• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak Kerta Sitakar Chapter III VI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

BIOGRAFI RINGKAS BAPAK KERTA SITAKAR

Seperti sudah disinggung pada Bab I, dalam studi etnomusikologi, untuk mengkaji teknik permainan alat-alat musik tertentu di seluruh dunia, maka hal itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi. Artinya studi tentang teknik bermain alat musik juga adalah setudi tentang pemusik itu sendiri.

Sesuai dengan arahan Merriam, maka dalam mengkaji permainan alat musik sarune Pakpak ini, penulis memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Apakah Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak dipaksa oleh masyarakat Pakpak untuk menjadi pemain sarune, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemain sarune? Bagaimana metode latihan yang dilakukan Bapak Kerta Sitakar, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah Bapak Kerta Sitakar mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musik sarunenya dari orang lain, atau apakah Bapak Kerta Sitakar menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja gurunya, dan bagaimanakah metode mengajarnya?

(2)

Gambar 3.1: Bapak Kerta Sitakar

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

3.1 Pengalaman Waktu Kecil

(3)

Kadangkala ayahnya membawa beliau untuk ikut menemani ayahnya bermain musik. Pertama kali beliau dibawa ayahnya ketika berumur 8 tahun. Dari situlah beliau merasa tertarik dengan alat musik sarune. Terkadang ketika ayahnya memainkan sarune di rumah, Beliau mengemukakan, “Kalau dimaikan sarune ini kayaknya kena keperasaanku” kata Bapak Kerta Sitakar. Beliau mengatakan bahwa ayahnya tidak mau mengajarkannya cara memainkan sarune

secara detail. Alasannya karena ayahnya menganggap bahwa Kerta Sitakar masih terlalu kecil. Beliau hanya bisa mendengar dan melihat sarune ketika ayahnya memainkan, namun karena ketertarikannya belia belajar sendiri ketika ayahnya sedang tidak di rumah.

Dengan demikian, ia mengandalkan permainan alat musik sarune ini dengan cara kelisanan, melihat, mendengar, dan menirukannya. Kemudian secara diam-diam latihan sendiri tanpa adanya guru yang formal.

Awalnya dia mengalami kesulitan ketika akan meniup sarune “tak bisa ku embus sarune, payah kali” cetuh beliau. Penasaran untuk mengetahui bagaimana cara meniup sarune, tanpa diajak pun beliau mengajukan diri untuk ikut menemani ayahnya bermain musik.

(4)

3.2 Pendidikan

Pendidikan musical yang dialami oleh Bapak Kerta Sitakar lebih banyak diperolehnya dari pengalaman berkesenian. Dari pengalaman ini ia banyak bergaul dengan sesame musisi Pakpak. Begitu pula dengan para pemusik Sumatera Utara di berbagai peristiwa seni. Pendidikan Kerta Sitakar secara formal adalah sempat mengecap pendidikan sekolah dasar di desa tempat beliau tinggal. Beliau menyelesaikan pendidikan hanya sampai kelas 3 Sekolah Dasar. Dengan tingkat pendidikan yang seperti itu, ia mampu membaca dan menulis dalam huruf latin.

3.3 Pengalaman Saat Dewasa

Pada tahun 1963, beliau memfokuskan diri sebagai pemain sarune

komersial. Acara yang pertama kali diikutinya adalah pada saat upacara kematian (kerja njahat) di Desa Perpulungan. Bayaran yang diterimanya berupa 2 liter beras, uang senilai Rp 5.-, dan sebuah tikar anyaman.

Menjalani hidup sebagai pemusik dikatakan beliau adalah cukup untuk menghidupi dan membantu perekonomian keluarganya. Beliau juga sering diundang untuk mengiringi acara muisk di kantor Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat. Dari mulai diberi upah Rp 5 pada tahun 1963 Sampai sekarang beliau mendapatkan penghasilan sekitar Rp 200.000, setiap melakukan pertunjukan, khususnya sebagai pemain sarune Pakpak..

(5)

diakibatkan karena begitu banyaknya orang yang dapat memainkan balobat.

Akibatnya setiap grup musik tradisional Pakpak di daerah itupun menjadikan

balobat sebagai pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak.

Hal yang paling membuat Bapak Kerta Sitakar tidak lagi memainkan

sarunenya adalah karena sarune yang dimiliknya sudah tua. Juga karena ketidaksengajaan cucunya yang mengakibatkan sarunenya pecah. Sarune ini merupak pemberian ayah beliau jadi mengetahui sarunenya rusak membuat perasaan beliau sedih.

Menurut penuturan beliau, bahwa sarune yang dimilikinya ini merupakan sarune asli Pakpak zaman dulu. Jika kita bandingkan dengan sarune

yang dibuat saat ini memang sangat berbeda dari segi bahan dan bentuknya.

3.4 Pemain Profesional

Pemain profesional dapat diartikan yaitu seseorang (dalam hal ini pemusik) yang ahli di bidangnya dan dapat memperoleh royalti ataupun upah dari hasil kinerjanya. Bapak karta mulai dikenal sebagai peniup sarune Pakpak pada tahun 1980an (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2012).

Ketika itu Bapak Kerta Sitakar bergabung dengan sebuah grup musik Pakpak, dari sinilah beliau dikenal sebagai pemain sarune. Saat itu grup musik tersebut cukup terkenal di kalangan kesenian Pakpak. Dengan status sebagai pemusik, beliau sering dipanggil dan bergabung dengan seniman-seniman Pakpak lainnya.

(6)

Pakpak. Hal ini menambah pemasukan beliau dari segi keuangan karena di setiap kali acara yang diiringinya, beliau mendapatkan upah (wawancara dengan Kerta Sitakar pada tanggal 18-11-2011).

Hingga pada masuknya instrumen barat seperti keyboard, musik tradisi mulai kehilangan pamornya terkhusus alat musik sarune. Karena pada saat itu dan sampai sekarang setiap grup musik menggantikan peranan sarune dengan menggunakan lobat sehingga Bapak Kerta Sitakar pun mulai kehilangan sumber pemasukan keuangannya dan lambat-laun beralih menjadi petani di desanya.

3.5 Cara Belajar Sarune

Pembelajaran sarune yang dilakukan Kerta Sitakar merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara otodidak dan berdasar kepada tradisi kelisanan. Artinya pembelajar dilakukan secara tidak formal, tidak memiliki pelatih hanya belajar sendiri dengan cara mendengar, melihat, dan menirukannya. Menurut sejarahnya pada masyarakat Pakpak tidak ada pembelajaran yang diberikan orangtua kepada generasi di bawahnya. Hal ini disebabkan karena belajar seni dimasyarakat Pakpak hanya boleh dilakukan oleh orang yang telah mendapatkan ”nampuren” atau karunia dari roh-roh nenek moyang. Nampuren ada yang didapat sejak dilahirkan dan juga dengan meminta langsung kepada roh dengan media ritual. Mungkin hal ini juga yang menjadi alasan orangtua kerta sitakar tidak mau mengajarinya bermain sarune.

(7)

ketika ayahnya sedang tidak memainkan sarune dan tidak sedang berada di rumah. Namun seperti kata pepatah sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh jua yang artinya sepandai-pandainya kita menyimpan rahasia pasti sekali waktu ketahuan juga. Inilah yang dialami beliau, pada akhirnya ayahnya pun tahu jika beliau sering belajar sarune tanpa sepengetahuannya. Sejak saat itu ayahnya mengajarinya sedikit tentang bermain sarune. Adapun yang diajari ayahnya yaitu teknik polinama atau sirkular brithing (tiupan sirkuler) dan beberapa lagu yang biasa dimainkan ketika acara adat.

Menutut beliau, yang paling sulit dari sarune adalah mempelajari teknik

polinama. Butuh waktu yang cukup lama untuk dapat menguasai teknik

polinama karena jika tidak bisa menguasai teknik ini, maka seseorang tersebut belum bisa dikatakan sebagai pemain sarune. Bapak Kerta Sitakar biasanya belajar sarune ketika malam hari. Biasanya durasi yang dibutuhnya untuk belajar sekitar 2 sampai 3 jam sehari.

Selaras dengan arahan Alan P. Merriam (1964), maka dalam menganalisis Bapak Kerta Sitakar sebagai pemain sarune Pakpak ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

(a) Bapak Kerta Sitakar dalam menjalani profesinya sebagai pemain musik sarune Pakpak adalah atas kemauannya sendiri, tidak dipaksa oleh orang tuanya yang juga seniman, apalagi oleh masyarakatnya. Sepenuhnya kinerja beliau sebagai pemain sarune Pakpak adalah panggilan hati nurani, minat utama, dan tentu saja faktor bakat (talenta) yang diperoleh dari ayahnya.

(8)

berdasarkan pengalaman melihat, mendengar, dan menirukan. Selain itu ia pun sadar akan bakat seninya ini merupakan bahagian dari

nampuren yaitu karunia seni dari roh-roh nenek moyang beliau. Ia menjadi motivasi penting dalam kinerja beliau sebagai pemain

sarune Pakpak. Berdasarkan aspek-aspek inilah beliau terus-menerus mengasah kemampuan bermusiknya terutama dalam memainkan alat musik yang paling dicintainya yaitu sarune Pakpak. Selain itu ia belajar awalnya secara diam-diam tanpa diketahui oleh ayahnya. Namun setelah diketahui ayahnya, ia juga diajari oleh ayahnya dalam memainkan alat musik ini. Namun demikian, menurut pengakuannya, secara mendasar keahlian bermain sarune diasahnya melalui sistem otodidak dan kelisanan.

(c) Untuk melancarkan dan mengolah kemampuan musikalnya, Bapak Kerta Sitakar memerlukan dan mengisi waktu latihan dua sampai tiga jam setiap harinya. menurut penjelasan beliau, waktu latihan ini bila perlu ditambah jika ada job-job baru yang mengharuskan beliau latihan bersama dengan seniman-seniman musik dan tari lainnya, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, atau provinsi. Jadwal latihan disesuaikan dengan kehendak orang yang memimpin proyek kesenian tersebut.

(9)

BAB IV

ANALISIS TEKNIK PERMAINAN

Pada Bab IV ini penulis akan mengkaji teknik-teknik permainan sarune Pakpak yang disajikan oleh Bapak Kerta Sitakar. Pendekatan utama dalam proses kerja di bahagian ini adalah pendekatan emik berdasar kepada teori etnosains. Analisis teknik difokuskan kepada teknik tradisional yang diterapkan oleh Bapak Kerta Sitakar.

4.1 Teknik Pernapasan/ Teknik Meniup

Berdasarkan penjelasan Bapak Kerta Sitakar, dalam memainkan sarune Pakpak, Ada 4 jenis teknik pernapasan yaitu: (a) teknik pernafasan perut, (b) teknik pernafasan dada, (c) teknik pernafasan pundak, dan (d) teknik pernafasan gabungan (perut, dada, dan pundak). Keempat teknik ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.

4.1.1 Teknik Pernapasan Perut

(10)

atau tiduran. Anda bisa melakukannya dengan duduk di atas kursi atau duduk bersila di lantai. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.2 Teknik Pernapasan Dada

Caranya sama dengan Nafas Utama Perut. Hanya perhatian Anda arahkan ke bagian dada. Pada saat menarik nafas, dada mengembang dan saat menghembuskan, dada mengempis. Perhatikan bahwa posisi latihan dan istirahat tetap sama, yaitu duduk tegak, bukan berdiri atau lainnya. Lakukan teknik ini beberapa kali sampai anda terbiasa.

4.1.3 Teknik Pernapasan Pundak

Caranya sama seperti nafas perut dan dada. Kali ini arahkan perhatian Anda ke pundak. Saat menarik nafas, bawalah udara sampai ke bagian pundak atau dada atas sehingga pundak akan naik. Saat menghembuskan nafas pundak turun kembali ke posisi biasa. Posisi latihan ini juga sama dengan latihan nafas perut dan dada. Anda boleh duduk di kursi atau duduk bersila di lantai. Yang penting anda melakukannya dengan duduk tegak, bukan dengan berdiri.

4.1.4 Teknik Pernapasan Gabungan (Perut, Dada dan Pundak)

(11)

Dari keempat teknik pernapasan di atas, teknik yang sering dipakai dalam permainan sarune adalah teknik pernapasan perut. Alasannya adalah pernafasan perut ini lebih banyak udara yang didapatkan sehingga memudahkan untuk bermain.

(12)

Gambar 4.1:

Permainan Sarune Pakpak dengan Teknik Pernafasan Gabungan (sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Kemudian hembuskan udara dengan menggunakan teknik pernapasan perut.

(13)

Dalam peniupan sarune dikenal juga teknik polinama atau cirkular breathing yang artinya sirkulasi udara tidak berhenti. Inilah salah satu yang menjadi karakteristik sarune Pakpak. Cara untuk menguasai teknik ini, yaitu:

1. Lakukan peniupan selama durasi 4 ketuk, kemudian 8 ketuk kalau bisa lakukan sampai 24 ketuk,

2. Hembuskan udara dari perut hingga sampai keluar mulut secara perlahan- lahan tanpa terputus,

3. Pada saat menghembus, simpan udara didalam mulut, ini akan membuat rongga mulut mengembang,

4. Pada saat yang bersamaan, hirup udara dari hidung, dan

5. Hiruplah udara ketika udara yang didalam mulut hampir habis.

Langkah ini akan mempermudah untuk menguasai teknik polinama tersebut dan untuk menguasainya dibutuhkan konsentrasi dan kesabaran. Untuk pemula lakukan cara ini dengan menggunakan sedotan atau pipet. Caranya adalah dengan menyediakan sebuah sedotan kecil, sebuah gelas yang berisi air (ukuran air kira-kira 1/5 dari gelas). Masukkan sedotan ke dalam gelas yang berisi air tersebut kemudian hembuskan udara dari mulut hingga menimbulkan gelembung air (gunakan 5 langkah diatas untuk mempelajari teknik polinama).

Tetap dingat bahwa ketika dilakukannyanya teknik polinama, reed harus tetap

bergetar.

(14)

dapat berbunyi kemudian tutup kembali lubang nada. Lakukan secara berulang-ulang sampai sarune dapat berbunyi walaupun lubang nadanya tertutup.

4.2 Teknik Penjarian

Teknik penjarian (fingering) berguna untuk menghasilkan nada. Sarune

memiliki 7 buah lubang nada yang masing-masing lubangnya ditutup oleh jari tangan. Pada umumnya telapak tangan manusia memiliki 5 jari-jari dan setiap jari memiliki 3 ruas. Untuk menutup lubang nada sarune hanya diperlukan 4 jari kiri dan 4 jari kanan dan ruas jari yang digunakan adalah ruas jari yang paling atas.

Jari telunjuk, jari tengah, jari manis pada tangan kiri berfungsi untuk menutup 3 lubang nada pada bagian atas-depan sarune dan ibu jari berfungsi untuk menutup lubang nada pada bagian belakang sarune.

(15)

Gambar 4.2: Teknik Penjarian

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Perlu diperhatikan bahwa lubang nada harus benar-benar tertutup oleh ruas jari, karena jika tidak tertutup rapat maka nada yang dihasilkan akan fals

(out of tune). Dalam teknik penjarian sarune juga terdapat teknik urgut, teknik ini merupakan cara yang digunakan untuk menbuat nada-nada thrill

(16)

4.3 Teknik Penghasilan Nada

Untuk menghasilkan nada, diperlukan perpaduan antara teknik pernapasan dengan teknik penjarian. Tanpa menguasai teknik ini maka akan sangat sulit untuk membuat bunyi suara sarune. Jika udara yang ditiupkan berlebihan maka nada akan melengking atau false ataupun jika jari-jari tangan tidak menutup rapat lubang nada, maka sarune juga tidak akan berbunyi.

4.3.1 Teknik Menghasilkan Nada Do (Dasar)

Gambar 4.2:

Teknik Mengasilkan Nada Do

(17)

Posisikan reed sarune dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari, sambil menutup semua lubang nada pada sarune lalu hembuskan sarune sampai menghasilkan bunyi. Untuk tahap awal anda akan mengalami kesulitan untuk membunyikan sarune.

Untuk mempermudahnya maka angkat semua jari yang ada di atas lubang nada kemudian hembuskan, Setelah sarune berbunyi maka tutup kembali lubang nada lalu hembuskan sarune Lakukan berkali-kali sampai sarune dapat berbunyi ketika lubang nada tertutup semua). Jika sudah berhasil maka untuk membunyikan nada berikutnya anda tidak akan mengalami kesulitan.

(18)

4.3.2 Teknik Menghasilkan Nada Re

Gambar 4.3:

Teknik Mengasilkan Nada Re

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(19)

4.3.3 Teknik Menghasilkan Nada Fi

Gambar 4.4:

Teknik Mengasilkan Nada Fi

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

(20)

4.3.4 Menghasilkan Nada Sol

Gambar 4.5:

Teknik Mengasilkan Nada Sol

(sumber: Dokumentasi Tumpal Saragih, 2013)

Posisikan reed dipertengahan mulut antara bibir atas dan bibir bawah, pegang dan angkat sarune dengan jari-jari kemudian tutup lubang nada dengan menggunakan jari. Lalu lepas kan jari manis, jari tengah, jari telunjuk (bagian tangan kanan), namun jari telunjuk tidak dilepaskan secara sepenuhnya (hanya terbuka sebagian) dan sisanya masih ditutup oleh jari telunjuk. Teknik ini berfungsi juga sebagai penghasil nada setengah (kromatik) untuk setiap lubang nada. Kemudian hembuskan udara melalui reed sarune hingga menghasilkan bunyi.

(21)

merasakan dan mendengar nada yang dibunyikan. Jika lubang nada dibuka secara berlebihan, maka nada yang dihasilkanpun akan false.

4.3.5 Menghasilkan Nada Si

Gambar 4.6:

Teknik Mengasilkan Nada Si

(22)

Posisikan reed pada bagian tengah mulut diantara bibir atas dan bibir bawah. Tutup semua lubang nada dengan menggunakan jari-jari tangan. Kemudian buka lubang nada dengan cara melepaskan jari manis, jari tengah tangan kanan tetapi khusus untuk jari telunjuk pada bagian kanan lubangg nada tidak dibuka total. Hanya setengah lubang nadanya saja, lalu lepaskan jari manis kiri, lalu hembuskan udara melalui reed sarune.

4.3.6Menghasilkan Nada Do (Oktaf)

Gambar 4.7:

(23)

Posisikan reed ditengah mulut antara bibir atas dengan bibir bawah, lalu tutup semua lubang nada, kemudian lepaskan semua penutup lubang nada sehingga yang tetap berada dibadan sarune adalah ibu jari kanan, jari telunjuk kiri dan ibu jari kanan. Jari telunjuk kiri diposisikan disisi kiri badan sarune, tepat disisi lubang nadanya.

Untuk penjarian ini diperlukan latihan yang lebih baik lagi, hal ini disebabkan karena pada saat membunyikan nada ini, penopang badan sarune hanya menggunakan 3jari yaitu, ibu jari kiri, jari telunjuk kanan dan ibu jari kanan. Jika tidak mahir, maka bagian sarune antara badan sarune dengan reed

akan terlepas, hal ini adalah kejadian yang sangat fatal jika terjadi saat memain alat musik tersebut.

Oleh sebab itu, diperlukanlah kulit ataupun badan si pemain untuk menopang bagian bawah sarune. Karena sarune merupakan alat musik yang bagian- bagiannya disusun dan dirangkaikan antara sisi lubang udara yang satu dengan yang lain nya tanpa ada perekat ataupun lem maka sangat memungkinkan bagian rangkaian sarune tersebut akan lepas. Untuk itulah diperlukan badan ataupun kulit tersebut. Biasanya bagian tubuh yang sering digunakan sebagai penopang adalah bagian betis kaki ataupun bagian samping telapak kaki.

4.4 Sistem Pelarasan (Pengragamenken)

(24)

pengragamenken. Apabila kualitas bunyi yang diinginkan belum tercapai dan sesuai dengan rasa musikal pemainnya maka ada tiga hal yang dianggap sebagai penyebabnya, yaitu sambungan masing-masing bagian sarune, lubang nada yang tidak sesuai, dan faktor pit (lidah) sarune.

Tentang sambungan masing-masing sarune dapat menyebabkan kualitas suara tidak baik adalah dikarenakan kurang padatnya masing-masing bagian dari organ-organ sarune yang mengakibatkan kebocoran udara dari bagian-bagian yang tidak semestinya berfungsi sebagai saluran udara.

Menyangkut perbandingan lubang nada sarune dengan badan sarune juga dapat mempengaruhi kualitas bunyi dari alat musik sarune. Apaabila lubang nadanya terlalu kecil maka lubang nada tersebut harus diperbesar hingga dicapai kualitas yang diinginkan. Sedangkan pembuatan jarak lubang nada yang salah dalam pembuatannya atau lubang nada yang terlalu besar maka jalan satu-satunya yang harus dilakukan adalah dengan mengganti sarune tersebut dengan sarune lain yang sesuai dengan kualitas bunyi dan rasa musikaln pemainnya.

(25)

pit. Namun demikian pada kenyataannya pemain sarune seringkali memeriksa

pit sarune secara fisik.

(26)

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS 5.1 Transkripsi

Transkripsi adalah suatu proses pemvisualisasikan bunyi musikal pada notasi (Nettl 1964:98). Pada proses transkripsi sampel lagu ataupun melodi, penulis mengacu pada tulisan Nettl yang mengemukakan bahwa notasi deskriptif bertujuan untuk mencatat secara terperinci bagian-bagian musik yang disajikan.

Secara umum transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok, dengan alasan hasil transkripsi dapat dipahami oleh para pembaca sampai lingkup internasional. Alasan mengapa penulis tidak memakai atau menggunakan notasi angka adalah karena jika menggunakan notasi angka kontur (garis lintasan melodi) dan tinggi rendahnya suatu nada tidak nampak secara eksplisit.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam pentranskripsian ini, antara lain, sebagai berikut.

(27)

Contoh :

2. Kunci (clef) ang dipergunakan adalah kunci G, karena wilayah nada (ambitus) yang dimainkan berkisar diantara tanda kunci ini.

Contoh:

3. Komposisi repertoar yang disajikan sebagai sampel dalam analisis teknik permainan sarune digunakan dengan nada dasar 1 mol (1b), karena sarune yang digunakan memiliki nada dasar F=do

Contoh:

4. Tanda birama yang ditulis hanya pada awal birama disebelah kanan kunci G yang berlaku untuk semua baris. Tanda birama ini digunakan untuk mengidentifikasi segmen ritmik berdasarkan aksen kuat yang pada umumnya menggunakan meter 4/4.

(28)

5. Transkripsi tidak ditulis dengan menggunakan tanda ulang ||: :||, gunanya untuk melihat sejauh mana bunyi yang dihasilkan dalam memyelesaikan satu repertoar musik. Dalam Etnomusikologi teknik ini sering disebut dengan comparative score (perbandingan notasi).

6. Untuk satu tangga nada yang diperpanjang, tetapi harus ditulis dengan dua not atau lebih namun sebenarnya mencerminkan satu nada, maka ditulis dengan tanda suspensi.

Contoh:

5.2 Analisis

Analisis merupakan suatu rangkaian kerja yang lebih lanjut dalam mengolah hasil trenskripsi, yaitu suatu kerja untuk memilah atau menguraikan bagian-bagian dari hasil transkripsi yang kemudian dideskripsikan hubungannya diantara tiap-tiap bagiannya (Nettl,1964:131). Dalam menganalisis melodi berikut penulis mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Malm (1977:8) yaitu metode weight scale (penghitungan bobot tangga nada) dengan memperhatikan beberapa karakteristik yaitu tangga nada, nada dasar, wilayah nada, distribusi nada, interval yang dipakai, pola-pola kadens, formula melodi dan kantur.

5.2.1 Tangga Nada

(29)

hembusan udara terlalu banyak dan jepitan reed sedikit dilonggarkan maka nada yang dihasilkan berkisar diantara nada rendah sebaliknya jika tiupan udara sedikit dan jepitan reed terlalau dijepit maka nada yang dihasilkan berkisar diantara nada tinggi.

Secara umum interval nada yang dihasilkan adalah 1,5 oktaf dalam tangga nada diatonis. Untuk menghailkan nada dalam otaf pertama dilakukan dengan cara meniup lembut, sedangkan untuk menghasilkan nada oktaf kedua dilakukan dengan meniup lebih keras.

Pada dasarnya sarune Pakpak mempunyai tonika dari nada yang paling rendah (semua lobang nada ditutup dengan jari). Nada tersebut menjadi nada awal untuk menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Apabila sarune ketika semua lubang nada ditutup menghasilkan nada “bes” dalam nada piano, maka dasar tangga nada sarune tersebut adalah “F”.

Alasan penulis menyebutkan bahwa tangga nada sarune sama dengan tangga nada diatonis adalah karena nada-nada yang dihasilkan setiap lubang nada mendekati interval yang terdapat dalam konsep tangga nada diatonis Barat. Hal tersebut dibuktikan dengan penyesuaian nada-nada sarune dengan piano.

5.2.2 Nada Dasar

Menurut Nettl (1964:147) ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan untuk menemukan nada dasar:

1. Melihat nada yang paling sering dipakai,

2. Melihat nada yang memiliki ritmis (harga ritmis) yang besar,

(30)

4. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting 5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai

patokan,

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada, dan

7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik.

Dalam hal ini lagu yang dimainkan dalam repertoar adalah menggunakan sarune dengan nada dasar mutlak “bes”, apabila disusun berderet naik maka nada-nada yang terdapat pada sarune adalah :

Bes C F G A Bes Interval : 2M 4aug 2M 2M 2m

5.2.3 Wilayah Nada

Penentuan wilayah nada dalam lagu diambil berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami ditentukan oleh sumber penghasil bunyi itu sendiri, yaitu dengan melihat nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi yang dibawakan instrumen sarune sebagai pembawa melodi utama. Satuan yang digunakan adalah sitem penghitungan frekuensi nada yang ditemukan oleh Ellis dalam Malm (1977:35) yanitu penentuan nada yang berjarak 1 laras sama dengan 200 cent dan nada yang berjarak ½ laras sama dengan 100 cent.

5.2.4 Distribusi (Jumlah Pemakaian) Nada

(31)

tingkat esensi dalam lagu tesebut, sepeti halnya dalam penentuan nada dasar, nada pokok dan nada-nada pendukung dalam komposisi tersebut.

Nada dasar biasanya ditulis dengan Not utuh, nada penting lainnya ditulis dengan nada setengah, nada yang biasa dipakai sebagai not seperempat, not seperdelapan, dan seterusnya sebagai hiasan.

5.2.5 Interval

Interval adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang berikutnya dalam tangga nada sarune pakpak adalah:

Bes C E F A Bes

Dengan pola interval yaitu secunda mayor, terts mayor, secunda minor, terts mayor, secunda minor.

5.2.6 Karakteristik Bunyi Melodis Sarune

Karakteristik bunyi melodi yang dimaksud pada bagian ini adalah ciri-ciri khas yang merupakan kebiasaan dalam penggarapan melodi suatu lagu pada instrumen sarune. Semakin banyak karakteristik melodis sarune yang sesuai dengan sifat lagu yang dapat dimainkan pada instrumen sarune maka semakin baik pula teknik permainan yang sekaligus memberikan nuansa artistik pada lagu yang sedang dimainkan.

(32)

(wawancara dengan bapak pandapotan solin dan bapak kerta sitakar, 23-02-2013).

Beberapa karateristik bunyi melodis dari instrumen sarune yang diperoleh penulis selama penelitian adalah : Cerrp merdatas, merginoling, merdatas dan mengragam.

5.2.6.1 Cerrp Merdatas

Cerrp merdatas adalah istilah yang dipakai dalam permainan sarune dengan teknik penggarapan melodi yang dimulai dari nada terendah sebelum bertahan pada nada tinggi. Penggarapan dengan teknik ini haruslah dilaksanakan yang cukup besar. Apabila nada tinggi yang ingin dicapai tersebut memiliki durasi ritmis yang kecil maka pemasukan teknik cerrp merdatas ini kurang lazim (skripsi sarjana anna rosita, 1996). Oleh sebab itu diperlukan penguasaan yang baik dari seorang pemain sarune terhadap lagu yang dimainkan serta kemahirannya dalam menghasilkan nada-nada sarune.

5.2.6.2 Merginoling

(33)

5.2.6.3 Merdatas

Merdatas adalah istilah yang dipakai untuk nada yang tinggi dan ditahan dengan melakukan beberapa variasi nada dengan melangkah naik-turun. Langkah-langkah nada-nada tersebut umumnya mempunyai jarak yang kecil yaitu sebagai nada variasi dari nada yang dimaksudkan. Pada umumnya

merdatas ini hanya dipakai untuk nada tinggi dengan durasi ritmis yang besar. Walaupun dalam permainanya nada tinggi tersebut boleh saja dimainkan dengan cara menahan secara panjang, namun untuk memberikan efek yang khas serta untuk menambah artistiknya para pemain sarune pada umumnya akan melakukan teknik ini dalam permainannya.

5.2.6.4 Menragam

Dalam bahasa Indonesia menragam dapat diartikan pemberian unsure ornamentasi (improvisasi) pada permainan sarune. Menragam adalah beberapa nada lain diantara dua nada yang sama yang memiliki nilai durasi yang cukup besar atau pada satu nada dengan durasi ritmis yang besar. Nada-nada yang merupakan ornamentasi tersebut bervariasi antara melangkah dan melompat, naik ataupun turun.

(34)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini dapat disimpulkan bahwa teknik permainan sarune Pakpak memiliki beberapa proses untuk tiap tahapan belajarnya. Setiap teknik yang dipakai memerlukan perhatian khusus untuk para pembaca atau siapapun yang ingin mempelajarinya.

Teknik permainan sarune yang disajikan oleh Bapak kerta Sitakar adalah teknik permainan tradisi. teknik yang menonjol adalah pernafasan polinama

(circular breathing). Selain itu adalah teknik peniupan, berupa pernafasan bahu, dada, perut, dan gabungan. Di sisi lain teknik meniup pada pit juga menjadi sarat untuk menghasilkan bunyi sarune Pakpak. Penjarian untuk menghasilkan nada-nada (do, re, fi, sol, si, dan do tinggi) juga menjadi tekknik penting dalam memainkan sarune Pakpak ini. Permainan jari pada setiap lubang nada dan menghafal lagu akan tetapi ada aspek lain yang merupakan factor pendukung yaitu perasaan dan latar belakang sifat lagu.

Berkenean dengan perasaan, seorang pemain sarune haruslah dapat merasakan bahwa bunyi-bunyi sarune yang dimainkan secara melodis adalah merupakan ungkapan perasaan dari penyajinya atau pihak pelaksana suatu upacara. Apabila sarune dimainkan secara solo sebagai ungkapan perasaan penyajinya, terlebuh dahulu si pemain harus memikirkan perasaan penyajinya.

Dari uraian-uraian bab-bab terdahulu penulis merangkum bahwa sarune

(35)

dalam penyajiannya dapat secara tunggal maupun sacara ensambel. Dari kedudukan diatas maka alat musik ini dikelompokkan dalam masyarakat ke dalam oning-oningen (instrument tunggal) dan gotci (ensambel instrument).

Sebagai instrumen tunggal, alat musik ini berfungsi untuk menghibur diri sendiri pemain. Selain itu juga untuk orang lain yang sedang dilanda kesusahan serta sebagai alat untuk merayu melalui bunyi melodis yang dihasilkan.

Dalam perkembangannya saat ini, sarune mulai kehilangan eksisitensinya sebagai alat musik tradisional masyarakat Pakpak. Sarune Pakpak mulai tergeser fungsinya sebagai alat musik pembawa melodi dalam ensambel musik Pakpak digantikan dengan alat musik lobat. Selain itu pengaruh masuknya instrumen modern seperti keyboard juga turut ambil bagian dalam penggeseran nilai musikal sarune tersebut. Namun jauh sebelum masuknya teknologi pergeseran peran sarune disebabkan oleh munculnya alat musik tiup lobat (alat musik Pakpak) sebagai pembawa melodi utama dalam ensambel musik Pakpak.

Dari hasil penelitian dan berdasarkan tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa sarune Pakpak hampir memiliki persamaan dengan sarune Toba, Simalungun yang ada disumater utara baik dari segi teknik permainan dan dari segi aspek musikalnya.

Yang membuat sarune ini sedikit berbeda dengan sarune etnis lainnya adalah karena sarune Pakpak dapat dimainkan pada setiap kesempatan baik dalam upacara adat maupun dikehidupan sehari-hari. Jika didalam upacara adat

(36)

alat yang dapat mengungkapkan perasaan sipemain. Jika pemain sedang mengalami kesedihan, pemain tersebut dapat memainkan sarunenya dengan lagu-lagu bernuansa lambat dan jika si pemain sedang merasa bahagia maka sipemain membunyikan sarunenya dengan lagu-lagu riang tanpa mengenal tempat.

6.2 Saran

Pergeseran peran sarune ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan kepunahan instrumen tersebut. Penulis menyarankan kepada instansi pemerintahan maupun instansi yang berkecimpung di dalam bidang seni agar mencari ataupun menciptakan metode yang dapat menyelamatkan sarune ini dari kepunahannya.

Selain itu, dalam rangka melestarikan kebudayaan sarune dalam kebudayaan Pakpak, diperlukan strategi pemungsiannya di dalam kebudayaan. Salah satu di antaranya adalah perlunya dilakukan workshop atau bengkel pelatihan sarune, ternmasuk menggunakan tenaga Bapak kerta Sitakar. Ini dilakukan agar alat musik tersebut tidak tercerabut dari kebudayaannya.

(37)

Gambar

Gambar 3.1:
Gambar 4.1:
Gambar 4.2:
Gambar 4.2:
+6

Referensi

Dokumen terkait

(direkam oleh: Tumpal Saragih tanggal 23 Februari 2013 di Desa Mbereng Kecamatan Kerajaan, Pakpak Bharat). transkripsi: Tumpal Saragih dibantu

Didalam gendang lima sendalanen, sarune Karo adalah salah satu alat musik karo yang berfungsi sebagai pembawa melodi dalam mengiringi suatu upacara adat di dalam masyarakat

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode ini untuk mengamati proses cara belajar penarune Karo dan teknik memainkan sarune didalam kebudayaan musik

Tulisan ini berjudul “ Teknik Permainan Bansi” oleh Bapak Zul Alinur di Kota Medan.” Bansi adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang masuk dalam klasifikasi

Tulisan ini berjudul “ Teknik Permainan Bansi” oleh Bapak Zul Alinur di Kota Medan.” Bansi adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang masuk dalam klasifikasi

dari alat musik bansi, yaitu: (1) memiliki 7 lubang nada, yang dapat dimainkan pada semua.. Alam Rantau adalah salah satu dari tiga kawasan budaya Minangkabau, yang dapat

Untuk seorang yang akan mempelajari memainkan alat musik bansi juga harus belajar circular breathing (Sirkulasi udara), karena didalam solo instrumen maupun ensambel