• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ASPEK SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI

MIHONA FUJI NO SAKUHIN NO “GALS!” TO IU MANGA NI OKERU GYARU NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKI NO

BUNSEKI NI TSUITE

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : DZURRAHMAH

040708043

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS ASPEK SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI

MIHONA FUJI NO SAKUHIN NO “GALS!” TO IU MANGA NI OKERU GYARU NO SHUJINKOU NO SHAKAIGAKUTEKI NO

BUNSEKI NI TSUITE

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana

Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh : DZURRAHMAH

040708043

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yuddi Adrian M, MA Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

NIP : 131945675 NIP : 131763365

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

(3)

Disetujui oleh : Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang

Ketua Program Studi,

Hamzon Situmorang, M.S.; Ph.D

NIP : 131422712

(4)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra.

Pada :

Tanggal : Pukul : Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A.;Ph.D NIP : 131284310

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul ANALISIS ASPEK

SOSIOLOGIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di fakultas

Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang , MS. Ph.D, selaku Ketua Jurusan Program studi

Sastra Jepang yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan segala

saran dan kritikannya yang membangun.

3. Bapak Drs. Yuddi Adrian M, MA, selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk membimbing penulisan

skripsi ini.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah

begitu sabar untuk membaca dan mengoreksi skripsi ini dalam rangka perbaikan

dan peneyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh staff pengajar Program studi S-1 Sastra Jepang, yang telah membagi

(6)

dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga dapat dimanfaatkan di

jalan yang benar bagi orang banyak.

6. Orang tua penulis yang telah membantu baik dari segi materil dan moril, dan

begitu berjasa dalam kehidupan penulis.

7. Uda-uda dan Adikku tersayang yang telah memberikan support dan dukungannya.

Luv u alls.

8. Teman-teman indekos, special buat Ijahwati n d’compy, aminkwati,dan Suripwati

plus Onyit dan Family, makasih ya atas dukungannya.

9. Someone Special for all uncountable spirit he always give, makasih banyak atas

do’a dan dukungannya.

10. Untuk sahabat-sahabatku tersayang di sastra jepang 2004, khususnya opung rani,

ibu endah, tante lidya, iyah, amah, syanti, mbak wied, silvi, ana, joe, johan, ucup,

agus, ai, uchi, muiskah, fitri, jole n d’gang dan teman-teman lainnya yang tidak

bisa disebutkan satu persatu, yang telah berbagi suka dan duka selama kuliah di

fakultas sastra tercinta.

11. Teman-teman dan dunsanak di IMIB, Deni lampir, Uwo Rika, Edow K-Link,

Sartana, teman-teman dan adik-adik lainnya yang telah memberikan warna baru

dalam kehidupan Penulis selama ini.

12. Semua Pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penulisan

(7)

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis

sendiri dan para pembaca yang merasa tertarik dengan semua hal yang menyangkut

kejepangan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai

kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan

demi perbaikan untuk masa yang akan datang.

Medan, April 2008

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan... 5

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.6. Metode Penelitian ... 11

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMUNITAS GALS DI JEPANG DAN KOMIK ... 13

2.1. Pengertian Gals ... 13

2.2. Latar Belakang Munculnya Gals di Jepang ... 14

2.3. Jenis-Jenis Karakteristik Gals di Jepang ... 15

2.4. Sejarah dan Perkembangan Komik ... 19

2.4.1. Sejarah Komik... 19

(9)

BAB III. ANALISIS TOKOH GALS DALAM KOMIK GALS! KARYA

MIHONA FUJI DARI ASPEK SOSIOLOGIS ... 30

3.1. Karakteristik Tokoh-tokoh dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji ... 30

3.2. Analisis Sosiologis Tokoh Utama Gals dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji ... 36

3.2.1. Kotobuki Ran ... 36

3.2.2. Yamazaki Miyu... 40

3.2.3. Hoshino Aya ... 43

3.2.4. Honda Mami... 44

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

4.1. Kesimpulan ... 47

4.2. Saran... 48

(10)

ABSTRAK

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Pada umumnya, karya

sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik yang bersifat fiksi maupun non fiksi.

Misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa dan lain sebagainya.

Salah satu hasil karya sastra berupa prosa adalah cergam (cerita bergambar),

kartun, atau lebih dikenal dengan sebutan komik.

Komik merupakan salah satu hiburan yang tidak hanya disukai oleh anak-anak

dan remaja saja, melainkan juga oleh orang dewasa.

Salah satu komik yang mampu memberikan hiburan tersendiri kepada para

pembaca komik khususnya bagi remaja adalah komik Gals! Karya Mihona Fuji.

Dalam komik Gals!, diceritakan tentang kehidupan komunitas gals yang merupakan

remaja-remaja perempuan yang sering dianggap sebagai remaja-remaja bermasalah

dan hanya ingin mencari perhatian orang lain. Gals seringkali mendapat reputasi

buruk karena ada sebagian diantara mereka yang mau menjual diri demi memperoleh

uang untuk berbelanja pakaian dan kosmetik serta bersenang-senang.

Keinginan untuk menentukan masa depan sendiri sepertinya sangat kuat pada

komunitas gals. Hanya saja mereka tidak bisa menjabarkan dengan jelas apa yang menjadi kemauannya. Mereka hanya mengikuti hidup yang sudah mengalir tanpa

(11)

Gambaran kehidupan gals seperti ini, sangat berbeda dibandingkan beberapa

tahun lalu, ketika generasi muda Jepang identik dengan pelajar berseragam yang

disiplin, yang patuh pada orangtua, hormat pada guru, dan bercita-cita tinggi. Masuk

Universitas terkenal, diterima menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan

perusahaan swasta terkemuka di Jepang.

Gals biasanya ingin menarik perhatian dengan dandanan mereka. Ada dua jenis remaja yang mengikuti gaya seperti ini. Yang pertama, remaja yang memilih hidup

mandiri, tidak pulang ke rumah. Yang lain anak sekolah biasa yang berdandan khusus

untuk ke Harajuku dan Shibuya. Yang terakhir ini biasanya masuk ke perguruan

tinggi pada usia 25tahunan.

Namun, meskipun bercerita tentang para gal yang gemar bersenang-senang,

komik ini tidak selalu berisi adegan pesta dan foya-foya. Mihona justru ingin

menghadirkan kisah remaja dan masalah-masalah mereka melalui karakter para gal.

Kehidupan gals yang diceritakan oleh Mihona Fuji dengan berlatar belakangkan

daerah Shibuya. Daerah ini merupakan tempat anak muda berkumpul untuk

melepaskan tekanan hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat

perbelanjaan yang menjadi symbol dari gyaru, yaitu 109 Shibuya. Disini dijual

berbagai macam aksesoris gals. Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress dan

lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar dengan

(12)

Shibuya dan Harajuku, adalah tempat berkumpul anak-anak muda Tokyo.

Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tempat berkumpul anak-anak muda di kota

manapun di dunia. Namun, remaja di Shibuya dan Harajuku sangat memperhatikan

penampilan khususnya dalam berbusana. Semua orang bebas mengekspresikan diri

dalam berpakaian. Tak hanya pakaian siap pakai, busana hasil rancangan sendiri pun

ditampilkan. Hal unik itulah yang menjadikan kedua tempat ini sebagai pusat mode

anak muda Tokyo.

Penampilan remaja yang berkumpul di kawasan ini seperti ingin menunjukkan

'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang sangat

normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan

beragam aksesoris yang begitu menarik perhatian.

Ada berbagai macam jenis gals menurut gaya berpakaiannya, diantaranya adalah

Amura, B-gyaru, Banba, Baika, Cocogyaru, Gangguro, Ganjiro, Gongguro, Himegyaru, Kogyaru, Magogals, Manba, Oneegyaru, Rasuta, Yanki dan Kigurumin.

Gaya berpakaian gals ini merupakan suatu bentuk kreatifitas yang juga memiliki

nilai positif, yang mampu menciptakan budaya baru bagi negara Jepang dan bisa

ditiru oleh remaja-remaja di negara lain. Fashion seperti ini, selain praktis juga

dianggap modis dan keren. Lagi pula, saat sekarang ini Jepang termasuk salah satu

(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Pada umumnya, karya

sastra memiliki jenis yang bervariasi, baik yang bersifat fiksi maupun non fiksi.

Misalnya drama, teater, puisi, roman, prosa dan lain sebagainya.

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan,

penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya bercerita yang menarik

(Zainuddin, 1992 : 99). Sedangkan Melani Budianto (1997 : 109) berpendapat bahwa

sastra adalah lembaga sosial yang memakai medium bahasa dalam menampilkan

gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial.

Boulton dalam Aminuddin (2000 : 37) mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan

kepuasan bathin bagi pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan

dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema yang

berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

Salah satu hasil karya sastra berupa prosa adalah cergam (cerita bergambar),

kartun, atau lebih dikenal dengan sebutan komik.

Komik merupakan salah satu sajian yang ditawarkan dalam dunia sastra yang

(14)

banyak orang di seluruh dunia, baik dari kalangan anak-anak, remaja, bahkan juga

orang tua.

Menurut Marcel Bonnet dalam kutipan Angkat (2004) dalam bukunya Komik Indonesia, berpendapat bahwa komik adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam gambar dan

tanda, yang mengarah kepada suatu pemikiran dan perenungan.

Dalam penyajian komik, pengarang menawarkan banyak hal yang dapat dinikmati

oleh para pembacanya. Tidak hanya konsep cerita yang berdasarkan kisah nyata

dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga ditawarkan konsep imajinasi yang tinggi

serta nilai-nilai kebudayaan yang dapat membuat suatu karya sastra itu, dalam hal

komik khususnya, dapat menyampaikan dan mengekspresikan ide-ide bahkan

pesan-pesan moral dari si pengarang, sehingga timbullah efek-efek tertentu bagi si pembaca

itu sendiri.

Pada zaman sekarang, komik tidak hanya diminati oleh orang Jepang saja

melainkan hampir keseluruh pelosok dunia seperti Amerika, Eropa, bahkan sampai ke

Indonesia. Misalnya di Amerika sendiri, ada salah satu majalah komik yang sangat

popular di Jepang, shining gum dan shojo bin, diterbitkan di Amerika. Komik-komik

yang beredar umumnya bercerita tentang kepahlawanan, fantasi, persahabatan,

percintaan, komedi dan lain sebagainya.

Salah satu komik Jepang yang cukup popular di kalangan remaja Indonesia

(15)

Gals (orang jepang mengejanya dengan gya-ru) merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang suka berdandan habis-habisan mengikuti trend

terbaru. Mereka sangat mudah dikenali, karena biasanya dandanan mereka lebih

menonjol diantara kerumunan orang-orang. Gals! merupakan komik remaja yang

mengisahkan tentang suatu komunitas gals yang sangat identik dengan dunia fashion.

Bahkan bisa dikatakan ‘gila fashion’.

Mihona fuji, sang pengarang merupakan seseorang yang senang berdandan

dan berbelanja, sehingga terasa sekali kalau komik ini dibuat oleh orang yang sangat

paham mengenai kehidupan gals. Seluruh karya Mihona ber-genre shoujo. Selain Gals!, karya yang lain adalah Start, Spicy Girl, Super Princess, Passion Girls, dan Yuki no Hanabira.

Untuk menciptakan komik Gals!, Mihona melakukan riset dan pengamatan

yang serius. Dengan latar belakang kota Shibuya dan berdandan ala gals, ia

berjalan-jalan dan mengamati tingkah laku para gals dari dekat. Penggambaran suasana dan

setting Shibuya yang mendetil dalam komik Gals!, memberi kesan realistis pada

komik ini.

Pengarang sebagai pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat dan

lingkungannya, yang tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari masyarakat dan

lingkungannya, pengarang tentu saja pernah menyaksikan bahkan mengalami

(16)

Fenomena-fenomena sosial ini kemudian dijadikan bahan penulisan karya

sastra. Dalam penulisannya ini, pengarang baik secara sadar maupun tidak

memasukkan sikapnya terhadap fenomena sosial yang ada dalam masyarkat.

Seperti yang dikatakan oleh Aminuddin (2000 : 79) bahwa peristiwa dalam

karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh

tokoh atau pelaku-pelaku tertentu, yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi

sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Karena itulah tokoh sangat

berperan penting untuk dapat menyampaikan ide cerita ataupun pesan-pesan dari si

pengarang agar terjadi efek-efek tertentu bagi yang membaca karya tersebut.

Komik Gals! merupakan komik yang memuat cerita fiksi yang mampu memberikan gambaran tentang kehidupan gals di Jepang. Namun, meskipun bercerita

tentang para gal yang gemar bersenang-senang, komik ini tidak selalu berisi adegan

pesta dan foya-foya. Mihona justru ingin menghadirkan kisah remaja dan

masalah-masalah mereka melalui tokoh-tokoh gal, yang sering dianggap sebagai

remaja-remaja perempuan bermasalah yang hanya ingin mencari perhatian orang lain. Atas

dasar hal itulah penulis tertarik untuk dapat membahas sisi lain dari kehidupan para

(17)

I.2. Perumusan Masalah

Para gal sering dituduh merusak bahasa karena selalu menggunakan bahkan menciptakan slang, menggunakan gaya bahasa laki-laki, dan seenaknya menggunakan kata serapan bahasa asing. Mereka seringkali mendapat reputasi buruk,

karena ada sebagian diantara mereka yang mau menjual diri demi memperoleh uang

untuk berbelanja pakaian dan kosmetik serta bersenang-senang. Kondisi sosial

kehidupan karakter para gal dalam komik ini sangat kompleks, meskipun hobby

mereka bersenang-senang, namun masih ada sebagian diantara mereka yang masih

memiliki rasa sosial yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya, teman-teman dan

keluarganya.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab

masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas gals di Jepang

dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji?

2. Bagaimana kondisi sosial kehidupan komunitas gals di Jepang yang

digambarkan melalui tokoh gals dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji?

I.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu

adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar

masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga

(18)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup

pembahasan yang difokuskan pada kondisi sosial kehidupan para gal sebagai tokoh

utama dalam komik ini, terutama dilihat dari tingkah laku, sikap, serta ucapan

tokoh-tokoh utama. Penulis juga akan mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi

munculnya gals di Jepang berdasarkan komik tersebut.

I.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori I.4.1. Tinjauan Pustaka

Swingewood dalam faruk (1999 : 43) mengisyaratkan perlunya pemahaman mengenai tradisi sastra adalah sebagai salah satu mediasi yang menjembatani

hubungan antara sastra dalam masyarakat itu. Selain itu perlu pertimbangan formasi

sosial yang di luar batas kelas sebagai mediasi dari hubungan antara sastra dan

masyarakat.

Sosiologi sastra menurut Ratna (2003 : 2) yaitu pemahaman terhadap totalitas

karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di

dalamnya. Sosiologi sastra mewakili keseimbangan antara kedua komponen, yaitu

sastra dan masyarakat. Oleh karenanya, analisis sosiologis memberikan perhatian

yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat

tertentu.

(19)

a. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya

merupakan cerminan situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.

b. Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.

c. Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial

budaya atau peristiwa sejarah.

Unsur-unsur penunjang terciptanya sebuah karya sastra, khususnya prosa antara

lain yaitu tema, penokohan, plot, setting, dan lain sebagainya. Tokoh dan penokohan

merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Penikmat sastra dapat secara

bebas menafsirkan watak, perwatakan, dan karakter yang merujuk pada sifat dan

sikap para tokoh.

Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165) menyatakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau

drama yang oleh pembaca ditafsirkan memilliki kualitas moral dan kecendrungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Hal ini sangat tergantung pada si pengarang agar dapat melukiskan tokoh

sesuai dengan pesan, amanat, atau pesan moral yang ingin disampaikan kepada

pembacanya.

Dalam komik Gals!, pengarang menyajikan suatu karya sastra fiksi yang banyak

mengandung nilai-nilai sosiologi yang tergambar jelas dari sikap, sifat serta

ucapan-ucapan para tokohnya sebagai unsur yang membawa pesan, amanat, atau moral yang

(20)

I.4.2. Kerangka Teori

Pradopo (2003 : 122) karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi tersendiri. Dalam sastra ada jenis-jenis sastra (genre) dan

ragam-ragam. Dalam berbagai macam genre inilah, penulis dapat dengan leluasa berkarya

untuk dapat menyampaikan berbagai macam tujuan, termasuk di dalamnya pesan

kebudayaan, karena sastra merupakan bagian integral kebudayaan.

Seperti halnya yang diungkapakan dalam Ratna (2003 : 10) bahwa intensitas

hubungan antara sastra dan kebudayaan dapat dijelaskan melalui dua cara, pertama

sebagaimana terjadinya intensitas hubungan antara sastra dengan masyarakat, sebagai

sosiologi sastra, kaitan antara sastra dan kebudayaan dipicu oleh stagnasi

strukturalisme. Kedua, hubungan antara sastra dan kebudayaan juga dipicu oleh

lahirnya perhatian terhadap kebudayaan sebagai studi kultural.

Karya sastra erat pula kaitannya dengan bahasa, karena karya sastra adalah seni

bahasa sebab dalam membangun dunianya karya sastra menggunakan medium bahasa.

Sebagai seni bahasa, sumbangan terpenting karya sastra dalam kaitannya dengan

masalah-masalah kemasyarakatan adalah kemampuannya dalam mentransformasikan

sekaligus mengabadikan kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari, sebagai

interaksi sosial, ke dalam peristiwa-peristiwa sastra, sebagai perilaku fiksional.

Bahasa juga merupakan milik masyarakat, dimana fakta-fakta sosial diinvestasikan.

Disamping itu, bahasa itu sendiri adalah suatu sistem komunikasi yang sarat

(21)

dibangun atas dasar bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda (Ratna,

2003 : 111).

Dalam sebuah penelitian, diperlukan suatu teori pendekatan yang menjadi suatu

acuan bagi penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Oleh karena itu, penulis

menggunakan pendekatan sosiologis, moral dan semiotik dalam menganalisis karya

sastra ini.

Pendekatan moral bertolak kepada dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra

dianggap sebagai suatu media atau alat yang paling efektif untuk membina moral.

Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma atau konsep tentang kehidupan

yang disanjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat.

Pendekatan sosiologis bertolak dari pandangan bahwa sastra adalah pencerminan

kehidupan masyarakat. Jadi melalui sastra, pengarang mencoba mengungkapkan

suka-duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui secara jelas. Jadi bertolak dari

pandangan itu maka kritik sastra lebih banyak menggunakan segi-segi sosial

kemasyarakatan yang terdapat pada karya sastra tersebut, mempersoalkan segi-segi

yang menunjang pembinaan dan pengembangan tata kehidupan.

Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (1998 : 40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang

mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan,

gagasan dan lain-lain.

Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari kondisi

(22)

memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat, karena karya sastra lahir

dari masyarakat. Dengan kata lain, penelitian sastra dapat dilakukan dengan

penelitian sosiologis.

Dalam hal ini, penulis menganalisa kondisi sosiologis dari komik Gals! Yang

kemudian dihubungkan dengan pendekatan moral serta pendekatan semiotika yang

digunakan untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam komik

ini. Oleh karena itu, analisis ini akan menjelaskan tentang kondisi sosial yang

dihadapi tokoh utama dalam komik ini.

I.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya

komunitas gals di Jepang dalam komik Gals! Karya Mihona Fuji.

b) Mendeskripsikan kehidupan sosial komunitas gals yang menjadi

(23)

I.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah :

a) Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan mengenai makna yang terkandung dalam

komik Gals!, khususnya makna sosiologis.

b) Bagi masyarakat luas pada umumnya dan para pelajar bahasa Jepang

khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai komunitas gals di Jepang dewasa ini.

I.6. Metode Penelitian

Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dianalisis dalam komik Gals!

maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan penelitian

kualitatif dan pendekatan sosiologis. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30) bahwa,

penelitian yang bersifat deskriptif yaitu yang memberikan gambaran yang secermat

mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Metode

deskriptif juga merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek

penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara

mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan

data.

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah komik yang berjudul Gals! karya

(24)

setelah di terjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia. Komik Gals! ini pertama kali

diterbitkan oleh Shuesha Inc. Tokyo.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research)

yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku dan

referensi yang ada di perpustakaan umum Universitas Sumatera Utara, perpustakaan

yang ada di jurusan sastra Jepang, membaca literature dan melakukan penelusuran

melalui media internet.

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan data dan referensi atau buku-buku yang berhubungan dengan

objek penelitian.

2. Membaca Komik “Gals!” dari volume 1 sampai dengan 10

3. Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang

terdapat dalam komik “Gals!” karya Mihona Fuji.

(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP

KOMUNITAS GALS DI JEPANG DAN KOMIK

2.1. Pengertian Gals

Menurut Mr. Matsukawa dalam www.wikipedia.com/ What is Gyaru, (2008), Gals (gya-ru) merupakan sebutan untuk remaja perempuan Jepang yang sering terlihat berpakaian cenderung aneh dan unik, dengan sepatu sol tebal (biasanya lebih

dari 10 centimeter), rok mini, rambut di hight-light, wigs, kuku palsu, aksesoris unik

dan suka berdandan habis-habisan mengikuti trend terbaru. Mereka sangat mudah

dikenali, karena biasanya dandanan mereka lebih menonjol diantara kerumunan

orang-orang.

Sepatu ber- sol tebal, mulai menarik perhatian dan mulai trend di kalangan remaja

Jepang sejak musim semi tahun 1999. Rambut pirang (blond hair), mulai trend sejak

tahun 1997. Sedangkan trend rok mini mulai muncul sejak tahun 1996. Menurut Mr.

Matsukawa, umumnya laki-laki suka rok mini, jadi para gadis memakai rok mini

adalah untuk menarik perhatian laki-laki dan agar mereka populer.

Mr. Matsukawa juga mengatakan bahwa pengertian gyaru tergantung kepada cara

berdandan mereka masing-masing dan penilaian orang-orang disekitarnya. Beberapa

orang mengatakan bahwa gyaru adalah remaja-remaja perempuan yang berpakaian

seperti orang genit atau menggoda, sebagian lain mengatakan bahwa mereka adalah

(26)

2.2. Latar Belakang Munculnya Gals (gyaru)

Dalam Animonster volume 64 (27 : 2004), Gals dipercaya lahir mengikuti

kepopuleran artis Hamasaki Ayumi dan Amuro namie. Banyak gadis-gadis belia yang

ingin meniru dandanan bintang favoritnya, namun malah menciptakan subkultur

tersendiri.

Komik Gals! sendiri, mengambil setting daerah Shibuya. Mihona Fuji sang pengarang kemudian menuangkan kondisi-kondisi sosial kehidupan remaja yang

terjadi di daerah ini menjadi sebuah cerita yang mampu menggambarkan kehidupan

remaja Shibuya secara umum.

Shibuya merupakan tempat anak muda berkumpul untuk melepaskan tekanan

hidup sehari-hari. Di Shibuya, terdapat sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi

symbol dari gals, yaitu 109 Shibuya. Fashion menjadi alat untuk melepaskan stress

dan lari dari kepribadian mereka setelah sebelumnya mereka bekerja dan belajar

dengan disiplin.

Penampilan remaja yang berkumpul dan hilir mudik di kawasan ini seperti ingin

menunjukkan 'pemberontakan' mereka terhadap nilai-nilai budaya lama Jepang yang

sangat normatif. Mereka berpakaian free style, rambut berwarna-warni, mengenakan

beragam aksesoris yang begitu atraktif

Walau dari luar gaya berbusana itu hanya dipandang sebagai gaya “tabrak-lari”,

tetapi ada kreativitas liar yang terjadi disini. Para remaja Jepang yang seenaknya

(27)

Kreativitas liar ini menjadi pengingkaran keseharian ketika mereka berada di

bawah kekuasaan instansi pendidikan ataupun orang tua yang menuntut standar tinggi,

untuk sementara dialihkan dengan mengubah diri dari tampilan normal dan mencari

makna baru. ( Edna c Pattisina, 2005 ).

2.3. Jenis-Jenis Karakteristik Gals di Jepang

Berdasarkan situs www.japanLinked.com/gyarustyle (2005), ada beberapa macam

gals berdasarkan gaya berpakaian dan ber make-up mereka, diantaranya : 1. Amura

Merupakan para gadis yang memilih untuk mengikuti penampilan dari Namie

Amuro,yang merupakan trendsetter dari trend berpakaian para kogals dengan kulit coklat kehitaman, rambut pirang, memakai rok pendek dan sepatu boot.

2. B-Gyaru

Meskipun anggapan yang popular bahwa B-Gyaru bukanlah mencoba untuk

terlihat seperti wanita berkulit hitam, tetapi mereka meniru artis R&B yang

kebanyakan merupakan orang-orang kulit hitam. Gaya rambut mereka kebanyakan

seperti dijalin kecil-kecil dan hampir selalu di extentions.

3. Banba / Bamba

Gaya Banba lebih mengarah kepada Rock (raaku) daripada gaya B-Gyaru.

Mereka suka memakai warna-warna mencolok , dan yang lebih penting lagi adalah

(28)

bisa dibedakan berdasarkan warna kulit yang mereka pilih, yaitu berkulit pucat dan

berkulit gelap.

4. Baika / Bozosoku

Gaya ini ditandai atau identik dengan warna hitam atau terang, kulit, rantai, dan

kain wol kotak-kotak. Gaya ini biasanya diisolasikan kepada Banba, tetapi ada

pengecualian tersendiri. Gaya ini anehnya lebih feminine dan mengikuti Style

perbudakan Vivienne Westwood-punk pada tahun 70-80 an. Make-up yang berwarna

putih terang dan disekeliling mata dibentuk seperti bergaris hitam seperti panda. Gaya

rambutnya biasanya hampir sama dengan gaya banba. Pengikut gaya ini yang sangat

popular adalah Hiromi Endo yang melambangkan ekspresinya sengit dan galak.

5. Cocogyaru

Merupakan gals yang sangat menyukai merk “Cocolulu” dan selalu menutupi dirinya dengan label seperti logo jeans “ Cocolulu” dan memakai tas dengan lukisan

huruf “Cocolulu”.

6. Gangguro

Trend ini identik dengan kulit yang di-tanning (coklat seperti terbakar matahari) persis seperti wanita pantai di California ataupun wanita negro. Tidak hanya kulit, ciri

khas Ganguro lainnya terletak pada rambut yang di-bleach dan dicat dengan

warna-warna pucat seperti cokelat, pink, pirang, silver, dan putih. Sedangkan baju-baju yang

dipilih berwarna permen seperti pink, orange, kuning, rok mini, dan sepatu boots

(29)

7. Ganjiro / Shiroi Gyaru

Style ini bertentangan dengan gals yang memilih untuk menghitamkan kulit, tetapi mereka mengikuti semua trend lain yang menjadi ciri khas para gals. mereka

sering dipanggil dengan sebutan “bihaku” (beautiful white) dan selalu memakai

sun-block apabila berada di bawah sinar matahari lansung. 8. Gonguro-Ganguro

Style ini seperti Ganguro, tetapi memerlukan penampilan dengan kulit yang lebih

hitam (super dark tan), dengan kontur make-up dan lipstick yang lebih putih, dan

terkadang mewarnai rambut dengan warna putih atau bergaris perak.

9. Himegyaru

Himegyaru diartikan sebagai “ Princess Gals”. Style ini mempunyai karakteristik

dengan make-up merah muda, bulu mata panjang, kulit yang sangat cerah, dan rambut

bergelombang. Biasanya mereka sering memakai pakaian yang terbuat dari bulu

binatang dan bahan-bahan mewah yang tampak seperti renda dan beludru.

Himegyaru wajib memakai sepatu hak tinggi atau high heels, dengan tas tangan

sewarna sepatu. Biasanya pink, putih dan hitam, dengan motif bunga mawar, anggrek

atau motif binatang. Accessories penting lainnya adalah memasang mutiara dan batu

bertulisan serta manik-manik pada kuku mereka.

Himegyaru sering memakai merk terkenal seperti Liz Lisa untuk mendukung

(30)

10. Kogyaru / Kogals

Kogyaru merupakan para gadis SMU yang memilih untuk menentang warna kulit dan warna rambut sendiri dan melawan standar yang sudah ditetapkan oleh sekolah,

dengan menunjukkan apa yang dipakai dan tidak dipakainya.Mereka biasanya

membuat kelompok sendiri karena ingin tetap tampil “kawaii” dibandingkan yang

lain.

11. Mago-gals

Mago-gals merupakan gadis-gadis yang masih SMP yang mengikuti fashion Gals.

12. Manba / Mamba

Mamba merupakan versi terbaru dari Yamanba, kebanyakan bagian-bagian

dandanannya masih sama, hanya saja pada make-up memakai bedak yang lebih tebal

dan dicampur agar lebih baik. Mereka sering memakai merk-merk terkenal seperti

Alba Rosa, Cocolulu. Namun, biasanya mereka selalu memakai sandal bersol 4 inchi dan Capri Pants.

13. Oneegyaru

Oneegyaru merupakan tipe gals pada umur awal 20 tahun sampai pertengahan umur 20 tahunan, dimana mereka mulai memperbaharui dandanannya dari gaya yang

sebelumnya agak liar kepada gaya yang lebih casual. Banyak juga oneegyaru yang

masih mempertahankan kulit hitam dengan rambut pirangnya. Mereka biasanya

(31)

14. Rasuta

Gaya Rasta sangat populer di Jepang, dan tentu saja sangat popular di kalangan

gals. Karaktristik gaya ini adalah identik dengan bendera Jamaica (merah-hijau-kuning), Bob Marley, dan Tas tangan dari Jerami atau pakaian yang terbuat dari serat

rami.

15. Yanki

Gaya ini pada umumnya identik dengan combat, Boots tentara, loose pants, dan

jaket panjang yang sering dipakai oleh orang militer.

16. Kigurumin

Gaya ini identik dengan memakai kigurumi, yaitu sejenis piyama yang

menyerupai binatang tertentu, dan terkadang menyerupai karakter tokoh kartun.

2.4. Sejarah dan Perkembangan Komik 2.4.1. Sejarah Komik

Manga ( ) (baca: man-ga, atau ma-ng-ga) merupakan kata komik dalam bahasa Jepang. Di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan

tentang komik Jepang. Mangaka ( ) (baca: man-ga-ka, atau ma-ng-ga-ka)

adalah orang yang menggambar manga.

Perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik adalah pembedaan

pengelompokan, dimana manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang (kadang

(32)

Komik menurut Marcel Bonnet dalam Angkat (2004) adalah cerita bergambar

(cergam) yang terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai panjelasan dialog

dan alur cerita. Komik merupakan salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk

menceritakan pengalamannya, yang dituangkan dalam gambar dan tanda, mengarah

kepada suatu pemikiran dan perenungan.

Pada zaman dahulu, cikal bakal komik yang dibuat tidak di atas kertas, melainkan

ditulis di dinding-dinding gua. Sejarah komik bermula pada masa pra sejarah di gua

Lascaux Prancis Selatan. Di gua itu ditemukan torehan berupa gambar-gambar bison, jenis banteng atau kerbau Amerika. Cikal bakal ini menurut para ilmuwan Prancis

belum mengandung sandi yang terbentuk menjadi bahasa, namun sudah merupakan

pesan sebagai upaya komunikasi non verbal paling kuno.

Di Mesir, cerita tentang dewa maut dalam dunia roh terdapat di kuburan raja

Nakht yang ditoreh di atas kertas papyrus yang terbuat dari daun. Papyrus ini juga sudah dikenal lama oleh orang Assiria, Siria, dan Parsi. Selanjutnya komik di atas

daun ini beralih bentuk menjadi mozaik (susunan lempeng batu berwarna). Di

Yunani, karya ini berlangsung hingga abad ke-4 Masehi. Pada zaman Romawi cerita

bergambar ini berkembang pesat, yang selanjutnya menyebar hampir ke seluruh

(33)

2.4.2. Perkembangan Komik di Jepang

Takeshi Ishizawa dalam “ Kedalaman Dunia Manga Jepang”. www.google.com,

(2006) mengatakan bahwa Komik atau Manga, telah menjadi hiburan bagi orang

Jepang selama berabad-abad. Komik Jepang yang paling tua dan terkenal pertama

kali ditemukan di gudang Shooshooin di Nara yang memperlihatkan berbagai macam

ekspresi wajah manusia dengan mata yang keluar dan melotot dalam bentuk

Fusakumen. Karya lain yang juga terdapat dalam Shooshooin yaitu karikatur yang disebut daidaron, menggambarkan mata yang terbelalak dan orang berjenggot. Selain

itu juga ada karikatur lain yaitu gambar yang terdapat pada langit-langit Kondoo

(gedung utama) kuil Budha Horyuuji pada abad ke-8. Dalam gambar komik ini

terdapat unsur-unsur religius dan nilai-nilai tradisi. Sedangkan di gedung Phoenix

kuil Byoodoin, tercatat arsitektur masa Heian (794-1185), yang pada saat itu ditemukan sejumlah karikatur pengadilan rendah.

Di zaman Heian, terdapat gambar komik yang yang disebut Oko-e yang popular

sebagai hobi kalangan penguasa. Kemudian di akhir zaman Heian juga terdapat

gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu Toba Soojoo,

menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artisnya yang

sederhana dan bentuknya yang dilebih-lebihkan, seperti ekspresi artistik dari komik

(34)

ditujukan bagi bangsawan dan biksu yang tamak dan haus akan kedudukan dalam

politik.

Pada pertengahan abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang terkenal

yang disebut Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang dinamis. Dalam

gambar tersebut terdapat sebuah adegan pendeta Budha Myoren membuat sebuah

panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang kaya ke puncak

gunung. Sedangkan pada adegan lainnya, karung-karung beras terbang keluar dari

gudang. Kemudian Bandainagon Ekotoba (akhir tahun 1100-an) memperlihatkan

gerbang utama dari sebuah kuil terkenal yang sedang terbakar dengan ekspresi wajah

dari sekitar seratus orang yang dikejutkan oleh api atau orang-orang yang melarikan

diri, hal ini membuat adegan ini menjadi hidup dan membuat kita merasa ada diantara

mereka. Kedua gambar ini termasuk ke dalam kategori cerita bergambar

(emaki-mono).

Sejarah komik Jepang seutuhnya berawal pada zaman Edo, ketika istilah komik

(manga dalam bahasa Jepang) pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e (grafis

pahatan kayu) yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Ia memproduksi sebuah serial

buku bergambar yang diterbitkan dalam 15 jilid antara tahun 1814 dan 1878. Manga

ini berisi lebih dari 4000 ilustrasi. Cara Hokusai menggambarkan gerakan otot

(35)

Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga dengan abad manga

anak-anak, dimana saat manga ini mulai berkembang pesat. Pada waktu itu tahun 1989

dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta manga, 500 juta

majalah manga bulanan, dan 700juta majalah manga mingguan. Dari prestasi yang dicapai ini Jepang bisa disebut sebagai “ kerajaan Manga”, yang mulai bangkit dalam

situasi setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak

Sebelum dan selama Perang Dunia ke-II, para seniman lokal menggunakan The

Japan Punch sebagai media penerbitan yang juga merupakan majalah komik dengan cerita humor yang dikelola oleh orang-orang Inggris yang tinggal di Jepang,

meskipun awalnya The Japan Punch muncul sebagai satiris politik, yang pada saat

itu diawasi dengan ketat oleh pemerintah Jepang.

Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca Perang Dunia ke-II tidak

terlepas dari peran serta komikus berbakat Osamu Tezuka (1928-1989). Tezuka

mengubah wajah dunia komik Jepang pasca Perang Dunia ke-II secara radikal. Ia

menggunakan gaya narasi yang unik dengan komposisi cerita menyerupai novel yang

disebut dengan komik naratif atau story manga dengan alur cerita yang naik turun saat menuju klimaks cerita.

Komik naratif menggunakan teknik-teknik seperti pada pembuatan film, dengan

(36)

tidak beraturan, yang sengaja didesain untuk menggambarkan urutan gerakan dan

membangun ketegangan.

Majalah-majalah manga di Jepang biasanya terdiri dari beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu (satu bab).

Majalah-majalah tersebut sendiri biasanya mempunyai tebal berkisar antara 200 hingga 850

halaman. Jika sukses, sebuah judul manga bisa terbit hingga bertahun-tahun.

Setelah beberapa lama, cerita-cerita dari majalah itu akan dikumpulkan dan

dicetak dalam bentuk buku berukuran biasa, yang disebut tankōbon (atau kadang dikenal sebagai istilah volume). Komik dalam bentuk ini biasanya dicetak di atas

kertas berkualitas tinggi dan berguna buat orang-orang yang tidak mau atau malas

membeli majalah-majalah manga yang terbit mingguan yang memiliki beragam

campuran cerita/judul.

Majalah komik dicetak massal dan dijual diberbagai tempat dengan harga murah.

Setiap edisi yang terbit, memuat sekitar 12 atau lebih judul komik serial. Meskipun

menerbitkan buku komik jauh lebih menguntungkan daripada menerbitkan majalah

komik, namun majalah komik tetap dipertahankan untuk memperkenalkan karya

mangaka baru dan sebagai media seleksi komik-komik yang layak dibukukan, atau bisa dikatakan majalah komik merupakan media untuk memulai debut bagi para

(37)

Untuk penjualan, majalah manga mencapai angka yang cukup besar, sepuluh

majalah manga mingguan terlaris terjual sekitar satu juta eksemplar. Sementara Shounen Jump yang dijual dengan harga harga 200 yen dengan ketebalan buku terdiri atas 300 sampai 400 halaman, terjual sekitar lima sampai enam juta eksemplar setiap

kali terbit.

Pada tahun 1992, penjualan majalah manga mencapai 540 milyar yen atau sekitar

23% dari penjualan buku di Jepang.

Manga mempunyai posisi yang sangat tinggi dalam industri penerbitan di Jepang, karena hampir 25% hasil penjualan buku merupakan komik dengan angka penjualan

setiap tahunnya terus meningkat, belum termasuk penjualan komik Jepang di luar

negeri yang juga sangat laris di pasaran.

Persaingan antara komikus (mangaka) senior dan junior cukup ketat, karena

banyak mangaka yang terjun dalam bisnis ini, tetapi hanya ada beberapa manga yang

bisa bertahan dan berhasil mendobrak angka penjualan fantastis yang belum pernah

dicapai oleh manga lain, seperti Dragon ball, Detectif Conan, Doraemon, Sailor

Moon, Great Teacher Onizuka, Samurai X dan lain-lain.

2.4.3. Gaya Penggambaran Komik Jepang

(38)

digambar se-realistis mungkin, walaupun gambar karakternya benar-benar sederhana.

Para mangaka menggambar sederhana khususnya pada bagian muka, dengan ciri khas

mata besar, mulut kecil dan hidung sejumput.

Tidak semua manga digambarkan dengan sederhana. Beberapa mangaka

menggunakan style yang realistis, walaupun dalam beberapa elemen masih bisa dikategorikan manga. Seperti contohnya Vagabond, karya Takehiko Inoue yang menonjolkan penggunaan arsir, proporsi seimbang dan setting yang realistis.Tetapi,

Vagabond dikategorikan manga karena gaya penggambaran mata, serta beberapa bagian yang simple. Manga juga biasa digambar dalam monochrome dan gradasinya

yang biasa disebut tone.

Untuk komik jangka panjang atau yang memiliki ratusan volume, umumnya

seiring dengan perkembangan waktu, para mangaka akan mengalami perubahan

goresan yang cukup signifikan. Contoh yang umum di Indonesia mungkin karya Hojo

(39)

2.4.4. Perkembangan Komik di Indonesia

Dua penerbit manga terbesar di Indonesia adalah Elex Media Komputindo dan

M&C Comics yang merupakan bagian dari kelompok Gramedia.

Sekitar tahun 2005, kelompok Gramedia juga telah menghadirkan Level Comics,

yang lebih terfokus pada penerbitan manga-manga bergenre Seinen (dewasa).

Terdapat beberapa penerbit ilegal di Indonesia, namun tampaknya peredarannya

hanya sebatas di wilayah kota-kota besar, karena untuk beberapa daerah tidak

ditemukan komik-komik jenis ini. Perbedaan yang mencolok dari penerbit ilegal ini,

mereka tampak lebih terbuka terhadap sensor dibandingkan dengan manga terbitan

Elex yang jauh lebih ketat dalam hal sensor.

Format Penulisan

Aslinya bahasa Jepang biasanya ditulis dari kanan ke kiri, manga digambar dan

ditulis seperti ini di Jepang. Namun sebelum tahun 2000-an, ketika diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia gambar dan halamannya umumnya dibalik sehingga dapat

dibaca dari kiri ke kanan.

Untuk beberapa manga yang tidak mempermasalahkan keadaan terbalik ini, hal

semacam ini tidak terlalu dipermasalahkan, namun kerancuan menjadi sangat

(40)

atau Detektif Kindaichi yang sering memberikan informasi/petunjuk yang sangat menyesatkan pembaca karena pada bagian cerita di bab depan tidak sesuai dengan

hasil deduksi/kesimpulan dari tokoh utama. Bahkan dalam suatu buku cerita,

kadangkala hanya satu panel yang dibalik (pada bagian deduksi) yang semakin

memperparah inti cerita.

Manga pertama yang mepertahankan format seperti format Jepang asli adalah Rurouni Kenshin. Selain itu, beberapa penulis komik seperti Takehiko Inoue yang menciptakan komik Slam Dunk tidak setuju karya mereka diubah begitu saja dan

minta agar karya mereka dibiarkan dalam format aslinya. Kini, manga-manga yang

terbit di Indonesia biasanya sudah diterbitkan dalam format aslinya kecuali untuk

beberapa judul yang telah mulai diterbitkan sebelum tahun 2000-an.

Karena banyaknya manga yang diterbitakan di Indonesia sejak dari zaman

Doraemon, Candy Candy, maupun Kungfu Boy yang membanjiri pasar Indonesia yang berlangsung selama bertahun-tahun dengan distribusi yang cukup teratur

sehingga menyebabkan manga terbitan Elex Media Komputindo sangat mudah

diperoleh apabila dibandingkan dengan peredaran komik Eropa/Amerika yang relatif

lebih susah dan lebih mahal, kecuali Donal Bebek yang masih bisa didapat secara

teratur tiap minggunya.

(41)

Indonesia baik tanpa sadar maupun sadar, terpengaruh oleh gaya aliran Jepang

(manga) ini. Hal ini pun masih diperdebatkan, namun mengingat dengan beberapa

pengarang asal Korea dan Hong Kong yang memiliki goretan yang cukup mirip

dengan manga Jepang, harusnya hal ini tidak dipermasalahkan. (Donny Anggoro: 2006).

Di Indonesia juga terdapat komunitas-komunitas penggemar manga dan anime.

Biasanya mereka berkumpul dan berbagi dengan penggemar lain lewat internet atau

berkumpul di suatu tempat. Para penggemar yang bertemu di internet/forum biasa

mengadakan gathering (pertemuan) untuk saling berjumpa satu sama lain.

Akhir-akhir ini, penerbit Indonesia, seperti Level Comics, berani menerbitkan

manga yang berbau dewasa (Seinen). Pada awal kemunculannya, ini sempat ditentang keras. Bahkan manga Vagabond sempat ditarik dari peredaran. Setelah pemberlakuan

sensor yang lebih ketat, para penerbit tidak lagi diprotes oleh para ibu yang anaknya

(42)

BAB III

ANALISIS TOKOH GALS DALAM KOMIK “GALS!” KARYA MIHONA FUJI DARI ASPEK SOSIOLOGIS

3.1. Karakteristik Tokoh-tokoh dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji 1. Kotobuki Ran

Sekilas, Ran terlihat sebagai seorang gadis yang hanya senang berdandan,

jalan-jalan dan berbelanja serta tidak suka berpikir panjang. Namun, sebenarnya siswi

SMU Hounan ini adalah seorang gadis yang sangat tangguh, cerdik dan bersemangat

tinggi. Dia akan marah apabila ada laki-laki yang menawarinya uang karena dikira

gadis gampangan.

Ran yang meng-klaim Shibuya sebagai daerah kekuasaannya, juga sangat setia

kawan dan memiliki rasa sosial yang tinggi, meskipun hal itu tidak mendorongnya

untuk menjadi seorang polisi. Dia tidak akan sanggup membiarkan temannya

kesusahan. Sahabatnya Miyu selalu dijaganya agar tidak berbuat kekerasan seperti

dulu. Dia pun ingin Aya bisa bahagia dengan laki-laki yang disukainya. Tetapi, hal

itu tidak berarti Ran tidak bisa kritis terhadap mereka, karena ia juga bisa dengan

keras memarahi teman-temannya jika ia merasa mereka telah melakukan hal yang

tidak pantas.

Ran sangat ingin menghitamkan kulitnya, tetapi selalu gagal. Antara lain karena

(43)

2. Yamazaki Miyu

Siapa pun yang melihat Miyu sekarang tidak akan mengira kalau saat SMP Miyu

adalah seorang anak yang bermasalah. Miyu tidak betah di rumah, karena ibunya

yang sudah bercerai kerjanya hanya berpacaran saja, tanpa memperdulikan Miyu.

Ibunya bahkan sampai pernah menunggak pembayaran uang sekolah Miyu beberapa

bulan saat Miyu SMA. Semua itu hanya karena wajah Miyu yang sangat mirip

dengan Ayahnya.

Miyu pun menjadi anak berandalan yang berkeliaran di Shibuya, bahkan menjadi

ketua geng yang sering berkelahi dengan geng-geng yang lain. Dia tak segan membawa pisau ke sekolah dan mengancam gurunya dengan senjata tersebut. Dia

tidak percaya kepada siapapun sampai akhirnya Miyu berkenalan dengan Ran dan

kakaknya, Yamato. Miyu pun belajar untuk memperbaiki dirinya dan menata ulang

kehidupannya yang berantakan. Cara bicaranya yang semula menyebut dirinya

sebagai ore pun berubah menyebut dirinya dengan nama Miyu. Untuk membiayai sekolahnya sendiri, Miyu berjuang keras agar lulus dalam ujian beasiswa. Miyu dan

Yamato saling menyayangi dengan sepenuh hati, bahkan bisa dikatakan kalau Miyu

sangat ketergantungan kepada Yamato.

3. Hoshino Aya

Orang tua Aya menaruh harapan yang sangat besar kepada putri tunggal mereka

ini. Sayangnya, mereka tidak bisa melihat bahwa prestasi akademis bukanlah

satu-satunya ukuran untuk menilai apakah anak mereka berhasil atau tidak. Aya pun

(44)

peringkat terbaik. Tetapi akhiranya Aya pun memberontak dari orang tuanya dengan

sering jalan-jalan keluar dan menemani laki-laki kencan, meskipun tidak sampai

berhubungan badan.

Persahabatan yang ditemukannya pada diri Ran dan kawan-kawan membuat Aya

bangkit dan berani menerima dirinya sendiri apa adanya serta lebih terbuka

mengemukakan pendapatnya kepada orang tuanya.

Diantara tokoh yang lain, Aya memang yang paling lemah. Dia sempat

menyalahkan teman-temannya ketika nilai-nilai pelajarannya turun, namun pada saat

naik kelas ia sangat takut akan terpisah dari teman-temannya.

Aya sangat menyukai Rei, meskipun Rei tampaknya dingin-dingin saja

terhadapnya dan sempat menolaknya. Namun, ia tidak mau berputus asa terhadap Rei.

Walaupun ia sering menangis gara-gara hal itu.

4. Honda Mami

Mami adalah gal saingan Ran dalam segala hal. Ia adalah pemimpin di daerah

Ikebukuro. Meskipun selalu ribut dengan Ran, bahkan sampai berkelahi secara fisik, tetapi Mami adalah seseorang yang adil dan mau mengakui kekalahan. Ia juga tidak

mau menyerah begitu saja. Baginya dan Ran, selalu ada kesempatan untuk bersaing.

Mami juga sangat tegas dalam memimpin teman-temannya. Dia sangat menyukai

Yuuya, yaitu nomor 2 Grand Prix pelajar di Jepang, dan berusaha melakukan apa saja

(45)

5. Kotobuki Sayo

Sayo adalah adik Ran. Gayanya Sporty, dengan topi dan badge sebagai aksesoris

favoritnya. Ciri khas Sayo yang lainnya adalah mengakhiri ucapan-ucapannya dengan

“-chuu!”. Ia sangat ingin menjadi polisi, dan kegiatan sehari-harinya adalah bermain

menjadi inspektur bersama pacarnya Masato, yang juga masih kekanak-kanakan.

Sayo sangat ceroboh, apabila berlari sedikit saja ia langsung terjerembab.

Niatnya untuk bisa masuk ke SMU yang sama dengan Ran, sempat ditentang oleh

ayahnya, karena ayahnya sangat takut kalau Sayo nantinya akan seperti Ran yang

selalu menentang orangtuanya. Seperti juga Ran, Sayo tidak bisa melihat temannya

yang susah dan bersedih.

6. Otohata Rei

Rei adalah siswa SMU Meishou yang disukai oleh banyak gadis. Ia mempunyai

kerja sampingan sebagai DJ, dan merupakan juara 1 Super High School Student

GrandPrix. Tidak heran jika wajahnya sering muncul di majalah-majalah remaja. Dia berkenalan dengan Ran saat gadis itu sedang mencoba meminta tas SMU Meishou

(yang sedang trend dikalangan gals pada saat itu) milik Rei.

Rei yang dipanggil Otochi dan Reipyon oleh Ran ini pernah mengatakan kalau

dirinya tidak suka pada gals bergaya apapun juga, dan gayanya seringkali ketus dan

(46)

7. Asou Yuuya

Yuuya lebih dikenal sebagai “ Ni” atau “second” alias “si nomor 2” oleh Ran dan

kawan-kawan. Kalau hanya nomor 2 di Super High School Student GrandPrix

baginya tidak masalah, tetapi yang sering mencemaskan Yuuya adalah ia tidak pernah

menjadi nomor satu di hati Ran. Padahal, ia selalu bersedia melakukan apa saja untuk

Ran, termasuk disuruh mentraktir makanan setiap kali mereka bertemu. Yuuya marah

ketika Ran berpacaran dengan Tatsuki yang baru saja dikenalnya. Tetapi belakangan

Yuuya menjadi akrab dengan Tatsukichi, yang memanggilnya dengan sebutan

“brother”.

8. Kuroi Tatsuki

Julukannya adalah “ Machida No black”. Oarngtuanya pemilik restoran ramen,

tetapi Tatsuki enggan membantu sang ayah bekerja. Dia lebih memilih melakukan

banyak sekali kerja sambilan, sampai-sampai pernah dimarahi Ran karena kerja

sambilan membagikan Tissue promosi tempat mesum. Tatsuki yang gemar menari

dijuluki ‘saru’ atau monyet karena gayanya yang memang seperti monyet. Dia

langsung menyukai Ran pada pandangan pertama. Ternyata Ran pun langsung

menerimanya. Meskipun bisa dikatakan mereka merupakan pasangan terheboh dan

(47)

9. Kotobuki Yamato

Kakak Ran yang berusia 25 tahun ini menjadi seorang prwira polisi yang bertugas

di Shibuya. Pos polisi tempatnya bertugas seringkali dijadikan tempat berkumpul

oleh Ran dan kawan-kawan. Karena tempatnya bertugas sama dengan ‘daerah

kekuasaan’ Ran, tak heran kalu Yamato seringkali dibuat repot oleh ulah adik beserta

teman-temannya.

Yamato adalah pria yang sangat bertanggung jawab, terutama kepada pacarnya

sendiri, Miyu. Meskipun kelihatan sering mengambil jarak dari Miyu (karena sebagai

polisi tentunya tidak boleh sembarangan dengan gadis di bawah umur), Yamato

sangat serius memikirkan masa depannya dengan Miyu. Perasaan galau Miyu

mengenai hubungannya dengan Yamato pun sirna seketika, begitu Yamato

memperkenalkan Miyu kepada orang tuanya sebagai calon istrinya.

10. Kotobuki Taizou dan Kiyoka

Pasangan suami istri ini memang unik, keduanya berprofesi sebagai polisi dan

menganut nilai-nilai yang masih terhitung konvensional. Taizou sering khawatir

memikirakan nasib yang akan dijalani oleh Ran. Sang ayah sering ditakuti oleh

anak-anaknya, sebab bila salah seorang dari mereka melakukan kesalahan akan dihukum

oleh ayahnya tanpa ampun. Kiyoka sendiri cenderung cuek dan dreamy. Sebagai

orangtua, tentu saja mereka ingin yang terbaik bagi anak mereka, namun apa yang

(48)

inginkan seringkali berbeda. Tetapi mereka bersikap sportif selama apa yang

dilakukan anak-anaknya adalah positif, meski memang terlalu urakan di mata mereka.

3.2. Analisis Aspek Sosiologis Tokoh utama Gals Dalam Komik Gals! Karya Mihona Fuji.

3.2.1. Kotobuki Ran Cuplikan 1, Jilid 4 :

Pemilik Toko :“Ah, toko kami nggak mau menerima karyawan bercat rambut

pirang atau coklat. Kalau memang serius ingin bekerja, cat

hitam lagi rambutmu baru kembali melamar kesini..!”

Kotobuki Ran :”Yang benar nih? langsung ditolak tanpa melihat surat riwayat

hidup?!.

Analisis

Cuplikan dialog antara Ran dan Pemilik Toko di atas, mengidentifikasikan

tentang adanya norma-norma atau aturan tertentu yang harus diikuti apabila ingin

melamar kerja, walaupun hanya kerja sambilan. Dari dialog di atas dapat diketahui

bahwa orang dewasa cenderung menganggap remeh remaja yang berdandan ala gals,

mereka melihat dari penampilan dan langsung memberikan penilaian kalau gals itu

(49)

Berdasarkan sosiologi, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lainnya, karena kebudayaan itu sendiri tercipta karena keberadaan

manusia. Kebudayaan merupakan rujukan orientasi nilai, norma, aturan dan menjadi

pedoman tingkah laku sehari-hari anggota masyarakatnya. Oleh karena itu,

kebudayaan berperan pula sebagai kontrol masyarakat.

Kotobuki Ran dalam hal ini sebagai salah seorang anggota masyarakat, tidak

menyadari tentang adanya aturan-aturan yang tidak tertulis pada masyarakat Jepang

saat itu, tentang sopan santun dan cara berpakaian yang pantas menurut sebagian

besar orang dewasa. Kotobuki Ran merupakan salah satu cerminan remaja perempuan

Jepang modern yang mengekspresikan diri mereka dengan berdandan ala gals. Hal

seperti ini mereka anggap sebagai suatu bentuk kebebasan berbuat dan bertindak serta

terlepas dari image para pelajar di jepang yang terkenal rapi dan disiplin.

Cuplikan 2, Jilid 7

Kotobuki Ran : ” ratu para gals adalah Kotobuki Ran...!!!”

Gangguro Sisters : ”Bukan Kotobuki Ran, bukan honda mami...,abad 21 demam

gangguro akan mewabah. Gangguro is the best..! kalian

nggak usah sombong.”

Wartawan : ” Tunggu....jadi sebenarnya apa nih..? ratu gal itu putih atau

(50)

Analisis

Dari cuplikan dialog di atas dapat dilihat persaingan yang terjadi antara

kelompok gals putih (shirogal) dengan gals hitam (gangguro) dalam upaya mempertahankan eksistensi diri. Dimana pada waktu itu, sekitar tahun 1999-2000

sedang marak anak gadis SMU yang mempunyai gang atau kelompok

masing-masing.

Persaingan (competition) dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana

individu atau kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum

dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang

telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan ( Soerjono, 99: 1990).

Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antar kelompok terwujud dalam

interaksi dengan anggota kelompok lain. Salah satu bentuk perilaku yang banyak

ditampilkan dalam hubungan antar kelompok ialah diskriminasi , yaitu perlakuan

berbeda terhadap orang-orang yang termasuk dalam kategori tertentu. Hal ini

mewujudkan jarak sosial yang antara lain mencakup perilaku menjauhi anggota

kelompok lain, salah satunya ialah perilaku berteman atau bergaul dengan anggota

kelompok sendiri. ( Edwin, 267 : 1982).

Kotobuki Ran, dalam hal ini terlihat berusaha mempertahankan eksistensi

dirinya sebagai gals putih, agar bisa dihargai oleh komunitasnya.

(51)

berdandan semaksimal mungkin agar bisa menjadi trendsetter bagi komunitas atau

kelompok gals lainnya.

Cuplikan 3, Jilid 4

Kotobuki Ran : ”Asyik..sebentar lagi musim panas...!”

Kotobuki Taizou : ” Musim panas, musimnya perbuatan asusila, musimnya anak

muda hanyut dalam godaan dan perangkap

berbahaya....Putri-putriku, selama libur musim panas, jam malam kalian

maksimal jam 7. itu keputusan papa..tidak bisa dibantah...”

Analisis

Dari cuplikan dialog di atas, terlihat bahwa kehidupan remaja jepang saat ini

sudah mulai banyak yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang selama ini dianut

oleh masyarakatnya.

Moral dalam hal ini diartikan sebagai suatu norma atau konsep tentang

kehidupan yang disanjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat. (Hoed dalam

Nurgiyantoro, 1998 : 39).

Dalam hal ini juga terlihat adanya suatu bentuk pengawasan yang ketat yang

dilakukan oleh orang tua (ayah) terhadap anak gadisnya. Peribahasa Kong Fu Tse

bahwa seorang wanita pada masa kanak-kanak harus mengabdi kepada bapaknya,

pada masa dewasa mengabdi kepada suaminya, dan pada masa tuanya mengabdi

(52)

1982). Seorang anak gadis diharapkan memiliki watak yang kuat, senantiasa ” seperti

wanita terhormat”, dan menjaga persatuan keluarga dan sebagian besar dari mereka

biasanya memenuhi harapan-harapan ini.

Namun hal ini tampaknya tidak berlaku bagi Ran yang merupakan seorang

gal yang mempunyai prinsip kebebasan. Ran sebagai seorang anak perempuan yang seharusnya mematuhi orang tuanya cenderung terlihat tidak menghormati orang

tuanya lagi.

3.2.2. Yamazaki Miyu Cuplikan 1, Jilid 4

Yamazaki Miyu : ”Miyu rasa...orang dewasa memang sebal kalau melihat rambut

yang di cat macam-macam, miyu memang nggak ingin

berhenti mencat rambut pirang..tapi...apa lebih baik di cat

hitam saja ya...”

Kotobuki Ran : ” apa ?! kamu mau membuang semangat gals yang ada dalam

dirimu ya?!

Yamazaki Miyu : ” habis kalau nggak begitu, kita nggak akan dapat kerjaan.”

Analisis

Dari cuplikan dialog di atas dapat dilihat bahwa, generasi muda Jepang,

(53)

kepercayaan tradisional masih kuat, tuntutan sosial sangat jelas dan mereka

diharapkan melaksanakan kewajiban sosialnya, tetapi pada saat bersamaan mereka

melihat kurang perlunya tuntutan itu. Mereka mempertanyakan peran tradisional yang

dituntut dari mereka, mencari jenis kerja dan gaya hidup alternatif. ( Mardiana, 2007).

Dalam hal ini terlihat bahwa Miyu menyadari ia merupakan bagian dari

masyarakat. Sehingga ia berusaha bertindak dan berperilaku sesuai dengan apa yang

dijunjung tinggi oleh masyarakat di sekitarnya. Hal ini tekait dengan naluri manusia

untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung

tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial.

Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan

keburukan. ( Soerjono Soekanto, 67: 1990).

Walaupun telah banyak gals yang sudah tidak memperdulikan norma-norma

dan moral yang berlaku dalam masyarakat, namun dalam hal ini Miyu masih peduli

terhadap moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jepang pada waktu itu.

Cuplikan 2, Jilid 8

Kotobuki Ran :”Baiklah! Inilah prinsip para gals sejati ”hidup

bersenang-senang”!...berdandan terus! bermain terus! tersenyum terus...dan

kadang-kadang kerja sambilan.

(54)

Yamazaki Miyu :” Sama sekali nggak! Semangat ko-gal menceriakan Jepang!”

Analisis

Dari cuplikan di atas, terlihat adanya suatu pandangan masyarakat khususnya

generasi tua terhadap para gal yang dianggap menjadi aib bagi negara jepang, dan

mereka dianggap sebagai remaja-remaja yang hanya bisa menimbulkan masalah.

Menurut Soerjono Soekanto (415: 1990), Masalah remaja pada umumnya

ditandai oleh dua ciri yang berlawanan. Yakni, keinginan untuk melawan dan sikap

apatis (misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi

tua). Sikap melawan mungkin disertai dengan suatu rasa takut bahwa masyarakat

akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang. Sedangkan sikap apatis

biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap masyarakat.

Masalah-masalah remaja di kota-kota besar bisa terjadi antara lain disebabkan

oleh timbulnya organisasi-organisasi pemuda/pemudi informal yang tingkah lakunya

tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya, serta timbulnya usaha-usaha generasi

muda yang bertujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat,

yang disesuaikan dengan nilai-nilai kaum muda. Komunitas gals di Jepang

merupakan salah satu bentuk organisasi non formal yang dibuat remaja perempuan

jepang khususnya sebagai usaha mengadakan perubahan dalam masyarakat. Selain itu,

(55)

3.2.3. Hoshino Aya Cuplikan 1, Jilid 1

Kotobuki Ran : ” Kamu Jual diri ya..?”

Hoshino Aya : ” tidak...Cuma sebatas kencan..!”

Kotobuki Ran : ” Uang bukan segalanya kok, tak punya harga diri ya...? Hoshino Aya : ” kan cuma kencan.., menjual perasaan pun tak apa-

apa..memangnya salah?

Analisis

Berdasarkan cuplikan di atas terkait keadaan sosial terutama di kota-kota

besar dimana keinginan tokoh dan sejumlah anggota masyarakat disebabkan oleh

keinginan yang terutama dipengaruhi oleh keadaan sosial. Sebagian orang, karena

tuntutan ekonomi tidak lagi menghiraukan harga diri . Maka frekwensi

pelanggaran-pelanggaran tertentu semakin meningkat, termasuk penyimpangan karena keinginan.

Hal ini juga merupakan bagian dari masalah sosial, dimana menurut Soejono

Soekanto (399: 1990), bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara

unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok

sosial , atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok

sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.

Dari cuplikan di atas, terlihat bahwa Hoshino Aya dalam hal ini rela

menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang demi memenuhi kebutuhannya.

(56)

citra masyarakat terhadap komunitas gals yang selama ini memang dianggap sebagai

gadis murahan dan bermasalah. Walaupun pada kenyataannya stidak semua gals

berbuat seperti itu.

3.2.4. Honda Mami Cuplikan 1, Jilid 5

Mishina : ” yang namanya gals, imagenya pasti cewek-cewek yang tak punya

otak kan..? Cuma meniru orang yang dianggap punya kharisma , tak

punya keinginan untuk jadi diri sendiri. Kupikir sama sekali tak ada

bagusnya..”

Honda Mami : ” kamu ini kampung betul, ya. Zaman sekarang mana ada anak

SMU yang nggak mencat rambut dan pakai make-up? Apalagi nggak

punya pacar..”

Teman Honda : ” iya, pokoknya ikuti saja air yang mengalir, kami lebih suka ikut

perkembangan zaman dibanding jadi murid pintar yang alim”

Analisis

Dari cuplikan di atas, dapat dilihat fenomena yang terjadi pada remaja

perempuan Jepang pada waktu itu, khususnya para remaja Shibuya. Salah satunya

adalah Honda Mami yang begitu mengikuti perkembangan zaman pada waktu itu.

(57)

dengan sol tebal (biasanya melebihi 10cm) dan rok mini ketat dengan warna-warna

cerah. Mereka gadis-gadis dengan rambut pirang atau putih dan mengenakan

make-up berkilauan yang disebut lame’. Tanning terlihat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka . Beberapa diantara mereka memiliki kulit yang di tanning agar

terlihat seperti orang afrika. Gaya berpakaian adalah nilai atau derajat seseorang di

mata orang lain.

Padahal Jepang begitu tertata dalam pergaulan di masyarakatnya. Orang

Jepang memang lebih suka moralitas, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Bagi Jepang, jati diri yang penting bukanlah simbol luarnya, bukan warna rambutnya,

tapi lebih pada nilai-nilai atau values yang tertanam dalam diri setiap pribadi mereka.

( Edwin, O Reischauer, 268: 1982)

Dari cuplikan tersebut juga terlihat suatu bentuk interaksi sosial/ proses sosial

yaitu proses simpati. Honda mami dalam hal ini simpati kepada dandanan atau

kehidupan gal, sehingga ia mengikuti dandanan mereka. Menurut Soejono Soekanto

(70: 1990), Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang

merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini, perasaan memegang peranan

yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol bunga pepaya jantan mampu menurunkan jumlah mikronukleus pada 400 sel eritrosit polikromatik yang terdapat

Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai usaha penggunaan Bungkil Inti Sawit yang ditambahkan Hemicell dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu, dapat dilihat dari laba-

Web adalah sebagai kumpulan halaman–halaman yang digunakan untuk menampilkan informasi teks, gambar diam atau gerak, animasi, suara dan atau gabungan dari semuanya

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah Perbedaan pengaruh latihan Operan bertiga dengan Operan lari menyilang terhadap peningkatan kemampuan mengoper pada pemain bola

Melalui pengujian statistik menggunakan uji-t satu pihak dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model Problem Based Learning terhadap kemampuan

Besarnya perhatian masyarakat akan dunia kecantikan membuat usaha dibidang jasa pelayanan ini merupakan salah satu yang mempunyai daya saing yang tinggi untuk dapat menarik

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, prevalensi ISK pada wanita yang menderita Diabetes Mellitus tipe II yang dirawat inap dan dirawat jalan di