SKRIPSI
Oleh:
Natalisda Halawa 101101112
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Work motivation is an urge or motive that can support someone in work. Work motivation can be seen through some needs that can motivate a lecturer to work asshown in Maslow’s Theory Needs. The improvement of motivation in work needs to be done for each lecturer as an educator that in the end she/he will improve his/her performance in teaching students in doing his/her work as a lecturer. Job satisfaction is a person's feelings towards the work that he/she did. The level of satisfaction is also influencing the attitude of a lecturer in work and in this case we can see if the fulfillment factor and motivating factors have been met well so that she/he will feel satisfied in work. This study aims to describe the work motivation and job satisfaction of a lecturer using the descriptive research design. Sample taken from a permanent lecturer who teaches in the Faculty of Nursing University of Sumatera Utara. Sample taken by using purposive sampling technique. Data were analyzed univariately with descriptive statistic test. Results of the study showed that work motivation of lectures is in high category as many as 31.2%, enough that is 68.8% and no one in the category of low (0%). For job satisfaction category as many as 6.3% are very satisfied, 78.1% are satisfied, not satisfied as many as 12.6 % and no one is in the category of dissatisfied (0%). In this study the lectures’ work motivation and job satisfaction are categorized satisfied. It is expected to educational institutions to make some efforts to improve the motivation and performance of a lecturer. Some things that can be done are by holding seminars and training and facilitating activities in following the lecturer to increase the progress of lecturers.
Abstrak
Motivasi kerja merupakan sebuah dorongan atau motif yang dapat mendukung seseorang dalam bekerja. Motivasi kerja yang dimaksud dapat dilihat melalui beberapa kebutuhan yang dianggap dapat memotivasi dosen dalam bekerja sesuai Teori Kebutuhan Maslow. Peningkatan motivasi dalam bekerja perlu untuk dilakukan bagi setiap dosen selaku tenaga didik yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dalam mengajar mahasiswa dan dalam melakukan pekerjaan sebagai dosen. Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Tingkat kepuasaan ini pun mempengaruhi sikap dosen dalam bekerja dan dalam hal ini kita dapat melihat apakah pemenuhan faktor motivator dan faktor pemelihara telah terpenuhi dengan baik sehingga dosen menjadi puas dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan motivasi kerja dan kepuasan kerja dosen dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel diambil dari dosen tetap yang mengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Sampel diambil dengan teknik
purposive sampling. Data dianalisa secara univariat dan dengan uji statistik
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dosen dalam kategori tinggi sebanyak 31,2%, sedang 68,8%, dan tidak ada yang dalam kategori rendah (0%). Untuk kepuasan kerja menunjukkan kategori sangat puas sebanyak 6,3%, puas sebanyak 78,1%, tidak puas sebanyak 15,6%, dan tidak ada dalam kategori sangat tidak puas (0%). Dalam penelitian ini motivasi kerja dosen berada ditingkat sedang dan untuk kepuasan kerja, dosen dikategorikan puas dalam bekerja. Diharapkan kepada institusi pendidikan agar dapat melakukan beberapa upaya dalam peningkatan motivasi dan kinerja dosen. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan seminar dan pelatihan dan memfasilitasi dosen untuk mengikuti kegiatan untuk meningkatkan kemajuan dosen.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya
skripsi yang berjudul : Gambaran Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Dosen di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dapat diselesaikan dengan
baik.
Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep., Ns., M.Nurs. selaku pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran
dalam memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses
penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji I yang telah
5. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp., M.Pd. selaku dosen penguji II yang
telah memberikan masukan untuk memperbaiki skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Drs. Temazisokhi Halawa dan
Ibu saya Odor Sitohang, S.Th yang telah memberikan bantuan, dukungan material
dan moral serta doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga
abang saya Yosua Halawa, adik saya Debora Pintaria Halawa dan Kezia Ezri
Halawa yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.
8. Sahabat-sahabat terbaik saya Siska, Dewi, Monica, Astika, Ruth, Fajaria,
Ika, Herlina, Tantri, Elvis, Abang Oskar, serta semua teman-teman S1 2010
Fakultas Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan
skripsi ini.
9. KTB Ekklesia dan PKK saya yang tersayang Kak Marthalena Siahaan,
adik-adik kelompok Narwastu yang saya kasihi Tabita, Lora, Dian, Grace dan
Friska yang juga telah mendukung dan mendoakan saya selalu.
10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh
pendidikan dan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan
penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang
lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR SKEMA ... ix
DAFTAR TABEL ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1. Latar belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 5
4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
1. Motivasi Kerja ... 6
2. Kepuasan Kerja ... 13
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 20
1. Kerangka Penelitian ... 20
2. Definisi operasional ... 21
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24
1. Desain Penelitian ... 24
2. Populasi dan sampel ... 24
5. Instrumen Penelitian ... 27
6. Uji validitas dan realibilitas instrumen ... 29
7. Pengumpulan Data ... 31
8. Analisa Data ... 33
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
1. Hasil penelitian ... 34
2. Pembahasan ... 36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
1. Kesimpulan ... 47
2 . Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 Instrumen Penelitian
Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Hasil Penelitian
Lampiran 6 Master Tabel
Lampiran 7 Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran 8 Taksasi Dana
Lampiran 9 Surat Validitas Kuesioner
Lampiran 10 Surat Etik Penelitian
Lampiran 11 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 12 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian
Lampiran 15 Surat Permohonan Selesai Penelitian
Lampiran 16 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 17 Surat Pernyataan Keaslian Terjemahan
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel penelitian ... 21
Tabel 4.1 Gambaran distribusi item kuesioner motivasi kerja ... 28
Tabel 4.2 Gambaran distribusi item kepuasan kerja ... 29
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ... 34
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Motivasi Kerja Dosen Fakultas Keperawatan USU ... 35
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Work motivation is an urge or motive that can support someone in work. Work motivation can be seen through some needs that can motivate a lecturer to work asshown in Maslow’s Theory Needs. The improvement of motivation in work needs to be done for each lecturer as an educator that in the end she/he will improve his/her performance in teaching students in doing his/her work as a lecturer. Job satisfaction is a person's feelings towards the work that he/she did. The level of satisfaction is also influencing the attitude of a lecturer in work and in this case we can see if the fulfillment factor and motivating factors have been met well so that she/he will feel satisfied in work. This study aims to describe the work motivation and job satisfaction of a lecturer using the descriptive research design. Sample taken from a permanent lecturer who teaches in the Faculty of Nursing University of Sumatera Utara. Sample taken by using purposive sampling technique. Data were analyzed univariately with descriptive statistic test. Results of the study showed that work motivation of lectures is in high category as many as 31.2%, enough that is 68.8% and no one in the category of low (0%). For job satisfaction category as many as 6.3% are very satisfied, 78.1% are satisfied, not satisfied as many as 12.6 % and no one is in the category of dissatisfied (0%). In this study the lectures’ work motivation and job satisfaction are categorized satisfied. It is expected to educational institutions to make some efforts to improve the motivation and performance of a lecturer. Some things that can be done are by holding seminars and training and facilitating activities in following the lecturer to increase the progress of lecturers.
Abstrak
Motivasi kerja merupakan sebuah dorongan atau motif yang dapat mendukung seseorang dalam bekerja. Motivasi kerja yang dimaksud dapat dilihat melalui beberapa kebutuhan yang dianggap dapat memotivasi dosen dalam bekerja sesuai Teori Kebutuhan Maslow. Peningkatan motivasi dalam bekerja perlu untuk dilakukan bagi setiap dosen selaku tenaga didik yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dalam mengajar mahasiswa dan dalam melakukan pekerjaan sebagai dosen. Kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Tingkat kepuasaan ini pun mempengaruhi sikap dosen dalam bekerja dan dalam hal ini kita dapat melihat apakah pemenuhan faktor motivator dan faktor pemelihara telah terpenuhi dengan baik sehingga dosen menjadi puas dalam bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan motivasi kerja dan kepuasan kerja dosen dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel diambil dari dosen tetap yang mengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Sampel diambil dengan teknik
purposive sampling. Data dianalisa secara univariat dan dengan uji statistik
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dosen dalam kategori tinggi sebanyak 31,2%, sedang 68,8%, dan tidak ada yang dalam kategori rendah (0%). Untuk kepuasan kerja menunjukkan kategori sangat puas sebanyak 6,3%, puas sebanyak 78,1%, tidak puas sebanyak 15,6%, dan tidak ada dalam kategori sangat tidak puas (0%). Dalam penelitian ini motivasi kerja dosen berada ditingkat sedang dan untuk kepuasan kerja, dosen dikategorikan puas dalam bekerja. Diharapkan kepada institusi pendidikan agar dapat melakukan beberapa upaya dalam peningkatan motivasi dan kinerja dosen. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan seminar dan pelatihan dan memfasilitasi dosen untuk mengikuti kegiatan untuk meningkatkan kemajuan dosen.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini, motivasi kerja menjadi pertimbangan utama dalam manajemen karena
hal ini memberi dampak besar terhadap prestasi dan produktifitas kerja setiap
tenaga kerja (Wijono, 2010). Sesuai dengan yang dikatakan As’ad (1995), bahwa
motivasi merupakan sebuah dorongan yang menggerakkan jiwa dan jasmani
untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi tersebut akan membuat seseorang
bergerak dan bertingkah laku untuk mengerjakan tugas dan pekerjaannya.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan
kerja dan dalam psikologi biasa disebut pendorong semangat kerja (As’ad, 1995).
Namun Lawler (1973) dalam Wijono (2010) mengatakan bahwa ada tujuan yang
akan dicapai dalam melakukan pekerjaan yang digerakkan oleh motivasi itu.
Motivasi kerja merupakan faktor penting yang berdampak dan menjadi penentu
tingkah laku kerja atau kinerja dosen. Karena suatu tingkah laku dapat muncul
dengan adanya faktor internal maupun eksternal, yakni motivasi itu sendiri
(Wijono, 2010). Oleh sebab itu, motivasi tersebut tentunya juga diperlukan oleh
dosen sebagai tenaga kerja di perguruan tinggi.
Sebagai salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di
perguruan tinggi, dosen memiliki tugas yakni beban utama yang memerlukan
motivasi untuk mengerjakannya. Tugas yang diemban tersebut adalah
pengajaran, penelitian dan pelayanan pada masyarakat, dengan beban kerja paling
sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS (Sistem Kredit Semester) dan paling
banyak 16 (enam belas) SKS dalam setiap semester sesuai dengan kualifikasi
akademik (Departemen Pendidikan Nasional, 2010).
Menurut Melisa (2013) masing-masing dosen memiliki beban kerja yang
berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena tanggung jawab yang diberikan kepada
setiap dosen juga berbeda. Sesuai dengan apa yang diungkapkan Wijono (2010)
As’ad (1995) juga berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan bagian penting
dari tingkah-laku kerja (job performance) dimana hal ini merupakan kesuksesan
atau hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan. Oleh karena itu tentulah
motivasi yang dimiliki setiap dosen juga berbeda sesuai dengan pencapaian yang
mereka inginkan.
Sebagai tempat untuk mengajar, fakultas secara otomatis menjadi tempat
bekerja bagi dosen. Demikian juga bagi dosen-dosen di Fakultas Keperawatan
USU (Universitas Sumatera Utara). Fakultas Keperawatan USU memiliki 6
program studi yaitu Magister Keperawatan, S1 Ekstensi Keperawatan, S1 Reguler
Keperawatan, Profesi Ners, D III Keperawatan dan D IV Bidan Pendidik
(Fakultas Keperawatan USU, 2012).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Fakultas Keperawatan USU pada 24
September 2013 terhadap seorang dosen, diketahui jumlah dosen tetap yang
berlatar belakang keperawatan adalah 36 orang. Terdiri atas 31 orang berstatus
PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan 5 orang berstatus Honorer. Jumlah dosen
ditekuni masing-masing dosen, yaitu Departemen Keperawatan Maternitas dan
Anak berjumlah 9 orang, Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah
berjumlah 16 orang dan Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas berjumlah
11 orang (Fakultas Keperawatan USU, 2012).
Tidak hanya motivasi yang diperlukan oleh seorang dosen dalam pengerjaan
tugasnya di perguruan tinggi. Kepuasan kerja juga menjadi hal penting karena
merupakan hal yang mendasari seorang dosen untuk bekerja dan untuk
meningkatkan kinerja mengajarnya (Maharjan, 2012).
Agar kinerja tersebut meningkat, sebaiknya mendapatkan kepuasan dalam
bekerja terlebih dahulu harus dimiliki (Agustini & Teviana, 2008). Hal ini sejalan
dengan pendapat Mu’at dan Julina (2009), bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang adalah kepuasan kerja.
Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai sebuah perasaan yang dirasakan
seseorang terhadap pekerjaannya, sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya
terhadap pekerjaan (As’ad, 1995). Sebagaimana diungkapkan oleh Nilvia (2002)
dalam Dhania (2010) bahwa kepuasan kerja karyawan merupakan aspek penting
yang perlu diperhatikan dalam peningkatan sumber daya manusia disebuah
organisasi, karena dengan kepuasan kerja yang dirasakan, maka seorang karyawan
mampu bekerja secara optimal.
Seseorang yang puas, akan bekerja untuk memberikan hasil yang maksimal
dengan kualitas kerja yang lebih tinggi. Demikian pula bagi para dosen, seorang
dosen akan cenderung melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan seluruh
dosen merasakan kepuasan dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan kepuasan
kerja berdampak besar terhadap prilaku kerja (Agustini & Teviana, 2008).
Tidak hanya kepuasan, motivasi juga memiliki pengaruh positif bagi dosen.
Berdasarkan hasil penelitian Maulana (2013), bahwa motivasi berpengaruh
terhadap efektivitas kerja dosen di bidang pendidikan dan pengajaran pada
Program Studi Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman, yakni dimana setiap kenaikan motivasi sebesar 1%
akan menaikkan efektivitas kerja sebesar 5,5%. Ini berarti apabila motivasi
ditingkatkan, maka efektivitas kerja dosen di bidang pendidikan dan pengajaran
pun akan mengalami peningkatan.
Hal ini kemudian didukung oleh hasil penelitian Indrarini (2009) tentang
pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja dosen, bahwa
semakin tinggi motivasi kerja dan semakin tinggi kepuasan kerja dosen, maka
akan semakin tinggi pula kinerjanya.
Oleh karena itu, untuk memberi masukan guna meningkatkan kualitas,
kuantitas dan efektifitas dari dosen di Fakultas Keperawatan, maka perlu
dilakukan penelitian tentang gambaran motivasi kerja dan kepuasan kerja dosen di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana
gambaran motivasi kerja dan kepuasan kerja dosen di Fakultas Keperawatan
3. Tujuan Penelitian
3.1Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi kerja dan
kepuasan kerja dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
3.2Tujuan Khusus
3.2.1 Untuk mengetahui gambaran motivasi kerja dosen di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Untuk mengetahui gambaran kepuasan kerja dosen di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
4.1 Manfaat bagi institusi pendidikan keperawatan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam perencanaan,
pengembangan, dan penambahan jumlah Sumber Daya Manusia terutama
tenaga pendidik yakni dosen.
4.2 Manfaat bagi penelitian selanjutnya
Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut yang berkaitan dengan tenaga pendidik keperawatan.
4.3 Manfaat bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengadakan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Motivasi Kerja
1.1 Definisi Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers
& Porter, 1975 dalam Wijono, 2010). Motivasi juga sering diartikan sebagai
dorongan. Dorongan tersebut merupakan gerakan untuk melakukan sesuatu dari
jiwa dan jasmaniah. Sehingga juga disebut suatu drifing force yang menggerakkan
seseorang untuk bertingkah laku dan memiliki target dalam setiap hal yang
dikerjakannya (As’ad, 1995). Hal ini menjelaskan bahwa motivasi adalah sesuatu
yang menjadikan atau melatarbelakangi seseorang melakukan suatu hal dalam
mencapai tujan tertentu.
Wexley dan Yulk (1977 dalam As’ad, 1995) mendefinisikan motivasi sebagai
sesuatu yang menimbulkan motif atau hal yang merupakan motif. Sehingga dapat
dikatakan bahwa motivasi kerja adalah suatu hal yang menimbulkan semangat
atau dorongan kerja dan juga sering disebut sebagai pendorong semangat kerja
(Robbins & Judge, 2008).
1.2 Teori Motivasi Kerja
Banyak teori motivasi yang telah berkembang seiring dengan bertambahnya
minat dan perkembangan ilmu tentang motivasi. Ada beberapa teori motivasi
hierarki kebutuhan Maslow, teori motivasi Mc Clelland, dan teori kebutuhan ERG
(Existence, Relatedness, Growth) (Wijono, 2010).
1.2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda dan hal ini tergantung
pada kepentingan individu itu sendiri. Teori ini dikembangkan oleh Abraham
Maslow pada tahun 1970 yang disebut sebagai need hierarchy theory dengan
menyusun kebutuhan manusia dalam lima tingkatan yang akan dicapai
menurut tingkat kepentingannya (Wijono, 2010). Menurut Maslow, lima
kelompok kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman atau keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri atau
penghargaan, serta kebutuhan aktualisasi diri (Wexley & Yulk, 2003).
1.2.1.1Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan tingkat pertama yang
harus dipenuhi sebelum mencapai kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan primer karena dibutuhkan oleh semua orang
untuk meneruskan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan fisiologis dalam
masyarakat biasanya dihubungkan dengan uang. Uang yang dihasilkan
digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan fisiologis seseorang
(Moekijat, 1984). Kebutuhan ini terdiri atas makan, minum, pernapasan,
sandang, tempat berlindung, tidur, sex dan kesejahteraan individu
(Munandar, 2001). Seorang karyawan akan terlebih dahulu menginginkan
pekerjaan yang memberikan gaji yang memadai untuk mencukupi atau
barulah akan muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan berikutnya
yaitu keamanan.
1.2.1.2Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)
Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan tingkat kedua yang
akan dipenuhi setelah kebutuhan fisiologis dipenuhi. Pada dasarnya
kebutuhan ini merupakan kebutuhan akan pemeliharaan atau penjagaan
diri. Yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kestabilan,
ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman,
kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara struktural, peraturan dan tata
tertib, undang-undang dan batasan-batasan tertentu. Kalau dikaitkan
dengan pekerjaan maka kebutuhan akan keamanan jiwa dan keselamatan
sewaktu bekerja, juga termasuk perasaan aman akan benda yang ditinggal
saat bekerja. Kebutuhan ini juga menyangkut keprihatinan akan jaminan
masa depan karyawan. Contoh, setiap karyawan tidak hanya menginginkan
gaji yang memuaskan melainkan menginginkan pekerjaan yang dapat
memberi keselamatan dan keamanan serta bebas dari ancaman maupun
kehilangan saat bekerja (Wijono, 2010).
1.2.1.3Kebutuhan Sosial (Social and Belongingness Needs)
Manusia adalah makhluk sosial, oleh karena itu manusia juga
memiliki kebutuhan sosial. Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan
orang lain. Individu akan memerlukan teman dan perhatian dari
seseorang. Beberapa kebutuhan sosial tersebut yaitu: kebutuhan akan
dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting, kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan untuk bisa berpartisipasi (sense of participation)
(As’ad, 1995).
Sebagai contoh, seorang pekerja ingin dapat berinteraksi dengan
orang lain dan menginginkan dirinya untuk dikasihi dan diterima oleh
orang lain agar tidak merasa kesepian sehingga dapat berprestasi dalam
bekerja.
1.2.1.4Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama
(internal), adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berprestasi, pemenuhan
diri, kekuasaan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan, dan
kehidupan serta kebebasan. Kedua (eksternal), adalah kebutuhan terhadap
nama baik (reputation) atau prestise, status, keberhasilan, pengakuan,
perhatian dan penghargaan (Munandar, 2001). Pemuasan kebutuhan akan
harga diri akan membawa kepada keyakinan diri, kekuatan, kemampuan,
dan pemenuhan diri. Contohnya, setiap karyawan akan mempunyai
harapan untuk dapat mencapai kebebasan diri dam memperoleh
penghargaan dan kemampuan untuk mencapai prestasi kerja.
1.2.1.5Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualzation)
Kebutuhan aktualisasi diri atau perwujudan diri, merupakan
kebutuhan tingkat kelima yang paling tinggi bagi karyawan yang ingin
untuk dipenuhi. Pada peringkat ini masing-masing individu akan berbeda
sebelumnya telah tercapai. Tujuan dari kebutuhan ini adalah untuk
membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai sesuatu
wujud nyata dalam bentuk usaha aktualisasi.
1.2.2 Teori Motivasi McClelland
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland pada tahun 1974 yang
mengemukakan timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi oleh
kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Ada 3 kebutuhan-kebutuhan dalam teori ini,
yaitu kebutuhan kekuasaan, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan berprestasi
(Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2007).
1.2.2.1Kebutuhan Kekuasaan
Merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang
lain untuk kepentingan pribadinya. Kebutuhan ini menyebabkan orang
yang bersangkutan kurang perduli akan perasaan orang lain (Robbins &
Judge, 2008).
1.2.2.2Kebutuhan Afiliasi
Merupakan akan kehangatan dan dukungan dalam hubungan
dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk
mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain (Robbins & Judge,
2008).
1.2.2.3Kebutuhan Berprestasi
Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur
berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada
usaha untuk mencapai prestasi tertentu (Robbins & Judge, 2008).
1.2.3 Teori Kebutuhan ERG
Teori ini menyesuaikan dan melakukan modifikasi dari lima tingkat
teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi tiga kebutuhan saja yakni: 1)
Kebutuhan keberadaan (existence), 2) Kebutuhan hubungan relasi
(relatedness), dan 3) Kebutuhan pertumbuhan (growth) (Ivancevich,
Konopaske & Matteson, 2007).
1.2.3.1Kebutuhan Keberadaan (existence)
Kebutuhan keberadaan meliputi berbagai macam kebutuhan yang
berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik. Kebutuhan ini meliputi gaji,
keuntungan, dan keselamatan secara fisik. Tujuan kebutuhan ini untuk
memenuhi kebutuhan materi bagi diri individu sendiri. Jika tidak
terpenuhi maka akan cenderung untuk bersaing dengan individu lain.
Contohnya, karyawan yang ingin mendapatkan bonus tinggi, akan
berusaha untuk mencapai keinginan tersebut walaupun terjadi persaingan
dengan rekannya (Wijono, 2010).
1.2.3.2Kebutuhan Hubungan Relasi (relatedness)
Kebutuhan relasi merupakan kebutuhan untuk mengadakan
hubungan dan sosialisasi dengan orang lain. Dalam membina hubungan
individu mengharapkan memperoleh pemahaman dan pengertian dari
hubungan dengan orang-orang dilingkungan kerjanya seperti teman kerja
(kolega), atasan dan bawahan (Munandar, 2001).
1.2.3.3Kebutuhan Pertumbuhan (growth)
Kebutuhan ini mengacu pada hal yang mendorong individu untuk
kreatif dan produktif. Kepuasan akan pemenuhan kebutuhan hidup ini
akan timbul jika individu dapat menyelesaikan masalah dan memuaskan
keinginannya untuk dapat mengembangkan potensi diri dan tumbuh
secara optimal dalam kehidupannya. Misalnya ditempat kerja untuk
memperoleh kesempatan dalam mengembangkan karir atau untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahliannya.
Teori ERG merupakan ringkasan dari teori Maslow karena teori ERG
merangkum teori kebutuhan Maslow sebagai berikut: Kebutuhan eksistensi
meliputi kebutuhan fisiologis dan keamanan dalam teori Maslow, kebutuhan relasi
sama dengan kebutuhan sosial dan kasih sayang dalam teori kebutuhan Maslow,
dan teori pertumbuhan mencakup kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri dalam
teori kebutuhan Maslow (Robbins & Judge, 2008). Sedangkan teori motivasi
McClelland (1974) bila dihubungkan dengan teori kebutuhan Maslow maka teori
McClelland akan lebih mengarah kepada pemuasan kebutuhan yang bersifat sosial
saja. Karena itu, teori McClelland disebut juga teori motivasi sosial.
Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori Hierarki
Kebutuhan Maslow karena akan menjawab satu per satu kebutuhan manusia
2. Kepuasan Kerja
2.1 Definisi Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individuil. Setiap
individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai sistem nilai yang
dianutnya. Hal ini dikarenakan adanya perbadaan masing-masing individu.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu,
maka semakin tinggi tingkat kepuasannya, demikian juga sebaliknya.
Kepuasan kerja adalah perasaan mendukung yang dialami seorang pegawai
yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya (Mu’at dan Julina,
2009). Vroom (1964) dalam As’ad (1995) mendefinisikannya sebagai refleksi
yang bersifat positif dari sikap terhadap pekerjaan.
Kemudian Wijono (2010) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah hasil
perkiraan atau pemikiran individu terhadap pekerjaannya atau suatu pengalaman
positif dan menyenangkan yang dirasakan individu atas pekerjaannya. Hal itu
juga didukung oleh Locke (1976) dalam Wijono (2010) yang berpendapat bahwa
kepuasan kerja merupakan tingkat emosi positif dan menyenangkan individu.
As’ad (1995) juga mengungkapan arti yang sependapat bahwa kepuasan kerja
adalah “perasaan seseorang terhadap pekerjaannya”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah respon positif dari
seorang pekerja yang selanjutnya akan terwujud melalui sikap atas pekerjaannya.
2.2 Teori Kepuasan Kerja
Ada beberapa teori yang dikenal tentang kepuasan kerja. Salah satunya adalah
Job Satisfaction Survey (JSS). Menurut Spector (1997) kepuasan kerja adalah
bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaan mereka dan tentang
bermacam-macam aspek yang berbeda dari pekerjaan itu, sehingga akan sangat terkait
dengan bagaimana seseorang itu menyukai (puas) atau tidak menyukai (tidak
puas) akan pekerjaannya. Dalam teorinya, Spector (1997) mengungkapkan ada
sembilan aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, yaitu: gaji
(pay), promosi (promotion), supervisi (supervision), keuntungan tambahan (fringe
benefits), penghargaan (contingent rewards), prosedur kondisi saat kerja
(operating conditions), rekan kerja (coworkers), situasi pekerjaan (nature of
work), dan komunikasi (communications).
Selain itu, Wexley dan Yukl (1997) dalam As’ad (1995) juga mengungkapkan
terdapat 3 teori kepuasan kerja yaitu: teori pertentangan (dicrepancy theory), teori
keadilan (equity theory), teori dua faktor (two factor theory).
a. Teori pertentangan atau perbedaan (dicrepancy theory)
Porter (1961) dalam As’ad (1995) adalah orang pertama yang
mempelopori teori ini. Porter mengukur kepuasan kerja sesorang dengan
menghitung selisih antara apa yang seharusnya dirasakan dengan kenyataan
yang terjadi.
Kemudian Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja bergantung
pada pertentangan atau ketidaksesuaian antara should be (ekpektasi, kebutuhan,
atau nilai) dengan apa yang menurutnya telah dicapai melalui pekerjaan.
Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara
b. Teori keadilan (equity theory)
Prinsip dari teori ini puas atau tidak puasnya seseorang bergantung pada
keadilan (equity) yang dirasakan dalam suatu situasi. Teori ini memiliki elemen
input-out comes, comparison person, equity-inequity.
Input adalah segala sesuatu yang berharga yang diberikan karyawan pada
pekerjaannya, misalnya: pendidikan, pengalaman, ketrampilan, usaha, jam
kerja dan sebagainya. Outcomes adalah segala sesuatu yang dirasakan
karyawan sebagai “hasil” dari pekerjaannya, seperti: gaji, kenyamanan,
jabatan, kesempatan untuk berprestasi atau aktualisasi diri. Sedangkan
comparison person orang lain yang kepadanya karyawan membandingkan
input-outcomes yang dimilikinya.
Oleh karena itu, berdasarkan teori ini setiap karyawan atau pekerja akan
membandingkan ratio input-outcomes dirinya dengan ratio input-outcomes
orang lain. Bila perbandingan dianggap cukup adil, maka ia akan merasa puas.
Bila itu tidak seimbang tetapi menguntungkan (over compensation in-equity),
dapat menimbulkan kepuasan tetapi bisa juga tidak (misalnya pada orang yang
moralis). Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan (under
compensation in-equity) akan timbul ketidakpuasan.
c. Teori dua faktor (two factor theory)
Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
dan kelompok faktor pemelihara atau hygiene factors. Perbedaan antara dua
faktor ini disebut sebagai teori motivasi-higiene atau teori dua faktor.
Satisfier (motivator) adalah faktor yang berhubungan pada pekerjaan itu
sendiri. Motivator merupakan faktor yang efektif untuk memotivasi
peningkatan kinerja dan secara positif berpengaruh pada kepuasan kerja.
Faktor-faktor tersebut adalah: prestasi, pengakuan, pekerjaan atau tugas,
tanggungjawab, kemajuan, kemungkinan bertumbuh (Hersey, Blanchard dan
Johnson, 1996; Herzberg, Mausner dan Snyderman, 1959 dalam Huber, 2000).
Dengan adanya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tapi dengan tidak
adanya faktor ini pun tidak selalu menyebabkan ketidakpuasan.
Faktor pemelihara (hygiene factors) adalah faktor yang berhubungan
dengan lingkungan dan kondisi kerja. Jika faktor ini terpenuhi, maka tidak
akan menyebabkan kepuasan pada karyawan, melainkan akan mencegah
kehilangan produktifitas karena ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut
adalah: keamanan, status, gaji, kondisi kerja yang positif, hubungan
interpersonal, pengawasan dan kebijakan (Hersey, Blanchard dan Johnson,
1996; Herzberg, Mausner dan Snyderman, 1959 dalam Huber, 2000). Apabila
faktor-faktor ini terpenuhi maka akan mengurangi atau mengatasi
ketidakpuasan pegawai.
Teori Herzberg ini menunjukkan bahwa meskipun organisasi harus
membangun faktor higiene atau pemelihara, suasana yang memotivasi pun
harus secara aktif melibatkan pegawai. Para pekerja harus diberi tanggung
baik. Sistem penghargaan harus memenuhi kebutuhan motivasi dan faktor
pemelihara dan penekanan yang diberi sebaiknya disesuaikan pada situasi dan
keterlibatan pegawai (Marquis dan Huston, 2010).
Dalam penelitian ini teori yang akan digunakan adalah teori dua faktor
yang dikemukakan oleh Herzberg. Teori dua faktor yang diungkapkan oleh
Herzberg ini secara jelas dapat menggambarkan kepuasan kerja seseorang dan
sekaligus juga akan memperlihatkan aspek-aspek pekerjaan yang merupakan
sumber kepuasan atau ketidakpuasan (As’ad, 1995).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan kerja
Menurut beberapa orang gaji merupakan faktor utama dalam mempengaruhi
kepuasan seseorang dalam berkerja, dan tidak jarang pihak manajemen berusaha
untuk menigkatkan produktivitas karyawan dengan menaikkan gaji. Padahal gaji
hanya memberi kepuasan sementara, karena kepuasan akan gaji yang diperoleh
dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai masing-masing (Hullin, 1966 dalam As’ad,
1955).
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerja, namun tetap saja
faktor-faktor itu tergantung pribadi masing-masing pekerja. Menurut Blum (1965) dalam
As’ad (1955) faktor yang memberi kepuasan kerja yaitu:
a. Faktor individuil, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan.
b. Faktor sosial, meliputi hubungan keluarga, pandangan masyarakat,
kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan, kebebasan berpolitik, dan
c. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman
kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju.
Pendapat lain dari Gilmer (1966) dalam As’ad (1955) faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
a. Kesempatan untuk maju
b. Keamanan kerja
c. Gaji
d. Perusahaan dan manajemen
e. Pengawasan (supervisi)
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan, termasuk sukar atau mudah tugas atau
pekerjaan yang dimiliki.
g. Kondisi kerja
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
i. Komunikasi
j. Fasilitas
Penelitian yang dilakukan Caugemi dan Claypool (1978) dalam As’ad (1955),
menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah (1) prestasi, (2)
penghargaan, (3) kenaikan jabatan dan (4) pujian.
Dari banyak pendapat tentang faktor tersebut, As’ad (1955 )merangkum
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
a. Faktor psikologik, faktor yang berhubungan dengan kejiwaan meliputi
minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan
b. Faktor sosial, yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antar sesama
pekerja, dengan atasan maupun dengan yang berbeda jenis pekerjaannya.
c. Faktor fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja
dan waktu istirahat, perlengkapan kerja keadaan ruangan dan sebagainya.
d. Faktor finansial, berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem besarnya gaji, jaminan sosial,
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan landasan berpikir untuk melakukan
penelitian. Berdasarkan penjelasan teori pada tinjauan pustaka maka peneliti
ingin melihat gambaran motivasi kerja dosen berdasarkan Teori Hierarki
Kebutuhan Maslow dan gambaran kepuasan kerja dosen berdasarkan Teori Dua
Faktor Herzberg. Menurut Maslow, ada lima kebutuhan yang dapat memotivasi
seseorang dalam bekerja, kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman atau keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri
atau penghargaan, serta kebutuhan aktualisasi diri (Wexley & Yulk, 2003).
Kemudian, untuk kepuasan kerja terdapat faktor motivator yang meliputi prestasi,
pengakuan, pekerjaan atau tugas, tanggungjawab, kemajuan, kemungkinan
bertumbuh, dan faktor pemelihara yang meliputi keamanan, status, gaji, kondisi kerja yang positif, hubungan interpersonal, pengawasan dan kebijakan (Hersey,
Blanchard dan Johnson, 1996; Herzberg, Mausner dan Snyderman, 1959 dalam
Huber, 2000).
Dengan demikian kerangka konseptual dalam penelitian tentang gambaran
Skema 3.1 Kerangka Konsep
2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur
Motivasi
(Pysiological Needs)
2) Kebutuhan Keamanan
(Safety Needs)
3) Kebutuhan Sosial (Social
and Belongingness
Needs)
4) Kebutuhan Harga Diri
(Self Esteem Needs)
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization
Needs)
Kepuasan Kerja Dosen
Motivator 1) Prestasi 2) Pengakuan
3) Pekerjaan atau tugas 4) Tanggungjawab
4) Kondisi kerja yang
positif
5) Hubungan interpersonal 6) Pengawasan
4) Tanggungjawab 5) Kemajuan 6) Kemungkinan
bertumbuh
Faktor Pemelihara 1) Keamanan 2) Status 3) Gaji
4) Kondisi kerja yang positif 5) Hubungan
interpersonal 6) Pengawasan 7) Kebijakan
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan
untuk menggambarkan motivasi kerja dan kepuasan kerja dosen. Pendekatan yang
digunakan adalah cross sectional yakni penelitian yang hanya dilakukan satu kali
pada suatu saat dalam mengukur atau mengobservasi data variabel.
2. Populasi dan Sampel
2.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dosen keperawatan yang
bekerja di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang latar
belakang pendidikannya adalah Sarjana Keperawatan dengan gelar S.Kp
maupun S.Kep. Dari data yang didapatkan pada tahun 2012, jumlah seluruh
dosen yang berlatar belakang Sarjana Keperawatan adalah 36 orang.
2.2Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability
sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel bertujuan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan
strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu
(Arikunto, 2010). Oleh karena itu, maka sampel dalam penelitian ini adalah
dosen yang berlatar belakang pendidikan Sarjana Keperawatan sebanyak 36
a. Berstatus dosen keperawatan baik PNS (Pegawai Negeri Sipil) maupun
non-PNS
b. Bersedia menjadi responden penelitian
Namun, pada saat ditemui ada 4 orang dosen yang tidak menjadi responden
dalam penelitian ini dikarenakan tidak bersedia, tidak dapat ditemui karena
berhalangan hadir, dan tugas belajar. Sehingga, sampel yang seharusnya
berjumlah 36 orang, menjadi berjumlah 32 orang.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,
Jl. Prof Ma'as No. 03 Kampus USU. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan,
dari Maret 2014 - Mei 2014.
4. Pertimbangan Etik
Dalam melaksanakan penelitian keperawatan, etika dalam penelitian
merupakan hal yang sangat penting karena penelitian keperawatan cenderung
berhubungan langsung dengan manusia. Oleh sebab itu, etika penelitian haruslah
diperhatikan. Apabila penelitian menggunakan manusia sebagai subjek
penelitian, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia, sehingga penelitian
yang dilakukan akan menjunjung tinggi kebebasan manusia. Beberapa masalah
etika penelitian yang harus diperhatikan yaitu:
(1) Informed consent berupa bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden. Informed consent ini akan diberikan sebelum penelitian dilakukan
adalah agar responden akan mendapatkan informasi dan penjelasan lengkap serta
mengerti tentang penelitian yang akan dilakukan.
(2) Anonimity berupa jaminan yang diberikan kepada responden dengan cara
tidak mencantumkan nama responden pada alat ukur tetapi dapat berupa kode
pada lembar pengumpulan data maupun pada hasil penelitian.
(3) Confidentiality merupakan pemberian jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi atau masalah lainnya. Semua informasi yang didapat
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti (Hidayat, 2007).
Pengumpulan data penelitian dilaksanakan setelah proposal penelitian
disetujui kemudian proposal diperiksa oleh Komisi Etik Penelitian Keperawatan
untuk mendapatkan ethical clearance. Penelitian ini sudah dinyatakan
mempertimbangkan prinsip etik dengan mendapatkan ethical clearance dari
Komisi Etik Penelitian Keperawatan. Setelah itu peneliti mengajukan surat
permohonan izin kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara untuk melakukan penelitian di fakultas dan penelitian ini sudah mendapat
izin dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya
peneliti menemui responden untuk menyatakan maksud dan tujuan penelitian
serta menjelaskan hal-hal penting yang terkait dengan penelitian. Peneliti juga
memberikan kesempatan bagi responden untuk bertanya mengenai hal-hal yang
kurang dipahami terkait penelitian. Jika responden menyetujui, maka peneliti
memberikan informed consent atau lembar persetujuan kepada responden yang
berisi pernyataan persetujuan dan kesediaan untuk menjadi responden dalam
maka peneliti tetap menghargai hak-hak responden untuk tidak terlibat dalam
penelitian dan peneliti tidak akan memaksakan. Peneliti memberikan jaminan atas
kerahasiaan data dan catatan responden dengan tidak mencantumkan identitas
responden dan mempergunakan data yang diperoleh hanya untuk penelitian.
5. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner
yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan kepustakaan. Kuesioner
yang digunakan terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner
motivasi kerja dan kuesioner kepuasan kerja.
1) Kuesioner Data Demografi Responden
Kuesioner ini berisi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, status dan
masa kerja. Data demografi digunakan hanya untuk menggambarkan
karakteristik responden.
2) Kuesioner Motivasi Kerja
Kuesioner ini berisi tentang indikator kebutuhan yang dapat
menggambarkan motivasi kerja dosen menurut teori hierarki kebutuhan
Maslow yaitu: kebutuhan fisiologis (Pysiological Needs), kebutuhan
Keamanan (Safety Needs), kebutuhan sosial (Social and Belongingness
Needs), kebutuhan harga diri (Self Esteem Needs), kebutuhan aktualisasi diri
(Self Actualization Needs). Kuesioner ini terdiri dari 19 pernyataan tertulis
dengan 4 pilihan jawaban yang menggunakan skala likert yaitu untuk
pernyataan positif setuju diberi skor 4, sangat setuju diberi skor 3, tidak setuju
setuju diberi skor 1, sangat setuju diberi skor 2, tidak setuju diberi skor 3 dan
sangat tidak setuju diberi skor 4.
Tabel 4.1 Gambaran Distribusi Item Kuesioner Motivasi Kerja
Dimensi Item
Positif Negatif
Kebutuhan Fisiologis 1,2 3
Kebutuhan Keamanan 5,6 4,7,
Kebutuhan Sosial 9,11 8,10
Kebutuhan Harga Diri 13,14,15 12
Kebutuhan Aktualisasi Diri 17,19 16, 18
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus sebagai
berikut (Hidayat, 2007).
p
p = panjang kelas interval
rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
banyak kelas = jumlah kategori
Dimana nilai tertinggi adalah 76 dan terendah adalah 19. Maka rentangnya
adalah 57. Banyak kelasnya ialah 3 yaitu tinggi, rendah dan sedang jadi
3) Kuesioner Kepuasan Kerja
Kuesioner ini berisi tentang indikator atau aspek yang dapat
menggambarkan kepuasan kerja dosen menurut teori Herzberg (1959) yaitu
faktor hygiene dan motivator. Kuesioner ini terdiri dari 30 pernyataan tertulis
yang mencakup sembilan aspek kepuasan kerja dengan 4 pilihan jawaban
disetiap pernyataan dan menggunakan skala likert. Untuk pilihan sangat puas
diberi skor 4, puas diberi skor 3, tidak puas diberi skor 2 dan sangat tidak
puas diberi skor 1.
Tabel 4.2 Gambaran Distribusi Item Kepuasan Kerja
Dimensi Item
Motivator Pekerjaan/Tugas 1,2,3,4
Pengakuan 5,6
Kemajuan 7
Tanggungjawab 8,10,11
Prestasi 12
Kemungkinan Bertumbuh 9,13
Faktor Pemelihara Kebijakan 14,15
Pengawasan 16,17,18
Gaji 19,20,21,22
Hubungan Interpersonal 23,24
Kondisi Kerja Yang Positif 25,26,27
Status 29
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus yang
sama dengan kuesioner motivasi kerja. Dimana nilai tertinggi adalah 120 dan
terendah adalah 30. Maka rentangnya adalah 90. Banyak kelasnya ialah 4
yaitu sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas, jadi panjang
kelasnya ialah 23.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu harus
diujicobakan agar dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Uji coba
instrumen penelitian ini adalah uji validitas dan reliabilitas.
1) Uji validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan apakah alat ukur tersebut
benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoadmojo, 2010). Uji
validitas terbagi dua yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruksi
(construct validity) (Sugiyono, 2010). Kuesioner penelitian ini hanya dilakukan
uji validitas isi (content validity) dan telah di validasi oleh 3 orang pakar dan
praktisi pendidikan tentang kesesuaian isi kuesioner dengan konsep. Kuesioner
data demografi dan kuesioner kepuasan kerja keseluruhan item dinyatakan valid
oleh pakar. Namun untuk kuesioner motivasi kerja, dari 20 item pernyataan
terdapat 1 item yang dinyatakan tidak valid sehingga item tersebut dihapus.
Sehingga kuesioner motivasi kerja menjadi 19 item. Nilai CVI untuk kuesioner
2)Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas perlu
dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten
bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
alat ukur yang sama. Perhitungan reliabilitas hanya dilakukan pada instrumen
yang pertanyaan-pertanyaannya sudah memiliki validitas (Notoadmojo, 2010).
Oleh karena itu, setelah mengukur validitas, maka perlu untuk melakukan
reliabilitas data untuk mengetahui apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak.
Menurut Notoadmojo (2010) agar diperoleh hasil pengukuran yang mendekati
normal maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba minimal 20 orang. Uji
reliabilitas telah dilakukan terhadap 20 orang dosen keperawatan di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Haji Medan pada bulan Februari-Maret 2014.
Rumus yang digunakan adalah rumus Cronbach Alpha dengan menggunakan
sistem komputerisasi. Rumus ini digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen
yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket. Instrumen yang diuji yaitu
kuesioner motivasi kerja yang berjumlah 19 pernyataan dan kuesioner kepuasan
kerja berjumlah 30 pernyataan. Dari hasil analisa sistem komputerisasi yang
dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, maka didapat nilai
reliabilitas 0,767 untuk kuesioner motivasi kerja dan 0,869 untuk kuesioner
kepuasan kerja. Dengan demikian kedua kuesioner tersebut dinyatakan reliabel
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas
Keperawatan USU. Kemudian peneliti menjumpai calon responden dan
menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila calon responden tidak
bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghargai haknya. Apabila
calon responden bersedia untuk diteliti maka peneliti memberikan informed
consent untuk dibaca dan ditandatangani. Kemudian responden yang sudah
menandatangani informed consent akan diberi kuesioner untuk diisi. Pada saat
pengumpulan data, peneliti merasa kesulitan untuk menemui calon responden
maupun untuk mengambil kembali kuesioner dari responden karena ada beberapa
responden yang kehilangan kuesioner sehingga peneliti memberikan kuesioner
kembali. Metode pengisian kuesioner oleh responden, tidak dilakukan dengan
cara yang sama. Ada beberapa responden yang membawa kuesioner dalam waktu
lama (minimal 2 hari) dan setelah responden selesai mengisi kuesioner, maka
peneliti akan menemui responden untuk mengambil kuesioner. Selain itu, ada
juga responden yang meminta agar pernyataan dalam kuesioner dibacakan, satu
per satu item dibacakan dan responden menjawab kemudian peneliti yang mengisi
jawaban ke dalam kuesioner, tapi ditengah proses pengisian responden meminta
untuk membaca dan menjawab sendiri. Kemudian ada juga responden yang saat
itu juga langsung mengisi kuesioner dan waktu pengisian yang dibutuhkan sekitar
20 menit. Setelah memperoleh seluruh data responden, maka data di proses
1) Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan, kelengkapan data dan
melakukan koreksi apabila terdapat kesalahan pada data yang diperoleh pada saat
mengedit. Dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
2) Coding
Peneliti memberikan kode secara manual, biasanya dalam bentuk numerik
sebelum diolah dengan komputer. Sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan komputer.
3) Entri
Data yang sudah diedit dan diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam
program komputer.
4) Cleaning data
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap semua data yang telah dimasukkan
dalam komputer yang berguna untuk menghindari terjadi kesalahan saat
memasukkan data.
8. Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi.
Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskrispsikan variabel-variabel yang
diteliti. Dalam hal ini untuk menggambarkan motivasi kerja dan kepuasan kerja
dosen. Deskripsi data dalam analisis ini disajikan dalam bentuk distribusi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan menguraikan tentang karakteristik data demografi
responden, tingkat motivasi kerja dan tingkat kepuasan kerja responden. Jumlah
responden dalam penelitian ini adalah 32 orang, yakni dosen keperawatan USU
yang bersedia untuk menjadi responden.
1.1 Karakteristik Data Demografi
Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (81,2%) dan sisanya berjenis
kelamin laki-laki (18,8%). Untuk usia, yang terbanyak adalah berusia 39-42
tahun (40,6%) kemudian usia 35-38 tahun (31,2%) dan hampir seluruh
responden memiliki pendidikan terakhir S2 atau Magister (93,8%). Responden
seluruhnya berstatus dosen dengan masa kerja tertinggi 10-15 tahun (71,9%).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik
Demografi Responden (n=32)
Karakteristik Demografi Frekuensi %
1. Jenis Kelamin
Perempuan 26 81,2
Laki-Laki 6 18,8
2. Usia
31-34 Tahun 5 15,6
35-38 Tahun 10 31,2
39-42 Tahun 13 40,6
Karakteristik Demografi Frekuensi %
3. Pendidikan
S1 2 6,2
S2 30 93,8
4. Masa Kerja
1-5 Tahun 4 12,5
6-9 Tahun 5 15,6
10-15 Tahun 23 71,9
1.2 Tingkat Motivasi Kerja
Hasil analisa data mengenai tingkat motivasi kerja dosen di Fakultas
Keperawatan USU dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Motivasi Kerja Dosen Fakultas
Keperawatan USU (n=32)
Variabel Kategori Frekuensi %
Motivasi Kerja Tinggi 10 31,2
Sedang 22 68,8
Rendah 0 0
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa motivasi kerja dosen di Fakultas
Keperawatan USU berada ditingkat sedang sebanyak 68,8% dan tinggi
31,2%. Data tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari separuh dosen
memiliki tingkat motivasi kerja sedang dari jumlah dosen keseluruhan.
1.3 Tingkat Kepuasan Kerja
Hasil analisa data mengenai tingkat kepuasan kerja dosen di Fakultas
Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Kepuasan Kerja Dosen Fakultas
Keperawatan USU (n=32)
Variabel Kategori Frekuensi %
Kepuasan Kerja Sangat Puas 2 6,3
Puas 25 78,1
Tidak Puas 5 15,6
Sangat Tidak Puas 0 0
Pada tabel 5.3 sebagian besar dosen menyatakan puas bekerja di
Fakultas Keperawatan USU 78,1%. Dari data tersebut terdapat lebih
dari separuh jumlah dosen yang menyatakan puas dari total jumlah
dosen.
2. Pembahasan
2.1 Motivasi Kerja
Menurut Teori Kebutuhan Maslow (1970 dalam Wijono, 2010), bahwa
individu yang bekerja memiliki tahapan kebutuhan dasar yang akan mereka capai
dalam pekerjaan atau yang akan memotivasi mereka dalam pekerjaan. Jika satu
kebutuhan telah dipenuhi, maka akan berganti dengan kebutuhan lain yang belum
terpenuhi oleh individu sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Dalam teori ini
individu dimotivasi mulai dari kebutuhan yang paling dasar sampai kebutuhan
yang lebih tinggi.
Tingkatan kebutuhan itu adalah pertama, kebutuhan fisiologis. Kebutuhan
yang timbul berdasarkan kebutuhan kondisi fisiologis tubuh manusia yakni
kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal. Kebutuhan fisiologis ini
kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan bebas dari rasa takut
atau ancaman ataupun perlindungan dari bahaya atau ancaman fisik. Termasuk
juga kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara struktural, peraturan dan tata
tertib, dan sebagainya.
Ketiga, kebutuhan sosial. Kebutuhan yang berhubungan dengan orang lain
yakni bersosialisasi dan berteman. Dalam hal ini setiap pekerja membutuhkan
dirinya agar dapat berinteraksi dengan rekan kerja lain dan ingin diterima agar
dapat berprestasi dalam pekerjaan. Keempat, kebutuhan harga diri. Kebutuhan ini
terungkap dengan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya, keinginan untuk
didengar serta dihargai pandangannya. Pemuasan terhadap kebutuhan ini akan
membawa keyakinan diri, kekuatan, juga kemampuan.
Kelima, kebutuhan aktualisasi diri, yang merupakan kebutuhan yang paling
tinggi bagi seorang pekerja yang juga ingin dipenuhi dan dipuaskan. Kebutuhan
ini mencakup kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensi secara penuh dan
kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaan. Kelima kebutuhan dalam teori
Maslow ini akan dibutuhkan oleh manusia sepanjang kehidupannya. Oleh karena
itu, para pekerja akan menyesuaikan usaha memenuhi kebutuhannya menurut
hierarki prioritas semula, yakni tingkat paling rendah hingga tingkat paling tinggi.
Beberapa teori lain terkait motivasi kerja seperti Teori Kebutuhan ERG juga
menganut kepada teori Maslow. Teori yang dikembangkan oleh Alderfer ini
menyesuaikan dan memodifikasi dari lima tingkat teori Maslow menjadi tiga
kebutuhan saja yaitu kebutuhan keberadaan (existence), kebutuhan hubungan
keberadaan (existence), berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik yakni, gaji,
keuntungan, dan keselamatan secara fisik. Kebutuhan ini juga merupakan
kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan,
air, perumahan, uang, mebel maupun mobil. Sehingga, kebutuhan ini mencakup
kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.
Kebutuhan relasi (relatedness), berupa kebutuhan untuk mengadakan
hubungan dan sosialisasi dengan orang lain. Individu akan berusaha akan
berusaha untuk dapat membina hubungan dengan orang-orang dilingkungan
kerjanya seperti teman kerja, atasan dan bawahan. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan harga diri dari Maslow.
Kebutuhan pertumbuhan (growth), merupakan kebutuhan yang mendorong
individu untuk menjadi orang yang kreatif dan produktif serta untuk
mengembangkan kecakapan secara penuh. Kebutuhan ini mecakup bagian
intrinsik dari kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi dari Maslow.
Dalam teori ini, jika kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak dipuasi, maka
individu akan kembali keusaha untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang
lebih rendah. Sesuai dengan teori Maslow, teori ERG ini pemenuhan kebutuhan
tingkat yang lebih tinggi setelah kebutuhan tingkat yang lebih rendah terpenuhi
juga penting.
Teori berikutnya adalah Teori Dua Faktor Herzberg. Herzberg juga
menggolongkan kebutuhan-kebutuhan namun dalam dua faktor saja, yaitu faktor
motivator dan pemelihara. Yang termasuk dalam faktor motivator adalah prestasi,
bertumbuh. Sedangkan faktor pemelihara adalah keamanan, status, gaji, kondisi
kerja yang positif, hubungan interpersonal, pengawasan, dan kebijakan.
Dalam teori ini ditemukan faktor motivatorlah yang akan memberi kepuasan
kerja apabila kebutuhan-kebutuhan dalam faktor itu dipenuhi. Jika tidak
terpenuhi maka tidak akan mengakibatkan ketidakpuasan tetapi hanya pada
tingkat netral saja. Sebaliknya jika kebutuhan dalam faktor pemelihara tidak
terpenuhi maka akan membuat individu mengalami ketidakpuasan kerja.
Jika dibandingkan dengan kebutuhan Maslow, akan didapati bahwa
kebutuhan yang berkaitan dengan motivator adalah kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan kebutuhan yang berkaitan dengan faktor
pemelihara adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan
sosial.
Selain itu ada teori lain yang juga berkaitan dengan motivasi yaitu Teori
Motivasi McClelland (1974). Teori ini juga disebut teori kebutuhan dari
McClelland dimana terdapat kebutuhan kekuasaan, kebutuhan afiliasi, dan
kebutuhan berprestasi. Kebutuhan kekuasaan adalah adanya keinginan yang kuat
untuk mengendalikan, untuk mempengaruhi, dan untuk memiliki dampak
terhadap orang lain. Orang dengan kebutuhan berkuasa yang besar menyukai
pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan, karena akan lebih mudah untuk
mempengaruhi orang lain.
Kebutuhan afiliasi lebih kepada orang-orang yang suka untuk berhubungan
dan persahabatan. Mereka ingin untuk disukai dan diterima oleh orang lain dan
afiliasi juga menginginkan hubungan yang melibatkan pengertian dalam derajat
yang tinggi dan akan berusaha untuk menghindari konflik.
Orang-orang dengan kebutuhan berprestasi adalah mereka yang memiliki
dorongan kuat untuk berprestasi dan akan lebih mengejar prestasi pribadi dari
pada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka akan lebih bergairah untuk
melakukan sesuatu lebih baik lagi dan lebih efisien dari hasil sebelumnya. Oleh
karena itu kebutuhan ini lebih mengarah terhadap kepentingan masa depan dan
akan menjadi lebih dapat memperkirakan situasi yang akan datang untuk
memperoleh prestasi yang lebih baik dalam bekerja. Dorongan inilah yang
disebut kebutuhan berprestasi. Jika dilihat dari kebutuhan Maslow akan didapati
bahwa kebutuhan kekuasaan akan berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman,
kebutuhan afiliasi berkaitan dengan kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
berprestasi akan berkaitan dengan aktualisasi diri.
Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari sepertiga jumlah dosen memiliki
tingkat motivasi sedang, dan kemudian sisa nya memiliki tingkat motivasi yang
tinggi. Hasil karakteristik demografi menunjukkan mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan yakni sepertiga dari seluruh responden. Penelitian Aswat
(2010) memperlihatkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan
terhadap motivasi kerja. Hal yang sama juga ditemukan oleh Sutrisno (2013)
bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja, dimana
dalam penelitian ini jenis kelamin yang mayoritas adalah perempuan. Namun
Dalam penelitian ini hampir setengah dari seluruh jumlah responden berusia
39-42 tahun. Berdasarkan usia responden dalam penelitian ini yakni diatas 30
tahun, telah memiliki realitas dalam bekerja sehingga jarang mengalami
kekecewaan dalam pekerjaan dan cenderung membuat motivasi kerja lebih tinggi
(Wexley, 1977). Sementara itu hasil penelitian Aswat (2010) menyatakan bahwa
umur ≤ 30 tahun yang memiliki motivasi tinggi dan merupakan usia yang ideal
untuk bekerja.
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini, hampir seluruhnya S2
(Magister) dan hanya sebagian kecil yang tingkat pendidikannya S1 (Sarjana).
Hasil penelitian Indrastuti (2010) terhadap perawat menunjukkan tingkat
pendidikan tidak mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Namun berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Sutrisno (2013) terhadap perawat di RSUD
Banyumas, bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat motivasi
dalam bekerja.
Untuk masa kerja atau lama waktu bekerja, dosen memiliki masa kerja 10-15
tahun ialah sebanyak 23 orang. Jumlah ini lebih dari setengah dari keseluruhan
jumlah responden. Siagian (2002) dalam Aswat (2010) menyatakan bahwa
semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin matang secara teknis dan
psikologis yang menunjukkan kematangan jiwanya dalam bekerja. Hasil
penelitian Sutrisno (2013) juga menunjukkan lama bekerja atau masa bekerja
berpengaruh besar atas motivasi kerja. Sehingga seharusnya semakin lama
dalam bekerja dan lebih memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang
pekerjaannya.
Sesuai dengan hasil yang didapatkan, kebutuhan paling besar yang
memotivasi dosen di Fakultas Keperawatan untuk bekerja secara keseluruhan
adalah kebutuhan fisiologis. Pada peringkat ini, biasanya pemenuhannya
berbeda-beda untuk setiap individu. Sama halnya dengan hasil penelitian Andi
dan Djendoko (2004) mendapati bahwa kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan peringkat pertama yang harus dipenuhi dan yang memotivasi. Hanya
saja dalam penelitian ini yang menjadi respondennya adalah para pekerja
konstruksi di Surabaya. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling
mendasar yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja, demikian juga dengan dosen di
Fakultas Keperawatan menganggap bahwa motivasi terbesar dalam bekerja adalah
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis melalui gaji atau penghasilan yang
diperoleh dari pekerjaan sebagai dosen. Adapun kebutuhan yang dipenuhi adalah
kebutuhan hidup sehari-hari yakni makanan minuman, sandang dan juga tempat
tinggal.
Hasil yang didapat dari setiap item pernyataan mengenai kebutuhan fisiologis
bahwa sebagian besar dosen setuju bahwa penghasilan yang diperoleh dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan sandang. Namun untuk
kebutuhan akan tempat tinggal yang layak, sebagian besar dosen menyatakan
setuju bahwa penghasilan mereka belum dapat memenuhi kebutuhan akan tempat
tinggal yang layak. Hal ini dikarenakan masing-masing dosen memiliki