• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat fisik dan daya simpan buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) yang dilapisi kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat fisik dan daya simpan buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) yang dilapisi kitosan"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN BUAH MARKISA KUNING (Passiflora

flavicarpa) YANG DILAPISI KITOSAN

Oleh : SURIANTA

F14070078

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURIANTA. F14070078. Sifat Fisik dan Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarva) yang Dilapisi Kitosan. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, Msc. 2011

RINGKASAN

Permintaan pasar yang tinggi akan buah-buahan segar berkualitas memicu perkembangan teknologi pasca panen untuk melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan tingkat kesegaran buah. Upaya untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan pelilinan.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengamati perubahan fisik dan daya simpan dari buah markisa yang dilapisi oleh kitosan yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin (150C). Sedangkan tujuan khusus adalah menentukan umur simpan dari buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa berlapis kitosan), mengkaji pengaruh konsentrasi kitosan terhadap perubahan sifat fisik dari buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa), dan mengkaji pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot markisa kuning (Passiflora flavicarpa).

Buah markisa yang digunakan dalam penelitian adalah buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) yang berasal dari Subang, Jawa Barat dengan tingkat kematangan 80%. Lilin kitosan diperoleh dari Fakultas Perikanan IPB yang telah memproduksinya. Konsentrasi kitosan yang digunakan adalah kitosan 0.5%, 1.0%, 1.5% dan tanpa kitosan sebagai kontrol dengan tiga ulangan.

Pada penelitian ini dilakukan perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu 150C dan suhu ruang (26-280C) dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap lama penyimpanan, laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, uji warna, dan uji organoleptik.

Buah markisa kuning yang disimpan pada suhu ruang memiliki umur simpan sampai 8 hari untuk kontrol dan pelapisan kitosan 0.5%, 9 hari untuk pelapisan dengan kitosan 1.5%, serta 6 hari untuk pelapisan dengan kitosan 1.0%. Sedangkan untuk markisa kuning yang disimpan pada suhu 150C memiliki umur simpan sampai 14 hari untuk kontrol, pelapisan dengan kitosan 0.5% dan 1.0%, serta 16 hari untuk pelapisan dengan kitosan 1.5%.

Umur simpan terpanjang dari buah markisa kuning berlapis kitosan diberikan oleh konsentrasi kitosan 1.5% baik pada suhu ruang maupun suhu 150C, yaitu masing-masing 9 hari dan 16 hari. Pada suhu ruang, konsentrasi kitosan berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut buah markisa kuning, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil uji organoleptik, uji warna, kekerasan kulit dan susut bobot dari buah markisa kuning.

Pada suhu 150C, konsentrasi kitosan mempertahankan secara nyata nilai total padatan terlarut,dan nilai uji organoleptik,serta mengurangi susut bobot buah tetapi tidak mempertahankan secara nyata kekerasan kulit dan uji warna pada buah markisa kuning.

Suhu penyimpanan yang dingin (150C) ternyata dapat menekan proses respirasi buah markisa kuning sehingga susut bobot markisa kuning lebih rendah dari buah markisa kuning yang disimpan pada suhu ruang.

(3)
(4)

PHYSICAL CHARACTERISTICS AND SHELF LIFE OF YELLOW PASSION FRUIT COATED BY CHITOSAN

Surianta

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62181365516235, e-mail: suryakarosekali@yahoo.co.id

ABSTRACT

Yellow passion fruit is one of the table fresh fruits preferred by Indonesian consumers. One alternative to prolong its shelf life is by chitosan of the whole fruit. The objectives of this research were 1) to determine the shelf life of yellow passion fruit coated by chitosan, 2) to assess the influence of various chitosan concentrations in wax on the physical characterictic changes, and 3) to assess the influence of storage temperature on the fruit weight losses. The shelf life of yellow passion fruit coated by 1.5% chitosan wax was 9 days at room temperature, and 16 days at 150C. Higher chitosan concentrations maintained significantly the total soluble solid, and the organoleptic score, and decreased the weight losses at 150C. However, it did not influence the fruit firmness and color. Lower temperature storage decreased significantly the respiration of passion fruits causing the reduction of the fruit weight losses.

(5)

i SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN BUAH MARKISA KUNING (Passiflora

flavicarpa) YANG DILAPISI LILIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SURIANTA F14070078

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

ii Judul Skripsi : Sifat Fisik dan Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarpa) Yang

Dilapisi Kitosan.

Nama : Surianta

NIM : F14070078

Menyetujui,

Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, Msc)

NIP. 19460821 1971061 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.)

NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Sifat Fisik dan

Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarpa) yang Dilapisi Kitosan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam

bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Surianta

(8)

Hak cipta milik Surianta, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

BIODATA PENULIS

Surianta. Lahir di Sei Tapung, Kab. Tandun, Riau, 01

Oktober 1989 dari Bapak Etmon Karo-Karo dan Ibu

Nuryani br. Sembiring Milala, sebagai anak pertama

dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan

pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD

Negeri 028 Tandun, Riau, kemudian melanjutkan

pendidikan sekolah menengah pertama di SMP

Negeri 1 Tandun, Riau pada tahun 2004. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA

Negeri 9 Pekanbaru, Riau dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian,

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis melaksanakan

Praktik Lapangan pada tahun 2011 di PTP Mitra Ogan, Palembang, Sumatera Selatan dengan

judul laporan ‘Mempelajari Proses Pengolahan CPO di PTP Mitra Ogan, Palembang, Sumatera

Selatan”. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, Penulis

Menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Sifat Fisik dan Daya Simpan Buah Markisa Kuning

(10)

iii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Sifat Fisik dan Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarva) yang Dilapisi Kitosan”.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak dibawah ini yang telah membantu penulis selama melakukan penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, Msc. Sebagai dosen pembimbing akademik dan staf pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

2. Kedua orang tua terkasih, Bapak Etmon Karo-Karo dan Ibu Nuryani br. Sembiring Milala, adikku tersayang: Zeni Asih Boru Karo, Eikel Ananta Karo Sekali, dan Era Sani Boru Karo yang banyak memberikan motivasi, semangat dan doa selama penulis menyusun skripsi.

3. Pak Sulyaden yang telah membimbing penulis selama penelitian.

4. Nova Ulina br. Ginting Munthe sebagai orang terkasihku yang selalu memberikan motivasi,doa, dan semangat mulai sejak penulis melakukan penelitian sampai penulis menyusun skripsi.

5. Teman-teman PERMATA GBKP Bogor yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Turangku Niosa Surbakti dan Rut Sabrina Barus yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk perbaikan dimasa mendatang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dan member manfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

I. PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ...1

B. TUJUAN ...2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

A. BUAH MARKISA KUNING ...4

B. KITOSAN ...7

1. SIFAT FISIK DAN KIMIA KITOSAN ...8

2. MANFAAT KITOSAN ...10

3. EKSTRAKSI KITOSAN ...12

C. LAJU RESPIRASI BUAH-BUAHAN...13

D. MASA SIMPAN BUAH ...14

E. PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH ...15

F. PELILINAN PADA BUAH-BUAHAN ...16

III. METODE PENELITIAN ...20

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...20

B. BAHAN DAN ALAT ...20

C. METODE PENELITIAN ...20

D. PENGAMATAN ...26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...28

A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN ...28

B. KARAKTERISTIK DAN MUTU MARKISA LAPIS LILIN...28

1. LAJU RESPIRASI ...28

2. SUSUT BOBOT ...37

3. KEKERASAN KULIT BUAH ...39

4. TOTAL PADATAN TERLARUT ...41

5. UJI WARNA ...43

6. UJI ORGANOLEPTIK ...45

V. SIMPULAN DAN SARAN...54

A. SIMPULAN ...54

(12)

DAFTAR PUSTAKA ...55

(13)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data produksi buah markisa di Indonesia ... 2

Tabel 2. Kandungan nutrisi 100 gram buah markisa ... 3

Tabel 3. Kandungan biji markisa kuning ... 5

Tabel 4. Komposisi kimia sari buah markisa ... 6

Tabel 5. Perubahan fisik dan kimia markisa selama penyimpanan ... 7

Tabel 6. Standar kitosan... 9

Tabel 7. Sifat larutan kitosan larut asam ... 12

Tabel 8. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan ... 14

Tabel 9. Batas aman suhu rendah dan chilling injury pada buah-buahan... 19

Tabel 10. Jenis fungisida pada pelapisan lilin ... 19

(14)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema proses pembuatan kitosan oleh Fakultas Perikanan IPB, Bogor ... 22

Gambar 2. Diagram alir penelitian pendahuluan... 24

Gambar 3. Diagram alir perlakuan dan rancangan percobaan ... 25

Gambar 4. Grafik laju respirasi CO2 buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 35

Gambar 5. Grafik laju respirasi CO2 buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan ... 36

Gambar 6. Grafik susut bobot buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 38

Gambar 7. Grafik susut bobot buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C)

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 38

Gambar 8. Grafik kekerasan kulit buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 40

Gambar 9. Grafik kekerasan kulit buah buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan ... 40

Gambar 10. Grafik total padatan terlarut buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan... 42

Gambar 11. Grafik total padatan terlarut buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 42

Gambar 12. Histogram perubahan nilai koordinat a warna buah markisa terlapis kitosan

pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 43

Gambar 13. Histogram perubahan nilai koordinat b warna buah markisa terlapis kitosan

pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 44

Gambar 14. Grafik perubahan nilai koordinat L warna buah markisa terlapis kitosan pada

suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 44

Gambar 15. Grafik uji organoleptik warna kulit buah markisa terlapis kitosan pada

suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 46

Gambar 16. Grafik gabungan uji organoleptik warna dan nilai a uji warna kulit buah markisa

terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 46

Gambar 17. Grafik gabungan uji organoleptik warna dan nilai a uji warna kulit buah markisa

terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 47

Gambar 18. Grafik gabungan uji organoleptik warnadan nilai a uji warna kulit buah markisa

terlapis kitosan pada suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 47

(15)

v suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan ... 48 Gambar 20. Grafik uji organoleptik aroma buah markisa terlapis kitosan pada

suhu ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 49

Gambar 21. Grafik uji organoleptik aroma buah markisa terlapis kitosan pada

suhu dingin (150C) dan berbagai konsentrasi kitosan ... 49 Gambar 22. Grafik uji organoleptik rasa buah markisa terlapis kitosan pada suhu ruang

dan berbagai konsentrasi kitosan ... 50

Gambar 23. Grafik uji organoleptik rasa buah markisa terlapis kitosan pada suhu dingin

(150C) dan berbagai konsentrasi kitosan ... 51 Gambar 24. Grafik uji organoleptik keseluruhan buah markisa terlapis kitosan pada suhu

ruang dan berbagai konsentrasi kitosan ... 52

Gambar 25. Grafik uji organoleptik keseluruhan buah markisa terlapis kitosan pada suhu

(16)

v DAFTAR GAMBAR

(17)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran1. Hasil uji Duncan markisa kuning pada penyimpanan suhu kamar ... 58

Lampiran 2. Hasil uji Duncan markisa kuning pada penyimpanan suhu dingin (150C) ... 60

Lampiran 3. Data laju respirasi CO2 buah markisa kuning pada suhu dingin (150C)... 63

Lampiran 4. Data laju respirasi CO2 buah markisa kuning pada suhu ruang... 64

Lampiran 5. Data susut bobot markisa kuning pada suhu ruang ... 65

Lampiran 6. Data susut bobot markisa kuning pada suhu dingin (150C) ... 65

Lampiran 7. Data perubahan kekerasan markisa kuning pada suhu ruang ... 66

Lampiran 8. Data perubahan kekerasan markisa kuning pada suhu dingin (150C) ... 66

Lampiran 9. Data perubahan total padatan terlarut markisa kuning pada suhu ruang ... 67

Lampiran 10. Data perubahan total padatan terlarut markisa kuning pada suhu dingin (150C) ... 67

Lampiran 11. Data uji organoleptik buah markisa kuning pada suhu dingin (150C) ... 68

Lampiran 12. Contoh lembar uji organoleptik buah markisa kuning pada suhu dingin (150C) ... 69

Lampiran 13. Data uji organoleptik buah markisa kuning yang disimpan pada suhu ruang ... 69

Lampiran 14. Data uji warna markisa kuning pada suhu ruang (nilai koordinat L) untuk markisa kontrol dan markisa dengan lapisan lilin 0.5% ... 70

Lampiran 15. Data uji warna markisa kuning pada suhu ruang (nilai koordinal L) untuk markisa kuning dengan lapisan lilin 1% dan 1.5% ... 70

Lampiran 16. Data uji warna markisa kuning pada suhu ruang (nilai koordinat a) untuk markisa kuning kontrol dan markisa dengan lapisan lilin 0.5% ... 71

Lampiran 17. Data uji warna markisa kuning pada suhu ruang (nilai koordinat a) untuk markisa kuning dengan lapisan lilin 1% dan 1.5% ... 71

Lampiran 18. Data uji warna markisa kuning pada suhu ruang (nilai koordinat b) untuk markisa kuning kontrol dan markisa kuning dengan lapisan lilin 0.5% ... 72

(18)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai berbagai macam komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri. Salah satu tanaman yang memiliki potensi besar adalah tanaman hortikultura. Sumbangan yang diberikan komoditas hortikultura pada pendapatan nasional di sector pertanian cukup besar yaitu sekitar 13% dari pendapatan nasional (BPS, 1998).

Buah-buahan termasuk dalam kelompok hortikultura. Buah-buahan tropis khususnya dari Indonesia sudah banyak dikenal di dunia. Buah-buahan tropis yang banyak diperdagangkan di pasaran dunia antara lain mangga, manggis, markisa, alpukat, rambutan, pepaya, belimbing, jeruk, durian, kelengkeng, duku, nangka dan pisang. Buah-buahan walaupun tidak merupakan bahan pangan primer, tetapi buah-buahan banyak dibutuhkan oleh penduduk dunia.

Dari semua jenis buah-buahan tersebut buah markisa adalah salah satu jenis buah yang memiliki aroma yang khas dan menarik. Buah markisa berasal dari Amerika latin yang kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis di Indonesia. Di Indonesia, markisa banyak ditanam di daerah dataran tinggi Gowa, Malino, Sulawesi Selatan (markisa ungu), Sumatera Utara (markisa ungu), Sumatera Barat (markisa kuning,konyal), dan Jawa Barat. Nama lain dari buah markisa kuning yaitu buah susu, passion fruit (Inggris), lilikoi (Hawaii), Golden passion fruit (Australia), Saowaros (Thailand), Maracuja peroba (Brazil), Pasionaria (Filipina), dan Yellow granadilla (Afrika Selatan).

Buah markisa banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan lainnya, karena markisa banyak mengandung vitamin dan nutrisi lainnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Markisa kaya akan vitamin-vitamin B yang menenangkan dan potassium yang merilekskan system saraf. Di Negara Amerika Selatan secara tradisional mengkonsumsi markisa sebelum tidur bisa membantu tidur.

(19)

2

Tabel 1. Data produksi buah markisa di Indonesia

Tahun Rambutan Sawo Sirsak Markisa Sukun Belinjo

TON 1995

1996

1997 295.693 54.990 39.976 30.363 153.215

1998 277.879 46.759 40.358 25.816 127.136

1999 263.415 44.556 44.195 25.044 127.026

2000 296.103 53.275 40.115 35.435 141.116

2001 350.875 63.011 46.951 41.036 169.902

2002 476.941 69.479 52.974 47.549 167.884

2003 815.438 83.877 68.426 71.899 62.432 244.864 2004 709.857 88.031 82.338 59.435 66.994 209.630 2005 657.579 83.787 75.767 82.892 73.637 210.836 2006 801.077 107.169 84.373 119.683 88.339 239.209 2007 705.823 101.263 55.798 106.788 92.014 205.728 2008 978.259 120.649 55.042 138.027 113.778 230.654 2009 986.841 127.876 65.359 120.796 110.923 221.097 2010*) 517.572 122.009 60.717 131.988 86.864 215.184

*) Angka sementara

a

Badan pusat statistik Indonesia (2010)

Karena begitu banyak manfaat dari buah markisa maka perlu adanya penanganan pasca panen yang tepat pada buah markisa untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas dari buah markisa. Penanganan pasca panen yang dapat dilakukan pada buah markisa yaitu dengan pemberian lapisan kitosan pada kulit buah markisa. Pemberian lapisan kitosan ini sangat penting dilakukan pada kulit buah markisa karena dengan pemberian lapisan kitosan pada kulit buah markisa dapat menutupi luka-luka pada kulit buah, menjaga buah agar tidak terkontaminasi mikroba perusak, mempertahankan kualitas dan nilai jual dari buah markisa.

Pelilinan adalah suatu proses pemberian lapisan lilin pada suatu bahan yang bertujuan untuk melindungi bahan dari kontaminasi mikroba. Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra pengangkutan bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Pelilinan sangat bermanfaat untuk proses penanganan pasca panen buah-buahan yaitu dapat mempertahankan kualitas dan mutu buah-buahan, menjaga tekstur kulit buah tetap bagus dan tidak terkontaminasi mikroba dari luar, serta mampu menutup bekas-bekas luka pada buah-buahan. Pelilinan ini juga sangat bermanfaat dalam proses penyimpanan buah-buahan untuk jangka waktu yang lama.

Kitosan diketahui memiliki sifat anti mikroba, mengandung antioksidan sehingga aman digunakan karena tidak menimbulkan migrasi zat kimia berbahaya terhadap suatu produk yang dilapisi kitosan. Kitosan sudah banyak dipakai dan dikembangkan untuk bahan pelapis buah-buahan karena bersifat anti mikroba.

Adapun komposisi buah markisa segar yaitu kulit (52%), jus (34%), dan biji (14%). Bagian yang

boleh dimakan dari buah markisa adalah kira-kira 48%. Buah markisa memiliki banyak kandungan nutrisi

(20)

3

Tabel 2. Kandungan nutisi 100 gram buah markisa

a

USDA National Nutrient data base dan Wikipedia, (2008)

B.

TUJUAN

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengamati pengaruh dari pelapisan kitosan terhadap umur simpan dan sifat fisik dari buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa). Tujuan khusus dari penelitian adalah :

1. Menentukan umur simpan dari buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) berlapis kitosan. 2. Mengkaji pengaruh konsentrasi kitosan terhadap perubahan sifat fisik dari buah markisa kuning

(Passiflora flavicarpa).

3. Mengkaji pengaruh suhu penyimpanan terhadap susut bobot markisa kuning (Passiflora flavicarpa).

Komponen Kadar

Karbonhidrat (g) 23.38

Protein (g) 2.20

Lemak (g) 0.70

Serat diet(g) 10.40

Energi (kcal) 97

Kalsium (mg) 12

Fosfor (mg) 68

Besi (mg) 1.60

Vitamin K (mg) 0.7

Magnesium (mg) 29

Vitamin B3 (mg) 0.297 - 0.43

Vitamin C (mg) 30

Tembaga (mg) 0.086

Air (g) 75

Unsur surih (g) 1.5-2.5

Gula (g) 1.5-3

Gula penurun (mg) 0.5-8

Vitamin B kompleks (mg) 1.8

(21)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

BUAH MARKISA KUNING

Markisa (Passion fruit) tergolong dalam filum Spermatopyhta, kelas Angiospermae, sub kelas Monocotyledone dan family passifloraceae. Ada sekitar 400 jenis markisa yang telah diketahui, dan 50-60 jenis diantaranya dapat dimakan. Beberapa jenis markisa terkenal adalah Passiflora quadrangularis, Passiflora ligularis, Passiflora laurifolia, dan Passiflora molissima. Diantara jenis yang ada terdapat dua jenis markisa yang paling banyak diproduksi secara komersial yaitu markisa ungu atau Passiflora edulis sims dan markisa kuning atau passiflora edulis f. flavicarpa ( Nakasone dan Paull, 1999).

Penamaan buah markisa bervariasi di tiap daerah. Markisa dinamakan Passion fruit atau granadilla di Inggris dan beberapa negera Eropa lainnya, grenadille di Prancis, buah negeri ( Jawa), pasi (sunda) di Indonesia, buah susu atau markisa di Malaysia, Passionaria di Philipina, dan linmangkon di Thailand. Markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa) berasal dari Brazil bagian selatan, tumbuh di pinggiran hutan hujan. Markisa ini tumbuh baik pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut dengan curah hujan 2000-3000 mm (Verheij dan Coronel,1997).

Di Indonesia markisa di tanam di ketinggian antara 800-1500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan minimal 1200 mm per tahun, kelembapan nisbi antara 80-90%, suhu lingkungan antara 20-300C dan tidak banyak angin. Tanaman markisa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, terutama pada tanah yang gembur, mempunyai cukup bahan organik, mempunyai Ph antara 6,5-7,5 dan berdrainase baik.

Buah markisa yang matang memiliki rasa yang asam, sehingga lebih sering dikonsumsi dalam bentuk sari buah, konsentrat, es krim, jam dan jelly. Hampir setengah dari hasil komersial buah markisa dimanfaatkan untuk produksi sari buah. Namun, produksi markisa di mancanegara relatif sedikit, yaitu dengan luas lahan komersial dari 12 negara produsen utamanya sekitar 4500 ha (Verheij dan Coronel 1997)

Penelitian invitro di University of Florida juga mendapati bahwa ekstrak buah markisa kuning banyak mengandung fitokimia yang mampu membunuh sel kanker. Fitokimia tersebut antara lain polifenol dan karotenoid. Kandungan fitokimia yang lain dalam markisa adalah harman, harmol, harmalin, passaflorine, harmine, karotenoid, viteksin, krisin, dan isoviteksin. Sedangkan kandungan gizinya antara lain: energi, lemak, protein, serat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, tiamin, riboflavin, niasin, asam askorbat, dan asam sitrat.

Markisa kuning disebut juga buah rola atau yellow passion fruit. Merupakan jenis markisa hasil mutasi dari bentuk markisa ungu. Banyak di budidayakan di daerah kuba, Puerto riko, suriname, Venezuela, kolumbia, Haiti dan Brasil. Di Indonesia markisa kuning banyak ditanam di pelabuhan ratu, sukabumi ,Jawa Barat. Persilangan (Hybrid) antara markisa ungu (yang beraroma kuat) dan markisa kuning (yang memiliki kadar sari buah tinggi) menghasilkan hibrida baru yang unggul yaitu hybrid e-23. Saat ini Hybrid e-23 dikembangkan skala perkebunan di Queensland, Australia, dan Hawai. Karakterisitik dari markisa kuning yaitu

1. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna kuning berbintik-bintik putih, buah berukuran sebesar bola tenis, berdiameter 5-6 cm, dan beraroma sangat kuat, serta rasa buah asam denga jus berwarna kuning sehingga cocok dibuat sirup atau jus.

(22)

5

3. Ruas batang panjang 7-10 cm, sulur muda berwarna kecoklatan, ukuran bunga besar, diameter 7-8 cm, mahkota tambahan berbentuk benang dan memencar, panjang ± 3,5 cm, pangkal berwarna ungu dan ujung berwarna putih.

4. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua (masak) berwarna kuning muda – kuning berbintik putih, kulit buah agak tebal dan agak keras.

5. Tanaman mampu berbuah cukup lebat, buah berbentuk bulat sampai bulat agak lonjong atau oval, berdiameter 5-7 cm, bobot 55-130 g, sari buah berwarna kuning, rasanya asam manis dengan aroma seperti jambu biji.

Tanaman markisa yang berasal dari buah mulai berbuah setelah berumur 9-10 bulan, sedangkan yang berasal dari stek, mulai berubah dari awal, yaitu sekitar 7 bulan.Warna buah yang pada mulanya berwarna hijau muda akan berubah menjadi ungu tua atau kuning ketika masak. Perlakuan pasca panen buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Buah markisa termasuk buah klimaterik, untuk itu jika buah tersebut akan dijual sebagai buah segar, sebaiknya buah dipanen pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70% dan disisakan tangkainya 3 cm. Buah markisa digolongkan ke dalam buah klimaterik karena pola respirasi markisa meningkat seiiring dengan perubahan akibat pematangan seperti pelunakan daging buah atau perubahan pigmen warna dan gas volatile tertentu. Respirasi dan produksi etilen akan menurun saat buah mencapai tingkat kematangan penuh dan mulai mengalami pembusukan.

Beberapa buah-buahan klimaterik seperti apricot, “peach”, mangga dan markisa menunjukkan kandungan sukrosa yang tinggi pada saat matang tetapi tidak seperti aprikot dan “peach” yang kandungan sukrosanya mengalami peningkatan selama proses pematangan, pada markisa justru terjadi sedikit penurunan ( Pruthi, 1963).

Isi buah markisa banyak mengandung zat-zat yang penting bagi tubuh manusia, oleh karena itu bijinya langsung dapat dimakan. Kandungan biji markisa kuning dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan biji markisa kuning

Komponen Jumlah (%)

Kapur 0.3

Fosfor 0.66

Protein 12.7

Lemak 9.32

Serat kasar 59.20

Sari bebas N 18.36

a

Rismunandar (1986)

(23)

6

Tabel 4. Komposisi kimia sari buah markisa

Komponen Kisaran Rata-rata

Kadar air (%) 76.9 – 82.5 80.4

Ekstrak eter (%) 0.01 – 0.08 0.05

Serat kasar (%) - -

Padatan terlarut (%) 14.4 – 21.9 17.3

Asiditas (%) 2.4 – 4.8 3.4

0Brix /asam

3.4 – 7.7 5.3

Ph 2.6 – 3.2 2.8

Gula pereduksi (%) 3.6 – 8.3 6.2

Gula non pereduksi (%) 2.3 – 7.9 4.6

Total gula (%) 7.4 – 13.3 10

Kalsium (mg %) 9.7 – 18.4 12.1

Fosfor (mg %) 21.4 – 60.4 30.1

Besi (mg %) 2.3 – 4.0 2.6

Asam askorbat (mg %) 21.9 – 69.9 34.6 Karoten (IU Vitamin A/100 gr) 1073.0 – 1547.0 1345.0 a

Pruthi dan Lal (1959)

Menurut Pruthi (1963), kondisi optimum untuk penyimpanan buah markisa adalah pada suhu 6.5 0

C dengan kelembapan nisbi 85 – 90%. Pada kondisi ini buah markisa akan tahan disimpan selama 4 – 5 minggu. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada kondisi tersebut setelah penyimpanan 4 minggu kehilangan berat secara fisiologis adalah 23.2%. Bila disimpan pada suhu ruang (23 – 33 0C), pada kelembapan nisbi 55 – 70% selama 4 minggu, maka kehilangan berat adalah 76.5% . Bila disimpan selama satu minggu pada suhu ruang, kehilangan berat yang terjadi adalah 34.5%.

Peningkatan gula-gula pereduksi disebabkan oleh hidrolisa sukrosa dan oleh produksi dekstrosa sebagai hasil hidrolisa pati yang berjalan lambat. Selama penyimpanan juga terjadi peningkatan kandungan pektin larut-air dan pektin larut-oksalat, tetapi ada penurunan kandungan pektin larut-asam pada kulit buah. Perubahan ini lebih nyata pada suhu yang lebih tinggi. Pada suhu ruang, perubahan fisik dan kimia dan kehilangan aroma (Flavor) nyata dalam 1 – 2 minggu.

Tanaman markisa kuning menjalar, setengah mengayu, batangnya tidak berbulu, beralur dan berwarna hijau. Buahnya bertipe bulat hingga lonjong seperti telur berukuran (4-12) cm x (4-7) cm, berwarna kuning kenari (Cannary yellow), eksokarpnya keras dan tipis, dan endokarpnya putih. Bila telah matang, tangkai buah markisa mudah tanggal dari ranting pohonnya, daging buah berwarna kuning dengan aroma yang khas, mengelilingi biji berwarna hitam (Verheij dan Coronel 1997)

(24)

7

Tabel 5. Perubahan-perubahan fisik dan kimia pada buah markisa selama penyimpanan

Komponen-komponen

Sebelum penyimpanan

Penyimpanan pada 6.5 0C (dalam minggu)

Penyimpanan suhu ruang

selama 2 minggu

2 4 6 8

Kulit (%)

45.3 43.57 37.30 33.90 38.80 34.20

Sari buah (%) 39.6 39.60 43.29 44.30 36.00 32.20

Residu (%) 15.1 18.00 19.40 21.90 25.20 33.60

KA kulit (%) 73.1 79.90 62.80 56.60 54.70 11.40

KA sari (%) 80.4 80.40 80.30 77.60 75.00 -

Keasaman (%)

2.1 2.10 2.30 2.70 1.50 1.80

Sukrosa (%) 4.8 4.20 3.70 3.40 3.40 1.80

Total gula (%) 10.1 10.10 10.30 11.00 10.00 -

Protein (%) 1.0 0.95 - - - -

Gula pereduksi (%) 5.2 5.80 6.50 7.50 6.50 8.20

a

Pruthi (1963)

B.

KITOSAN

Kitosan merupakan salah satu bahan yang memiliki prospek yang baik dimasa depan. Kitosan merupakan salah satu polisakarida kationik alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin yang banyak terdapat di alam. Kitin dapat diperoleh dari crustacean atau berbagai fungi. Kitin merupakan bentuk molekul yang hampir sama dengan selulosa, yaitu suatu bentuk polisakarida yang dibentuk dari molekul-molekul glukosa sederhana yang identik. Kitosan sebagai polimer alami dapat dihasilkan dari hewan berkulit keras terutama dari laut seperti udang, rajungan, kepiting dengan kadar kitosan antara 10-15%. Selain dari kulit hewan laut, kitosan juga dapat diperoleh dari dinding sel jamur antara lain Aspergillus niger (Hardjito, 2006).

(25)

8

Kitosan dapat ditemukan secara alami pada dinding-dinding sel filamen dan yeast karena deasetilasi enzymatis. Kitosan tidak larut di dalam air, alkali pekat, alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam lemah seperti asetat dan formiat. Asam organik seperti asam hidrokloride dan asam netral dapat melarutkan kitosan pada pH tertentu dalam keadaan hangat dan pengadukan lama,tetapi hanya sampai derajat terbatas.

Karena kondisi ekstrim yang digunakan pada saat proses deasetilasi kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek dibandingkan kitin.Oleh karena itu, jika kitosan dilarutkan dalam asam encer, viskositasnya bervariasi menurut berat molekul dan derajat deasetilasinya. Kitosan dapat mengalami depolimerisasi selama penyimpanan yang lama dengan suhu tinggi. Depolimerisasi thermal kitosan maksimal terjadi pada suhu 280 0C. Degradasi enzimatis terhadap kitosan dapat dilakukan untuk enzim kitonase.

1.

SIFAT FISIK DAN KIMIA KITOSAN

Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.

Chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk 10 memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis.

(26)

9

Tabel 6. Standard Kitosan

Deasetilasi ≥ 70 % jenis teknis dan

> 95 % jenis pharmasikal

Kadar abu Umumnya < 1 %

Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6

Kadar air 2 – 10 %

Kadar nitrogen 7 - 8,4 %

Ukuran partikel 5 ASTM Mesh

Viscositas 309 cps

E.Coli Negatif

Salmonella Negatif

Warna Putih sampai kuning pucat

pH 7-9

Bau Tidak berbau

Kadar logam berat (As) < 10 ppm

Kadar logam berat (Pb) < 10 ppm

Ketidaklarutan < 1 %

Kadar protein < 0.5 %

a

Muzzarelli (1985), Austin (1981)

Dua faktor utama yang menjadi ciri dari kitosan adalah viskositas atau erat molekul dan derajat deasetilasi. Oleh sebab itu, pengendalian kedua parameter tersebut dalam proses pengolahannya akan menghasilkan kitosan yang bervariasi dalam penerapannya di berbagai bidang. Misalnya kemampuan kitosan membentuk gel dalam N-methyl morpholine-N-oxide, belakangan ini telah dimanfaatkan untuk formulasi obat.

Kitosan dapat dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan, seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Kitosan yang dilarutkan dalam asam maka secara proporsional atom hidrogen dari radikal amina primernya akan lepas sebagai proton, sehingga larutan akan bermuatan positif, dan bila ditambahkan molekul lain sebagai pembawa muatan negatif, maka akan terbentuklah polikationat, dan kitosan akan menggumpal.

(27)

10

2.

MANFAAT KITOSAN

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer (Hirano et al., 1999). Kitosan dan turunannya telah banyak dimanfaatkan secara komersial dalam industri pangan, kosmetik, pertanian, farmasi pengolahan limbah dan penjernihan air. Dalam bidang pangan, kitosan dapat dimanfaatkan dalam pengawetan pangan, bahan pengemas, penstabil dan pengental, antioksidan serta penjernih pada produk minuman.

Dalam bidang kesehatan kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah, antitumor (penggumpal) sel-sel leukemia (Brine et al., 1991). Kitosan mengaktifkan beberapa proses pertahanan pada jaringan inang (El-Ghouth et al., 1992). Chen et al., (1996) meneliti aplikasi kitosan sebagai antimikrobial untuk pengemas dan Kittur et al., (1998) menggunakan kitosan sebagai bahan dasar pengemas berupa film. Selain itu kitosan juga diketahui tidak menyebabkan alergi dan dapat memacu pertumbuhan bakteri penghasil enzim lactase yang biasa hidup dalam organ pencernaan bayi (Austin, 1981).

Rhoades, Roller (2000) melaporkan penggunaan kitosan dan hidrolisat kitosan untuk pengawet juice dan minuman ringan, kitosan juga menghambat pertumbuhan mikroba perusak daging (Pseudomonas fragi), perusak saus tomat (Cryptococcus albidus dan Bacillus sp). Kitosan memiliki struktur kimia yang menyerupai selulosa telah diketahui untuk melindungi makanan mudah rusak (perisable food) dari kerusakan dengan cara mengurangi laju dehidrasi dan respirasi, serta mampu menjaga teksturnya (No et al., 2007).

Dalam bidang pengolahan pangan kitin dapat digunakan sebagai pemantap sistem emulsi, sebagai pereaksi pengikat air atau lemak, menaikkan volume roti tawar (Knoor, 1982), sebagai pengikat pewarna makanan (Knoor, 1983). Dalam bidang enzimlogi kitin digunakan sebagai media untuk immobilisasi enzim (Santoso, 1990). Baik kitin maupun kitosan digunakan sebagai bahan pembungkus atau kapsul obat-obatan, juga sebagai benang operasi dalam pembedahan ( Santoso, 1990).

Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal, industri kulit untuk perekat, fotografi, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal (Suptijah et al., 1992).

Zivanovic et al., (2004) memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0.1% kitosan polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi oil in water. Model emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20% minyak jagung, 1% Tween 20, 1.5% Tripticase soy broth, 0.58% asam asetat, dan kitosan polisakarida.

(28)

11

kod, yaitu berfungsi sebagai film edibel sehingga mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama penyimpanan.

Menurut El Ghaouth et al., (1991) kitosan memiliki kemampuan bioaktif sebagai penghambat pertumbuhan cendawan. Menurut El Ghaouth et al., (1992 a) kitosan dapat mengaktifkan pertahanan alami dari tanaman dan membantu jaringan dalam mencegah infeksi cendawan. Dengan adanya kitosan proses kolonialisasi pathogen pada jaringan tanaman dapat dicegah dan apabila jaringan tanaman telah terinfeksi, penyebaran pathogen dapat dibatasi sehingga tidak meluas ke jaringan yang sehat.

Berdasarkan hasil penelitian Harjanti (1997), kitosan dapat dipergunakan sebgai bahan pelapis tomat yang mampu menghambat kematangan buah tomat serta mencegah penyerangan oleh cendawan. Tomat dengan pelapisan kitosan 1.5% dapat disimpan hingga hari ke-20, sedangkan dengan pencelupan Benlate-50 dapat disimpan hingga hari ke-15 dan untuk kontrol hanya sampai hari ke-10. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, mengukur kontaminasi

jamur pada komoditi pertanian

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan

lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat

antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat,

mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu,

menahan proses browning enzimatis pada buah,

mengembalikan tekanan osmosis membran

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol

tekstur, bahan pengemulsi

Nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan

tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak,

memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis

(radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi

Pengolahan limbah

makanan padat

Flokulan dan pemecah agar

Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernih.

Aplikasi lain Imobilisasi enzim, enkapsulasi, kromatrografi, dan

bahan analisis

a

(29)

12

3.

EKSTRAKSI KITOSAN

Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu kitosan.14 Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH (Kolodziesjska 2000). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik.

Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992). Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet, penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih (Shahidi et al., 1999)

Secara umum, pelapis yang tersusun dari polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan penguapan air tetapi efektif untuk mengontrol difusi dari berbagai jenis gas seperti CO2 dan O2 (Nisperoscarriedo, 1995). El Ghaouth, et al. (1994) mengemukakan bahwa polikation alami dari kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang dan jamur patogen. Kitosan diketahui mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan kapang Bothria cinerea dan Rhizopus stolonifer pada buah strawberry.

Kemampuan kitosan sebagai pelapisan lilin dibatasi oleh permeabilitas kelembapan yang relative tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti,dimana difusi kelembapan yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembapan kulitnya yang rendah (Caner et al.,1998).

C.

LAJU RESPIRASI BUAH-BUAHAN

Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan buah-buahan sesudah dipanen, intensitas respirasi sering dianggap sebagai potensi daya simpan buah-buahan. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang pendek, hal ini merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan pangan (Pantastico, 1986).

Pola respirasi buah ada dua macam yaitu respirasi klimaterik dan respirasi non klimaterik. Pola respirasi klimaterik mempunyai karakteristik dimana laju respirasi pada saat awal setelah pemetikan akan menurun, dan selanjutnya akan terjadi konsumsi O2 dari udara untuk pernapasan dan menghasilkan CO2, H2O dan panas. Panas yang dikeluarkan akan mempercepat reaksi respirasi selanjutnya sampai mencapai titik maksimum. Setelah itu respirasi akan menurun secara perlahan sampai buah menjadi layu (Senescence) Buah dan sayuran tetap melakukan respirasi setelah pemanenan, dan sebagai akibatnya pengemasan harus masuk dalam perhitungan aktivitas respirasi.

Respirasi dibedakan dalam tiga tingkat yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobic menjadi CO2, air, dan energi (Phan, 1986).

(30)

13

C6H12O6 + 6 O2→ 6 CO2 + 6 H20 + energi (panas dan ATP)

gula oksigen karbon dioksida air

Reaksi kimia dikontrol oleh temperatur. Kenaikan 10°C (18°F) maka dapat meningkatkan respirasi lebih dari dua kali lipat.

D.

MASA SIMPAN BUAH

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat, susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen, susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah.

Untuk masa simpan dari buah markisa kuning terlalu lama hanya akan tahan disimpan selama seminggu. Namun mungkin dengan penyimpanan dingin masa simpan buah markisa kuning dapat diperpanjang tapi penyimpanan dingin pada buah markisa kuning pada umumnya dapat menyebabkan buah markisa menjadi menyusut.

(31)
[image:31.612.143.508.110.372.2]

14

Tabel 8. Batas aman suhu rendah dan chilling injury pada buah-buahan

a

Ryall, 1982

E.

PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH

Prinsip penyimpanan buah adalah untuk memperpanjang daya guna dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutu, juga terkait dengan faktor penuaan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah untuk mempertahankan produk dalam keadaan paling berguna bagi konsumen, dengan jalan mengendalikan laju transpirasi dan respirasi, mengatur suhu dan kelembapan ruangan serta mengendalikan infeksi penyakit (Pantastico, 1986).

Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembapan dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Pendinginan akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang akan disimpan (Watkins, 1971).

Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan (Purwanto, 2007).

Penurunan suhu penyimpanan sebesar 10 0C akan mengurangi laju respirasi sebesar 2-4 kalinya dan itu cukup berarti untuk menunda kemunduran mutu dan penuaan komoditi. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka penting dijaga agar suhu ruang penyimpanan relatif tetap, perubahan 2-30C dari suhu yang dikehendaki sebaiknya dicegah. Sayuran dan buah-buahan yang disimpan pada suhu lebih tinggi

Buah Batas Aman Suhu Rendah (°C)

Chilling Injury yang Bisa Terjadi antara 0°C Hingga Suhu Aman

Apel 2-3 pencoklatan daging, warna seperti terbakar, lembek

Alpukat 5 -7 warna daging coklat ke abu-abuan

Pisang 12 - 13 warna kulit kusam, pencoklatan pada daging, gagal matang

Cranberries 2 tekstur liat, daging memerah

Anggur 10 lembek, warna seperti terbakar

Lemon 11 - 13 Bercak

Lime 7 – 9 Bercak

Mangga 10 - 13 perubahan warna menjadi ke abu-abuan dan kematangan tidak merata

Zaitun 7 pencoklatan bagian dalam

Jeruk 3 bercak coklat

Pepaya 7 gagal matang, hambar, busuk

Nanas 7 - 10 warna hijau kusam saat matang

(32)

15

dari seharusnya bila suhu pendinginan tidak segera dicapai, akan sangat memungkinkan terjadinya pembusukan atau proses pematangan yang tidak baik. Keadaan kondisi penyimpanan yang diatas suhu optimum jika berlangsung semakin lama, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kerusakan pada bahan yang akan disimpan (Syarif, Haryadi 1990 dalam Sunarti, 1995).

Suhu rendah memberikan pengaruh besar terhadap umur simpan buah-buahan segar yang disimpan. Hal tersebut terjadi karena buah-buahan dan sayur-sayuran segar adalah komoditi yang hidup sehingga masih melakukan proses metabolisme terutama respirasi dan reaksi kimia lainnya.

Sudibyo (1979) menyatakan bahwa penyimpanan dingin pada prinsipnya bertujuan untuk menekan laju respirasi dan transparansi agar dapat berjalan lambat, dan sebagai akibatnya daya simpan bahan pangan diperpanjang dengan susut bobot minimum dan mutu masih tetap baik. Penyimpanan suhu rendah pada umumnya dilakukan diantara 15 0C sampai titik beku.

Dengan penyimpanan pada suhu tersebut, penurunan mutu buah-buahan dapat dicegah karena terhambatnya laju kehilangan air, laju respirasi, reaksi biokimia, dan laju pertumbuhan mikroba. Dalam Ashari, (1995), buah-buahan disimpan rata-rata pada suhu 0-5 0C dengan kelembapan relative 80-95%, sedangkan sayuran rata-rata disimpan pada suhu 0-50C dengan kelembapan relative 85-90%. Tiap buah dan sayuran mempunyai suhu optimum untuk menghambat pematangan dan penuaan proses-proses fisiologis yang membuat komoditi menjadi rentan terhadap kegiatan parasitik dan bakteri (Pantastico, 1975). Kebanyakan produk buah-buahan tahan pada kelembapan 90%, sayuran bahkan lebih tinggi (92%) supaya tidak layu. Temperature optimum untuk penyimpanan dingin adalah 7-130C (Ryall, Lipton 1983).

Fluktuasi suhu seringkali mengakibatkan terjadinya kondensasi pada bahan, sehingga dapat merangsang pertumbuhan jamur dan proses pembusukan. Menjaga suhu agar merata pada semua bagian ruang penyimpanan dingin lebih penting daripada menghindari suhu pada suatu tempat. Pada bagian ruangan yang lebih hangat, buah-buahan yang disimpan akan matang lebih dahulu daripada bagian lain yang suhunya tetap dingin. Hal ini akan menyulitkan waktu dikeluarkan, karena kematangan buah tidak seragam, bahkan sering terjadi sebagian telah mengalami pelayuan atau bahkan pembusukan (Syarief, Hariyadi 1990).

Perubahan-perubahan fisik kimia yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama pematangan dan penyimpanan diantaranya adalah tekstur, warna, kandungan gula, keasaman, susut bobot, kadar air, dan kandungan vitamin C. Berikut adalah beberapa perubahan fisik kimia selama pematangan dan penyimpanan yaitu:

1.

Susut bobot

Proses respirasi dan transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut bobot. Susut bobot juga dapat disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan air. Gas yang dihasilkan akan dapat menguap dan menyebabkan terjadinya susut bobot.

2.

Kekerasan buah

(33)

16

senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin (Hulme, 1970). Semakin lama buah disimpan akan semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat (Winarn, Wirakartakusumah 1981). Selain itu melunaknya buah selama pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat mejadi asam galakturonat (Pantastico, 1986). Sementara itu menurut Marcelin (1954), tingkat porositas buah selama proses pematangan akan mengalami penurunan.

3.

Perubahan total padatan terlarut

Buah dan sayuran menyimpan karbonhidrat untuk persediaan bahan energi dan selanjutnya digunakan untuk melangsungkan keaktifan dari sisa hidupnya. Karena itu dalam proses pematangan, kandungan karbonhidrat dan gula berubah. Apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis.

F.

PELILINAN PADA BUAH-BUAHAN

Dalam penanganan pasca panen, pendinginan diperlukan khususnya untuk buah yang tidak tahan lama seperti berries dan jenis figs. Kondisi ini tidak hanya mengurangi aktivitas metabolisme buah tetapi juga untuk mencegah kebusukan buah. Pelilinan merupakan perlakuan khusus bagi beberapa buah yang bertujuan untuk mengurangi laju transpirasi, meningkatkan umur simpan, mengurangi perkembangan penyakit, mengganti bahan lilin alami pada buah yang hilang selama pencucian, melindungi dari luka dan memperbaiki penampilan.

Menyimpan produk terlalu dingin dapat juga merupakan masalah serius. Penting untuk menghindari kerusakan dingin, karena tanda seperti gagal untuk masak (untuk pisang dan tomat), perkembangan lekukan-lekukan kecil dengan area basah (untuk jeruk, melon dan mentimun), perubahan warna menjadi coklat (untuk apokat, terung,cherimoya), meningkatnya kepekan terhadap penyakit (untuk mentimun dan beans), dan munculnya bau yang tidak diinginkan (untuk tomat) (Shewfelt, 1990).

Memperpanjang umur simpan buah-buahan dengan pemberian lapisan lilin juga dapat menurunkan biaya yang dibutuhkan untuk menyimpan buah-buahan. Namun, walaupun seperti itu masih banyak sekali yang memilih menyimpan buahan di ruang dingin daripada harus member lapisan lilin pada buah-buahan.

Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba. Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran.

(34)

17

Pelilinan yang termasuk ke dalam perlakuan pra pengangkutan bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Hardenburg (1967) mengatakan bahwa pelilinan dimaksudkan untuk mengurangi kehilangan air pada buah-buahan dan sayuran, dan dengan demikian dapat mengurangi kelayuan dan pengisutan. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayur-sayuran tergantung dari ketebalan lapisan.

Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata pada pengurangan penguapan air, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa menyimpang akibat udara di dalam buah-buahan dan sayuran terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Park et al.,1994). Menurut Purwadaria, (1992), pelilinan dilakukan untuk mempertahankan lapisan minyak seperti pada jeruk siam (tangerine) dan lapisan pupur pada mangga yang disukai konsumen, bahkan konsumen negeri pengimpor. Sedangkan Chace, Pantastico (1993) mengatakan bahwa pelilinan pada buah-buahan dan sayuran ditujukan untuk mengurangi kelayuan dan pengeriputan serta menaikkan daya tarik pembeli.

Menurut Roosmani (1975) fungsi lapisan lilin adalah sebagai lapisan pelindung terhadap hilangnya air dari komoditas dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi sehingga dapat memperkecil kerusakan buah yang dipanen akibat proses respirasi. Pelapisan lilin akan menutupi sebagian stomata, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi aktivitas-aktivitas enzim respirasi, akibatnya proses pematangan terhambat.

Menurut Srivastava (1962) teknik pelapisan emulsi lilin pada produk hortikultur di sentral produksi yang minim fasilitas pasca panen dapat dikembangkan untuk memperpanjang masa simpannya pada suhu ruang. Teknik pelapisan emulsi lilin merupakan cara menunda proses pematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan.

Pelapisan lilin mampu mengurangi laju respirasi dan transpirasi produk hortikultur. Luka-luka akibat goresan kecil dapat ditutupi lapisan lilin sehingga penampakan lebih menarik (Pantastico, 1986). Tetapi tidak semua buah-buahan memberikan respon yang baik terhadap pelapisan lilin, misalnya buah sukun akan berkurang umur simpannya apabila dilapisi lilin pada suhu dingin (Muchtadi, 1992).

Menurut Roosmani (1975), buah yang dilapisi lilin akan tertutupi sebagian stomatanya sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi aktivitas enzim-enzim pernapasan sehingga proses pematangan terhambat.

Hasil dari percobaan Fatimah (1996) memperlihatkan pelapisan lilin pada buah sawo menggunakan konsentrasi emulsi lilin 9% dengan pencelupan 60 detik serta konsentrasi 10% dengan pencelupan selama 30 detik dapat mengurangi susut buah. Pada penyimpanan suhu kamar dapat juga dijaga kekerasannya sampai hari ke-12 dengan perlakuan pelilinan 10% pencelupan selama 30 detik. Sedangkan untuk suhu dingin (100C) optimum smapai hari ke-12 pada konsentrasi 9% dengan pencelupan selama 60 detik.

Berdasarkan uji pelapisan lilin pada paprika diketahui bahwa perlakuan dengan konsentrasi lilin 2% memiliki daya simpan paling lama dibandingkan dengan konsentrasi lilin 1% dan 3% yaitu sampai hari ke-24. Konsentrasi lilin tidak mempengaruhi parameter laju respirasi, kekerasan, tingkat keasaman, dan kadar vitamin, sementara secara nyata mempengaruhi total asam tertitrasi (Saptono, 1997).

(35)

18

Melalui percobaan pelapisan lilin pada mangga arumanis dan indramayu disimpulkan bahwa konsentrasi lilin 6% optimum meningkatkan daya simpan selama 21 hari untuk mangga arumanis dan 7 hari untuk kontrol, dan 23 hari untuk mangga indaramayu dari 16 hari untuk kontrol (Rufiarti, 1990). Pada penelitian Maryam (1995), mengenai pelapisan lilin tomat dihasilkan konsentrasi 9% dan 10% optimum menghambat laju respirasi, mempertahankan mutu dan meningkatkan daya simpan sampai 16 hari dari 12 hari untuk kontrol.

Sedangkan berdasarkan percobaan pelapisan lilin untuk alpukat yang dilakukan Mujiono (1997) diketahui bahwa konsentrasi 4% optimum meningkatkan daya simpan sampai hari ke-8 dari 3 hari pada kontrol dan menghambat kematangan sampai hari ke-20. Lapisan lilin untuk komoditi hortikultur segar harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak berpengaruh terhadap baud an rasa komoditi, tidak beracun, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi, Sugiyono, 1992).

Pelapisan lilin dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara-cara tersebut adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan dan pengolesan (Pantastico, 1986). Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah, karena bentuk garamnya akan merusak emulsi lilin. Emulsifier yang umum digunakan adalah trietanolamin dan asam oleat (Pantastico,1986).

Pemberian lilin semata-mata tidak dapat mengendalikan pembusukan, dan bahkan sering menaikkan pembusukan. Hal ini terjadi karena lapisan lilin menyebabkan patogen-patogen terjebak dalam retakan dan luka-luka kecil. Pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia pemberantas bakteri dan cendawan. Fungisida digunakan untuk menghindari kerusakan pelapisan lilin, diserapkan dalam material pengemas atau kain keras pembalut, atau dengan cara fumigasi (Pantastico, 1986).

Mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buah-buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari buah-buahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak ± 50%, sehingga dapat mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan, memperlambat proses fisiologis, dan mengurangi kehilangan air (Setiasih 1999).

Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi, tidak beracun, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap, licin, dan mudah diperoleh serta harganya murah. (Muchtadi, Sugiyono 1992). Pelapisan lilin akan lebih baik apabila digabungkan dengan penggunaan fungisida (Satuhu, 2002). Jenis fungisida yang sering digunakan pada beberapa produk hortikultur saat pelapisan lilin seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis fungisida pada pelapisan lilin

Jenis fungisida Konsentrasi (%) Komoditi

Benlate 0.1 Tomat, pisang, jeruk

SOPP 0.5 Pisang, wortel, kentang, jambu biji, pepaya

Thiobendazole 0.1-0.2 Cabe, mangga, papaya

Chlorax 0.2 Ketimun, tomat

FLITT-406 0.4 Pisang, jambu biji, Tomat, cabe, nenas

a

(36)
[image:36.612.223.429.162.369.2]

19

Konsentrasi emulsi lilin optimal beberapa komoditas hortikultura berdasarkan data Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Konsentrasi emulsi lilin optimal beberapa komoditas hortikultura

Komoditas Konsentrasi Optimal

Alpukat 4

Apel 8

Cabe 12

Jeruk 12

Kentang 12

Mangga Alphonso 6

Nenas 6

Papaya 6

Pisang raja 9

Tomat 9

Wortel 12

a

(37)

20

III. METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian mengenai Sifat Fisik dan Daya Simpan Buah Markisa Kuning (Passiflora flavicarpa) Yang Dilapisi Kitosan ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

B.

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan tambahan lainnya. Bahan baku utama yang digunakan adalah buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) dengan permukaan kulit yang halus, sehat, tidak ada cacat atau luka.Umur buah markisa sesudah bunga mekar 90-120 hari. Markisa yang digunakan adalah markisa kuning yang berumur 1 hari sejak dipanen setelah bunga mekar dan jumlah buah markisa yaitu sebanyak 12 buah/kg. Markisa kuning ini diperoleh dari salah satu perkebunan buah markisa yang ada di Berastagi, Sumatera Utara dan Subang, Jawa Barat. Bahan lain yang digunakan adalah kitosan yang sudah siap pakai, yang diperoleh dari Fakultas Perikanan IPB, Bogor dan aquades.

Peralatan yang digunakan yaitu cold storage, chamber (stoples penyimpanan) dengan volume 3300 ml, Rheometer merk SUN CR-300 untuk mengukur kekerasan, chromameter Minolta CR-200 dan kamera DSLR untuk mengukur warna, atago hand refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan digital Mettler 2 desimal untuk mengukur susut bobot, alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin dan perlengkapan untuk uji organoleptik.

C.

METODE PENELITIAN

1.

Penelitian pendahuluan

(38)

21

1.

Persiapan bahan

Tahap persiapan ini merupakan tahap sortasi bahan baku markisa kuning. Setelah di sortasi markisa kuning lalu dibersihkan permukaan kulitnya, agar proses pelilinan pada kulit buah markisa dapat dilakukan dengan baik.

2.

Pembuatan emulsi lilin

Pembuatan emulsi lilin dari lilin lebah sebagai bahan utama dilakukan oleh teknisi di Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor selama satu hari. Emulsi lilin ditambah dengan kitosan yang berasal dari bagian tubuh udang yang tidak dikonsumsi oleh manusia. Konsentrasi kitosan yang digunakan untuk penelitian pendahuluan ada tiga konsentrasi yaitu 1,5 % ; 2.0 % ; 2,5 % (w/v). Proses pembuatan kitosan yang dilakukan oleh teknisi Fakultas Perikanan IPB, Bogor terdiri dari beberapa tahap yaitu

a. Persiapan bahan

Pada persiapan bahan (kulit udang) dilakukan pencucian dan pengeringan sehingga dihasilkan kulit udang kering yang bersih dari kotoran yang melekat, berukuran antara 1.77 – 3.25 mm. b. Demineralisasi

Pemisahan mineral bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganik yang ada pada limbah udang. Proses demineralisasi dilakukan dengan penambahan HCI 1 N dengan perbandingan bobot bahan dan volume pengekstrak 1:7 (b/v), dipanaskan pada suhu 900C selama 1 jam, kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian dengan air sampai pH menjadi netral.

c. Deproteinasi

Deproteinasi dilakukan untuk menghilangkan protein dari limbah yang telah dipisahkan mineralnya. Proses deproteinasi dilakukan dengan menambahkan NaOH 3.5 N perbandingan 1:10 selama satu jam dengan suhu 900C kemudian dilakukan penyaringan dan pencucian denga air sampai pH menjadi netral.

d. Deasetilasi

(39)
[image:39.612.117.425.67.678.2]

22

Gambar 1. Skema proses pembuatan kitosan oleh Fakultas Perikanan IPB, Bogor dari kulit udang Limbah kulit udang

Pencucian

Pengeringan

Penghancuran

Demineralisasi

(900C, 1 jam, 1:7 HCI 1

Pemisahan dan pencucian

Deproteinasi

(900C, 1 jam, 1:10 NaOH 3.5 N)

Penyaringan

Kitin

Deasetilasi

(1400C, 1 jam, 1:10 NaOH 50%)

Pemisahan dan pencucian

hingga pH netral

Penjemuran

Kitosan (bentuk serpihan)

Pengubahan bentuk serpihan menjadi emulsi lilin

(40)

23

3.

Proses pelilinan pada markisa kuning

Kitosan dalam emulsi lilin dengan konsentrasi 1,5%, 2.0%, 2,5% (w/v) dan kontrol ditempatkan dalam sebuah wadah berbentuk toples. Markisa kuning yang telah dibersihkan langsung dicelupkan kedalam larutan emulsi lilin yang mengandung kitosan (kontrol, 1,5%, 2.0%, 2,5% (w/v)) yang telah disediakan selama satu jam, kemudian markisa yang telah dicelupkan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Lama waktu pencelupan buah markisa ke dalam larutan kitosan yaitu selama 30 detik untuk setiap buah.

Untuk menentukan laju respirasi buah markisa segar terlapisi kitosan, maka buah markisa segar yang telah dilapisi kitosan tersebut ditimbang dan dimasukkan kedalam toples kaca dimana pinggiran penutupnya dilapisi malam agar udara tidak bocor dan disimpan pada suhu ruang.

Pada penelitian pendahuluan ini hanya dilakukan pengujian penyimpanan markisa kuning yang telah dilapisi kitosan pada suhu ruang (26-280C). Pada penelitian pendahuluan ini juga dilakukan pengamatan susut bobot markisa kuning, kekerasan markisa kuning, total padatan terlarut, dan dilakukan uji warna.

Untuk pengukuran laju respirasi dari buah markisa segar ini dilakukan dengan membuat dua buah saluran selang pada tutup toples yang ujung-ujungnya dijepit. Pada saat pengukuran respirasi kedua selang tersebut dihubungkan ke cosmotector XPO-314. Dari pengukuran ini diharapkan dapat diketahui kadar pelilinan yang optimum untuk buah markisa. Alur dari penelitian pendahuluan ini seperti terlihat pada Gambar 2. Persamaan yang digunakan seperti dibawah ini,

R = (dx/dt) x (V/W) ………(1) Dimana : R = Laju Respirasi (ml/kg.jam)

x = Konsentrasi gas CO2 (%)

t = Waktu (Jam)

V = Volume Bebas “respiration chamber” (ml)

(41)
[image:41.612.85.550.109.694.2]

24

Gambar 2. Diagram alir penelitian pendahuluan

Panen

Sortasi Buah Markisa

1 Hari setelah panen

Pembersihan Buah Markisa dengan air bersih

Pencelupan Buah Markisa ke Dalam Emulsi

Kitosan selama 30 detik

Pengeringan buah markisa yang telah

dicelupkan dengan diangin-anginkan ± 30

menit

Penyimpanan Buah Markisa

pada suhu ruang (260C) selama 8 hari

Pengukuran dan Pengamatan Pada

Buah Markisa

Susut Bobot Warna Kekerasan Laju konsumsi 02 dan

produksi CO2

Pengukuran setiap 2 hari sekali

(42)

25

2. Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Hasil pengolahan data pada penelitian pendahuluan digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan selang taraf konsentrasi kitosan tambah dengan buah markisa tanpa pelapisan kitosan sebagai kontrol setelah hasil pada perlakuan bab IV . Pada penelitian ini dilakukan pada perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu 150C dan suhu ruang (26-280C). Pengamatan dilakukan terhadap lama penyimpanan, laju respirasi, susut bobot (tiga kali ulangan), kekerasan (tiga kali ulangan), total padatan terlarut (tiga kali ulangan), uji warna (tiga kali ulangan), dan uji organoleptik (tiga kali ulangan). Alur penelitian pendahuluan seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir perlakuan dan rancangan percobaan Markisa dengan tiga taraf

konsentrasi kitosan hasil perlakuan

penelitian pendahuluan

Kontrol

Penyimpanan suhu 150C Penyimpanan suhu ruang

Pengamatan :

-Susut Bobot

-Kekerasan kulit buah

-Total Padatan Terlarut

-Uji Warna

(43)

26

PENGAMATAN

1.

Laju susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran susut bobot dilakukan sebelum buah markisa disimpan (W) dan setiap kali akhir pengamatan. Pengukuran susut bobot buah markisa kuning dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat markisa kuning sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

………(2)

dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

2.

Kekerasan kulit buah

Uji kekerasan buah markisa kuning diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer dengan model CR-500X COMPAC-100. Alat diset pada kedalaman 15mm dengan beban maksimum 2 kg dan diameter jarum penusuk 5 mm. Kecepatan beban turun yang digunakan adalah 60 mm/menit. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda den

Gambar

Tabel 8. Batas aman suhu rendah dan chilling injury pada buah-buahan
Tabel 10. Konsentrasi emulsi lilin optimal beberapa komoditas hortikultura
Gambar 1. Skema proses pembuatan kitosan oleh Fakultas Perikanan IPB, Bogor dari kulit udang
Gambar 2. Diagram alir penelitian pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa persentase susut bobot tertinggi yaitu buah pepaya kontrol yang disimpan pada suhu ruang ber-AC, sedangkan persentase susut

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan penambahan ekstrak buah markisa kuning berpengaruh terhadap kadar vitamin C serta kualitas organoleptik soygurt. Kata kunci: soygurt,

Oleh karena kulit buah markisa mengandung pektin yang cukup tinggi yakni 27,8% basis kering [17] dan juga ketersediaan bahan baku yang cukup tinggi, maka dilakukan

Kombinasi sari kacang tunggak dan buah markisa kuning memberikan pengaruh pada pH, total asam laktat, aktivitas antioksidan, dan total fenolik tetapi tidak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi pektin kulit buah (albedo) markisa (Passiflora edulis var. flavicarpa

buah markisa bahwa suhu yang digunakan untuk ekstraksi pektin adalah 70, 80. dan 90ºC selama

Namun pembuatan pektin modifikasi dengan proses ini layak dipertimbangkan, mengingat dengan proses ini dapat mengurangi limbah kulit markisa kuning dan dapat menghasilkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pascapanen buah tomat cherry dapat dipertahankan selama penyimpanan pada suhu dingin yang dicirikan dengan rendahnya susut bobot