ANALISIS ASPEK SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI
MIHONA FUJI NO SAKUHIN NO “GALS!” TO IU MANGA NI OKERU GYARU NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKI NO
BUNSEKI NI TSUITE
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : DZURRAHMAH
040708043
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS ASPEK SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI
MIHONA FUJI NO SAKUHIN NO “GALS!” TO IU MANGA NI OKERU GYARU NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKI NO
BUNSEKI NI TSUITE
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : DZURRAHMAH
040708043
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Yuddi Adrian M, MA Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum
NIP : 131945675 NIP : 131763365
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
Disetujui oleh : Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi S-1 Sastra Jepang
Ketua Program Studi,
Hamzon Situmorang, M.S.; Ph.D
NIP : 131422712
PENGESAHAN Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra.
Pada :
Tanggal : Pukul : Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara
Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A.;Ph.D NIP : 131284310
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1. ( )
2. ( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul ANALISIS ASPEK
SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang , MS. Ph.D, selaku Ketua Jurusan Program studi
Sastra Jepang yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan segala
saran dan kritikannya yang membangun.
3. Bapak Drs. Yuddi Adrian M, MA, selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk membimbing penulisan
skripsi ini.
4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah
begitu sabar untuk membaca dan mengoreksi skripsi ini dalam rangka perbaikan
dan peneyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh staff pengajar Program studi S-1 Sastra Jepang, yang telah membagi
dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga dapat dimanfaatkan di
jalan yang benar bagi orang banyak.
6. Orang tua penulis yang telah membantu baik dari segi materil dan moril, dan
begitu berjasa dalam kehidupan penulis.
7. Uda-uda dan Adikku tersayang yang telah memberikan support dan dukungannya.
Luv u alls.
8. Teman-teman indekos, special buat Ijahwati n d’compy, aminkwati,dan Suripwati
plus Onyit dan Family, makasih ya atas dukungannya.
9. Someone Special for all uncountable spirit he always give, makasih banyak atas
do’a dan dukungannya.
10. Untuk sahabat-sahabatku tersayang di sastra jepang 2004, khususnya opung rani,
ibu endah, tante lidya, iyah, amah, syanti, mbak wied, silvi, ana, joe, johan, ucup,
agus, ai, uchi, muiskah, fitri, jole n d’gang dan teman-teman lainnya yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, yang telah berbagi suka dan duka selama kuliah di
fakultas sastra tercinta.
11. Teman-teman dan dunsanak di IMIB, Deni lampir, Uwo Rika, Edow K-Link,
Sartana, teman-teman dan adik-adik lainnya yang telah memberikan warna baru
dalam kehidupan Penulis selama ini.
12. Semua Pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penulisan
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
sendiri dan para pembaca yang merasa tertarik dengan semua hal yang menyangkut
kejepangan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai
kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan untuk masa yang akan datang.
Medan, April 2008
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan... 5
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.6. Metode Penelitian ... 11
BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMUNITAS GALS DI JEPANG DAN KOMIK ... 13
2.1. Pengertian Gals ... 13
2.2. Latar Belakang Munculnya Gals di Jepang ... 14
2.3. Jenis-Jenis Karakteristik Gals di Jepang ... 15
2.4. Sejarah dan Perkembangan Komik ... 19
2.4.1. Sejarah Komik... 19
BAB III. ANALISIS TOKOH GALS DALAM KOMIK GALS! KARYA
MIHONA FUJI DARI ASPEK SOSIOLOGIS ... 30
3.1. Karakteristik Tokoh-tokoh dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji ... 30
3.2. Analisis Sosiologis Tokoh Utama Gals dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji ... 36
3.2.1. Kotobuki Ran ... 36
3.2.2. Yamazaki Miyu... 40
3.2.3. Hoshino Aya ... 43
3.2.4. Honda Mami... 44
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
4.1. Kesimpulan ... 47
4.2. Saran... 48
ABSTRAK
Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Pada umumnya, karya
sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik yang bersifat fiksi maupun non fiksi.
Misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa dan lain sebagainya.
Salah satu hasil karya sastra berupa prosa adalah cergam (cerita bergambar),
kartun, atau lebih dikenal dengan sebutan komik.
Komik merupakan salah satu hiburan yang tidak hanya disukai oleh anak-anak
dan remaja saja, melainkan juga oleh orang dewasa.
Salah satu komik yang mampu memberikan hiburan tersendiri kepada para
pembaca komik khususnya bagi remaja adalah komik Gals! Karya Mihona Fuji.
Dalam komik Gals!, diceritakan tentang kehidupan komunitas gals yang merupakan
remaja-remaja perempuan yang sering dianggap sebagai remaja-remaja bermasalah
dan hanya ingin mencari perhatian orang lain. Gals seringkali mendapat reputasi
buruk karena ada sebagian diantara mereka yang mau menjual diri demi memperoleh
uang untuk berbelanja pakaian dan kosmetik serta bersenang-senang.
Keinginan untuk menentukan masa depan sendiri sepertinya sangat kuat pada
komunitas gals. Hanya saja mereka tidak bisa menjabarkan dengan jelas apa yang menjadi kemauannya. Mereka hanya mengikuti hidup yang sudah mengalir tanpa
Gambaran kehidupan gals seperti ini, sangat berbeda dibandingkan beberapa
tahun lalu, ketika generasi muda Jepang identik dengan pelajar berseragam yang
disiplin, yang patuh pada orangtua, hormat pada guru, dan bercita-cita tinggi. Masuk
Universitas terkenal, diterima menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan
perusahaan swasta terkemuka di Jepang.
Gals biasanya ingin menarik perhatian dengan dandanan mereka. Ada dua jenis remaja yang mengikuti gaya seperti ini. Yang pertama, remaja yang memilih hidup
mandiri, tidak pulang ke rumah. Yang lain anak sekolah biasa yang berdandan khusus
untuk ke Harajuku dan Shibuya. Yang terakhir ini biasanya masuk ke perguruan
tinggi pada usia 25tahunan.
Namun, meskipun bercerita tentang para gal yang gemar bersenang-senang,
komik ini tidak selalu berisi adegan pesta dan foya-foya. Mihona justru ingin
menghadirkan kisah remaja dan masalah-masalah mereka melalui karakter para gal.
Kehidupan gals yang diceritakan oleh Mihona Fuji dengan berlatar belakangkan
daerah Shibuya. Daerah ini merupakan tempat anak muda berkumpul untuk
melepaskan tekanan hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat
perbelanjaan yang menjadi symbol dari gyaru, yaitu 109 Shibuya. Disini dijual
berbagai macam aksesoris gals. Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress dan
lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar dengan
Shibuya dan Harajuku, adalah tempat berkumpul anak-anak muda Tokyo.
Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tempat berkumpul anak-anak muda di kota
manapun di dunia. Namun, remaja di Shibuya dan Harajuku sangat memperhatikan
penampilan khususnya dalam berbusana. Semua orang bebas mengekspresikan diri
dalam berpakaian. Tak hanya pakaian siap pakai, busana hasil rancangan sendiri pun
ditampilkan. Hal unik itulah yang menjadikan kedua tempat ini sebagai pusat mode
anak muda Tokyo.
Penampilan remaja yang berkumpul di kawasan ini seperti ingin menunjukkan
'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang sangat
normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan
beragam aksesoris yang begitu menarik perhatian.
Ada berbagai macam jenis gals menurut gaya berpakaiannya, diantaranya adalah
Amura, B-gyaru, Banba, Baika, Cocogyaru, Gangguro, Ganjiro, Gongguro, Himegyaru, Kogyaru, Magogals, Manba, Oneegyaru, Rasuta, Yanki dan Kigurumin.
Gaya berpakaian gals ini merupakan suatu bentuk kreatifitas yang juga memiliki
nilai positif, yang mampu menciptakan budaya baru bagi negara Jepang dan bisa
ditiru oleh remaja-remaja di negara lain. Fashion seperti ini, selain praktis juga
dianggap modis dan keren. Lagi pula, saat sekarang ini Jepang termasuk salah satu
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Pada umumnya, karya
sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik yang bersifat fiksi maupun non fiksi.
Misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa dan lain sebagainya.
Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan,
penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya bercerita yang menarik
(Zainuddin, 1992 : 99). Sedangkan Melani Budianto (1997 : 109) berpendapat bahwa
sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan
gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial.
Boulton dalam Aminuddin (2000 : 37) mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan
kepuasan bathin bagi pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan
dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema yang
berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.
Salah satu hasil karya sastra berupa prosa adalah cergam (cerita bergambar),
kartun, atau lebih dikenal dengan sebutan komik.
Komik merupakan salah satu sajian yang ditawarkan dalam dunia sastra yang
banyak orang di seluruh dunia, baik dari kalangan anak-anak, remaja, bahkan juga
orang tua.
Menurut Marcel Bonnet dalam kutipan Angkat (2004) dalam bukunya Komik Indonesia, berpendapat bahwa komik adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam gambar dan
tanda, yang mengarah kepada suatu pemikiran dan perenungan.
Dalam penyajian komik, pengarang menawarkan banyak hal yang dapat dinikmati
oleh para pembacanya. Tidak hanya konsep cerita yang berdasarkan kisah nyata
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga ditawarkan konsep imajinasi yang tinggi
serta nilai-nilai kebudayaan yang dapat membuat suatu karya sastra itu, dalam hal
komik khususnya, dapat menyampaikan dan mengekspresikan ide-ide bahkan
pesan-pesan moral dari si pengarang, sehingga timbullah efek-efek tertentu bagi si pembaca
itu sendiri.
Pada zaman sekarang, komik tidak hanya diminati oleh orang Jepang saja
melainkan hampir keseluruh pelosok dunia seperti Amerika, Eropa, bahkan sampai ke
Indonesia. Misalnya di Amerika sendiri, ada salah satu majalah komik yang sangat
popular di Jepang, shining gum dan shojo bin, diterbitkan di Amerika. Komik-komik
yang beredar umumnya bercerita tentang kepahlawanan, fantasi, persahabatan,
percintaan, komedi dan lain sebagainya.
Salah satu komik Jepang yang cukup popular di kalangan remaja Indonesia
Gals (orang jepang mengejanya dengan gya-ru) merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang suka berdandan habis-habisan mengikuti trend
terbaru. Mereka sangat mudah dikenali, karena biasanya dandanan mereka lebih
menonjol diantara kerumunan orang-orang. Gals! merupakan komik remaja yang
mengisahkan tentang suatu komunitas gals yang sangat identik dengan dunia fashion.
Bahkan bisa dikatakan ‘gila fashion’.
Mihona fuji, sang pengarang merupakan seseorang yang senang berdandan
dan berbelanja, sehingga terasa sekali kalau komik ini dibuat oleh orang yang sangat
paham mengenai kehidupan gals. Seluruh karya Mihona ber-genre shoujo. Selain Gals!, karya yang lain adalah Start, Spicy Girl, Super Princess, Passion Girls, dan Yuki no Hanabira.
Untuk menciptakan komik Gals!, Mihona melakukan riset dan pengamatan
yang serius. Dengan latar belakang kota Shibuya dan berdandan ala gals, ia
berjalan-jalan dan mengamati tingkah laku para gals dari dekat. Penggambaran suasana dan
setting Shibuya yang mendetil dalam komik Gals!, memberi kesan realistis pada
komik ini.
Pengarang sebagai pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat dan
lingkungannya, yang tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari masyarakat dan
lingkungannya, pengarang tentu saja pernah menyaksikan bahkan mengalami
Fenomena-fenomena sosial ini kemudian dijadikan bahan penulisan karya
sastra. Dalam penulisannya ini, pengarang baik secara sadar maupun tidak
memasukkan sikapnya terhadap fenomena sosial yang ada dalam masyarkat.
Seperti yang dikatakan oleh Aminuddin (2000 : 79) bahwa peristiwa dalam
karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh
tokoh atau pelaku-pelaku tertentu, yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi
sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Karena itulah tokoh sangat
berperan penting untuk dapat menyampaikan ide cerita ataupun pesan-pesan dari si
pengarang agar terjadi efek-efek tertentu bagi yang membaca karya tersebut.
Komik Gals! merupakan komik yang memuat cerita fiksi yang mampu memberikan gambaran tentang kehidupan gals di Jepang. Namun, meskipun bercerita
tentang para gal yang gemar bersenang-senang, komik ini tidak selalu berisi adegan
pesta dan foya-foya. Mihona justru ingin menghadirkan kisah remaja dan
masalah-masalah mereka melalui tokoh-tokoh gal, yang sering dianggap sebagai
remaja-remaja perempuan bermasalah yang hanya ingin mencari perhatian orang lain. Atas
dasar hal itulah penulis tertarik untuk dapat membahas sisi lain dari kehidupan para
I.2. Perumusan Masalah
Para gal sering dituduh merusak bahasa karena selalu menggunakan bahkan menciptakan slang, menggunakan gaya bahasa laki-laki, dan seenaknya menggunakan kata serapan bahasa asing. Mereka seringkali mendapat reputasi buruk,
karena ada sebagian diantara mereka yang mau menjual diri demi memperoleh uang
untuk berbelanja pakaian dan kosmetik serta bersenang-senang. Kondisi sosial
kehidupan karakter para gal dalam komik ini sangat kompleks, meskipun hobby
mereka bersenang-senang, namun masih ada sebagian diantara mereka yang masih
memiliki rasa sosial yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya, teman-teman dan
keluarganya.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab
masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas gals di Jepang
dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji?
2. Bagaimana kondisi sosial kehidupan komunitas gals di Jepang yang
digambarkan melalui tokoh gals dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji?
I.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dari permasalahan-permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu
adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar
masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga
Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup
pembahasan yang difokuskan pada kondisi sosial kehidupan para gal sebagai tokoh
utama dalam komik ini, terutama dilihat dari tingkah laku, sikap, serta ucapan
tokoh-tokoh utama. Penulis juga akan mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi
munculnya gals di Jepang berdasarkan komik tersebut.
I.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori I.4.1. Tinjauan Pustaka
Swingewood dalam faruk (1999 : 43) mengisyaratkan perlunya pemahaman mengenai tradisi sastra adalah sebagai salah satu mediasi yang menjembatani
hubungan antara sastra dalam masyarakat itu. Selain itu perlu pertimbangan formasi
sosial yang di luar batas kelas sebagai mediasi dari hubungan antara sastra dan
masyarakat.
Sosiologi sastra menurut Ratna (2003 : 2) yaitu pemahaman terhadap totalitas
karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di
dalamnya. Sosiologi sastra mewakili keseimbangan antara kedua komponen, yaitu
sastra dan masyarakat. Oleh karenanya, analisis sosiologis memberikan perhatian
yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat
tertentu.
a. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya
merupakan cerminan situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.
b. Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.
c. Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial
budaya atau peristiwa sejarah.
Unsur-unsur penunjang terciptanya sebuah karya sastra, khususnya prosa antara
lain yaitu tema, penokohan, plot, setting, dan lain sebagainya. Tokoh dan penokohan
merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Penikmat sastra dapat secara
bebas menafsirkan watak, perwatakan, dan karakter yang merujuk pada sifat dan
sikap para tokoh.
Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165) menyatakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memilliki kualitas moral dan kecendrungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Hal ini sangat tergantung pada si pengarang agar dapat melukiskan tokoh
sesuai dengan pesan, amanat, atau pesan moral yang ingin disampaikan kepada
pembacanya.
Dalam komik Gals!, pengarang menyajikan suatu karya sastra fiksi yang banyak
mengandung nilai-nilai sosiologi yang tergambar jelas dari sikap, sifat serta
ucapan-ucapan para tokohnya sebagai unsur yang membawa pesan, amanat, atau moral yang
I.4.2. Kerangka Teori
Pradopo (2003 : 122) karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi tersendiri. Dalam sastra ada jenis-jenis sastra (genre) dan
ragam-ragam. Dalam berbagai macam genre inilah, penulis dapat dengan leluasa berkarya
untuk dapat menyampaikan berbagai macam tujuan, termasuk di dalamnya pesan
kebudayaan, karena sastra merupakan bagian integral kebudayaan.
Seperti halnya yang diungkapakan dalam Ratna (2003 : 10) bahwa intensitas
hubungan antara sastra dan kebudayaan dapat dijelaskan melalui dua cara, pertama
sebagaimana terjadinya intensitas hubungan antara sastra dengan masyarakat, sebagai
sosiologi sastra, kaitan antara sastra dan kebudayaan dipicu oleh stagnasi
strukturalisme. Kedua, hubungan antara sastra dan kebudayaan juga dipicu oleh
lahirnya perhatian terhadap kebudayaan sebagai studi kultural.
Karya sastra erat pula kaitannya dengan bahasa, karena karya sastra adalah seni
bahasa sebab dalam membangun dunianya karya sastra menggunakan medium bahasa.
Sebagai seni bahasa, sumbangan terpenting karya sastra dalam kaitannya dengan
masalah-masalah kemasyarakatan adalah kemampuannya dalam mentransformasikan
sekaligus mengabadikan kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari, sebagai
interaksi sosial, ke dalam peristiwa-peristiwa sastra, sebagai perilaku fiksional.
Bahasa juga merupakan milik masyarakat, dimana fakta-fakta sosial diinvestasikan.
Disamping itu, bahasa itu sendiri adalah suatu sistem komunikasi yang sarat
dibangun atas dasar bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda (Ratna,
2003 : 111).
Dalam sebuah penelitian, diperlukan suatu teori pendekatan yang menjadi suatu
acuan bagi penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Oleh karena itu, penulis
menggunakan pendekatan sosiologis, moral dan semiotik dalam menganalisis karya
sastra ini.
Pendekatan moral bertolak kepada dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra
dianggap sebagai suatu media atau alat yang paling efektif untuk membina moral.
Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma atau konsep tentang kehidupan
yang disanjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat.
Pendekatan sosiologis bertolak dari pandangan bahwa sastra adalah pencerminan
kehidupan masyarakat. Jadi melalui sastra, pengarang mencoba mengungkapkan
suka-duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui secara jelas. Jadi bertolak dari
pandangan itu maka kritik sastra lebih banyak menggunakan segi-segi sosial
kemasyarakatan yang terdapat pada karya sastra tersebut, mempersoalkan segi-segi
yang menunjang pembinaan dan pengembangan tata kehidupan.
Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (1998 : 40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang
mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan,
gagasan dan lain-lain.
Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari kondisi
memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat, karena karya sastra lahir
dari masyarakat. Dengan kata lain, penelitian sastra dapat dilakukan dengan
penelitian sosiologis.
Dalam hal ini, penulis menganalisa kondisi sosiologis dari komik Gals! Yang
kemudian dihubungkan dengan pendekatan moral serta pendekatan semiotika yang
digunakan untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam komik
ini. Oleh karena itu, analisis ini akan menjelaskan tentang kondisi sosial yang
dihadapi tokoh utama dalam komik ini.
I.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.5.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya
komunitas gals di Jepang dalam komik Gals! Karya Mihona Fuji.
b) Mendeskripsikan kehidupan sosial komunitas gals yang menjadi
I.5.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah :
a) Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai makna yang terkandung dalam
komik Gals!, khususnya makna sosiologis.
b) Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar bahasa Jepang
khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai komunitas gals di Jepang dewasa ini.
I.6. Metode Penelitian
Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam komik Gals!
maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan penelitian
kualitatif dan pendekatan sosiologis. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30) bahwa,
penelitian yang bersifat deskriptif yaitu yang memberikan gambaran yang secermat
mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode
deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek
penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan
data.
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah komik yang berjudul Gals! karya
setelah di terjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia. Komik Gals! ini pertama kali
diterbitkan oleh Shuesha Inc. Tokyo.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research)
yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku dan
referensi yang ada di perpustakaan umum Universitas Sumatera Utara, perpustakaan
yang ada di jurusan sastra Jepang, membaca literature dan melakukan penelusuran
melalui media internet.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengumpulkan data dan referensi atau buku-buku yang berhubungan dengan
objek penelitian.
2. Membaca Komik “Gals!” dari volume 1 sampai dengan 10
3. Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang
terdapat dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji.
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP
KOMUNITAS GALS DI JEPANG DAN KOMIK
2.1. Pengertian Gals
Menurut Mr. Matsukawa dalam www.wikipedia.com/ What is Gyaru, (2008), Gals (gya-ru) merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang sering terlihat berpakaian cenderung aneh dan unik, dengan sepatu sol tebal (biasanya lebih
dari 10 centimeter), rok mini, rambut di hight-light, wigs, kuku palsu, aksesoris unik
dan suka berdandan habis-habisan mengikuti trend terbaru. Mereka sangat mudah
dikenali, karena biasanya dandanan mereka lebih menonjol diantara kerumunan
orang-orang.
Sepatu ber- sol tebal, mulai menarik perhatian dan mulai trend di kalangan remaja
Jepang sejak musim semi tahun 1999. Rambut pirang (blond hair), mulai trend sejak
tahun 1997. Sedangkan trend rok mini mulai muncul sejak tahun 1996. Menurut Mr.
Matsukawa, umumnya laki-laki suka rok mini, jadi para gadis memakai rok mini
adalah untuk menarik perhatian laki-laki dan agar mereka populer.
Mr. Matsukawa juga mengatakan bahwa pengertian gyaru tergantung kepada cara
berdandan mereka masing-masing dan penilaian orang-orang disekitarnya. Beberapa
orang mengatakan bahwa gyaru adalah remaja-remaja perempuan yang berpakaian
seperti orang genit atau menggoda, sebagian lain mengatakan bahwa mereka adalah
2.2. Latar Belakang Munculnya Gals (gyaru)
Dalam Animonster volume 64 (27 : 2004), Gals dipercaya lahir mengikuti
kepopuleran artis Hamasaki Ayumi dan Amuro namie. Banyak gadis-gadis belia yang
ingin meniru dandanan bintang favoritnya, namun malah menciptakan subkultur
tersendiri.
Komik Gals! sendiri, mengambil setting daerah Shibuya. Mihona Fuji sang pengarang kemudian menuangkan kondisi-kondisi sosial kehidupan remaja yang
terjadi di daerah ini menjadi sebuah cerita yang mampu menggambarkan kehidupan
remaja Shibuya secara umum.
Shibuya merupakan tempat anak muda berkumpul untuk melepaskan tekanan
hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi
symbol dari gals, yaitu 109 Shibuya. Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress
dan lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar
dengan disiplin.
Penampilan remaja yang berkumpul dan hilir mudik di kawasan ini seperti ingin
menunjukkan 'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang
sangat normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan
beragam aksesoris yang begitu atraktif
Walau dari luar gaya berbusana itu hanya dipandang sebagai gaya “tabrak-lari”,
tetapi ada kreativitas liar yang terjadi disini. Para remaja Jepang yang seenaknya
Kreativitas liar ini menjadi pengingkaran keseharian ketika mereka berada di
bawah kekuasaan instansi pendidikan ataupun orang tua yang menuntut standar tinggi,
untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri dari tampilan normal dan mencari
makna baru. ( Edna c Pattisina, 2005 ).
2.3. Jenis-Jenis Karakteristik Gals di Jepang
Berdasarkan situs www.japanLinked.com/gyarustyle (2005), ada beberapa macam
gals berdasarkan gaya berpakaian dan ber make-up mereka, diantaranya : 1. Amura
Merupakan para gadis yang memilih untuk mengikuti penampilan dari Namie
Amuro,yang merupakan trendsetter dari trend berpakaian para kogals dengan kulit coklat kehitaman, rambut pirang, memakai rok pendek dan sepatu boot.
2. B-Gyaru
Meskipun anggapan yang popular bahwa B-Gyaru bukanlah mencoba untuk
terlihat seperti wanita berkulit hitam, tetapi mereka meniru artis R&B yang
kebanyakan merupakan orang-orang kulit hitam. Gaya rambut mereka kebanyakan
seperti dijalin kecil-kecil dan hampir selalu di extentions.
3. Banba / Bamba
Gaya Banba lebih mengarah kepada Rock (raaku) daripada gaya B-Gyaru.
Mereka suka memakai warna-warna mencolok , dan yang lebih penting lagi adalah
bisa dibedakan berdasarkan warna kulit yang mereka pilih, yaitu berkulit pucat dan
berkulit gelap.
4. Baika / Bozosoku
Gaya ini ditandai atau identik dengan warna hitam atau terang, kulit, rantai, dan
kain wol kotak-kotak. Gaya ini biasanya diisolasikan kepada Banba, tetapi ada
pengecualian tersendiri. Gaya ini anehnya lebih feminine dan mengikuti Style
perbudakan Vivienne Westwood-punk pada tahun 70-80 an. Make-up yang berwarna
putih terang dan disekeliling mata dibentuk seperti bergaris hitam seperti panda. Gaya
rambutnya biasanya hampir sama dengan gaya banba. Pengikut gaya ini yang sangat
popular adalah Hiromi Endo yang melambangkan ekspresinya sengit dan galak.
5. Cocogyaru
Merupakan gals yang sangat menyukai merk “Cocolulu” dan selalu menutupi dirinya dengan label seperti logo jeans “ Cocolulu” dan memakai tas dengan lukisan
huruf “Cocolulu”.
6. Gangguro
Trend ini identik dengan kulit yang di-tanning (coklat seperti terbakar matahari) persis seperti wanita pantai di California ataupun wanita negro. Tidak hanya kulit, ciri
khas Ganguro lainnya terletak pada rambut yang di-bleach dan dicat dengan
warna-warna pucat seperti cokelat, pink, pirang, silver, dan putih. Sedangkan baju-baju yang
dipilih berwarna permen seperti pink, orange, kuning, rok mini, dan sepatu boots
7. Ganjiro / Shiroi Gyaru
Style ini bertentangan dengan gals yang memilih untuk menghitamkan kulit, tetapi mereka mengikuti semua trend lain yang menjadi ciri khas para gals. mereka
sering dipanggil dengan sebutan “bihaku” (beautiful white) dan selalu memakai
sun-block apabila berada di bawah sinar matahari lansung. 8. Gonguro-Ganguro
Style ini seperti Ganguro, tetapi memerlukan penampilan dengan kulit yang lebih
hitam (super dark tan), dengan kontur make-up dan lipstick yang lebih putih, dan
terkadang mewarnai rambut dengan warna putih atau bergaris perak.
9. Himegyaru
Himegyaru diartikan sebagai “ Princess Gals”. Style ini mempunyai karakteristik
dengan make-up merah muda, bulu mata panjang, kulit yang sangat cerah, dan rambut
bergelombang. Biasanya mereka sering memakai pakaian yang terbuat dari bulu
binatang dan bahan-bahan mewah yang tampak seperti renda dan beludru.
Himegyaru wajib memakai sepatu hak tinggi atau high heels, dengan tas tangan
sewarna sepatu. Biasanya pink, putih dan hitam, dengan motif bunga mawar, anggrek
atau motif binatang. Accessories penting lainnya adalah memasang mutiara dan batu
bertulisan serta manik-manik pada kuku mereka.
Himegyaru sering memakai merk terkenal seperti Liz Lisa untuk mendukung
10. Kogyaru / Kogals
Kogyaru merupakan para gadis SMU yang memilih untuk menentang warna kulit dan warna rambut sendiri dan melawan standar yang sudah ditetapkan oleh sekolah,
dengan menunjukkan apa yang dipakai dan tidak dipakainya.Mereka biasanya
membuat kelompok sendiri karena ingin tetap tampil “kawaii” dibandingkan yang
lain.
11. Mago-gals
Mago-gals merupakan gadis-gadis yang masih SMP yang mengikuti fashion Gals.
12. Manba / Mamba
Mamba merupakan versi terbaru dari Yamanba, kebanyakan bagian-bagian
dandanannya masih sama, hanya saja pada make-up memakai bedak yang lebih tebal
dan dicampur agar lebih baik. Mereka sering memakai merk-merk terkenal seperti
Alba Rosa, Cocolulu. Namun, biasanya mereka selalu memakai sandal bersol 4 inchi dan Capri Pants.
13. Oneegyaru
Oneegyaru merupakan tipe gals pada umur awal 20 tahun sampai pertengahan umur 20 tahunan, dimana mereka mulai memperbaharui dandanannya dari gaya yang
sebelumnya agak liar kepada gaya yang lebih casual. Banyak juga oneegyaru yang
masih mempertahankan kulit hitam dengan rambut pirangnya. Mereka biasanya
14. Rasuta
Gaya Rasta sangat populer di Jepang, dan tentu saja sangat popular di kalangan
gals. Karaktristik gaya ini adalah identik dengan bendera Jamaica (merah-hijau-kuning), Bob Marley, dan Tas tangan dari Jerami atau pakaian yang terbuat dari serat
rami.
15. Yanki
Gaya ini pada umumnya identik dengan combat, Boots tentara, loose pants, dan
jaket panjang yang sering dipakai oleh orang militer.
16. Kigurumin
Gaya ini identik dengan memakai kigurumi, yaitu sejenis piyama yang
menyerupai binatang tertentu, dan terkadang menyerupai karakter tokoh kartun.
2.4. Sejarah dan Perkembangan Komik 2.4.1. Sejarah Komik
Manga ( ) (baca: man-ga, atau ma-ng-ga) merupakan kata komik dalam bahasa Jepang. Di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan
tentang komik Jepang. Mangaka ( ) (baca: man-ga-ka, atau ma-ng-ga-ka)
adalah orang yang menggambar manga.
Perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik adalah pembedaan
pengelompokan, dimana manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang (kadang
Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat (2004) adalah cerita bergambar
(cergam) yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai panjelasan dialog
dan alur cerita. Komik merupakan salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk
menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam gambar dan tanda, mengarah
kepada suatu pemikiran dan perenungan.
Pada zaman dahulu, cikal bakal komik yang dibuat tidak di atas kertas, melainkan
ditulis di dinding-dinding gua. Sejarah komik bermula pada masa pra sejarah di gua
Lascaux Prancis Selatan. Di gua itu ditemukan torehan berupa gambar-gambar bison, jenis banteng atau kerbau Amerika. Cikal bakal ini menurut para ilmuwan Prancis
belum mengandung sandi yang terbentuk menjadi bahasa, namun sudah merupakan
pesan sebagai upaya komunikasi non verbal paling kuno.
Di Mesir, cerita tentang dewa maut dalam dunia roh terdapat di kuburan raja
Nakht yang ditoreh di atas kertas papyrus yang terbuat dari daun. Papyrus ini juga sudah dikenal lama oleh orang Assiria, Siria, dan Parsi. Selanjutnya komik di atas
daun ini beralih bentuk menjadi mozaik (susunan lempeng batu berwarna). Di
Yunani, karya ini berlangsung hingga abad ke-4 Masehi. Pada zaman Romawi cerita
bergambar ini berkembang pesat, yang selanjutnya menyebar hampir ke seluruh
2.4.2. Perkembangan Komik di Jepang
Takeshi Ishizawa dalam “ Kedalaman Dunia Manga Jepang”. www.google.com,
(2006) mengatakan bahwa Komik atau Manga, telah menjadi hiburan bagi orang
Jepang selama berabad-abad. Komik Jepang yang paling tua dan terkenal pertama
kali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara yang memperlihatkan berbagai macam
ekspresi wajah manusia dengan mata yang keluar dan melotot dalam bentuk
Fusakumen. Karya lain yang juga terdapat dalam Shooshooin yaitu karikatur yang disebut daidaron, menggambarkan mata yang terbelalak dan orang berjenggot. Selain
itu juga ada karikatur lain yaitu gambar yang terdapat pada langit-langit Kondoo
(gedung utama) kuil Budha Horyuuji pada abad ke-8. Dalam gambar komik ini
terdapat unsur-unsur religius dan nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix
kuil Byoodoin, tercatat arsitektur masa Heian (794-1185), yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur pengadilan rendah.
Di zaman Heian, terdapat gambar komik yang yang disebut Oko-e yang popular
sebagai hobi kalangan penguasa. Kemudian di akhir zaman Heian juga terdapat
gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu Toba Soojoo,
menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artisnya yang
sederhana dan bentuknya yang dilebih-lebihkan, seperti ekspresi artistik dari komik
ditujukan bagi bangsawan dan biksu yang tamak dan haus akan kedudukan dalam
politik.
Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang terkenal
yang disebut Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang dinamis. Dalam
gambar tersebut terdapat sebuah adegan pendeta Budha Myoren membuat sebuah
panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang kaya ke puncak
gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras terbang keluar dari
gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun 1100-an) memperlihatkan
gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang terbakar dengan ekspresi wajah
dari sekitar seratus orang yang dikejutkan oleh api atau orang-orang yang melarikan
diri, hal ini membuat adegan ini menjadi hidup dan membuat kita merasa ada diantara
mereka. Kedua gambar ini termasuk ke dalam kategori cerita bergambar
(emaki-mono).
Sejarah komik Jepang seutuhnya berawal pada zaman Edo, ketika istilah komik
(manga dalam bahasa Jepang) pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e (grafis
pahatan kayu) yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Ia memproduksi sebuah serial
buku bergambar yang diterbitkan dalam 15 jilid antara tahun 1814 dan 1878. Manga
ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai menggambarkan gerakan otot
Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad manga
anak-anak, dimana saat manga ini mulai berkembang pesat. Pada waktu itu tahun 1989
dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta manga, 500 juta
majalah manga bulanan, dan 700juta majalah manga mingguan. Dari prestasi yang dicapai ini Jepang bisa disebut sebagai “ kerajaan Manga”, yang mulai bangkit dalam
situasi setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak
Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II, para seniman lokal menggunakan The
Japan Punch sebagai media penerbitan yang juga merupakan majalah komik dengan cerita humor yang dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di Jepang,
meskipun awalnya The Japan Punch muncul sebagai satiris politik, yang pada saat
itu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Jepang.
Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca Perang Dunia ke-II tidak
terlepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka (1928-1989). Tezuka
mengubah wajah dunia komik Jepang pasca Perang Dunia ke-II secara radikal. Ia
menggunakan gaya narasi yang unik dengan komposisi cerita menyerupai novel yang
disebut dengan komik naratif atau story manga dengan alur cerita yang naik turun saat menuju klimaks cerita.
Komik naratif menggunakan teknik-teknik seperti pada pembuatan film, dengan
tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk menggambarkan urutan gerakan dan
membangun ketegangan.
Majalah-majalah manga di Jepang biasanya terdiri dari beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab).
Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200 hingga 850
halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga bertahun-tahun.
Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan
dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankōbon (atau kadang dikenal sebagai istilah volume). Komik dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas
kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak mau atau malas
membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki beragam
campuran cerita/judul.
Majalah komik dicetak massal dan dijual diberbagai tempat dengan harga murah.
Setiap edisi yang terbit, memuat sekitar 12 atau lebih judul komik serial. Meskipun
menerbitkan buku komik jauh lebih menguntungkan daripada menerbitkan majalah
komik, namun majalah komik tetap dipertahankan untuk memperkenalkan karya
mangaka baru dan sebagai media seleksi komik-komik yang layak dibukukan, atau bisa dikatakan majalah komik merupakan media untuk memulai debut bagi para
Untuk penjualan, majalah manga mencapai angka yang cukup besar, sepuluh
majalah manga mingguan terlaris terjual sekitar satu juta eksemplar. Sementara Shounen Jump yang dijual dengan harga harga 200 yen dengan ketebalan buku terdiri atas 300 sampai 400 halaman, terjual sekitar lima sampai enam juta eksemplar setiap
kali terbit.
Pada tahun 1992, penjualan majalah manga mencapai 540 milyar yen atau sekitar
23% dari penjualan buku di Jepang.
Manga mempunyai posisi yang sangat tinggi dalam industri penerbitan di Jepang, karena hampir 25% hasil penjualan buku merupakan komik dengan angka penjualan
setiap tahunnya terus meningkat, belum termasuk penjualan komik Jepang di luar
negeri yang juga sangat laris di pasaran.
Persaingan antara komikus (mangaka) senior dan junior cukup ketat, karena
banyak mangaka yang terjun dalam bisnis ini, tetapi hanya ada beberapa manga yang
bisa bertahan dan berhasil mendobrak angka penjualan fantastis yang belum pernah
dicapai oleh manga lain, seperti Dragon ball, Detectif Conan, Doraemon, Sailor
Moon, Great Teacher Onizuka, Samurai X dan lain-lain.
2.4.3. Gaya Penggambaran Komik Jepang
digambar se-realistis mungkin, walaupun gambar karakternya benar-benar sederhana.
Para mangaka menggambar sederhana khususnya pada bagian muka, dengan ciri khas
mata besar, mulut kecil dan hidung sejumput.
Tidak semua manga digambarkan dengan sederhana. Beberapa mangaka
menggunakan style yang realistis, walaupun dalam beberapa elemen masih bisa dikategorikan manga. Seperti contohnya Vagabond, karya Takehiko Inoue yang menonjolkan penggunaan arsir, proporsi seimbang dan setting yang realistis.Tetapi,
Vagabond dikategorikan manga karena gaya penggambaran mata, serta beberapa bagian yang simple. Manga juga biasa digambar dalam monochrome dan gradasinya
yang biasa disebut tone.
Untuk komik jangka panjang atau yang memiliki ratusan volume, umumnya
seiring dengan perkembangan waktu, para mangaka akan mengalami perubahan
goresan yang cukup signifikan. Contoh yang umum di Indonesia mungkin karya Hojo
2.4.4. Perkembangan Komik di Indonesia
Dua penerbit manga terbesar di Indonesia adalah Elex Media Komputindo dan
M&C Comics yang merupakan bagian dari kelompok Gramedia.
Sekitar tahun 2005, kelompok Gramedia juga telah menghadirkan Level Comics,
yang lebih terfokus pada penerbitan manga-manga bergenre Seinen (dewasa).
Terdapat beberapa penerbit ilegal di Indonesia, namun tampaknya peredarannya
hanya sebatas di wilayah kota-kota besar, karena untuk beberapa daerah tidak
ditemukan komik-komik jenis ini. Perbedaan yang mencolok dari penerbit ilegal ini,
mereka tampak lebih terbuka terhadap sensor dibandingkan dengan manga terbitan
Elex yang jauh lebih ketat dalam hal sensor.
Format Penulisan
Aslinya bahasa Jepang biasanya ditulis dari kanan ke kiri, manga digambar dan
ditulis seperti ini di Jepang. Namun sebelum tahun 2000-an, ketika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia gambar dan halamannya umumnya dibalik sehingga dapat
dibaca dari kiri ke kanan.
Untuk beberapa manga yang tidak mempermasalahkan keadaan terbalik ini, hal
semacam ini tidak terlalu dipermasalahkan, namun kerancuan menjadi sangat
atau Detektif Kindaichi yang sering memberikan informasi/petunjuk yang sangat menyesatkan pembaca karena pada bagian cerita di bab depan tidak sesuai dengan
hasil deduksi/kesimpulan dari tokoh utama. Bahkan dalam suatu buku cerita,
kadangkala hanya satu panel yang dibalik (pada bagian deduksi) yang semakin
memperparah inti cerita.
Manga pertama yang mepertahankan format seperti format Jepang asli adalah Rurouni Kenshin. Selain itu, beberapa penulis komik seperti Takehiko Inoue yang menciptakan komik Slam Dunk tidak setuju karya mereka diubah begitu saja dan
minta agar karya mereka dibiarkan dalam format aslinya. Kini, manga-manga yang
terbit di Indonesia biasanya sudah diterbitkan dalam format aslinya kecuali untuk
beberapa judul yang telah mulai diterbitkan sebelum tahun 2000-an.
Karena banyaknya manga yang diterbitakan di Indonesia sejak dari zaman
Doraemon, Candy Candy, maupun Kungfu Boy yang membanjiri pasar Indonesia yang berlangsung selama bertahun-tahun dengan distribusi yang cukup teratur
sehingga menyebabkan manga terbitan Elex Media Komputindo sangat mudah
diperoleh apabila dibandingkan dengan peredaran komik Eropa/Amerika yang relatif
lebih susah dan lebih mahal, kecuali Donal Bebek yang masih bisa didapat secara
teratur tiap minggunya.
Indonesia baik tanpa sadar maupun sadar, terpengaruh oleh gaya aliran Jepang
(manga) ini. Hal ini pun masih diperdebatkan, namun mengingat dengan beberapa
pengarang asal Korea dan Hong Kong yang memiliki goretan yang cukup mirip
dengan manga Jepang, harusnya hal ini tidak dipermasalahkan. (Donny Anggoro: 2006).
Di Indonesia juga terdapat komunitas-komunitas penggemar manga dan anime.
Biasanya mereka berkumpul dan berbagi dengan penggemar lain lewat internet atau
berkumpul di suatu tempat. Para penggemar yang bertemu di internet/forum biasa
mengadakan gathering (pertemuan) untuk saling berjumpa satu sama lain.
Akhir-akhir ini, penerbit Indonesia, seperti Level Comics, berani menerbitkan
manga yang berbau dewasa (Seinen). Pada awal kemunculannya, ini sempat ditentang keras. Bahkan manga Vagabond sempat ditarik dari peredaran. Setelah pemberlakuan
sensor yang lebih ketat, para penerbit tidak lagi diprotes oleh para ibu yang anaknya
BAB III
ANALISIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI DARI ASPEK SOSIOLOGIS
3.1. Karakteristik Tokoh-tokoh dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji 1. Kotobuki Ran
Sekilas, Ran terlihat sebagai seorang gadis yang hanya senang berdandan,
jalan-jalan dan berbelanja serta tidak suka berpikir panjang. Namun, sebenarnya siswi
SMU Hounan ini adalah seorang gadis yang sangat tangguh, cerdik dan bersemangat
tinggi. Dia akan marah apabila ada laki-laki yang menawarinya uang karena dikira
gadis gampangan.
Ran yang meng-klaim Shibuya sebagai daerah kekuasaannya, juga sangat setia
kawan dan memiliki rasa sosial yang tinggi, meskipun hal itu tidak mendorongnya
untuk menjadi seorang polisi. Dia tidak akan sanggup membiarkan temannya
kesusahan. Sahabatnya Miyu selalu dijaganya agar tidak berbuat kekerasan seperti
dulu. Dia pun ingin Aya bisa bahagia dengan laki-laki yang disukainya. Tetapi, hal
itu tidak berarti Ran tidak bisa kritis terhadap mereka, karena ia juga bisa dengan
keras memarahi teman-temannya jika ia merasa mereka telah melakukan hal yang
tidak pantas.
Ran sangat ingin menghitamkan kulitnya, tetapi selalu gagal. Antara lain karena
2. Yamazaki Miyu
Siapa pun yang melihat Miyu sekarang tidak akan mengira kalau saat SMP Miyu
adalah seorang anak yang bermasalah. Miyu tidak betah di rumah, karena ibunya
yang sudah bercerai kerjanya hanya berpacaran saja, tanpa memperdulikan Miyu.
Ibunya bahkan sampai pernah menunggak pembayaran uang sekolah Miyu beberapa
bulan saat Miyu SMA. Semua itu hanya karena wajah Miyu yang sangat mirip
dengan Ayahnya.
Miyu pun menjadi anak berandalan yang berkeliaran di Shibuya, bahkan menjadi
ketua geng yang sering berkelahi dengan geng-geng yang lain. Dia tak segan membawa pisau ke sekolah dan mengancam gurunya dengan senjata tersebut. Dia
tidak percaya kepada siapapun sampai akhirnya Miyu berkenalan dengan Ran dan
kakaknya, Yamato. Miyu pun belajar untuk memperbaiki dirinya dan menata ulang
kehidupannya yang berantakan. Cara bicaranya yang semula menyebut dirinya
sebagai ore pun berubah menyebut dirinya dengan nama Miyu. Untuk membiayai sekolahnya sendiri, Miyu berjuang keras agar lulus dalam ujian beasiswa. Miyu dan
Yamato saling menyayangi dengan sepenuh hati, bahkan bisa dikatakan kalau Miyu
sangat ketergantungan kepada Yamato.
3. Hoshino Aya
Orang tua Aya menaruh harapan yang sangat besar kepada putri tunggal mereka
ini. Sayangnya, mereka tidak bisa melihat bahwa prestasi akademis bukanlah
satu-satunya ukuran untuk menilai apakah anak mereka berhasil atau tidak. Aya pun
peringkat terbaik. Tetapi akhiranya Aya pun memberontak dari orang tuanya dengan
sering jalan-jalan keluar dan menemani laki-laki kencan, meskipun tidak sampai
berhubungan badan.
Persahabatan yang ditemukannya pada diri Ran dan kawan-kawan membuat Aya
bangkit dan berani menerima dirinya sendiri apa adanya serta lebih terbuka
mengemukakan pendapatnya kepada orang tuanya.
Diantara tokoh yang lain, Aya memang yang paling lemah. Dia sempat
menyalahkan teman-temannya ketika nilai-nilai pelajarannya turun, namun pada saat
naik kelas ia sangat takut akan terpisah dari teman-temannya.
Aya sangat menyukai Rei, meskipun Rei tampaknya dingin-dingin saja
terhadapnya dan sempat menolaknya. Namun, ia tidak mau berputus asa terhadap Rei.
Walaupun ia sering menangis gara-gara hal itu.
4. Honda Mami
Mami adalah gal saingan Ran dalam segala hal. Ia adalah pemimpin di daerah
Ikebukuro. Meskipun selalu ribut dengan Ran, bahkan sampai berkelahi secara fisik, tetapi Mami adalah seseorang yang adil dan mau mengakui kekalahan. Ia juga tidak
mau menyerah begitu saja. Baginya dan Ran, selalu ada kesempatan untuk bersaing.
Mami juga sangat tegas dalam memimpin teman-temannya. Dia sangat menyukai
Yuuya, yaitu nomor 2 Grand Prix pelajar di Jepang, dan berusaha melakukan apa saja
5. Kotobuki Sayo
Sayo adalah adik Ran. Gayanya Sporty, dengan topi dan badge sebagai aksesoris
favoritnya. Ciri khas Sayo yang lainnya adalah mengakhiri ucapan-ucapannya dengan
“-chuu!”. Ia sangat ingin menjadi polisi, dan kegiatan sehari-harinya adalah bermain
menjadi inspektur bersama pacarnya Masato, yang juga masih kekanak-kanakan.
Sayo sangat ceroboh, apabila berlari sedikit saja ia langsung terjerembab.
Niatnya untuk bisa masuk ke SMU yang sama dengan Ran, sempat ditentang oleh
ayahnya, karena ayahnya sangat takut kalau Sayo nantinya akan seperti Ran yang
selalu menentang orangtuanya. Seperti juga Ran, Sayo tidak bisa melihat temannya
yang susah dan bersedih.
6. Otohata Rei
Rei adalah siswa SMU Meishou yang disukai oleh banyak gadis. Ia mempunyai
kerja sampingan sebagai DJ, dan merupakan juara 1 Super High School Student
GrandPrix. Tidak heran jika wajahnya sering muncul di majalah-majalah remaja. Dia berkenalan dengan Ran saat gadis itu sedang mencoba meminta tas SMU Meishou
(yang sedang trend dikalangan gals pada saat itu) milik Rei.
Rei yang dipanggil Otochi dan Reipyon oleh Ran ini pernah mengatakan kalau
dirinya tidak suka pada gals bergaya apapun juga, dan gayanya seringkali ketus dan
7. Asou Yuuya
Yuuya lebih dikenal sebagai “ Ni” atau “second” alias “si nomor 2” oleh Ran dan
kawan-kawan. Kalau hanya nomor 2 di Super High School Student GrandPrix
baginya tidak masalah, tetapi yang sering mencemaskan Yuuya adalah ia tidak pernah
menjadi nomor satu di hati Ran. Padahal, ia selalu bersedia melakukan apa saja untuk
Ran, termasuk disuruh mentraktir makanan setiap kali mereka bertemu. Yuuya marah
ketika Ran berpacaran dengan Tatsuki yang baru saja dikenalnya. Tetapi belakangan
Yuuya menjadi akrab dengan Tatsukichi, yang memanggilnya dengan sebutan
“brother”.
8. Kuroi Tatsuki
Julukannya adalah “ Machida No black”. Oarngtuanya pemilik restoran ramen,
tetapi Tatsuki enggan membantu sang ayah bekerja. Dia lebih memilih melakukan
banyak sekali kerja sambilan, sampai-sampai pernah dimarahi Ran karena kerja
sambilan membagikan Tissue promosi tempat mesum. Tatsuki yang gemar menari
dijuluki ‘saru’ atau monyet karena gayanya yang memang seperti monyet. Dia
langsung menyukai Ran pada pandangan pertama. Ternyata Ran pun langsung
menerimanya. Meskipun bisa dikatakan mereka merupakan pasangan terheboh dan
9. Kotobuki Yamato
Kakak Ran yang berusia 25 tahun ini menjadi seorang prwira polisi yang bertugas
di Shibuya. Pos polisi tempatnya bertugas seringkali dijadikan tempat berkumpul
oleh Ran dan kawan-kawan. Karena tempatnya bertugas sama dengan ‘daerah
kekuasaan’ Ran, tak heran kalu Yamato seringkali dibuat repot oleh ulah adik beserta
teman-temannya.
Yamato adalah pria yang sangat bertanggung jawab, terutama kepada pacarnya
sendiri, Miyu. Meskipun kelihatan sering mengambil jarak dari Miyu (karena sebagai
polisi tentunya tidak boleh sembarangan dengan gadis di bawah umur), Yamato
sangat serius memikirkan masa depannya dengan Miyu. Perasaan galau Miyu
mengenai hubungannya dengan Yamato pun sirna seketika, begitu Yamato
memperkenalkan Miyu kepada orang tuanya sebagai calon istrinya.
10. Kotobuki Taizou dan Kiyoka
Pasangan suami istri ini memang unik, keduanya berprofesi sebagai polisi dan
menganut nilai-nilai yang masih terhitung konvensional. Taizou sering khawatir
memikirakan nasib yang akan dijalani oleh Ran. Sang ayah sering ditakuti oleh
anak-anaknya, sebab bila salah seorang dari mereka melakukan kesalahan akan dihukum
oleh ayahnya tanpa ampun. Kiyoka sendiri cenderung cuek dan dreamy. Sebagai
orangtua, tentu saja mereka ingin yang terbaik bagi anak mereka, namun apa yang
inginkan seringkali berbeda. Tetapi mereka bersikap sportif selama apa yang
dilakukan anak-anaknya adalah positif, meski memang terlalu urakan di mata mereka.
3.2. Analisis Aspek Sosiologis Tokoh utama Gals Dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji.
3.2.1. Kotobuki Ran Cuplikan 1, Jilid 4 :
Pemilik Toko :“Ah, toko kami nggak mau menerima karyawan bercat rambut
pirang atau coklat. Kalau memang serius ingin bekerja, cat
hitam lagi rambutmu baru kembali melamar kesini..!”
Kotobuki Ran :”Yang benar nih? langsung ditolak tanpa melihat surat riwayat
hidup?!.
Analisis
Cuplikan dialog antara Ran dan Pemilik Toko di atas, mengidentifikasikan
tentang adanya norma-norma atau aturan tertentu yang harus diikuti apabila ingin
melamar kerja, walaupun hanya kerja sambilan. Dari dialog di atas dapat diketahui
bahwa orang dewasa cenderung menganggap remeh remaja yang berdandan ala gals,
mereka melihat dari penampilan dan langsung memberikan penilaian kalau gals itu
Berdasarkan sosiologi, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya, karena kebudayaan itu sendiri tercipta karena keberadaan
manusia. Kebudayaan merupakan rujukan orientasi nilai, norma, aturan dan menjadi
pedoman tingkah laku sehari-hari anggota masyarakatnya. Oleh karena itu,
kebudayaan berperan pula sebagai kontrol masyarakat.
Kotobuki Ran dalam hal ini sebagai salah seorang anggota masyarakat, tidak
menyadari tentang adanya aturan-aturan yang tidak tertulis pada masyarakat Jepang
saat itu, tentang sopan santun dan cara berpakaian yang pantas menurut sebagian
besar orang dewasa. Kotobuki Ran merupakan salah satu cerminan remaja perempuan
Jepang modern yang mengekspresikan diri mereka dengan berdandan ala gals. Hal
seperti ini mereka anggap sebagai suatu bentuk kebebasan berbuat dan bertindak serta
terlepas dari image para pelajar di jepang yang terkenal rapi dan disiplin.
Cuplikan 2, Jilid 7
Kotobuki Ran : ” ratu para gals adalah Kotobuki Ran...!!!”
Gangguro Sisters : ”Bukan Kotobuki Ran, bukan honda mami...,abad 21 demam
gangguro akan mewabah. Gangguro is the best..! kalian
nggak usah sombong.”
Wartawan : ” Tunggu....jadi sebenarnya apa nih..? ratu gal itu putih atau
Analisis
Dari cuplikan dialog di atas dapat dilihat persaingan yang terjadi antara
kelompok gals putih (shirogal) dengan gals hitam (gangguro) dalam upaya mempertahankan eksistensi diri. Dimana pada waktu itu, sekitar tahun 1999-2000
sedang marak anak gadis SMU yang mempunyai gang atau kelompok
masing-masing.
Persaingan (competition) dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
individu atau kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang
telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan ( Soerjono, 99: 1990).
Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antar kelompok terwujud dalam
interaksi dengan anggota kelompok lain. Salah satu bentuk perilaku yang banyak
ditampilkan dalam hubungan antar kelompok ialah diskriminasi , yaitu perlakuan
berbeda terhadap orang-orang yang termasuk dalam kategori tertentu. Hal ini
mewujudkan jarak sosial yang antara lain mencakup perilaku menjauhi anggota
kelompok lain, salah satunya ialah perilaku berteman atau bergaul dengan anggota
kelompok sendiri. ( Edwin, 267 : 1982).
Kotobuki Ran, dalam hal ini terlihat berusaha mempertahankan eksistensi
dirinya sebagai gals putih, agar bisa dihargai oleh komunitasnya.
berdandan semaksimal mungkin agar bisa menjadi trendsetter bagi komunitas atau
kelompok gals lainnya.
Cuplikan 3, Jilid 4
Kotobuki Ran : ”Asyik..sebentar lagi musim panas...!”
Kotobuki Taizou : ” Musim panas, musimnya perbuatan asusila, musimnya anak
muda hanyut dalam godaan dan perangkap
berbahaya....Putri-putriku, selama libur musim panas, jam malam kalian
maksimal jam 7. itu keputusan papa..tidak bisa dibantah...”
Analisis
Dari cuplikan dialog di atas, terlihat bahwa kehidupan remaja jepang saat ini
sudah mulai banyak yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang selama ini dianut
oleh masyarakatnya.
Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma atau konsep tentang
kehidupan yang disanjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat. (Hoed dalam
Nurgiyantoro, 1998 : 39).
Dalam hal ini juga terlihat adanya suatu bentuk pengawasan yang ketat yang
dilakukan oleh orang tua (ayah) terhadap anak gadisnya. Peribahasa Kong Fu Tse
bahwa seorang wanita pada masa kanak-kanak harus mengabdi kepada bapaknya,
pada masa dewasa mengabdi kepada suaminya, dan pada masa tuanya mengabdi
1982). Seorang anak gadis diharapkan memiliki watak yang kuat, senantiasa ” seperti
wanita terhormat”, dan menjaga persatuan keluarga dan sebagian besar dari mereka
biasanya memenuhi harapan-harapan ini.
Namun hal ini tampaknya tidak berlaku bagi Ran yang merupakan seorang
gal yang mempunyai prinsip kebebasan. Ran sebagai seorang anak perempuan yang seharusnya mematuhi orang tuanya cenderung terlihat tidak menghormati orang
tuanya lagi.
3.2.2. Yamazaki Miyu Cuplikan 1, Jilid 4
Yamazaki Miyu : ”Miyu rasa...orang dewasa memang sebal kalau melihat rambut
yang di cat macam-macam, miyu memang nggak ingin
berhenti mencat rambut pirang..tapi...apa lebih baik di cat
hitam saja ya...”
Kotobuki Ran : ” apa ?! kamu mau membuang semangat gals yang ada dalam
dirimu ya?!
Yamazaki Miyu : ” habis kalau nggak begitu, kita nggak akan dapat kerjaan.”
Analisis
Dari cuplikan dialog di atas dapat dilihat bahwa, generasi muda Jepang,
kepercayaan tradisional masih kuat, tuntutan sosial sangat jelas dan mereka
diharapkan melaksanakan kewajiban sosialnya, tetapi pada saat bersamaan mereka
melihat kurang perlunya tuntutan itu. Mereka mempertanyakan peran tradisional yang
dituntut dari mereka, mencari jenis kerja dan gaya hidup alternatif. ( Mardiana, 2007).
Dalam hal ini terlihat bahwa Miyu menyadari ia merupakan bagian dari
masyarakat. Sehingga ia berusaha bertindak dan berperilaku sesuai dengan apa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini tekait dengan naluri manusia
untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung
tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial.
Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan
keburukan. ( Soerjono Soekanto, 67: 1990).
Walaupun telah banyak gals yang sudah tidak memperdulikan norma-norma
dan moral yang berlaku dalam masyarakat, namun dalam hal ini Miyu masih peduli
terhadap moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jepang pada waktu itu.
Cuplikan 2, Jilid 8
Kotobuki Ran :”Baiklah! Inilah prinsip para gals sejati ”hidup
bersenang-senang”!...berdandan terus! bermain terus! tersenyum terus...dan
kadang-kadang kerja sambilan.
Yamazaki Miyu :” Sama sekali nggak! Semangat ko-gal menceriakan Jepang!”
Analisis
Dari cuplikan di atas, terlihat adanya suatu pandangan masyarakat khususnya
generasi tua terhadap para gal yang dianggap menjadi aib bagi negara jepang, dan
mereka dianggap sebagai remaja-remaja yang hanya bisa menimbulkan masalah.
Menurut Soerjono Soekanto (415: 1990), Masalah remaja pada umumnya
ditandai oleh dua ciri yang berlawanan. Yakni, keinginan untuk melawan dan sikap
apatis (misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi
tua). Sikap melawan mungkin disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat
akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang. Sedangkan sikap apatis
biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap masyarakat.
Masalah-masalah remaja di kota-kota besar bisa terjadi antara lain disebabkan
oleh timbulnya organisasi-organisasi pemuda/pemudi informal yang tingkah lakunya
tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya, serta timbulnya usaha-usaha generasi
muda yang bertujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat,
yang disesuaikan dengan nilai-nilai kaum muda. Komunitas gals di Jepang
merupakan salah satu bentuk organisasi non formal yang dibuat remaja perempuan
jepang khususnya sebagai usaha mengadakan perubahan dalam masyarakat. Selain itu,
3.2.3. Hoshino Aya Cuplikan 1, Jilid 1
Kotobuki Ran : ” Kamu Jual diri ya..?”
Hoshino Aya : ” tidak...Cuma sebatas kencan..!”
Kotobuki Ran : ” Uang bukan segalanya kok, tak punya harga diri ya...? Hoshino Aya : ” kan cuma kencan.., menjual perasaan pun tak apa-
apa..memangnya salah?
Analisis
Berdasarkan cuplikan di atas terkait keadaan sosial terutama di kota-kota
besar dimana keinginan tokoh dan sejumlah anggota masyarakat disebabkan oleh
keinginan yang terutama dipengaruhi oleh keadaan sosial. Sebagian orang, karena
tuntutan ekonomi tidak lagi menghiraukan harga diri . Maka frekwensi
pelanggaran-pelanggaran tertentu semakin meningkat, termasuk penyimpangan karena keinginan.
Hal ini juga merupakan bagian dari masalah sosial, dimana menurut Soejono
Soekanto (399: 1990), bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial , atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok
sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.
Dari cuplikan di atas, terlihat bahwa Hoshino Aya dalam hal ini rela
menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang demi memenuhi kebutuhannya.
citra masyarakat terhadap komunitas gals yang selama ini memang dianggap sebagai
gadis murahan dan bermasalah. Walaupun pada kenyataannya stidak semua gals
berbuat seperti itu.
3.2.4. Honda Mami Cuplikan 1, Jilid 5
Mishina : ” yang namanya gals, imagenya pasti cewek-cewek yang tak punya
otak kan..? Cuma meniru orang yang dianggap punya kharisma , tak
punya keinginan untuk jadi diri sendiri. Kupikir sama sekali tak ada
bagusnya..”
Honda Mami : ” kamu ini kampung betul, ya. Zaman sekarang mana ada anak
SMU yang nggak mencat rambut dan pakai make-up? Apalagi nggak
punya pacar..”
Teman Honda : ” iya, pokoknya ikuti saja air yang mengalir, kami lebih suka ikut
perkembangan zaman dibanding jadi murid pintar yang alim”
Analisis
Dari cuplikan di atas, dapat dilihat fenomena yang terjadi pada remaja
perempuan Jepang pada waktu itu, khususnya para remaja Shibuya. Salah satunya
adalah Honda Mami yang begitu mengikuti perkembangan zaman pada waktu itu.
dengan sol tebal (biasanya melebihi 10cm) dan rok mini ketat dengan warna-warna
cerah. Mereka gadis-gadis dengan rambut pirang atau putih dan mengenakan
make-up berkilauan yang disebut lame’. Tanning terlihat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka . Beberapa diantara mereka memiliki kulit yang di tanning agar
terlihat seperti orang afrika. Gaya berpakaian adalah nilai atau derajat seseorang di
mata orang lain.
Padahal Jepang begitu tertata dalam pergaulan di masyarakatnya. Orang
Jepang memang lebih suka moralitas, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Bagi Jepang, jati diri yang penting bukanlah simbol luarnya, bukan warna rambutnya,
tapi lebih pada nilai-nilai atau values yang tertanam dalam diri setiap pribadi mereka.
( Edwin, O Reischauer, 268: 1982)
Dari cuplikan tersebut juga terlihat suatu bentuk interaksi sosial/ proses sosial
yaitu proses simpati. Honda mami dalam hal ini simpati kepada dandanan atau
kehidupan gal, sehingga ia mengikuti dandanan mereka. Menurut Soejono Soekanto
(70: 1990), Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang
merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini, perasaan memegang peranan
yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk