa variasi nada dengan melangkah naik-turun. Langkah-langkah nada-nada tersebut umumnya mempunyai jarak yang kecil yaitu sebagai nada variasi dari nada yang dimaksudkan. Pada umumnya merdatas ini hanya dipakai untuk nada tinggi dengan durasi ritmis yang besar. Walaupun dalam permainanya nada tinggi tersebut boleh saja dimainkan dengan cara menahan secara panjang, namun untuk memberikan efek yang khas serta untuk menambah artistiknya para pemain sarune pada umumnya akan melakukan teknik ini dalam permainannya.

5.2.6.4 Menragam

Dalam bahasa Indonesia menragam dapat diartikan pemberian unsure ornamentasi (improvisasi) pada permainan sarune. Menragam adalah beberapa nada lain diantara dua nada yang sama yang memiliki nilai durasi yang cukup besar atau pada satu nada dengan durasi ritmis yang besar. Nada-nada yang merupakan ornamentasi tersebut bervariasi antara melangkah dan melompat, naik ataupun turun.

(39)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa teknik permainan sarune Pakpak memiliki beberapa proses untuk tiap tahapan belajarnya. Setiap teknik yang dipakai memerlukan perhatian khusus untuk para pembaca atau siapapun yang ingin mempelajarinya.

Teknik permainan sarune yang disajikan oleh Bapak kerta Sitakar adalah teknik permainan tradisi. teknik yang menonjol adalah pernafasan polinama (circular breathing). Selain itu adalah teknik peniupan, berupa pernafasan bahu, dada, perut, dan gabungan. Di sisi lain teknik meniup pada pit juga menjadi sarat untuk menghasilkan bunyi sarune Pakpak. Penjarian untuk menghasilkan nada-nada (do, re, fi, sol, si, dan do tinggi) juga menjadi tekknik penting dalam memainkan sarune Pakpak ini. Permainan jari pada setiap lubang nada dan menghafal lagu akan tetapi ada aspek lain yang merupakan factor pendukung yaitu perasaan dan latar belakang sifat lagu.

Berkenean dengan perasaan, seorang pemain sarune haruslah dapat merasakan bahwa bunyi-bunyi sarune yang dimainkan secara melodis adalah merupakan ungkapan perasaan dari penyajinya atau pihak pelaksana suatu upacara. Apabila sarune dimainkan secara solo sebagai ungkapan perasaan penyajinya, terlebuh dahulu si pemain harus memikirkan perasaan penyajinya.

(40)

dalam penyajiannya dapat secara tunggal maupun sacara ensambel. Dari kedudukan diatas maka alat musik ini dikelompokkan dalam masyarakat ke dalam oning-oningen (instrument tunggal) dan gotci (ensambel instrument).

Sebagai instrumen tunggal, alat musik ini berfungsi untuk menghibur diri sendiri pemain. Selain itu juga untuk orang lain yang sedang dilanda kesusahan serta sebagai alat untuk merayu melalui bunyi melodis yang dihasilkan.

Dalam perkembangannya saat ini, sarune mulai kehilangan eksisitensinya sebagai alat musik tradisional masyarakat Pakpak. Sarune Pakpak mulai tergeser fungsinya sebagai alat musik pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak digantikan dengan alat musik lobat. Selain itu pengaruh masuknya instrumen modern seperti keyboard juga turut ambil bagian dalam penggeseran nilai musikal sarune tersebut. Namun jauh sebelum masuknya teknologi pergeseran peran sarune disebabkan oleh munculnya alat musik tiup lobat (alat musik Pakpak) sebagai pembawa melodi utama dalam ensambel musik Pakpak.

Dari hasil penelitian dan berdasarkan tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa sarune Pakpak hampir memiliki persamaan dengan sarune Toba, Simalungun yang ada disumater utara baik dari segi teknik permainan dan dari segi aspek musikalnya.

(41)

alat yang dapat mengungkapkan perasaan sipemain. Jika pemain sedang mengalami kesedihan, pemain tersebut dapat memainkan sarunenya dengan lagu-lagu bernuansa lambat dan jika si pemain sedang merasa bahagia maka sipemain membunyikan sarunenya dengan lagu-lagu riang tanpa mengenal tempat.

6.2 Saran

Pergeseran peran sarune ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan kepunahan instrumen tersebut. Penulis menyarankan kepada instansi pemerintahan maupun instansi yang berkecimpung di dalam bidang seni agar mencari ataupun menciptakan metode yang dapat menyelamatkan sarune ini dari kepunahannya.

Selain itu, dalam rangka melestarikan kebudayaan sarune dalam kebudayaan Pakpak, diperlukan strategi pemungsiannya di dalam kebudayaan. Salah satu di antaranya adalah perlunya dilakukan workshop atau bengkel pelatihan sarune, ternmasuk menggunakan tenaga Bapak kerta Sitakar. Ini dilakukan agar alat musik tersebut tidak tercerabut dari kebudayaannya.

(42)
(43)

BAB II

MASYARAKAT DAN SENI BUDAYA

DAERAH PENELITIAN

2.1 Wilayah-wilayah Pakpak

Secara geografis Pakpak Bharat terletak sekitar 30 km dari pusat Kota Sidikalang. Suku Pakpak merupakan salah satu bagian dari suku Batak. Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara.

Gambar 2.1

Peta Provinsi Sumatera Utara

(44)

Pakpak Bharat, (2) Keppas, daerah Kabupaten Dairi, (3) Pegagan, daerah Kabupaten Dairi, khusus Kecamatan Sumbul, (4) Kelasen, daerah Tapanuli Utara, khusus Kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli Tengah di Kecamatan Manduamas, (5) Boang, daerah Aceh Singkil Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia, yakni Kabupaten Pakpak Bharat, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Kabupaten Singkil (Provinsi Aceh).

Daerah yang penduduknya homogeny orang Pakpak hanyalah Kabupaten Pakpak Bharat. Namun demikian, secara geografi wilayah atau hak ulayat secara tradisonal yang disebut Tanoh Pakpak tersebut sebenarnya tidak terpisah satu sama lain karena satu sama lain berbatasan langsung walaupun hanya bagian-bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat dan Dairi yang merupakan sentra utama orang Pakpak. Kesatuan komunitas terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut lebuh dan Kuta. Lebuh merupakan bagian dari kuta yang dihuni oleh klen kecil. Sementara kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu. Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga lain dikategorikan sebagai pendatang.

2.2 Sistem Mata Pencaharian

(45)

2.3. Sistem Kekerabatan

Seperti halnya etnik lain di dunia, etnik Pakpak juga juga memiliki adat istiadat yang khas, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok etnik lainnya. Unsur sistem kekerabatan ini adalah sebagai berikut. 1. Marga dan Sulang Silima Marga dalam kajian antropologi disebut dengan klen yaitu suatu kelompok kekerabatan yang dihitung berdasarkan satu garis (unilineal), baik melalui garis laki-laki (patrilineal) maupun perempuan (matrilineal). Marga pada masyarakat Pakpak bukan hanya sekedar sebutan atau konsep tetapi di dalamnya nilai budaya yang mencakup norma dan hukum yang berguna untuk mengatur kehidupan sosial. Misalnya dengan adanya marga maka dikenal perkawinan eksogami marga, yakni adat yang mengharuskan seseorang kawin diluar marganya.bila terjadi perkawinan semarga maka orang tersebut diberi sanksi hukum berupa pengucilan, cemoohan, dan malah pengusiran, karena melanggar adat yang berlaku.

(46)

kelompok yang sudah menganut agama-agama besar maupun yang belum selalu tidak terlepas dengan berbagai upacara-upacara tersebut. Suatu kelompok mengganggap masa balita merupakan masa yang paling berbahaya, yang lainnya menganggap lebih berbahaya pada masa menjelang dewasa yang lainnya lagi mengganggap lebih berbahaya pada masa mati. Untuk itu masa-masa tersebut perlu diantisipasi dengan melakukan berbagai upacara.

Suku Pakpak mengenal system kekerabatan yang berbeda-beda yang digunakan untuk mengelompokkan dan memanggil anggota kerabatnya.perbedaan ini berhubungan erat dengn berbedanya peranan dan kedudukan masing-masing anggota kerabat dalam kelompok kerabatnya. Seorang individu mengelompokkan, menyebut dan memanggil kerabat sesuai dengan hak dan kewajiban yang diembannya. Selain itu dalam berinteraksi dengan para kerabat dikenal berbagai aturan dan nilai agar seseorang anggota kerabat dikategorikan beradat. Aturan dan nilai tersebut menjadi pengetahuan dan dijadikan pola dalam berinteraksi. Akibatnya ada interaksi yang harus bersikap sungkan dan tidak sungkan (akrab, bebas). Konsep atau pola yang digunakan sebagai acuan adat sopan santun adalah:

1. Ego adalah seorang individu yang dijadikan sebagai pusat orientasi atau perhatian dalam melihat istilah kekerabatan. Ego biasa seseorang yang berkedudukan sebagai anak, ayah atau kakek. Dalam konteks kekerabatan Pakpak ego adalah seorang laki-laki, karena kelompok kerabat dihitung berdasarkan patrilineal.

(47)

3. Sinina adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari saudara sepupu, paman dan bibi pararel baik yang semarga (sebeltek) maupun yang tidak semarga (pemerre maupun sebe;tek inang)

4. Berru adalah kelompok kerabat pihak penerima gadis. Atau kelompok kerabat dari pihak saudara perempuan ego, atau kelompok kerabat dari anak perempuan ego.

(48)

marga ayahnya. Akibatnya keluarga yang belum memiliki anak laki-laki cenderung resah karena tidak ada yang meneruskan marganya (silsilahnya). Akibatnya sering kali istri harus berkorban untuk terus melahirkan hingga memperoleh anak laki-laki demi menjaga keharmonisan rumah tangga dan dengan kelompok kerabat yang lebih luas. Walaupun tidak identik dengan Pakpak secara keseluruhan, dari segi pembagian kerja, keluarga-keluarga Pakpak di Pedesaan maupun di perkotaan masih cenderung terikat dengan budaya, yang membedakan pekerjaan laki-laki dan perempuan. Perempuan yang identik dengan pekerjaan di sekitar rumah tangga, sedangkan suami sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah yang berperan di luar rumah tangga.

2.5 Agama Masyarakat Pakpak

(49)

dilakukan oleh misionaris ataupun pedagang-pedagang Arab maka sebagian besar masyarakat Pakpak kini sudah memeluk agama sekuler. Saat ini agama Pambi sudah mulai sedikit tergeser kedudukannya.

Pada umumnya didaerah tempat penelitian, masyarakat sekitarnya mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian lagi ada yang menganut agama Kristen. Ini dapat kita lihat jika pergi kelokasi penelitian, kita dapat melihat mushola (tempat ibadah agama islam) kecil lebih banyak jumlahnya dari pada tempat ibadah agama lainnya.

Wilayah Pakpak yang masih memeluk agama Pambi sebagian besar mendiami wilayah Pakpak boang, tepatnya yang berada di sekitar wilayah Aceh-Subussalam. Tidak dapat ditentukan berapa persentase jumlah penduduk yang masih memeluknya saat ini namun menurut informasi yang didapat, aktivitas agama PAMBI masih sering dilakukan baik secara adat maupun ritual.

Diwilayah Pakpak sendiri sebelum terjadinya pemekaran wilayah terdapat sebuah gereja yaitu Gereja kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), disinilah tempat beribadahnya masyarakat Pakpak yang memeluk agama kristen.

2.6. Organisasi

(50)

2.7 Kesenian

Dalam masyarakat Pakpak terdapat ensambel musik yang sering dilakukan dalam upacara adat maupun sehari-hari. Ensambel ini desebut ensambel “oning-oningan”. Namun ada juga musik yang dilakukan oleh perorangan ataupun individu itu sendiri sebagai alat penghibur dirinya. Adapun musik yang dikenal oleh masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut.

2.7.1 Musik Vokal

Musik vocal dalam masyarakat Pakpak adalah nyanyian tanpa teks, dapat dikatakan teks yang dinyanyikan adalah suasana hati individu sendiri. Musik ini sering dimainkan oleh perkemenjen dengan cara menyanyikan lagu yang sedih sambil memukul batang pohon kemenyan. Nyanyian ini disebut dengan istilah odong-odong.

2.7.2 Musik Instrumen

(51)

1. Gendrang

Merupakan susunan dari bilah kayu yang memiliki membran sebagai materi penghasi suaranya ( drum chime ) yang disusun berurutan dari mulai yang terkecil hingga yang terbedar, digantung pada 1 buah kayu panjang dan 2 buah kayu bersiku sebagai penopangnya. Umumnya terdapat 1 bilah kayu panjang yang digunakan sebagai tempat gambar ornamen Pakpak.

Gambar 2.1:

Seperangkat Genderang Sisibah Pakpak (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2. Kalondang

(52)

Gambar 2.2:

Kalondang dengan Delapan Bilahan (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3. Gong

Merupakan alat musik yang terbuat dari besi kuningan yang ditempah berbentuk bulat dan ada tonjolan ditengah diameternya. Berikut ini adalah gambar gong.

(53)

Gambar 2.3:

Gong yang Ditempatkan di Rak

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

4. Sarune

(54)

Gambar 2.4: Sarune Pakpak

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

5..Balobat

(55)

Gambar 2.5:

Balobat dengan Lima Lubang Nada (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

2.7.3 Sarune Pakpak dalam Ensambel Musik Pakpak

(56)

Gambar 2.6:

Sarune Pakpak dalam Ensambel

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Dalam siklus permainannya, setiap awal lagu diawali oleh tabuhan gendrang (gendrang silima,gendrang sipitu,gendarang sisibah) dan gong kemudian sarune. Menurut panjelasan bapak kerta sitakar, alasan mengapa sarune dimainkan setelah gendrang dan gong adalah sarune harus dibunyikan setelah gendrang dan gong bulat(bunyi yang dihasilkan ...? hal ini disebabkan karena jika gendrang tidak dimainkan pada ritemnya dan gong tidak mengeluarkan suara yang baik maka pemain sarune akan kesulitan untuk memulai memainkan melodinya.

(57)

sarune memberitahukan kepada pemusik lainnya lagu yang akan dimainkan. Adapun lagu-lagu yang biasa dimainkan adalah sebagai berikut.

1. Ende-ende Tutu, 2. Gendang Raja,

3. Ende-ende Imbolu, dan 4. Perkotek Manuk I Lebuh.

Lagu-lagu ini lah yang biasa dimainkan dalam pesta perkawinan. Lagu ini merupakan lagu riang dapat digolongkan sebagai lagu yang memiliki tempo cepat sekitar 130 MM, karena acara perkawinan merupakan acara kebahagian maka lagu-lagu yang dimainkan juga bersifat riang.

Dalam permainannya ensambelnya, musik Pakpak memiliki lagu penutup. Lagu ini merupakan susunan nada yang dibuat pemusik Pakpak sebagai isyarat bahwa musik akan berhenti.musik dapat berhenti jika pembawa acara memberi isyarat bahwa tortor telah selesai, dan pemain sarune langsung berinisiatif membuat lagu penutup lalu diikuti pemain lainnya.

(58)

Untuk memulai upacara, maka raja perhata (master of ceremonial) yang ditugaskan sebagai pengatur jalannya upacara menyerukan kepada pemusik agar pemusik memainkan Gendang Raja sambil berjalan ke arah pemusik raja perhata memberikan napuran (seperangkat bahan pembuat sirih).

Gambar 2.7:

Raja Parhata Menyalami Pemusik (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(59)

2.8 Tari

Dalam kesenian tradisional Pakpak terdapat juga seni tari. Gambar dibawah ini merupakan tarian yang dilakukan oleh remaja putri diamati dengan seksama maka gerakan tarian hampir menyerupai gerakan tarian burung. Nama tari ini biasanya disebut tari :Taktak Garogaro”. Tarian ini merupakan tarian sukacita.

Gambar 2.8:

(60)

2.9 Seni Beladiri

Beladiri merupakan salah satu kesenian yang terdapat dimasyarakat Pakpak. Disamping untuk menjaga nilai estetika budaya, kesenian ini juga berguna sebagai alat untuk mempertahankan ataupun membeli diri dari bahaya. Tidak ada paksaan bagi masyarakat tersebut untuk harus mengetahui kesenian ini.

Gambar 2.9:

Salah Satu Visual Seni Beladiri

(61)

2.10 Permainan Sarune Secara Solo

Sarune juga dapat dimainkan secara solo tanpa ada pengiring instrumen musik lainnya.. Lagu-lagu yang dimainkan seperti layaknya bersenandung. Masyarakat Pakpak umumnya memainkan sarune saat berada dihutan yang tujuannya untuk menghilangkan rasa kesepian dan lelah. Pemain sarune biasanya dimainkan sebagai ungkapan perasaan sipemain. Adapaun lagu yang biasa dimainkan adalah sebagai berikut.

1. Tangis Berru Ikan, 2. Tangis Berru Manik, 3. Ende-ende Tutu Kere, dan 4. Tangis-tangisen Menci

Jika perasaan si pemain sarune sedang sedih maka lagu-lagu yang dimainkan memiliki awal kata pada judulnya adalah “tangis”, sedangkan jika lagu yang dimainkan merupakan ungkapan perasaan bahagia maka kata diawal judul adalah ende.

Kebanyakan lagu-lagu yang dimainkan oleh pemain sarune dalam suatu ensambel merupakan lagu-lagu yang diciptakan pada saat sarune dimainkan sacara solo. Ini merupakan hasil karya dan kreativitas seniman tradisi masyarakat Pakpak.

2.11 Peristiwa Terjadinya Sarune Pakpak

(62)

banyak cara bertani tersebut, salah satu di antaranya adalah menanam padi darat. Menanam padi darat merupakan cara bertani yang dipakai oleh masyarakat Pakpak dengan cara berpindah-pindah lahan. Biasanya lahan yang digunakan adalah daerah perbukitan ataupun lereng-lereng gunung. Pemilihan lahan ini didasarkan karena tanah diperbukitan ataupun lereng-lereng gunung banyak mengandung humus yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Lahan pertanian ini dapat bertahan hingga 2 sampai 3 kali panen. Kemudian untuk penanaman selanjutnya berpindah dan mencari lahan yang baru. Namun, biasanya masyarakat Pakpak memanfaatkan lahan yang lama sebagai tempat untuk menanam pohon kopi, kemenyan, dan karet.

Sistem panen padi darat pada zaman dulu dikerjakan secara gotong-royong. Sehingga jika musim panen tiba, maka daerah pemukiman masyarakat pasti sepi dan tak jarang pulu masyarakat tersebut lebuh memilih untuk bermalam di ladangnya.

(63)

Pakpak) akan menari-nari dengan riang, seolah-olah ikut bersukaria atas panen tersebut.

Namun samakin lama masyarakat Pakpak melihat bahwa suara pit dapat membuat hujan turun. Ini menurut kepercayaan masyarakat Pakpak dahulu kala. Dampaknya dapat mengganggu proses pemanenan. Akhirnya dicarilah sejenis kayu hutan untuk dijadikan sebagai alat musik tardisional yang dapat mengeluarkan bunyi seperti suara pit.

Dari sekian banyak jenis kayu dihutan namun kayu siraja junjung bukit yang merupakan pilihan utama sebagai bahan baku alat musik sarune Pakpak ini. Kayu ini tumbuh di hutan lebat pada umumnya dan pohonnya tidak terlalu besar serta tidak berserat kasar.

(64)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Sumatera Utara adalah salah satu dari 34 provinsi yang terdapat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara ini, secara administratif pemerintahan terdiri dari 33 kabupaten dan kota. Sumatera Utara adalah wilayah yang merupakan gabungan dari Regensi Tapanuli dan Sumatera Timur, sewaktu pendudukan Hindia Belanda.

Secara etnikitas, Sumatera Utara terdiri dari tiga kelompok besar, berdasarkan asal-usulnya. Yang pertama adalah kelompok-kelompok etnik setempat yang terdiri dari: Karo, Pakpak (atau kadang disebut juga Pakpak-Dairi), Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, Nias, dan Melayu. Yang kedua adalah kelompok-kelompok etnik migran Nusantara, seperti: Aceh Rayeuk, Tamiang, Simeulue, Alas, gayo, Minangkabau, Banjar, Sunda, jawa,, Bugis, Bali, dan lain-lainnya. Kelompok-kelompok etnik yang ketiga adalah para migran Dunia, seperti: Hokkian, Khek, Kwong Fu, Hakka, Kwantung, Tamil, Punjabi, Benggali, Hindustani, Arab, Anglosakson, dan lain-lainnya.

(65)

selain menguatkan identitas kelompoknya, juga harus berinteraksi secara sisial dengan kelompok etnik dan agama, serta budaya lainnya. Untuk itu diperlukan sikap dan penghayatan toleransi dalam kebhinnekaan dan ketunggalikaan. Demikian juga yang terjadi di kalangan etnik Pakpak.

Kelompok orang-orang yang disebut Pakpak, yang wilayah budaya induknya berada di kawasan Dairi, Pakpak Bharat, dan sekitarnya, merupakan salah satu kelompok etnik setempat Provinsi Sumatera Utara. Etnik Pakpak memiliki unsurt-unsur kebudayaan yang beraneka ragam, khas, dan menjadi ciri khas dan identitas kelompoknya. Salah satu dari unsur kebudayaannya adalah seni musik.

Musik Pakpak termasuk musik tradisi yang fungsional di tengah arus globalisasi. Musik ini jika didengar langsung sangat akrab di telinga pendengarnya. Dalam realitasnya musik tradisi Pakpak kurang dikenal di kalangan masyarakat Sumatera Utara. Hal ini diakibatkan tidak ada sarana pendukung atau media yang memperkenalkan tradisi Pakpak tersebut kepada masyarakat luas.

Namun demikian, di Desa Suka Ramai kecamatan Pakpak Bharat terdapat sebuah sanggar yang khusus melestarikan budaya Pakpak terkhusus dari segi musiknya. Sanggar inilah yang selalu diundang untuk tampil diacara pemerintah kota maupun pemerintah daerah setempat. Hal ini yang membuat musik Pakpak dapat mempertahankan keberadaannya pada masyarakat luas.

(66)

disajikan secara solo, namun ada pula yang disajikan dalam ensambel, dan juga mengiringi nyanyian-nyaian tradisional Pakpak.

Pada umumnya penyajian musik Pakpak diadakan pada acara adat dan ritual. Namun pada saat upacara besar misalnya pada saat acara ritual harus menggunakan sarune. Dapat dikatakan bahwa sarune memiliki peranan penting dalam ensambel musik Pakpak, karena peran dan simbol sosial yang terkandung di dalam alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak.

Sarune Pakpak sudah tergolong langka, dan juga sangat sulit menemukan pemainnya yang dapat memainkannya. Kelangkaan ini diakibatkat karena dahulu orang-orang tua suku Pakpak tidak secara tegas dan memeberikan motivasi penuh kepada setiap keturunannya untuk belajar musik Pakpak.

Mempelajari musik Pakpak biasanya dilakukan secara kelisanan. Pembelajaran yang dilakukan masih mengunakan sistem otodidak. Artinya setiap orang yang mau belajar musik tersebut maka orang tersebut harus berhubungan langsung kepada orang yang memang mahir memainkan alat musik tersebut. SAetiap orang yang mau belajar harus mendatangi, berdialog, dan mungkin saja harus mengikuti aturan- aturan ritual dari alat musik itu sendiri.

(67)

dengan didukung oleh kecanggihan program maka keyboard dapat menghasilkan suara yang mirip dengan suara sarune. Jika kita tidak memberi perhatian terhadap fenomena ini, maka tidak menutup kemungkinan sarune yang dahulu dianggap sakral dari segi musikalnya akan menjadi alat musik yang biasa-biasa saja.

Sangatlah ironis jika seorang manusia kehilangan jati dirinya, begitu juga dengan kebudayaan. Seperti yang sering kita dengarkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budanya. Atas kesadaran inilah penulis membuat tulisan tentang kebudayaan Pakpak, khususnya teknik permainan sarune..

Dalam tulisan ini, saya memfokuskan untuk membahas tentang teknik dalam memainkan alat musik sarune Pakpak dan cara pembuatannya. Untuk itu saya mimilih beberapa masyarakat Pakpak yang berprofesi sebagai pemusik Pakpak dan menjadikannya sebagai sebagai informan pangkal yang dapat membantu saya dalam mengkaji teknik permainan dan pembuatan sarune Pakpak. Penulis berharap dengan penelitian dan tulisan yang dibuat dapat memperkaya wawasan penulis dan pembaca tentang budaya Pakpak. Selain itu penulis berharap pembaca dapat mengerti cara memainkan sarune Pakpak.

Untuk mendukung skripsi ini tentang sarune, penulis mencari informasi tentang sarune kepada informan pangkal yaitu Bapak Pandapotan Solin. Beliau adalah ketua di Sanggar Nina Nola yang memusatkan perhatian dan kegiatannya pada kebudayaan tradisi Pakpak.

(68)

hasil perbincangan dengan beliau, maka didapat informasi bahwa ada seorang pemain sarune yang telah lanjut usia. Menurut beliau, pemain sarune tersebut adalah pemain sarune satu-satunya yang masih hidup. Berdasarkan informasi inilah yang menjadi awal penelitian penulis dalam mengumpulkan informasi-informasi tentang sarune Pakpak.

Dengan latar belakang sarune Pakpak dalam kebudayaan seperti itu, maka sangatlah tepat apabila dikaji teknik permainannya yang langka itu dikaji memalui disiplin etnomusikologi. Disiplin ini adalah yang penulis pelajari selama beberapa tahun belakangan ini, tepatnya sebagai mahasiswa Etnomusikologi angkatah tahun 2007. Penulis juga memiliki minat utama terhadap praktik pertunjukan musik, yang diajarkan di institusi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.

Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan manusia (Merriam, 1964). Artinya jika seorang ahli etnomusikologi mengkaji musik, maka ia akan selalu melihatnya dalam perspektif kebudayaan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang. Musik bukan hanya fenomena bunyi yang dihasilkan manusia, tetapi musik adalah bahagian dari fenomena manusia yang menghasilkan musik tersebut. mengkaji musik dalam kebudayaan berarti juga mengkaji eksistensi manusia yang menghasilkan musik tersebut. Tujuan akhir seorang etnomusikolog bukan mengkaji musik sebagai bunyi dengan hukum-hukum internalnya sendiri, tetapi adalah mengkaji manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu memiliki jati diri atau identitas yang khas.

(69)

etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi. Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan, pada hakekatnya ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas. Maka sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat. Jikalau suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian etnomusikologi (Merriam 1964).

(70)

tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?

Nilai ekonomi alat musik juga penting dikaji dalam etnomusikologi. Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akkan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.

Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik, dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena memberi manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian yang menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis.

(71)

“rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya. Dalam teks nyanyian, bahasa yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan proses kejiwaan seperti pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian sering mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol yang mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan nyata sering dapat diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk menanamkan nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda.

Aspek ketiga adalah meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik di dalam situasi-situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan sebenarnya.

(72)

teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.

Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik dalam hubungannya dengan aspek budaya lain. Informasi yang kita dapatkan, menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi semua aspek masyarakat; sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara sinkronik dengan perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial, ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi tentangmusik, peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi bagiannya.

(73)

Fungsi lain adalah untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara penggunaan dan fungsi musik belum banyak dibicarakan di dalam etnomusikologi, dan studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh karena studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii dalam masyarakat.

(74)

juga mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik.

Kajian terhadap teknik bermain sarune Pakpak, sesuai dengan penjabaran Merriam tentang wilayah studi etnomusikologi adalah berada pada aspek keempat yaitu dalam tema pemusik. Dalam kaitan ini tentu saja bagaimana keadaan pemain sarune yaitu Bapak Kerta Sitakar, sebagai pemain sarune Pakpak yang “langka.” Penelitian ini, sesuai dengan arahan Merriam di atas, adalah mengenai aspek-aspek lebih lanjut di bawah tema musisi.

Di antaranya adalah apakah Bapak Kerta Sitakar dipaksa oleh masyarakatnya (yaitu etnik Pakpak) untuk menjadi pemusik, atau sebaliknya ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik yaitu pemain sarune? Lebih jauh bagaimana metode latihan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan sarune Pakpak dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kemudian penulis dalami dalam penelitian lapangan.

(75)

secara emik dari guru-guru terdahukkunya, dan pengalamannya sebagai pemain sarune Pakpak.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan dalam penelitian ini ditentukan agar tidak meluas dan melebar. Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: bagaimana teknik memainkan sarune Pakpak oleh Bapak Kerta Sitakar? Pokok masalah ini akan dibantu oleh dekripsi sia itu Bapak Kerta Sitakar, bagaiman ia memperoleh teknik permainan itu, apakah ada gurunya yang khusus, atau ia belajar sendiri secara otodidak, atau bagaimana masyarakat Pakpak secara umum memandang belaiau sebagai pemusik, dan aspek-aspek sejenis.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan

Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan salah satu kajian yang dilatarbelakangi oleh disiplin etnomusikologi. Jika kita menelaah arti dari etnomusikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan suatu suku bangsa yang dilihat dari aspek musikalnya, maka penulis menjadikan arti tersebut menjadi landasan penelitian dalam mencapai tujuan dari penelitian.

(76)

1.3.2 Manfaat

Penelitian ini bermanfaat sebagai usaha untuk menambah wawasan tentang kebudayaan suku Pakpak. Manfaat lainnya yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain sebagai suatu pengetahuan dan informasi bagi mahasisiwa yang akan mendalami penelitian tentang Pakpak. Sebagai bahan acuan dalam penulisan yang berikutnya tentang musik Pakpak.

Selain itu, diharapkan dari penelitian ini para pembaca dapat mengetahui bagaimana teknik permainan sarune Pakpak. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian untuk mengetahui teknik memainkan sarune Pakpak sesuai dengan judul skripsi ini.

Selanjutnya, tulisan ini dapat menjadi dokumentasi dalam bentuk karya tulis guna menambah referensi di Departemen Etnomusikologi, tentang musik Pakpak. Juga sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperolah penulis selama mengikuti pendidikan di Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

(77)

Adapun konsep yang penulis perlu jelaskan dalam konteks penelitian ini adalah tentang: (a) teknik, (b) permainan, dan (c) sarune Pakpak. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (1988) dijelaskan bahwa yang dimasud dengan teknik adalah cara. Istilah ini adalah unsure serapan yang berasal dari bahasa Inggris. Teknik dalam bermain sarune Pakpak ini mencakup bagaimana meniupnya, menghasilkan nada-nada, improvisasi, permainan lagu, dan hal-hal sejenis.

Selanjutnya yang dimaksud dengan permainan dalam tulisan ini adalah penyajian sarune Pakpak dalam pertunjukan yang didasari oleh nilai-nilai penyajiannya secara tradisional, yaitu turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penyajian yang dimaksud adalah mengutamakan penyajian bunyi musik, yang juga disertai dengan penyajian visualnya.

Selanjutnya yang dimaksud dengan sarune Pakpak, adalah mengacu kepada kebberadaan alat musik ini di tengah-tengah kebudayaan Pakpak. Sarune Pakpak adalah salah satu alat musik tradisional dalam kebudayaan Pakpak, yang masuk ke dalam kategori musik tiup. Alat musik ini berdasarkan pendekatan etnomusikologi dapat diklasifikasikan sebagai aerofon, berlidah ganda, jenis shawm.

1.4.2 Teori

(78)

menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Adapun teori yang menjadi landasan penulis dalam melakukan tulisan ini adalah dengan menggunakan teori etnosain (ethnoscience). Yang dimaksud teori etnosains dalam skripsi ini adalah mengutip pendapat Ihromi (1980) yang menyatakan bahwa teori etnosains adalah teori yang mendasarkan kajian dengan p0engungkapan yang dilakukan oleh informan atau masyarakat pendukungnya. Analisis etnosains ini sebaiknya tidak begitu mengelaborasikan pendapat-pendapat sepihak dari peneliti, tanpa memperhatian pengetahuan yang terdapat di balik pemikiran masyarakat pendukung kebudayaan yang diteliti tersebut.

Sebagai tambahan teori, penulis memakai pendekatan teori klasifikasi alat-alat musik yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu tentang sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar bunyi utama. Sistem pengklasifikasian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1. Idiofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan oleh badan alat musik itu sendiri,

2. Aerofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyi dihasilkan oleh udara,

3. Membranofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh kulit atau membrane, dan

4. Kordofon yang berarti alat musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh senar atau dawai.

(79)

musik yang materi penghasil bunyinya dihasilkan oleh hembusan ataupun tiupan udara dari mulut pemainnya.

1.5 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian perlu dibuat metode yang bertujuan sebagai cara yang akan ditempuh peneliti sebelum ataupun saat berapa di lapangan penelitiannya. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis juga memerlukan beberapa metode yang dapat mendukung pembuatan karya tulis ini. Dari berbagai metode yang dicetuskan oleh beberapa ahli, maka penulis mendapatkan beberapa ahli yang mencetuskan metode yang berhungan dengan penelitian ini.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003).

Menurut Nettl (1964:62-64) yaitu terdapat dua hal yang sangat esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin ilmu etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan mencakup pengamatan awal, dokumentasi foto, audio, atau audiovisual. Selain itu juga mencakup wawancara dengan para informan, perekaman wawancara, penyebaran kuesioner, dan hal-hal sejenis. Dalam penelitian laboratorium termasuklah analisis data, transkripsi bunyi musik, transkripsi wawancara, penulisan laporan penelitian, dan hal-hal sejenis.

(80)

maupun eksternal dalam arti melakukan pendekatan dengan cara membaur dengan masyarakat pendukung dari objek penelitian, pengumpulan data baik melalui dokumentasi ataupun wawancara sedangkan keja laboratorium adalah mengolah data yang didapat dari penelitian lapangan untuk dianalisa sehingga memperoleh hipotesa dan juga dapat menyimpulkan hasil penelitian.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian sangat berhubungan dalam memperoleh data. Untuk itu lokasi penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian dan juga dapat mewakili keseluruhan wilayah dari objek penelitian.

Maka penulis menentukan lokasi penelitian didesa sukaramai kecamatan Raja kabupaten Pakpak Bharat dikarenakan bahwa desa tersebut merupakan tempat informan berada dan juga memiliki beberapa informasi yang dibutuhkan dan juga didesa tersebut merupakan domisili pemusik tradisi Pakpak.

1.7 Pemilihan Informan

1.7.1 Informan Kunci

Gambar

Gambar 3.1:
Gambar 4.1:
Gambar 4.2:
Gambar 4.2:
+7

Referensi

Dokumen terkait

HKM-0056 Median Rohma Bisri Universitas Gadjah Mada Yogyakarta S1 Diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana (UU SPPA) studi Kabupaten

[r]

Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti dalam perkara pidana perlu ditinjau ulang kembali karena bertentangan dan

Penggambaran grafik suatu fungsi garis atau fungsi kuadrat yang memotong sumbu-x dilakukan dengan secara manual yaitu dengan memasukkan beberapa titik ke fungsi matematika

In English Education Department of UMY, the absent students not attend the class. without permission from their parents or

Internet mempunyai jangkauan yang sangat luas sehingga sangat ideal sebagai sarana pemberi informasi dan mempromosikan jasa atau suatu produk. Pada Penulisan Ilmiah ini penulis

– Agonis parsial adalah agonis yang menghasilkan respon maksimal kurang dari respon maksimal yang dihasilkan oleh agonis lain yang bekerja pada

Ekstrak biji cerakin disemprotkan pada hama ulat daun bawang yang tersedia dalam tiap wadah (10 ekor tiap wadah) untuk masing-masing konsentrasi dan dilakukan 3 kali