• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh metode pemupukan dan kombinasi komposisi media tanam dengan pengapuran terhadap pertumbuhan cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh metode pemupukan dan kombinasi komposisi media tanam dengan pengapuran terhadap pertumbuhan cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGA

KOMP

DEPA

ARUH M

POSISI M

TERHAD

ARTEME

INS

ETODE P

MEDIA TA

DAP PERT

(

Piper re

ISM

A

EN AGRO

FAKULT

STITUT P

PEMUPUK

ANAM DE

TUMBUH

etrofractum

MAIL SAL

A24063520

ONOMI DA

TAS PERT

PERTANIA

2010

KAN DAN

ENGAN PE

HAN CABE

m

Vahl.)

EH

0

AN HORT

TANIAN

AN BOGO

N KOMBI

ENGAPU

E JAWA

TIKULTU

OR

INASI

URAN

(2)

PENGARUH METODE PEMUPUKAN DAN KOMBINASI

KOMPOSISI MEDIA TANAM DENGAN PENGAPURAN

TERHADAP PERTUMBUHAN CABE JAWA

(

Piper retrofractum

Vahl.)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Disusun Oleh:

ISMAIL SALEH

A24063520

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

ISMAIL SALEH. Pengaruh Metode Pemupukan dan Kombinasi Komposisi Media Tanam dengan Pengapuran Terhadap Pertumbuhan Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.). Dibimbing Oleh MAYA MELATI.

Cabe jawa merupakan salah satu tanaman obat yang termasuk dalam famili Piperaceae. Kandungan utamanya adalah piperin dan piperidin dari kelompok alkaloid. Prospek pengembangan cabe jawa cukup cerah seiring dengan kecenderungan masyarakat untuk kembali menggunakan bahan-bahan alami untuk pengobatan. Cabe jawa dapat diperbanyak dengan menggunakan stek sulur panjat dan sulur tanah yang akan menghasilkan cabe jawa panjat serta stek cabang buah yang akan menghasilkan cabe jawa perdu.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan sawah baru pada bulan Juni 2009-Mei 2010. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu Pengaruh Metode Pemupukan terhadap Pertumbuhan Cabe Jawa Perdu dan Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pengapuran terhadap Pertumbuhan Cabe Jawa Panjat. Percobaan pertama menggunakan RKLT faktor tunggal yaitu metode pemupukan terdiri atas 500 g pupuk kandang sapi yang dilarutkan dalam 600 ml air diberikan setiap minggu, larutan 10 g NPK/bulan, dan 20 g NPK/2 bulan. Percobaan ke dua menggunakan RKLT dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah komposisi media tanam yang terdiri atas tanah : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1) (v/v), tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) (v/v), dan tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:2) (v/v). Faktor ke dua adalah dosis pemberian kapur terdiri atas 0 dan 10 g dolomit/polybag.

(4)
(5)

Judul : PENGARUH METODE PEMUPUKAN DAN KOMBINASI MEDIA TANAM DENGAN PENGAPURAN TERHADAP PERTUMBUHAN CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl.)

Nama : ISMAIL SALEH

NIM : A24063520

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc NIP 19640128 199103 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pamekasan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 30 Mei 1988. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Asmuli (Alm) dan Ibu Halimatus Sakdiyah.

Tahun 2000 penulis lulus dari SDN Bugih V Pamekasan, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri I Pamekasan. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri I Pamekasan pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian mengenai pemupukan dan kombinasi komposisi media tanam dengan pengapuran ini dilaksanakan untuk mengetahui teknik budidaya yang tepat untuk pembibitan cabe jawa perdu dan panjat. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan IPB di Sawah Baru, Darmaga, Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr.Ir. Maya Melati, MS, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dari awal sampai terselesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua bapak Asmuli (alm), ibu Halimatus Sakdiyah yang telah memberikan doa dan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil, kepada teknisi kebun bapak Adang yang telah banyak membantu selama melaksanakan penelitian, teman-teman AGH 43 atas kebersamaannya selama menempuh pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN ... 1 

Latar Belakang ... 1 

Tujuan ... 4 

Hipotesis ... 5 

TINJAUAN PUSTAKA ... 6 

Botani ... 6 

Pemupukan ... 7 

Jenis Pupuk ... 7 

Metode Pemupukan ... 8 

Pembibitan ... 9 

Komposisi Media Tanam ... 10 

Pengapuran ... 12 

PERCOBAAN 1 Pengaruh Metode Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Cabe Jawa perdu (Piper retrofractum Vahl) ... 14 

BAHAN DAN METODE ... 14 

Tempat dan Waktu ... 14 

Bahan dan Alat ... 14 

Metode Percobaan ... 14 

Pelaksanaan Percobaan ... 15 

Pemeliharaan ... 16 

Pengamatan ... 16 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17 

Hasil ... 17 

Pembahasan ... 25 

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29 

Kesimpulan ... 29 

Saran ... 29 

PERCOBAAN 2 Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pengapuran Terhadap Pertumbuhan Bibit Cabe Jawa Panjat (Piper retrofractum Vahl.) ... 30 

BAHAN DAN METODE ... 30 

Tempat dan Waktu ... 30 

Bahan dan Alat ... 30 

Metode Percobaan ... 30 

Pelaksanaan ... 31 

Pengamatan ... 32 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34 

Hasil ... 34 

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45 

Kesimpulan ... 45 

Saran ... 45 

DAFTAR PUSTAKA ... 46 

(10)

DAFTAR TABEL

 

Halaman

1. Ringkasan Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah ... 18 

2. Koefisien Keragaman ... 19 

3. Tinggi Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 19 

4. Pertambahan Tinggi Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 20 

5. Jumlah Daun Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan... 20 

6. Pertambahan Jumlah Daun Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 21 

7. Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan... 21 

8. Pertambahan Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 22 

9. Diameter Tajuk Terbesar Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 22 

10. Pertambahan Diameter Tajuk Terbesar Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 23 

11. Jumlah Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 23 

12. Pertambahan Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan ... 24 

13. Skor keparahan penyakit ... 32 

14. pH Tanah dari Berbagai Komposisi Media Tanam ... 36 

15. Kandungan Bahan Organik dan Unsur Hara Makro Tersedia pada Berbagai Komposisi Media Tanam ... 36 

16. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah ... 37 

17. Koefisien Keragaman ... 38 

18. Beberapa Peubah Vegetatif pada Tiga Komposisi Media Tanam ... 38 

19. Beberapa Peubah Vegetatif pada Perlakuan Pengapuran ... 40 

20. Serangan Penyakit pada Tiga Komposisi Media Tanam ... 41 

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Daun dan Batang Cabe Jawa yang Terserang Penyakit BPB ... 18 

2. Pembibitan Awal Cabe Jawa dan Pembibitan Utama ... 34 

3. Tanaman Cabe Jawa yang Terserang Cendawan Phytophtora palmivora ... 35 

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lay out Percobaan I ... 49 

2. Lay out Percobaan II ... 49 

3. Data Curah Hujan dan Kelembaban Bulanan Juni-Desember Tahun 2009 ... 50 

(13)

Latar Belakang

 

Pengembangan tanaman yang berpotensi menjadi tanaman obat terus dilakukan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh obat-obatan kimia menyebabkan kembalinya kesadaran masyarakat untuk terus menggunakan bahan-bahan dari alam. Sudah sejak lama masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal (Wijayakusuma et al., 1996). Syukur dan Hernani (2002) menyatakan bahwa prospek tanaman obat semakin menjanjikan karena ditambah dukungan sosial budaya masyarakat Indonesia yang masih kuat dalam pemanfaatan obat dan kosmetika tradisional.

Salah satu tanaman obat yang saat ini sedang dikembangkan adalah cabai jawa (Piper retrofractum Vahl.). Prospek pengembangan cabe jawa cukup cerah sejalan dengan perkembangan industri obat tradisional dan modern didukung pula oleh kecenderungan back to nature dimana kebutuhan obat-obat yang berasal dari alam meningkat (Januwati dan Yuhono, 2003). Tahun 2002 pasokan buah cabe jamu dalam negeri sebesar 5 557 ton dan yang terserap oleh industri obat dalam negeri sebanyak 3 731.84 ton, dan sisanya sebesar 1 795.16 ton diekspor ke berbagai negara Asia dan Eropa (Kemala et al. dalam Djauharia dan Rosman, 2008). Cabai jawa juga dikenal dengan cabai jamu. Cabe jamu merupakan salah satu tanaman obat yang sudah dimanfaatkan sejak zaman dahulu. Tanaman ini merupakan tanaman asli Indonesia termasuk dalam famili Piperaceae, yang mempunyai sekitar 10 genera dan lebih dari 1000 species (Djauhariya dan Rosman, 2008).

(14)

(GAP) dan persyaratan quality, safety, efficacy (QSE) (Djauhariya dan Rosman, 2008). Rendahnya produksi cabe jawa di Jawa Timur diduga oleh karena beberapa faktor, satu di antaranya adalah petani masih mempergunakan sistem pengelolaan yang belum intensif. Hal ini terlihat dari cara penanganannya mulai dari pemilihan bibit sampai pasca panen (Siswanto et al., 1997). Oleh karena itu aspek-aspek penting dalam teknik budidaya tidak boleh diabaikan. Salah satu aspek tersebut adalah pemupukan. Pupuk dalam pertanian modern merupakan hal yang penting untuk meningkatkan produksi. Foth (1984) mendefinisikan pupuk dalam arti luas adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Kerugian yang dapat ditimbulkan apabila pengaplikasian pupuk tidak tepat antara lain pupuk terbuang percuma, tidak mencapai sasaran sehingga tidak efisien, dan kadar hara berkurang kualitasnya.

Cabe jawa dapat diperbanyak dengan menggunakan sulur panjat, sulur tanah, dan cabang buah. Cabe jawa yang diperbanyak dengan menggunakan sulur panjat dan sulur tanah menghasilkan jenis cabe jawa panjat sedangkan apabila menggunakan sulur buah maka akan menghasilkan jenis cabe jawa perdu. Penggunaan sulur buah untuk bibit jarang digunakan dalam penanaman dalam skala luas, karena produktivitasnya rendah meskipun cepat berbuah (Balittro, 2004).

(15)

perakarannya yang dangkal.

Salah satu aspek dalam teknik budidaya cabe jawa adalah pembibitan yang memiliki peranan penting dalam penyediaan dan perbanyakan bibit tanaman. Kebun bibit harus memenuhi persyaratan teknis, iklim, dan tanah bagi pertumbuhan tanaman cabe jawa yaitu kebun bibit terawat dengan baik dan bebas dari berbagai serangan hama atau penyakit; dan kebun bibit berisi tanaman yang tumbuh sehat dan subur (Rukmana, 2003).

Pembibitan cabe jawa biasanya menggunakan polybag yang berisi media tanam dengan komposisi tertentu. Komposisi media tanam tersebut harus memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi pertumbuhan bibit cabe jawa. Ferdiansyah (2009) menyatakan bahwa komposisi media tanam perlu diketahui agar kelembaban media tanam terjaga dan bibit cabe jawa tidak terserang oleh penyakit busuk pangkal batang. Rukmana (2003) menyatakan bahwa penyakit busuk pangkal batang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang terlalu lembab sehingga perlu dilakukan perbaikan drainase tanah. Pencegahan terjadinya serangan penyakit tersebut selama pembibitan dapat dilakukan dengan menjaga kelembaban media.

Komposisi media berpengaruh terhadap tanah untuk memodifikasi kondisi drainase atau aerasi tanah. Tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk masuk ke dalam tanah dan mengabsorpsi hara dan air (Hanafiah, 2005). Struktur tanah yang buruk karena kandungan liat tinggi (tekstur berat) dan kadar bahan organik rendah dapat menyebabkan fungsi akar terganggu. Keadaan demikian menciptakan kondisi aerasi di daerah perakaran menjadi buruk, proses serapan hara terhambat, dan drainase buruk. Pada waktu musim hujan tanah bertekstur berat tidak mampu menyerap air dengan cepat dan pada musim kemarau mudah retak dan berbongkah sehingga dapat berakibat banyak akar tanaman yang putus (Usman et al. 1996).

(16)

lokasi penelitian merupakan jenis latosol. Latosol merupakan jenis tanah dengan reaksi tanah masam sampai agak masam (pH H2O 4.5-6.5) dan kandungan unsur haranya rendah (Soepraptohardjo, 1961) sehingga untuk tanaman jenis tertentu memerlukan pengapuran supaya ketersediaan haranya dapat terpenuhi dengan baik.

Tiga lokasi sentra produksi cabe jawa (Madura, Lamongan, dan Lampung) memiliki kemiripan dalam tingkat kesuburan tanah terutama kemasaman tanah yang rendah (pH netral-tinggi, kandungan Al dan H yang sangat rendah), kandungan Ca yang tinggi-sangat tinggi, serta kejenuhan basa yang tinggi. Sifat fisik tanah juga memiliki kemiripan yaitu kadar liatnya yang rendah karena didominasi kadar debu (Madura dan Lampung) atau pasir (Lamongan) (Melati et al., 2009). Oleh karena itu perlu dipelajari pengaruh komposisi media tanam dan pengapuran terhadap pembibitan cabe jawa di daerah dengan kemasaman tinggi dan memiliki kadar liat yang tinggi (misalnya pada tanah latosol).

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu metode pemupukan terhadap cabe jawa perdu dan pengaruh komposisi media tanam dan pengapuran terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa panjat. Penelitian mengenai pengaruh komposisi media tanam dilakukan karena cabe jawa rentan terserang oleh penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Phytophtora palmivora. Cendawan ini berkembang pada lingkungan yang lembab sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai media tanam yang sesuai dan kelembabannya terjaga.

Tujuan

 

Percobaan 1:

(17)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit cabe jawa panjat yang ditanam dengan berbagai komposisi media tanam dan perlakuan pengapuran. Cabe jawa panjat digunakan pada percobaan ke dua karena keterbatasan bahan tanaman cabe jawa perdu.

Hipotesis

 

Percobaan 1:

Terdapat perbedaan respon tanaman tehadap beberapa jenis perlakuan pemupukan sehingga diperoleh cara pemupukan yang tepat.

Percobaan 2:

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Terdapat komposisi media tanam terbaik untuk pertumbuhan bibit cabe jawa.

2. Terdapat perbedaan respon tanaman terhadap adanya pengapuran pada media tanam.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Cabai jawa merupakan tanaman asli Indonesia (Winarto, 2003). Cabai Jawa banyak dikenal dengan berbagai nama daerah di antaranya lada panjang atau cabai panjang (Sumatera), cabe jamu, cabean, cabe areuy, cabe sula (Jawa), cabi jamo, cabi onggu, cabi solah (Madura), cabian (Ujungpandang) (Rukmana, 2003). Dalam bahasa Inggris cabe jawa dikenal dengan nama Java long pepper (Djauhariya dan Rosman, 2008).

Winarto (2003) menyatakan bahwa pengelompokan cabai jawa dalam taksonomi termasuk dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo piperales, famili piperaceae, genus piper, spesies Piper

retrofractum Vahl. Rukmana (2003) menyatakan bahwa karakteristik tanaman

cabai jawa menyerupai tanaman lada. Ciri-ciri tanaman ini antara lain bentuk batang bulat berkayu tetapi percabangannya agak lunak, memiliki alur dan ruas, serta berwarna hijau dan di setiap ruas akan keluar akar. Batang cabai jawa merupakan peralihan antara dicotyledonae dan monocotyledonae, yaitu jaringan pengangkut terletak dalam dua lingkaran pembuluh atau lebih. Januwati dan Yuhono (2003) menyatakan bahwa cabe jawa mempunyai batang yang memiliki akar panjat pada ruasnya, sehingga tanaman ini dapat melekat erat pada tiang panjat atau batang pohon. Batang yang melekat pada tiang panjat disebut ”sulur panjat”. Panjang tanaman ini mencapai 10-12 m. Tanaman ini juga memiliki ”sulur cabang buah”, yaitu batang tempat keluarnya buah dan ”sulur cacing”, yaitu batang yang keluar dari pangkal batang yang menjalar di permukaan tanah. Daun cabai jawa berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal tumpul, ujung runcing, tepi merata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, panjang 8,5-20 cm, lebar 3-7 cm, dan warna hijau mengkilap (Winarto, 2003).

(19)

Winarto, 2003). Bagian yang bermanfaat adalah buahnya yang mengandung minyak atsiri, piperina, piperidina, asam palmitat, asam tetrahidropiperat, undecylenyl 3-4 methylenedioxy benzene, N-isobutyl decatrans-2 trans-4 dienamida, sesamin, eikosadienamida, eikopsatrienamida, guinensina, oktadekadienamida, protein, karbohidrat, gliserida, tannin, dan kariofelina (Balittro, 2004).

Cabe jawa termasuk golongan tanaman yang tidak memerlukan syarat tumbuh khusus, tanaman ini cukup tahan cekaman lingkungan dengan jenis tanah andosol, grumosol, latosol, podsolik dan regosol, bertekstur ringan dengan kandungan kimia tanah yang cukup subur, kaya bahan organik dan mineral dengan lapisan tanah yang dalam, pH 5.5 – 7. Cabe jawa masih dapat tumbuh baik pada lahan berbatu dan berkapur, lapisan tanah dangkal dan berbatu. Cabe jawa dapat tumbuh baik pada ketinggian 1–600 m dpl, dari daerah pantai sampai di kaki perbukitan, suhu 20-34°C, kelembaban 60-80%, curah hujan 1 500 – 3 000 mm per tahun (Balittro, 2004). Menurut Djauharia dan Rosman (2008) tekstur tanah yang dikehendaki oleh cabe jawa adalah liat yang mengandung pasir, porous, dan drainase tanah yan baik.

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam teknik budidaya tanaman. Tanaman memanfaatkan pupuk untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Foth (1984) menyatakan pupuk dalam arti luas adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur essensial bagi pertumbuhan tanaman. Gardiner dan Miller (2004) menyatakan bahwa pupuk merupakan salah satu manajemen input yang paling umum dilakukan. Pupuk menggantikan unsur hara yang hilang dari tanah.

 

Jenis Pupuk

 

(20)

satu jenis pupuk anorganik adalah pupuk majemuk (NPK). Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang memberikan unsur N, P, dan K bagi tanaman (Lingga dan Marsono, 2009).

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan bahan organik. Bahan organik berfungsi sebagai penyimpanan unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan ke dalam larutan air tanah dan disediakan bagi tanaman (Reijntjes, 1999). Selama proses pembusukan bahan organik, unsur-unsur hara dilepaskan secara bertahap dan diubah menjadi bentuk yang dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk organik juga dikenal lebih ramah lingkungan daripada pupuk anorganik. Aminah (2003) menambahkan bahwa pupuk organik mampu menahan erosi, kemampuan tanah untuk mengikat air tinggi, menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba tanah. Hasil penelitian Harnani (2008) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi meningkatkan pertumbuhan vegetatif cabe jawa panjat. Hal tersebut diduga karena penambahan hara dengan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kandungan hara dalam tanah dan dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Selain itu pengaruh pupuk kandang cenderung lebih baik dibandingkan dengan pengaruh pupuk buatan terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa karena pupuk kandang memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, sehingga terjadi perbaikan perakaran dan serapan hara. Namun kelemahan pupuk organik menurut Sanchez (1992) adalah dibutuhkan dalam jumlah yang besar, kandungan unsur hara yang dikandung rendah, dan membutuhkan banyak tenaga dalam pengaplikasiannya.

   

Metode Pemupukan

 

(21)

tersebut tidak bersifat mobil dalam tanah.

Cabe jamu (cabe jawa) termasuk tanaman yang rakus hara, yaitu tanaman yang memerlukan unsur hara yang sangat banyak agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Djauhariya dan Rosman, 2008). Wahid dalam Melati et al. (2009) mengemukakan bahwa lada perdu yang satu family dengan cabe jawa sangat rakus hara dengan kebutuhan pupuk lada perdu 600 kg NPKMg/tanaman/tahun karena sistem perakarannya yang dangkal. Oleh karena itu Januwati dan Yuhono (2003) menyatakan pemupukan sangat diperlukan supaya hasilnya dapat optimal.

Pembibitan

 

Tanaman cabe jawa dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan secara vegetatif (stek batang). Perbanyakan tanaman cabe jawa dengan biji biasanya menghasilkan tanaman yang tidak seragam dan berbunga lebih lambat, sehingga cara ini hanya dilakukan dalam skala penelitian (Rukmana, 2003). Selain itu cabe jawa merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga perbanyakan dengan biji tidak dianjurkan karena variabilitasnya sangat tinggi. Oleh karena itu cabe jawa diperbanyak dengan menggunakan setek sulur panjat, sulur tanah (sulur cacing) dan sulur buah. Tanaman yang berasal dari sulur tanah (sulur cacing), pada umumnya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun, lebih lambat dibandingkan dengan asal sulur panjat. Kelebihan bahan bibit dari sulur cacing adalah umur tanaman lebih panjang (lebih tahan lama) dan lebih tahan kekeringan. Bagian yang paling banyak digunakan sebagai bibit adalah sulur panjat karena lebih cepat berbuah (1-2 tahun). Kelemahannya yaitu tanaman kurang tahan kekeringan dan umurnya lebih pendek dibandingkan dengan tanaman asal bibit sulur cacing. Perbanyakan dengan sulur panjat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua ruas dengan 1-2 daun (Balittro, 2004).

(22)

3:1:1 atau 2:1:1 dengan mempertimbangkan jenis tanah yang digunakan. Penyemaian dilakukan di tempat yang ternaungi untuk menjaga kelembaban (Balittro, 2004). Pengaturan media tanam dengan komposisi tertentu dapat menyediakan lingkungan/kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan akar.

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman cabe jawa. Hasil penelitian Ferdiansyah (2009) dan Arifiyanti (2009) menunjukkan bahwa curah hujan dan kelembaban yang tinggi menyebabkan banyak tanaman cabe jawa yang terserang penyakit busuk pangkal batang. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang dilakukan dengan pemisahan tanaman yang sakit dari tanaman yang sehat, penyiangan gulma, perbaikan aerasi melalui penggemburan media. Oleh karena itu komposisi media tanam yang tepat sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bibit cabe jawa.

Komposisi Media Tanam

 

Media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, penyedia air dan unsur hara, penyedia oksigen bagi berlangsungnya proses fisiologi akar serta kehidupan dan aktvitas mikroba tanah (Mardani, 2005). Purwanto (2006) menambahkan ada 5 persyaratan media tanam yang baik yaitu mampu mengikat dan menyimpan air dan hara dengan baik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, cukup porous (memiliki banyak rongga) sehingga mampu menyimpan oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi (pernapasan), dan tahan lama.

(23)

sebagai perbandingan proporsi relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat (Hanafiah, 2005). Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (lebih porous), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (agak porous), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (tidak porous). Makin porous tanah maka akan mudah akar untuk berpenetrasi, serta semakin mudah air dan udara untuk bersirkulasi (Hanafiah, 2005).

Ada beberapa jenis media tanam yang dapat digunakan dalam pembibitan tanaman antara lain tanah, arang sekam, pasir, dan pupuk kandang. Tanah yang dijumpai di sekitar lokasi penanaman adalah latosol (komunikasi pribadi dengan Prof. Dr. Ir. Didi Ardi Suriadikarta, M.Sc. staf Balai Penelitian Tanah bagian pedologi, 2010). Latosol merupakan tanah dengan tekstur liat dan berstruktur remah hingga gumpal. Selain itu tanah latosol memiliki kandungan bahan organik yang rendah (Soepraptohardjo, 1961). Oleh karena itu penggunaan tanah tersebut sebagai media tanam harus dicampur dengan media lain seperti pasir, arang sekam atau pupuk kandang.

Arang sekam atau sekam bakar dibuat dari sekam padi yang dibakar. Arang sekam padi ini bersifat mudah mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, dapat menyerap senyawa toksik atau racun dan melepaskannya kembali pada saat penyiraman serta merupakan sumber kalium bagi tanaman (Purwanto, 2006). Melati et al.(2008) menyatakan bahwa abu sekam diduga mengandung unsur K yang relatif tinggi. Selain itu abu sekam juga diduga mengandung silikat yang berperan sebagai unsur hara mikro yang meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit melalui pengerasan jaringan. Abu sekam dapat diberikan sebagai kombinasi dengan pupuk organik lain untuk menekan intensitas serangan hama.

(24)

pasir terutama unsur N, P, K sangat rendah sampai sedang, selain itu daya pegang airnya sangat rendah yang menyebabkan pertumbuhan terhambat. Tanaman karuk

(Piper sarmentosum) pada media dengan penambahan pupuk kandang sapi

mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dibandingkan yang ditambah pasir dan arang sekam (Fetiandreny, 2007).

Penggunaan bahan organik adalah untuk menyediakan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, kelebihan penggunaan bahan organik antara lain meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air, meningkatkan ketersediaan air untuk tanah berpasir, dan memperbaiki aerasi tanah melalui perbaikan tekstur tanah. Hasil penelitian Fetiandreny (2007) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, dan jumlah sulur tanah. Perlakuan media yang ditambah pupuk kandang sapi berpengaruh terbaik pada semua komponen pertumbuhan dan produksi vegetatif (tajuk dan akar) karuk. Hal ini diduga karena cukupnya bahan organik dan unsur hara essensial dalam pupuk kandang.

Pengapuran

 

Tanah di daerah yang basah bersifat masam karena pencucian kation-kation (Ca2+, Mg2+, Na+, K+) oleh air hujan kemudian digantikan oleh ion-ion H+, Al3+, dan Al(OH)+. Sebagian besar tanah yang menerima curah hujan lebih besar atau sama dengan 500 mm/tahun cenderung bersifat asam contohnya tanah ultisol. Tanah ultisol merupakan tanah dengan pencucian tinggi dan memiliki subsoil berupa liat. Selain itu penyebab tanah masam antara lain pelepasan H+ oleh akar tanaman, pelepasan asam organik selama proses dekomposisi (Gardiner dan Miller, 2004).

(25)

unsur-tanah akan lebih terkendalikan. Pengapuran juga akan menambah unsur hara kalsium yang diperlukan untuk pembentukan dinding sel tanaman (Prajnanta, 2004).

Unsur-unsur kapur yang biasa digunakan adalah kalsium dan magnesium karbonat, oksida, hidroksida, dan silikat. Jenis kapur yang paling banyak digunakan adalah kalsium karbonat dan kalsium karbonat ditambah dengan magnesium (dolomit). Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan jenis kapur yang kandungan magnesiumnya tinggi. Rata-rata komposisi yang terkandung dalam dolomit adalah 51% CaCO3, 34% MgCO3, 15% tanah dan campuran lainnya (Gardiner dan Miller, 2004).

Sebagian besar tanaman tidak dapat mencapai hasil yang optimum pada tanah yang sangat masam karena kerugian yang dapat ditimbulkan oleh tanah masam antara lain: keracunan aluminium, mengurangi aktivitas mikroorganisme, keracunan mangan, keracunan besi, kekurangan kalsium, kekurangan magnesium, kekurangan Nitrogen, fosfor, dan sulfur yang disebabkan oleh lambatnya dekomposisi bahan organik, dan lain-lain (Gardiner dan Miller, 2004). Selain itu tanah asam memperngaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang tumbuh di media masam akan menghasilkan perakaran yang sedikit dan pendek (Sari dan Mattjik, 2004).

(26)

PERCOBAAN 1

Pengaruh Metode Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Cabe

Jawa Perdu (

Piper retrofractum

Vahl.)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

 

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB, Dramaga, Bogor. Areal penelitian ini memiliki curah hujan antara 1 500 – 3 000 mm/tahun. Ketinggian tempat adalah 250 m di atas permukaan laut (dpl) dengan jenis tanah latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

 

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek cabang buah tanaman cabai jawa klon Lamongan, pupuk kandang sapi, pupuk NPK (16:16:16) dan NPK (15:15:15), arang sekam, dan tanah. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 40 cm x 50 cm, alat tulis, penggaris, gembor, dan paranet 55%.

Metode Percobaan

 

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu perlakuan. Perlakuan tersebut terdiri atas pemupukan dengan 500 g pupuk kandang yang dilarutkan dalam 600 ml air, pupuk NPK (16:16:16) dengan dua dosis yaitu 10 g/tanaman/bulan dan 20 g/tanaman/2 bulan.

Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat sembilan satuan percobaan yang masing-masing terdiri dari lima tanaman, sehingga terdapat 45 tanaman cabai jawa.

(27)

Yij : hasil pengamatan setiap perlakuan µ : rataan umum

αi : pengaruh ulangan ke-i (i= 1, 2, dan 3)

βi : pengaruh dosis pemupukan ke-j (j= 1, 2, dan 3)

εij : pengaruh galat penelitian metode penelitian ke-i dan kelompok ke-j Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan dari perlakuan yang dicobakan maka dilakukan analisis ragam (uji F). Jika hasil uji F menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT.

 

Pelaksanaan Percobaan

Setiap polybag (40 cm x 50 cm) diisi dengan media tanam yang terdiri dari campuran tanah, arang sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1:1 (v/v). Bibit cabe jawa yang telah dibibitkan sebelumnya di polybag kecil dipindahtanamkan ke polybag ukuran 40 cm x 50 cm. Bibit yang dipindahkan ke

polybag dipilih yang sehat yaitu bibit yang masih segar. Setelah bibit cabe jawa

ditanam, di sebelah tanaman ditanam tagetes untuk mengurangi serangan nematoda.

(28)

Pemeliharaan

 

Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pengendalian gulma secara manual terhadap gulma yang tumbuh di dalam polybag. Selain itu juga dilakukan pembuangan sulur panjat dan sulur tanah. Saat awal pembibitan dilakukan pembuangan bakal buah untuk mempertahankan pertumbuhan vegetatif tanaman.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama penelitian terhadap semua tanaman. Peubah yang diamati meliputi:

1. Jumlah daun. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun yang telah membuka.

2. Jumlah buku. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah buku pada setiap cabang.

3. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai buku tertinggi.

4. Jumlah cabang primer yaitu jumlah cabang yang tumbuh dari batang utama.

5. Jumlah cabang sekunder yaitu jumlah cabang yang tumbuh dari cabang primer.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Hasil

 

Kondisi Umum

Saat awal pindah tanam kondisi curah hujan berkisar 338.1 mm/bulan sehingga penyiraman tidak dilakukan terlalu intensif. Namun pada saat kondisi curah hujan seperti itu dilakukan penggemburan tanah untuk menjaga drainase media sehingga tidak terlalu lembab dan tumbuh jamur.

Tiga bulan pertama setelah perlakuan pemupukan tanaman mulai menunjukkan respon terhadap metode pemupukan yang diberikan. Perlakuan dengan menggunakan larutan pupuk kandang yang diberikan setiap minggu secara visual menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik daripada tanaman yang dipupuk menggunakan pupuk NPK baik yang diberikan satu bulan sekali dengan dosis 10 g/tanaman maupun yang diberikan dua bulan sekali dengan dosis 20 g/tanaman.

Pengamatan dilakukan setiap minggu namun data yang diolah adalah data bulanan karena data yang diperoleh setiap minggu tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang cukup besar terutama terjadi pada jumlah daun dan diameter tajuk terbesar. Pertumbuhan tanaman terlihat lebih mengarah ke samping (pembentukan cabang dan tajuk) sehingga pertumbuhan tinggi tanaman terbatas. Hal tersebut menyebabkan diameter tajuk menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara yang diberi larutan pupuk kandang dengan yang diberi pupuk anorganik.

(30)

busuk pangkal batang (BPB) disebabkan oleh cendawan Phytophtora palmivora. Tanaman cabai jawa yang terserang penyakit ini akan menjadi layu, daun menguning dan lemas (Gambar 1).

Kondisi tersebut terus berlangsung sampai akhir pengamatan sehingga data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan semua parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buku, jumlah cabang primer, dan sekunder.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Daun Cabe Jawa yang Terserang Penyakit BPB (b) Batang Cabe Jawa yang Terserang BPB

Ringkasan Hasil Sidik Ragam

Secara umum pertumbuhan dari peubah yang diamati menunjukkan berbeda nyata mulai 12 MST (Tabel 1) Penurunan jumlah dan ukuran peubah terjadi ketika tanaman terserang oleh penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang menyebabkan daun rontok dan akhirnya tanaman mati.

Tabel 1. Ringkasan Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah

Peubah Minggu Setelah tanam

0 4 8 12 16 20 24 28 Tinggi tanaman tn tn tn * ** ** ** tn Jumlah daun tn tn ** *** *** ** * tn Jumlah buku tn tn tn ** *** ** ** **

Jumlah cabang primer tn tn ** ** ** ** tn

Jumlah cabang sekunder tn tn ** ** ** ** tn Diameter tajuk terbesar tn tn * ** ** ** ** Keterangan: tn : tidak beda nyata

[image:30.612.145.456.215.365.2]
(31)

Tabel 2. Koefisien Keragaman

Peubah Minggu Setelah Tanam

0 4 8 12 16 20 24 28

Koefisien keragaman

Tinggi tanaman 14.16 8.50 5.63 8.50 9.99 12.14 13.76 19.37 Jumlah daun 23.97 23.59 16.58 14.15 11.13 19.94 23.48z) 24.29z) Jumlah buku 18.87 18.85 17.06 16.69 13.04 18.09 20.23 35.25 Jumlah cabang primer 17.52 17.56z) 17.64 20.50 20.75 21.75 23.36 Jumlah cabang sekunder 32.94 31.10 24.18 20.26 28.66 34.24 27.76z) Diameter tajuk terbesar 17.06 17.92 18.90 20.62 21.55 22.90 17.40 Keterangan :

Z)

: hasil transformasi √(x+0.5)

Keterangan pada Tabel 1 dan Tabel 2 berlaku untuk seluruh tabel yang mencantumkan tn, *, **, ***, dan Z).

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % pada saat tanaman berumur 12-24 MST. Pertumbuhan paling baik ditunjukkan pada perlakuan dengan pemupukan dengan larutan pupuk kandang, sedangkan perlakuan dengan menggunakan 10 g NPK dan 20 g NPK tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 3).

Pertambahan tinggi tanaman menunjukkan berbeda nyata pada 8-12 MST dan 16-20 MST (Tabel 4). Penurunan pertambahan tinggi tanaman disebabkan karena batang yang patah karena terkena penyakit busuk pangkal batang

Tabel 3. Tinggi Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan Umur

(MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

……….cm……….

0 tn 19.78 19.30 20.33 19.80

4 tn 22.36 21.57 22.48 22.14

8 tn 25.04 22.77 25.90 24.57

12 * 33.10a 25.86b 28.98ab 29.31

16 ** 38.50a 28.19b 30.09b 32.26

20 ** 45.34a 30.08b 29.66b 35.03

24 ** 43.91a 31.53b 29.11b 34.85

28 tn 37.14 29.13 27.28 31.18

(32)

Tabel 4. Pertambahan Tinggi Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan Umur

(MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

………cm………...

0-4 tn 2.58 2.27 2.14 2.36

4-8 tn 2.68 1.20 3.42 2.43

8-12 ** 8.06a 3.09b 3.08b 4.74

12-16 tn 5.40 2.33 1.11 2.95

16-20 ** 6.83a 1.90ab -0.43b 2.77

20-24 tn -1.43 1.44 -0.55 -0.18

24-28 tn -6.77 -2.39 -1.83 -3.66

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT.

Jumlah Daun

Jumlah daun menunjukkan perbedaan nyata mulai 8 MST dan berbeda sangat nyata pada umur 16-20 MST. Perlakuan dengan menggunakan larutan pupuk kandang menunjukkan jumlah daun tertinggi. Perlakuan dengan menggunakan pupuk 10 g NPK dan 20 g NPK yang ditambah pupuk kandang tidak menunjukkan perbedaan nyata dari awal hingga akhir pengamatan (Tabel 5).

[image:32.612.122.511.97.242.2]

Saat 4-16 MST pertumbuhan jumlah daun terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk kandang, namun pada 16-24 MST pertambahan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan 10 g NPK, dan pada 16 MST pertambahan menunjukkan tanda negatif. Hal tersebut diakibatkan karena banyak daun yang rontok sehingga jumlah daun berkurang (Tabel 6).

Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan Umur

(MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

0 tn 17.6 14.9 18.7 17.1

4 tn 18.1 15.7 18.7 17.5

8 ** 32.5a 22.4b 22.5b 25.8

12 *** 65.7a 25.6b 29.8b 40.3

16 *** 123.2a 26.2b 29.0b 59.5

20 ** 100.6a 23.8b 17.5b 17.1

24z) * 42.5a 20.8ab 15.2b 17.5

28z) tn 31.5 12.5 14.9 19.6

(33)
[image:33.612.117.513.110.242.2]

Tabel 6. Pertambahan Jumlah Daun Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

0-4 tn 0.4 0.7 0.0 0.4

4-8 ** 14.4a 6.7b 3.8b 8.3

8-12 *** 33.2a 3.3b 7.3b 14.6

12-16 *** 57.6a 0.6b -0.8b 19.1

16-20 ** -22.6b -2.5a -11.5ab -12.2

20-24 *** -58.1b -2.9a -2.3a -21.1

24-28 tn -11.1 -8.3 -0.3 -6.6

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT.

Jumlah Buku

Jumlah buku menunjukkan berbeda nyata mulai 12 MST. Jumlah buku terbanyak terdapat pada perlakuan pupuk kandang. Perlakuan dengan menggunakan pupuk 10 g NPK dan 20 g NPK tidak berbeda nyata dari awal hingga akhir pengamatan (28 MST) (Tabel 7).

Pertambahan jumlah buku tanaman berbeda nyata pada 4-16 MST dan 24-28 MST (Tabel 8). Pertambahan menunjukkan nilai negatif dimulai pada 16 MST karena tanaman terserang oleh penyakit sehingga banyak cabang yang kering.

Tabel 7. Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan Umur

(MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

0 tn 8.5 9.2 9.6 9.1

4 tn 25.7 21.7 25.6 24.3

8 tn 39.1 30.3 31.4 33.6

12 ** 79.5a 38.1b 43.5b 53.7

16 *** 145.2a 44.9b 54.1b 81.4

20 ** 142.5a 49.1b 41.7b 77.8

24 ** 126.9a 52.5b 45.3b 74.9

28 ** 104.6a 40.5b 43.9b 62.9

[image:33.612.116.512.470.616.2]
(34)
[image:34.612.113.512.469.613.2]

Tabel 8. Pertambahan Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

0-4 tn 17.2 12.5 15.9 15.2

4-8 ** 13.4a 8.6ab 5.8b 9.2

8-12 ** 40.4a 7.8b 12.2b 20.1

12-16 *** 65.8a 6.9b 10.6b 27.7

16-20 tn -2.7 4.1 -12.4 -3.7

20-24 tn -15.6 3.4 3.6 -2.9

24-28 ** -22.4b -12.0ab -1.4a -11.9

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT.

Diameter Tajuk Terbesar

Diameter tajuk terbesar tanaman mulai berbeda nyata pada 12 MST. Diameter tajuk terbesar terdapat pada perlakuan dengan menggunakan pupuk kandang. Diameter tajuk tanaman yang dipupuk dengan 10 g NPK dan 20 g NPK tidak berbeda nyata pada taraf 5 % (Tabel 9).

Pertambahan diameter tajuk berbeda nyata pada 8-16 MST dimana pertambahan diameter tajuk dengan perlakuan larutan pupuk kandang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 10).

Tabel 9. Diameter Tajuk Terbesar Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan Umur

(MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

………cm………..

4 tn 34.42 26.94 33.57 31.64

8 tn 41.31 33.65 37.54 37.50

12 * 59.53a 36.65b 40.39ab 45.52

16 ** 71.47a 36.75b 44.04b 50.75

20 ** 75.38a 38.42b 41.67b 51.82

24 ** 64.70a 40.17b 36.00b 46.96

28 ** 59.42a 36.25b 34.86b 43.51

(35)

Tabel 10. Pertambahan Diameter Tajuk Terbesar Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK

4-8 tn 6.89 6.71 3.97 5.86

8-12 ** 18.22a 3.00b 2.85b 8.02

12-16 ** 11.95a 0.10b 3.64b 5.23

16-20 tn 3.91 1.67 -2.37 1.07

20-24 tn -10.68 1.75 -5.67 -4.87

24-28 tn -5.28 -3.92 -1.14 -3.45

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT.

Cabang Primer dan Cabang Sekunder

Jumlah cabang primer dan cabang sekunder mulai berbeda nyata pada 12-24 MST. Jumlah cabang primer dan sekunder terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan dengan menggunakan larutan pupuk kandang sedangkan perlakuan dengan menggunakan pupuk NPK 10 g dan NPK 20 g tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 11).

Pertambahan cabang primer tidak berbeda nyata dari awal sampai akhir pengamatan sedangkan pertambahan cabang sekunder tidak berbeda nyata pada 16-24 MST. Pertambahan negatif atau jumlah cabang primer maupun cabang sekunder bernilai negatif pada 16 MST karena banyak cabang yang patah terkena penyakit busuk pangkal batang (Tabel 12).

Tabel 11. Jumlah Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK cabang primer

4 tn 3.8 2.9 3.6 3.4

8z) tn 5.2 5.6 4.5 5.1

12 ** 7.6a 3.9b 4.1b 5.2

16 ** 8.1a 4.0b 4.2b 5.5

20 ** 7.2a 4.1b 3.9b 5.1

24 ** 6.7a 4.2b 3.6b 4.8

(36)
[image:36.612.113.510.335.560.2]

Tabel 11. Jumlah Cabang primer dan Cabang sekunder Tanaman pada Tiga Metode pemupukan (Lanjutan)

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-Rata

Pupuk Kandang

10 g NPK 20 g NPK cabang sekunder

4 tn 3.1 3.2 4.1 3.5

8 tn 5.8 4.9 4.8 5.1

12 ** 12.6a 5.8b 7.1b 8.5

16 ** 22.6a 7.4b 7.5b 12.5

20 ** 23.1a 8.1b 6.3b 12.5

24 ** 20.9a 9.8b 7.0b 12.6

28z) tn 13.4 7.0 4.9 8.4

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT.

Tabel 12. Pertambahan Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Rata-rata

Pupuk kandang

10 g NPK 20 g NPK cabang primer

4-8 tn 1.4 2.6 1.2 1.7

8-12 tn 2.4 -1.6 -0.5 0.1

12-16 tn 0.4 0.1 0.2 0.2

16-20 tn -0.8 0.1 -0.3 -0.3

20-24 tn -0.6 0.1 -0.4 -0.3

24-28 tn -1.1 -0.8 -0.3 -0.7

cabang sekunder

4-8 ** 2.7a 1.7ab 0.7b 1.7

8-12 ** 6.8a 0.9b 2.3b 3.4

12-16 *** 9.9a 1.6b 0.4b 3.9

16-20 tn 0.5 0.7 -1.3 -0.01

20-24 tn -2.2 1.7 0.8 0.1

24-28 ** -7.4b -2.8ab -2.1a -4.1

(37)

Pembahasan

Perlakuan metode pemupukan menunjukkan berbeda nyata mulai pada 12 MST, kecuali jumlah daun menunjukkan berbeda nyata pada 8 MST (Tabel 1). Perlakuan terbaik dari hasil uji lanjut DMRT ditunjukkan oleh perlakuan dengan menggunakan larutan pupuk kandang sedangkan perlakuan dengan menggunakan pupuk NPK tidak menunjukkan berbeda nyata.

Adanya perbedaan yang signifikan pada komponen pertumbuhan yang diamati diduga karena tanaman lebih mudah menyerap unsur hara yang terdapat dalam larutan pupuk kandang yang diaplikasikan setiap minggu dibandingkan dengan pupuk NPK yang diaplikasikan baik setiap bulan maupun setiap dua bulan sekali. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suparman et al., dalam Nuryani dan Wahid (1999) bahwa dalam pembibitan lada, pupuk kandang dapat menghasilkan pertumbuhan yang nyata lebih baik dibandingkan tanpa pupuk kandang. Hasil penelitian Harnani (2008) menunjukkan perlakuan pupuk kandang sapi meningkatkan pertumbuhan vegetatif (jumlah daun, jumlah buku, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, dan panjang tanaman). Hal ini diduga karena penambahan hara dengan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kandungan hara dalam tanah dan dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman.

Nuryani dan Wahid (1999) menyatakan bahwa pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kima, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dan mendukung pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk anorganik kurang mendukung pertumbuhan tanaman dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nuraini (2007) bahwa sifat dari pupuk majemuk yang lambat tersedia dapat diduga sebagai salah satu penyebab pertumbuhan tanaman terhambat.

(38)

karena pertumbuhan tanaman dengan perlakuan pupuk NPK sangat terbatas. Penambahan larutan pupuk kandang tersebut tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena faktor lingkungan yang tidak mendukung yaitu curah hujan dan kelembaban yang tinggi sehingga tanaman terserang penyakit busuk pangkal batang.

Saat tanaman berumur satu bulan (4 MST) dilakukan pembuangan terhadap buah yang muncul. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan pertumbuhan vegetatifnya terlebih dahulu. Munculnya bunga dan buah diduga menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman cabe jawa terhambat karena penambahan sink yaitu bunga dan buah. Pembuangan bunga dan buah dilakukan sampai tanaman berumur sekitar 16 MST. Buah yang terbentuk tidak dihitung baik jumlah maupun bobotnya.

Peubah-peubah yang diamati menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terutama pada jumlah daun dan jumlah cabang yang berpengaruh terhadap diameter tajuk. Perbedaan karakter tanaman terutama terlihat pada diameter tajuk dibandingkan dengan tinggi tanaman karena pertumbuhan cabe jawa perdu lebih mengarah ke samping yaitu pembentukan cabang.

(39)

Wahyuno et al. (2007) menyatakan bahwa Phytophtora palmivora dapat menginfeksi seluruh bagian tanaman dan penularan pada pangkal batang menyebabkan tanaman mati secara cepat. Phytophtora mudah tersebar terbawa dalam jaringan tanaman, tanah yang terkontaminasi, dan terbawa hujan. Apabila cendawan tersebut menyerang bagian pangkal batang maka tanaman akan mati karena terganggunya proses translokasi hara dari akar menuju daun.

Serangan penyakit busuk pangkal batang tersebut menyebabkan adanya penurunan peubah yang diamati terutama jumlah daun (Tabel 5). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada saat 16-20 MST rata-rata jumlah daun berkurang sebanyak 12.2. Penurunan terbesar terjadi pada perlakuan pupuk kandang yaitu 22.6. pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi serangan penyakit tersebut adalah dengan penyemprotan Dithane. Penyemprotan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap serangan penyakit karena rata-rata tanaman sudah terserang pangkal batangnya sehingga tanaman banyak yang mati.

Hasil penelitian Ferdiansyah (2009) dan Arifiyanti (2009) menunjukkan bahwa tanaman yang terserang penyakit mengalami pengguguran daun, pengurangan tinggi dan sekaligus pengurangan jumlah ruas karena patah. Cabe jawa asal klon Lamongan termasuk tanaman yang memiliki ketahanan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan klon Lampung. Hal ini diduga karena kondisi iklim di Bogor memiliki kondisi iklim yang lebih lembab dengan Lamongan.

Saat tanaman berumur 20 MST pupuk NPK (16:16:16) yang digunakan diganti dengan NPK (15:15:15) karena kondisi tanaman yang terserang penyakit. Penggantian komposisi yang terkandung dalam pupuk NPK bertujuan untuk mengurangi kadar N sehingga tanaman tidak terlalu sukulen. Nuraini (2007) menyatakan bahwa kelebihan N dapat menyebabkan tanaman kurang tahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (suhu rendah, suhu tinggi, kekeringan, angin, hujan, dan penyakit).

(40)
(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

 

 

Kesimpulan

 

Pemupukan menggunakan larutan pupuk kandang sebanyak 500 g yang dilarutkan dalam 600 ml air menunjukkan pertumbuhan cabe jawa perdu yang terbaik dibandingkan dengan menggunakan pupuk NPK 10 g/bulan maupun yang 20 g/2 bulan.

Saran

 

(42)

PERCOBAAN 2

Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pengapuran Terhadap

Pertumbuhan Bibit Cabe Jawa Panjat (

Piper retrofractum

Vahl.)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat adalah 250 m di atas permukaan laut (dpl) dengan jenis tanah latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah stek sulur panjat tanaman cabai jawa klon Lamongan empat ruas, tanah, pupuk kandang sapi, pasir, arang sekam, polybag ukuran 30 cm x 30 cm, dolomit, pupuk urea, dan pupuk NPK (15:15:15). Alat yang digunakan yaitu alat-alat pertanian, alat tulis, dan tong.

Metode Percobaan

 

(43)

Percobaan ini terdapat enam kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdapat lima tanaman sehingga terdapat 90 tanaman cabe jawa panjat.

Model statistika yang digunakan adalah: Yijk = µ + Ui + αj + βk + (αβ) jk + εijk

Keterangan:

Yijk : pengaruh perlakuan komposisi media tanam dan pengapuran µ : rataan umum

Ui : pengaruh ulangan ke-i (i=1, 2, dan 3)

αj : pengaruh perlakuan komposisi media tanam (j=1, 2, dan 3) βk : pengaruh perlakuan pengapuran (k=1, 2)

(αβ)jk : interaksi antara perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j

εijk : galat penelitian pada ulangan ke-i, perlakuan ke-j, dan perlakuan ke-k. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang dicobakan maka dilakukan analisis ragam (uji F), jika hasil uji F menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan

Persiapan media tanam meliputi pengukusan media tanam, memasukkan ke polybag, dan pengapuran. Sebelum dikukus tanah dicampur dengan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1:1 (v/v). Setelah dicampur kemudian dikukus selama kurang lebih 5 jam, kemudian dicampur dengan pasir atau arang sekam dengan komposisi sesuai dengan perlakuan. Setelah media dicampur, kemudian dimasukkan ke dalam poybag dan untuk perlakuan dengan pengapuran dicampur dengan dolomit dengan dosis 10 g/tanaman, kemudian media dibiarkan selama dua minggu.

(44)

Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 9 MST. Pupuk yang digunakan adalah NPK (15:15:15) dengan dosis 20 g/tanaman. Pupuk diaplikasikan dengan cara ditabur secara melingkar di sekitar pangkal batang. Seharusnya pupuk diberikan pada saat bibit muncul 2-3 daun baru, namun karena pada awal pindah tanam tanaman sudah diberikan larutan starter maka pemupukan diberikan pada saat tanaman berumur 9 MST.

Pengamatan

 

Pengamatan dilakukan setiap dua minggu selama penelitian terhadap semua tanaman. Peubah yang diamati meliputi:

1. Tinggi tanaman yang diukur mulai buku pertama di atas permukaan tanah sampai buku tertinggi.

2. Jumlah daun, pengamatan dilakukan terhadap semua daun yang telah membuka.

3. Jumlah buku, pengamatan dilakukan terhadap semua buku yang terdapat pada sulur panjat dan cabang buah.

4. Jumlah cabang, yaitu semua cabang yang muncul pada sulur panjat.

5. Intensitas Serangan Penyakit meliputi kejadian penyakit dan keparahan penyakit.

Pengamatan terhadap intensitas serangan penyakit dilakukan pada saat tanaman menunjukkan adanya gejala terserang oleh penyakit. Skoring untuk menghitung keparahan penyakit disajikan pada Tabel 12.

Tabel 13. Skor keparahan penyakit

Skor Keterangan 0 Tidak terdapat serangan penyakit

1 Bagian tanaman yang terserang < 10 %

2 Bagian tanaman yang terserang 10 % - 25 % 3 Bagian tanaman yang terserang 25 % - 50 % 4 Bagian tanaman yang terserang 50 % - 75 % 5 Bagian tanaman yang terserang 75%

(45)

Rumus untuk menghitung keparahan penyakit (IP) adalah sebagai berikut: IP = [ ∑ . ⁄ ] x 100 %

Keterangan :

n = jumlah tanaman yang terserang penyakit dengan skor ke-i vi = skor penyakit

N = jumlah total tanaman yang diamati V = skor tertinggi

Rumus untuk menghitung kejadian penyakit adalah sebagai berikut: KP = [n / N] x 100 %

n = jumlah tanaman yang terserang penyakit, N = jumlah tanaman yang diamati

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum

Penanaman cabe jawa dilakukan di dalam rumah plastik dan diberi naungan dengan menggunakan paranet 55 %. Penyiraman dilakukan secara intensif setiap hari terhadap bibit yang baru dipindah tanam sampai bibit tersebut cukup beradaptasi. Barus (1993) menyatakan bahwa pemeliharaan setek lada perdu di persemaian dan pembibitan hendaknya dilakukan secara intensif. Penyiraman hendaknya dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban media tumbuhnya. Penyulaman dilakukan setiap ada tanaman yang mati. Pengamatan dilakukan setelah tanaman cukup beradaptasi dan mulai muncul tunas baru.

Curah hujan pada saat penanaman berkisar antara 39.9-272.4 mm/minggu. Kelembaban udara berkisar antara 88-90 %. Curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap tanaman karena tanaman tersebut ternaungi oleh plastik. Pada awal pindah tanam banyak bibit yang mati karena kondisi rumah plastik yang terlalu panas, oleh karena itu di atas polybag diberi paranet 55 % sebagai naungan.

(a) (b)

Gambar 2. (a) Pembibitan Awal Cabe Jawa (b) Pembibitan Utama

(47)

Kelembaban udara yang tinggi merupakan salah satu penyebab penyakit ini berkembang dengan cepat. Yudiarti (2007) menyatakan bahwa semua spora jamur akan berkecambah pada kelembaban relatif yang tinggi. Banyak ahli juga menyatakan bahwa mayoritas jamur membutuhkan kebasahan dan kelembaban tinggi.

Selain penyakit busuk pangkal batang hama yang ditemui dalam pembibitan cabe jawa adalah hama kutu putih. Kutu putih menyerang pucuk daun cabe jawa menyebabkan pucuk daun cabe jawa keriting (Gambar 4). Hal tersebut dapat mengganggu pembentukan tunas baru yang akan berdampak pada keabnormalan pertumbuhan tanaman

Gambar 3. Tanaman Cabe Jawa yang Terserang Cendawan Phytophtora palmivora

Gambar 4. Pucuk Daun Tanaman Cabe Jawa yang Terserang Kutu Putih  

Hasil Analisis Tanah

(48)

tertinggi dimiliki oleh perlakuan dengan menggunakan media tanam berupa campuran arang sekam, tanah, dan pupuk kandang yaitu 4.5 % untuk perlakuan tanpa kapur dan 4.58 % untuk perlakuan dengan pengapuran. Selain kandungan C organik, penggunaan arang sekam sebagai media tanam juga meningkatkan ketersediaan unsur N dan K2O (Tabel 15).

Tabel 14. pH Tanah dari Berbagai Komposisi Media Tanam

Komposisi media tanam pH

H2O KCl Tanah : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1) 5.5 4.9

Tanah : pupuk kandang : arang sekam(1:1:1) + dolomit 5.8 5.4 Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) 5.7 5.3 Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) + dolomit 5.9 5.4 Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:2) 4.8 4.2 Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:2) + dolomit 5.8 5.5

Tabel 15. Kandungan Bahan Organik dan Unsur Hara Makro Tersedia pada Berbagai Komposisi Media Tanam

Komposisi media tanam

C-organik

N P2O5 K2O

…….%... ….ppm…..

Tanah : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1) 4.54 0.50 431 1603

Tanah : pupuk kandang : arang sekam(1:1:1) + dolomit 4.85 0.45 472 1627

Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) 2.51 0.22 450 1023

Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) + dolomit 1.05 0.11 320 527

Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:2) 1.23 0.13 459 389

Tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:2) + dolomit 1.95 0.20 763 831

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

(49)
[image:49.612.98.478.101.575.2]

Tabel 16. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Beberapa Peubah

Peubah MST Media Tanam

(M)

Kapur (K)

M*K

Tinggi tanaman 0 tn tn tn

2 tn tn tn

4 tn tn tn

6 tn tn tn

8 tn tn tn

10 tn tn tn

12 tn tn tn

Jumlah Daun 0 tn tn tn

2 tn tn tn

4 tn tn tn

6 tn tn tn

8 tn tn tn

10 tn tn tn

12 tn tn tn

Jumlah Buku 0 tn tn tn

2 tn tn tn

4 tn tn tn

6 tn tn tn

8 tn tn tn

10 tn tn tn

12 tn tn tn

Jumlah Cabang 0 tn tn tn

2 tn tn tn

4 tn tn tn

6 tn tn tn

8 tn tn tn

10 tn tn tn

12 tn tn tn

Kejadian Penyakit 10 tn * tn

12 tn tn tn

Keparahan penyakit 10 tn * tn

12 tn tn tn

Keterangan:

tn : tidak berbeda nyata

(50)
[image:50.612.99.499.457.707.2]

Tabel 17. Koefisien Keragaman

Peubah Minggu Setelah Tanam

0 2 4 6 8 10 12

Tinggi tanaman 22.05 32.59 34.66 34.77 29.64 22.69 26.30 Jumlah daun 26.98 31.70 32.75 38.92 38.78 30.26 31.73 Jumlah buku 31.73 25.22 31.02 36.87 40.05 33.99 34.66 Jumlah cabang 9.16z) 14.56z) 19.46z) 26.44z) 20.99z) 35.14 31.63

Kejadian penyakit 41.38y) 61.05y)

Keparahan penyakit 36.56y) 48.02y)

Keterangan :

z) : hasil transformasi (x + 0.5) y) : hasil transformasi √(x + 1.5)

penghitungan kejadian dan keparahan penyakit dimulai pada 10 MST. Keterangan ini berlaku untuk Tabel 18, 19, 20, dan 21.

Peubah Vegetatif Tanaman

Beberapa peubah vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buku, dan jumlah cabang tidak menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% baik pada perlakuan media tanam (Tabel 18) dan perlakuan pengapuran (Tabel 19).

Tabel 18. Beberapa Peubah Vegetatif pada Tiga Komposisi Media Tanam Umur (MST) Uji F Perlakuan Komposisi Media Rata-Rata

M1 M2 M3 tinggi tanaman

………cm………...

tn 3.42 3.80 4.47 3.90

2 tn 5.89 5.53 6.69 6.04

4 tn 9.49 8.35 10.04 9.29

6 tn 16.52 14.86 16.25 15.88

8 tn 26.49 23.93 24.39 24.94

10 tn 37.14 33.39 33.68 34.74

12 tn 53.87 47.15 48.95 49.99

jumlah daun

0 tn 1.8 1.7 2.2 1.9

2 tn 3.0 3.3 3.4 3.2

4 tn 5.1 5.6 5.4 5.3

6 tn 8.7 8.9 8.7 8.7

8 tn 14.4 14.9 14.5 14.6

10 tn 23.7 23.9 23.1 23.6

(51)
[image:51.612.130.490.110.398.2]

Tabel 18. Beberapa Peubah Vegetatif pada Tiga Komposisi Media Tanam (Lanjutan)

Umur (MST)

Uji F Perlakuan Komposisi Media Rata-Rata M1 M2 M3

jumlah buku

0 tn 2.4 2.2 2.9 2.5

2 tn 3.8 3.8 4.4 3.9

4 tn 5.6 6.3 6.4 6.1

6 tn 9.4 9.8 10.1 9.8

8 tn 16.4 16.6 16.6 16.5

10 tn 27.4 26.8 26.5 26.9

12 tn 49.9 49.2 45.3 48.2

jumlah cabang

0z) tn 0 0 0.1 0.03

2 z) tn 0.3 0.3 0.2 0.2

4 z) tn 0.4 0.7 0.6 0.6

6 z) tn 1.1 1.1 1.3 1.1

8 z) tn 1.9 1.9 2.2 1.9

10 tn 3.8 3.2 3.3 3.4

12 tn 6.5 6.1 5.8 6.1

Keterangan*) :

tn : tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.

M1 : komposisi media tanah:pupuk kandang:arang sekam (1:1:1) M2 : komposisi media tanah:pupuk kandang:pasir (1:1:1) M3 : komposisi media tanah:pupuk kandang:pasir (1:1:2)

(52)
[image:52.612.109.497.99.587.2]

Tabel 19. Beberapa Peubah Vegetatif pada Perlakuan Pengapuran

Umur (MST) Uji F Perlakuan Rata-Rata

K0 K1 tinggi tanaman

………cm………

0 tn 4.25 3.54 3.90

2 tn 6.59 5.47 6.03

4 tn 9.66 8.93 9.30

6 tn 16.21 15.54 15.88

8 tn 25.38 24.49 24.94

10 tn 36.36 33.11 34.74

12 tn 52.17 47.81 49.99

jumlah daun

0 tn 2.1 1.8 1.9

2 tn 3.4 3.2 3.2

4 tn 5.7 4.9 5.3

6 tn 9.1 8.4 8.7

8 tn 15.5 13.8 14.6

10 tn 25.3 21.9 23.6

12 tn 45.7 40.2 42.9

jumlah buku

0 tn 2.6 2.3 2.5

2 tn 4.4 3.6 3.9

4 tn 6.5 5.7 6.1

6 tn 10.3 9.3 9.8

8 tn 17.6 15.4 16.5

10 tn 29.6 24.2 26.9

12 tn 51.7 44.6 48.2

jumlah cabang

0 z) tn 0.07 0.00 0.04

2 z) tn 0.28 0.19 0.24

4 z) tn 0.67 0.49 0.58

6 z) tn 1.22 1.06 1.14

8 z) tn 1.94 1.99 1.97

10 tn 3.68 3.15 3.42

12 tn 6.54 5.68 6.11

Keterangan :

tn : tidak berbeda nyata pada taraf 5 %.

*) keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 21

Kejadian dan Keparahan Penyakit

(53)

menunjukkan kejadian penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian kapur (Tabel 21).

Keparahan penyakit menunjukkan tidak berbeda nyata pada perlakuan komposisi media tanam (Tabel 20). Pada perlakuan pengapuran kejadian penyakit berbeda nyata pada saat tanaman berumur 10 MST. Perlakuan tanpa kapur menunjukkan keparahan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian kapur (Tabel 21).

Tabel 20. Serangan Penyakit pada Tiga Komposisi Media Tanam Umur (MST) Uji F Perlakuan Media Tanam Rata-Rata

M1 M2 M3

………..%... kejadian penyakit

10 y) tn 16.7 17.5 21.7 18.6

12 y) tn 15.0 22.5 10.0 15.8

keparahan penyakit

10 y) tn 13.3 11.3 10.3 11.7

12 y) tn 12.7 14.0 10.0 12.2

Keterangan :

tn : tidak berbeda nyata

*) : berbeda nyata pada taraf 5 %.

Tabel 21. Serangan Penyakit pada Perlakuan Pengapuran

Umur (MST) Uji F Dosis Dolomit (g/tanaman) Rata-Rata 0 10 ……….%...

kejadian penyakit

10 y) * 25.0a 12.2b 18.6

12 y) tn 22.8 8.9 15.8

keparahan penyakit

10 y) * 15.6a 7.6b 11.6

12 y) tn 15.6 8.9 12.2

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%

tn : tidak berbeda nyata

(54)

Pembahasan

Komposisi media tanam yang tepat tidak hanya berpengaruh terhadap kelembaban media tetapi juga terhadap pertumbuhan tanaman. Media tanam akan mempengaruhi pertumbuhan akar sehingga akan berpengaruh terhadap penyerapan hara. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komposisi media tanam yang dicobakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman.  

Data yang diperoleh tidak menunjukkan berbeda nyata dimungkinkan karena umur tanaman masih terlalu muda sehingga komposisi media tanam tersebut belum berpengaruh terhadap perkembangan akarnya. Walaupun jumlah hara tersedia dalam media berbeda-beda menurut komposisi media tanamnya, kemungkinan jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman masih sedikit sehingga ketersediaan hara juga belum memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa. Nuraini (2007) menyatakan bahwa semakin bertambah umur tanaman, semakin besar pula jumlah yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Percobaan pengapuran bertujuan untuk mengetahui respon tanaman terhadap pH tanah tempat tumbuh tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengapuran juga tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa, namun pengapuran berpengaruh terhadap kejadian penyakit dan keparahan penyakit pada 10 MST. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengapuran meningkatkan ketersediaan unsur K yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Hall, 2008).

Hama yang ditemui di pembibitan cabe jawa antara lain kutu putih yang menyerang pucuk daun cabe jawa. Pucuk daun cabe jawa yang diserang oleh hama tersebut menjadi keriting dan pertumbuhan daun menjadi abnormal. Winarto (2003) menyatakan bahwa hama utama yang menyerang tanaman cabe jawa adalah kutu daun. Hama ini menyerang daun muda dengan gejala daun mengerut dan menggulung. Akibatnya, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat

.

Selain hama kutu putih terdapat juga beberapa penyakit yang menyerang cabe jawa yaitu penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan

(55)

karena kelembaban yang tinggi. Tanaman cabe jawa yang terserang penyakit ini akan menjadi layu, daunnya menguning dan lemas, berwarna hitam mulai dari ujung, kemudian gugur mulai dari bawah dan menjalar ke atas (Rukmana, 2003).

Komposisi media tanam berpengaruh terhadap kandungan C-organik, N tersedia dalam tanah, serta K2O tersedia. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan arang sekam menyebabkan kandungan C-organik, N tersedia, serta K2O dalam tanah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan menggunakan pasir. Arang sekam dapat meningkatkan kandungan C oganik dalam media karena media memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan menggunakan pasir. Disamping unsur K2O kandungan N tersedia pada media tanam dengan menggunakan arang sekam juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pasir. Hal ini diduga arang sekam menyumbang unsur hara tertentu ke dalam media tanam sehingga unsur-unsur hara tertentu meningkat ketersediaannya.

Unsur P2O5 tersedia yang terdapat pada media yang tidak dikapur relatif lebih rendah dibandingkan dengan media yang dikapur kecuali pada media dengan komposisi tanah : pupuk kandang : pasir (1:1:1) (v/v) jumlah P2O5 tersedia lebih rendah yang menggunkan kapur (Tabel 14). Hal ini diduga karena P yang terdapat dalam tanah diikat oleh Ca yang terkandung dalam dolomit. Hall (2008) menyatakan bahwa P bereaksi dengan Ca membentuk senyawa yang menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pH media yang ditambahkan dengan dolomit lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dikapur. Hal ini membuktikan bahwa pengapuran berfungsi untuk menaikkan pH tanah terutama untuk tanah-tanah masam seperti latosol. Penambahan kapur diharapkan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman sehingga tanaman lebih mudah menyerap hara karena unsur-unsur hara dalam bentuk terlarut.

(56)

pertumbuhannya sehingga pada fase bibit perlakuan pengapuran untuk meningkatkan ketersediaan hara tidak berpengaruh untuk pertumbuhannya.

Kejadian penyakit dan keparahan penyakit tanaman cabe jawa dipengaruhi oleh kelembaban media dan lingkungan. Curah hujan di daerah Bogor cukup tinggi dan dapat mencapai 272.4 mm/minggu. Kelembaban udara juga relatif tinggi yaitu berkisar 80-90 %. Oleh karena itu kelembaban media harus dijaga karena kelembaban yang tinggi akan memacu perkembangan cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang. Kondisi pertanaman cabe jawa yang dilindungi oleh plastik menyebabkan tanaman terlindung dari curah hujan secara langsung. Hal ini menyebabkan kondisi media tanam tidak terlalu lembab. Kondisi terlindung seperti ini menyebabkan komposisi media tanam tidak terlalu berpengaruh terhadap kelembaban media tanam serta perkembangan penyakit.

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

 

 

Kesimpulan

 

Perlakuan komposisi media tanam dan penambahan kapur dolomit tidak berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif bibit cabe jawa panjat. Pengaruh nyata ditunjukkan pada kejadian dan keparahan penyakit busuk pangkal batang. Perlakuan dengan penambahan kapur menurunkan kejadian dan keparahan penyakit dibandingkan dengan tanpa kapur.

 

Saran

 

Penggunaan arang sekam sebagai media tanam pada pembibitan cabe jawa memiliki kandungan unsur hara yang relatif tinggi dibandingkan dengan menggunakan pasir sehingga dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai campuran media tanam.

 

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S., G.B. Soedarsono, dan Y. Sastro. 2003. Teknologi Pengomposan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta. 20 hal.

Arifiyanti, I.A. 2009. Studi Pertumbuhan Cabe Jawa Panjat (Piper retrofractum Vahl.) di Pembibitan dari Tiga Sentra Produksi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.

Balittro. 2004. Standar Prosedur Operasional Budidaya Cabe Jawa, Mengkudu, Jambu Biji, Jati Belanda & Salam. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 41 hal. Barus, J. 1993. Pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap pertumbuhan bibit

lada perdu. Bul. Littro VIII (2): 61-64.

Djauharia, E. dan R. Rosman. 2008. Status teknologi tanaman cabe jamu (Piper

retrofractum Vahl.). Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan

Obat XX (2): 75-89.

Ferdiansyah, I. 2009. Pertumbuhan Tiga Klon Cabe Jawa perdu (Piper

retrofractum Vahl.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 51 hal.

Fetiandreny, M. 2007. Pengaruh Campuran Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Karuk (Piper sarmentosum Roxb. Ex Hunter). Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 76 hal.

Foth, H.D. 1978. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science. Penerjemah: E.D. Purbayanti, D.R. Lukiwati, dan R. Trimulatsih. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 760 hal.

Gardiner, D.T. and R.W. Miller. 2004. Soils in Our Environment. Pearson. USA. 641 p.

Hall, R. 2008. Soil Essentials. Australia. Landlinks Press. 182 p.

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta. Raja Grafindo. 358 hal. Harnani. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan

(59)

Hartmann, H.T. and D.E. Kester. 1978. Plant Propagation, Principles and Practices. Third Edition. India. Prentice Hall. 662 p.

Januwati, M. dan J.T. Yuhono. 2003. Budidaya Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 16 hal. Lingga dan P. Marsono.

Gambar

Gambar 1. (a) Daun Cabe Jawa yang Terserang Penyakit BPB (b) Batang Cabe Jawa yang Terserang BPB
Tabel 5. Jumlah Daun Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan
Tabel 7. Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan
Tabel 8. Pertambahan Jumlah Buku Tanaman pada Tiga Metode Pemupukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diperolehdari :http://blog.uin- malang.ac.id/uchielblog/2011/04/07/teori-belajar-dan-pembelajaran-konsep- belajar-dan-pembelajaran/.(TanggalAkses 19 Juli

• Dosen Pembimbing, Johan Muliadi Kerta, S.Kom, MM, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulisan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Bagaimana ekspresi yang diberikan anak ibu/bapak ketika diberi saran atau pendapat?. Anaknya nerima aja sih soalnya kan dia yang minta saran sama orangtuanya

Simpulan dari penelitian menunjukkan bahwa analisis kualitas hasil praktek kebaya yang dibuat oleh peserta didik program keahlian Tata Busana SMK Negeri 2

Menguji QoS ( CODEC, Throughput, Packet Loss, dan Delay ) dari sistem RoIP dengan komunikasi data pada jaringan internet. Pengujian QoS dilakukan untuk mengetahui codec

1) Ruang lingkup penelitian ini hanya dilakukan pada karyawan yang terlibat dalam penggunaan sistem informsi akuntansi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Sehingga untuk

“ Penggunaan Media Humas Untuk Meningkatkan Jumlah Pemakaian Layanan Pos Payment Pada PT Pos Indonesia Palembang... 1.2 Perumusan

Dan untuk mengetahui penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa perhitungan earning per share (EPS) yang dihasilkan relatif stabil yaitu sebesar 2.5/lbr saham dan Analisis