• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kelayakan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit melalui koperasi dan mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi kelayakan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit melalui koperasi dan mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELAYAKAN USAHA PEREMAJAAN PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT MELALUI KOPERASI DAN MANDIRI

(KASUS DI DESA HARAPAN MAKMUR DAN

DESA SEKOCI, KABUPATEN LANGKAT)

SKRIPSI

(2)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3

RINGKASAN

MIZANI ADLINA PUTERI. Studi Kelayakan Usaha Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Koperasi dan Mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan

Desa Sekoci, Kabupaten Langkat). Di bawah bimbingan RATNA WINANDI

ASMARANTAKA.

Kelapa sawit merupakan komoditi dengan jumlah produksi sekaligus pertumbuhan produksi terbesar di antara komoditi unggulan perkebunan di Indonesia (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008). Perkembangan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat seiring dengan luas areal kelapa sawit yang juga semakin bertambah hingga tahun 2009. Secara keseluruhan produktivitas kelapa sawit Indonesia tahun 2003 - 2009 naik sebesar 3,00 persen per tahun, dimana produktivitas tertinggi dicapai oleh perkebunan swasta sebesar 3,59 ton/ha dan posisi kedua di capai oleh perkebunan negara dengan rata-rata produktivitas sebesar 3,48 ton/ha. Produktivitas perkebunan rakyat merupakan yang paling rendah dengan rata-rata sebesar 2,97 ton/ha. Pada tahun 2005, 35 persen dari total area kelapa sawit Indonesia sebesar sekitar 5,5 juta ha merupakan perkebunan rakyat yang memiliki produksi paling rendah.

Sumatera Utara merupakan daerah dengan luas areal kelapa sawit nomor dua terbesar sekaligus perkebunan kelapa sawit pertama dan tertua di Indonesia. Namun, Sumatera Utara termasuk provinsi yang mengalami penurunan produktivitas di Indonesia. Hal tersebut disebabkan luas perkebunan kelapa sawit rakyat yang luas yakni mencapai 39 persen. Langkat merupakan kabupaten dengan luas lahan perkebunan sawit rakyat terluas nomor dua di Sumatera Utara. (BPS, 2009). Pada Kabupaten ini terdapat perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola inti anggota koperasi.

Penelitian ini menganalisis kelayakan kedua jenis usaha tersebut baik melalui aspek finansial maupun nonfinansial. Secara non finansial aspek kelayakan usaha, baik yang dilakukan secara mandiri maupun dilakukan melalui koperasi, layak secara aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, serta sosial, ekonomi, dan budaya namun tidak layak secara lingkungan. Aspek finansial diukur dengan NPV, IRR, Net B/C, dan paybackperiod. Pada usaha perkebunan anggota koperasi nilai NPV usaha ini adalah sebesar Rp 213.286.172,11, IRR sebesar 26 %, Net B/C sebesar 2,98, dan

payback period terjadi setelah 7 tahun 2 bulan. Pada usaha pekrkebunan mandiri nilai NPV sebesar Rp 197.253.503,19, IRR sebesar 23 %, Net B/C sebesar 2,36, dan

payback period terjadi setelah 7 tahun 4 bulan. Pada aspek finansial dilakukan pula analisis switching value pada kenaikan harga pupuk sebesar 5,3 % dan penurunan harga jual TBS sebesar 27 %.

(4)

4

(5)

5

STUDI KELAYAKAN USAHA PEREMAJAAN PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT MELALUI KOPERASI DAN MANDIRI

(KASUS DI DESA HARAPAN MAKMUR DAN

DESA SEKOCI, KABUPATEN LANGKAT)

MIZANI ADLINA PUTERI H34080012

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(6)

6

Judul Skripsi : Studi Kelayakan Usaha Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit

Melalui Koperasi dan Mandiri (Kasus di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat)

Nama : Mizani Adlina Puteri

NIM : H34096032

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir.Ratna Winandi Asmarantaka, MS

NIP. 19530718 197803 2 001

Menyetujui:

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP 19580908 198403 1 002

(7)

7

PERNYATAAN

Dengan ini saya mengatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha

Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Pola Inti Anggota koperasi dan Mandiri di Desa Harapan Makmur dan Desa Sekoci, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara” adalah hasil karya penulis sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

Bogor, Februari 2013

(8)

8

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Faisal Putra dan Hirawati. Penulis dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 29 Oktober 1990, Sumatera Utara. Penulis bersekolah di TK Permata Hati kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan dasar di SD Pinus, Lhokseumawe, Aceh Utara. Penulis lalu

melanjutkan pendidikannya di SMP Kartika 1-2, kemidian di SMA Kartika 1-2, Medan, Sumatera Utara.

(9)

9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya

sehingga skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Peremajaan Perkebunan Kelapa

Sawit Melalui Pola Inti Anggota koperasi dan Mandiri di Desa Harapan Makmur dan

Desa Sekoci, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara” dapat diselesaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui dua jenis pola pengusahaan yakni secara mandiri dan melalui koperasi. Analisis dilakukan melalui aspek finansial dan nonfinansial yang terdiri atas aspek teknis, aspek pasar, aspek sosial dan budaya, aspek manajemen dan hukum, serta aspek lingkungan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk membantu memecahkan masalah maupun sebagai referensi bagi usaha sejenis maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan bantuan yang telah diberikan semua pihak dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

(10)

10

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbil A’lamin, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT beserta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga hendak mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Dr.Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan begitu banyak masukan, bimbingan, saran, serta semangat selama proses penulisan dari awal hingga akhir.

2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ir.Etriya, M.Sc selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala masukan, arahan, dan kesediannya dalam ujian sidang penulis.

3. Kepada PT Anugerah Langkat Makmur yang telah memberi izin dan bantuan

kepada penulis.

4. Kepada Bapak Hemat Elifran Simamora beserta seluruh staf dan anggota KUD Berkat Anugerah Jaya atas informasi, kerjasama, dan dukungannya. 5. Seluruh dosen Departemen Agribisnis atas segala ilmu yang telah membuat

penulis menjadi orang yang lebih baik.

6. Kedua orang tua tercinta Bapak Faisal Putra dan Ibu Hirawati atas kasih sayang, kesabran, masukan, dan dukungan baik berupa moril dan materil sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada seluruh masyarakat Desa Sekoci atas informasi, kerjasama, dan dukungannya.

8. Adik-adik saya yang saya banggakan Muhammad Hilman dan Ikhwan Hanif

yang telah menghibur dan menyemangati penulis selama proses penulisan.

9. Sahabat-sahabat penulis Jieckry Da Friansyah, SE, Asmayanti, dan Fawzia De

Frida.

(11)

11

11.Teman-teman KAREMATA (Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta

Alam) angkatan 7 Mia Dwi Fitri, Ismi Fatmawati, Hernika K, Ken Ardhana, Nurani Astadipura, Guruh S, M. Fadhi Firsya, Attar Asmawan, Dea Rizky, Firman Raditya, Ryan Satria N, M. Maududi, Suryo Aji, Chrisgerson, dan Adhitya Dharma P Dewa.

12.Seluruh sahabat Agribisnis 45 yang penulis banggakan.

Bogor, Maret 2013

(12)

12

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

5.1. Gambaran Singkat Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi ... 27

5.2. Gambaran Singkat Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit Mandiri... 27

(13)

13

6.2.2.3. Kriteria Investasi ... 51

6.2.2.4. Analisis Sensitivitas ... 51

6.3. Aspek Kelayakan Non Finansial Petani Mandiri ... 53

6.3.1. Aspek Pasar ... 53

6.3.2. Aspek Teknis ... 54

6.3.3. Aspek Manajemen dan Hukum ... 57

6.3.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 57

6.3.5. Aspek Lingkungan ... 58

6.4. Analisis Kelayakan Aspek Finansial Petani Mandiri ... 58

6.4.1. Arus Manfaat (Inflow) ... 59

6.4.2. Arus Biaya (Outflow) ... 59

6.4.2.1. Biaya Investasi dan Biaya Reinvestasi ... 59

6.4.2.2. Biaya Operasional ... 62

6.4.3. Kriteria Investasi ... 65

6.4.4. Analisis Sensitivitas ... 66

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

7.1. Kesimpulan ... 71

7.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(14)

14

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Komoditi Perkebunan... 2

2. Produksi dan Luas Areal Kelapa Sawit Berdasarkan Provinsi di

Indonesia... 3

3. Kecenderungan Produktivitas Berdasarkan Provinsi... 4

4. Produktivitas Berdasarkan Status Penguasaan Lahan... 5

5. Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kabupaten dan

Pengusahaan di Sumatera Utara Tahun 2008 (Ha)... 6

6. Karakteristik Responden Petani Anggota Koperasi Berdasarkan

Usia Tahun 2012... 29

7. Karakteristik Petani Anggota koperasi Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan 2012... 29

8. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan

Usia... 30

9. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan... 31

10. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Luas

Lahan... 31

11. Karakteristik Petani Mandiri Menurut Status Usahatani... 32

12. Rincian Rata-rata Biaya Investasi Petani Koperasi... 44

13. Biaya Reinvestasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani

Anggota koperasi... 45

14. Biaya Variabel Rata-rata Usaha Perkebunan Kelapa Sawit

Anggota koperasi...

48

15. Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota

Koperasi Selama Umur Usaha (2 Ha)...

48

16. Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani

Anggota koperasi... 50

17. Kriteria Kelayakan Investasi pada Kenaikan Harga Pupuk

Sebesar 5,3 %... 50

18. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan harga jual TBS

sebesar 27%... 52

19. Biaya Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa

Sekoci... 59

(15)

15

Sekoci... 61

21. Biaya Variabel Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa

Sekoci... 63

22. Biaya Tetap Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Desa

Sekoci... 64

23. Kriteria Kelayakan Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit

Desa Sekoci... 66

24. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Kenaikan Harga Pupuk

Sebesar 5,3%... 67

25. Kriteria Kelayakan Investasi Pada Penurunan Harga Jual TBS

Sebesar 27%... 67

26. Kriteria Investasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Anggota

koperasi dan Mandiri (2 Ha)... 67

27. Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota

koperasidan Mandiri Kenaikan Harga Pupuk Sebesar 5,3 % (2

Ha)... 68

28. Kriteria Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Anggota

Koperasi dan Mandiri Pada Penurunan harga jual TBS sebesar

(16)

16

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Operasional... 22

2. Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Anggota

koperasi...

34

3. Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani

Mandiri...

(17)

17

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rincian Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Perkebunan

Anggota Koperasi...

74

2. Rincian Biaya pembelian Pupuk Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Anggota Koperasi...

74

3. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Pada Masa Tanaman

Menghasilkan (TM) Petani Anggota Koperasi...

74

4. Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Petani Mandiri... 74

5. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Petani Mandiri...

75

6. Rincian Biaya Pembelian Pupuk Kebun Kelapa Sawit

Tanaman Menghasilkan (TM) Petani Mandiri...

75

7. Tabel Harga Eceran Pupuk Tertinggi... 75

8. Harga Jual TBS Tahun 2012... 76

9. Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani

Koperasi...

77

10. Tabel Cashflow Usaha Perkebunan Kelapa Sawit

Mandiri...

(18)

18

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang merupakan negara agraris. Pertanian berkontribusi nyata pada penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan,penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, sumber devisa negara, pembentukan kapital, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Padatahun 2011, sektor pertanian telah menyerap 39.330.000 tenaga kerja atau setara dengan 33,51 persen dari total angkatan kerja nasional sehingga menjadi sector andalan dalam penyerapan tenagakerja.

Salah satu subsektor pertanian yang sangat berperan dalam pembentukan perekonomian nasional adalah perkebunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

(BPS) yang telah diolah pada Rancangan Rencana Strategis Pertanian Tahun 2010-2014, sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 subsektor perkebunan merupakan satu-satunya subsektor yang mengalami surplus dengan menyumbang sebesar US$ 17,63 milyar sedangkan subsektor lainnya yakni tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan mengalami defisit. Kontribusi subsektor perkebunan juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 subsektor perkebunan hanya mencapai 17,9 persen namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 49,59 persen dari total PDB pertanian diluar perikanan dan peternakan.

(19)

19

Sebagian besar hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia diolah menjadi minyak sawit dan diekspor ke berbagai negara sehingga menghasilkan devisa bagi negara. Sejak tahun 2005, Indonesia merupakan Negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi sebesar 36 juta ton minyak sawit atau memenuhi 43,3% kebutuhan minyak kelapa sawit dunia.

Tabel 1. Produksi Komoditi Perkebunan

Komoditi Produksi (Ribu Ton) Rata-rata pertumbuhan

pertahun

2007 2008 2009 2010 2011*)

Kelapa sawit 17.665 19.200 19.324 21.958 22.508 6,37%

Karet 2.755 2.751 2.440 2.734 3.088 5,93%

Kelapa 3.193 3.240 3.257 3.166 3.203 0,25%

Kakao 740 803 809 837 712 -1,3%

Kopi 677 698 682 686 633 -1,58%

Tebu 2.624 2.801 2.517 2.214 2.228 -3,7%

Sumber: Pusat Data Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan, Deptan (2012) Keterangan: *angka sementara

Menurut Abdurachman diacu dalam Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan (2010), perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi sangat berkembang pesat dikarenakan : 1) kebutuhan minyak nabati dunia cukup besar dan akan terus meningkat, sebagai akibat jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, 2) diantara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi, dan 3)

(20)

20

sebagai penyumbang devisa, sekaligus dapat mencapai berbagai manfaat yang terkait langsung dengan pembangunan ekonomi nasional seperti pembangunan wilayah, penumbuhan wilayah bukaan baru, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan petani.

Perkembangan kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Hingga tahun 2009, produksi kelapa sawit di Indonesia terus meningkat seiring dengan luas areal kelapa sawit yang juga semakin bertambah. Secara keselurahan pada tahun 2007, luas areal kelapa sawit di Indonesia adalah sekitar sebesar 6 juta hektar namun pada tahun 2009 mencapai 8 juta hektar atau mengalami peningkatan sebesar 25 persen dalam kurun waktu 4 tahun. Dari tabel pula dapat dilihat sebagian besar areal kelapa sawit berada di pulau sumatera dengan sentra terluas berada di Provinsi Riau di ikuti Sumatera Utara.

Tabel 2. Produksi dan Luas Areal Kelapa Sawit Berdasarkan Provinsi di Indonesia

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 20111, diolah

Keterangan : *angka sementara

1http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/EIS-bun2010/K.Sawit-Produksi.htm dan

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/EIS-bun2010/K.Sawit-LuasAreal.html [diakses tanggal 16 maret 2011]

Provinsi 2008 2009 2010)*

Sumut 2.738.279 1.017.574 3.158.144 1.044.854 3.230.488 1.057.769

Riau 5.764.203 1.673.553 5.932.310 1.925.344 6.064.391 1.949.061

Jambi 1.203.430 484.137 1.265.788 489.384 1.293.173 494.078

Sumsel 1.753.212 690.729 2.036.553 775.339 2.082.196 789.065

Kalbar 845.409 499.548 862.515 602.124 881.768 621.986

(21)

21

Meningkatnya luas areal dan produksi kelapa sawit tidak hanya menunjukkan peran yang penting secara nasional sebagai penyumbang devisa, tetapi juga telah meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sebagai sumber pendapatan masyarakat kebun dan keluarganya, tumbuhnya unit-unit ekonomi baru (KUD, pasar, industri) juga telah mampu mengembangkan wilayah yang tadinya tidak terdayagunakan menjadi unit-unit satuan pemukiman baru dan penambahan pemerintahan Desa.(World Growth, 2011).

Namun, pengembangan kelapa sawit masih mengalami beberapa kendala salah satunya adalah rendahnya produktivitas tanaman karena umur tanaman yang sudah tua, tanaman rusak, maupun tanaman dengan bahan yaitu bibit, pupuk, obat-obatan yang tidak sesuai standar. Jika dibandingkan dengan Malaysia, tingkat produksi 8 ha perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebanding dengan tingkat produksi Malaysia untuk luasan 5 ha.(Sawitwatch, 2011). Artinya, rasio produktivitas

perkebunan kelapa sawit malaysia 8:5 jika dibandingkan dengan produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Tabel 3. Kecenderungan Produktivitas Berdasarkan Provinsi (2005-2006)

No Provinsi Tren No Provinsi Tren

1 Sumatera Utara -0,53 8 Jawa Barat -5,81

2 Sumatera Barat -1,09 9 Kalimantan Tengah -0,59

3 Kepulauan Riau -0,95 10 Sulawesi Tengah -0,89

4 Sumatera Selatan -1,50 11 Sulawesi Selatan -5,58

5 Bangka Belitung -0,11 12 Sulawesi Barat -0,53

6 Bengkulu -1,48 13 Sulawesi Tenggara -11,23

7 Banten -5,50 15 Irian Jaya Barat -0,79

Sumber : Direktoral Jendral Perkebunan 20112

(22)

22

Selain berdasarkan provinsi dapat pula dilihat produktivitas kelapa sawit berdasarkan penguasaan lahannya. Secara keseluruhan, produktivitas kelapa sawit Indonesia tahun 2003 - 2009 naik sebesar 3 persen per tahun, dimana produktivitas tertinggi dicapai oleh perkebunan swasta sebesar 3,59 ton/ha, posisi kedua di capai oleh perkebunan negara dengan rata-rata produktivitas sebesar 3,48 ton/ha, dan yang paling rendah adalah produktivitas perkebunan rakyat yang hanya rata-rata sebesar 2,97 ton/ha. Pada tahun 2005, 35 persen dari total area kelapa sawit Indonesia sebesar sekitar 5,5 juta ha merupakan perkebunan rakyat yang ternyata memiliki produksi paling rendah. Usaha tani kelapa sawit juga telah mampu menyerap sekitar 2,7 juta kepala keluarga petani. Oleh karena itu, untuk mengembangkan keberlanjutan perkebunan kelapa sawit dibutuhkan usaha untuk meningkatkan produktivitas terutama perkebunan kelapa sawit rakyat yang kondisi produktivitasnya berada di bawah perkebunan negara dan swasta.

Tabel 4. Produktivitas Berdasarkan Status Penguasaan Lahan

Tahun Produktivitas (Ton/Ha)

Perkebunan

Rakyat

Perkebunan

Negara

Perkebunan

Swasta

Indonesia

2005 2.69 3.13 3.05 2.93

2006 3.13 3.62 3.74 3.50

2007 3.21 3.37 3.86 3.63

2008 3.33 3.82 3.42 3.42

2009*) 3.16 3.81 3.72 3.56

Rata-Rata 2.97 3.48 3.59 3.27

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan,2010

(23)

23

perkebunan swasta dan negara. Pada tahun 2000, pangsa perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara masih sekitar 19 persen, lalu meningkat pesat menjadi 39 persen di tahun 2009. Sedangkan pangsa perkebunan kelapa sawit negara dan swasta terus menurun. Pangsa perusahaan besar menurun dari 39 persen di tahun 2000 menjadi 33 persen di tahun 2009, sedangkan pangsa perkebunan kelapa sawit negara juga menurun dari 41 persen di tahun 2000 menjadi hanya 28 persen di tahun 2009. Perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat yang telah berkembang sejak tahun 1880-an kini produktivitasnya semakin menurun.

Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara berkembang di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan dengan luas lahan terbesar berupa perkebunan rakyat. Pelaksanaan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) perkebunan kelapa Sawit (PIR-Bun Sawit) dilaksanakan di Kabupaten Langkat (PIR Lokasi, PIR Transmigrasi, PIR berbantuan), Kabupaten Simalungun (PIR lokasi), Kabupaten

Asahan (PIR lokasi), Kabupaten Labuhan Batu (PIR lokasi, PIR transmigrasi), dan Kabupaten Tapanuli Selatan (PIR transmigrasi). Luas areal tersebut menyebar di berbagai kabupaten sebagai berikut :

Tabel 5. Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kabupaten dan Pengusahaan di Sumatera Utara Tahun 2008 (Ha)

Labuhan Batu 32.927 171.406 83.249 287.582

Labuhan Batu

Simalungun 26.529 9.769 691.003 105.401

(24)

24

Kabupaten Langkat merupakan kabupaten dimana baik perkebunan rakyat, swasta, maupun negara berkembang . Kabupaten Langkat merupakan kabupaten dengan luas lahan perkebunan sawit rakyat terluas nomor tiga di Sumatera Utara. Pada Kabupaten ini terdapat perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola inti anggota koperasi.

1.2. Perumusan Masalah

Produktivitas kebun kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara dalam beberapa tahun terakhir menurun. Menurut Asmar Arsyad (2009), rata-rata tanaman kelapa sawit milik rakyat di Sumatera Utara usianya mencapai 28 tahun, oleh karena itu diperlukan peremajaan perkebunan kelapa sawit.

Salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara adalah Kabupaten Langkat. Di Kabupaten Langkat, perkebunan kelapa sawit didominasi oleh perkebunan rakyat yakni sebesar 33,5 persen (BPS,2009) dari total perkebunan

kelapa sawit di kabupaten tersebut. Kondisi sebagian besar perkebunan kelapa sawit rakyat yang sudah tua mengakibatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya rendah padahal usaha tersebut merupakan mata pencaharian bagi banyak masyarakat.Oleh karena itu, usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan.

(25)

25

dibandingkan kelayakan usaha peremajaan perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan secara mandiri dan pola koperasi, sehingga peneliti akan dapat mengetahui perkebunan mana yang memiliki kelayakan yang lebih baik, serta perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing pola pengusahaan perkebunan kelapa sawit baik berupa kelebihannya maupun kekurangannya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan : 1. Bagaimana kelayakan usaha aspek non finansial dan finansial usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan melalui kerjasama pola koperasi dan mandiri ?

2. Pola pengusahaan perkebunan kelapa sawit manakah yang lebih baik

kelayakannya ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian :

1. Menganalisis aspek-aspek kelayakan finansial dan non finansial

perencanaan peremajaan perkebunan kelapa sawit petani melalui pola koperasi pada KUD Berkat Anugerah Jaya di Desa Harapan Makmur dan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara mandiri di Desa Sekoci seperti aspek pasar, aspek eknis, aspek manajemen, dan sosial.

2. Membandingkan hasil kelayakan finansial antara kelayakan usaha

perkebunan kelapa sawit yang dilakukan melalui pola koperasi dengan yang dilakukan secara mandiri.

1.4. Manfaat

Adapun tujuan penelitian ini antara lain :

1. Petani : Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam

menjalankan peremajaan usahatani perkebunan kelapa sawitnya.

2. Koperasi : Sebagai bahan masukan maupun pertimbangan bagi

(26)

26

3. Penulis : Membantu penulis dalam melatih kemampuan analisis

terhadap fakta dilapangan berdasarkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan dan pengetahuan umum lainnya.

4. Pihak lain : sebagai bahan rujukan untuk mengetahui bagaimana

(27)

27

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit 2.1.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil dan dikembangbiakkan melaui cara generatif dengan biji yang dikecambahkan (konvensional) atau dengan cara vegetatif dimana tanaman (bagian daun atau akar yang masih sangat muda) ditumbuhkan dengan alas makanan (media) buatan atau lebih dikenal dengan istilah kultur jaringan.

Pertumbuhan kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari luar maupun dari dalam tanaman. Fakor yang berasal dari dalam tanaman adalah jenis dan varietas, sedangkan faktor yang berasal dari luar tanaman adalah lingkungan yakni : iklim, tanah, dan teknik budidaya yang digunakan.

Menurut Hartley diacu dalam Mangoensoekarjo dan Semangun (2008), syarat iklim untuk pertumbuhan optimal kelapa sawit adalah :

1. Curah hujan sekitar 2.000 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun.

2. Rata-rata suhu maksimum antara 29˚-32˚C an rata-rata suhu minimum antara

22˚-24˚C.

3. Penyinaran yang konstan dengan masa penyinaran (fotoperioditas)

sekurang-kurangnya 5 jam/hari untuk seluruh bulan dalam setahun, dan beberapa bulan diantaranya fotoperioditas sampai 7 jam/hari.

(28)

28

2.1.2. Sejarah Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit mulai ditanam di Indonesia pada tahun 1848 di Kebun Raya Bogor. Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit modern pertama diusahakan di Pulau Raja (Sumatera Utara) dan Sungai Liput (Aceh) tahun 1911. Hasil perkebunan kelapa sawit kemudian diolah pada pabrik kelapa sawit (PKS) pertama yang didirikan Di Tanah Itam Ulu (Sumatera Utara) pada tahun 1922. Pada tahun yang sama perkebunan kelapa sawit pola PIR pertama diperkenalkan di Tebenan (Sumatera Selatan) dan Alue Merah (Aceh). Ekspor minyak sawit pertama kali dari Indonesia terjadi pada tahun 1916 dengan volume ekspor 576 ton dari hasil luas areal 1272 hektar (Kurniawan, 2004).

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, perusahaan perkebunan (termasuk kelapa sawit) milik kolonial Belanda dinasionalisasi menjadi Perkebunan Negara atau sekarang dikenal dengan Perusahaan Perkebunan Negara

(PTPN). Pada tahun 1960 dikeluarkan Undang-Undang No.5 mengenai pokok-pokok agraria dan Undang-Undang penanaman modal dalam negri (PMDN) serta Penanaman Modal Asing (PMA) (UU No.1 tahun 1967 dan UU No.6 tahun 1968). Hal tersebut memicu perkembangan luas areal kelapa sawit, namun hingga tahun 1976 perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya terdiri atas perkebunan negara dan perkebunan swasta (Tarigan dan Sipayung, 2011).

Perkebunan kelapa sawit rakyat muncul pada tahun 1980 setelah dikeluarkannya kebijakan Perkebunan Inti rakyat (PIR) dimana perkebunan swasta dan perebunan negara berperan sebagai inti sedangkan masyarakat sekitar sebagai anggota koperasi. Pemerintah juga memberi dukungan melalui penyediaan perkreditan murah yaitu Kredit Perkebunan Besar Swasta Negara (PBSN) mulai dari PBSN I (1977-1981), PBSN II (1981-1986), dan PBSN III (1986-1990) dan kemudian berubah menjadi kredit koperasi primer anggota (KKPA) untuk koperasi di tahun 1996. Pola PIR yang dikembangkan antara lain adalah PIR Lokal (1980), PIR

Trans.migrasi (1986), dan PIR-berbantuan Asian Development. (Tarigan dan

(29)

29

2.2. Pola-pola Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Perkebunan rakyat yang merupakan sebagian besar dari keselurahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terdiri atas sejumlah besar kebun-kebun yang berukuran kecil dengan status milik petani. Umumnya keadaan petani kebun tidak begitu baik. Sebagian besar petani mengalami kesulitan dalam pengembangan kebunnya karena tidak memiliki akses modal. Hal tersebut tercemin pada produktivitas dan mutu perkebunan rakyat yang lebih rendah dari perkebunan swasta dan perkebunan negara. Untuk itu dibutuhkan bantuan pemerintah dan pihak-pihak lain agar perkebunan rakyat dapat meningkatkan produktivitas dan hasil mutunya. Oleh karena itu dikembangkanlah beberapa pola yang ditujukan untuk mengembangkan perkebunan rakyat melalui penerapan teknologi, peningkatan kemampuan teknis petani, penyedia modal, sarana produksi serta pengolahan. Berikut pola-pola pengembangan perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Indonesia

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003; Tarigan dan Sipayung, 2011;

1. Perkebunan Inti Rakyat : dalam pola ini, perkebunan inti baik perkebunan negara

maupun perkebunan swasta yang mempunya kemampuan cukup diberi tugas untuk membangun suatu perkebunan, unit usaha, serta fasillitas umum. Sebagian perkebunan tersebut nantinya akan menjadi milik rakyat, sedangkan sebagian lagi akan menjadi milik perusahaan dengan perbandingan luas kebun anggota plasma : luas kebun inti sebesar 60:40. Nantinya luas areal petani plasma akan di distribusikan kepada petani terkait dengan luas masing-masing sebesar 2 ha/petani. Seluruh biaya pembangunan kebun akan di tanggung oleh masing-masing petani dengan cara petani melakukan pencicilan melalui pemotongan pendapatan hasil kebunnya yang dijual ke perusahaan inti untuk diolah dalam tenggang waktu tertentu. Pola ini terdiri atas PIR-Perkebunan, PIR-Transmigrasi, PIR-Lokal, dan PIR-Berbantuan. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003; Tarigan dan Sipayung, 2011; Sunarko, 2009; Direktorat Jendral Perkebunan, 2007) :

(30)

30

sudah memiliki areal perkebunan (bukan tanaman baru). Selain bimbingan teknis, disediakan pula kredit lunak dan sarana produksi. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

3. Pola Pembinaan Parsial: Pola ini sama seperti pola UPP hanya saja tidak menyediakan bantuan modal (kredit). (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

4. Pola Pengabdian Misi-30 : Pola ini tidak di definisikan secara tegas. Pola ini intinya menghimbau agar perkebunan negara dan perkebunan swasta untuk membina dan memberi bantuan kepada perkebunan rakyat yang mengusahakan tanaman sejenis dalam radius 30 km dari batas-batas perkebunan negara ataupun swasta. Pola ini bertujuan agar tercipta transfer teknologi dari perkebunan negara atau swasta ke perkebunan rakyat sehingga akan memicu kemajuan di perkebunan rakyat sekitar mereka. (Mangoensoekarjo dan

Semangun, 2003).

5. Pola Kredit Koperasi Primer Kepada Anggota (KKPA) : Pada pola ini,

perusahaan bertanggung jawab untuk membangun kebun dengan biaya kredit dari perbankan, bertanggung jawab atas pengembalian kredit terhadap bank, serta membeli hasil kebun petani. Sedangkan petani wajib menjual hasil kebunnya serta membayar angsuran melalui koperasi yang dibentuk. Koperasi berhak melakukan pengawasan terhadap perusahaan inti. Setelah petani melunasi kewajibannya, perusahaan harus memberikan sertifikat tanah kepada petani. (Sunarko, 2009).

6. Pola Program Revitalisasi Perkebunan (PRP) tahun 2006 : Revitalisasi

(31)

31

peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan perkebunan sebagai mitra dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Pelaksanaan kemitraan dalam program ini dapat kemitraan inti-anggota koperasi, manajemen satu atap, dan khusus untuk eks-PIR dapat menggunakan pola eks-PIR yang sama seperti terdahulu (Direktorat Jendral Perkebunan, 2007).

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Mukti dengan judul analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit di Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan investasi tersebut dinyatakan layak. Sedangkan dari aspek finansial berdasarkan asumsi-asumsi dan

kriteria yang digunakan pada skenario I dimana usaha dijalankan dengan dana milik sendiri, investasi tersebut dinyatakan layak dilaksanakan dengan nilai IRR 22,34, NPV Rp 106.698.657.000, B/C 2,30, PP 3 tahun 8 bulan. Sedangkan pada skenario II dimana usaha tersebut dijalankan dengan dana pinjaman, investasi tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan secara finansial menurut hasil penilaian NPV Rp 30.727.367.000, IRR 9,03, B/C 0,63, PP 6 tahun 4 bulan. Total investasi pembangunan pabrik kelapa sawit adalah sebesar Rp 82.368.421.000. Pada penelitian ini, peneliti tidak meneliti invesatasi pabrik pengolahan kelapa sawit melainkan perkebunan kelapa sawit . Pada penelitian Mukti, dilakukan pula analisis sensitivitas dengan indikator kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan indikator kenaikan harga pupuk dan penurunan harga tandan buah segar kelapa sawit.

Hassan (2002) melakukan penelitian mengenai kelayakan peremajaaan di Kebun Rejosari milik PTPN VII yang dilakukan secara mandiri. Hasil kriteria investasi yang dilakukan untuk setiap 1 hektar menunjukkan bahwa peremajaan ini layak dengan nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 7.420.156.252,00 Net B/C

(32)

32

umur optimum untuk melakukan peremajaan 27 tahun. Pada penelitian tersebut dilakukan juga melakukan analisis switching value terhadap penurunan harga jual tandan buah segar (TBS) dan kenaikan biaya produksi yang hasilnya menunjukkan bahwa proyek peremajaan ini akan tetap member keuntungan selama penurunan harga jual tidak lebih dari 45,16 persen dan kenaikannya tidak lebih dari 154,92 persen. Penelitian yang dilakukan penulis juga menganalisis kelayakan peremajaan perkebunan kelapa sawit namun, perkebunannya merupakan perkebunan rakyat yang dijalankan melalui koperasi dan secara mandiri. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis switching value terhadap penurunan harga jual dan kenaikan biaya produksi yakni pupuk.

Ikhsan dan Abdussamad (2008) juga melakukan penelitian mengenai analisis kelayakan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilakukan pada perkebunan kelapa sawit rakyat yang menggunakan

pola inti-anggota koperasi dalam rangka mengikuti program revitalisasi perkebunan tahun 2006 yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil yang diperoleh melalui kriteria investasi untuk setiap 2 hektar dinyatakan layak dengan rincian IRR sebesar 28,43 %, NPV sebesar Rp 69.180.976,64, dan Net B/C sebesar 2,73.

(33)

33

(34)

34

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Koperasi

Definisi koperasi menurut Internasional Cooperation Aliance (ICA) Koperasi

adalah kumpulan otonom dari orang-orang yang begabung secara sukarela guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial, budaya, dan aspirasi-aspirasi yang sama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan dikelola secara demokratis (Nurseto, 2010). Menurut ICA diacu dalam Nurseto (2010) , koperasi memiliki nilai-nilai seperti menolong diri sendiri, tanggung jawab, demokrasi, persamaan, keadilan, dan kesetiakawanan. ICA juga menyebutkan bahwa koperasi memiliki prinsip antara lain :

1. Keanggotaan secara sukarela.

2. Pengawasan secara demokratis oleh anggota.

3. Partisipasi ekonomi oleh anggota.

4. Otonomi dan kemandirian.

5. Pelatihan, pendirian, dan informasi.

6. Kerjasama antar koperasi.

7. Kepedulian terhadap komunitas.

Berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki peran dan fungsi sebagai berikut :

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehdupan manusia dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan

(35)

35

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional

yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

3.1.2. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan atau bisnis akan memberi keuntungan yang layak bila dilaksanakan. Hasil dari analisis tersebut nantinya dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang terkait dengan bisnis. Penilaian atas suatu kelayakan bisnis terdiri atas berbagai macam aspek. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003) aspek-aspek yang dinilai dari kelayakan antara lain adalah :

1. Aspek Hukum

Aspek hukum merupakan aspek yang bertujuan untuk mengkaji

kelengkapan dan kejelasan dokumen-dokumen terkait pendirian dan

pengembangan suatu bisnis. Hal ini perlu dikaji karena menyangkut kelangsungan hidup suatu bisnis serta meyakinkan para kreditur dan investor. Selain itu, dengan keabsahan aspek hukum, perusahaan juga dapat menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajiban dan hak masing-masing pihak dapat digunakan sebagai dasar hukum bila terjadi masalah di waktu yang akan datang. Setiap usaha yang berbeda memiliki kajian aspek hukum yang berbeda pula. Secara umum, dokumen-dokumen yang perlu diteliti dalam suatu studi kelayakan adalah bentuk badan usaha, bukti diri pemilik usaha, tanda daftar perusahaan (TDP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), izin-izin perusahaan sesuai jenis bidang usahanya, serta keabsahan dokumen lainnya.

2. Aspek Pasar dan Pemasaran

Tujuan dari analisis aspek ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki peluang pasar yang diinginkan atau tidak. Aspek ini akan mengkaji seberapa besar pasar yang akan dimasuki, bagaimana strukturdan peluang pasar yang ada, bisnissi mengenai keadaan pasar di masa yang akan datang serta strategi yang tersedia untuk mengantisipasinya.

(36)

36

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis finansial merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan selama umur bisnis. Umur bisnis yang direncanakan dalam suatu analisis finansial tidak jarang memiliki waktu yang panjang sehingga arus pengeluaran dan pemasukan tidak terjadi dalam satu waktu melainkan sepanjang umur bisnis. Oleh karena itu dibutuhkan konsep nilai waktu terhadap uang dalam identifikasi biaya dan manfaat bisnis.

Dalam suatu analis finansial bisnis, biaya dan manfaat finansial akan menjadi komponen pembentuk cashflow. Cashflow akan menggambarkan aliran penerimaan dan pengeluaran suatu bisnis dalam periode tertentu yang terdiri atas

inflow (arus penerimaan), outflow (arus pengeluaran), manfaat bersih (net benefit), dan manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) bila diperlukan. Nantinya, cashflow dapat dianalisis lebih lanjut melalui kriteria-kriteria kelayakan

investasi seperti IRR, Net B/C, Gross B/C, NPV, dan PP untuk menilai bagaiman kelayakan suatu bisnis. Dalam pengkajian aspek finansial dapat pula dilihat sensitivitas finansial bisnis terhadap perubahan. Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena adanya unsur ketidakpastian dalam suatu bisnis. Perhitungan analisis sensitivitas suatu bisnis dilakukan melalui bisnis-bisniss keadaan pada masa yang akan datang yang akan memberi pengaruh terhadap bisnis. Perubahan yang biasa terjadi secara umum dikarenakan : harga, keterlambatan pelaksanaan, biaya, serta hasil produksi (Gittinger dan Kadariah, 1986).

Analisis aspek ini bertujuan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Hasil analisis aspek ini digunkan untuk melihat apakah bisnis yang dilaksanakan dapat memberi keuntungan yang layak serta mampu memenuhi kewajiban finansialnya. Hal-hal yang dinilai dari aspek keuangan suatu perusahaan antara lain : sumber dana yang akan diperoleh, kebutuhan biaya investasi, estimasi pendapatan dan biaya selama umur usaha, neraca dan laporan laba/rugi untuk beberapa periode ke depan, kriteria penilaian investasi, serta rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan.

(37)

37

Aspek teknis penting dianalisis untuk menilai bagaimana kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya sehingga bila tidak dianalisis dengan baik dapat berakibat fatal bagi kelangsungan usaha. Melalui analisis aspek teknis, aspek-aspek lainnya akan dapat dianalisis pula. Beberapa hal yang perlu dikaji dalam penilaian aspek teknis antara lain adalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (lay out), peralatan, proses produksi, teknologi, serta tenaga kerja (Hopkins, 1972; Nurmalina et all, 2010).

5. Aspek Manajemen

Aspek ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan dan pengorganisasian suatu perusahaan. Aspek ini akan menganalisis bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), serta pengawasan (controlling) diterapkan pada suatu bisnis. Fungsi-fungsi tersebut saling berkaitan sehingga harus

dilaksanakan secara berkesinambungan untuk dapat mencapai tujuan perusahaan.

6. Aspek Ekonomi dan Sosial

Suatu bisnis dapat memberikan dampak baik positif kepada masyarakat maupun pemerintahan baik secara ekonomi maupun secara sosial. Dampak bisnis terhadap ekonomi dapat berupa peningkatan pendapatan, pengorganisasian sumber daya alam, peningkatan perekonomian pemerintah baik regional maupun nasional, serta pengembangan wilayah. Dampak sosial suatu usaha dapat berupa perubahan demografi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Aspek ini sangat penting dikaji karena suatu bisnis diharapkan akan dapat memberi dampak positif lebih banyak dibandingkan dengan dampak negatifnya.

7. Aspek lingkungan

(38)

38

bisnis dikatakan layak apabila memberikan lebih banyak memberikan dampak positif dibandingkan dampak negatif terhadap lingkungannya.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perkebunan rakyat merupakan perkebunan dengan produktivitas paling rendah jika dibandingkan dengan perkebunan swasta dan perkebunan Negara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Perkebunan rakyat sendiri terbagi lagi atas dua, yaitu perkebunan rakyat yang dijalankan secara mandiri dan perkebunan rakyat yang dijalankan melalui pola inti-anggota koperasi. Penelitian ini akan menganalisis perencanaan peremajaan perkebunan rakyat yang sudah ada sebelumnya baik yang dijalankan secara mandiri maupun melalui pola koperasi.

Analisis yang digunakan adalah analis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan aspek-aspek non-finansial dengan

(39)

39

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

1. Produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat rendah akibat umur pohon yang sudah tua.

2. Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat didominasi oleh perkebunan kelapa sawit rakyat.

3. Diperlukan usaha peremajaan.

Aspek Pasar

Aspek Teknis

Aspek Lingkungan

Aspek Hukum

Petani melalui koperasi

Analisis Finansial :

Analisis Kriteria Investasi : NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PP)

Analisis Switching value

Analisis kelayakan bisnis

Petani mandiri

Layak Tidak Layak

Lanjutkan Evaluasi

(40)

40

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sekoci dan Desa Harapan Makmur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dimana kedua Desa tersebut saling bersebelahan. Pada Desa Sekoci penelitian dilakukan pada usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan antara petani dengan PT Anugerah Langkat Makmur. Kemitraan ini berbentuk pola inti-anggota koperasi dimana KUD BAJA menjadi anggota koperasi dan PT Anugerah Langkat Makmur menjadi inti. Pada Desa Sekoci, dilakukan penelitian pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat yang dijalankan secara mandiri oleh petani. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2012.

4.2 Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden. Data sekunder diperoleh melalui hasil studi literatur, bahan bacaan seperti : text book, internet, jurnal, serta instansi terkait.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, pengisian kuesioner, dan studi pustaka. Wawancara merupakan teknik tanya jawab

(41)

41

orang petani anggota koperasi dan 10 orang petani mandiri serta 1 orang informan.

Pengambilan responden petani dilakukan dengan metode purposive sampling dengan

kriteria petani yang terbuka dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Informasi petani anggota koperasi dimanfaatkan untuk mengetahui karakteristik petani beserta informasi-informasi mengenai koperasi dan jalannya kemitraan. Selain itu peneliti juga mewawancarai seorang informan yakni asisten lapang PT Anugerah Langkat makmur dimana informasinya akan digunakan untuk mengetahui proses budidaya perkebunan kelapa sawit anggota koperasi. Pada penelitian perkebunan kelapa sawit mandiri, informasi yang didapat dari responden petani digunakan baik untuk mengetahui karakteristik petani maupun pelaksanaan usaha perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan.

4.4 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data antara lain adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dimana luasan lahan yang dianalisis adalah seluas 2 Ha. Dalam analisis data kualitatif, pengolahan data menggunakan teknik non statitistik disebabkan bentuk data-data lapangan yang diperoleh selama penelitian tidak berbentuk angka-angka melainkan kata-kata atau narasi. Metode analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Sedangkan metode analisis kuantitatif atau metode analisis yang mengolah data berupa angka akan digunakan untuk menganalisis aspek finansial meliputi kriteria-kriteria investasi seperti Net present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio

(Net B/C), Payback Period (PP) dan analisis sensitivitas.

4.5. Kriteria Kelayakan Investasi

1. Net Present Value (NPV)

(42)

42

dikatakan tidak layak (Kadariah, 1978; Nurmalina et all, 2010). Secara matematis, maka perhitungan NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan:

Bt = penerimaan bruto tahun ke-t

Ct = biaya bruto tahun ke-t

N = umur ekonomis usaha

T = tahun

I = tingkat suku bunga (discount rate)

2. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih terhadap NPV total dari biaya bersih ((Nurmalina et all, 2010) atau dengan kata lain net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih

yang bernilai negative (Nurmalina et all, 2010). Secara matematis, untuk menghitung nilai net B/C dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Net B/C =

Dimana :

Bt = Manfaat pada tahun t

Ct = Biaya pada tahun t

I = Discount rate (%)

t = tahun

3. Internal Rate Return (IRR)

(43)

43 discount rate yang telah ditentukan, maka usaha dikatakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1978). Secara matematis, IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

IRR = it + x (i2-i1)

4. Payback Period (PP)

PP digunakan untuk melihat waktu yang dibutuhkan suatu usaha dalam

member pengembalian sesuai dengan investasi yang telah ditanamkan (Nurmalina et

all,2010). Semakin kecil angka PP maka semakin cepat tingkat pengembalian investasinya begitu juga sebaliknya (Kasmir, 2003). Untuk menghitung nilai PP, maka dapat digunakan rumus matematis berikut :

PP =

Dimana :

(44)

44

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Singkat Lokasi Penelitian Perkebunan Kelapa Sawit Anggota koperasi

Lokasi penelitian perkebunan kelapa sawit anggota koperasi berada di Desa Harapan Makmur, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sebagian besar warga desa ini merupakan bagian anggota proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIRLOK) Sei Lepan yang diresmikan oleh Mentri Transmigrasi Lokal Sei Lepan pada tanggal 1 april 1982. Namun, proyek PIRLOK ini ternyata tidak berjalan lancar karena kondisi tanah yang tidak cocok di tanami palawija sehingga sebagian warga terpaksa meninggalkan lokasi proyek untuk mencari penghidupan lain.

Pada kondisi tersebut, beberapa warga berinisiatif untuk mendatangi Kantor Bupati Langkat untuk mencari jalan keluar. Akhirnya diputuskan bahwa warga

PIRLOK Sei Lepan akan didukung oleh PT Anugerah Langkat Makmur untuk melakukan kerjasama usaha perkebunan kelapa sawit melalui pola inti anggota koperasi.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga PIRLOK Sei Lepan, dibentuk pula koperasi melalui rapat anggota PIRLOK Sei Lepan yang diprakarsai PT Anugerah Langkat Makmur sehingga terbentuklah KUD Berkat Anugerah Jaya. KUD ini lalu diresmikan pada tanggal 8 januari 1992. KUD Berkat Anugerah Jaya memiliki anggota sebesar 243 KK.

Pada penelitian ini, dianalisis pula Usaha perkebunan kelapa sawit yang dijalankan petani secara mandiri. Lokasi penelitian kelayakan usaha perkebunan mandiri penelitian kali ini adalah di Desa Sekoci. Desa Sekoci merupakan salah satu desa di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Desa ini tepat bersebelahan dengan Desa Harapan Makmur dimana terdapat KUD Berkat Anugerah Jaya. Desa Sekoci memiliki luas sebesar 8.056 hektar dengan jumlah penduduk 4.523 jiwa.

Mayoritas mata pencaharian penduduk desa ini berasal dari sektor pertanian antara lain bersawah dan berkebun. Dahulu, Desa Sekoci terkenal sebagai penghasil

(45)

45

beralih menanam karet dan kelapa sawit. Pada desa ini terdapat 4600 hektar lahan sawit, 90 hektar lahan sawah, dan 2000 hektar lahan karet di Desa Sekoci. Dari data tersebut dapat dilihat pula bahwa perkebunan sawit merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk Desa Sekoci.

5.2 Deskripsi Karakteristik Petani Responden

Responden penelitiaan ini terdiri atas 20 orang yang terbagi atas dua klaster yakni responden petani anggota koperasi dan responden petani mandiri. Responden petani anggota koperasi merupakan petani anggota KUD Berkat Anugerah Jaya yang bermitra dengan PT. Anugerah Langkat Makmur di Desa Harapan Makmur. Petani mandiri yang dijadikan responden merupakan petani kelapa sawit yang ada di daerah Desa Sekoci, yakni Desa yang bersebelahan dengan Desa Harapan Makmur. Karakteristik yang di analisis oleh peneliti antara lain adalah usia, tingkat pendidikan, luas lahan, dan lama pengalaman usahatani.

Jumlah petani responden dalam penelitian ini adalah 20 orang yang terdiri atas 10 orang petani anggota koperasi dan 10 orang petani mandiri. Petani anggota koperasi diambil melalui purposive sampling hal tersebut dikarenakan peneliti punya pertimbangan tertentu dalam memilih petani responden. Peneliti lebih mengutamakan petani responden yang cenderung aktif dalam KUD Berkat Anugerah Jaya sehingga diharapkan responden lebih memahami usaha perkebunan yang terjadi. Sedangkan

untuk pengambilan petani responden mandiri digunakan metode purposive sampling

disebabkan peneliti yang mengutamakan kemudahan dan kenyamanan dalam menentukan respondennya.

5.2.1 Karakteristik Responden Petani Anggota Koperasi

a. Usia Petani Responden Anggota Koperasi

(46)

46

Tabel 6. Karakteristik Petani Anggota Koperasi Responden Berdasarkan Usia Tahun 2012

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)

1. 25-35 1 10

2. 36-50 6 60

3. 51-65 3 30

Total 10 100

b. Tingkat Pendidikan Petani Responden Anggota koperasi

Keberagaman tingkat pendidikan petani anggota koperasi responden berada pada tingkat SLTP hingga SLTA. Tidak ditemukan petani yang telah menamatkan

perguruan tinggi. Tingkat pendidikan yang ditemui pada petani anggota koperasi paling banyak pada tingkat pendidikan SLTA.

Tabel 7. Karakteristik Petani Anggota Koperasi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. SD 2 20

2. SLTP 3 30

3. SLTA 5 50

Total 10 100

c. Luas Lahan Petani Responden Anggota Koperasi

Pada petani responden anggota koperasi, luas lahannya seragam yakni 2 ha. Hal itu disesuaikan dengan hak petani pada keputusan bupati setempat sebelum

kerjasama inti anggota koperasi terjalin dimana setiap peserta Pirlok Sei Lepan berhak menerima masing-masing lahan perkebunan kelapa sawit seluas 2 ha, lahan pekarangan 500 persegi dan 1 unit rumah type 36.

(47)

47

Seluruh petani responden petani anggota koperasi menyatakan bahwa usahatani kelapa sawit kebun anggota koperasi mereka merupakan pekerjaan sampingan. Hal tersebut dikarenakan sistem manajemen satu atap dimana pemeliharaan tanaman dan panen, pengadaan dan pembelian pupuk serta pestisida, pengangkutan TBS dari TPH ke pabrik, dan pemeliharaan fasilitas dilakukan oleh perusahaan inti. Hal tersebut membuat petani memiliki banyak waktu luang sehingga memutuskan untuk mengembangkan usaha lain seperti berternak, berdagang, maupun membuka kebun kelapa sawit secara mandiri di daerah lainnnya.

5.2.2. Karakteristik Petani Responden Mandiri

a. Usia Petani Responden Mandiri

Sebaran usia petani responden mandiri berada pada rentang umur 39 hingga 55 tahun. Petani mandiri umumnya berada pada usia paruh baya. Namun, Usia tidak

begitu berpengaruh terhadap kinerja petani karena secara umum budidaya di lapangan dilaksanakan dengan mengupah buruh.

Tabel 8. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Usia

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)

1. 36-50 9 90

2. 51-65 1 10

Total 10 100

b. Tingkat Pendidikan Petani Responden Anggota koperasi

Keberagaman tingkat pendidikan petani responden anggota koperasi berada

(48)

48

Tabel 9. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. SD 1 10

2. SLTP 0 0

3. SLTA 8 80

4. Perguruan Tinggi 1 10

Total 10 100%

c. Luas Lahan Petani Responden Mandiri

Pada petani responden anggota koperasi, luas lahannya beranekaragam. Sebarannya ada pada luasan 0,5 ha hingga 34 ha. Terdapat 4 petani yang memiliki

lahan seluas lebih dari 2 Ha, 5 petani yang memiliki lahan antara 2-5 Ha, dan 1 petani yang memiliki lahan diatas 5 Ha. Rata-rata luas lahan milik petani mandiri adalah sebesar 4,8 ha.

Tabel 10. Karakteristik Petani Mandiri Responden Berdasarkan Luas Lahan

No. Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. < 2 4 40

2. 2-5 5 50

3. >5 1 10

Total 10 100

d. Status Usahatani Tandan Buah Sawit

Sebagian besar petani responden Mandiri menganggap usahatani tandan buah

sawit merupakan pekerjaan utama mereka. Hal tersebut disebabkan penghasilan dari

usahatani tersebutlah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan merupakan pendapatan paling besar dibandingkan dengan pendapatan lainnya.

Sebagian Petani responden menganggap usahatani tandan buah sawit sebagai

(49)

49

hanya ingin memanfaatkan lahan yang ada. Responden tersebut mempunya pekerjaan lain yakni sebagai perangkat desa.

Tabel 11. Karakteristik Petani Mandiri Menurut Status Usahatani

No. Status usahatani Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. Pekerjaan sampingan 2 20

2. Pekerjaan utama 80 80

(50)

50

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Aspek Kelayakan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Petani Anggota Koperasi

Penelitian ini akan membahas aspek kelayakan usaha dari sisi Finansial dan Non Finansial. Analisis Finansial bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha melalui kriteria-kriteria aspek finansial. Analisis non finansial akan dikaji untuk mengetahui kelayakan usaha ini terhadap aspek-aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, serta aspek lingkungan.

6.1.1 Aspek Pasar

Pasar merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut eksistensi bisnis pada masa yang akan datang. Salah satu cara menganalisis aspek pasar adalah dengan mengetahui bagaimana kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi.

Pada perkebunan petani yang melalui koperasi, terjalin kemitraan dengan perusahaan. Pada perjanjian tersebut disebutkan bahwa petani anggota koperasi diharuskan menjual seluruh hasil kebunnya kepada pihak inti melalui koperasi. Koperasi sendiri berhak menerima fee sebesar 2% dari seluruh total keuntungan sebagai balas jasa yang nantinya akan dipergunakan juga untuk kepentingan petani yang merupakan anggota koperasi. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh manajer KUD Berkat Anugerah Jaya, harga yang diterima oleh petani anggota koperasi ditentukan oleh pihak perusahaan inti. Artinya, hargayang ditentukan mengacu pada harga yang telah ditetapkan oleh Kantor Pemasaran Sawit Bersama Sumatera Utara . Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, harga beli bagi petani anggota koperasi juga lebih tinggi 50% dibandingkan petani rakyat non-anggota koperasi, sehingga jauh lebih menguntungkan. Saluran pemasaran seluruh petani anggota koperasi dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2. Saluran Pemasaran TBS Kelapa Sawit Petani Anggota koperasi

Perkebunan PIRLOK Sei Lepan melalui KUD Berkat Anugerah Jaya

(51)

51

Selain melalui kondisi permintaan dan penawaran, aspek pasar dapat pula dilihat dari bauran pemasaran. Bauran pemasaran sendiri terdiri dari produk, tempat, promosi, serta harga. Pada usaha perkebunan kelapa sawit plasma dapat dilihat produk yang di usahakan berupa tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Lokasi perkebunan kelapa sawit anggota koperasi tersebut memanfaatkan lokasi program PIR TRANS 1982 di kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat yang pada saat itu tidak termanfaatkan. Dalam memasarkan produknya, petani anggota koperasi tidak melakukan promosi. Hal tersebut dikarenakan telah ada perjanjian bahwa seluruh hasil kebun kelapa sawit anggota koperasi harus dijual kepada perusahaan inti yakni pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Anugerah Langkat Makmur. Mengenai harga yang diterima, penentuan harga di pihak perusahaan haruslah berdasarkan acuan harga kantor pemasaran bersama Sumatera Utara. Pada umumnya, harga yang diterima oleh petani anggota koperasi mengikuti harga pasar nasional yang berlaku

dan pada umumnya 50 % lebih tinggi daripada petani mandiri.

6.1.2 Aspek Teknis

1. Lokasi Perkebunan

(52)

52

2. Luasan Produksi

Total luas perkebunan kelapa sawit anggota koperasi adalah seluas 486 Ha dengan kepemilikan masing-masing anggota adalah 2 ha. Status lahan adalah milik petani yang sudah bersertifikat.

3. Fasilitas Produksi dan Fasilitas Pendukung Produksi

Fasilitas produksi kebun kelapa sawit mulai dari kampak,gancu, dodos, hegrek, dan saprotan disediakan oleh pihak KUD Berkat Anugerah Jaya. Namun, ada juga fasilitas produksi yang dapat dipinjam secara gratis oleh pihak petani anggota koperasi ke perusahaan dikarenakan harganya yang mahal dan jarang digunakan, yaitu fullspog (alat untuk fogging).

Untuk kelancaran proses produksi, di bangun pula sarana pendukung produksi secara kolektif bagi petani anggota koperasi. Sarana yang telah di investasikan sejak awal antara lain : jalan utama dan produksi, pembuatan drainase, pembuatan

gorong-gorong, serta pemasangan titi (jembatan) kayu. 4. Ketersediaan Bahan Baku

Sesuai dengan perjanjian dalam kemitraan yang telah disepakati, seluruh bahan baku seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan di sediakan oleh pihak KUD Berkat Anugerah Jaya.

5. Proses Produksi

Pelaksanaan proses produksi perkebunan kelapa sawit petani melalui KUD Berkat Anugerah Jaya dijalankan dengan sistem manajemen satu atap. Menurut Permentan No.33/Permentan/OT.140/7/2006 disebutkan bahwa pola manajemen satu atap adalah pengelolaan kebun anggota koperasi yang dilakukan perusahaan inti mulai dari proses penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan sehingga petani hanya menerima hasil pendapatan bersih dari perusahaan. Dalam kemitraan ini, petani anggota koperasi berhak menerima laporan keuangan dan hasil dari kebunnya yang akan di salurkan melalui koperasi. Berikut hasil wawancara peneliti dengan asisten lapang dan manajer koperasi mengenai budidaya perkebunan kelapa sawit anggota koperasi :

(53)

53

Bibit yang digunakan adalah bibit merk marihat. Bibit tersebut akan ditanam ke polybag pre nursery dan dipelihara selama 3 bulan. Penanaman bibit ke dalam polybag pre nursery dilakukan secara borongan dengan upah 300 polybag/HK. Selanjutnya pada umur 3 bulan, bibit tersebut akan dipindahkan ke polybag yang lebih besar yakni polybag main nursery. Pemindahan bibit tersebut juga dilakukan secara borongan dengan upah 110 polybag/HK. Bibit tersebut akan dirawat selama 9 bulan di polybag main nursery hingga berumur 12 bulan atau 1 tahun.

5.2. Pemancangan dan membuat lubang tanam

Pemancangan dilakukan secara borongan oleh buruh harian lepas dengan jarak tanam segitiga sama sisi yakni 9,40x9,40 sehingga antar barisan yang satu dengan yang lain akan berjarak 8,14. Tinggi tiang pancang minum 1 meter diatas tanah dengan menggunakan bambu. Lalu di bawah setiap tiang pancang digal lubang tanam dengan ukuran 60x60x60. Pada saat menggali pisahkan top soil dan sub soil di

kanan dan kiri lubang. 5.3. Penanaman

Sayat polibag dari arah bawah ke atas lalu pindahkan bibit ke lubang. Lubang yang telah diisi bibit ditutup dengan anah top soil terlebih dahulu lalu lanjutkan dengan tanah sub soil dan dipadatkan bagian atasnya. Bagian tepi tanaman lalu dibersihkan dari gulma hingga membentuk piringan dengan ukuran jari-jari kurang lebih 50cm. Di sekitar piringan ditanam kacangan agar tidak tumbuh gulma yang mengganggu.

5.4. Penanaman kacangan

Disekitar piringan, ditanaman kacangan agar tidak tumbuh gulma yang mengganggu. Kacangan merupakan tanaman penutup tanah (land cover crop) yang berguna untuk mencegah pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman kelapa sawit. Tanaman kacangan yang digunakan adalah jenis Pueraria Javanica. 5.5. Membuat peta tanam

(54)

54

memungkinkan. Pembuatan peta tanam akan di arahkan oleh mandor yang bertanggung jawab pada saat penanaman bibit kelapa sawit.

5.6. Penyulaman

Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang kondisinya tidak baik. Tanaman yang tidak baik tersebut akan diganti dengan tanaman baru dengan umur dan jenis yang sama. Hal tersebut bertujuan agar kerapatan dan keseragaman tanaman tetap terjaga.

5.7. Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan alat-alat seperti cangkul dan gancu. Biaya penyiangan adalah sebesar 1 HK untuk 2 Ha dimana satu HK adalah sebesar Rp 22.000,00.

5.8. Penunasan dan Kastrasi

Penunasan dilakukan setiap 2 minggu sekali, biasanya dilakukan pada saat

memanen. Sedangkan kastrasi dilakukan satu bulan sekali dari umur tanaman 1 tahun hingga 33 bulan.

5.9. Pemupukan

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari asisten lapang perusahaan inti, pupuk yang digunakan pada perkebunan sawit anggota koperasi ini terdiri atas pupuk urea, SP36, KCL, dan MGU dimana penggunaan pupuk tersebut telah dikonsultasikan sebelumnya dengan ahli yang didatangkan dari PT SUCOFINDO. Dosisnya antara lain pupuk urea sebanyak 0,5 kg per pohon, pupuk SP36 sebanyal 0,5 kg per pohon, pupuk KCL sebanyak 0,5 kg per pohon, dan Mgu sebanyak 0,25 kg per pohon. Pemebrian keempat pupuk tersebut berdasarkan analisis ahli yang terlebih dahulu di sewa oleh pihak perusahaan untuk meneliti kadar tanah perkebunan sawit sehingga pupuknya akan disesuaikan dengan kondisi tanah. Pemupukan ke empat pupuk tersebut dilakukan 3 kali dalam setahun. Waktu pemberian pupuk urea, SP36, dan KCL dapat dilakukan berdekatan, biasanya berselang 2-3 hari, sedangkan pemberian pupuk Mgu biasanya dilakukan berselang 3 minggu dengan pemberian sesudah pemberian pupuk lainnya.

Gambar

Tabel Harga Eceran Pupuk Tertinggi.....................................
Tabel 2. Produksi  dan Luas Areal  Kelapa Sawit Berdasarkan Provinsi di Indonesia
Tabel 4. Produktivitas Berdasarkan Status Penguasaan Lahan
Tabel 5. Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kabupaten dan Pengusahaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Management audit Operational audit Management audit merupakan suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional

Hal tersebut menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pendekatan metode regresi longitudinal tobit yang digunakan untuk melakukan analisis

Berdasarkan hasil uji mann whitney terhadap efek akut dan kronis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara jalan kaki dan senam

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh pada volume 3µl dapat menghambat secara nyata pertumbuhan miselium dengan diameter 10,07

Pengujian pewarnaan pada jamur dengan cara diidentifikasi menggunakan pewarnaan dengan lactophenol blue , pertama siapkan media agar sebanyak 5 ml secara aseptis

§   Naskah soal USBN SMP/MTs disusun oleh guru pada satuan pendidikan yang dikonsolidasikan di MGMP. §   Naskah soal USBN SMA/MA/SMK disusun oleh guru pada satuan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan dari hasil analisis regresi disimpulkan bahwa kompensasi

Polen Nipah ditemukan mulai pada sampel yang terletak pada kedalaman 186 cm (KS200-4), dan kehadiran polen Nipah terakhir di sedimen muara Banjir Kanal Timur